ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN · lift dan drag dari airfoil NACA 4412. ... pengetahuan...
Transcript of ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN · lift dan drag dari airfoil NACA 4412. ... pengetahuan...
i
ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN
COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI
BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin
Oleh
JAKATARU DAVID EMBANG
NIM : 125214023
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
2D ANALYSIS OF AIRFOIL NACA 4412 USING
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC ON MACH NUMBER
AND ANGLE OF ATTACK VARIATIONS
FINAL PROJECT
As parctial fulfillment of the requirements
to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering
By
JAKATARU DAVID EMBANG
Student Number : 125214023
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN
COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI
BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN
COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI
BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta 11 Juli 2016
Jakataru David Embang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Jakataru David Embang
Nomor Mahasiswa : 125214023
Demi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :
ANALISIS 2D AIRFOIL NACA 4412 MENGGUNAKAN
COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMIC PADA VARIASI
BILANGAN MACH DAN SUDUT SERANG
Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam
bentuk media yang lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta ijin dan memberikan royalty kepada saya selama tetap
menyantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta 11 Juli 2016
Yang menyatakan,
Jakataru David Embang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
INTISARI
Penelitian tentang airfoil merupakan sebuah pengembangan teknologi dalam
dunia aerodinamika. Hasil dari berbagai eksperimen telah banyak digunakan untuk
mendesain airfoil dalam berbagai konfigurasi sayap sesuai dengan penggunaannya.
Pada masa yang lampau, pembuatan serta analisis kinerja dari suatu airfoil
membutuhkan terowongan angin dan memerlukan waktu serta biaya yang besar untuk
proses pengujiannya.
Penelitian ini menggunakan airfoil tidak simetris yaitu NACA 4412.
Penelitian ini ingin mengetahui dampak dari variasi bilangan mach pada setiap
peningkatan sudut serang dan akan dilihat intensitas turbulensi pada setiap variasi
bilangan mach serta sudut serang dalam bentuk kontur dan streamline. Variasi
bilangan mach yang diterapkan pada penelitian ini berkisar pada aliran subsonic
hingga supersonic dengan variasi sudut serang mulai dari 0°, 4°, 8°, 12° dan 16°.
Pengujian ini dilakukan dalam metode Computational Fluid Dynamic dengan bentuk
mesh tidak terstruktur dan menggunakan persamaan spalart-almaras turbulence
model. Bentuk domain yang digunakan adalah C-type dan kondisi batas pada domain
diasumsikan dalam keadaan tunak dengan batasan pada domain yaitu inlet, outlet,
symmetry dan wall.
Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa variasi
bilangan mach terhadap peningkatan sudut serang berpengaruh pada nilai koefisien
lift dan drag dari airfoil NACA 4412. Pada sudut stall aliran subsonic memiliki
koefisien lift lebih tinggi dengan nilai 1,17290 dibandingkan aliran supersonic
dengan nilai 1,17150. Aliran subsonic memiliki intensitas turbulensi lebih kecil
dibanding aliran supersonic.
Kata kunci: Airfoil NACA 4412, bilangan mach, Computational Fluid Dynamic.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
Research on the airfoil is a technological development in the world of
aerodynamics. The results of numerous experiments have been widely used to design
the wing airfoil in a variety of configurations suitable for use. In the past, the
manufacture and analysis of the performance of an airfoil requires wind tunnel and
require time and substantial costs in the process of testing. This study uses
asymmetrical airfoil is NACA 4412.
This study investigates the impact of variations in mach numbers on any
increase in the angle of attack and will be seen turbulence intensity at each variation
of Mach numbers and angles of attack in the form of contours and streamlined.
Variations mach numbers were applied in this study ranged in subsonic to supersonic
flow with the variation of the angle of attack ranging from 0°, 4°, 8°, 12° and 16°.
This testing is done in the method of Computational Fluid Dynamics to form an
unstructured mesh and use spalart-almaras equation turbulence models. Domain form
used is C-type and boundary conditions on the domain assumed to be in a steady state
with restrictions on the domain, namely the inlet, outlet, symmetry and wall.
From the research that has been done, shows that variation of mach number
to increase the angle of attack affects the value of the coefficient of lift and drag of
the airfoil NACA 4412. At the stall angle subsonic flow has a higher lift coefficient
value of 1,17290 compared with supersonic flow with a value of 1,17150, Subsonic
flow turbulence intensity is smaller than the supersonic flow.
Keywords: Airfoil NACA 4412, mach number, Computational Fluid Dynamic.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karuniaNya, sehingga penyusunan skripsi dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi oleh mahasiswa
untuk mendapatkan gelar S-1 pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Atas berkat, bimbingan serta dukungan dari banyak pihak, akhirnya skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan
hati saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Sudi Mungkasi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi M.T. selaku Kaprodi jurusan Teknik Mesin Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. A. Prasetyadi SSi M.Si. selaku Dosen Pembimbing 1 Skripsi dan pembimbing
Akademik atas segala arahan, kesabaran dan motivasi yang telah diberikan
4. Stefan Mardikus, ST,. MT selaku Dosen Pembimbing 2 Skripsi atas segala
arahan, kesabaran dan motivasi yang telah diberikan.
5. Seluruh dosen Program Studi Teknik Mesin yang telah memberikan ilmu
pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Staf Sekretariat Fakultas Sains dan Teknologi.
7. Amensiu Indra Embang dan Eljine Kristiasie sebagai orang tua saya, kakak dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
adik saya serta seluruh keluarga besar saya atas dukungan baik moril maupun
materi yang diberikan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Program
Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
8. Teman-teman Teknik Mesin yang telah memberikan dukungan serta motivasi
kepada penulis.
9. Teman-teman kos Griya Kanna yang telah memberikan dukungan serta motivasi
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian dan penulisan skripsi ini
jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga
skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.
Yogyakarta, 11 Juli 2016
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI JUDUL ............................................................................................................. i
TITLE ............................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ........................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................... vi
INTISARI ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR SATUAN DAN SINGKATAN ...................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Manfaat penelitian ...................................................................... 5
1.4 Tujuan penelitian ........................................................................ 6
1.5 Batasan Masalah ......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 8
2.1 Kajian Penelitian ......................................................................... 8
2.2 Sifat Aliran .................................................................................. 9
2.2.1 Kerapatan ........................................................................ 10
2.2.2 Berat Jenis ....................................................................... 11
2.2.3 Kekentalan ...................................................................... 12
2.3 Aliran Laminer, Transisi dan Turbulen ...................................... 13
2.4 Reynold Number ......................................................................... 14
2.5 Aliran Incompresible dan Aliran Compresible .......................... 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
2.6 Aliran Steady dan Unsteady ....................................................... 18
2.7 Eksternal Flow ............................................................................ 19
2.8 Kecepatan Suara (Speed of Sound) ............................................ 21
2.9 Mach Number ............................................................................. 22
2.10 Dasar Aerodinamika ................................................................... 23
2.11 Koefisien Lift dan Drag .............................................................. 29
2.12 Teori Airfoil ................................................................................ 31
2.13 CFD (Computational Fluid Dynamic) ........................................ 34
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 49
3.1 Diagram Alir Penelitian .............................................................. 49
3.2 Airfoil NACA 4412 .................................................................... 50
3.3 Variable Penelitian ...................................................................... 52
3.4 Diagram Alir Simulasi ................................................................ 52
3.5 Variasi Penelitian dan Input Parameter Boundary Condition ..... 53
3.6 Metode Meshing ......................................................................... 55
3.7 Alat dan Bahan ............................................................................ 58
3.8 Pengolahan Data ......................................................................... 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 61
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 61
4.2 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada
Aliran Subsonic. .......................................................................... 65
4.3 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada
Aliran Subsonic. .......................................................................... 66
4.4 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada
Aliran Supersonic. ...................................................................... 67
4.5 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada
Aliran Supersonic. ...................................................................... 68
4.6 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada
Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic. ............. 69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
4.7 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada
Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic. ............. 70
4.8 Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Subsonic Terhadap
Perubahan Angle of Attack. ......................................................... 71
4.8.1 Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 72
4.8.2 Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 75
4.9 Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Supersonic Terhadap
Perubahan Angle of Attack. ......................................................... 79
4.9.1 Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 79
4.9.2 Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 83
4.9.3 Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 86
4.9.4 Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 90
4.9.5 Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 93
4.10 Analisis Velocity Streamlines pada Aliran Subsonic Terhadap
Perubahan Angle of Attack. ......................................................... 97
4.10.1 Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 97
4.10.2 Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 101
4.11 Analisis Velocity Streamlines pada Aliran Supersonic Terhadap
Perubahan Angle of Attack. ......................................................... 104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
4.11.1 Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of
Attact. .............................................................................. 105
4.11.2 Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 108
4.11.3 Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 112
4.11.4 Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 115
4.11.5 Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of
Attack. ............................................................................. 119
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 123
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 123
5.2 Saran ........................................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Arti dari eff dan S untuk setiap .................................................. 39
Tabel 3.1 koordinat X dan Y dari airfoil NACA 4412 ...................................... 50
Tabel 3.2 Parameter boundary condition pada proses penelitian...................... 54
Tabel 3.3 Parameter ukuran mesh pada proses penelitian airfoil NACA
4412................................................................................................. 56
Tabel 3.4 Spesifikasi laptop yang digunakan dalam penelitian......................... 58
Tabel 4.1 Bilangan Mach 0,6 (204 m/s) terhadap lima variasi sudut serang
airfoil….................................................................................................... 62
Tabel 4.2 Bilangan Mach 0,8 (272 m/s) terhadap lima variasi sudut serang
airfoil ....................................................................................................... 62
Tabel 4.3 Bilangan Mach 1 (340 m/s) terhadap lima variasi sudut serang
airfoil........................................................................................................ 62
Tabel 4.4 Bilangan Mach 1,5 (510 m/s) terhadap lima variasi sudut serang
airfoil........................................................................................................ 63
Tabel 4.5 Bilangan Mach 2 (680 m/s) terhadap lima variasi sudut serang
airfoil........................................................................................................ 63
Tabel 4.6 Bilangan Mach 2,5 (850 m/s) terhadap lima variasi sudut serang
airfoil........................................................................................................ 64
Tabel 4.7 Bilangan Mach 3 (1.020 m/s) terhadap lima variasi sudut serang
airfoil........................................................................................................ 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Bagian-bagian airfoil.................................................................... 4
Gambar 2.1 Tiga jenis aliran viskos (a) aliran laminer; (b) aliran transisi; (c)
aliran turbulen............................................................................... 13
Gambar 2.2 Aliran di dalam pipa (a) viskositas tinggi. Reynolds number
rendah. Aliran laminer; (b) viskositas rendah. Reynold number
tinggi, aliran turbulen.................................................................... 15
Gambar 2.3 Perubahan densitas terhadap perubahan Mach number................ 18
Gambar 2.4 Koefisien drag untuk bilangan Mach rendah dalam benda dua
dimensi.......................................................................................... 20
Gambar 2.5 Streamline aliran udara pada airfoil.............................................. 25
Gambar 2.6 Arah dan gaya-gaya dalam penerbangan...................................... 26
Gambar 2.7 Gaya dan momen aerodinamis terhadap arah
penerbangan.................................................................................. 27
Gambar 2.8 Distribusi kecepatan dan entalpi aliran gas pada lapisan dinding
yang memiliki kecepatan tinggi.................................................... 29
Gambar 2.9 Kurva lift untuk ketebalan sedang dan chamber berbeda............. 30
Gambar 2.10 Geometri airfoil dan definisi bagian airfoil................................... 32
Gambar 2.11 Arah dan gaya-gaya dalam pesawat terbang................................. 34
Gambar 2.12 CFD hasil untuk air mengalir melewati sebuah NASA 66
(MOD) hydrofoil; C grid 262 dengan 91 node............................. 36
Gambar 2.13 Eksperimental oil-streak visualisasi permukaan mengalir di
Re=40.000..................................................................................... 36
Gambar 2.14 Komputasi large-eddy mensimulasikan aliran permukaan kubus
dengan aliran oil-streak pada Re=40.000...................................... 37
Gambar 2.15 Permukaan terstruktur dan volume grid konfigurasi dari sayap-
badan pesawat............................................................................... 42
Gambar 2.16 Permukaan jaringan tidak terstruktur dari konfigurasi sayap-
badan pesawat............................................................................... 42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Gambar 2.17 Tipe untuk domain dua dimensi.................................................... 43
Gambar 2.18 Jenis kondisi batas dalam analisis cairan-aliran............................ 44
Gambar 2.19 Jenis-jenis grid pada domain......................................................... 45
Gambar 2.20 C-grid topologi dalam 2D............................................................. 46
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.................................................................. 49
Gambar 3.2 Bentuk airfoil NACA 4412 dengan panjang 1 m.......................... 51
Gambar 3.3 Diagram alir simulasi.................................................................... 52
Gambar 3.4 Bentuk domain dengan mesh C-type yang memiliki ukuran W=
10C dan R=6C............................................................................... 55
Gambar 3.5 Bentuk domain dalam penelitian ini dengan mesh C-type............ 57
Gambar 3.6 Bentuk mesh pada sekitar permukaan airfoil NACA 4412........... 57
Gambar 4.1 Variasi bilangan Mach subsonic pada setiap sudut serang
terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift.............................. 65
Gambar 4.2 Variasi bilangan Mach subsonic pada setiap sudut serang
terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag......................... 66
Gambar 4.3 Variasi bilangan Mach supersonic pada setiap sudut serang
terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift.............................. 67
Gambar 4.4 Variasi bilangan Mach supersonic pada setiap sudut serang
terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag.......................... 68
Gambar 4.5 Variasi bilangan Mach subsonic dan supersonic pada setiap
sudut serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien
lift.................................................................................................. 69
Gambar 4.6 Variasi bilangan Mach pada setiap sudut serang terhadap
pengaruhnya pada nilai koefisien drag......................................... 71
Gambar 4.7 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 72
Gambar 4.8 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
Gambar 4.9 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 73
Gambar 4.10 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 73
Gambar 4.11 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 74
Gambar 4.12 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 75
Gambar 4.13 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 76
Gambar 4.14 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 76
Gambar 4.15 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 77
Gambar 4.16 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 77
Gambar 4.17 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 79
Gambar 4.18 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 80
Gambar 4.19 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 80
Gambar 4.20 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 81
Gambar 4.21 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 81
Gambar 4.22 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach
1,5.................................................................................................. 83
Gambar 4.23 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach
1,5.................................................................................................. 83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
Gambar 4.24 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach
1,5.................................................................................................. 84
Gambar 4.25 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach
1,5.................................................................................................. 84
Gambar 4.26 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach
1,5.................................................................................................. 85
Gambar 4.27 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 86
Gambar 4.28 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 87
Gambar 4.29 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 87
Gambar 4.30 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 88
Gambar 4.31 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 88
Gambar 4.32 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 90
Gambar 4.33 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 90
Gambar 4.34 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 91
Gambar 4.35 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 91
Gambar 4.36 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 92
Gambar 4.37 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 93
Gambar 4.38 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
Gambar 4.39 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 94
Gambar 4.40 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 95
Gambar 4.41 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 95
Gambar 4.42 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 97
Gambar 4.43 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 98
Gambar 4.44 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 98
Gambar 4.45 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 99
Gambar 4.46 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach
0,6.................................................................................................. 99
Gambar 4.47 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 101
Gambar 4.48 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 101
Gambar 4.49 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 102
Gambar 4.50 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 102
Gambar 4.51 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach
0,8.................................................................................................. 103
Gambar 4.52 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 105
Gambar 4.53 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxi
Gambar 4.54 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 106
Gambar 4.55 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 106
Gambar 4.56 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach
1..................................................................................................... 107
Gambar 4.57 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach
1,5................................................................................................. 108
Gambar 4.58 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach
1,5.................................................................................................. 109
Gambar 4.59 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach
1,5.................................................................................................. 109
Gambar 4.60 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach
1,5................................................................................................. 110
Gambar 4.61 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach
1,5.................................................................................................. 110
Gambar 4.62 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 112
Gambar 4.63 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 112
Gambar 4.64 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 113
Gambar 4.65 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 113
Gambar 4.66 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach
2..................................................................................................... 114
Gambar 4.67 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 115
Gambar 4.68 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxii
Gambar 4.69 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 116
Gambar 4.70 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 117
Gambar 4.71 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach
2,5.................................................................................................. 117
Gambar 4.72 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 119
Gambar 4.73 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 119
Gambar 4.74 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 120
Gambar 4.75 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 120
Gambar 4.76 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan Mach
3..................................................................................................... 121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxiii
DAFTAR SATUAN DAFTAR DAN SINGKATAN
Singkatan Arti
NACA National Advisory Comitte for
Aeronatics
CL Coeficient Lift
CD Coeficient Drag
CFD Computational Fluid Dynamic
C Chord
CAD Computer Aided Design
Lambang Simbol Satuan Keterangan
(Besaran)
kg/m3 Kerapatan
γ N/m3 Berat
N s/m2 Viskositas dinamik
m2/s Viskositas kinematik
g m2/s gravitasi
F N Gaya
S m2 Luas
c m Panjang
v m/s Kecepatan
T K Suhu
P Pa Tekanan
kg/m-s Viskositas udara
C mach Kecepatan Suara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxiv
AOA Angle of attack
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesawat terbang merupakan suatu penemuan teknologi transportasi dalam
dunia penerbangan. Pesawat terbang pertama kali diterbangkan oleh Orville Wright
dan Wilbur Wright pada tahun 1903 (Federation Aeronatic International, 1951).
Pada masa perang dunia ke I hingga perang Dunia ke II pesawat terbang digunakan
untuk kepentingan militer, namun pada akhir perang dunia ke II tahun 1945 pesawat
terbang mulai digunakan sebagai transportasi umum hingga sekarang. Kemajuan
teknologi tentang pesawat terbang semakin bertambah pesat dengan berbagai
penelitian dan penemuan teknologi dalam dunia penerbangan. Setelah ditemukannya
pesawat dan digunakan sebagai transformasi umum, jumlah penumpang dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015,
jumlah penumpang pesawat udara tahun 2014 mencapai 72,6 juta orang atau naik 5,6
persen dari tahun sebelumnya yaitu 68,5 juta orang. Transportasi udara menjadi salah
satu pilihan utama khususnya bagi masyarakat Indonesia. Perkembangan dunia
penerbangan di era modern semakin maju mengikuti jumlah pengguna pesawat
terbang yang semakin meningkat.
Perkembangan dalam dunia penerbangan khususnya pesawat terbang tidak
lepas dari berbagai penelitian yang telah dilakukan. Salah satu fokus penelitian yang
dilakukan dalam dunia penerbangan adalah penelitian tentang airfoil. Airfoil adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
bagian dari pesawat terbang yang merepresentasikan bentuk dari suatu sayap pesawat
yang dapat menghasilkan gaya angkat (lift) atau efek aerodinamika ketika melewati
suatu aliran udara. Airfoil merupakan bentuk dari potongan melintang sayap yang
dihasilkan oleh perpotongan tegak lurus sayap terhadap pesawat (Houghton, 2013).
Penelitian tentang airfoil merupakan sebuah pengembangan teknologi dalam
dunia aerodinamika. Hasil dari berbagai eksperimen telah banyak digunakan untuk
mendesain airfoil dalam berbagai konfigurasi sayap sesuai dengan penggunaannya.
Pada masa yang lampau, pembuatan serta analisis kinerja dari suatu airfoil
membutuhkan terowongan angin dan memerlukan waktu serta biaya yang besar untuk
proses pengujiannya. Proses eksperimen cenderung menghasilkan informasi yang
kurang akurat dari hal tekanan dan distribusi kecepatan dikarenakan memungkinkan
banyak rugi-rugi yang terjadi pada saat proses penelitian. Namun pada zaman
sekarang pembuatan serta analisis dari suatu airfoil dapat dilakukan dengan cara
simulasi, dengan cara ini pembuatan serta pengujian dapat dilakukan dengan cepat
dan murah serta hasil yang didapatkan dari simulasi lebih baik dan akurat
dibandingkan hasil eksperimen (Ahmed Abd Ahmahmoud Ahmed Yasin, 2011).
Jenis airfoil yang biasa digunakan dalam dunia penerbangan adalah airfoil
jenis tidak simetris. Jenis airfoil tidak simetris memiliki geometri dengan
karakterisitik aerodinamika yang dapat meningkatkan nilai koefisien lift pada sayap
pesawat terbang. Jika dibandingkan airfoil simetris dan airfoil tidak simetris maka
akan didapatkan nilai koefisien lift pada airfoil tidak simetris lebih tinggi daripada
airfoil simetris (Whei zang, 2015). Hal ini yang mendasari banyak pesawat terbang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
menggunakan airfoil tidak simetris dibanding airfoil simetris, misalkan Boeing,
Airbus, NASA (UIUC Airfoil Coordinate Database).
Banyak penelitian sebelumnya yang dilakukan terkait dengan karakteristik
dan performa dari suatu airfoil. Beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah
analisis dari airfoil tentang pengaruh angle of attack terhadap koefisien lift dan drag
(Karna S. Patel, 2014). Dari hasil penelitian menunjukkan perbedaan nilai koefisien
lift dan drag pada sudut serang yang berbeda. Penelitian lainnya menunjukan
pengaruh kecepatan aliran, tekanan serta vortex yang terjadi pada bagian airfoil
terhadap nilai koefisien lift dan drag (Abhay Sharma, 2014). Fenomena gesekan
antara aliran fluida dan sebuah badan pesawat dapat menimbulkan wake pada sekitar
bagian pesawat terbang dan cenderung merugikan. Hal ini mendasari banyak
penelitian yang fokus pada efisiensi kinerja dari pesawat terbang. Pada zaman
sekarang pesawat komersil mampu mencapai kecepatan supersonic, misalkan pesawat
Concorde memiliki kecepatan jelajah 2,04 Mach dengan ketinggian terbang hingga
60.000 ft (Owen, 2001). Dalam kecepatan yang tinggi dibutuhkan prinsip-prinsip
aerodinamika yang baik pada desain pesawat terbang. Sehingga, banyak penelitian
tentang areodinamika mengarah pada bagian penting pada pesawat yaitu airfoil.
Airfoil yang digunakan dalam penelitian ini adalah NACA 4412 dengan
panjang chord 1 m. Airfoil ini adalah jenis airfoil tidak simetris dan memiliki 4 digit.
Digit pertama menyatakan maximum chamber terhadap chord, digit kedua
menyatakan posisi maximum chamber pada chord dari leading edge dan dua digit
terakhir menyatakan persentase maximum thickness airfoil terhadap chord.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Gambar 1.1 Bagian-bagian airfoil (Houghton, 2013).
Jenis airfoil ini memiliki permukaan atas dan bawah yang melengkung keatas,
sehingga memiliki chamber rata-rata yang relatif tinggi. Airfoil jenis ini biasa
digunakan untuk scale model, sailplane, free flight serta paling umum digunakan
pada pesawat yang membutuhkan gaya angkat yang tinggi. Masalah yang sering
muncul dalam penelitian tentang airfoil NACA 4412 adalah sudut stall yang rendah
yaitu 12°-14° dalam aliran subsonic (Ahmed Abd Ahmahmoud Ahmed Yasin, 2011),
sehingga perlu diteliti pengaruh kecepatan aliran terhadap sudut stall. Wake yang
muncul pada sudut serang tertentu juga berpengaruh pada nilai CL dan CD, hal ini
menunjukan kecepatan stall dari airfoil NACA 4412 (Mayurkumar Kevadiya, 2013).
Masalah yang muncul pada airfoil NACA 4412 perlu diteliti pada variabel
yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Fenomena stall yang terjadi pada sudut
serang tertentu dalam aliran subsonic dapat diteliti untuk mendapatkan sudut spesifik
terjadinya stall dan dapat diamati pengaruh kecepatan aliran pada koefisien lift dan
drag jika dalam aliran supersonik. Setiap airfoil memiliki performa aerodinamika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
yang berbeda-beda, hal ini akan dilihat batas maksimum performa aerodinamika dari
NACA 4412 jika diberi kecepatan aliran melebihi kecepatan suara. Pada kecepatan
yang tinggi disertai penambahan sudut serang, aliran yang terjadi cenderung
mengalami wake, namun pada airfoil NACA 4412 yang diberi aliran subsonic terjadi
wake pada sudut yang rendah, maka perlu diketahui sudut terjadinya wake dan
besarnya wake yang terjadi pada airfoil NACA 4412 dalam kecepatan supersonic.
Dari penelitian mengenai airfoil NACA 4412, akan diketahui performa
maksimum dalam penggunaannya pada pesawat terbang, sehingga dapat ditentukan
efisiensi penggunaan airfoil NACA 4412 terhadap batas kecepatan dan sudut serang
suatu pesawat terbang. Oleh karena itu, perlu diteliti pengaruh kecepatan aliran
subsonic hingga aliran supersonic terhadap koefisien lift dan drag, angle of attack
dan wake yang terjadi pada airfoil NACA 4412.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh distribusi tekanan dan kecepatan?
2. Bagaimana pengaruh angle of attack pada nilai CL dan CD?
3. Bagaimana pengaruh perbedaan kecepatan pada setiap angle of attack
terhadap nilai CL dan CD?
4. Bagaimana pengaruh angle of attack terhadap fenomena wake dan stall angle?
1.3 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1. Memberikan kontribusi bagi Universitas Sanata Dharma khususnya Fakultas
Sains dan Teknologi dalam bidang penelitian.
2. Penelitian yang dilakukan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
3. Penelitian berkontribusi untuk mendukung kemajuan teknologi dan
pendidikan di Indonesia.
1.4 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dampak dari variasi kecepatan pada airfoil dalam aliran subsonic
hingga supersonic terhadap nilai koefisien lift dan drag.
2. Mengetahui dampak dari variasi angle of attack pada airfoil terhadap
koefisien nilai lift dan drag.
3. Mengetahui dampak dari variasi kecepatan subsonic dan supersonic terhadap
perubahan angle of attack dan pengaruh terhadap nilai koefisien lift dan
drag.
4. Mengetahui distribusi kecepatan dan tekanan yang terjadi pada airfoil.
5. Mengetahui terjadinya fenomena wake dalam derajat tertentu.
6. Mengetahui stall angle dari airfoil NACA 4412.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Geometri yang digunakan adalah dua dimensi.
2. Aliran yang digunakan dalam keadaan steady.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
3. Kecepatan aliran dalam subsonic dan supersonic.
4. Komputasi menggunakan software ANSYS FLUENT 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Penelitian
Pada tahun 2013, Gaurav Saxena dan Mahendra Agrawal membuat sebuah
penelitian tentang analisis aerodinamika pada Airfoil NACA 4412. Proyek ini
menyajikan studi komputasi pada NACA 4412 pada sudut serang yang berbeda (10º,
12.5º, 15, 16º, 17º, 17.5º, 20º dan 22.5º) menggunakan metode CFD (Computational
Fluid Dynamic). Hasil penelitian menemukan bahwa belum terlihat adanya aliran
yang terpisah pada sudut serang 10º dan 12.5º, tetapi pemisahan aliran dimulai pada
sudut serang 15º dan meningkat pada sudut serang 17.5º, 20º, dan 22.5º. Dalam
penelitian ini, efek permukaan airfoil tidak dipertimbangkan. Penelitian ini
mendapatkan kesimpulan bahwa penambahan sudut serang pada airfoil berdampak
pada pemisahan aliran dan disertai dengan peningkatan tekanan yang merugikan.
Sementara itu pada sudut serang rendah gradien tekanan tidak cukup kuat untuk
menyebabkan vortex.
Peningkatan sudut serang berdampak pada peningkatan koefisien lift, namun
setelah mencapai sudut maksimal gaya lift tidak dapat ditingkatkan lebih lanjut dan
cenderung menurun. Penurunan gaya lift terjadi karena muncul banyak tekanan yang
merugikan, sehingga meningkatkan gaya drag. Hal tersebut dikenal dengan sudut
stall dan dalam percobaan ditemukan pada sudut serang 16º. Pada sudut serang 16 º
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
diamati koefisien lift dengan nilai 1.55 merupakan nilai tertinggi (Gaurav saxena,
2013).
Sebuah penelitian dilakukan oleh Ahmed Abd Almahmoud Ahmed Yassin
dan Abubaker Mohammed Ahmed Elbashir, Penelitian ini dilakukan pada airfoil
NACA 4412 yang diberi aliran subsonic dengan menggunakan metode CFD. Hasil
dari penelitian menunjukan nilai CL tertinggi terjadi pada sudut serang 14° kemudian
secara bertahap menurun. Hal ini kemudian dibandingkan dengan hasil eksperimen
dalam benda uji, sudut dan kecepatan aliran yang sama. Hasilnya adalah nilai CL dan
stall angle pada penelitian dengan menggunakan metode CFD lebih tinggi
dibandingkan dengan eksperimen yang menghasilkan nilai stall angle pada sudut 13°
(Ahmed Abd Almahmoud Ahmed Yassin, 2013). Dalam studi lainnya yang dilakukan
oleh Mayurkumar kevadiya pada tahun 2013 tentang analisis 2 dimensi pada airfoil
NACA 4412. Penelitian ini menggunakan persamaan spalart allmaras (1 equation)
dan menggunakan jenis solver Pressure based steady state. Airfoil diuji dalam
kecepatan subsonic pada sudut 0°-12° dan diamati pengaruhnya terhadap nilai
koefisien lift dan drag. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien lift tertinggi
berada pada sudut 8°, setelah mencapai sudut 8° nilai koefisien lift cenderung
menurun.
2.2 Sifat Aliran
Pengamatan yang mendalam mengenai struktur molekul dari material
mengungkapkan bahwa zat-zat yang biasanya dianggap sebagai benda padat (baja,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
beton dll) memiliki jarak antar molekul yang rapat dengan gaya-gaya kohesi antar
molekul yang besar yang memungkinkan sebuah benda padat mempertahankan
bentuknya dan tidak mudah untuk dideformasi. Namun, untuk zat-zat yang dianggap
sebagai cairan (air, minyak, dll) memiliki molekul agak terpisah, gaya antar
molekulnya lebih lemah daripada benda-benda padat dan molekulnya mempunyai
pergerakan yang bebas. Jadi zat cair dapat dengan mudah terdeformasi. Gas-gas
(udara, oksigen dll) memiliki jarak antar molekul yang lebih besar dan gerakan yang
bebas dengan gaya antar molekul yang dapat diabaikan, sehingga sangat mudah
terdeformasi. Secara khusus fluida didefinisikan sebagai zat yang berdeformasi terus-
menerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser.
Beberapa sifat fluida yang sangat berkaitan dengan perilaku fluida adalah
jelas bahwa fluida yang berbeda secara umum memilki sifat yang berbeda. Misalnya,
gas-gas bersifat ringan dan dapat dimampatkan, sementara zat cair dan relatif tidak
dapat dimampatkan. Sifat-sifat fluida yang memegang peranan penting dalam analisis
perilaku fluida antara lain adalah kerapatan, berat jenis dan viskositas (Bruce R.
Munson, 2009).
2.2.1 Kerapatan
Kerapatan (density) dari sebuah fluida , dilambangkan dengan huruf Yunani
(rho), didefinisikan sebagai massa fluida per satuan volume. Kerapatan biasanya
digunakan untuk mengkarakteristikkan massa sebuah sistem fluida. Dalam sistem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BG, mempunyai satuan slugs/ft3 atau dalam satuan SI adalah Kg/m3. Nilai
kerapatan dapat bervariasi cukup besar di antara fluida yang berbeda, untuk zat-zat
cair variasi tekanan dan temperatur umumnya hanya memberian pengaruh kecil
terhadap nilai . Namun, kerapatan dari gas sangat dipengaruhi oleh tekanan dan
temperatur. Massa jenis fluida didapatkan dengan persamaan (2.1):
V
m (2.1)
dimana adalah masa jenis, m adalah massa dan V adalah volume. Setiap zat
memiliki massa jenis yang berbeda-beda (Bruce R. Munson, 2009).
2.2.2 Berat Jenis
Berat jenis dari sebuah fluida dilambangkan dengan huruf Yunani γ (gamma),
didefinisikan sebagai berat fluida per satuan volume. Berat jenis berhubungan dengan
kerapatan melalui persamaan (2.2):
g (2.2)
dimana γ adalah berat jenis, adalah massa jenis dan g adalah percepatan gravitasi.
Seperti halnya kerapatan yang digunakan untuk mengkarakteristikan massa dari
sebuah sistem fluida, berat jenis juga digunakan untuk mengkarakteristikan massa
sebuah sistem fluida. Dalam satuan BG, mempunyai satuan lb/ft3 dan satuan SI
adalah N/m3 (Bruce R. Munson, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
2.2.3 Kekentalan
Nilai kekentalan (viskositas) dari sebuah fluida tergantung dari jenis fluida
tersebut. Viskositas disimbolkan dengan huruf Yunani (mu) dan disebut sebagai
viskositas mutlak, viskositas dinamik, atau viskositas saja. Viskositas sangat
bergantung dari nilai temperatur. Di dalam gas molekul-molekul terpisah jauh dan
gaya-gaya antar molekul diabaikan. Dalam hal ini, hambatan terhadap gerak relatif
timbul karena pertukaran momentum antara molekul gas antara lapisan-lapisan fluida
yang bersebelahan.
Dalam kajian fluida dikenal dua jenis viskositas yaitu viskositas dinamik dan
viskositas kinematik. Viskositas dinamik dilambangkan dengan huruf Yunani
(mu). Jika didefinisikan menurut relasi tegangan geser dengan laju regangan geser
pada fluida Newtonian, viskositas dinamik adalah rasio dari tegangan geser terhadap
laju regangan geser:
dydU /
(2.3)
di mana adalah tegangan geser (N/m2) dan dydU adalah laju regangan geser
(1/s). Dengan demikian dalam sistem SI satuan untuk viskositas dinamik adalah
N s/m2. Sedangkan viskositas kinematik, dilambangkan dengan huruf Yunani
(nu) merupakan rasio antara viskositas dinamik dengan kerapatan fluida:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
(2.4)
Oleh karena itu, dalam sistem SI satuan viskositas kinematik adalah m2/s (Bruce R.
Munson, 2009).
2.3 Aliran Laminer, Transisi dan Turbulen
Aliran viskos dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu aliran laminer, transisi
dan aliran turbulen. Dalam aliran laminer partiket-partikel zat cair/gas bergerak
teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran ini terjadi apabila kecepatan
rendah atau kekentalan besar.
Gambar 2.1 Tiga jenis aliran viskos (a) aliran laminer; (b) aliran transisi; (c) aliran
turbulen (Frank M. White, 1998).
Pengaruh kekentalan adalah sangat besar sehingga dapat meredam gangguan
yang dapat menyebabkan aliran menjadi turbulen. Dengan berkurangnya kekentalan
dan bertambahnya kecepatan aliran maka daya redam terhadap gangguan akan
berkurang, yang sampai pada suatu batas tertentu akan menyebabkan terjadinya
perubahan aliran dari laminr ke aliran turbulen. Pada aliran turbulen gerak partikel-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
partikel zat cair/gas tidak teratur. Aliran ini terjadi apabila kecepatan tinggi dan
kekentalan zat cair/gas kecil (Bambang Triatmodjo, 2013)
2.4 Reynold Number
Pada tahun 1884 Osborne Reynold melakukan percobaan untuk menunjukkan
sifat-sifat aliran laminer dan turbulen. Reynold menunjukkan bahwa untuk kecepatan
aliran yang kecil fluida akan mengalir secara lurus seperti benang yang sejajar.
Apabila kecepatan fluida ditambah maka aliran akan bergelombang yang akhirnya
pecah dan menyebar. Kecepatan pada saat aliran mulai pecah disebut aliran kritik.
Menurut Reynold, ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan aliran yaitu
kekentalan fluida (mu), rapat massa fluida (rho) dan luas penampang dari
benda. Reynold menunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu
angka tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran dengan
nilai l / , yang disebut dengan Bilangan Reynold. Bilangan Reynolds didapatkan
dari persamaan (2.5):
VllV
l
VRe (2.5)
dengan (nu) adalah kekentalan kinematik. Dengan bertambahnya bilangan Reynolds
baik karena bertambahnya kecepatan atau berkurangnya kekentalan suatu fluida, akan
menyebabkan kondisi aliran laminer menjadi tidak stabil. Sampai suatu bilangan
reynolds di atas nilai tertentu aliran berubah dari laminer menjadi turbulen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Gambar 2.2 Aliran di dalam pipa (a) viskositas tinggi. Reynolds number rendah.
Aliran laminer; (b) viskositas rendah. Reynold number tinggi, aliran
turbulen (Frank M. White, 1998).
Berdasarkan hasil percobaan aliran dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa
untuk bilangan Reynolds di bawah 2.000, gangguan aliran dapat diredam oleh
kekentalan suatu fluida dan aliran pada kondisi tersebut adalah laminer. Aliran akan
turbulen apabila bilangan Reynolds lebih besar dari 4.000. Apabila bilangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Reynolds berada diantara kedua nilai tersebut (2.000<Re<4.000) aliran adalah
transisi. Bilangan Reynolds pada kedua nilai di atas (Re=2.000 dan Re=4.000)
disebut dengan batas kritik bawah dan atas (Bambang Triatmodjo, 2013).
2.5 Aliran Incompresible dan Aliran Compresible
Kemampatan sebuah fluida didefinisikan sebagai perubahan (pengecilan)
volume karena adanya perubahan (penambahan) tekanan, yang ditunjukkan oleh
perbandingan antara perubahan tekanan dan perubahan volume terhadap volume
awal. Perbandingan tersebut dikenal dengan modulus elastisitas. Apabila dp adalah
pertambahan tekanan dan dV adalah pengurangan volume dari volume awal V,
maka:
V
dV
dpK (2.6)
Aliran inkompresibel adalah aliran dimana densitas fluidanya tidak berubah di
dalam medan aliran (flow field), misalnya aliran air. Nilai modulus elastisitas untuk
zat cair adalah sangat besar sehingga perubahan volume karena perubahan tekanan
adalah sangat kecil. Contoh fluida tak-termampatkan adalah: air, berbagai jenis
minyak, emulsi, dll. Bentuk Persamaan Bernoulli untuk aliran tak-termampatkan
adalah sebagai berikut:
w
2
2konstan (2.7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
di mana P adalah tekanan fluida, adalah densitas fluida, g adalah percepatan dan
gravitasi adalah kecepatan fluida (Bambang Triatmodjo, 2013).
Sedangkan aliran kompresibel adalah aliran dimana densitas fluidanya
berubah didalam medan aliran. Contoh fluida inkompresibel adalah udara, gas alam,
dll. Persamaan Bernoulli untuk aliran termampatkan adalah sebagai berikut:
2
222
2
1112
1
2
1 ghPghP (2.8)
di mana adalah energi potensial gravitasi per satuan massa; jika gravitasi konstan
maka gh dan w adalah entalpi fluida per satuan massa (Batchelor, 1967).
Perbedaan antara aliran kompresibel dan inkompresibel di udara juga dapat
dilihat dalam perbedaan mach number (rasio kecepatan aliran dengan kecepatan
suara). mach number harus lebih besar dari 0,3 mach sehingga dianggap sebagai
aliran konpresibel. Jika kecepatan aliran kurang dari 0,3 mach maka aliran tersebut
dianggap sebagai aliran inkompresibel. Meskipun gas adalah kompresibel, perubahan
densitas yang terjadi pada kecepatan rendah mungkin tidak besar. Perubahan densitas
diplot sebagai fungsi dari mach number. Perubahan densitas udara direpresentasikan
dalam 0/ , di mana 0 adalah densitas udara pada kecepatan nol (Houghton,
2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Gambar 2.3 Perubahan densitas terhadap perubahan mach number (Houghton, 2013).
Diamati bahwa untuk nomor mach sampai 0,3 mach, perubahan densitas
berada pada 4,37%. Jadi, untuk semua tujuan praktis perubahan densitas pada
wilayah ini dapat diabaikan. Tetapi jika mach number meningkat melampaui 0,3
mach, maka perubahan densitas menjadi cukup besar dan pada angka 1 mach,
perubahan tersebut naik sekitar 36,5%. Pada angka 2 mach perubahan densitas
setinggi 77%. Oleh karena itu, aliran udara dapat dianggap inkompresibel untuk mach
number di bawah 0,3 mach dan kompresibel untuk mach number diatas 0,3 mach
(Houghton, 2013).
2.6 Aliran Steady dan Unsteady
Aliran tunak (steady flow) terjadi jika kecepatannya tidak terpengaruh oleh
perubahan waktu. Dengan demikian ditinjau pada titik yang sama, kecepatan aliran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
selalu konstan dari waktu ke waktu (Bruce R. Munson, 2009). Secara matematika
kondisi tunak ini dapat dinyatakan dengan:
0t
V
(2.9)
Sedangkan aliran tak tunak (unsteady flow) terjadi jika kecepatannya terpengaruh
oleh perubahan waktu. Dengan demikian jika ditinjau pada titik yang sama, kecepatan
aliran berubah-ubah dari waktu ke waktu (Bruce R. Munson, 2009). Secara
matematika kondisi aliran tunak ini dapat dinyatakan dengan:
0t
V
(2.10)
2.7 Eksternal Flow
Aliran eksternal adalah aliran yang tidak dibatasi dinding. Geometri benda
yang kompleks biasanya memerlukan data eksperimen pada gaya dan moment yang
disebabkan oleh aliran. Aliran ini ditemui dalam studi engineering: aerodinamis
(pesawat terbang, roket, proyektil), hidrodinamika (Kapal, kapal selam, torpedo),
transportasi (mobil, truk), angin engineering (bangunan, jembatan, menara air, turbin
angin), dan rekayasa laut (Pelampung, pemecah gelombang, tiang, kabel,dll). Aliran
eksternal dibagi menjadi dua jenis yaitu aliran Bluff Body dan Aliran Streamlined
Body. Dalam hal ini terjadi perbedaan antara nilai Cd (koefisien drag) dan Cf
(Koefisien friction) (Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Bluff Body adalah sebuah geometri yang memiliki hambatan udara yang tinggi
sehingga jika memberikan aliran fluida dengan kecepatan yang tinggi akan
menyebabkan terbentuknya vortex. Berbeda dengan bluff body, geometri yang
memiliki gaya hambat fluida yang rendah disebut dengan streamline body. geometri
ini menyebabkan aliran yang melaluinya tetap laminar, contohnya pada desain
pesawat terbang (Frank M. White, 1998).
Gambar 2.4 Koefisien drag untuk bilangan Mach rendah dalam benda dua dimensi
(Frank M. White, 1998).
Kontribusi relatif gesekan dan tekanan hambatan tergantung pada bentuk
benda, terutama ketebalannya. Gambar 2.3 menunjukkan data untuk square cylinder
memiliki koefisien drag yang lebih tinggi daripada airfoil (Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2.8 Kecepatan Suara (Speed of Sound)
Kecepatan suara adalah jarak yang ditempuh per satuan waktu, gelombang
suara merambat melalui media elastis. Dalam udara kering pada 20 ° C (68 ° F),
kecepatan suara adalah 343,2 meter per detik (1.126 ft / s; 1.236 km / h. Dalam
dinamika fluida, kecepatan suara dalam fluida (gas atau cair) digunakan sebagai
ukuran relatif untuk kecepatan sebuah benda bergerak. Kecepatan suatu benda dibagi
dengan kecepatan suara dalam fluida tersebut dan disebut bilangan Mach. Benda
yang bergerak dengan kecepatan lebih besar dari Mach 1 berarti berada pada
kecepatan supersonik (Bannon, 2015). Model gas ideal memprediksi bahwa
kecepatan suara dalam gas murni:
pVsuara (2.11)
di mana Vsuara adalah kecepatan suara, γ adalah adiabatik konstan (juga disebut
sebagai eksponen adiabatik, rasio panas spesifik, atau eksponen isentropik), P adalah
tekanan absolut gas, dan ρ adalah densitas gas. kecepatan suara di udara nyata
tergantung pada suhu, tekanan, kelembaban dan frekuensi (A. J. Zuckerwar, 2002).
Dalam gas dan cairan, suara biasanya merambat adiabatik, yaitu perubahan
suhu yang berhubungan dengan kompresi di gelombang suara tidak keluar dalam satu
periode. Kecepatan suara dalam hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
isadadKC //1 (2.12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
di mana Kad adalah modulus bulk adiabatik, adalah densitas, ad adalah
kompresibilitas adiabatik, adis adalah kompresibilitas isotermal, dan = cp /
cv adalah rasio panas spesifik pada tekanan konstan untuk panas spesifik di Volume
konstan. Kecepatan suara dalam gas ideal diberikan oleh rumus Laplace:
// RTC (2.13)
di mana adalah tekanan rata-rata pada benda, R adalah konstanta gas universal,
T adalah temperatur absolut dan adalah kekentalan fluida. Rumus Newton untuk
kecepatan suara diperoleh ketika 1 ; formula ini didasarkan pada asumsi bahwa
proses propagasi memiliki karakter isotermal. Perbedaan antara proses adiabatik dan
isotermal biasanya dapat diabaikan dalam kasus cairan (Landau, L. D., 1987). Dalam
gas, kecepatan suara meningkat karena suhu dan kenaikan tekanan. Dalam cairan,
kecepatan suara umumnya menurun dengan naiknya suhu. Air merupakan
pengecualian untuk aturan ini. Dalam ISA (atmosfer standar internasional), kecepatan
gelombang suara merambat pada media tertentu sekitar 761,6 mph (setara dengan
1.116 ft / s, 340 m / s, 661,7 knot, 34,046.16 cm / s, atau 1.225,35 km / jam).
Kecepatan suara ditentukan oleh kepadatan medium. Di udara, suhu yang
mempengaruhi kepadatan udara (Landau, L. D, 1987).
2.9 Mach Number
Bilangan mach adalah parameter dominan dalam analisis aliran kompresibel,
dengan berbagai efek tergantung pada besar nilainya. Para ahli aerodinamika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
terutama membuat perbedaan antara berbagai rentang bilangan mach dan klasifikasi
sebagai berikut:
1. Ma < 0,3: aliran incompresible, di mana efek kerapatan fluida diabaikan.
2. 0,3 < Ma < 0,8: aliran subsonik, di mana efek kerapatan fluida penting tapi
gelombang kejut yang muncul kecil.
3. 0,8 < Ma < 1,2: aliran transonik, di mana wake pertama kali muncul, membagi
wilayah subsonic dan wilayah supersonik. penerbangan di wilayah transonik
sulit karena karakter campuran medan aliran.
4. 1,3 < Ma < 3,0: aliran supersonik, di mana terjadi wake namun tidak ada
daerah subsonik.
5. 3,0 < Ma: aliran hipersonik, di mana wake dan aliran lainnya mengalami
perubahan yang sangat kuat.
nilai-nilai numerik yang tercantum di atas adalah panduan kasar. Kelima kategori
aliran sesuai untuk eksternal aerodinamis dalam kecepatan tinggi (Frank M. White,
1998).
2.10 Dasar Aerodinamika
Dalam merancang suatu pesawat hal terpenting adalah membuat perkiraan
awal untuk dasar karakteristik aerodinamis (drag dan lift) dari suatu pesawat. Udara
mengalir melewati pesawat terbang, atau badan pesawat harus dialihkan dari jalur
aslinya. Hal tersebut menyebabkan perubahan kecepatan udara. Persamaan Bernoulli
menunjukkan bahwa tekanan yang diberikan oleh udara di pesawat merubah aliran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
menjadi aliran yang mengganggu. Selain itu, viskositas udara juga menyebabkan
gaya gesek yang cenderung menahan aliran udara (Houghton, 2013).
Pada prinsipnya, saat pesawat mengudara, terdapat 4 gaya utama yang bekerja
pada pesawat, yakni gaya dorong (thrust), hambat (drag), angkat (lift), dan berat
pesawat (weight). Pada saat pesawat sedang menjelajah (cruise) pada kecepatan dan
ketinggian konstan, ke-4 gaya tersebut berada dalam kesetimbangan: T = D dan L =
W. Sedangkan pada saat pesawat take off dan landing, terjadi akselerasi dan
deselerasi yang dapat dijelaskan menggunakan Hukum II Newton (total gaya adalah
sama dengan massa dikalikan dengan percepatan) (Houghton, 2013).
Ada tiga penjelasan yang diterima untuk fenomena munculnya gaya angkat
pada sayap: prinsip Bernoulli, Hukum III Newton, dan efek Coanda. Sayap pesawat
memiliki kontur potongan melintang yang unik: airfoil. Pada airfoil, permukaan atas
sedikit melengkung membentuk kurva cembung, sedangkan permukaan bawah relatif
datar. Bila aliran udara mengenai kontur airfoil ini, maka ada kemungkinan bahwa
udara bagian atas akan memiliki kecepatan lebih tinggi dari bagian bawah: hal ini
disebabkan karena udara bagian atas harus melewati jarak yang lebih panjang
(permukaan atas airfoil adalah cembung) dibandingkan udara bagian bawah. Prinsip
Bernoulli menyatakan bahwa semakin tinggi kecepatan fluida (untuk ketinggian yang
relatif sama), maka tekanannya akan mengecil. Dengan demikian akan terjadi
perbedaan tekanan antara udara bagian bawah dan atas sayap: hal inilah yang
menciptakan gaya angkat (L) (Don Berliner, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Gambar 2.5 Stream line aliran udara pada airfoil (Houghton, 2013).
Penjelasan menggunakan Hukum III Newton menekankan pada prinsip
perubahan momentum manakala udara dibelokkan oleh bagian bawah sayap pesawat.
Dari prinsip aksi reaksi, muncul gaya pada bagian bawah sayap yang besarnya sama
dengan gaya yang diberikan sayap untuk membelokkan udara. Sedangkan penjelasan
menggunakan efek Coanda menekankan pada beloknya kontur udara yang mengalir
di bagian atas sayap. Bagian atas sayap pesawat yang cembung memaksa udara untuk
mengikuti kontur tersebut. Pembelokan kontur udara tersebut dimungkinkan karena
adanya daerah tekanan rendah pada bagian atas sayap pesawat (atau dengan
penjelasan lain: pembelokan kontur udara tersebut menciptakan daerah tekanan
rendah). Perbedaan tekanan tersebut menciptakan perbedaan gaya yang menimbulkan
gaya angkat (L) (Don Berliner, 1997).
Udara yang melewati pesawat terbang atau badan lainnya, harus dialihkan dari
jalur aslinya. Pembelokkan tersebut menyebabkan perubahan dalam kecepatan udara,
namun gaya gesek pada badan pesawat cenderung menahan aliran udara. Sebagai
hasil dari proses ini, pesawat mengalami gaya aerodinamis dan momen. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dipisah menjadi beberapa komponen seperti gaya lift (L), gaya drag (D), crosswind
force (Y), pitching moment (M), rolling moment (LR) dan yawing moment (N)
Lift adalah komponen gaya yang bekerja ke atas. Gambar 2.4 menggambarkan
arti dalam berbagai arah dari penerbangan. Panah V merupakan arah penerbangan,
panah L mewakili arah gaya lift dan panah W adalah berat pesawat yang
menunjukkan arah ke bawah. Harus diingat bahwa lift adalah komponen yang tegak
lurus terhadap arah penerbangan. Sedangkan, drag adalah komponen dari gaya yang
bekerja dalam arah yang berlawanan dengan garis penerbangan atau dalam arah yang
sama dengan datangnya aliran. Gaya ini adalah kekuatan yang menghambat
gerakan/laju pesawat (Houghton, 2013).
Gambar 2.6 Arah dan gaya-gaya dalam penerbangan (Houghton, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Komponen berikutnya dalam arah penerbangan adalah Crosswind dan
pitching, crosswind yaitu komponen kekuatan yang saling tegak lurus ke gaya lift dan
drag dalam arah spanwise atau searah dengan sayap pesawat. Sedangkan Pitching
adalah momen yang berada pada pesawat yang memiliki gaya lift dan drag, momen
pitching berada pada bidang horisontal namun bergerak ke arah vertikal ketika
pesawat terbang horizontal. Hal ini didefinisikan positif karena digunakan
meningkatkan sudut serangan atau menaikkan hidung pesawat. Selanjutnya adalah
momen rolling, momen ini cenderung untuk membuat berputar/hampir berputar
sebuah pesawat dari arah penerbangan. Momen rolling menekan salah satu ujung
sayap dan menaikkan lainnya. Komponen selanjutnya adalah yawing momen,
komponen ini cenderung untuk memutar/membelokan pesawat untuk mengayunkan
hidung pesawat ke satu sisi dari arah penerbangan (Houghton, 2013).
Gambar 2.7 Gaya dan momen aerodinamis terhadap arah penerbangan (Houghton,
2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Hubungan komponen-komponen ini ditunjukkan pada Gambar 2.5 Dalam
setiap kasus arah panah menunjukkan arah gaya positif atau momen. Sistem gaya dan
momen ini dijelaskan secara konvensional dan digunakan untuk analisis kinerja dan
masalah sederhana (Houghton, 2013).
Dalam prinsip aerodinamika juga perlu memperhatikan fenomena wake dan
turbulensi. Kejutan melengkung yang terdiri dari elemen kecil dari gelombang kejut
pada saat pesawat bermanuver adalah wajar selama radius kelengkungan lebih besar
dibandingkan dengan ketebalan. Wake memiliki karakter dan kekuatan yang saling
bersinggungan satu sama lain dengan konfigurasi permukaan/bentuk pesawat.
Streamline juga mengubah arah pada perpotongan gelombang dengan karakter yang
sama tetapi dengan kekuatan berbalik yang berbeda. Teori wake akan memberikan
wawasan yang lebih mendalam pada masalah turbulensi terkait dengan aerodinamis
(Houghton, 2013).
Dalam fisika, wake adalah jenis aliran yang menyebarkan gangguan. Seperti
gelombang biasa, wake membawa energi dan dapat menyebar melalui media tetapi
muncul dengan tiba-tiba. Hal ini terjadi karena perubahan tekanan, suhu dan
kepadatan fluida. Ketika wake melewati materi, energi dipertahankan tapi entropi
meningkat. Perubahan sifat materi ini memanifestasikan dirinya sebagai penurunan
energi yang bisa disebut sebagai gaya drag pada objek (Houghton, 2013).
Wake memiliki perubahan yang sangat signifikan dalam sifat-sifat gas. Dalam
jarak yang lebih jauh, wake dapat berubah dari gelombang nonlinier menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
gelombang linear, berubah menjadi gelombang suara konvensional karena
memanaskan udara dan kehilangan energi. Gelombang suara umumnya ditemui pada
penerbangan supersonik (Houghton, 2013). Wake terjadi pada airfoil saat airfoil
mencapai sudut yang tinggi dan aliran tidak mengalir dipermukaan atas airfoil seperti
pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Distribusi kecepatan dan entalpi aliran gas pada lapisan dinding yang
memiliki kecepatan tinggi (Frank M. White, 1998).
2.11 Koefisien Lift dan Drag
koefisien lift diilustrasikan pada Gambar 2.9 untuk sayap dua dimensi. Pada
kurva penuh (a), meliliki bagian cukup tebal dari nol chamber, hal ini terlihat dari
garis lurus melewati titik asal dan melengkung melalui nilai CL yang tinggi, mencapai
nilai lift maksimum pada sudut stall, yang dikenal sebagai titik stall. Setelah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
mencapai titik stall, koefisien lift menurun dan cenderung mendatar pada nilai yang
sedikit lebih rendah (Houghton, 2013).
Gambar 2.9 Kurva lift untuk ketebalan sedang dan chamber berbeda (Houghton,
2013).
Nilai koefisien lift maksimum merupakan karakteristik airfoil yang sangat
penting karena digunakan menentukan kecepatan minimum sebuah pesawat bisa
terbang. Kurva (b) dan (c) pada Gambar 2.7 memiliki distribusi ketebalan yang sama,
tetapi (c) lebih melengkung dari (b). Koefisien lift didapatkan dari persamaan 2.14:
SV
FC L
L2
2
1
(2.14)
di mana CL adalah koefisien lift, FL (N) adalah gaya lift, (Kg/m3) adalah densitas
fluida, V (m/s) adalah kecepatan aliran dan S (m2) menunjukkan luas area (Houghton,
2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Selain koefisien lift, pada airfoil juga menghasilkan nilai koefisien drag.
Koefisien drag adalah koefisien hambatan yang menunjukkan seberapa besar suatu
benda dapat melawan hambatan fluida. Semakin kecil nilai dari koefisien drag, maka
semakin mudah suatu benda untuk melawan hambatan fluida. Koefisien drag
didapatkan dari Persamaan 2.15:
SV
FC D
D2
2
1
(2.15)
di mana CD adalah koefisien drag, FD (N) adalah gaya drag, (Kg/m3) adalah
densitas fluida, V (m/s) adalah kecepatan aliran dan S (m2) menunjukkan luas area
(Houghton, 2013).
2.12 Teori Airfoil
Jika sayap horisontal dipotong dengan pesawat sejajar vertikal ke centerline,
bentuk bagian yang dihasilkan biasanya seperti Gambar 2.10. Bagian ini disebut
dengan airfoil, yang untuk Penggunaan subsonik hampir selalu memiliki leading edge
bulat (Houghton, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Gambar 2.10 Geometri airfoil dan definisi bagian airfoil (Houghton, 2013).
Panjang garis chord adalah chord airfoil, dilambangkan c. Titik di mana garis
chord memotong bagian depan (atau hidung) bagian yang digunakan sebagai awal
dari sepasang sumbu: sumbu x adalah garis chord, sumbu y tegak lurus ke garis
chord positif dalam arah ke atas. Bentuk bagian ini biasanya diberikan sebagai nilai
dari x dan nilai y. Bagian ini dibuat dalam bentuk koordinat yang biasanya
dinyatakan sebagai persentase dari chord (Houghton, 2013).
Bentuk melengkung pada setiap jarak sepanjang chord dari hidung ditandai
dengan titik di tengah antara permukaan atas dan bawah. Kedudukan dari semua titik
tersebut biasanya melengkung disebut dengan garis median dan disebut garis
chamber. Ketinggian maksimum garis camber atas garis chord dilambangkan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
kuantitas c/ , ini disebut dengan camber maksimum. Bagian airfoil yang
melengkung biasanya berkisar dari 0% (bagian simetris) sampai 5. Setelah
menemukan median, atau camber, garis, jarak dari atas dan bawah permukaan dapat
diukur pada setiap nilai x. Semua bagian tersebut dapat diukur pada semua titik
sepanjang chord dan kemudian diplot terhadap x dari garis lurus. Hasilnya bentuk
simetris, yang disebut distribusi ketebalan atau fairing simetris (Houghton, 2013).
Parameter penting dari distribusi ketebalan adalah ketebalan maksimum, yang
menyatakan sebagian kecil dari chord, disebut chord rasio ketebalan dan umumnya
dinyatakan dalam persentase. Posisi sepanjang chord di mana ketebalan maksimum
terjadi adalah karakteristik penting dari distribusi ketebalan. Nilai ketebalan
maksimum biasanya terletak antara 30% dan 60% chord dari leading edge
(Houghton, 2013).
Secara keseluruhan, airfoil bekerja menghasilkan gaya (lift) atau
menghasilkan efek aerodinamika saat melewati suatu aliran udara. Ketika melewati
suatu aliran udara terjadi perbedaan kecepatan aliran udara di atas dan di bawah sayap
pesawat. Kecepatan udara yang melewati sayap bagian atas cenderung lebih cepat
dibandingkan dengan sayap bagian bawah, perbedaan ini menimbulkan perbedaan
tekanan udara antara sayap bagian atas dan sayap bagian bawah (Houghton, 2013).
Ada 4 gaya yang bekerja pada sayap pesawat, gaya-gaya tersebut dinamakan
dengan gaya aerodinamika antara lain :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
1. Lift, gaya angkat pesawat karena adanya perbedaan tekanan pada penampang
pesawat.
2. Weight, gaya yang berasal dari berat pesawat.
3. Thrust, gaya dorong pesawat yang dihasilkan oleh mesin pesawat
4. Drag, gaya hambatan karena adanya gesekan antara permukaan pesawat dan
udara.
Gambar 2.11 Arah dan gaya-gaya dalam pesawat terbang (Houghton, 2013).
Lift dan drag adalah gaya aerodinamika yang paling utama yang bekerja pada suatu
pesawat, sedangkan thrust pada pesawat harus lebih besar daripada gaya drag. Gaya
thrust diatur oleh pilot melalui putaran dari propeler atau mesin pesawat agar dapat
menghasilkan tenaga yang cukup (Houghton, 2013).
2.13 CFD (Computational Fluid Dynamic)
Datangnya milenium ketiga telah melihat perkembangan yang sangat besar
pada aplikasi komputer di hampir setiap bidang. Penggunaanya sangat beragam
antara lain untuk geometri yang cukup kompleks dan pola aliran untuk model pada
digital komputer hingga simulasi persamaan gerak aliran fluida. Wilayah aliran ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dibagi menjadi grid elemen dan node, dengan aljabar yang mensimulasikan
persamaan diferensial parsial dasar aliran. Sementara simulasi aliran dua dimensi
sederhana telah lama dipelajari dan dapat diprogram sebagai latihan siswa. Arus tiga-
dimensi yang melibatkan ribuan atau bahkan jutaan titik-titik grid, tidak dipecahkan
dengan superkomputer modern (Frank M. White, 1998).
Meskipun pemodelan komputer dasar diolah secara ringkas, CFD pada
dasarnya adalah untuk studi lanjutan atau praktik profesional. Perubahan besar lebih
pada dekade terakhir adalah bahwa insinyur dapat menyelesaikan masalah dalam
eksperimen yang diprogramkan ke dalam CFD. Para insinyur dapat mengambil
keuntungan dari salah satu atau beberapa kode CFD komersial. CFD adalah paket
perangkat lunak yang luas, yang memungkinkan para insinyur untuk membangun
geometri dan kondisi batas untuk mensimulasikan masalah aliran tertentu. Perangkat
lunak kemudian diubah menjadi grid wilayah aliran dan dilakukan perhitung sifat
aliran di setiap elemen jaringan. Hal ini memiliki kenyamanan yang bagus namun
memiliki bahaya yang juga besar. Artinya, perhitungan yang dilakukan tidak hanya
otomatis seperti ketika menggunakan kalkulator tangan, melainkan memerlukan
pemikiran, analisis dan perhatian dari pengguna. Konvergensi dan akurasi adalah
masalah nyata bagi pemodel karena penggunaan CFD membutuhkan beberapa seni
dan pengalaman (Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Gambar 2.12 CFD hasil untuk air mengalir melewati sebuah NASA 66 (MOD)
hydrofoil; C grid 262 dengan 91 node (Frank M. White, 1998).
CFD harus dilakukan dengan hati-hati dengan melakukan perhitungan serta
berpatokan pada hasil eksperimen untuk menghindari hasil yang tidak akurat. Namun
juga harus disadari bahwa simulasi CFD memberikan hasil yang spektakuler. Gambar
2.13 dan 2.14 menunjukkan aliran turbulen melewati sebuah kubus dipasang di lantai
saluran yang jarak clrearance dua kali tinggi kubus.
Gambar 2.13 Eksperimental oil-streak visualisasi permukaan mengalir di Re=40.000
(Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Gambar 2.14 Komputasi large-eddy mensimulasikan aliran permukaan kubus dengan
aliran oil-streak pada Re=40.000 (Frank M. White, 1998).
Bandingkan Gambar 2.11, pandangan atas permukaan eksperimental mengalir
sebagai divisualisasikan dengan garis-garis minyak. Hasil superkomputer gambar
2.12 CFD menggunakan metode simulasi large-eddy memberi hasil yang luar biasa.
Pola terlihat jelas mengalir di depan kubus disebabkan oleh terbentuknyan pusaran
tapal kuda (horseshoe vortex), seperti yang terlihat dalam pandangan sisi eksperimen
(gambar 2.11). Dapat disimpulkan bahwa CFD memiliki potensi prediksi aliran yang
luar biasa (Frank M. White, 1998).
Persamaan pokok dinamika fluida didasarkan pada Fakta bahwa perilaku
dinamis dari fluida ditentukan oleh berikut ini hukum konservasi, yaitu:
1. konservasi massa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
2. konservasi momentum
3. konservasi energi.
Hukum tersebut diterapkan untuk volume control sangat kecil terletak di cairan
bergerak. Aplikasi ini menghasilkan Partial Differential Equation (PDE) massa,
momentum dan perpindahan energi. Hukum kedua Newton tentang gerak,
dikombinasikan dengan hukum stoke’s stress, menghasilkan tiga persamaan
momentum untuk kecepatan dalam arah jx (j =1, 2, 3). Hukum pertama
termodinamika dalam hubungannya dengan hukum Fourier dari konduksi panas
( xitqi / ) menghasilkan persamaan energi untuk menghantarkan suhu (T) atau
entalpi (h). Menggunakan notasi tensor, kita dapat menyatakan hukum ini sebagai
berikut:
Konservasi Massa untuk Campuran
0)(
j
jmm
x
u
t
(2.16)
Persamaan Momentum i (i = 1, 2, 3)
uiim
ij
i
eff
jj
kjmim SBx
p
x
u
xx
uu
t
u
)()( (2.17)
Dalam persamaan ini, akhiran m mengacu pada campuran fluida. Untuk komponen
tunggal fluida, akhiran dapat dihilangkan dan persamaan perpindahan massa menjadi
tidak relevan. Demikian pula pada persamaan yang memiliki akhiran eff
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
menunjukkan nilai-nilai yang efektif difusivitas massa (D), viskositas )( , dan
termal konduktivitas (k). Pada aliran laminar, nilai-nilai sifat perpindahan diambil
dari tabel properti untuk cairan di bawah pertimbangan. Pada aliran turbulen, sifat
perpindahan diasumsikan nilainya lebih banyak dari nilai-nilai pada cairan. Selain itu,
perpindahan yang efektif adalah berubah menjadi sifat aliran (Anil W. Date, 2005).
Dari sudut pandang diskusi lebih lanjut dengan metode numerik, beberapa
persamaan dapat berperan sebagai satu persamaan untuk variabel umum seperti
berikut:
S
xxx
u
t j
eff
jj
jmm
(2.18)
Table 2.1 Arti dari eff dan S untuk setiap (Anil W. Date, 2005).
Persamaan eff (exch.
coef.) S (net source)
2.16 1 0 0
2.17 iu eff uiimi SBxp /
arti dari eff dan S untuk setiap tercantum dalam Tabel 2.1. Persamaan 2.18
adalah disebut transport equation untuk properti .
Persamaan yang biasa digunakan dalam analisis 2 dimensi untuk kasus
simulasi airfoil adalah Spalart-Allmaras one-equation turbulence model (J. Blazek,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2001). Model persamaan Spalart-Allmaras memungkinkan untuk hasil prediksi yang
cukup akurat dari aliran turbulen yang memiliki gradien tekanan yang merugikan.
Selain itu, persamaan ini memiliki transisi yang baik dari aliran laminar ke aliran
turbulen pada lokasi tertentu. Persamaan ini adalah "lokal" yang berarti bahwa
persamaan pada satu titik tidak tergantung pada solusi di titik lain. Oleh karena itu,
dapat segera diimplementasikan pada multi-block terstruktur atau grid yang tidak
terstruktur. Nilai konvergensi cepat didapatkan untuk kondisi steady-state dan hanya
membutuhkan resolusi grid sedang di wilayah dekat dinding. Persamaan Spalart-
Allmaras dapat ditulis dalam notasi tensor sebagai berikut:
2
21
2
22
1
2
21
1)(1
)1()(
vfd
vf
k
CfwCw
x
v
x
vC
x
vvv
x
vSfCvxt
v
tt
b
jj
b
j
L
j
tbj
j
(2.19)
istilah di sisi kanan mewakili produksi eddy-viskositas kekacauan turbulensi dekat
dinding, transisi redaman produksi dan sumber transisi turbulensi. Selanjutnya,
/LLv menandakan viskositas kinematik laminar dan d adalah jarak ke dinding
terdekat (J. Blazek, 2001).
Sebelum mengatur solusi numerik dari berbagai persamaan, kita harus
mengatur permukaan pada semua batas dan untuk menghasilkan grid volume yang
berada dalam domain. kita bisa memilih pada dasarnya antara:
1. Structured grid.
2. Unstructured grid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Structured grid dan Unstructured grid memiliki keunggulan dan kekurangan. Namun,
terlepas dari jenis grid, hambatan utama adalah kualitas data yang dimasukkan dari
CAD (Computer Aided Design) sistem ke generasi jaringan program. Deskripsi
permukaan biasanya ditransfer melalui format standar seperti IGES, hal ini adalah
proses transfer langsung data asli CAD. Pengalaman menunjukkan bahwa proses ini
dapat mengganggu keakuratan data. Selanjutnya, representasi permukaan dalam
sistem CAD itu sendiri sering tidak tepat dan cendrung menimbulkan sebagian besar
kesenjangan, tumpang tindih atau diskontinuitas antara permukaan sekitarnya.
Kesalahan tersebut harus dihilangkan sebelum permukaan dapat discretised.
Generasi grid terstruktur dimulai dengan mendistribusikan grid bersama kurva
batas (batas-batas patch permukaan). Prosedur yang biasa adalah dengan
menempatkan node lebih padat di daerah dengan kelengkungan tinggi. Menggunakan
titik distribusi pada kurva batas, grid permukaan dapat dihasilkan sehingga dapat
membangun volume jaringan. Dengan demikian, masalah yang umum adalah untuk
menghasilkan grid dalam domain berdasarkan batas diskritisasi. Berikut adalah
bentuk dari Structured grid dan Unstructured grid (J. Blazek, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Gambar 2.15 Permukaan terstruktur dan volume grid konfigurasi dari sayap-badan
pesawat (J. Blazek, 2001).
Gambar 2.16 Permukaan jaringan tidak terstruktur dari konfigurasi sayap-badan
pesawat (J. Blazek, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Pengembangan cabang penting dari CFD, yaitu generasi jaringan numerik.
Dengan perkembangan ini, domain dari bentuk acak dapat dipetakan sehingga
koordinat garis mengikuti bentuk batas domain. Domain yang kompleks tersebut
belum diaplikasikan oleh pengembangan lain, domain tersebut dinamakan mesh
generasi yang tidak terstruktur. Domain dapat dipetakan lengkap dan didistribusi
dengan poin yang sembarang. Saat poin tersebut dihubungkan dengan garis lurus,
diperoleh poligon (di dua dimensi) dan polyhedra (dalam tiga dimensi). Beberapa
metode untuk mesh generasi terstruktur sekarang telah tersedia (Anil W. Date, 2005).
Untuk meningkatkan pemahaman tentang domain, berikut beberapa contoh
yang ideal:
Gambar 2.17 Tipe untuk domain dua dimensi (Anil W. Date, 2005).
Dalam situasi ideal sebagai domain axisymmetric dua dimensi yang akan melibatkan
fluida resirkulasi, ada empat batas-batas yang berlaku antara lain inflow, wall,
symmetri dan exit. Gambar 2.18 menunjukkan tiga jenis yang paling umum dari batas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dianalisis cairan-aliran: dinding, inlet atau outlet, antar permukaan cair-gas. Dinding
tidak ada selip dan tidak ada kenaikan suhu pada cairan yang memiliki nilai
kekentalan. Bagian inlet biasanya didefinisikan sebagai tempat fluida memasuki
domain berbagai kondisi diterapkan pada inlet antara lain distribusi kecepatan,
tekanan, dan temperatur dll. Sedangkan, outlet adalah tempat fluida keluar dari
domain atau didalam CFD yaitu nilai yang didapat dari semua variabel yang
didefinisikan dan diekstrapolasi dari titik atau sel sebelumnya. Kondisi yang paling
kompleks terjadi pada antar permukaan cair-gas, atau permukaan bebas seperti pada
Gambar 2.18 berikut
Gambar 2.18 Jenis kondisi batas dalam analisis cairan-aliran (Frank M. White, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Domain dipetakan oleh tiga jenis grid: Cartesian, Curvilinear dan Unstructured.
Bagian yang diarsir menunjukkan volume control dan lingkaran penuh adalah node.
Perhatikan bahwa dalam grid Cartesian, volume control di dekat dinding miring tidak
persegi panjang seperti di tempat lain. Jenis ini kesulitan diatasi dalam grid lengkung
di mana semua volume control adalah segiempat dan garis grid mengikuti kontur
batas domain seperti yang diperlukan. Kita dapat memiliki banyak jenis atau volume
kontrol, tetapi hal ini menentukan koordinat node dan spesifikasi dari volume control
yang disebut generasi jaringan. (Anil W. Date, 2005).
Gambar 2.19 Jenis-jenis grid pada domain (Anil W. Date, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Setiap blok grid harus ditetapkan batas-batas dalam komputasi domain untuk
batas tertentu dalam ruang fisik (misalnya, dinding yang kokoh, fairfield, dll). Dalam
prakteknya, tiga standar tunggal-blok topologi jaringan telah ditetapkan antaralain
disebut sebagai C-, H-, atau 0-grid karena dalam pandangan pesawat garis grid
menyerupai huruf yang sesuai. Dalam kasus C-topologi body aerodinamis tertutup
oleh satu kumpulan dari garis grid (J. Blazek, 2001). Situasi ini dapat dilihat pada
Gambar 2.19
Gambar 2.20 C-grid topologi dalam 2D (J. Blazek, 2001).
Seperti yang kita lihat, garis = konstan mulai dari farfield ( = 0), trailing
edge (node b), membungkus searah jarum jam dan akhirnya kembali ke farfield lagi
(c = 1). Bagian (segmen) a-b dari garis kotak = 0 merupakan koordinat memotong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Ini berarti bahwa segmen a-b dipetakan ke dua segmen di ruang komputasi, yaitu
ba dan '' ab . Oleh karena itu, node pada bagian atas (b'-a ') dan bagian
bawah (a-b) dipotong dan dilakukan secara terpisah dalam memori komputer (J.
Blazek, 2001).
Metode yang menghasilkan solusi-solusi jika kondisi untuk konvergensi
(dikenal sebagai kriteria Scarborough). Sederhananya, kriteria yang menyatakan
kondisi konvergensi adalah dengan persamaan (2.19) :
1][
i
ii
AP
AWAE untuk semua node (2.20)
Diskretisasi transportasi diferensial hasil persamaan dalam satu persamaan aljabar
adalah dari bentuk berikut:
SAAP KKP (2.21)
di mana akhiran k mengacu pada node lain yang tepat dari node P. Dalam masalah
konduksi murni ( = T), Ak dan S dapat menjadi fungsi dari T. Dalam masalah
umum convective–diffusive transport,mungkin ada untuk setiap pemindahan
variabel dan Ak serta S mungkin menjadi fungsi di bawah pertimbangan atau ada
lainnya yang relevan ke sistem. Dalam generasi jaringan curvilinear, = x1, x2,
Ak dan S adalah fungsi lagi dari x1 dan x2. Dalam semua kasus tersebut, jika ada N
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
node interior, kita perlu untuk memecahkan persamaan N untuk setiap variabel
dalam urutan yang ditentukan. Dalam prosedur iterasi, konvergensi berarti kepuasan
numerik dari persamaan 2.21 di setiap node interior untuk setiap . Kepuasan ini
diperiksa oleh residual dalam Persamaan 2.21 di setiap l tingkat iterasi. Seperti pada
persamaan 2.22:
SAAPR l
KK
l
PP (2.22)
Konvergensi keseluruhan dinyatakan pada persamaan 2.23:
CC
R
RnodesR
norm
P
5.02
(2.23)
di mana CC singkatan kriteria konvergensi dan Norm adalah dimensi yang benar
kuantitas normalisasi didefinisikan oleh analis CFD. Idealnya, CC harus sekecil
akurasi mesin mka akan diizinkan, tetapi biasanya CC = 10-5 sudah cukup untuk
sebagian besar aplikasi teknik sebagai kriteria konvergensi (Anil W. Date, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Penelitian dilakukan dengan proses sebagai berikut:
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.
Mulai
Studi Literatur
Permodelan airfoil NACA
4412 dan variasi sudut serang
serta penggambaran domain
Proses mesh airfoil
Proses running data dengan
variasi Mach number
]
Analisa dan pembahasan
hasil variasi sudut serang
serta variasi Mach number
Kesimpulan dan saran
Selesai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
3.2 Airfoil NACA 4412
Dalam proses penelitian menggunakan jenis airfoil tdiak simetris yaitu airfoil
NACA 4412 dengan koordinat dan bentuk sebagai berikut:
Tabel 3.1 koordinat X dan Y dari airfoil NACA 4412 (UIUC Airfoil Coordinate
Database).
No Y Chord X Chord
1 1 0.0013
2 0.95 0.0147
3 0.9 0.0271
4 0.8 0.0489
5 0.7 0.0669
6 0.6 0.0814
7 0.5 0.0919
8 0.4 0.098
9 0.3 0.0976
10 0.25 0.0941
11 0.2 0.088
12 0.15 0.0789
13 0.1 0.0659
14 0.075 0.0576
15 0.05 0.0473
16 0.025 0.0339
17 0.0125 0.0244
18 0 0
19 0.0125 -0.0143
20 0.025 -0.0195
21 0.05 -0.0249
22 0.075 -0.0274
23 0.1 -0.0286
24 0.15 -0.0288
25 0.2 -0.0274
26 0.25 -0.025
27 0.3 -0.0226
28 0.4 -0.018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
No Y Chord X Chord
29 0.5 -0.014
30 0.6 -0.01
31 0.7 -0.0065
32 0.8 -0.0039
33 0.9 -0.0022
34 0.95 -0.0016
35 1 -0.0013
Gambar 3.2 Bentuk airfoil NACA 4412 dengan panjang 1 m (UIUC Airfoil
Coordinate Database).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
3.3 Variable Penelitian
Variable dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas dan variable terikat.
Variabel bebas antara lain sebagai berikut:
1. Variasi sudut serang (0°, 4°, 8°, 12°, 16°).
2. Bilangan Mach subsonic dan supersonic
a. 0,6 Mach
b. 0,8 Mach
c. 1 Mach
d. 1,5 Mach
e. 2 Mach
f. 2,5 Mach
g. 3 Mach
Variable terikat dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Nilai koefisien lift.
2. Nilai koefisien drag.
3. Kontur Tekanan.
4. Velocity streamline.
3.4 Diagram Alir Simulasi
Pengujian dan pengambilan data dilakukan dengan langkah seperti pada
diagram alir simulasi berikut:
Ambil koordinat airfoil pada
UIUC Airfoil Coordinate
Database
Notepad,
format teks
dokumen
A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Gambar 3.3 Diagram alir simulasi.
3.5 Variasi Penelitian dan Input Parameter Boundary Condition
Input parameter boundary condition pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
A
Gambar goemetri
pada workbench
Fluent
Tentukan parameter
dalam result dan
proses running
Pengambilan data
Masukkan koordinat
airfoil dan tentukan
ukuran serta parameter
airfoil
Gambar domain dan
tentukan kondisi serta
ukuran domain
Mesh dan tentukan
volume mesh, Inlet,
outlet, symmetri, wall
generate mesh
Tentukan viscous, solver, scheme, air
density, viscosity, turbulent condition,
atmosfer pressure dan velocity
Tentukan residual
plotting dan monitors
Pilih compute from
inlet, Initialize dan
running data
Hasil
Tidak
Nilai CL dan Cd
Kontur tekanan
Streamline
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Tabel 3.2 Parameter boundary condition pada proses penelitian (Mayurkumar
kevadiya, 2013).
No Input Pilihan
1 Kecepatan aliran Subsonic dan supersonic (m/s)
2 Temperatur 300 K
3 Tekanan atmosfer (Pa) 1 atm (101325 Pa)
4 Model/viscous Spalart-almaras (1 equation)
5 Solver Pressure-based
6 Densitas udara 1,225 kg/m3
7 Viskositas udara 1,7894 x 10-5 kg/m-s
8 Panjang chord 1 m
9 Scheme Simple
10 Momentum Second order upwind
11 Turbulent viscosity ratio 10
12 Sudut serang 0°, 4°, 8°, 12°, 16°
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
3.6 Metode Meshing
Jenis mesh/grid yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
unstructured. Type domain yang digunakan adalah C- type dengan ukuran sebagai
berikut:
Gambar 3.4 Bentuk domain dengan mesh C-type yang memiliki ukuran W= 10c dan
R=6c (Wei Zhang, 2015).
Pada Gambar 3.4 arah panah menunjukkan titik dimulainya proses komputasi
dan diberi nama inlet. Sedangkan, batas domain atas dan bawah dinamakan symmetri,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
batas domain belakang dinamakan outlet dan airfoil dinamakan wall. Pada penelitian
ini jumlah sel adalah 24.385 dan ukuran mesh seperti pada Tabel 3.3:
Tabel 3.3 Parameter ukuran mesh pada proses penelitian airfoil NACA 4412.
No Parameter Pilihan
1 Minimum size Default (0,00292 m)
2 Proximinity min size Default (0,00292 m)
3 Max face size 0,10 m
4 Max size 0,10 m
5 Elemen size (Body sizing) 0,05 m
6 Growt rate 1,20
7 Definition (Inflation) Total thickness ((Inflation option)
8 Number of layer (Inflation) 10
9 Growt rate (Inflation) 1,2
10 Maximum thickness (Inflation) 0,05 m
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Parameter pada Tabel 3.3 dapat divariasikan lagi sesuai dengan kemampuan
dari alat dan bahan yang digunakan sehingga mendapatkan hasil mesh yang baik.
Berikut adalah gambar hasil mesh dalam penelitian ini:
Gambar 3.5 Bentuk domain dalam penelitian ini dengan mesh C-type.
Gambar 3.6 Bentuk mesh pada sekitar permukaan airfoil NACA 4412.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
3.7 Alat dan Bahan
Pada penelitian ini proses pengujian dan pengambilan data memerlukan alat
serta bahan sebagai berikut :
1. Laptop Toshiba dengan spesifikasi sebagai berikut :
Tabel 3.4 Spesifikasi laptop yang digunakan dalam penelitian.
Nama Spesifikasi
Toshiba L745-1197U
Processor
Intel® CoreTM i5-2450M
Processor (2.3 Ghz, cache 3 MB)
Chipset Intel HM55
Graphics VGA Intel GMA HD 729 MB (shared)
Ram 8 GB
Hardisk internal 640 GB HDD serial ATA 5400 RPM
Battery 6 cell Rechargeable lithium-ion Battery
Display
14” WXGA LED, Max. Resulation
1366 x 768
Windows 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
berfungsi untuk menjalankan dan melakukan proses komputasi dengan
metode Computational Fluid Dynamic (CFD).
2. Koordinat airfoil NACA untuk mengetahui/mendapatkan geometri airfoil,
koordinat didapatkan dari UIUC Airfoil Coordinate Database.
3. Airfoil NACA 4412 dengan panjang 1 m sebagai benda uji dalam proses
penelitian.
4. Software ANSYS 14.0 berfungsi untuk melakukan simulasi dengan metode
CFD pada airfoil NACA 4412.
5. Software Originpro 8 berfungsi untuk membuat grafik hasil perhitungan pada
simulasi airfoil.
3.8 Pengolahan Data
Langkah-langkah yang dilakukan untuk pengambilan data yaitu sebagai berikut:
1. Pengambilan data dilakukan setelah proses running mencapai nilai
konvergensi.
2. Ambil data koefisien lift dan drag saat proses komputasi selesai pada setiap
variasi sudut dan kecepatan aliran.
3. Tampilkan dan simpan file kontur tekanan serta streamline pada setiap variasi
sudut dan kecepatan aliran.
4. Data koefisien lift dan drag dari semua variasi sudut dan kecepatan aliran
dimasukkan ke dalam software Originpro 8 untuk diolah dalam bentuk grafik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
5. Analisis efek variasi kecepatan aliran dan sudut dari grafik koefisien lift dan
drag pada airfoil NACA 4412. Analisis stall angle dan kecepatan stall dari
kontur tekanan dan streamline serta grafik CL dan CD pada airfoil NACA
4412.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berikut adalah data keseluruhan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
dalam variasi sudut dan kecepatan, yaitu:
1. Airfoil dengan sudut 0° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8
mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach).
2. Airfoil dengan sudut 4° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8
mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach).
3. Airfoil dengan sudut 8° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8
mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach).
4. Airfoil dengan sudut 12° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8
mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach).
5. Airfoil dengan sudut 16° diuji pada bilangan mach subsonic (0,6 mach, 0,8
mach) dan supersonic (1 mach, 1,5 mach, 2 mach, 2,5 mach, 3 mach).
Secara lengkap hasil perhitungan dari semua variasi tersebut dapat dilihat pada Tabel
4.1 hingga 4.7 dengan keterangan sebagai berikut:
1. Koefisien lift dari airfoil (CL).
2. Koefisien drag dari airfoil (CD).
3. Viskositas udara .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
4. Densitas udara ( ).
5. Angle of attack atau sudut serang airfoil (AOA)
Tabel 4.1 Bilangan mach 0,6 (204 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
0.6 mach (204m/s)
AOA
(°)
(kg/m3)
(kg/m-s)
CL
CD
0
1.225
1.7894 x 10-5
0.44505 0.015400
4 0.93894 0.011210
8 1.16450 0.031090
12 1.10340 0.090870
16 1.10340 0.090870
Tabel 4.2 Bilangan mach 0,8 (272 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
0.8 mach (272 m/s)
AOA
(°)
(kg/m3)
(kg/m-s)
CL
CD
0
1.225
1.7894 x 10-5
0.44650 0.015110
4 0.91875 0.013810
8 1.17290 0.032490
12 1.11440 0.090010
16 1.11440 0.090010
Tabel 4.3 Bilangan mach 1 (340 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
1 mach (340 m/s)
AOA
(°)
(kg/m3)
(kg/m-s)
CL
CD
0 1.225
1.7894 x 10-5
0.447180 0.014909
4 0.910910 0.015102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Tabel 4.4 Bilangan mach 1,5 (510 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
1.5 Mach (510 m/s)
AOA
(°)
(kg/m3)
(kg/m-s)
CL
CD
0
1.225
1.7894 x 10-5
0.44845 0.014580
4 0.90035 0.016780
8 1.17120 0.035270
12 1.13130 0.088340
16 1.13130 0.088340
Tabel 4.5 Bilangan mach 2 (680 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
2 Mach (680 m/s)
AOA
(°)
(kg/m3)
(kg/m-s)
CL
CD
0
1.225
1.7894 x 10-5
0.44983 0.014340
4 0.89568 0.017530
8 1.17010 0.036140
12 1.14390 0.087260
16 1.14390 0.087260
1 mach (340 m/s)
AOA
(°)
(kg/m3)
(kg/m-s)
CL
CD
8 1.225
1.7894 x 10-5
1.17150 0.033699
12 1.12050 0.089418
16 1.12050 0.089418
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Tabel 4.6 Bilangan mach 2,5 (850 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
2.5 Mach (850 m/s)
AOA
(°)
(kg/m3)
(kg/m-s)
CL
CD
0
1.225
1.7894 x 10-5
0.45048 0.014180
4 0.89308 0.017950
8 1.16970 0.036670
12 1.15710 0.086020
16 1.15710 0.086020
Tabel 4.7 Bilangan mach 3 (1.020 m/s) terhadap lima variasi sudut serang airfoil.
3 Mach (1.020 m/s)
AOA
(°)
(kg/m3)
(kg/m-s)
CL
CD
0
1.225
1.7894 x 10-5
0.45150 0.014030
4 0.89150 0.018210
8 1.17000 0.037010
12 1.15900 0.085230
16 1.15900 0.085230
Dengan melakukan perhitungan menggunakan Persamaan 2.14 dan 2.15 serta
melihat hasil dari Tabel 4.1 hingga 4.7 didapatkan nilai CL dan CD pada setiap
peningkatan kecepatan aliran. Peningkatan kecepatan aliran berbanding lurus dengan
peningkatan nilai koefisien lift tetapi peningkatan kecepatan aliran menimbulkan
dampak penurunan nilai dari koefisien drag. Peningkatan sudut serang airfoil
meningkatkan nilai koefisien drag pada setiap variasi kecepatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
4.2 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Aliran
Subsonic.
0 4 8 12 160.0
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
CL
Sudut (deg)
Ma 0,6
Ma 0,8
Gambar 4.1 Grafik variasi kecepatan subsonic pada setiap sudut serang terhadap
pengaruhnya pada nilai koefisien lift.
Gambar 4.1 menunjukkan nilai koefisien lift dari variasi kecepatan subsonic
pada setiap sudut serang. Gambar 4.1 menunjukkan peningkatan sudut serang
berdampak pada peningkatan koefisien lift dari kedua variasi aliran subsonic. Pada
sudut 4° nilai koefisien lift tertinggi berada pada bilangan mach 0,6 yaitu 0,93894.
Hal ini dikarenakan distribusi tekanan yang terjadi pada Ma 0,6 lebih merata
dibanding Ma 0,8 khususnya pada bagian bawah permukaan airfoil (dapat dilihat
dikontur tekanan pada Ma 0,6 dan 0,8). Sudut serang 8° menjadi sudut serang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
tertinggi pada kedua variasi kecepatan dengan nilai koefisien lift tertinggi berada
pada bilangan mach 0,8 yang memiliki nilai koefisien lift 1,1729. Pada 12° dan 16°
airfoil mengalami penurunan nilai koefisien lift atau disebut juga dengan stall dengan
masing-masing pada Ma 0,6 dan 0,8 memiliki koefisien lift sekitar 1,10340 dan
1,11440 pada sudut 16° (M. Mirsal, 2012).
4.3 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Aliran
Subsonic.
0 4 8 12 160.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
CD
Sudut (deg)
Ma 0,6
Ma 0,8
Gambar 4.2 Grafik variasi kecepatan subsonic pada setiap sudut serang terhadap
pengaruhnya pada nilai koefisien drag.
Peningkatan sudut serang berpengaruh terhadap nilai koefisien drag pada
variasi kecepatan subsonic yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Nilai koefisien drag
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
pada variasi kecepatan subsonic mengalami peningkatan setelah melewati sudut
serang 4°, kemudian mengalami peningkatan yang signifikan pada sudut serang 12°
sebesar 0.090870 pada Ma 0,6 dan 0.090010 pada Ma 0,8. Sudut serang 12° menuju
ke 16° menunjukkan nilai koefisien drag stabil tetapi cenderung meningkat. Hal
tersebut dikarenakan kecepatan dan tekanan yang tidak merata pada bagian atas
airfoil sehingga menimbulkan turbulensi yang berarti bertambahnya gaya drag (Shao-
wu LI, 2011).
4.4 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada Aliran
Supersonic.
0 4 8 12 160.0
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
CL
Sudut (deg)
Ma 1
Ma 1,5
Ma 2
Ma 2,5
Ma 3
Gambar 4.3 Grafik variasi kecepatan supersonic pada setiap sudut serang terhadap
pengaruhnya pada nilai koefisien lift.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Gambar 4.3 menunjukkan nilai koefisien lift dari variasi kecepatan supersonic
pada setiap sudut serang. Peningkatan sudut serang berdampak pada peningkatan nilai
koefisien lift dari variasi kecepatan supersonic. Nilai koefisien lift tertinggi dari
variasi kecepatan supersonic sebesar 1.17000 berada pada sudut 8° dengan bilangan
Mach 3, tetapi menurun pada sudut 12° dan 16° pada setiap variasi. Hal tersebut
dikarenakan peningkatan kecepatan menimbulkan peningkatan koefisien lift sebelum
mencapai sudut stall/nilai koefisien lift maksimal (Mayurkumar kevadiya, 2013 ).
4.5 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada Aliran
Supersonic.
0 4 8 12 160.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
CD
sudut (deg)
Ma 1
Ma 1.5
Ma 2
Ma 2.5
Ma 3
Gambar 4.4 Grafik variasi bilangan Mach supersonic pada setiap sudut serang
terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Gambar 4.4 menunjukan peningkatan nilai koefisien drag pada setiap sudut
serang. Nilai koefisien drag pada sudut 8° menuju ke 12° mengalami peningkatan
yang signifikan. Koefisien drag pada sudut serang 12° dan 16° cukup cenderung
meningkat mengikuti peningkatan sudut serang. Hal tersebut dikarenakan kecepatan
dan tekanan yang tidak merata pada airfoil sehingga meningkatkan gaya drag
(Mayurkumar kevadiya, 2013 ).
4.6 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Lift Pada
Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic.
0 4 8 12 160.0
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
CL
Sudut (deg)
Ma 0,6
Ma 0,8
Ma 1
Ma 1,5
Ma 2
Ma 2,5
Ma 3
Gambar 4.5 Grafik variasi kecepatan subsonic dan supersonic pada setiap sudut
serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien lift.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Gambar 4.5 menunjukkan variasi kecepatan subsonic dan supersonic pada
setiap sudut serang. Peningkatan sudut serang berdampak pada peningkatan koefisien
lift. Sudut serang 8° menjadi sudut serang tertinggi pada setiap variasi kecepatan
dengan nilai koefisien lift tertinggi berada pada bilangan mach 0,8 sebesar 1,1729.
Pada 12° dan 16°, airfoil mengalami penurunan nilai koefisien lift atau disebut juga
dengan stall. Nilai koefisien lift tertinggi pada titik stall yaitu sebesar 1,159 pada
bilangan mach 3. Hal ini dikarena semakin meningkatnya kecepatan maka koefisien
lift akan meningkat. Sudut 8° dengan bilangan mach 3 memiliki nilai koefisien drag
sebesar 0.037010, nilai tersebut lebih besar dibandingkan bilangan mach 0,8 yang
memiliki nilai koefisien drag sebesar 0.032490. Sehingga airfoil dengan bilangan
mach 3 memiliki gaya hambat yg lebih tinggi atau mengalami turbulensi dan wake
yang lebih besar dibanding bilangan mach 0,8 serta adanya pengaruh dari
karakteristik airfoil NACA 4412 (Shao-wu LI, 2011).
4.7 Pengaruh Angle of Attack Terhadap Nilai Koefisien Drag Pada
Perbandingan Antara Aliran Subsonic dan Supersonic.
Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh variasi kecepatan subsonic dan
supersonic dan peningkatan sudut serang terhadap nilai koefisien drag. Pada sudut 4°
hingga 8° bilangan mach subsonic memiliki nilai koefisien drag lebih rendah
dibandingkan bilangan mach supersonic seperti pada Tabel 4.1 dan 4.2. Nilai
koefisien drag pada variasi kecepatan supersonic setelah mencapai titik stall lebih
rendah dibandingkan variasi kecepatan subsonic. Namun, peningkatan nilai koefisien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
drag pada sudut 12°-16° terjadi pada setiap variasi kecepatan. Hal tersebut berarti
aliran yang melewati airfoil pada kondisi stall memiliki gaya hambat yang tinggi
(Mayurkumar kevadiya, 2013 ). Dapat dilihat pada Gambar 4.6 sebagai berikut:
0 4 8 12 160.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
CD
Sudut (deg)
Ma 0,6
Ma 0,8
Ma 1
Ma 1.5
Ma 2
Ma 2.5
Ma 3
Gambar 4.6 Grafik variasi kecepatan subsonic dan supersonic pada setiap sudut
serang terhadap pengaruhnya pada nilai koefisien drag.
4.8 Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Subsonic Terhadap Perubahan
Angle of Attack.
Pengaruh Angle of attack dan bilangan Mach terhadap nilai koefisien lift dan
drag juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan tekanan pada airfoil NACA 4412 pada
kedua bilangan mach subsonic, maka perlu dianalisis melalui kontur tekanan tentang
pengaruh bilangan mach subsonic terhadap perubahan angle of attack.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
4.8.1 Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.7 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 0,6
Gambar 4.8 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Gambar 4.9 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 0,6.
Gambar 4.10 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Gambar 4.11 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 0,6.
Gambar 4.7 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0° sekitar
5.436 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -18.870 Pa hingga -2.667 Pa. Gambar 4.8
menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 4° sekitar 5.058 Pa hingga
10.960 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -24.450 Pa hingga -843,2 Pa. Tekanan
dibawah airfoil pada sudut 4° lebih besar dibandingkan sudut serang 0°, sehingga
pada sudut serang 4° dengan bilangan mach 0,6 airfoil memiliki nilai koefisien lift
yang meningkat dari sudut serang 0°. Gambar 4.9 menunjukan tekanan di bawah
airfoil pada sudut 8° sekitar 6.347 Pa hingga 15.230 Pa dan tekanan di atas airfoil
sekitar -29.190 Pa hingga -2.538 Pa sehingga pada sudut serang 8° memiliki nilai
koefisien lift cendrung meningkat dibanding sudut serang 4°. Sudut serang 0°, 4° dan
8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di atas
airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Sudut serang 8° memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
nilai koefisien drag yang meningkat pada setiap peningkatan sudut serang
dikarenakan semakin meningkatnya nilai tekanan maka kecepatan aliran semakin
berkurang pada bagian atas airfoil. Gambar 4.10 menunjukan tekanan di bawah airfoil
sekitar 14.510 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -16.900 Pa hingga -6.432 Pa.
Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil dibanding sudut serang 8°,
sehingga pada sudut serang 12° airfoil memiliki nilai koefisien lift yang lebih rendah
dibanding sudut serang 8°. Gambar 4.11 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada
sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tetapi cenderung menurun
(Mayurkumar kevadiya, 2013 ).
4.8.2 Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.12 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Gambar 4.13 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 0,8.
Gambar 4.14 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Gambar 4.15 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 0,8.
Gambar 4.16 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Gambar 4.12 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut 0° sekitar 2.417
Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -26.400 Pa hingga -4.788 Pa. Gambar 4.13
menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 4° sekitar 9.264 Pa hingga
19.440 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -41.600 Pa hingga -908 Pa. Airfoil
dengan sudut serang 4° memiliki nilai koefisien lift lebih tinggi di bandingkan sudut
serang 0°. Tekanan di bawah airfoil yang memiliki nilai tekanan cukup besar pada
bilangan mach 0,8 tidak merata ke seluruh bagian bawah airfoil. Hal ini berbeda
dengan bilangan Mach 0,6 dimana tekanan yang memiliki nilai cukup besar lebih
merata pada bagian bawah airfoil. Sehingga, nilai koefisien lift pada sudut serang 4°
lebih tinggi pada bilangan Mach 0,6. Gambar 4.14 menunjukan tekanan di bawah
airfoil pada sudut 8° sekitar 11.330 Pa hingga 27.060 Pa dan tekanan di atas airfoil
sekitar -67.350 Pa hingga -4.406 Pa. Nilai koefisien lift pada sudut serang 8° lebih
besar dibanding sudut serang 4°. Sudut serang 8° dengan bilangan mach 0,8 memiliki
tekanan lebih besar dan lebih merata pada bagian bawah airfoil dibandingkan dengan
bilangan Mach 0,6 sehingga nilai koefisien lift pada bilangan mach 0,8 lebih besar
dari bilangan Mach 0,6. Sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan tekanan di bawah
airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di atas airfoil sehingga mengakibatkan
adanya nilai koefisien lift. Gambar 4.15 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada
sudut serang 12° sekitar 25.720 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -30.310 Pa
hingga -11.630 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil
dibanding sudut serang 8°, sehingga sudut serang 12° memiliki nilai koefisien lift
yang lebih rendah dibanding sudut serang 8°. Gambar 4.16 menunjukan tekanan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
bawah airfoil pada sudut 16° sekitar 25.720 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -
30.310 Pa hingga -11.630 Pa. Nilai koefisien drag semakin meningkat pada sudut
12° dan 16° karena kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas airfoil.
Tekanan di bawah airfoil pada sudut 16° cenderung menurun dibanding sudut serang
12° (Mayurkumar Kevadiya, 2013 ).
4.9 Analisis Kontur Tekanan pada Aliran Supersonic Terhadap Perubahan
Angle of Attack.
Pengaruh Angle of attack dan bilangan mach terhadap nilai koefisien lift dan
drag juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan tekanan pada airfoil NACA 4412 pada
semua variasi aliran supersonic, maka perlu dianalisis melalui kontur tekanan tentang
pengaruh aliran supersonic terhadap perubahan angle of attack.
4.9.1 Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.17 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Gambar 4.18 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 1.
Gambar 4.19 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Gambar 4.20 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 1.
Gambar 4.21 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Gambar 4.17 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0°
sekitar 3.747 Pa hingga 15.010 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -41.870 Pa
hingga -7.512 Pa. Gambar 4.18 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut
serang 4° sekitar 1.464 Pa hingga 30.030 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -
63.367 Pa hingga -1.026 Pa. Sudut serang 4° dengan bilangan mach 1 airfoil memiliki
nilai koefisien lift cendrung meningkat dibanding 0°. Gambar 4.19 menunjukan
tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 8° sekitar 17.870 Pa hingga 42.290 Pa dan
tekanan di atas airfoil sekitar -79.800 Pa hingga -6.548 Pa. Sudut serang 8° memiliki
nilai koefisien lift yang lebih besar dibanding sudut serang 4°. Sudut serang 0°, 4°
dan 8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di
atas airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Gambar 4.20
menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 40.120 Pa dan tekanan di atas airfoil
sekitar -47.520 Pa hingga -18.310 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut 12° lebih
kecil dibanding sudut 8°, tetapi tekanan yang terjadi lebih merata pada bagian bawah
airfoil dibandingkan dengan sudut 8°. Sudut serang 12° memiliki nilai koefisien lift
yang cendrung menurun dibanding sudut serang 8°. Nilai koefisien drag pada sudut
serang 12° lebih besar nilainya dibandingkan pada sudut serang 8° karena
meningkatnya nilai tekanan di bagian atas airfoil seperti pada Tabel 4.3. Gambar 4.21
menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 40.120 Pa dan tekanan di atas airfoil
sekitar -47.520 Pa hingga -18.310 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16°
sama seperti sudut serang 12°, tetapi cenderung menurun (Mayurkumar Kevadiya,
2013 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
4.9.2 Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.22 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 1,5.
Gambar 4.23 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Gambar 4.24 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 1,5.
Gambar 4.25 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Gambar 4.26 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 1,5.
Gambar 4.22 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0°
sekitar 8.326 Pa hingga 33.660 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -93.320 Pa
hingga -17.010 Pa. Gambar 4.23 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut
serang 4° sekitar 33.330 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -104.800 Pa hingga -
70.230 Pa, sehingga pada sudut serang 4° dengan memiliki nilai koefisien lift
cendrung meningkat dibanding 0°. Gambar 4.24 menunjukan tekanan di bawah airfoil
pada sudut serang 8° sekitar 40.640 Pa hingga 95.120 Pa dan tekanan di atas airfoil
sekitar -177.300 Pa hingga -13.840 Pa. Sehingga pada sudut serang 8° memiliki nilai
koefisien lift yang lebih besar dibanding sudut serang 4°. Sudut serang 0°, 4° dan 8°
menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan tekanan di atas
airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Gambar 4.25 menunjukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° sekitar 89.960 Pa dan tekanan di atas
airfoil sekitar -108.100 Pa hingga -42.060 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut
serang 12° lebih kecil dibanding sudut 8°, sehingga pada sudut serang 12° airfoil
memiliki nilai koefisien lift yang cendrung menurun dibanding sudut 8°. Nilai
koefisien drag pada sudut serang 12° mengalami peningkatan karena kecepatan aliran
semakin berkurang pada bagian atas airfoil seperti pada Tabel 4.4. Gambar 4.26
menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sekitar 89.960 Pa dan
tekanan di atas airfoil sekitar -108.100 Pa hingga -42.206 Pa. Tekanan di bawah
airfoil pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12°, tetapi cenderung
menurun (Mayurkumar Kevadiya, 2013 ).
4.9.3 Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.27 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Gambar 4.28 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 2.
Gambar 4.29 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Gambar 4.30 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 2.
Gambar 4.31 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Gambar 4.27 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0°
sekitar 14.540 Pa hingga 59.590 dan tekanan di atas airfoil sekitar -120.600 Pa hingga
-30.510 Pa. Gambar 4.28 menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 59.540 Pa dan
tekanan di atas airfoil sekitar -183.500 Pa hingga -122.800 Pa, sehingga pada sudut
serang 4° airfoil memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dari sudut serang
0°. Gambar 4.29 menunjukkan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 8° sekitar
72.720 Pa hingga 169.100 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -216.400 Pa hingga -
23.640 Pa. Nilai koefisien lift pada sudut serang 8° meningkat dari sudut serang 4°.
Sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar
dibandingkan tekanan di atas airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien
lift. Gambar 4.30 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° sekitar
159.100 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -196.000 Pa hingga -77.620 Pa.
Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil dibanding sudut 8°. Sudut
serang 12° memiliki nilai koefisien lift yang cendrung menurun dibanding sudut 8°.
Sudut serang 12° memiliki tekanan yang lebih merata dan lebih besar nilainya pada
bagian atas airfoil dibandingkan pada sudut sebelumnya, sehingga ada peningkatan
nilai koefisien drag karena kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas
airfoil seperti pada Tabel 4.5. Gambar 4.31 menunjukan tekanan di bawah airfoil
sekitar 159.100 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -196.000 Pa hingga -77.620 Pa.
Tekanan di bawah airfoil pada sudut 16° sama seperti 12° ,tetapi cenderung menurun.
Nilai koefisien lift cenderung menurun dan nilai koefisien drag cenderung meningkat
(Mayurkumar Kevadiya, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
4.9.4 Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.32 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 2,5.
Gambar 4.33 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Gambar 4.34 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 2,5.
Gambar 4.35 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Gambar 4.36 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 2,5.
Gambar 4.32 menunjukkan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0°
sekitar 22.530 Pa hingga 92.930 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -120.600 Pa
hingga -30.510 Pa. Gambar 4.33 menunjukkan tekanan di bawah airfoil sekitar
93.270 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -284.300 Pa hingga -189.900 Pa,
sehingga pada sudut serang 4° dengan bilangan mach 2,5 airfoil memiliki nilai
koefisien lift cendrung meningkat dibanding 0°. Gambar 4.34 menunjukkan tekanan
di bawah airfoil pada sudut serang 8° sekitar 114.000 Pa hingga 264.200 Pa dan
tekanan di atas airfoil sekitar -336.300 Pa hingga -36.070 Pa. Sudut serang 8°
memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat dibanding sudut serang 4°. Sudut
serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar dibandingkan
tekanan di atas airfoil sehingga mengakibatkan adanya nilai koefisien lift. Gambar
4.35 menunjukan tekanan di bawah airfoil sekitar 246.800 Pa dan tekanan di atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
airfoil pada sudut serang 12° sekitar -314.700 Pa hingga -127.500 Pa. Tekanan di
bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil dibanding sudut serang 8°. Sudut
serang 12° memiliki nilai koefisien lift yang cendrung menurun dibanding sudut
serang 8°. Nilai koefisien drag pada sudut serang 12° mengalami peningkatan karena
kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas airfoil seperti pada Tabel 4.6.
Gambar 4.36 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sekitar
246.800 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -314.700 Pa hingga -127.500 Pa.
Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12°, tetapi
cenderung menurun (Mayurkumar Kevadiya, 2013 ).
4.9.5 Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.37 Kontur tekanan pada sudut 0° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Gambar 4.38 Kontur tekanan pada sudut 4° dengan bilangan mach 3.
Gambar 4.39 Kontur tekanan pada sudut 8° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Gambar 4.40 Kontur tekanan pada sudut 12° dengan bilangan mach 3.
Gambar 4.41 Kontur tekanan pada sudut 16° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Gambar 4.37 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 0°
sekitar 32.020 Pa hingga 133.400 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -272.200 Pa
hingga -69.380 Pa. Gambar 4.38 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut 4°
sekitar 134.500 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -407.200 Pa hingga -136.300 Pa,
sehingga pada sudut serang 4° memiliki nilai koefisien lift cendrung meningkat
dibanding 0°. Gambar 4.39 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada sudut serang
8° sekitar 144.500 Pa hingga 380.400 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -698.800
Pa hingga -51.290 Pa. Hal ini menunjukkan tekanan di bawah airfoil lebih besar
dibanding tekanan di atas airfoil. Sehingga pada sudut serang 8° memiliki nilai
koefisien lift cendrung meningkat dibanding 4°. Tekanan pada bagian atas airfoil
meningkat dan tekanan dengan nilai cukup besar pada sudut serang 8° hampir merata
pada bagian atas airfoil. Gambar 4.40 menunjukan tekanan di bawah airfoil pada
sudut serang 12° sekitar 355.000 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -454.300 Pa
hingga -184.600 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 12° lebih kecil
dibanding sudut serang 8°. Nilai koefisien lift pada sudut serang 12° cendrung
menurun dibanding sudut serang 8°. Nilai koefisien drag pada sudut serang 12°
mengalami peningkatan karena kecepatan aliran semakin berkurang pada bagian atas
airfoil seperti pada Tabel 4.7. Gambar 4.41 menunjukan tekanan di bawah airfoil
pada sudut serang 16° sekitar 355.000 Pa dan tekanan di atas airfoil sekitar -454.300
Pa hingga -184.600 Pa. Tekanan di bawah airfoil pada sudut serang 16° sama seperti
sudut serang 12° ,tetapi cenderung menurun (Mayurkumar Kevadiya, 2013 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
4.10 Analisis Velocity Streamlines pada Aliran Subsonic Terhadap Perubahan
Angle of Attack.
Pengaruh Angle of attack dan bilangan Mach terhadap nilai koefisien lift dan
drag juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan kecepatan dan intensitas turbulensi
pada airfoil NACA 4412 pada kedua variasi aliran subsonic, maka perlu dianalisis
melalui velocity streamline tentang pengaruh bilangan mach subsonic terhadap
perubahan angle of attack. Velocity streamline menampilkan perbedaan kecepatan
pada bagian atas dan bawah dari airfoil serta wake pada airfoil NACA 4412 (Shao-wu
LI, 2011).
4.10.1 Pengaruh Mach Number 0,6 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.42 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Gambar 4.43 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 0,6.
Gambar 4.44 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Gambar 4.45 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 0,6.
Gambar 4.46 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 0,6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Gambar 4.42 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang
0° sekitar 225 m/s hingga 250 m/s dan di bawah airfoil sekitar 200 m/s. Gambar 4.43
menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 223,4 m/s
hingga 297,9 m/s dan di bawah airfoil sekitar 170 m/s. Gambar 4.44 menunjukkan
kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 250,6 m/s hingga 334,1
m/s dan kecepatan di bawah airfoil sekitar 165 m/s. Velocity streamline pada sudut
serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan
bawah airfoil yang disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas
airfoil lebih jauh daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas
lebih cepat dan menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil.
Peningkatan sudut airfoil menyebabkan meningkatnya kecepatan pada bagian atas
airfoil dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.45 menunjukkan kecepatan aliran
di atas airfoil pada sudut serang 12° sekitar 263,6 m/s hingga 300 m/s dan di bawah
airfoil sekitar 175 m/s. Kecepatan aliran pada ujung belakang airfoil mengalami
penurunan dan aliran mulai terlepas dari permukaan airfoil sehingga menimbulkan
turbulensi yang meningkatkan nilai koefisien drag. Kecepatan aliran di bawah airfoil
mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung menurun
dibandingkan sudut serang 8°. Gambar 4.46 menunjukkan kecepatan aliran di atas
airfoil pada sudut serang 16° sekitar 263,6 m/s hingga 300 m/s dan di bawah airfoil
sekitar 175 m/s. Kecepatan pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi
cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
4.10.2 Pengaruh Mach Number 0,8 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.47 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 0,8.
Gambar 4.48 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Gambar 4.49 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 0,8.
Gambar 4.50 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 0,8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Gambar 4.51 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 0,8.
Gambar 4.47 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang
0° sekitar 280 m/s hingga 352,1 m/s dan di bawah airfoil sekitar 264,1 m/s. Gambar
4.48 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 296,2
m/s hingga 394,9 m/s dan di bawah airfoil sekitar 197,4 m/s. Gambar 4.49
menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 250,6 m/s
hingga 334,1 m/s dan di bawah airfoil sekitar 165 m/s. Velocity streamline pada sudut
serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan
bawah airfoil yang disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas
airfoil lebih jauh daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas
lebih cepat dan menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil.
Peningkatan sudut airfoil menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
atas airfoil dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.50 menunjukkan kecepatan
aliran di atas airfoil pada sudut serang 12° sekitar 351,6 m/s hingga 400 m/s dan di
bawah airfoil sekitar 234,4 m/s. Kecepatan aliran pada ujung belakang airfoil
mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dari permukaan airfoil sehingga
menimbulkan wake yang meningkatkan nilai koefisien drag. Kecepatan aliran di
bawah airfoil mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung
menurun dibandingkan sudut serang 8°. Wake yang terjadi lebih besar dibanding
bilangan Mach 0,6 dengan kecepatan aliran pada daerah wake yang lebih cepat.
Gambar 4.51 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 16°
sekitar 351,6 m/s hingga 400 m/s dan di bawah airfoil sekitar 234,4 m/s. Kecepatan
aliran pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi cenderung mengalami
penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
4.11 Analisis Velocity Streamlines pada Aliran Supersonic Terhadap
Perubahan Angle of Attack.
Pengaruh Angle of attack dan bilangan mach terhadap nilai koefisien lift dan
drag juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan kecepatan pada airfoil NACA 4412
pada semua variasi aliran supersonic, maka perlu dianalisis melalui velocity
streamline tentang pengaruh aliran supersonic terhadap perubahan angle of attack.
Velocity streamline menampilkan perbedaan kecepatan pada bagian atas dan bawah
dari airfoil serta wake pada airfoil NACA 4412 (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
4.11.1 Pengaruh Mach Number 1 Terhadap Perubahan Angle of Attact.
Gambar 4.52 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 1.
Gambar 4.53 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Gambar 4.54 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 1.
Gambar 4.55 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Gambar 4.56 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 1.
Gambar 4.52 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang
0° sekitar 370 m/s dan di bawah airfoil sekitar 330,2 m/s. Gambar 4.53 menunjukkan
kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 369,3 m/s hingga 492,4
m/s dan di bawah airfoil sekitar 250 m/s. Gambar 4.54 menunjukkan kecepatan aliran
di atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 416,2 m/s hingga 500 m/s dan di bawah
airfoil sekitar 277,4 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8°
menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang
disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh
daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan
menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil
menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
sudut sebelumnya. Gambar 4.55 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada
sudut serang 12° sekitar 500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 293,3 m/s. Kecepatan
aliran pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dan
menimbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 0,8
dengan kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan di bawah airfoil
mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung menurun
dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.56 menunjukkan kecepatan aliran di atas
airfoil pada sudut serang 16° sekitar 500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 293,3 m/s.
Kecepatan aliran pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi cenderung
mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
4.11.2 Pengaruh Mach Number 1,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.57 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Gambar 4.58 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 1,5.
Gambar 4.59 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Gambar 4.60 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 1,5.
Gambar 4.61 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 1,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Gambar 4.57 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang
0° sekitar 500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 495,4 m/s. Gambar 4.58 menunjukkan
kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 600 m/s dan di bawah
airfoil sekitar 420 m/s. Gambar 4.59 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil
pada sudut serang 8° sekitar 622,3 m/s hingga 700 m/s dan di bawah airfoil sekitar
414,9 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan
perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak
yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah
sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan
tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan
meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan sudut
sebelumnya. Gambar 4.60 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut
serang 12° sekitar 661,5 m/s dan di bawah airfoil sekitar 441 m/s. Kecepatan pada
ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dan
menimbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 1 dengan
kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan aliran di bawah airfoil
mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung menurun
dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.61 menunjukkan kecepatan aliran di atas
airfoil pada sudut serang 16° sekitar 661,5 m/s dan di bawah airfoil sekitar 441 m/s.
Kecepatan aliran pada sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi cenderung
mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
4.11.3 Pengaruh Mach Number 2 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.62 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 2.
Gambar 4.63 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Gambar 4.64 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 2.
Gambar 4.65 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Gambar 4.66 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 2.
Gambar 4.62 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang
0° sekitar 750 m/s dan di bawah airfoil sekitar 660,7 m/s. Gambar 4.63 menunjukkan
kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 850 m/s dan di bawah
airfoil sekitar 550 m/s. Gambar 4.64 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil
pada sudut serang 8° sekitar 828,1 m/s hingga 1104 m/s dan di bawah airfoil sekitar
552 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan perbedaan
kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak yang
ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah
sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan
tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan
meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan sudut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
sebelumnya. Gambar 4.65 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut
serang 12° sekitar 900 m/s dan di bawah airfoil sekitar 590,1 m/s. Kecepatan aliran
pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dan
meninmbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 1,5
dengan kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan di bawah airfoil
mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung menurun
dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.66 menunjukkan kecepatan aliran di atas
airfoil pada sudut serang 16° sekitar 900 m/s dan di bawah airfoil sekitar 590,1 m/s.
Kecepatan aliran pada sudut ini sama seperti sudut sebelumnya tapi cenderung
mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
4.11.4 Pengaruh Mach Number 2,5 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.67 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Gambar 4.68 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 2,5.
Gambar 4.69 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Gambar 4.70 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 2,5.
Gambar 4.71 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 2,5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Gambar 4.67 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang
0° sekitar 1101 m/s dan di bawah airfoil sekitar 826 m/s. Gambar 4.68 menunjukkan
kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 1224 m/s dan di bawah
airfoil sekitar 800 m/s. Gambar 4.69 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil
pada sudut serang 8° sekitar 1034 m/s hingga 1378 m/s dan di bawah airfoil sekitar
689,2 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8° menunjukkan
perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang disebabkan jarak
yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh daripada bagian bawah
sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan menimbulkan penurunan
tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil menyebabkan
meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan sudut
sebelumnya. Gambar 4.70 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut
serang 12° sekitar 1200 m/s dan di bawah airfoil sekitar 741,1 m/s. Kecepatan aliran
pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas serta
menimbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 2 dengan
kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan aliran di bawah airfoil
mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung menurun
dibandingkan sudut sebelumnya. Gambar 4.71 menunjukkan kecepatan aliran di atas
airfoil pada sudut serang 16° sekitar 1200 m/s dan di bawah airfoil sekitar 741,1 m/s.
Kecepatan aliran pada sudut sudut serang 16° sama seperti sudut serang 12° tapi
cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
4.11.5 Pengaruh Mach Number 3 Terhadap Perubahan Angle of Attack.
Gambar 4.72 Velocity streamline pada sudut 0° dengan bilangan mach 3.
Gambar 4.73 Velocity streamline pada sudut 4° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Gambar 4.74 Velocity streamline pada sudut 8° dengan bilangan mach 3.
Gambar 4.75 Velocity streamline pada sudut 12° dengan bilangan mach 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Gambar 4.76 Velocity streamline pada sudut 16° dengan bilangan mach 3.
Gambar 4.72 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang
0° sekitar 1322 m/s dan di bawah airfoil sekitar 991,5 m/s. Gambar 4.73
menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada sudut serang 4° sekitar 1468 m/s
dan di bawah airfoil sekitar 850 m/s. Gambar 4.74 menunjukkan kecepatan aliran di
atas airfoil pada sudut serang 8° sekitar 1240 m/s hingga 1653 m/s dan di bawah
airfoil sekitar 826,6 m/s. Velocity streamline pada sudut serang 0°, 4° dan 8°
menunjukkan perbedaan kecepatan aliran dibagian atas dan bawah airfoil yang
disebabkan jarak yang ditempuh oleh aliran pada bagian atas airfoil lebih jauh
daripada bagian bawah sehingga kecepatan aliran pada bagian atas lebih cepat dan
menimbulkan penurunan tekanan pada bagian atas airfoil. Peningkatan sudut airfoil
menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran pada bagian atas airfoil dibandingkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
sudut sebelumnya. Gambar 4.75 menunjukkan kecepatan aliran di atas airfoil pada
sudut serang 12° sekitar 1500 m/s dan di bawah airfoil sekitar 889,7 m/s. Kecepatan
aliran pada ujung belakang airfoil mengalami penurunan dan aliran mulai terlepas dan
menimbulkan wake. Wake yang terjadi lebih besar dibanding bilangan mach 2,5
dengan kecepatan aliran pada daerah wake sangat rendah. Kecepatan aliran di bawah
airfoil mengalami peningkatan sehingga nilai koefisien lift cenderung menurun
dibandingkan sudut serang 8°. Gambar 4.76 menunjukkan kecepatan aliran di atas
airfoil pada sudut serang 16° sekitar 1500 m/s dan kecepatan di bawah airfoil sekitar
889,7 m/s. Kecepatan aliran pada sudut serang 12° sama seperti sudut serang 16° tapi
cenderung mengalami penurunan nilai koefisien lift (Shao-wu LI, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan mengenai pengaruh
variasi aliran subsonic dan supersonic terhadap perubahan angle of attack dari airfoil
NACA 4412, maka dapat disimpulkan sesuai dengan tujuan dari penelitian;
1. Variasi aliran subsonic dan supersonic berdampak pada peningkatan nilai
koefisien lift. Namun, variasi aliran subsonic memiliki nilai Koefisien lift
sedikit lebih tinggi dengan nilai 1,17290 daripada variasi aliran supersonic
dengan nilai 1,17150 pada titik stall. Ketika airfoil melewati titik stall, variasi
aliran supersonic memiliki nilai koefisien lift lebih tinggi dengan nilai 1,15900
dibandingkan variasi aliran subsonic dengan nilai 1,11440. Nilai koefisien
drag meningkat mengikuti peningkatan kecepatan pada setiap sudut serang.
Namun variasi aliran supersonic memiliki nilai koefisien drag lebih rendah
dengan nilai 0,085230 dibandingkan variasi aliran subsonic dengan nilai
0,090870 setelah melewati titik stall.
2. Variasi peningkatan angle of attack pada airfoil berpengaruh pada
peningkatan nilai koefisien lift, tetapi setelah melewati sudut stall nilai
koefisien lift cenderung menurun. Peningkatan angle of attack pada airfoil
juga diikuti dengan peningkatan nilai koefisien drag.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
3. Variasi aliran subsonic dan supersonic pada setiap perubahan angle of attack
berdampak pada nilai koefisien lift dan drag. Peningkatan angle of attack pada
setiap variasi aliran berpengaruh pada peningkatan nilai koefisien lift. Nilai
koefisien lift tertinggi dari semua variasi kecepatan berada pada sudut 8°
dengan bilangan Mach 0,8. Nilai koefisien drag semakin meningkat pada
setiap variasi sudut dan kecepatan. Nilai koefisien drag tertinggi dari semua
variasi kecepatan berada pada sudut 16° dengan bilangan Mach 0,6.
4. Distribusi tekanan pada airfoil NACA 4412 dalam setiap variasi kecepatan
dan angle of attack dianalisa melalui kontur tekanan. Hasil analisa
menunjukkan tekanan yang terjadi di bawah airfoil lebih besar dibandingkan
tekanan yang terjadi di atas airfoil pada setiap angle of attack. Tekanan di
bawah airfoil menurun dan tekanan di atas airfoil meningkat setelah melewati
sudut stall sehingga terjadi penurunan nilai koefisien lift. Hal ini berkaitan
dengan distribusi kecepatan pada airfoil NACA 4412 yang dianalisa melalui
kontur kecepatan. Kecepatan aliran pada bagian atas airfoil lebih cepat
dibandingkan kecepatan aliran dibawah airfoil dikarenakan jarak yang
ditempuh aliran lebih panjang pada bagian atas airfoil. Sehingga, tekanan di
atas airfoil lebih rendah dibandingkan tekanan di bawah airfoil. Tetapi,
kecepatan aliran di atas airfoil menurun setelah melewati sudut stall sehingga
nilai tekanan meningkat dibagian atas airfoil.
5. Fenomena wake terlihat pada velocity streamline dan terjadi pada sudut serang
12°-16°. Peningkatan variasi kecepatan khususnya supersonic menimbulkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
peningkatan intensitas wake. Pada bilangan Mach subsonic intensitas wake
sangat kecil sehingga dengan mempertimbangkan nilai koefisien lift dan drag
pada setiap variasi bilangan mach dan angle of attack, airfoil NACA 4412
lebih cocok digunakan dalam penerbangan subsonic.
6. Stall angle airfoil NACA 4412 dalam penelitian ini terjadi pada sudut 8°. Hal
ini dikarenakan sudut 8° adalah sudut yang memiliki nilai koefisien lift
tertinggi dibandingkan sudut lainnya.
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan ada beberapa hal yang perlu dicermati
dan diperbaiki yaitu sebagai berikut:
1. Hasil dari penelitian akan lebih maksimal dengan menggunakan jenis mesh
structured. Sehingga, data dari hasil penelitian lebih detail dan akurat.
2. Penentuan angle of attack akan lebih baik jika dilakukan pada range yang
lebih rapat agar sudut stall yang diketahui lebih spesifik.
3. Alat yang digunakan berupa laptop akan lebih baik jika memiliki spesifikasi
lebih tinggi daripada yang digunakan dalam penelitian ini. Sehingga, proses
running dapat dilakukan lebih cepat dan metode pengujian dapat lebih
bervariasi.
4. Penelitian ini dapat ditingkatkan dengan bentuk analisis 3D serta dapat
ditambah dengan variasi yang lainnya berkaitan dengan solusi untuk
mereduksi intensitas turbulensi dan wake.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
DAFTAR PUSTAKA
Bannon, Mike. 3 May 2015."The Newton–Laplace Equation and Speed of Sound".
Thermal Jackets.
Batchelor, G.K. 1967. An Introduction to Fluid Dynamics. Cambridge University
Press. Great Britain : Cambridge University Press, reprint Publisher 2000.
Berliner , Don. 1997. "Aviation: Reaching for the Sky". The Oliver Press. Innovators,
3.
Date, Anil W. 2005. Introduction to Computational Fluid Dynamic. United Kingdom
: Cambridge University Press.
Houghton, E.L. Carpenter, P.W. Collicott, Steven and Valentine, Dan. 2013.
Aerodynamics for Engineering Students (Sixth Edition). Amsterdam :
Elsevier.
J. Blazek, 2001. Computational Fluid Dynamic : Principles and Applications. United
Kingdom : Elsevier.
Kevadiya, Mayurkymar. May 2013. CFD Analysis of Pressure Coefficient for NACA
4412. International Journal of Engineering Trends and Technology (IJETT).
Volume 4 Issue 5.
Landau, L. D., and E. M. Lifshits. 1987. Mekhanika sploshnykh sred, 2nd ed.
Moscow. Oxford, England ; New York : Pergamon Press, 1987. Course of
theoretical physics ; v.6.
Lubis, M. Mirsal. 2012. Analisis Aerodinamika Airfoil NACA 2412 pada Sayap
Pesawat Model Glider dengan Menggunakan Software Berbasis
Computational Fluid Dynamic untuk memperoleh Gaya Angkat Maksimum.
Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik. Jurnal e-Dinamis, Volume II,
No.2
Munson, Bruce R dkk. 2009. Solution Manual for Fundamentals of Fluid Mechanics,
6th Edition. Great Britain : Wiley.
Owen, kenneth. 2001. Concorde : story of a supersonic pioneer. "Updated and revised
edition of Concorde: new shape in the sky, which was first published in
1982"--Title page verso. Great Britain : Science Museum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Patel, Karna S. March 2014. CFD Analysis of an Aerofoil. International Journal of
Engineering Research. Volume No.3, Issue No.3, pp : 154-158.
Saxena, Gaurav dkk. June-July 2013. Aerodynamic analysis of NACA 4412 airfoil
using CFD. International Journal of Emerging Trends in Engineering and
Development. Issue 3, Vol.4.
Shao-wu LI. 2011. Effect of turbulence intensity on airfoil flow: numerical
simulations and experimental measurements. Shanghai University and
Springer-VerlagBerlin Heidelberg. Appl. Math. Mech. -Engl. Ed., 32.
Sharma, Abhay dkk. July 2014. CFD and Real Time Analysis of a Symmetric Airfoil.
International Journal of Reasearch in Aeronatical and Mechanical
Engineering. Vol.2 Issue.7.
Triatmodjo, Bambang. 2013. Hidraulika II cetakan ke-9. Yogyakarta : BETA
OFFSET.
Whei zang dkk. April 2015. Geometrical effects on the airfoil flow separation and
transition. Elsevier. Computers & Fluids 116 (2015) 60-73.
Whei zang dkk. Oktober 2015. Assessment of spanwise domain size effect on the
transitional flow past an airfoil. Elsevier. Computers and Fluids 124 (2016)
39–53.
White ,Frank M.. 1998. Fluid Mechanics Fourth Edition. United States : McGraw-
Hill Series in Mechanical Engineering.
Yasin, Ahmed Abd Ahmahmoud Ahmed. Elbashir, Abubaker Mohammed Ahmed.
February 2011. Simulation around airfoil NACA 4412. University of
Khartoum Faculty of engineering Mechanical engineering department. Msc
Renewable Energy Numerical Techniques.
Zuckerwar, A. J. 2002. "Handbook of the Speed of Sound in Real Gases," Academic
Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI