ANALISI PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE …eprints.undip.ac.id/28955/1/JURNAL_WITY.pdf · kurangnya...
Transcript of ANALISI PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE …eprints.undip.ac.id/28955/1/JURNAL_WITY.pdf · kurangnya...
1
ANALISI PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN
(Studi Pada Perusahaan yang Terdaftar di LQ45 Tahun 2005-2009)
Sawitri Sekaredi
Drs. Agustinus Santosa Adiwibowo M.si A.KT.
Universitas Diponegoro Semarang
ABSTRACT
This study discusses the influence between corporate governance
mechanisms with the company's financial performance. The measurement method
using multiple linear regression analysis to determine the corporate governance
gave positive effect on the financial performance of the company or not. The
sample used is a company that has consistently registered in LQ45. The indicators
of corporate governance mechanisms in this study is to measure the influence of
corporate governance on company financial performance, the mechanisms are :
the board of commissioners, board of independent commissioners, board of
directors, audit committee and institutional ownership with Tobin's Q is used to
measure the financial performance of companies based on market and Cash Flow
Return On Assets (CFROA) as a measure of performance based on the company's
operations.
The sample used in this study were 18 companies that consistently
registered as a company LQ45 period 2005 to 2009. The data samples taken from
the company's financial statements that have been published. The sampling
method used is purposive sampling.
The results of this research indicate that the institutional ownership has a
significant positive on the company's financial performance, independent
commissioners gave significant negative effect, the board of commissioners is not
significant positive, the board of directors has positive but not significant effect on
the operational performance, while for the market has a significant negative
effect, and the audit committee is not significant negative effect on the market but
significant negative affect based on company operations.
Keywords: corporate governance, Tobin's Q, Cash Flow Return On Assets
(CFROA) and corporate financial performance.
2
1. PENDAHULUAN
Isu mengenai Corporate Governance (CG) secara internasional diawali
dengan skandal terbesar dalam sejarah pasar modal dan bentuk korupsi korporasi
terbesar dalam sejarah Amerika Serikat yang terjadi pada perusahaan Enron yang
bergerak dibidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas dan komunikasi.
Skandal ini dibantu oleh salah satu KAP BIG 5 yaitu KAP Arthur Andersen.
Skandal Enron dilakukan oleh pihak eksekutif perusahaan, yaitu melakukan
mark-up laba perusahaan sebesar US$ 600 juta, dan menyembunyikan utangnya
sejumlah US$ 1,2 milliar. Hal ini dikarenakan Enron melakukan window dressing
pada laporan keuangannya. Kasus ini menyeret KAP Arthur Andersen yang
merupakan auditor Enron yang berakibat Arthur Andersen ditutup secara global.
Menurut Johnson (dalam Darmawati, dkk, 2004) di Asia sendiri, isu
mengenai CG berkembang setelah terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan sejak
tahun 1997. Lemahnya CG sering disebut sebagai salah satu penyebab krisis
keuangan di negara-negara Asia. Karena permasalahan CG yang terus
berkembang, mendorong perusahaan, investor dan juga pemerintah melakukan
penyusunan peraturan atau standar corporate governance.
Rendahnya corporate governance, hubungan invstor yang lemah,
kurangnya tingkat transparansi, ketidak efisienan dalam laporan keuangan, dan
masih kurangnya penegakan hukum atas perundang-undangan dalam menghukum
pelaku dan melindungi pemegang saham minoritas, menjadi pemicu dan alasan
beberapa perusahaan di Indonesia runtuh. Beberapa kasus yang terjadi di
Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT Kimia Farma Tbk juga melibatkan
pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya
manipulasi (Boediono, 2005). Sehingga dari kasus tersebut menyebabkan publik
kurang percaya terhadap keandalan pelaporan keuangan perusahaan dan
menyebabkan timbulnya krisis kepercayan. Dengan corporate governance,
diharapkan akan meningkatkan transparansi pelaporan keuangan dan mampu
mengangkat kinerja perusahaan.
3
2. TELAAH TEORI
2.1 Teori Agensi
Dasar untuk membahas corporate governance adalah teori agensi. Jensen
dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah
kontrak antara agent (manajer) dengan principal (investor). Konflik kepentingan
antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat
sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency
cost).
Karena teori keagenan merupakan konsep dasar dari corporate
governance, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan
kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah
mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana mereka
(investor) yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin
bahwa manajer tidak akan mencuri, menggelapkan atau menginvestasikan ke
dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau
kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para
investor mengontrol para manajer (shleifer dan Vishny dalam Sam’ani, 2008).
Kebutuhan informasi antara manajer dan investor adalah berbeda.
Asymmetric Information (AI), yaitu informasi yang tidak seimbang yang
disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal
dan agen. Dalam hal ini prinsipal seharusnya memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun
ternyata informasi tentang ukuran keberhasilan yang diperoleh oleh prinsipal tidak
seluruhnya disajikan agen (dikutip dalam Arifin, 2005). Hal ini yang
menyebabkan kurangnya transparansi kinerja agen dan dapat menimbulkan
manipulasi yang dilakukan oleh agen.
Karena timbulya agency problem sehingga biaya keagenan (agency cost)
juga timbul, yang menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari :
a. The monitoring expenditures by the principle. Biaya monitoring dikeluarkan
4
oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, termasuk juga usaha untuk
mengendalikan (control) perilaku agen.
b. The bonding expenditures by the agent. Biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk
menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan
merugikan prinsipal setelah adanya agency relationship.
c. The residual loss. Merupakan penurunan kesejahteraan prinsipal dan agen yang
disebabkan oleh tindakan agen sendiri.
Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu
kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymetry). Asimetri
antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earning
managements) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai
kinerja ekonomi perusahaan (Sam’ani,2008).
2.1.2 Corporate Governance
2.1.2.1 Pengertian Corporate Governance
Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara
kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan
istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara
pemilik modal dengan manajer adalah sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa
dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang
tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return, sehingga dibutuhkan
corporate governance untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik
dan manajer (Macey dan O’Hara, 2003).
Forum Corporate Governance In Indonesia (FCGI) mendefenisikan
corporate governance sebagai perangkat peraturan yang menetapkan hubungan
antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta
para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan.
5
2.1.2.2 Penerapan Prinsip-Prinsip Corporate Governance Untuk
Pengembangan Perusahaan Publik
Sebagai acuan praktik sistem tata kelola yang baik, komite nasional
kebijakan corporate governance mengacu pada prinsip yang diterbitkan oleh
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang
merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan penting dalam
pengembangan Good Governance baik untuk pemerintah maupun dunia usaha.
Pertama kali OECD mengeluarkan prinsip-prinsip corporate governance. Prinsip
dasar corporate governance yang dikeluarkan OECD dalam Herwidayatmo (2000)
adalah :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham.
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham.
Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan.
3. Keterbukaan dan Transparansi.
4. Akuntabilitas Dewan Komisaris (Board of Directors).
Prinsip-prinsip corporate governance dari The ASX corporate
governance atau nama lainnya The Principles of Good corporate
governance and Best Practice Recommendation adalah sebagai berikut:
1. Membangun landasan kerja yang kuat bagi manajemen perusahaan
dan Board of Directors (Establish solid foundation for management
and over Sight by the Board) untuk dapat mencapai tujuan bisnis mereka
secara berhasil, perusahaan wajib membangun kesadaran para anggota
manajemen atas hak dan tanggungjawab mereka. Board of D i r e c t o r s
w a j i b m e n g h a y a t i d a n melaksanakan hak mereka serta mengendalikan
dan mengawasi kegiatan bisnis perusahaan.
2. Menyusun struktur organisasi the Board of Directors yang dapat menjamin
efektivitas kerja dan meningkatkan nilai perusahaan (Structure the Board
to add value).
3. Mengembangkan kebiasaan mengambil keputusan yang etis dan dapat
6
dipertanggung jawabkan (Promote ethical and responsibly decision
making). Kebiasaan tersebut harus dimulai dari tingkat atas dalam organisasi
perusahaan.
4. Menjaga integri tas laporan keuangan (Safeguard integrity in
financial reporting) The ASX corporate governance Council
menganjurkan manajemen perusahaan publik menyusun laporan keuangan
tengah tahunan dan menyampaikannya kepada Board of Directors dan
selanjutnya The Board akan meneruskannya kepada para pemegang saham.
5. Mengungkapkan semua informasi tentang kondisi dan perkembangan
perusahaan kepada para pemegang saham secara tepat waktu dan seimbang
(Make timely and balanced disclosure).
6. Menghormati hak dan kepentingan para pemegang saham (Respect the
right of shareholders).
7. Mendasari adanya res iko bi sni s dan mengelolanya secara profesional
(Recognize and manage risk). Perusahaan yang ditata kelola secara sehat
tentu menyusun prosedur serta mengevaluasi resiko bisnis dan investasi yang
mungkin akan mereka hadapi, oleh sebab itu mereka harus mengelola
resiko bisnis secara profesional.
8. Mendorong peningkatan kinerja Board of Directors dan manajemen
perusahaan (Encourage enhanced performance).
9. Menjamin pemberian balas jasa pimpinan dan karyawan perusahaan secara
adil dan dapat dipertanggung jawabkan (Remunerate fairly and responsibly).
10.Memahami hak dan kepentingan para pemegang saham atau
stakeholders yang sah. (ASX, 2003).
2.1.2.3 Indikator Mekanisme Corporate Governance
2.1.2.3.1 Dewan Komisaris
Tanggung jawab utama dewan komisaris adalah memonitor kinerja
manajerial dan mencapai tingkat timbal balik (return) yang memadai bagi
7
pemegang saham. Di lain pihak, dewan juga harus mencegah timbulnya
benturan kepentingan dan menyeimbangkan berbagai kepentingan di perusahaan.
Selain itu ada yang berpendapat bahwa dewan komisaris merupakan inti dari
corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (Egon Zehnder Internastional, 2000 hal.
12-13 dalam Lestariningsih, 2008).
2.1.2.3.2 Dewan Komisaris Independen
Perusahaan yang sudah melakukan corporate governance diwajibkan
untuk mempunyai dewan komisaris independen. Dewan komisaris independen
anggotanya tidak berasal dari dewan komisaris, dewan direksi ataupun para
pemegang saham yang kuat. Karena dewan komisaris independen berfungsi
sebagai pemisah kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen.
Proporsi minimum dewan komisaris independen adalah 20% dari keanggotaan
dewan komisaris. Dewan komisaris independen diangkat melalui Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Dewan komisaris independen harus bukan berasal
dari para pemegang saham, bukan bagian dari anggota dewan direksi ataupun
anggota dari dewan komisaris (Tumbuan, 2005 dikutip dari IGRA, dalam Yonedi
dan Dewi, 2008).
2.1.2.3.3 Dewan Direksi
Adanya pemisahan peran dikarenakan indonesia mengadopsi two-tier
board maka pemisahan peran antara pemegang saham sebagai prinsipal dengan
manajer sebagai agennya, menyebabkan manajer pada akhirnya akan memiliki
hak pengendalian yang signifikan dalam hal mereka mengalokasikan dana
investor (Jensen & Meckling, 1976;Shleifer & Vishny, 1997). Selain itu Mizruchi
(1983) dalam Midiastuti dan Machfudz (2003) juga menjelaskan bahwa dewan
merupakan pusat dari pengendalian dalam perusahaan, dan dewan ini merupakan
penanggung jawab utama dalam tingkat kesehatan dan keberhasilan perusahaan.
8
Perusahaan Indonesia tidak diberi batasan berapa banyak seharusnya
jumlah dewan direksi. Peraturan hanya menyebutkan bahwa untuk sebuah
perusahaan perseroan terbuka yang menerbitkan surat pengakuan hutang wajib
mempunyai paling sedikit dua orang anggota direktur.
2.1.2.3.4 Komite audit
Komite audit dalam suatu perusahaan bertanggung jawab dalam
pelaporan keuangan perusahaan. Dengan adanya komite audit akan memperkecil
kemungkinan manajemen melakukan manajemen laba (earning management)
dengan cara melakukan pengawasan atas laporan keuangan dan pengawasan dari
audit eksternal.
Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan
perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara
pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen guna mengatasi
masalah pengendalian ataupun kemungkinan timbulnya agensi. Berdasarkan
surat edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari
sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit.
2.1.2.3.5 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh
pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri,
dana perwalian serta institusi lainnya pada akhir tahun (shien, , dkk 2006) dalam
anindhita (2010). Struktur kepemilikan perusahaan publik di Indonesia sangat
terkonsentrasi pada institusi. Institusi yang dimaksudkan adalah pemilik
perusahaan publik berbentuk lembaga, bukan pemilik atas nama peseorangan
pribadi. Mayoritas institusi adalah berbentuk perseroan terbatas (PT).
2.2 Kinerja Keuangan Perusahaan
Simons (2000) mengemukakan bahwa untuk menjamin tercapainya
9
tujuan-tujuan kinerja, para manajer harus merancang ukuran-ukuran hasil
yang diinginkan. Pengukuran keuangan dinyatakan dalam ketentuan
moneter. Sedangkan pengukuran bukan keuangan adalah data kuantitatif
yang diciptakan di luar sistem akuntansi formal.
2.2.1 Tobin’s Q
Rasio yang dianggap paling baik dalam memberikan informasi
dalam mengukur nilai pasar adalah Tobin’s Q. Menurut Sukamulja (2004)
rasio Tobin’s Q dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan
perusahaan, seperti hubungan antara kepemilikan manajemen dan nilai
perusahaan, hubungan antara kinerja manajemen dengan keuntungan
akuisisi, dan kebijakan pendanaan, dividen, dan kompensasi.
Rasio Tobin’s Q dapat mendeteksi prospek pertumbuhan dengan
baik. Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan
memiliki prospek pertumbuhan yang baik pula dan memiliki intingable
asset (aset tidak berwujud) yang semakin besar. Hal ini disebabkan karena
perusahaan yang memiliki nilai pasar yang tinggi akan menyebabkan
investor rela mengeluarkan pengorbanan lebih untuk memiliki perusahaan
tersebut. Perusahaan dengan nilai Tobin’s Q yang tinggi biasanya memiliki
brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan perusahaan yang
memiliki nilai Tobin’s Q yang rendah umumnya berada pada industri yang
sangat kompetitif atau industri yang mengecil (Brealey dan Myers, 2000
dalam Sukamulja, 2004).
2.2.2 CFROA
Cash Flow Return On Asset (CFROA) merupakan salah satu
pengukuran kinerja perusahaan yang menunjukkan kemampuan aktiva
perusahaan untuk menghasilkan laba operasi. CFROA lebih memfokuskan
pada pengukuran kinerja peusahaan saat ini dan CFROA tidak terikat
dengan saham (Cornettt et. Al 2006).
10
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Variabel Independen:
Mekanisme Corporate Governance
Sumber : Dikembangkan untuk penelitian ini
2.4 Pengembangan Hipotesis
2.4.1 Ukuran Dewan Komisaris dengan Kinerja Keuangan Perusahaan
Dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas
pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini
penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan
manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor.
Untuk mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan memiliki akses pada
informasi perusahaan. Selain memonitori dan memberi nasihat pada dewan
direksi sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995, fungsi Dewan komisaris adalah
untuk memastikan sebuah perusahaan telah melakukan tanggung jawab sosial
dan mempertimbangkan kebutuhan stakeholder sama baiknya dengan memonitor
keefektivan dari praktik corporate governance (National Code for Good
corporate governance, dikutip dari IGRA, dalam Yonedi dan Dewi, 2008).
H1a : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (Tobins’Q).
Ukuran Dewan
Komisaris
Variabel Dependen :
Kinerja Keuangan
• Tobins’Q
• CFROA
Ukuran Dewan Komisaris
Independen
Ukuran Dewan Direksi
Ukuran Komite Audit
Kepemilikan Institusional
11
H1b : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (CFROA).
2.4.2 Ukuran Dewan Komisaris Independen dengan Kinerja Keuangan
Perusahaan
Menurut Haniffa dan Cooke (2002), apabila jumlah komisaris
independen semakin besar atau dominan hal ini dapat memberikan power kepada
dewan komisaris untuk menekan manajemen untuk meningkatkan kualitas
pengungkapan perusahaan. Dengan kata lain, komposisi dewan komisaris
independen yang semakin besar dapat mendorong dewan komisaris untuk
bertindak objektif dan mampu melindungi seluruh stakeholder perusahaan.
H2a : Ukuran dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan (Tobins’Q).
H2b : Ukuran dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan (CFROA).
2.4.3 Ukuran Dewan Direksi dengan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sam’ani (2008) menyatakan bahwa dewan direksi dalam suatu perusahaan
akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan secara
jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu proporsi dewan (baik
dewan direksi maupun dewan komisaris) berperan dalam kinerja perusahaan dan
dapat meminimalisasi kemungkinan terjadinya permasalahan agensi dalam
perusahaan. Pfeffer & Salancik (dalam Bugshan , 2005) juga menjelaskan bahwa
semakin besar kebutuhan akan hubungan eksternal yang semakin efektif, maka
kebutuhan akan dewan dalam jumlah yang besar akan semakin tinggi.
H3a : Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (Tobins’Q).
H3b : Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (CFROA).
12
2.4.4 Ukuran Komite Audit dengan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sam’ani (2008) mengatakan bahwa komite audit mempunyai peran yang
penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan
keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang
memadai serta dilaksanakannya Good Corporate Governance. Dengan
berjalannya fungsi komite audit secara efektif, maka control terhadap perusahaan
akan lebih baik, sehingga konflik keagenan yang terjadi akibat keinginan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri dapat diminimalisasi.
H4a : Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (Tobins’Q)
H4b : Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (CFROA)
2.4.5 Kepemilikan Institusional dengan Kinerja Keuangan Perusahaan
Menurut Jensen dan Meckling (1976) kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama
yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Keberadaan investor
institusional dapat menunjukkan mekanisme corporate governance yang kuat
yang dapat digunakan untuk memonitor manajemen perusahaan.
H5a : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (Tobins’Q).
H5b : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (CFROA).
13
3. METODE PENELITIAN
3.1 Defenisi dan Operasional Variabel
3.1.1 Variabel Dependen
Sebagai variabel terikat (dependent variable) pada penelitian ini adalah
kinerja perusahaan yang diukur dengan menggunakan Tobin’s Q sebagai ukuran
penilaian pasar (klapper dan Love,2002) dan Cash Flow Return On Asset
(CFROA) sebagai ukuran kinerja operasional perusahaan (Corneet, dkk, 2006).
Tobin’s Q = (MVE + DEBT)
TA
Keterangan :
TA : Total aktiva.
MVE : Harga penutupan saham di akhir tahun buku x Banyaknya saham biasa
yang beredar.
DEBT : (Utang lancar-aktiva lancar) + Nilai buku sediaan + Utang jangka
panjang.
Dalam penelitian ini kinerja keuangan diukur dengan menggunakan
CFROA (Cash Flow Return On Asset) yang dalam hal ini arus kas mempunyai
nilai lebih untuk menjamin kinerja perusahaan (Bayu, 2010. Pradhono (2004)
mengatakan arus kas (Cash Flow) menunjukkan hasil operasi yang dananya telah
diterima tunai oleh perusahaan serta dibebani dengan beban yang bersifat tunai
dan benar-benar sudah dikeluarkan perusahaan.
CFROA = Ebit + Dep
Assets
Keterangan :
Assets : Total aktiva.
Dep : Depresiasi.
Ebit : Laba sebelum bunga dan pajak.
14
3.1.2 Variabel Independen
a. Dewan Komisaris
Variabel penelitian ini dengan mengukur banyaknya ukuran dewan komisaris.
b. Ukuran Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen diukur berdasarkan jumlah komisaris independen yang
terdapat dalam perusahaan.
c. Dewan Direksi
.Untuk penelitian ini menggunakan variabel dengan menghitung jumlah
dewan direktur dalam perusahaan (S. Beiner et al., 2003).
d. Komite Audit
Variabel ukuran komite audit ini diukur berdasarkan jumlah komite audit
yang terdapat pada profil perusahaan.
e. Kepemilikan Institusional
Dalam penelitian ini variabel institusional ownership diperoleh dari jumlah
persentase hak suara yang dimiliki oleh institusional ownership (S. Beiner et
al., 2003).
3.2 Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Jenis Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan
keuangan perusahaan yang sudah go public. Data data sekunder dalam penelitian
ini diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan dan catatan atas laporan
keuangan perusahaan. Data sekunder dapat diperoleh dari Pondok Bursa Efek
Indonesia dan www.idx..co.id. Dengan kriteria perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan yang telah mempublikasikan laporan keuangan tahunannya secara
periodik dari tahun 2005-2009.
2. Perusahaan yang konsisten masuk daftar perusahaan LQ 45 selama periode
waktu 2005-2009.
3.3 Metode Analisis
15
3.3.1 Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan Statistik Deskriptif untuk mengetahui
gambaran mengenai standar deviasi, rata-rata, minimum, maksimum dan variabel-
variabel yang diteliti. Statsitik deskriptif mendeskripsikan data menjadi sebuah
informasi yang lebih jelas dan mudah dipahami. Statistik deskriptif digunakan
untuk mengembangkan profil perusahaan yang menjadi sampel statsitik deskriptif
berhubungan dengan pengumpulan dan peningkatan data, serta penyajian hasil
peningkatan tersebut (Ghozali, 2006).
3.3.2 Uji Normalitas
Penelitian ini menggunakan Uji normalitas untuk mengetahui data
terdistribusi normal atau tidak serta menguji normalitas data yang digunakan pada
grafik histogram yang membandingkan distribusi komulatif dari distribusi normal.
Seperti diketahui bahwa uji t dan f mengamsumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Bila asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi
tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
3.3.3 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menghasilkan hasil yang baik
(BLUE= Best Linear Unbiased Effecient Estimator). Model regresi dikatakan
BLUE apabila tidak terdapat autokorelasi, multikolinearitas serta
heterokedastisitas. Uji asumsi klasik tersebut antara lain :
3.4 Analisis Regresi Linier Berganda
Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda. Adapun
model penghitungan regresinya adalah sebagai berikut :
Ya = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 +b4x4 +b5x5+ e
Yb = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 +b4x4 +b5x5+ e
Keterangan :
Ya = Kinerja keuangan dengan Tobin’s Q
16
Yb = Kinerja keuangan dengan CFROA
x1 = Ukuran dewan komisaris
x2 = Ukuran dewan komisaris independen
x3 = Ukuran dewan direksi
x4 = Ukuran komite audit
x5 = Kepemilikan institusional
a = Konstanta b = Koefisien regresi c = Koefisien error
3.5 Pengujian Hipotesis
3.5.1 Uji Nilai Fit
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-
sama atau simultan terhadap variabel terikat. Koefisien determinasi (R2) pada
intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
dependen.
3.5.2 Pengujian Parsial (uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas atau independent secara individual dalam meneangkan variasi
variabel dependen (Ghozali, 2006).
17
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini menggunakan seluruh perusahaan yang
terdaftar di LQ45 dan mempublikasikan laporan keuangan tahunannya di Bursa
Efek Indonesia (BEI) secara konsisten dari tahun 2005-2009. Kriteria yang
digunakan dalam penelitian sampel ini adalah perusahaan yang melakukan
pengungkapan corporate governance meliputi dewan komisaris, dewan komisaris
independen, dewan direksi, komite audit dan kepemilikan institusional dalam
laporan keuangannya dan konsisten terdaftar di LQ45
4.2 Analisis Data
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif
Sumber : Data sekunder yang diolah
Dari tabel di atas dapat terlihat untuk variabel dewan komisaris
mempunyai rentang antara 2 sampai 8 dengan rata-rata sebesar 4.54. Sementara
standar deviasi untuk dewan komisaris adalah 1.72 menunjukkan simpangan data
yang relatif kecil.
Variabel Range Minimum Maksimum Mean Std. Deviation
Dewan_Komisaris 6.00 2.00 8.00 4.54 1.72
Komisaris Independen 5.00 1.00 6.00 2.96 1.01
Dewan_Direksi 9.00 2.00 11.00 7.00 2.12
Komite_Audit 5.00 2.00 7.00 4.03 1.23
Kepemilikan Institusional 6.51 27.05 92.16 62.98 13.49
CFROA 1.62 -.01 1.62 .40 .36
TobinsQ 3.99 -2.23 1.76 .29 .54
18
Variabel komisaris Independen memiliki rentang antara 1 sampai dengan
6 dengan rata-rata 2.96, dan untuk standar deviasinya adalah 1.00 . Ini
menunjukkan simpangan data yang relatif kecil pada jumlah dewan komisaris
independen.
Variabel dewan direksi mempunyai rentang antara 2 sampai 11 dengan
rata-rata sebesar 7. Untuk standar deviasinya adalah 2.11. Maka semakin tinggi
jumlah dewan direksi maka semakin kompleks dan besar perusahaan.
Variabel komite audit terlihat memiliki rentang dari 2 sampai dengan 7
dengan nilai rata-rata kepemilikan komite audit pada sampel 4.03. Sementara
untuk standar deviasi dari komite audit adalah 1.23.
Variabel kepemilikan institusional memiliki rentang presentasi
kepemilikan 27.05% sampai dengan 92.16% sedangkan rata-rata saham yang
dimiliki oleh institusional lain dalam perusahaan sebesar 62.98%. Sementara
untuk standar deviasi adalah sebesar 13.49%.
Data rasio CFROA terendah adalah -0.01 sedangkan yang tertinggi
adalah 1.62, kemudian rata-rata CFROA 0.40 dengan standar deviasi 0.36. Karena
standar deviasi lebih kecil dari meannya sebesar 0.40 rentang datanya besar dan
data variabel CFROA dikatakan cukup baik. Untuk nilai negatif menunjukkan
perusahaan mengalami kerugian.
Data rasio untuk Tobin’s Q dengan nilai minimum adalah -2.23
sedangkan tertinggi sebesar 1.76 dengan nilai rata-rata 0.29. Sementara untuk
standar deviasinya adalah 0.54 Nilai negatif karena perusahaan mengalami
kerugian, tapi data ini dikatakan cukup baik karena nilai standar deviasi berada di
bawah nilai rata- rata.
4.2.1.1 Uji Autokorelasi
Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi adalah
dengan uji Durbin Watson (DW test). Terlihat dari tabel di bawah, tidak terjadi
autokorelasi.
19
Durbin Watson Test Bound
K=5
N Dl Du Dw
85 1.525 1.774 1.751
90 1.542 1.776 1.690
Sumber : Tabel Durbin Watson.
4.2.1.2 Model Fit Dari Variabel Dependen Kinerja Keuangan Perusahaan
Hasil adjusted R2 dengan menggunakan proksi Tobin’s Q adalah 0.11
,berarti variabel bebas dalam penelitian ini mampu menjelaskan varian untuk
Tobins’Q 11.1% dan selebihnya dijelaskan oleh faktor-faktor di luar variabel-
variabel tersebut. Hasil uji F menunjukkan bahwa Fhitung sebesar 3.18 dengan taraf
signifikan sebesar 0.01 (< 0.05).
Sedangkan Hasil adjusted R2 dengan menggunakan proksi CFROA adalah
0.26, berarti variabel bebas dalam penelitian ini mampu menjelaskan varian untuk
CFROA 26% dan selebihnya dijelaskan oleh faktor-faktor di luar variabel-
variabel. Hasil uji F menunjukkan bahwa Fhitung sebesar 7.18 dengan taraf
signifikan 0.00 sehingga (< 0.05).
4.2.1.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji-t)
Hasil Nilai T
Variabel Y = Tobins’q Y = CFROA
β T β T
Dewan Komisaris 0.19 1.64* 0.13 1.28*
Komisaris Independen -0.30 -2.32** -0.26 -2.21**
Dewan Direksi 0.08 0.66*** -0.26 -2.32**
Komite Audit -0.13 -1.11* -0.21 -2.07**
Kepemilikan Institusional 0.27 2.48** 0.24 2.44**
F
R2
0.01*** 0.16
0.00*** 0.30
20
Keterangan : *sig > 0.1 **Sig > 0.05
***Sig > 0.01
Kepemilikan institusional terhadap Tobin’s Q mempunyai taraf
signifikansi sebesar 0.015. Nilai signifikansi (< 0.05). Signifikansi (< 0.05)
ditemukan juga pada komisaris independen terhadap Tobins’Q sebesar 0.02.
Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan antara komisaris independen
dengan kinerja perusahaan. Namun karena menuju arah negatif sehingga hipotesis
ditolak. Signifikansi pada dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit yang
masing-masing 0.10, 0.51, 0.27 untuk penelitian ini hipotesis ditolak karena tidak
berpengaruh signifikan terhadap Tobin’s Q.
Pada uji t menggunakan proksi CFROA ada 4 variabel yang hasilnya
berpengaruh signifikan yaitu komisaris independen, dewan direksi, komite audit,
dan kepemilikan institusional. Komisaris independen, dewan direksi , dan komite
menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan
dengan proksi CFROA. Namun hasil koefisien variabel menuju negatif, maka
hipotesis ditolak. Kepemilikan institusional mempunyai thitung sebesar 2.43 dengan
taraf signifikansi 0.02 menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan dengan proksi CFROA dan koefisien variabel menuju
positif. Sehingga hipotesis 5 dalam penelitian ini diterima. Untuk ukuran dewan
komisaris signifikansi berada (>0.05) tetapi memiliki pengaruh positif sehingg
hipotesis ditolak.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Dewan Komisaris terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan
Hasil regresi untuk kedua model, baik menggunakan Tobin’s Q ataupun
CFROA menunjukkan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Yu (2006) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba yang diukur dengan menggunakan model
21
Modified Jones untuk mengukur discretionary accrual. Hal ini menandakan
bahwa makin sedikit dewan komisaris maka tindak kecurangan makin banyak
karena sedikitnya dewan komisaris memungkinkan bagi organisasi tersebut untuk
didominasi oleh pihak manajemen dalam menjalankan perannya. Chtourou,
Bedard, dan Courteau (2001) juga menyatakan hal yang sama dengan yu (2006)..
4.3.2 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan.
Hasil regresi dari penelitian ini meyimpulkan bahwa dewan komisaris
independen berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keuangan
perusahaaan. Pengukuran menggunakan Tobin’s Q maupun CFROA
menghasilkan hasil yang sama. Sehingga hipotesis untuk penelitian ini ditolak.
Ada beberapa alasan mengapa keberadaan dewan komisaris independen
kurang efektif dalam mengurangi manajemen laba dan meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan. Menurut Veronica dan Utama (2005) perusahaan
mengangkat dewan komisaris independen hanya dilakukan untuk pemenuhan
regulasi saja tapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan good corporate
governance di dalam perusahaan dan karena ketentuan minimum dewan komisaris
independen adalah 20% dirasa belum cukup tinggi untuk menyebabkan para
komisaris independen tersebut dapat mendominasi kebijakan yang diambil oleh
dewan komisaris.
4.3.3 Pengaruh Dewan Direksi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan.
Pengaruh kinerja keuangan berdasarkan Tobin’s Q, dewan direksi
menghasilkan positif tetapi tidak signifikan. Pandangan resources dependence
adalah bahwa perusahaan akan tergantung dengan dewannya untuk dapat
mengelola sumber dayanya secara baik. Tetapi dengan jumlah dewan direksi yang
lebih besar perusahaan tidak bisa melakukan koordinasi, komunikasi, dan
pengambilan keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang
22
memiliki direksi lebih sedikit (Jensen, 1993; Lipton dan Lorsch, 1992; Yermack,
1996).
Hasil yang diperoleh antara hubungan dewan direksi dengan kinerja
keuangan perusahaan (CFROA) hipotesisnya ditolak karena dewan direksi
berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eisberg et al. (1998) yang
menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara ukuran dewan dengan kinerja
perusahaan, dengan menggunakan sampel perusahaan di Finlandia.
4.3.4 Pengaruh Komite Audit Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan.
Hasil yang diperoleh dengan menggunakan proksi Tobin’s Q adalah
negatif tidak signifikan. Penelitian dengan hasil serupa telah dilakukan oleh
Mayangsari (2003) yang meneliti pengaruh keberadaan komite audit terhadap
integritas laporan keuangan, disimpulkan bahwa keberadaan komite audit
berhubungan negatif dengan integritas laporan keuangan.
Sedangkan dengan menggunakan proksi CFROA diperoleh hasil negatif
signifikan Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mayangsari (2003),
meneliti pengaruh keberadaan komite audit terhadap integritas laporan keuangan,
disimpulkan bahwa keberadaan komite audit berhubungan negatif dengan
integritas laporan keuangan. Integritas laporan keuangan adalah sejauh mana
laporan keuangan yang disajikan menunjukkan informasi yang benar dan jujur.
4.3.4 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan.
Pada penelitian ini variabel kepemilikan institusional menghasilkan
hubungan positif signifikan, baik menggunakan variabel dependen Tobin’s Q
maupun variabel dependen CFROA. Semakin tinggi tingkat kepemilikan
institusional maka manajemen laba cenderung lebih kecil karena investor
institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan
kepemilikannya yang besar ( Moh’d et al., 1998 dalam Midiastuty dan
23
Machfoedz, 2003). Midiastuty dan Machfoedz (2003) juga menyatakan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap discretionary
accrual sehingga kepemilikan saham oleh investor institusional dapat menjadi
kendala bagi perilaku oportunistik manajemen.
24
5. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan. CFROA positif tidak signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
2. Dewan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan. CFROA menunjukkan negatif signifikan.
3. Dewan direksi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja
keuangan . CFROA menunjukkan dewan direksi berpengaruh negatif
signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.
4. Komite audit berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan. CFROAmenunjukkan berpengaruh negatif signifikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan.
5. Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
5.2 Keterbatasan Penelitian
1. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini relatif sedikit,
mengakibatkan daya uji rendah dan tingkat keakuratan informasi relatif
kecil.
2. Penelitian ini memiliki keterbatasan pada generalisasi sampel yang
digunakan, hanya terbatas pada perusahaan – perusahaan yang konsisten
terdaftar di LQ45.
3. Nilai adjusted R2 yang diproksikan dengan Tobin’s Q hanya sebesar 11.1%
yang dapat dijelaskan oleh variabel independen mekanisme corporate
governance. Adjusted R2 yang diproksikan dengan CFROA hanya sebesar
26% yang dapat dijelaskan oleh variabel independen mekanisme corporate
governance.
25
5.3 Saran
1. Untuk annual report yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini,
diharap peneliti selanjutnya menggunakan periode yang lebih panjang agar
mampu mengukur tingkat efektivitas yang berhubungan dengan mekanisme
corporate governance lebih akurat.
2. Pelitian selanjutnya diharapkan menambah proksi dari corporate
governance, untuk menambah tingkat keakuratan hasil penelitian.
26
REFERENSI
Arifin, 2005.”Peran Akuntan Dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate
Governance pada Perusahaan di Indonesia (Tinjauan Perspektif Teori Keagenan). Disampaikan dalam Sidang Senat Guru Besar Universitas Diponegoro.
ASX, 2003.”Principles of Corporate Governance and Bes t P r ac t i c e Recommend a t ion .” Sidney, Australia, ASX Corporate Governance Council.
Baysinger, B., Kosnik, R.D., & Turk, T. A. 1991. Effect of Board and Ownership Structure on Corporate R&D Strategy. Academy of Management Journal, 34: 205-214
Beiner, S., W Drobetz, F. Schmid dan H. Zimmermann. 2003. “Is Board Size
An Independent Corpoate Governance Mechanism ?” http://www.wwz.unias.ch/cofi/publications/paoers/2003/06.03.pdf
Berghe, L. V., dan Ridder, L. D. 1999. Internatioanl Standardization of Good
Corporate Governance: Best Practices for The Board of Directors. Boston: Kluwer Academic Publisher.
Bugshan, Turki, 2005, Corporate Governance, Earning Management and the
information Content of Accounting Earnings, Theoritical Model an Empirical Test, A Dissertation, Bond University Quensland, Australia.
Corcello, Joseph V., Carl W. Hollingsworth., April Klein, and Terry. Neal, 2006.
“Audit Commitee Financial Expertise, Competing Corporate Governance
Mechanism, and Earning Management.”
Cornett, M., M.J. Marcuss., Saunders., dan Tehranian H, 2006.”Earnings
Management, Corporate Governance and True Financial Performance.” http://papers.ssrn.com.
Darmawati, D., Khomsiyah., Rahayu, G.R. 2004, “Hubungan Corporate
Governance dan Kinerja Perusahaan.” Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar.
Djoko Santoso Moeljono,2005.”Good Corporate Culture Sebagai Inti Dari
Good Corporate Governance.” Jakarta. Gramedia.
27
Eisenberg, T., Sundgren, S., Wells, M., “Larger Board and Decresing Firm Value in Small Firms”, Journal of Financial Economics, Vol. 48, 1998, pp. 35-54.
Eisendhardt, K. M. 1989. “Agency Theory: An Assesment and Review”.
Academy of Management Review, Vol. 14(1), pp.57-74. Fanny, Sisca, 2010. “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan
Kualitas Audit terhadap Kinerja Perusahaan.” Skripsi Universitas Diponegoro.
Fatma Wiadiatmaja, Bayu, 2010.”Pengaruh Mekanisme Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba dan Konsekuensi Manajemen Laba terhadap
Kinerja Keuangan”. Skripsi Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam, 2006.” Aplikasi Analisis Multivariate dengan Spss.” Badan
Penerbit Undip. Gunarsih, Tri. 2003. “Riset Empiris Dalam Corporate Governance.” Seminar
Sehari: Issues Application & Research In Corporate Governance Dalam
Rangka Launching Pusat Studi Corporate Governance FE UTY.
Haniffa, R.M. and Cooke T. E. 2002. “Culture, Corporate Governance and
Disclosure in Malaysian Corporations”. Abacus, Vol. 38 No. 3.
Husnan, Suad., 2001. Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: Perbandingan Kinerja Perusahaan Dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasional dan Bukan Multinasional. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, Ekonomi Vol. 1 No.1. Februari 2001:1-12.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007.” Standar Akuntansi Keuangan.” Jakarta. Salemba
Empat. Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Managerial
Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure.” Journal of Financial
Economics, vol.13, pp. 305-360.
Klapper, Leora F, and I. Love. 2002.” Corporate Governance, Investor Protection
and Performance in Emerging Markets, World Bank Working Paper.” http://ssrn.com.
Klein, A., 2002, Audit Commitee, Board of Director, Charateristics Economics
(33), pp. 375-400. Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004.” Pedoman Tentang Komisaris
28
Independen.” http://www.governance-indonesia.or.id/main.html Lestariningsih, 2008.” Peranan Penerapan Good Corporate Governance dalam
Pengembangan Perusahaan Publik.” Jurnal Spirit Publik. Vol.4, No.2. Hal:
113-122. McConnell, J.J. dan H. Servaes. 1990. “Additional Evidence on Equity Ownership
and Corporate Value.” Journal of Financial Economics, Vol.27, pp. 595-612. Mayangsari, Sekar. 2003. Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, serta
Mekanisme Corporate Governance terhadap Itegritas Laporan Keuangan. Makalah SNA VI, hlm 1255-1273.
Midiastuty, Pratana P., dan Mas’ud Machfoedz, 2003. Analisis Hubungan
Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Artikel
yang Dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi 6 Surabaya
tanggal 16-17 Oktober 2003.
Najib, Belloume, 2010.Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance pada
Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi Universitas Diponegoro.
Nuryanah. S. 2004. Analisis Hubungan Board Governance dengan Penciptaan Nilai Perusahaan. Studi Kasus Perusahaan-perusahaan Tercatat di BEJ. Tesis Pascasarjana FEUI.
OECD,2004. “Principles of Corporate Governance, Paris, France.” OECD
Publications Services. Pradhono dan Yulius Jogi Christiawan, 2004. “Pengaruh Economic Value
Added, Residual Income, Earnings dan Arus Kas Operasi Terhadap Return yang Diterima Oleh Pemegang Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Vol. 6 (November) : 140-166.
Purwanto, 2008.” Budaya Perusahaan.” Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Ramdhani, Fitri, 2009. “Analisis Pengaruh Penerapan Corporate Governance
dan Growth Opportunity Harga Saham Perusahaan Dalam Daftar CGPI yang Dirilis IICG Periode 2005-2008”. Jurnal Gunadarma.
Sam’ani, 2008.” Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Terhadap
Kinerja Keuangan Pada Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2004-2007.” Tesis. Universitas Diponegoro.
29
Siallagan, H dan Mas’ud Machfoedz, 2006. “Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional
Akuntansi IX IAI, Padang 2006.
Simons, Robert, 2000. “Performance Measurement And Control System
Implementing Strategy.” New Jersey: Prentice Hall, Inc. Siswanto Sutoyo, Aldridge John E, 2005.” Good Corporate Governance,
Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat,.”Jakarta, PT Damar Mulia Pustaka. Sukamulja, Sukmawati, 2004. “Good Corporate Governance di Sektor
Keuangan: Dampak GCG Terhadap Kinerja Perusahaan”. Volume 8, No. 1, Yogyakarta.
Swamidass, P.M dan Newel, W.T. 1987. Manufacturing Strategy,
Environmental Uncertainty And Performance: A Path Analitic Model Management Science, Vol. 33, no.4, pp. 509-525.
Xie, Biao., Wallace N. Davidson, and Peter J. Dadalt, 2003.”Earning Management
and Corporate Governance: The Roles Of The Board and The Audit Commitee.” Journal of Corporate Finance. Vol.9. hal.295-316.
Xiaonian Xu dan Yang Wang, 1999.”Ownership Structure, Corporet Governance:
The Case of Chinese Stock Company”. Venkatraman, N., dan Ramanujam, V. 1986. “Measurment of Bussiness
Performance In Strategy Research: A Comparison Approach. “ Academy of
Management Review Vol. 11, pp. 801-814.
Wedari, Linda Kusumaning, 2004. Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris
dan Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajmen Laba. Simposium Nasional Akuntansi 7 Denpasar tanggal 2-3 Desember 2004.
Wilopo, 2004. The Analysisi of Relationship of Independent Board of Directors,
Audit Committee, Corporate Performance, and Discretionary Accruals. Ventura Bolume 7 No. 1 April: 73-83
Wulandari, Ndaruningpuri, 2005.”Pengaruh Indikator Mekanisme Corporate
Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia.” Tesis. Universitas Diponegoro.
Yermack, D., 1996. Higher Market Valuation of Companies with Small Board of
Directors. Journal of Financial Economics 40, 185-211.
Yonnedi, Efa dan Dewi Yulia Sari, 2008.” Impact of Corporate Governance Mechanisms on Firm Performance;
30
Evidence from Indonesia’s State – Owned Enterprises (SOEs).” Jurnal
SNA X.
Young, M., “Accounting Irregularities and Financial Fraud: A Corporate Governance Guide”, Harcourt, Inc., 2000.
Yu, Frank, 2006. Corporate Governance and Earnings Management. Working
Paper.