ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG … · Berdasarkan analisa sistem tataniaga ......
Transcript of ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG … · Berdasarkan analisa sistem tataniaga ......
1
ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG
JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG
RATIZA ALIFA ASMARANTAKA
H34080148
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisa Tataniaga Kelapa
Sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah
Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Ratiza Alifa Asmarantaka
NIM H34080148
1
ABSTRAK
RATIZA ALIFA ASMARANTAKA. Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di Desa
Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi
Lampung. Dibimbing oleh POPONG NURHAYATI.
Desa Tanjung Jaya merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Lampung
Tengah yang merupakan daerah penghasil kelapa sawit di Provinsi Lampung yang
cukup potensial, mudah dijangkau, dan letaknya strategis dekat dengan dua lokasi
pabrik pengolahan, yaitu PT. Kalirejo Lestari dan PTPN VII Bekri. Dalam
memasarkan usahanya petani dibantu oleh pedagang pengumpul, dan agen
perantara. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa saluran tataniaga kelapa sawit
yang terbentuk di Desa Tanjung Jaya, mengetahui serta menganalisa fungsi
tataniaga yang terjadi pada sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya,
dan menganalisis efisiensi sistem tataniaga petani pada pemasaran kelapa sawit di
Desa Tanjung Jaya. Data diolah dan dianalisis dengan metode kuantitatif dan
kualitatif untuk mengetahui efisiensi tataniaga kelapa sawit. Penelitian analisa
kualitatif efisiensi tataniaga kelapa sawit meliputi lembaga dan saluran pemasaran
tataniaga, serta fungsi tataniaga. Penelitian analisa kualitatif efisiensi tataniaga
kelapa sawit ini dijelaskan secara deskriptif untuk menjabarkan semua detail dari
saluran pemasaran, fungsi pemasaran, serta permasalahan yang terjadi. Sedangkan
analisis kuantitatif dilakukan melalui pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share,
dan rasio keuntungan terhadap biaya. Berdasarkan analisa sistem tataniaga
disimpulkan bahwa saluran tataniaga yang melalui agen perantara lebih efisien.
Saluran tataniaga ini yang sebaiknya digunakan oleh petani di Desa Tanjung Jaya.
Alternatif lain yang diterapkan petani adalah meningkatkan kualitas TBS,
melakukan kemitraan dengan agen perantara, pedagang pengumpul, dan pabrik
pengolahan, menjaga kualitalitas TBS, serta mengikuti informasi mengenai
harga TBS, dan perkembangan pasar.
Kata Kunci : kelapa sawit, sistem tataniaga, efisiensi tataniaga
ABSTRACT
RATIZA ALIFA ASMARANTAKA. Analyze Of Palm Oil Marketing at Tanjung
Jaya Village, Bangun Rejo subdistrict, Lampung Tengah regency, Lampung
Province. Counseling by POPONG NURHAYATI.
Tanjung Jaya village is one of potential area in bangun rejo subdistrict,
Lampung Tengah regency, which produces palm on Lampung Province. The
location is easily reached and closed by two cultivate factories, PT. Kalirejo
Lestari and PTPN VII Bekri. For marketing their crops, the farmers helped by the
gatherer and supplier. The purposes of this research are to analyze the palm oil
marketing channel which is formed at Tanjung Jaya village, to analyze the
marketing function which occured on the palm oil marketing system at Tanjung
2
2
Jaya village, and to analyze the efficiency of farmer's marketing system on palm
oil marketing at Tanjung Jaya village. The data is made and analyzed by
quantitative and qualitative methods to know the efficiency of palm oil
marketing. The Qualitative analysis of palm oil marketing's efficiency includes
the institution and marketing channel and marketing function. This Qualitative
analysis of palm oil marketing's efficiency describes the marketing channel,
marketing function, and also the problems occured. The qualitative analysis
describes of marketing margin, farmer's share, and the profit ratio toward cost.
The result shows that there are two systems of oil palm marketing channel. The
first system is the channel which goes through the supplier, and the second oil
palm channel system is the channel which goes through is. Based on these
marketing system analysis, the conclusions this research sugest marketing channel
through supplier is more efficient. This marketing channel should be used by the
farmers at Tanjung Jaya village. Which can be applied by the farmers are
increasing the quality of TBS (fresh fruit bunch), partnering the suppliers,
collective sellers, and cultivate factories (processing unit), keeping the quality of
TBS (fresh fruit bunch), and also following the latest information of TBS (fresh
fruit bunch) and its market development.
Key words: palm oil, system, marketing, efficiency
3
ANALISA TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG
JAYA KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG
RATIZA ALIFA ASMARANTAKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
4
4
5
Judul Skripsi : Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan
Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung Nama : Ratiza Alifa Asmarantaka
NIM : H34080148
Disetujui oleh
Ir. Popong Nurhayati, MM
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
6
6
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah karunia dan hidayah-
Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Desember
2012 ini ialah Tataniaga Agribisnis, dengan judul Analisa Tataniaga Kelapa Sawit di
Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah Provinsi
Lampung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Gultom
selaku Manager pabrik pengolahan PT. Kalirejo Lestari dan bapak Andi Punoko selaku
Direktur utama PTPN VII Bekrie yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada teman-teman agribisnis 45 yang
selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Ratiza Alifa Asmarantaka
NIM H34080148
7
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3uang
Lingkup
TINJAUAN PUSTAKA 4
Hasil Tanaman dan Produk Utama Kelapa Sawit 4
Pemasaran dan Bisnis Kelapa Sawit 5
Hasil Penelitian Tentang Tataniaga 6
Penelitian Terdahulu 7
KERANGKA PEMIKIRAN 8
Kerangka Pemikiran Teoritis
Sistem Tataniaga
Lembaga dan Saluran Tataniaga
Fungsi Tataniaga 12
Pendekatan Struktur
Margin Tataniaga
Farmer’s Share
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi Tataniaga
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN 18
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga
Analisis Fungsi Tataniaga
Analisis Efisiensi Tataniaga
Analisis Margin Tataniaga 20
Analisis Farmer’s Share
Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22
Keadaan Umum Daerah Penelitian 22
Keadaan Umum Kecamatan Bangun Rejo
Keadaan Umum Desa Tanjung Jaya 23
Karakteristik Petani Responden 24
Karakteristik Responden Lembaga Tataniaga 26
Gambaran Umum Budidaya Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya 27
Pemilihan Lokasi Budidaya 27
Pembibitan 28
Vii
Viii
Ix
1
1
2
3
3
3
4
5
6
7
8
8
8
11
12
13
13
15
15
16
16
18
18
18
18
19
19
19
20
20
20
21
22
22
22
23
24
26
27
27
8
8
Penanaman 29
Pemeliharaan 31
Pemanenan 32
Budidaya Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya 33
HASIL DAN PEMBAHASAN 35
Sistem Tataniaga 35
Saluran Tataniaga 36
Saluran Tataniaga I 37
Saluran Tataniaga II 39
Fungsi-Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga 40
Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani 40
Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengumpul 41
Fungsi Tataniaga di Tingkat Agen Perantara 42
Fungsi Tataniaga di Tingkat Pabrik Pengolahan 42
Jumlah Pembeli dan Penjual Tataniaga Kelapa Sawit 4
Jenis dan Sifat Tanaman Kelapa Sawit
Hambatan dan Keluar Masuk Pasar
Informasi Pasar
Praktik Penjualan dan Pembelian
Sistem Penentuan Harga
Sistem Pembayaran
Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga
Analisis Margin Tataniaga 51
Analisis Farmer’s Share
Rasio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi Tataniaga 54
SIMPULAN DAN SARAN 56
Simpulan 56
Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 58
28
29
31
32
33
35
35
36
37
39
40
40
41
42
42
43
43
44
45
48
48
49
50
50
51
52
53
54
56
56
56
58
9
DAFTAR TABEL
1 Mata Pencaharian Penduduk Desa Tanjung Jaya
2 Karakteristik Responden Petani Kelapa Sawit Desa Tanjung Jaya
3 Karakteristik Individu Responden Lembaga Tataniaga Kelapa Sawit
Desa Tanjung Jaya 27
4 Standar Kematangan Buah Kelapa Sawit
5 Pola Saluran Tataniaga TBS Kelapa Sawit Desa Tanjung Jaya
6 Harga Beli, Harga Jual dan Keuntungan pada Masing-Masing Pola
Saluran Tataniaga TBS Kelapa Sawit 49
7 Marjin Tataniaga
8 Farmer’s Share Berdasarkan Pola Saluran Tataniaga
9 Rasio Keuntungan dan Biaya
10 Nilai Efisiensi Pemasaran pada Masing-Masing Pola
11 Saluran Tataniaga
23
25
27
38
39
49
51
53
54
54
55
10
10
DAFTAR GAMBAR
1 Konsep Marjin Pemasaran 14
2 Kerangka Pemikiran Operasional Sistem Tataniaga Kelapa
Sawit Desa Tanjung Jaya 17
3 Skema Pola Tataniaga Kelapa Sawit Desa Tanjung Jaya 35
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Luas areal dan produksi kelapa sawit provinsi lampung
tahun 2011 62
2 Luas areal dan produksi kelapa sawit PR kabupaten
lampung tengah tahun 2011 63
3 Luas areal dan produksi kelapa sawit kecamatan bangun rejo
kabupaten lampung tengah tahun 2011 64
4 Pabrik pengolahan kelapa sawit provinsi lampung
tahun 2010 65
5 Berita acara penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit
produksi pekebun bulan November 2012 66
6 Rincian biaya harga beli harga jual TBS kelapa sawit desa tanjung
jaya pada masing-masing pola saluran tataniaga 68
7 Contoh kartu timbang 70
8 Rekapitulasi data hasil penelitian 71
9 Kuisioner petani responden 74
10 Kuisioner lembaga tataniaga 76
11 Kuisioner penelitian 78
12 Potensi produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan umur dan
kelas lahan 81
13 Foto dokumentasipenelitian 82
14 Riwayat Hidup
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri di Indonesia merupakan
salah satu pembangunan bidang ekonomi dalam rangka meningkatkan lapangan
kerja serta mengembangkan wilayah, dan peningkatan pendapatan masyarakat
sekaligus peningkatan bagi devisa negara. Pembangunan sektor pertanian dan
industri memerlukan dukungan sektor lain seperti jasa perhubungan, perdagangan,
dan pelayanan keuangan perbankan. Keterkaitan antara sektor pertanian, industri,
jasa, dan sektor lain sangat penting dalam mewujudkan jaringan agroindustri dan
agribisnis. Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis,
menyerap tenaga kerja, meningkatkan devisa, dan mendorong industri lain untuk
lebih bersinergi. Pembangunan sektor pertanian dan sub sektor perkebunan di
Provinsi Lampung dalam rangka pengembangan wilayah, peningkatan
pendapatan, dan kesejahteraan petani dilaksanakan melalui berbagai
pengembangan komoditi perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, karet, tebu, dan
komoditi perkebunan lainnya.
Menurut data dari Dinas Perkebunan Provinsi Lampung pada tahun 2011
jumlah areal kelapa sawit mencapai 194.616 Ha, dengan produksi 390.906 ton
minyak sawit, Crude Palm Oil (CPO). Pengusahaan kelapa sawit dilakukan
melalui Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan
Perkebunan Rakyat (PR). Luas areal kelapa sawit PBN 11.787 Ha (6.05%), PBS
100.159 Ha (51.46%), dan PR 82.670 Ha (42.43%). Produktivitas kelapa sawit
PBN 3052 kg/Ha, PBS 3165 kg/Ha, dan PR 2914 kg/Ha. Pengusahaan Kelapa
Sawit PR di Provinsi Lampung Tahun 2011 rata-rata 0,7 Ha/Kk Dengan
Produktivitas 2,9 Ton CPO/Ha. Luas areal, Produksi, dan Produktivitas kelapa
sawit di provinsi Lampung tahun 2011 secara rinci dapat dilihat pada lampiran 2.
Luas areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 2011 di kabupaten Lampung
Tengah mencapai 10.537 Ha, dengan produksi 25.541 ton, dan produktivitas
3045 kg/Ha dengan melibatkan 15.053 KK petani. Sedangkan di kecamatan
Bangun Rejo, luas areal tanaman kelapa sawitnya mencapai 2.305 Ha, dengan
produksi 5.932.8 ton, produktivitas 3200 kg/Ha, dengan jumlah petani mencapai
1.700 KK. Luas areal, produksi, produktivitas, dan jumlah petani yang terlibat
dalam usahatani tanaman kelapa sawit kabupaten Lampung Tengah dan
kecamatan Bangun Rejo, tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Pengusahaan kelapa sawit PR mulai digiatkan pada awal tahun 1990, melalui
program pemerintah, bekerja sama dengan pihak PBN dan PBS, dengan konsep
kemitraan. Sebagai perusahaan inti adalah PBN dan PBS dan petani PR, melalui
kelompok-kelompok tani sebagai plasma dan selanjutnya melalui koperasi unit
desa (KUD) bekerja sama lebih lanjut dalam layanan pemasaran dan pengolahan
hasil dengan pabrik kelapa sawit (PKS) milik PBN dan PBS. Daftar nama
perusahaan pengolahan hasil produksi tanaman kelapa sawit di provinsi lampung
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pemerintah melalui dinas terkait yaitu, Dinas Perkebunan, Dinas
Perdagangan, dan Dinas Koperasi melakukan pembinaan teknis budidaya (on
farm) maupun pemasaran pengolahan hasil pasca panen (off farm). Permasalahan
2
2
yang dihadapi petani perkebunan rakyat (PR) dalam mengelola usaha tani kelapa
sawit adalah masih rendahnya produktivitas dan lemahnya akses dalam tata niaga
pemasaran dan pengolahan hasil.
Perumusan Masalah
Keberhasilan pengembangan kelapa sawit ditentukan oleh keberhasilan
usahatani, seperti penggunaan bibit unggul bermutu, penanaman, pemeliharaan,
pemupukan, dan pengendalian hama penyakit yang juga ditentukan oleh sistem
tataniaga dan pengolahan hasil. Petani perkebunaan rakyat (PR) dihadapkan pada
masalah teknis budidaya, seperti sulit serta mahalnya memperoleh bibit unggul
bermutu dan pupuk. Masalah lain yang dihadapi petani adalah pada proses pasca
panen, tataniaga, dan pengolahan hasil. Kelapa sawit di tingkat petani yang
dipasarkan berupa tandan buah segar (TBS), digunakan sebagai bahan baku atau
raw material untuk selanjutnya diolah di pabrik pengolahan kelapa sawit, antara
lain produk yang dihasilkan berupa minyak kelapa sawit (CPO). Ditingkat petani
upaya peningkatan kualitas dilakukan dengan menjaga tingkat kematangan buah,
menjaga kebersihan buah dari kotoran atau tangkai, dan memisahkan buah yang
hampa. Kualitas yang dihasilkan akan diperhitungkan di pabrik melalui potongan
rafraksi maupun sortasi.
Di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung
Tengah Provinsi Lampung terdapat dua unit pabrik pengolahan kelapa sawit yaitu
PT. Kalirejo Lestari milik perusahaan swasta dan PTPN VII Bekri milik
pemerintah. Karena jumlah pabrik pengolahan yang minim, para petani dan
pelaku tataniaga mengalami kerugian yang disebabkan oleh jumlah anrian
kendaraan dan volume kendaraan yang besar ketika menuju pabrik pengolahan
menyebabkan kualitas tandan buah segar (TBS) kurang baik. Petani juga
mempunyai keterbatasan di dalam sarana transportasi berupa kendaraan (pick up)
maupun truk untuk mengangkut hasil panen. Pengangkutan TBS dari kebun petani
ke lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit dilakukan oleh pedagang pengumpul
atau agen perantara. Pengolahan hasil panen dilakukan di pabrik kelapa sawit
milik perkebunan besar negara dan swasta. Petani perkebunan rakyat tidak turut
serta dalam menentukan tingkat harga. Informasi harga diperoleh para petani
melalui melalui agen perantara (supplier). Para petani dalam memasarkan TBS
berada pada posisi tawar yang rendah. Secara umum pada panen besar seperti
akhir tahun 2012 saat penelitian ini dilakukan harga tandan buah segar kelapa
sawit (TBS) sedang jatuh, harga yang ditetapkan hanya berkisar Rp. 700 / kg.
Sementara pada saat panen kurang baik, seperti pada bulan maret dan april 2013,
harga dapat mencapai Rp 1.500 / kg.
Berdasarkan pada uraian di atas, maka rumusan masalah dalam dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana saluran tataniaga yang dihadapi oleh petani kelapa sawit di
desa Tanjung Jaya?
2. Bagaimana penerapan fungsi–fungsi tataniaga pada komoditi kelapa sawit
di Desa Tanjung Jaya?
3. Apakah sistem tataniaga yang diterapkan oleh para petani di Desa
Tanjung Jaya, sudah efisien?
3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan maka adapun tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa saluran tataniaga kelapa sawit yang terbentuk di Desa Tanjung
Jaya.
2. Mengetahui serta menganalisa fungsi tataniaga yang terjadi pada sistem
tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya.
3. Menganalisa efisiensi tataniaga petani pada pemasaran kelapa sawit di Desa
Tanjung Jaya.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
1. Sebagai informasi bagi petani dan lembaga pemasaran untuk meningkatkan
kerjasama dan pendapatannya dalam proses tataniaga kelapa sawit di Desa
Tanjung Jaya.
2. Bahan informasi dan kajian ilmiah dalam perencanaan kebijakan sosial
ekonomi komoditas kelapa sawit serta mencari alternatif pemecahan masalah
tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya.
3. Sebagai bahan refrensi penelitian tentang sistem tataniaga selanjutnya.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu:
Lokasi penelitian terletak di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo,
Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Pilihan lokasi ini didasari
dengan mempertimbangkan bahwa Desa Tanjung Jaya merupakan salah satu
wilayah di Kabupaten Lampung Tengah yang cukup luas untuk pengembangan
kelapa sawitnya dan relatif dekat dengan dua lokasi pabrik pengolahan kelapa
sawit, yaitu pabrik pengolahan kelapa sawit milik pemerintah PTPN VII Unit
Usaha Bekri (±10 km), dan pabrik pengolahan kelapa sawit milik swasta PT. Kali
Rejo Lestari (±15 km). Penelitian ini lebih dititikberatkan pada sistem tataniaga
pemasaran kelapa sawit dari petani sampai ke pabrik pengolahan. Masalah teknis
budidaya tidak dilakukan penelitian lebih mendalam. Pengambilan sampel
dilakukan acak meliputi 32 orang petani responden yang tersebar di beberapa
dusun di wilayah desa Tanjung Jaya, kecamatan Bangun Rejo, kabupaten
Lampung Tengah, provinsi Lampung. Data yang digunakan adalah data primer
berupa pengamatan langsung dan hasil wawancara serta data sekunder. Data yang
digunakan merupakan data pemasaran dan penjualan TBS di PTPN VII Bekrie
dan PT. Kalirejo Lestari.
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil tanaman dan Produk Utama Kelapa Sawit
Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin,
sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak
sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan
sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu
melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai
daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang
kosmetik. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah.
Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah
menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan
minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan
memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan
baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri
kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil,
bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit
buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak
goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas
yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan
makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Buah
diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C.
Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan
cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan
cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan
ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan
ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Produk turunan CPO bisa
dipasarkan untuk perusahaan yang memproduksi minyak goreng kelapa sawit,
margarine, shortening, vanaspati (Vegetable ghee), ice creams, bakery fats,
instans noodle, sabun dan detergent, cocoa butter extender, chocolate dan
coatings, specialty fats, dry soap mixes, sugar confectionary, biskuit cream fats,
filled milk, lubrication, textiles oils dan bio diesel. Produk turunan minyak inti
sawit bisa dipasarkan untuk perusahaan yang memproduksi shortening, cocoa
butter substitute, specialty fats, ice cream, coffee whitener/cream, sugar
confectionary, biscuit cream fats, filled mild, imitation cream, sabun, detergent,
shampoo dan kosmetik. Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak
makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri
farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya
karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan
tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut
lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada
tubuh dalam bidang kosmetik.
Pemasaran dan Bisnis Kelapa Sawit
5
Secara historis pertumbuhan produksi minyak sawit dunia selama dua
dasawarsa terakhir ini mengalami kenaikan sekitar 7,3% pertahun. Perkembangan
minyak sawit dunia ini sangat dipengaruhi oleh produksi minyak sawit dari negara
Malaysia dan Indonesia yang memberikan kontribusi sebesar 80% dari produksi
dunia.Berdasarkan data Oil Word diperkirakan produksi CPO lima tahun ke depan
akan meningkat tapi lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi masyarakat dunia.
Tingkat produksi CPO dunia masih dikuasai oleh Malaysia dengan pengusaan
50% market dunia, sedangkan Indonesia berada pada tingkat kedua dengan 30%
penguasaan market dunia. Saat ini Indonesia dan Malaysia merupakan produsen
utama CPO dunia dengan menguasai lebih dari 80% pangsa pasar.
Negara-negara produsen lainnya, seperti Nigeria, Kolombia, Thailand, Papua
Nugini, dan bahkan Pantai Gading, boleh dibilang hanya menjadi pelengkap.
Malaysia menempati peringkat teratas dengan volume produksi pada 2003
mencapai 13,35 juta ton. Sementara Indonesia masih 9,75 juta ton. Menurut
ramalan Oil World, volume produksi CPO Indonesia pada 2010 bakal mencapai
12 juta ton.Namun, agaknya ramalan itu bakal meleset. Sebab, pada 2004 saja
volume produksi CPO Indonesia sudah mencapai 11,5 juta ton. Itu sebabnya
banyak kalangan optimis volume produksi CPO Indonesia bakal segera
mengalahkan Malaysia, terlebih jika melihat luas lahan di Malaysia yang kian
terbatas, sementara di Indonesia masih begitu luas. Produksi minyak sawit (CPO)
di dalam negeri diserap oleh industri pangan terutama industri minyak goreng dan
industri non pangan seperti industri kosmetik dan farmasi. Namun, potensi pasar
paling besar adalah industri minyak goreng.
Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk yang
berimplikasi pada pertambahan kebutuhan pangan terutama minyak goreng.
Sampai tahun 1997 produksi minyak goreng Indonesia baru mencapai 3,1 juta ton
dengan kontribusi minyak goreng sawit 2,3 juta ton (74 %). Kebutuhan untuk
memproduksi minyak goreng sawit sebesar itu memerlukan 3,3 juta ton minyak
sawit.
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini
adalah penelitian yang terkait dengan usahatani dan sistem tataniaga dari berbagai
komoditi tanaman perkebunan dilihat berdasarkan konsep saluran dan lembaga
pemasaran, fungsi, marjin pemasaran, farmer’s share dan struktur pasar. Berikut
adalah beberapa hasil penelitian mengenai kondisi tataniaga dari berbagai
tanaman perkebunan dan pertanian.
Lestari (2006) mengenai “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor – Faktor Produksi
dan Pendapaan Petani Tebu Lahan Kering” (studi kasus : kecamatan Trangkil
wilayah kerja PG Trangkil Kabupaten Pati – Jawa Tengah). Penelitian ini
membahas pengaruh faktor – faktor produksi terhadap pendapatan usahatani tebu
tanam dan tebu keprasan. Alat analisis yang digunakan adalah fungsi
produksi Cobb – Douglas dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C
rasio). Persamaan penelitian ini adalah komoditi yang diteliti sama-sama berasal
dari tanaman perkebunan. Perbedaannya adalah topik penelitian dan dengan
penggunaan metode analisis yang digunakan dalam penelitian Sri Suci Purbo
Lestari menggunakan fungsi produksi Cobb–Douglas dan analisis R/C rasio
6
6
sedangkan topik penelitian ini adalah sistem tataniaga yang menggunakan marjin
pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Lokasi penelitian Lestari
di Kabupaten Pati sedangkan penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung
Tengah.
Maimun (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Usaha
Tani, Nilai Tambah, dan Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non
Organik Aceh Tengah” (Studi Kasus: Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di
Banda Aceh). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan kuantitaif. Hasil dari penelitian mengenai saluran pemasaran kopi arabika
organik dan non organik memiliki satu saluran pemasaran, yaitu petani –
pedagang pengumpul desa – pedagang pengumpul kota (besar) – industri bubuk
kopi ulee kareng. Saluran pemasaran yang lebih efisien adalah saluran pemasaran
kopi arabika non organik karena memiliki marjin dan farmer’s share yang lebih
besar. Perbedaan marjin dan farmer’s share diantara kopi arabika organik dan non
organik kecil sehingga marjin dan farmer’s share harus lebih ditingkatkan.
Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu meningkatkan
kualitas produknya.
Yenni (2005) mengenai “Optimalisasi Pengadaaan Tebu Sebagai Bahan Baku
Gula” (studi kasus : PT Gunung Madu Plantations, Lampung Tengah). Penelitian
ini membahas mengenai perlunya optimalisasi sumber daya yang dimiliki oleh
PT. GMT untuk meningkatkan keuntungan dan pengadaan tebu yang optimal.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis sensitivitas dan
analisis post optimal. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah program
liniear yang mengasumsikan model mempunyai sifat linearitas, proporsionalitas,
additivitas, divisibilitas, dan deterministik. Persamaan penelitian ini adalah
komoditi yang diteliti merupakan tanaman perkebunan dan merupakan bahan
baku yang digunakan pada industri pengolahan. Perbedaannya adalah metode
analisis yang digunakan dalam penelitian Yenny menggunakan program liniear
sedangkan penelitian ini menggunakan marjin pemasaran, farmer’s share, rasio
keuntungan dan biaya. Metode analisis data yang dilakukan pada penelitian
sebelumnya dengan menggunakan dua cara yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif, Analisis kualitatif digunakan dalam analisis sistem tataniaga, analisis
fungsi-fungsi tataniaga, analisisstruktur pasar dan analisis perilaku pasar. Analisis
kuantitatif digunakan dalam menghitung marjin tataniaga, farmer’s share dan
rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis terhadap saluran tataniaga
memperlihatkan bahwa jumlah saluran tatniaga untuk setiap komoditas bervariasi.
Banyaknya jumlah saluran tataniaga terutama dipengaruhi oleh jumlah lembaga
tataniaga yang terlibat dan jangkauan daerah distribusi dari komoditi yang
dipasarkan. Jika jumlah lembaga tataniaga yang terlibat sedikit maka saluran
pemasaran akan sedikit dan sebaliknya jika jumlah lembaga tataniaga yang
terlibat banyak maka saluran pemasaran juga akan banyak. Selain itu, semakin
luas jangkauan distribusi suatu komoditas maka akan semakin banyak saluran
tataniaga yang terlibat.
7
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan
dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan
adalah sistem tataniaga, lembaga dan saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga,
efisiensi tataniaga, farmer’s share, marjin pemasaran, serta rasio keuntungan
terhadap biaya pemasaran.
Tataniaga
Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen
(petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat kaitannya dengan kegiatan
pemasaran. Tataniaga disebut juga pemasaran atau marketing merupakan salah
satu bagian dari ilmu pengetahuan ekonomi (Limbong dan Sitorus 1987).
Pemasaran adalah proses yang mengakibatkan aliran produk melalui suatu sistem
dari produsen ke konsumen (Downey and Erickson 1992).
Hanafiah dan Saefuddin (2006) menjelaskan bahwa aktivitas tataniaga erat
kaitannya dengan penciptaan atau penambahan nilai guna dari suatu produk baik
barang atau jasa, sehingga tataniaga termasuk ke dalam kegiatan yang produktif.
Kegunaan yang diciptakan oleh aktivitas tataniaga meliputi kegunaan tempat,
kegunaan waktu dan kegunaan kepemilikan.
Menurut Asmarantaka (2009) pengertian tataniaga dapat ditinjau dari dua
aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek manajemen.
Pengertian tataniaga dari aspek ilmu ekonomi adalah :
1. Tataniaga (pemasaran) produk agribisnis merupakan keragaan dari semua
aktivitas bisnis dalam mengalirkan barang atau jasa dari petani produsen
(usahatani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga menjembatani jarak antara
petani produsen dengan konsumen akhir (Kohl and Uhl 2002, diacu dalam
Asmarantaka 2009)
2. Tataniaga pertanian merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan dalam
menggerakkan input atau produk dari tingkat produksi primer hingga
konsumen akhir. Tataniaga merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub
sistem dari fungsi-fungsi tataniaga (fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
fasilitas) yang pelaksana fungsi tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga
tataniaga (Hammond and Dahl 1977 diacu dalam Asmarantaka 2009)
3. Rangkaian fungsi-fungsi tataniaga merupakan aktivitas bisnis dan merupakan
kegiatan produktif sebagai proses meningkatkan atau menciptakan nilai
(value added) yaitu nilai guna bentuk (form utility), tempat (place utility),
waktu (time utility) dan kepemilikan (possession utility). Petani/peternak
dalam proses produksi merubah input-input pertanian menjadi output produk
pertanian (nilai guna bentuk dan kepemilikan). Pedagang pengumpul,
mengumpulakan produk dan mengemas, kemudian menjual (nilai guna
kepemilikan dan tempat). Pabrik penggilingan tepung dan pembuat kue
kemudian menjual kue (nilai guna bentuk dan tempat). Pabrik pengolah
memanfaatkan output dari petani sebagai bahan baku (gandum) menjadi
tepung dikemas dan kemudian menjual tepung ke grosir (nilai guna bentuk
8
8
dan kepemilikan), grosir ke pedagang eceran (nilai guna tempat dan waktu)
yang akhirnya ke pabrik roti (nilai guna bentuk) dan konsumen akhir
(kepuasan). Dari proses tataniaga ini banyak nilai guna yang terjadi dan
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
4. Tataniaga pertanian merupakan salah satu sub-sitem dari sistem agribisnis
yaitu sub-sistem sarana produksi pertanian, usahatani (produksi primer),
tataniaga dan pengolahan hasil pertanian dan sub-sistem penunjang
(penelitian, penyuluhan, pembiayaan, kebijakan tataniaga). Pelaksanaan
aktivitas tataniaga merupakan faktor penentu efisiensi dan efektivitas dari
pelaksanaan sistem agribisnis.
Sementara itu dari aspek manajemen tataniaga merupakan suatu proses sosial
dan manajerial yang didalamnya individu atau kelompok mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan
mempertukarkan produk yang bernialai dengan pihak lain.
Menurut Asmarantaka (2009), dalam menganalisis suatu sistem tataniaga
dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Fungsi
Merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui beragam fungsi
tataniaga yang diterapkan dalam suatu sistem tataniaga dalam upaya
menciptakan efisiensi pemasaran serta mencapai suatu tujuanya itu
meningkatkan kepuasan konsumen. Fungsi-fungsi tataniaga meliputi fungsi
pertukaran yang meliputi fungsi pembelian, penjualan dan fungsi
pengumpulan; fungsi fisik yang terdiri dari fungsi penyimpanan,
pengangkutan dan pengolahan; dan fungsi fasilitas yang merupakan fungsi
yang memperlancar pelakasanaan fungsi pertukaran dan fungsi fisik,
fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi
penanggungan risiko dan fungsi intelijen pemasaran.
2. Pendekatan Kelembagaan
Merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui para pelaku
serta pihak – pihak yang terlibat dalam suatu sistem tataniaga. Para pelaku
yang terlibat dalam aktivitas tataniaga dikelompokkan dalam kelembagaan
tataniaga. Kelembagaan tataniaga adalah berbagai organisasi bisnis atau
kelompok bisnis yang melaksanaka atau mengembangkan aktivitas bisnis
berupa kegiatan – kegiatan produktif yang diwujudkan melalui pelaksanaan
fungsi-fungsi tataniaga. Para pelaku dalam aktivitas tataniaga terdiri dari
pedagang perantara (merchant middlemen), agen perantara (agent
middlemen), spekulator (speculative middlemen), pengolah dan pabrikan
(processors and manufactures) dan organisasi (facilitative organization).
3. Pendekatan Sistem
Pendekatan ini merupakan untuk mengetahui efisiensi serta kontinuitas
dari pelaksanaan suatu sitem tataniaga. Seperti yang telah dijelaskan pada
pendekatan kelembagaan bahwa dalam suatu sistem tataniaga terdapat
berbagai pelaku/lembaga tataniaga yang terlibat. Para pelaku/lembaga
tataniagadapat dipandang sebagai suatu sistem perilaku yang digunakan
dalam membuat suatu keputusan khusunya yang terkait dengan kegiatan
pemasaran/tataniaga dari suatu produk. Pendekatan ini terdiri dari input-
output system, power system, communications system, dan the behavioral
system for adapting to internal- external change.
9
Definisi tataniaga juga adalah sebagai wujud serangkaian aktifitas dari
fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input ataupun produk
mulai dari titik produksi primer sampai ke konsumen akhir (Hammond dan Dahl,
1977). Menurut Kotler (2002), tataniaga adalah suatu proses sosial yang yang
didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain.
Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa tataniaga mencakup segala
aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan
saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan
distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya
kegiatan-keAgiatan tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari
barang yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan
kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen. Sehingga tataniaga dapat
didefinisikan sebagai fungsi yang digunakan untuk menggerakan produk jadi dari
produsen hingga konsumen akhir.
Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa tataniaga adalah seluruh aktivitas
bisnis yang terlibat dalam arus produk dan pelayanan dari titik awal produk
tersebut dihasilkan hingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen.
Menurut Kohl dan Uhl (2002), mendefenisikan tataniaga pertanian merupakan
keragaman dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas
pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang
mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga
dapat dilakukan melalui lima pendekatan (Purcell, 1977; Gonarsyah, 1996/1997;
Kohls dan Uhl, 1990 dan 2002) dalam Asmarantaka (2009), yaitu:
1. Pendekatan Fungsi (The Functional Approach); yang terdiri dari fungsi
pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan
dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, resiko dan
informasi pasar).
2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach); yang terdiri dari
pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi yang
memberikan fasilitas pemasaran.
3. Pendekatan Komoditas (Commodity Approach); pendekatan ini menekankan
kepada apa yang diperbuat dan bagaimana penanganan terhadap komoditi
sepanjang gap antara petani (the original point of production) dengan
konsumen akhir. Dengan demikian pendekatan ini menggambarkan agar
penanganannya efisien.
4. Pendekatan Sistem (System Approach); pendekatan ini mempunyai arti
menekankan kepada keseluruhan sistem, efisien dan proses yang kontiniu
membentuk suatu sistem. Dengan demikian pendekatan ini menganalisa
keterkaitan yang kontiniu diantara subsistem- subsistem (misalnya subsitem
pengumpulan atau penyediaan bahan baku, pengolahan dan distribusi) yang
memberikan tingkat efisiensi tinggi.
5. Pendekatan Analisa Permintaan dan Harga; titik tolaknya adalah pendekatan
analitis dari kegiatan ekonomi di bidang pemasaran antara petani dan
konsumen. Kegiatan ekonomi disini adalah berhubungan dengan proses
transformasi komoditas usahatani menjadi bermacam-macam produk yang
diinginkan oleh konsumen. Proses transformasi ini pada asasnya adalah
10
10
penciptaan suatu komoditas lebih berguna bagi konsumen.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2002), panjang pendeknya saluran tataniaga
yang dilalui tergantung pada beberapa faktor :
1. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan
konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh suatu produk.
2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus
segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang
pendek dan cepat.
3. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka
jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak
menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan
demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan dengan demikian
saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.
4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat
cenderung akan memperpendek saluran tataniaga. Produsen yang posisi
keuangan kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak
dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata
lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran
tataniaga.
Lembaga dan Saluran Tataniaga
Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan
kegiatan atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari
pihak produsen sampai pihak konsumen. Istilah lembaga tataniaga
ini termasuk produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa.
(Hanafiah dan Saeffudin, 2002). Keberadaan lembaga – lembaga tataniaga
dimulai ketika produk dihasilkan oleh produsen primer hingga suatu
produk siap dikonsumsi oleh konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus
(1985), lembaga pemasaran merupakan suatu badan yang
menyelenggarakan kegiatan tataniaga atau pemasaran, yang menurut
fungsinya dapat dibedakan atas :
a. Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga – lembaga yang menjalankan
fungsi fisik, misalnya badan pengangkut atau transportasi.
b. Lembaga perantara tataniaga adalah suatu lembaga khusus yang
melakukan fungsi pertukaran.
c. Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga yang menjalankan fungsi
fasilitas seperti Bank, Lembaga Perkreditan Desa, KUD.
Selain itu, lembaga pemasaran juga dibedakan menurut penguasaan
terhadap barang, yang terdiri dari :
a. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang,
misalnya agen, perantara dan broker. Badan – badan ini menjalankan
fungsinya untuk mempertemukan atau menyampaikan produk dari
produsen ke konsumen. Penguasaan terhadap barang dimaksudkan
bahwa perantara tidak berhak atas barang namun ia boleh
menyimpan, mengadakan sortasi serta melakukan pengepakan
kembali.
b. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang, seperti
11
pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir/importir.
Badan yang tergolong pada kelompok ini menjalankan fungsinya
untuk memiliki dan menguasai barang dengan cara membeli barang
tersebut terlebih dahulu sebelum dijual kembali. Badan ini akan
menanggung risiko ekonomi maupun teknis.
c. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang,
yaitu badan yang menjalankan fungsi sebagai fasilitas pengangkutan,
pergudangan, asuransi dan lain – lain.
Produsen merupakan pihak yang berperan sebagai penyedia produk
baik produk sebagai bahan konsumsi ataupun produk yang digunakan
sebagai bahan baku bagi industri terkait. Kemudian terdapat pedagang
perantara yang fungsinya menyalurkan produk dari produsen ke konsumen
apabila terdapat jarak dan ktiadaan akses bagi produsen untuk menyalurkan
produknya secara langsung kepada konsumen. Menurut Asmarantaka
(2009) yang termasuk kedalam kelompok pedagang perantara adalah
pedagang pengumpul (assembler), pedagang eceran (retailer) dan
pedagang grosir (wholesalers). Pedagang grosir adalah pedagang yang
menjual produknya kepada pedagang eceran dan pedagang lainnya.
Biasanya volume usaha relatif besar daripada pedagang eceran. Pedagang
eceran adalah pedagang yang menjual produknya langsung untuk
konsumen akhir.
Selain itu, adapula yang disebut dengan agen perantara. Mereka
yang tergolong dalam kelompok agen perantara melaksanankan fungsi
tataniaga tertentu dengan menerima komisi sebagai balas jasa. Sementara
itu, ada juga yang disebut sebagai spekulator. Spekulator adalah pedagang
perantara yang membeli atau menjual suatu produk dan memanfaatkan
serta mencari keuntungan dari adanya pergerakan harga pada
komoditi/produk tersebut. Lembaga lain yang berperan dalam aktivitas
tataniaga adalah pengolah dan pabrikan. Kelompok ini berfungsi dalam
merubah suatu produk yang merupakan bahan baku sehingga menjadi
bahan setengah jadi atau produk akhir yang siap untuk dikonsumsi.
Organisasi juga bias menjadi lembaga atau pelaku dalam tataniaga,
misalnya pemerintah yang dalam hal ini berupaya menciptakan kebijakan
serta peraturan yang terkait dengan aktivitas tataniaga dan perdagangan
selain itu keterlibatan asosiasi eksportir dan importer juga dapat
dikategorikan sebagai lembaga tataniaga.
Penyaluran produk dari produsen hingga ke tangan konsumen yang
telah melibatkan berbagai lembaga tataniaga akan membentuk suatu
saluran tataniaga (marketing channel). Saluran pemasaran dapat
didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang
mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang
atau jasa tertentu sehingga berpindah dari produsen ke konsumen (
Limbong dan Sitorus 1987). Menurut Downey dan Erickson (1992)
salauran pemasaran adalah jejak penyaluran barang dari produsen ke
konsumen akhir.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2002), panjang pendeknya
saluran tataniaga yang dilalui tergantung pada beberapa faktor :
a. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara
12
12
produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang
ditempuh oleh suatu produk.
b. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak
harus segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki
saluran yang pendek dan cepat.
c. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka
jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak
menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan
demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan dengan demikian
saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.
d. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya
kuat cenderung akan memperpendek saluran tataniaga. Produsen yang
posisi keuangan kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih
banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah.
Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung
memperpendek saluran tataniaga.
Fungsi Tataniaga
Tataniaga merupakan suatu kegiatan produktif yang mencakup
proses pertukaran serta serangkaian kegiatan yang terkait pada proses
pemindahan produk baik berupa barang ataupun jasa dari sektor produksi
ke sektor konsumsi. Beragam kegiatan produktif yang terdapat di
dalam sistem tataniaga disebut dengan fungsi tataniaga. Pelaksanaan
fungsi – fungsi tataniaga akan menetukan efisiensi dari pelaksanaaan suatu
sitem tataniaga. Tujuan dari pelaksanaan fungsi tataniaga adalah untuk
meningkatkan kepuasan konsumen. Kemampuan suatu produk untuk
memuasakan keinginan konsumen dapat diukur dengan utilitas yang
mampu diberikan oleh produk tersebut. Utilitas merupakan nilai guna suatu
produk yang meliputi nilai guna bentuk yaitu bagaimana menciptakan
produk memiliki nilai guna misalnya dengan mengolah bahan mentah
menjadi barang jadi; nilai guna waktu yaiu membuat produk tersedia pada
waktu yang tepat sesuai dengan keinginan konsumen; nilai guna tempat
yaitu menyediakan produk di tempat yang sesuai bagi konsumen yang
membutuhkan; serta nilai guna kepemilikan yaitu bagaimana produk bisa
untuk dimiliki serta digunakan oleh konsumen.
Menurut Limbong dan Sitorus (1985) fungsi tataniaga
(pemasaran) dikelompokkan sebagai berikut :
1. Fungsi Pertukaran yang merupakan kegiatan dalam upaya memperlancar
pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi
pertukaran meliputi fungsi penjualan dan fungsi pembelian.
- Fungsi penjualan, merupakan pengalihan produk kepada pihak pembeli
dengan tingkat harga tertentu sebagai akibat dari pemberian nilai tambah dari
produk tersebut. Fungsi penjualan diperlukan untuk melakukan penjualan
produk yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen dilihat dari jumlah,
bentuk dan mutu pada tempat dan waktu yang tepat.
- Fungsi pembelian terhadap produk–produk pertanian dilatarbelakangi oleh
beragam kebutuhan konsumen diantaranya pembelian untuk konsumsi
13
langsung ataupun pembelian untuk bahan baku produksi seperti pembelian
yang dilakukan oleh pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi barang
setengah jadi ataupun barang jadi yang siap pakai.
2. Fungsi Fisik merupakan semua aktivitas yang langsung berhubungan
dengan barang dan jasa sehingga memiliki nilai kegunaan tempat, bentuk dan
waktu. Fungsi ini terdiri dari :
- Fungsi pengangkutan, yaitu pemindahan barang-barang dari tempat
produksi/tempat penjualan ke tempat-tempat dimana barang-barang tersebut akan
dipakai. Proses pengangkutan akan menciptakan nilai guna tempat dan waktu.
Dalam fungsi ini tentunya aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh pelaku
tataniaga adalah penggunaan alternatif sarana pengangkutan yang selanjutnya
akan mempengaruhi biaya pengangkutan. Besarnya biaya pengangkutan yang
dikeluarkan akan berdampak pada penentuan dari harga produk tersebut ketika
sampai di tangan konsumen. Proses pengangkutan juga sangat bergantung pada
efektifitas dalam informasi dan komunikasi serta pemanfaatan teknologi yang
ada sehingga efisiensi dalam proses pengangkutan dapat tercapai.
- Fungsi penyimpanan, berarti menahan barang – barang selama jangka
waktu tertentu sejak produk dihasilkan atau diterima hingga sampai ke proses
penjualan. Kegiatan penyimpanan menciptakan nilai guna waktu pada produk.
Proses penyimpanan pada produk pertanian dilakukan mengingat produk –
produk pertanian memiliki karakteristik khusus yang bersifat musiman namun
terkadang produk – produk ini dikonsumsi sepanjang tahun. Pelaksanaan fungsi
penyimpanan dapat memperkecil terjadinya fluktuasi harga antara musim panen
dan musim paceklik.
- Fungsi pengolahan, merupakan suatu upaya mengubah bahan mentah
menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi yang siap pakai. Fungsi
pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang dalam rangka
memperkuat daya tahan barang maupun sebagai upaya untuk meningkatkan
nilai produk. Fungsi ini menciptakan nilai guna bentuk pada suatu produk.
Kegiatan pengolahan erat kaitannya dengan kegiatan penyimpanan khususnya
pada produk yang sifatnya musiman. Misalnya saja pada produk mangga yang
sifatnya musiman, ketika sedang musim mangga, perusahaan jus dapat
melakukan pengolahan terdapat buah mangga segar menjadi bentuk pasta dalam
rangka menjaga ketersediaan bahan baku jus mangga pada waktu buah mangga
tidak pada musimnya.
3. Fungsi Fasilitas atau Pelancar merupakan aktivitas yang memperlancar fungsi
pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi ini meliputi kegiatan standarisasi dan
grading produk, informasi pasar, fungsi keuangan atau pembiayaan serta fungsi
penangulangan risiko.
- Standarisasi dan grading
Standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang
dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, susunan kimia,
ukuran bentuk, kekuatan atau ketahanan, kadar air, tingkat kematangan, rasa
dan kriteria yang lain (Limbong dan Sitorus 1985). Dalam Asmarantaka
(2009) dijelaskan bahwa standarisasi kualitas adalah sifat umum yang diterima
oleh konsumen serta membuat diferensiasi dari nilai produk. Grading adalah
klasifikasi atau menggolongkan produk/ hasil pertanian berdasarkan suatu
standarisasi kualitas tertentu dan pemilahan dari produk- produk yang
14
14
kategorinya tidak seragam menjadi seragam. Menurut Downey dan Erickson
(1992), penggolongan mutu produk pertanian ke dalam kelas atau golongan
standar sangat mempermudah proses usaha pembelian dan penjualan serta
membantu sistem pemasaran bekerja lebih efisien.
- Informasi pasar
Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta
menafsirkan data informasi tersebut. Informasi mengenai pasar erat kaitannya
dengan keputusan yang akan diambil oleh pelaku tataniaga. Misalnya terkait
dengan perubahan harga di pasar, bagaimana pendistribusian serta
penanganan produk di mata konsumen. Sistem pemasaran yang efisien menuntut
agar pihak – pihak yang berperan serta
- Penanggulangan risiko
Dalam pemasaran suatu produk khususnya produk pertanian, kemungkinan
dalam menghadapi risiko pada kegiatan bisnisnya cukup besar. Risiko yang
terjadi di dalam proses pemasaran dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
risiko fisik dan risiko ekonomi atau risiko penurunan harga (Limbong dan Sitorus
1987). Risiko-risiko tersebut diantaranya risiko kerusakan produk karena produk-
produk pertanian bersifat bulky, voluminous dan perishable; risiko fluktuasi
harga khususnya bagi komoditi yang bersifat musiman. Pengalihan risiko
dapat dilakukan melalui kontrak pembelian dan penjualan serta melalui
mekanisme hedging pada future market.
Marjin Tataniaga
Margin tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang
dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen. Dapat
dikatakan juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga mulai
dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga tataniaga. Margin tataniaga sebagai bagian dari harga konsumen
yang tersebar pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat (Kohl dan Uhl, 2002).
Tomek dan Robinson (1990), menyatakan bahwa marjin tataniaga sering
dipergunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga
pemasaran di dalam sistem pemasaran. Pengertian marjin pemasaran ini sering
dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani adanya
kesenjangan (gap) antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pengecer.
Dua alternatif dari marjin pemasaran, yaitu:
1. Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima
produsen.
2. Merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya
permintaan dan penawaran jasa-jasa tersebut.
Hammond dan Dahl (1977), menyatakan bahwa marjin tataniaga
menggambarkan perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran (Pr) dengan
harga di tingkat produsen (Pf). Nilai marjin tataniaga (value of marketing margin)
merupakan perkalian antara margin tataniaga dengan volume produk yang terjual
[(Pr –Pf). Qrf yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge,
(gambar 1). Jadi pendekatan terhadap nilai marjin tataniaga dapat melalui returns
to factor (marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya tataniaga, yang
merupakan balas jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal,
15
P (Harga) Dr
Df
Pr
Pf
0 Qrf Q (jumlah)
investasi yang diberikan untuk lancarnya proses tataniaga dan input-input lainnya,
serta dengan pendekatan returns to institution (marketing charge), yaitu
pendekatan melalui lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses
penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul,
pengolah, grosir, agen dan pengecer).
Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi
yang dilakukan antarlembaga biasanya berbeda-beda, hal ini menyebabkan
perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan lembaga lainnya sampai ke tingkat
konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, semakin
besar perbedaan harga antara produsen dengan harga di tingkat konsumen. Secara
grafik marjin tataniaga dapat digambarkan sebagai berikut.
Sr
Sf
Keterangan:
Pr : Harga di tingkat konsumen akhir
Pf : Harga di tingkat petani
Sr : Derived Supply (kurva penawaran turunan sama dengan penawaran produk
di tingkat pedagang)
Sf : Primary Supply (kurva penawaran primer awal penawaran produk di tingkat
petani)
Dr : Derived Demand (kurva permintaan turunan atau permintaan di tingkat
konsumen akhir)
Df : Primary Demand (kurva permintaan awal di tingkat konsumen akhir
terhadap petani)
Qrf : Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir
Gambar 1. Konsep Marjin Pemasaran
Sumber : Hammond dan Dahl (1977)
16
16
Tinggi rendahnya marjin tataniaga sering digunakan sebagai kriteria untuk
penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum, tetapi tinggi rendahnya
marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi
kegiatan tataniaga. Marjin tataniaga yang rendah tidak otomatis dapat digunakan
sebagai ukuran efisien tidaknya pola pemasaran suatau komoditi. Tingginya
marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses
kegiatan tataniaga antara lain, ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi,
pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, resiko kerusakan, dan lain-lain
(Limbong dan Sitorus, 1987).
Farmer’s Share (Bagian Harga yang Diterima oleh Petani)
Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan
harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang
diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase (Limbong dan
Sitorus, 1987). Farmer’s share (Fsi) didapatkan dari hasil bagi antara Pf dan Pr,
dimana Pf adalah harga di tingkat petani dan Pr adalah harga yang dibayarkan
oleh konsumen akhir. Besarnya farmer’s share biasanya dipengaruhi oleh: (1)
tingkat pemprosesan, (2) biaya transpotasi, (3) keawetan, dan (4) jumlah produk.
Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja
suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak
menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan
besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (Value added) yang
dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Faktor yang penting diperhatikan adalah bukan besar kecilnya share,
melainkan total penerimaan yang didapat oleh produsen dari hasil penjualan
produknya.
Farmer’s share mumpunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran.
Sehingga semakin tinggi marjin pemasaran, maka bagian yang diterima oleh
petani semakin rendah (Simamora S, 2007). Secara matematis farmer’s share
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
Fsi : Persentase yang diterima petani
Pf : Harga di tingkat petani
Pr : Harga di tingkat konsumen akhir
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya keuntungan
yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya tataniaga yang
dikeluarkan. Tingkat efisiensi dari suatu aktivitas tataniaga dapat pula diukur
melalui besarnya rasio keuntungan dan biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas
tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga menunjukkan besarnya
keuntungan yang diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan
aktivitas tataniaga. Menurut Limbong dan Sitorus (1985) dalam Puspitasari
17
(2010) menyatakan bahwa semakin merata penyebaran rasio keuntungan dan
biaya tataniaga, maka dari segi (teknis) operasional sistem tataniaga tersebut
akan semakin efisien. Penyebaran marjin tataniaga dapat pula dilihat
berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing
lembaga tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Rasio Keuntungan dan Biaya = Keuntungan ke-i x 100 %
Biaya ke i
Keterangan:
Keuntungan ke-i = Keuntungan lembaga tataniaga (Rp/Kg)
Biaya ke-i = Biaya lembaga tataniaga (Rp/Kg)
Semakin tinggi nilai rasio tersebut, menunjukkan keuntungan yang tinggi
dibandingkan biaya yang dikeluarkan.
Efisiensi Tataniaga
Efisiensi suatu sistem tataniaga diukur dari kepuasan konsumen, produsen
maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan suatu produk
dari produsen primer (petani) hingga sampai ke tangan konsumen. Terdapat
perbedaan pengertian efisiensi tataniaga di mata konsumen dan produsen.
Produsen mengganggap suatu sistem tataniaga yang efisien adalah jika penjualan
produknya mampu mendatangkan keuntungan yang tinggi bagi si produsen,
sementara di mata konsumen suatu sistem tataniaga dinilai efisien jika
konsumen bisa mendapatkan suatu produk dengan harga yang rendah.
Dalam menentukan tingkat kepuasan dari para lembaga/pelaku tataniaga
sangatlah sulit dan sifatnya relatif. Efisiensi merupakan rasio dari nilai output
dengan input. Menurut Purcell (1979); Kohls and Uhl (2002) dalam
Asmarantaka (2009) indikator dalam mengukur efisiensi tataniaga produk
agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu :
1. Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan pelaksanaan
aktivitas tataniaga yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-
input tataniaga. Efisiensi operasional adalah ukuran frekuensi dari produktivitas
penggunaan input-input tataniaga. Peningkatan efisiensi atau keuntungan
dapat dilakukan melalui tiga kondisi (Halcrow, 1981; Seitz, Nelson and Halcrow,
1994 dalam Asmarantaka 2009) yaitu : menurunkan biaya tanpa menurunkan
kepuasan konsumen, meningkatkan kepuasan konsumen tanpa meningkatkan
biaya, meningkatkan kepuasan konsumen dengan peningkatan biaya dimana
tambahan nilai output lebih besar dari tambahan nilai input. Keluaran per jam
kerja merupakan salah satu rasio produktivitas yang biasanya digunakan
sebagai tolak ukur efisiensi operasional (Downey dan Erickson 1992).
2. Efisiensi Harga menekankan kemampuan sistem tataniaga dalam
mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh produksi
pertanian dan proses tataniaga sehingga efisien sesuai dengan keinginan
konsumen. Efisiensi harga bertujuan untuk mencapai efisiensi alokasi
sumberdaya antara apa yang diproduksi dan apa yang diinginkan konsumen serta
memaksimumkan output ekonomi.
18
18
Kerangka Pemikiran Operasional
Kelapa Sawit adalah salah satu komoditi pangan yang diberikan perhatian
khusus oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan nasional secara mandiri
melalui program swasembada pangan. Usaha pencapaian swasembada kelapa
sawit baru dapat memenuhi konsumsi industri, namun untuk konsumsi rumah
tangga belum tercapai. Hal ini mengakibatkan pemerintah masih memerlukan
kelapa sawit dari negara lain melalui kegiatan impor. Desa Tanjung Jaya
merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit di provinsi Lampung.
Dengan luas lahan tanaman kelapa sawit mencapai 304,25 ha (2011), petani dapat
menghasilkan 600-900 ton TBS kelapa sawit per bulannya. Harga kelapa sawit
berfluktuatif, pada saat panen raya harga turun dan pada saat panen mengalami
penurunan jumlah harga menjadi naik. Harga beli kelapa sawit tingkat PKS
ditentukan oleh kualitas TBS dari masing-masing petani, sejauh mana tingkat
kematangan buah, dan kebersihan buah TBS. Hal ini akan menentukan rendemen
dan potongan rafraksi serta sortasi yang dikenakan terhadap TBS petani. Semakin
bersih dan matangnya TBS semakin baik rendemen yang dihasilkan dan semakin
kecil potongan rafraksi serta sortasinya.
Informasi harga yang diterima oleh petani dan mengenai hasil rendemen yang
dihasilkan oleh petani sangat terbatas, hal ini juga disebabkan oleh rendahnya
posisi tawar petani kelapa sawit dalam sistem tataniaga. Maka dari itu, diperlukan
analisis mengenai tataniaga kelapa sawit untuk mengetahui tingkat efisiensi
tataniaga kelapa sawit sehingga dapat memberikan alternatif bagi petani untuk
mendapatkan bagian keuntungan yang lebih besar.
Efisiensi tataniaga kelapa sawit dapat diperoleh melalui analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Penelitian analisis kualitatif efisiensi tataniaga kelapa sawit
meliputi lembaga dan saluran pemasaran tataniaga, fungsi tataniaga, struktur
pasar, dan perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan melalui
pendekatan majin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap
biaya. Efisiensi tataniaga sendiri dapat dilihat dari struktur pasar, analisis
saluran pemasaran, marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan
terhadap biaya. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar
2
19
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional
Bagaimana sistem tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung Jaya?
Tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo,
Kabupaten Lampung Tengah melibatkan lembaga pemasaran dan
melaksanakan fungsi pemasaran
Analisis efisiensi tataniaga
Analisis Kualitatif:
Lembaga dan Saluran Tataniaga
Fungsi Tataniaga
Analisis Kuantitatif:
Marjin Tataniaga
Farmer’s Share
Rasio Keuntungan dan Biaya
Rekomendasi alternatif saluran pemasaran yang efisien
20
20
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo,
Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa tanjung jaya
Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu wilayah penghasil kelapa sawit di
provinsi Lampung, yang cukup potensial, mudah dijangkau dan dekat dengan dua
lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit, yaitu PTPN VII Unit Usaha Bekri dan PT.
Kalirejo Lestari. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2012
bertepatan dengan waktu panen raya.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung (observasi) dan
wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang tersaji pada kuesioner
kepada pelaku tataniaga kelapa sawit baik itu petani maupun pedagang
pengumpul serta agen perantara yang ada di Desa Tanjung Jaya. Pengamatan
secara langsung juga dilakukan terhadap kegiatan pemasaran kelapa sawit untuk
mengetahui saluran pemasaran dan lembaga pemasaran yang terlibat pada alur
pemasaran kelapa sawit.
Data sekunder pun diperlukan pada penelitian ini. Data sekunder didapatkan
dari studi literatur, tinjauan pustaka, serta beberapa penelitian terdahulu. Selain
itu, data yang menunjukkan data terhadap komoditi kelapa sawit yang menunjang
seperti dari Badan Pusat Statistika, Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen
Pertanian RI, dan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Data sekunder ini
dipergunakan sebagai pelengkap dari data primer.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan panduan
kuesioner kepada pelaku tataniaga kelapa sawit baik itu petani maupun pedagang.
Responden petani dipilih dengan menggunakan teknik purposive atau sengaja, hal
ini dilakukan dengan cara memilih petani yang menggunakan saluran tataniaga
berbeda. Pemilihan yang sengaja ini ditujukan agar saluran tataniaga kelapa sawit
yang berada di Desa Tanjung Jaya ini terlihat. Jumlah petani yang dijadikan
responden adalah sebanyak 32 orang. Pengambilan kuisioner untuk pedagang atau
lembaga tataniaga selain petani kelapa sawit dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Hal ini dilakukan karena penelitian dilakukan secara sengaja namun
dengan pertimbangan karakteristik tertentu, beberapa karakteristik petani kelapa
sawit yang akan dijadikan responden akan dilihat dari volume produksi rata-rata
setiap kali panen dan luasan lahan budidaya kelapa sawit yang diusahakan.
21
Selain para petani kelapa sawit lembaga tataniaga yang terlibat dalam
pemasaran kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya juga menjadi responden pada
penelitian ini. Lembaga pemasaran dalam hal ini adalah pedagang pengumpul,
dan agen perantara serta pabrik pengolahan kelapa sawit PKS. Penarikan
kuisioner akan dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu diambil
berdasarkan informasi yang diperoleh dari data sebelumnya yang dalam penelitian
ini adalah para petani kelapa sawit di Desa Tanjungjaya dengan melakukan
penelusuran saluran tataniaga dari pembudidayaan sampai konsumen akhir.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pencarian informasi terkait dengan data
kuantitatif seperti biaya yang dikeluarkan oleh para lembaga - lembaga yang
terlibat dalam tataniaga kelapa sawit serta penetapan harga di masing – masing
lembaga yang selanjutnya akan dilakukan analisis dengan menggunakan berbagai
alat analisis dan melalui analisis tersebut dapat ditentukan saluran tataniaga yang
efisien untuk diterapkan.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan data. Data-
data dan informasi yang telah terkumpul diolah dengan bantuan program
Microsoft Excel. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Penelitian ini ditujukan untuk mencari
efisiensi tataniaga dari kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun
Rejo Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Efisiensi tataniaga kelapa
sawit dapat diperoleh melalui analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Penelitian
analisis kualitatif efisiensi tataniaga kelapa sawit meliputi lembaga dan saluran
pemasaran tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar.
Penelitian analisis kualitatif efisiensi tataniaga kelapa sawit ini dijelaskan secara
deskriptif untuk menjabarkan semua detail dari saluran pemasaran, fungsi
pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, serta permasalahan yang terjadi pada
daerah penelitian. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan melalui pendekatan
majin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Efisiensi
tataniaga sendiri dapat dilihat dari analisa saluran pemasaran, marjin pemasaran,
farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Analisa Kualitatif
Analisa Lembaga dan Saluran Tataniaga
Analisa lembaga tataniaga digunakan untuk mengetahui lembaga-
lembaga tataniaga yang melakukan fungsi-fungsi tataniaga, yaitu fungsi
pertukaran, fungsi fisik, dan juga fungsi fasilitas. Lembaga-lembaga ini juga
berfungsi sebagai sumber informasi mengenai suatu barang dan jasa.
Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergatung yang
terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk
digunakan atau dikonsumsi. Analisa saluran tataniaga menggambarkan rantai
distribusi yang terjadi antara titik produksi hingga titik konsumsi dan fungsi -
fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terkait dalam
22
22
saluran tataniaga tersebut. Alur tataniaga tersebut dijadikan dasar dalam
menggambar pola saluran tataniaga. Para petani yang berada di lokasi penelitian
melakukan pengelolaan kegiatan usaha kelapa sawit yang berjalan sebagaimana
aturan yang berlaku. Pada analisis ini juga akan dilihat perbandingan tingkat
efisiensi antara petani yang melakukan penjualan kepada agen perantara maupun
yang melakukan penjualan kepada pedagang pengumpul.
Analisa Fungsi Tataniaga
Analisa fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui kegiatan
tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga dalam menyalurkan produk
dari produsen sampai ke pabrik pengolahan. Analisa fungsi tataniaga
dapat dilihat dari fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi pembelian
dan penjualan, fungsi fisik yang terdiri dari fungsi pengangkutan, dan
pengolahan, serta fungsi fasilitas yang terdiri dari standarisasi,
penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar. Data yang
diperoleh tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi data sederhana.
Selain itu data tersebut juga akan dideskripsikan sehingga dapat
melihat perubahan nilai guna, baik nilai guna bentuk, tempat, waktu,
ataupun kepemilikan.
Analisa Efisiensi Tataniaga
Sistem tataniaga yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga
tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga memperoleh kepuasan
dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan Sitorus 1985).
Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tersebut tanpa
mengurangi kepuasan konsumen akan output barang dan jasa,
menunjukkan efisiensi. Setiap kegiatan fungsi lembaga memerlukan biaya
yang selanjutnya diperhitungkan ke dalam harga produk. Lembaga
tataniaga menaikkan harga per satuan kepada konsumen atau menekan
harga ditingkat produsen. Dengan demikian efisiensi tataniaga perlu
diwujudkan melalui penurunan biaya tataniaga.
Analisa Kuantitatif
Analisa Marjin Tataniaga
Total maarjin tataniaga merupakan perbedaan harga di tingkat
petani produsen (Pf) dengan harga ditingkat konsumen akhir (Pr)
dengan demikian marjin tataniaga adalah M = Pr - Pf. Melalui
penelusuran saluran tataniaga, diharapkan dapat diperoleh informasi
tentang marjin pada tiap lembaga tataniaga. Marjin tataniaga
merupakan perbedaan harga diantara lembaga tataniaga dan di setiap
tingkat lembaga tataniaga. Dan merupakan selisish harga beli dengan harga
jual. Analisa marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi
tataniaga kelapa sawit. Marjin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan
23
harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga
tataniaga. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan
penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh
dari lembaga tataniaga. Analisis marjin tataniaga dapat dipakai untuk
melihat keragaan pasar yang terjadi. Menurut Limbong dan Sitorus (1987),
perhitungan marjin tataniaga secara matematis dapat dilihat sebagai
berikut:
Mi = Hji – Hbi
Mi = Ci + π
Sehingga: Hji – Hbi = Ci + πi
Analisa Farmer’s Share
Farmer’s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani
produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir yang
dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share dapat digunakan dalam
menganalisis efisiensi saluran tataniaga dengan membandingkan
seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang
dibayarkan konsumen akhir.
Jika harga yang ditawarkan pedagang/lembaga tataniaga semakin
tinggi dan kemampuan konsumen dalam membayar harga semakin tinggi,
maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit. Hal ini
dikarenakan petani menjual komoditinya dengan harga yang relatif
rendah. Dengan demikian dapat diketahui Farmer’s share berhubungan
negatif dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin tataniaga
maka bagian yang akan diperoleh petani (Farmer’s share) semakin
rendah. Farmer’s share akan menunjukkan apakah tataniaga
Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan tataniaga pada
tingkat ke-i adalah:
πi = Hji – Hbi – Ci
Maka besarnya marjin tataniaga adalah:
MT = ΣMi = Pr-Pf
Keterangan:
MT = Total marjin tataniaga pada pasar
(Rp/kg) Hji = Harga penjualan pada pasar
tingkat ke-i (Rp/kg) Hbi = Harga pembelian
pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) Ci = Biaya
pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)
πi = Keuntungan tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)
i = 1,2,3,…….,n
MT = Total marjin tataniaga
24
24
memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat
dalam tataniaga. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan
dengan :
Fsi = x 100%
Keterangan: Fsi : Persentase yang diterima petani
Pf : Harga di tingkat petani
Pr : Harga di tingkat konsumen akhir atau pabrik pengolahan
Semakin mahal konsumen membayar harga yang ditawarkan oleh lembaga
pemasaran (pedagang), maka yang diterima oleh petani akan semakin sedikit,
karena petani menjual komoditi pertanian dengan harga yang relatif rendah. Hal
ini memperlihatkan adanya hubungan negatif antara marjin pemasaran dengan
bagian yang diterima oleh petani. Semakin besar marjin maka penerimaan petani
relatif kecil.
Analisa Rasio Keuntungan dan Biaya
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya
keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya
tataniaga yang dikeluarkan. Penyebaran marjin tataniaga dapat pula dilihat
berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-
masing lembaga tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga
tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rasio Keuntungan dan Biaya = Keuntungan ke-i x 100 %
Biayake i
Keterangan:
Keuntungan ke-i = Keuntungan lembaga tataniaga(Rp/Kg)
Biaya ke-i = Biaya lembaga tataniaga (Rp/Kg)
Semakin tinggi nilai raio tersebut, menunjukkan keuntungan yang tinggi
dibandingkan biaya yang dikeluarkan.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Karakteristik Petani Responden
Petani kelapa sawit yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini
berjumlah 32 orang. Para petani responden berasal dari berbagai dusun di Desa
Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, yang merupakan daerah dengan petani
kelapa sawit cukup besar sebagai pelaku kelompok tani dan anggota gabungan
kelompok tani yang berkecimpung di usaha bisnis pembudidayaan serta
pemasaran komoditi kelapa sawit. Para responden ini juga melakukan kerja sama
dengan pihak pemerintah PTPN VII Bekri serta pihak perusahaan swasta yaitu
25
PT. Kalirejo Lestari yang semuanya berbasis pada pengolahan serta pemasaran
komoditi kelapa sawit. Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja
(purposive).
Para petani responden pada umumnya menjadikan mata pencaharian sebagai
petani kelapa sawit sebagai pekerjaan utama dan melakukan kegiatan budidaya
kelapa sawit secara rutin. Identitas responden dalam penelitian ini meliputi umur,
tingkat pendidikan, pengalaman dalam berbudidaya kelapa sawit dilihat dari segi
waktu dan luas lahan garapan budidaya kelapa sawit yang dimiliki. Total petani
yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah 32 orang. Petani responden
berasal dari dusun-dusun di Desa Tanjung Jaya. Yaitu dusun 1, dusun 2, dusun 4,
dusun 5, dusun 6, dusun 7 dan dusun 8. Jumlah petani responden ini juga terbagi
atas dasar petani yang tergabung dalam kelompok tani dan petani yang tidak
tergabung dalam anggota kelompok tani.
Di wilayah Desa Tanjung Jaya sendiri terdapat empat kelompok tani yang
masih ada namun kurang aktif, yaitu kelompok tani Rukun Tani Jaya, kelompok
tani Sinar Luas, kelompok tani Sritani Makmur Jaya, dan kelompok tani Mitra
Jaya. Kurang aktifnya kelompok-kelompok tani ini sejak kepengurusan KUD
Rukun Tani Jaya tidak aktif, sejak meninggalnya 2 orang pengurusnya.
Pengambilan responden petani kelapa sawit yang tergabung dalam kelompok tani
di wilayah desa Tanjung Jaya juga terdiri dari para anggota yang mewakili dari
empat kelompok tani yang ada. Umur petani responden dalam penelitian ini rata-
rata 46 tahun, di antara 20 – 70 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
sebanyak 32 petani atau semua petani responden yang memiliki lahan sendiri, 26
petani (81.25%) yang tergabung dalam kelompok tani, dan 6 petani tidak menjadi
anggota kelompok tani (18.75%).
Sementara itu petani dengan umur yang relatif muda 22 tahun, yang menjadi
responden dalam penelitian ini hanya berjumlah satu orang (3.125%). Data
tersebut merupakan bahwa ketertarikan pemuda untuk ikut serta dalam aktivitas
pembudidayaan kelapa sawit relatif jarang ditemui di lokasi penelitian, hal ini
dikarenakan sebagian besar pemuda di wilayah ini cenderung lebih memilih usaha
di sektor lain khususnya menjadi buruh.
Tingkat pendidikan menjadi salah satu hal yang diperhatikan dari identitas
petani responden. Sebanyak 22 orang (68.75%) petani responden hanya
mengenyam pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD) saja. Sebanyak 1
orang (3.125%) mengenyam pendidikan hingga sarjana, sebanyak 6 orang
(18.75%) mengenyam pendidikan hingga SMA, dan sebanyak 3 orang (9.375%)
yang hanya mengenyam pendidikan hingga SMP.
Tingkat pendidikan petani tentunya dapat mempengaruhi kinerja petani
khususnya terkait perolehan informasi dalam kegiatan budidaya kelapa sawit,
sebanyak 32 petani responden baik yang menjalankan aktivitas tataniaga melalui
kelompok tani ataupun non kelompok tani telah menjalankan kegiatan usahatani
kelapa sawit selama lebih dari sepuluh tahun. Pengalaman petani ini akan menjadi
salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan budidaya kelapa sawit. Data
mengenai identitas petani responden dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Karakteristik petani responden kelapa sawit di Desa Tanjungjaya
Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi
26
26
Lampung
Karakteristik Jumlah (orang) Persentase
Kelompok
Tani
Non
Kelompok
Tani
Kelompok
Tani
Non Kelompok
Tani
Umur ≤25tahun
25 – 50tahun
50-70 tahun
59
≥50tahun
1
9
16
-
4
2
3.125 %
28.125 %
50 %
-
12.5 %
6.25 %
TingkatPendidikan
SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
PerguruanTinggi
18
1
6
1
4
2
-
-
56.25 %
3.125 %
18.75 %
3.125 %
12.5 %
6.25 %
-
- Pengalaman Budidaya < 5 tahun
5 -10 tahun
≥10tahun
-
1
25
-
4
2
-
3.125%
78.125%
-
12.5 %
6.25 %
Luas Garapan ≤3 Ha
≥5 Ha
23
3
6
-
71.875 %
9,375 %
18.75 %
-
Luas lahan garapan milik petani berbeda-beda. Berdasarkan penelitian,
terdapat 3 responden petani (9,375%), yang memiliki luas lahan diatas 5 ha. Dan
29 (90,625%) responden petani yang memiliki luas lahan dibawah 3 ha.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani responden, rata-rata petani di
Desa Tanjung Jaya memiliki luas tanaman kelapa sawit 1.85 ha/kk.
Pada saat penelitian diketahui bahwa sebagian besar petani memasarkan
TBS kepada pabrik kelapa sawit milik swasta yaitu PT Kalirejo Lestari
dikecamatan Kalirejo, yang berjarak sekitar 15 km di Desa Tanjung Jaya. Hal ini
dikarenakan harga di PKS Kalirejo Lestari lebih baik dibandingkan harga di PKS
Unit Usaha Bekri.
Hasil produksi TBS petani di wilayah kecamatan Bangun Rejo diolah di
PKS PT. Kalirejo Lestari dan atau PKS PTPN VII Unit Usaha Bekri. Pihak
pabrik melakukan kerja sama dengan agen perantara di Desa Tanjungjaya dalam
hal jual beli TBS kelapa sawit siap olah. PT. Kalirejo Lestari juga mulai
pertengahan tahun 2013 akan membangun pabrik baru dengan jumlah daya muat
pabrik lebih besar dari dua pabrik sebelumnya di Desa Tanjung Jaya. Para petani
kelapa sawit yang menjadi responden dalam penelitian ini mengelola kegiatan
usaha budidaya kelapa sawit secara individu dan kelompok.
Karakteristik Responden Lembaga Tataniaga
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang memiliki
nilai tinggi di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Kelapa sawit juga menjadi
salah satu komoditi perkebunan yang memiliki tinggi nilai ekspornya, hal ini
tentunya mengakibatkan adanya keterlibatan beberapa lembaga dalam tataniaga
kelapa sawit. Peranan beberapa lembaga dalam tataniaga kelapa sawit juga dapat
dilihat dalam tataniaga kelapa sawit yang berasal dari wilayah Kecamatan Bangun
Rejo. Beberapa lembaga yang terlibat dalam tataniaga kelapa sawit ini diantaranya
adalah pedagang pengumpul, agen perantara, dan pabrik pengolahan.
27
Lembaga tataniaga yang terdapat dalam saluran tataniaga kelapa sawit di
wilayah Kecamatan Bangun Rejo diperoleh melalui metode snowball samping
yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelusuran yang
dilakukan, terdapat empat orang agen perantara yang terlibat dalam saluran
tataniaga kelapa sawit. Ke empat agen perantara (supplier) ini telah lama menjadi
mitra tetap pabrik pengolahan kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya. Keempat agen
perantara merupakan warga asli yang menetap di Desa Tanjung Jaya Kecamatan
Bangun Rejo.
Para agen perantara ini setelah membeli dan mengambil hasil panen milik
petani dan pedagang pengumpul, selanjutnya akan memasarkan kelapa sawit
langsung kepada pihak pabrik pengolahan. Baik itu PTPN VII Bekri maupun PT.
Kalirejo Lestari. Selain itu agen perantara, dan pabrik pengolahan, mengirimkan
produk kelapa sawit yang berasal dari berbagai wilayah di sekitar Desa Tanjung
Jaya Kecamatan Bangun Rejo ke berbagai pihak mitra bisnisnya, biasanya TBS
dipasarkan dan dikirim ke luar wilayah Provinsi Lampung, seperti Jambi,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, dan Sumatera Utara. Masing –masing
individu dari lembaga tataniaga tersebut memiliki beberapa karakteristik yang
dapat mempengaruhi kinerja serta kegiatan usaha yang dilakukan, data mengenai
karakteristik individu dari responden lembaga tataniaga dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Individu dari Responden Lembaga Tataniaga Kelapa
Sawit di wilayah Desa Tanjungjaya, Kecamatan Bangunrejo,
Kabupaten Lampung Tengah
Karakteristik
Lembaga Tataniaga
Pedagang
Pengumpul
Agen
Perantara
Pabrik
Pengolahan
Orang % Orang % Unit
usaha %
Umur
≤ 25 tahun
25 – 50 tahun
≥ 50 tahun
-
2
1
-
66.66%
33.33%
2
-
100%
-
-
-
-
-
Tingkat Pendidikan
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Perguruan Tinggi
-
-
2
1
-
-
66,66%
33,33%
-
-
2
-
-
100%
-
-
-
-
-
2
-
-
-
100%
Pengalaman Usaha
<5 tahun
5 -10 tahun
-
3
-
100%
2
100%
-
2
-
100%
28
28
Lokasi
Desa Tanjung Jaya
Desa Kalirejo
Desa Bekri
3
100%
2
100%
1
1
100%
100%
Tabel 3 karakteristik individu pedagang pengumpul dan agen perantara
(supplier).
Budidaya Kelapa Sawit
Pemilihan Lokasi Budidaya
Pemilihan lokasi yang tepat menjadi faktor utama dalam menentukan
keberhasilan budidaya kelapa sawit. Hal ini dikarenakan petumbuhan kelapa sawit
sangat ditentukan oleh ekologi setempat, pertumbuhan kelapa sawit tentunya akan
mempengaruhi tingkat produksi dan kualitas. Penentuan lokasi harus disesuaikan
dengan metode budidaya yang digunakan.Namun biasanya budidaya kelapa sawit
dilakukan bersifat homogen dan monokultur. Pemilihan lokasi budidaya kelapa
sawit dilakukan berdasarkan Persiapan Areal Perkebunan.
Pada areal dengan topografi bergelombang hingga berbukit harus dibuatkan
jalan dengan sistem kontur. Jalan kontur dibuat melingkari bukit dengan sedikit
mendaki dan menurun (landai). Jalan yang melingkar pada setiap bukit disebut
juga dengan jalan koleksi, sedangkan jalan yang menghubungan antara jalan pada
satu bukit dengan jalan di bukit lainnya disebut jalan utama. Setelah
pembangunan sarana jalan selesai, perlu dibuat parit atau saluran drainase. Parit
ini sangat penting untuk daerah rendah atau daerah pasang surut karena sering
mengalami penggenangan. Pembuatan parit di sisi badan jalan juga tidak terlepas
dari pembuatan jembatan, terutama pada jalur-jalur parit yang akan dilalui
kendaraan. Lebar jembatan hendaknya dibuat minimal 1 meter lebih lebar dari
bagian sebelah kiri dan kanan parit.
Pembibitan
Benih dan bibit liar
Ada ratusan ribu areal tanaman sawit di Sumatera yang menggunakan benih
sawit palsu atau disebut juga sebagai benih liar. Cirri dari benih atau bibit
kelapa sawit liar adalah sebagai berikut.
a. Ciri-ciri fisik biji atau kecambah liar
1) Tempurung bijinya tipis.
2) Banyak mengandung serabut, permukaannya kasar dan kotor
3) Panjang radicula (calon akar) dan plumula (calon batang) tidak
seragam.
4) Persentase kematian dari biji atau kecambah cukup besar karena
sebelumnya biji tidak direndam dalam fungisida.
b. Ciri-ciri fisik bibit liar
1) Pertumbuhan bibit tidak seragam.
29
2) Persentase pertumbuhan bibit yang abnormal cukup tinggi.
3) Bibit terlihat kurus karena endosperm yang berisi cadangan makanan
berukuran kecil.
4) Lebih mudah terserang hama penyakit
c. Ciri-ciri fisik tanaman yang berasal dari bibit liar
1) Banyak dijumpai tanaman yang tumbuh abnormal.
2) Pertumbuhannya tidak seragam; baik tinggi, besar batang, maupun
lebar tajuk.
3) Produksi tanaman dan rendemen minyak rendah.
Produksi per tanaman sangat bervariasi, yaitu sekitar 25% tidak berbuah, 50%
berbuah dengan rendemen minyak rendah, dan 25% kemungkinan berbuah baik.
Biasanya biji untuk benih liar ini berasal dari banyak individu tanaman yang juga
tidak seragam. Bahkan, ada di sekitar tajuk tanaman, termasuk yang berkecambah
di batang tanaman. Kecambah itulah yang kemudian dipindahkan ke polibag dan
dipasarkan sebagai benih sawit komersial. Jika tanaman sawit dengan benih
unggul akan mampu berproduksi 30-40 ton tandan buah segar (TBS)/ha/tahun,
benih liar ini hanya akan berproduksi jauh di bawah 30 ton/ha/tahun.
Bibit unggul bermutu
Baik kecambah maupun bibit sawit bermutu, kelebihannya adalah memiliki kode
identifikasi.Dari kode tersebut dapat dilacak jenis varietas, dari pohon mana benih
dihasilkan, siapa yang melakukan persilangan dan kapan disilangkan.Tujuannya,
jika ditemui benih-benih yang memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan standar
maka dapat dilacak siapa dan darimana benih dihasilkan. Dengan demikian,
sumber benih dapat segera dilakukan perbaikan. Beberapa cirri umum yang dapat
digunakan untuk menandai kecambah yang diaktegorikan baik dan layak untuk
ditanam antara lain sebagai berikut.
1) Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan plumula keputih-putihan.
2) Ukuran radikula lebih panjang dari plumula.
3) Pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan arah.
4) Panjang maksimum radikula 5 cm, sedangkan plumula 3cm.
Bibit kultur jaringan
Teknologi kultur jaringan merupakan satu cara untuk mendapatkan klon kelapa
sawit dengan perlakuan khusus dari bahan baiakan berupa jaringan muda.
Jaringan muda yang digunakan sebagai bahan perbanyakan (eksplain) tanaman
kelapa sawit adalah daun muda (janur) atau ujung akar. Tujuan yang akan dicapai
sehubungan dengan penerapan kultur jaringan pada tanaman kelapa sawit adalah
sebagai :
a) Satu alternative untuk meningkatkan produksi minyak dari 5-6
ton/ha/tahun menjadi 7-9 ton/ha/tahun atau 32-40 ton TBS/ha/tahun.
b) Mengatasi kesulitan perbanyakan tanaman kelapa sawit secara
konvensional (dengan menggunakan biji).
c) Mengatasi masalah keslulitan perkecambahan , terutama pada jenis-jenis
atau varietas yang agak sulit dikecambahkan.
30
30
d) Meningkatkan keseragaman tanaman kelapa sawit sehingga akan
emngurangi variasi produksi termasuk rendemen minyak
e) Mempercepat waktu pemanenan
Kebutuhan Air di Pembibitan
a) umur bibit 0-3 bulan , per hari 1 liter, selama di pembibitan 90 liter
b) umur bibit 3-6 bulan , per hari 2 liter, selama di pembibitan 180 liter
c) umur bibit 6-12 bulan, per hari 3 liter, selama di pembibitan 540 liter
Total rata-rata 2,25 liter/ hari dan 720 liter selama pembibitan
Penanaman
Setelah lahan siap maka dapat dilanjutkan dengan kegiatan penanaman
bibit tanaman. Kegiatan tersebut meliputi pembuatan lubang tanam, pembuatan
piringan dan pemberian pupuk dasar, persiapan bibit, pengangkutan bibit, serta
penanaman bibit.
1. Pembuatan lubang tanam
Pembuatan lubang tanam idealnya dilakukan satu minggu sebelum
penanaman, pembuatan lubang tanam lebih dari satu minggu akan
memungkinkan tertimbunnya kembali sebagian lubang yang sudah digali
dengan tanah yang berada di sekitar galian lubang tersebut, hal ini dapat
mengurangi produktivitas tenaga kerja penanaman bibit karena tenaga kerja
harus mengurangi kembali penggalian lubang yang telah tertimbun. Bergitu
pula sebaliknya, penggalian lubang tanam yang terlalu cepat atau kurang dari
satu minggu juga tidak dianjurkan karena semakin kecil persiapan untuk
mengontrol kebenaran ukuran dan posisi lubang. Pembuatan lubang tanah
cenderung berbeda untuk tanah mineral dengan tanah gambut.
a). Pembuatan lubang tanam pada tanah mineral
Lubang digali secara manual dengan menggunakan cangkul, anak pancang
digunakan sebagai titik tengah dari lubang tersebut. Pembuatan lubang pada tanah
pmineral, baik di areal datar pada teras individu maupun pada teras bersambung,
hanya dibuat satu lubang tanam (tunggal) untuk setiap tanaman dengan ukuran
lubang sebesar 60 cm x 60 cm x 60 cm, untuk posisi lubang tanam pada kedua
jenis terasan, lubang dibuat berjarak 1 meter dari dinding teras.
b). Pembuatan lubang tanam pada tanah gambut
pembuatan lubang secara manual di areal gambut dapat dibuat ganda (double
hole) atau yang disebut juga dengan lubang di dalam lubang (hole in hole). Pada
tahap awal, lubang bagian atas atau lubang pertama dibuat dengan ukuran 100 cm
x 100 cm x 30 cm (berbentuk balok sedalam 30 cm), kemudian tepat ditengah-
tengah lubang pertama digali lagi lubang tanaman yang kedua dengan ukuran 60
cm x 60 cm x 60 cm (berbentuk kubus). Lapisan tanah top soil dan sub soil
diletakkan seperti halnya yang sudah dilakukan pada tanah mineral.
Bibit Kultur Jaringan
Ada teknologi untuk menghasilkan benih secara missal melalui teknologi kultur
jaringan (tissue culture). Kultur jaringan bias dijadikan ujung tombak
31
perbanyakan kelapa sawit ke depan. Tahun 1970 an, tissue culture sawit pertama
dilakukan di Perancis oleh Institut de Recheeches les Huiles et
Oleagineux/IRHO). Teknologi kultur jaringan merupakan satu cara untuk
mendapatkan klon kelapa sawit dengan perlakuan khusus dari bahan biakan
berupa jaringan muda. Jaringan muda yang digunakan sebagai bahan perbanyakan
(eksplan) tanaman kelapa sawit adalah daun muda (janur) atau ujung akar.
Tujuan yang akan dicapai sehubungan dengan penerapan kultur jaringan pada
tanamanan kelapa sawit adalah sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan
produksi minyak dati 5-6 ton/ha/tahun menjadi 7-9 ton/ha/tahun atau 32-40 ton
TBS/ha/tahun, untuk mengatasi kesulitan perbanyakan tanaman kelapa sawit
secara konvensional (dengan menggunakan biji), untuk mengatasi masalah
kesulitan perkecambahan, terutama pada jenis-jenis atau varietas yang agak sulit
dikecambahkan, untuk meningkatkan keseragaman tanaman kelapa sawit
sehingga akan mengurangi variasi produksi termasuk rendemen minyak. Dan
mempercepat waktu pemanenan.Waktu untuk memperoleh bahan tanam unggul
cukup lama bila menggunakan cara konvensional, untuk menghasilkan satu
varietas unggul saja perlu waktu puluhan tahun. Kultur jaringan bias digunakan
untuk mempercepat proses tersebut Caranya adalah dengan mencari tanaman
dengan produksi terbaik untuk diperbanyak secara kultur jaringan. Dengan
demikian, untuk mendapatkan bahan tanam unggul cukup mencontoh tanaman
dari blok yang meiliki produksi 40 ton/ha/tahun. Dipastikan keunggulan induknya
akan turun kepada anaknya. Karena kita ketahui bahwa dengan kultur jaringan
akan dihasilkann anak yang identik dengan induknya. Berbeda dengan cara
konvensional yang dipastikan anakannya masih memiliki variasi cukup tinggi
dengan induknya
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tindakan yang
sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman.Pemeliharaan bukan
hanya ditujukan terhadap tanaman, tetapi juga pada media tumbuh (tanah).
Meskipun tanaman dirawat dengan baik, namun jika perawatan tanah diabaikan
maka tidak akan banyak memberi manfaat. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit
yang belum menghasilkan (TBM) dan yang sudah menghasilkan (TM) relatif
memiliki perbedaan dalam beberapa hal :
1. Pemeliharaan TBM kelapa sawit
Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM) meliputi
perawatan tanaman penutup tanah, perawatan piringan tanaman, pembukaan
dan perawatan pasar control dan pasar pikul, pemupukan tanaman, penyisipan
tanaman, serta kastrasi dan pengadaan serangga penyerbuk kelapa sawit
(SPKS).
a) Perawatan tanaman penutup tanah (legume cover crop/LCC). Sekitar 3-4
minggu setelah tanam, pertumbuhan tanaman penutup tanah sudah mulai
terlihat.
b) Perawatan piringan tanaman. Pada masa TBM I-III, pelepah tanaman yang
terendah masih sangat dekat dengan permukaan tanah sehingga
32
32
penyiangan piringan sebaiknya dilakukan secara manual menggunakan
sabit atau arit.
c) Pembukaan dan Perawatan Pasar Kontrol dan Pasar Pikul.
Pasar kontrol berfungsi untuk memudahkan tenaga kerja dan tenaga
pengontrolan dalam melaksanakan pekerjannya. Pada masa TBM 1, pasar
kontrol dapat dibuat dengan angka perbandingan 8-2 , artinya untuk setiap
delapan baris tanaman akan terdapat satu jalur pasar kontrol. Pada masa
TBM II, tanaman telah semakin besar bentuknya maka angka
perbandingan 4 : 1 dan pada TBM III angka menjadi perbandingannya 2 :
1. Pada pertengahan TBM III, penyebutan pasar control ini sudah dapat
digantikan dengan pasar atau alan pikul. Selain untuk perawatan tanaman
dan pengontrolan areal, pasar pikul juga sudah lebih banyak dimanfaatkan
untuk berbagai jenis kegiatan produksi.
d) Pemupukan Tanaman
Salah satu tindakan perawatan tanaman kelapa sawit yang berpengaruh
besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah
pemupukan.Pemupukan berpengaruh terhadap meningkatnya kesuburan
tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi relatif stabil
serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan
pengaruh iklim yang merugikan.Pempukan juga bermanfaat melengkapi
ketersediaan unsur hara di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan
tanaman. Unsur yang dibutuhkan tanaman terdiri atas 16 jenis, tiga
antaranya diperoleh dari udara dan air yaitu unsure C, H, dan O. Unsur
mineral esensial lainnya diperoleh tanaman dari dalam tanah dan secara
umum digolongkan sebagai unsure hara. Unsur hara terbagi menjadi unsur
hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsure yang dibutuhkan
oleh tanaman dalam jumlah besar yang kandungan nilai kritisnya 2-30
g/kg berat kering tanaman, di antaranya adalah unsure N. P. K, Ca, Mg,
dan S. Unsur hara mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relative
sedikit dengan kandungan nilai kritisnya 0,3-50 mg/kg berat kering
tanaman. Unsur hara mikro diantaranya Fe, Mn, Zh, Cu, Cl, dan B.
Pemanenan
Tanaman kelapa sawit mulai berbunga membentuk buah setelah umur 2-3
tahun. Buah akan menjadi masak pada 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses
pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya.
Buah akan berubah menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak,
kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah
kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya. Buah yang jatuh
tersebut disebut membrondol. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit
meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, emmungut brondolan,dan
mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik.
Dalam pelaksanaan pemanenan perlu memperhatikan beberapa kriteria tertentu
karena tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan rendemen minyak
yang tinggi dengan kualitas minyak yang baik. Kriteria panen yang perlu
diperhatikan antara lain matang panen, cara penen, alat panen, rotasi dan sistem
panen, serta mutu panen.
33
1. Kriteria Matang Panen
Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat embantu pemanen agar
memotong buah pada saat yang tepat.kriteria matang panen ditentukan pada
saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free
fatty acid (ALB dan FFA) minimal. Pada saat ini, criteria umum yang banyak
dipakai adalah berdasarkan brondolan. Tanaman dengan umur kurang dari 10
tahun. Jumlah brondolan kurang dari 10 butir. Tanaman dengan umur lebih
dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Namun, secara praktis
digunakan criteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS)
terdapat dua brondolan.
2. Cara Panen
Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umumn dilakukan oleh
perkebunan kelapa sawit Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2-5 m
digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan tanaman dengan
ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak
siam. Sementara itu, cara agrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih
dari 10 m, yaitu dengan menggunakan alat arit bergagang panjang. Untuk
memudahkan pemanenan, sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah
dipotong terlebih dahulu dan diatur rapi di tengah gawangan. Tandan buah
yang matang dipotong sedekat mungkin dengan pangkalnya, maksimal ecm.
Tandan buah yang telah dipotong diletakkan teratur di piringan dan brondolan
dikumpulkan terpisah dari tandan. Brondolan harus bersih dan tidak tercampur
tanah atau kotoran lain. Proporsi kotoran idealnya tidak melebihi 0,3 % dari
berat tandan. Selanjutnya tandan buah dan brondolan dikumpulkan di TPH
(tempat pengumpulan hasil).
3. Rotasi dan Sistem Panen
Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai
panen berikutnya pada tempat yang sama. Perkebunan kelapa sawit di
Indonesia pada umumnya menggunakan rotasi panen tujuh hari, artinya satu
areal panen harus dimasuki (diancak) oleh pemetik tiap tujuh hari. Rotasi
panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang yaitu menggunakan system
5/7. Artinya, dalam satu minggu terdapatlima hari panen dan masing-masing
ancak panen diluangi (dipanen) pada tujuh hari berikutnya. Dikenal dua sistem
ancak panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap.
a. Sistem Giring
Pada sistem ini, apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanen pindah
ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh amndor. Begitu seterusnya,
sistem ini memudahkan pengawasan pekerjaan para pemanenan dan hasil
panen lebih cepat sampai TPH dan pabrik. Namun, ada kecendrungan
pemanen akan memilih buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah
atau brondolan yang tertinggal akrena pemanenannya menggunakan sistem
borongan.
b. Sistem Tetap
Sistem ini sangat baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit,
topografi berbukit atau curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada
sistem ini pemanen diberi ancak dengan luas tertentu. Dan tidak berpindah-
pindah. Hal tersebut menjamin diperolehnya TBS dengan kematangan yang
optimal. Rendemen minyak yang dihasilakannya pun tinggi. Namun,
34
34
kelemahan sistem ini adalah buah lebih lambat keluar sehingga lambat juga
sampai ke pabrik.
Budidaya Kelapa Sawit di Desa Tanjungjaya
Dari hasil penelitian terhadap 32 petani responden diperoleh luas areal
budidaya kelapa sawit di Desa Tanjungjaya sebesar 59,5 Ha, atau rata-rata
pengusahaan tanaman 1,85 Ha/Kk. keseluruhan areal merupakan milik sendiri dan
di usahakan secara monokultur.
Bibit kelapa sawit yang ditanam adalah jenis bibit unggul bermutu, yaitu
jenis Tenera perkawinan dari jenis Dura dan Pesifera. yang diperoleh dari
perkebunan PTP N VII Unit Usaha Bekri. Umur tanaman kelapa sawit rata-rata 13
tahun dengan kisaran 7-20 tahun. jumlah tanaman perhektar berkisar 140-145
batang/Ha. Jumlah produksi TBS pada saat penelitian sebesar 103.1 ton, dengan
Produktivitas 1,73 Ton/Ha. Apabila dalam 1 tahun dilakukan rata-rata 18 kali
panen, dan fdalam satu tahun rata-rata dua bulan tidak ada panen karena faktor
musim maka produksi TBS kelapa sawit petani di desa tanjung jaya pertahun
mencapai 29,41 Ton/Ha/Tahun. Produksi ini cukup baik apabila dilihat dari
potensi produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan umur dan kelas lahan
(Lampiran 14)
Petani melakukan panen TBS rata-rata setiap 18 hari, dibantu oleh
pedagang pengumpul atau agen perantara, dalam pemetikan TBS dan
pengangkutan ke lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit. Petani melakukan
pemeliharaan tanaman berupa penyiangan dan pemupukan. pada saat penelitian
rata-rata kebun dalam kondisi bersih. Pemupukan dilakukan dengan pupuk
kimiawi dan pupuk kandang. Rata-rata pemupukan dengan pupuk kimia Urea 0,68
Kwt/Ha, atau 68 Kg/Ha, TSP/SP36 0,68 Kwt/Ha atau 68 Kg/Ha dan NPK Ponska
0,8 Kwt/Ha. atau sekitar 80 Kg/Ha.
Pada saat penelitian terdapat 6 orang petani yang melakukan pemupukan
hanya dengan pupuk kandang yaitu rata-rata 6,7 Kwt/Ha atau 670 Kg/Ha.
Luas areal, produksi, dan produktivitas tanaman kelapa sawit responden dapat
dilihat di Lampiran 6.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Tataniaga
Analisa tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung Jaya dari kebun petani
hingga ke pabrik pengolahan melibatkan lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga
yang terlibat adalah pedagang pengumpul, dan agen perantara. Pada penelitian
ini, budidaya kelapa sawit yang dijadikan lokasi penelitian berada di desa
Tanjung Jaya kecamatan Bangun Rejo yang termasuk di dalam wilayah
kabupaten Lampung Tengah, provinsi Lampung. Hasil produksi kebun kelapa
sawit petani responden berupa tandan buah segar (TBS), yang selanjutnya
diangkut ke lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) di sekitar wilayah
Tanjung Jaya, yaitu pabrik PKS PTPN VII dan PKS Kalirejo Lestari.
Pada waktu panen raya seperti pada saat penelitian, bulan Oktober,
November, Desember 2012 produk TBS melimpah, antrian truk pengangkut
35
Petani
Petani
Pedagang
Pengumpul
Agen Perantara
(supplier)
Pabrik
pengolahan
Pabrik
Pengolahan
terjadi sedemikian rupa, proses dari kebun petani sampai diterima dipabrik bisa
memakan waktu 3-4 hari. Oleh karenanya menurut agen perantara pada saat itu
mereka memasarkan sampai ke luar kabupaten Lampung Tengah yaitu kabupaten
Tulang Bawang, bahkan sampai ke Provinsi Bengkulu. Kendati jarak ke Provinsi
Bengkulu relatif jauh, lebih dari 200 km, namun harga TBS saat itu di Bengkulu
mencapai Rp. 1.100/ kg. Sehingga perhitungan penerimaan agen pada tingkat
harga tersebut, setelah dikurangi biaya transportasi dan makan minum supir dapat
dikatakan sama dengan penjualan TBS di wilayah kabupaten Lampung Tengah,
yaitu PKS Unit Usaha Bekrie dan PKS Kalirejo.
Hasil penelitian terhadap 32 orang petani responden, dapat diketahui
bahwa pola tataniaga TBS melalui dua pola saluran, yaitu pola saluran I dan pola
saluran II. Pola saluran I TBS petani dijual kepada agen, kemudian diangkut ke
PKS. Pada pola saluran II, TBS petani dijual kepada pedagang pengumpul,
kemudian melalui agen diangkut ke PKS. Skema atau pola tataniaga kelapa sawit
di Desa Tanjung Jaya secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.
Pola 1 : 17 Orang (53,12%), Volume 71,85 ton (69,7%)
Pola2 : 15 Orang (46,88%), Volume 31,25 ton (30,3%)
Gambar 3 Skema Saluran Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tanjung Jaya,
Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Berdasarkan skema yang terlihat pada Gambar 3, terbentuk suatu sistem
tataniaga yang merupakan kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain antar
lembaga tataniaga. Gambar 3 menunjukkan dua pola saluran tataniaga kelapa
sawit di Desa Tanjung Jaya, yaitu :
Pola 1 : petani agen perantara Pabrik Pengolahan
(ditunjukkan dengan garis penghubung berwarna biru)
Pola II : petani pedgang pengumpul Pabrik Pengolahan
(ditunjukkan dengan garis penghubung berwarna merah)
Aktivitas tataniaga kelapa sawit ditingkat petani yang berada dilokasi
penelitian terbagi menjadi dua pola saluran, tataniaga kelapa sawit melalui agen
perantara dan pedagang pengumpul. Pola saluran tataniaga kelapa sawit di
DesaTanjung Jaya cenderung membentuk rantai tataniaga yang pendek. Hal ini
mengingat bahwa produk yang dihasilkan merupakan bahan baku (raw material)
yang harus segera diangkut ke pabrik pengolahan, selanjutnya dihasilkan CPO
yang siap diolah lebih lanjut atau dieksport ke beberapa negara seperti India,
China, Singapore, Thailand, dan Amerika Serikat.
Pada saluran tataniaga I, petani biasanya menyerahkan proses panen,
pengangkutan langsung ke pihak agen perantara, selanjutnya dimuat dan
36
36
diangkut ke pabrik pengolahan. Pada waktu proses panen dikebun petani,
dilakukan proses pembersihan yaitu menghilangkan kotoran, buah yang hampa,
pemotongan tangkai tandan buah menjadi (standar 2,5-3 cm), selanjutnya TBS
diangkut menuju pabrik pengolahan. Pada pola ini, petani belum menerima uang
dari penjualan TBS nya. Setelah sampai di pabrik, TBS ditimbang, ditetapkan
potongan sortasi dan diketahui berat bersih TBS masing-masing kendaraan
pengangkut yang diterapkan di kartu timbang. Sebagai contoh kartu timbang,
dapat dilihat di dalam lampiran. Setelah diketahui berat bersih, petani menerima
uang dari penjualan TBS melalui agen perantara. Biasanya ini dilakukan sehari
setelah TBS diangkut.
Berbeda halnya dengan pola saluran dua, dimana petani melakukan
penjualan dan pemasaran kepada pedagang pengumpul dan pabrik pengolahan.
Para petani ini melakukan penjualan kelapa sawit kepada pedagang pengumpul
yang selanjutnya TBS akan dibawa dan diambil oleh pihak agen perantara menuju
pabrik pengolahan. Pada saluran dua ini, petani sudah menerima uang langsung
dari pedagang pengumpul pada waktu TBS diserahkan dan diangkut.
Saluran Tataniaga
Saluran tataniaga atau dikenal juga sebagai saluran pemasaran adalah
sekelompok individu ataupun lembaga yang memiliki hubungan satu sama lain
dalam penyaluran produk dari produsen ke tangan konsumen. Saluran tataniaga
juga menggambarkan keterkaitan antar pelaku tataniaga kelapa sawit di Desa
Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah dan
pelaksanaan fungsi–fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga
tataniaga sebagai upaya peningkatan nilai tambah dari kelapa sawit yang
dipasarkan. Penelusuran saluran tataniaga komoditi kelapa sawit dimulai dari
pihak petani sebagai produsen primer hingga pihak agen perantara dan pihak
pabrik pengolahan baik pabrik milik pemerintah maupun pabrik milik perusahaan
swasta. Penelusuran tidak dilakukan hingga tingkat konsumen akhir, karena
produk olahan kelapa sawityang disalurkan merupakan produk ekspor dengan
permintaan dalam berbagai olahan kelapa sawit yang biasanya dijadikan sebagai
bahan baku produk olahan kelapa sawit dan pangan di negara Indonesia maupun
di luar Indonesia. Lembaga tataniaga yang dijadikan konsumen akhir dalam
penelitian ini adalah pabrik pengolahan kelapa sawit milik swasta (PT. Kalirejo
Lestari) dan pabrik pengolahan kelapa sawit perusahaan milik pemerintah (PTPN
VII Bekri).
Saluran Tataniaga 1
Saluran tataniaga I merupakan saluran yang digunakan oleh para petani
kelapa sawit yang menjadi responden dalam penelitian ini dengan persentase
responden sebesar 17 orang (53,12 %), dengan volume TBS 71.85 ton (69,7%).
Pada saluran tataniaga I, petani menjual hasil panen berupa tandan buah segar
(TBS) siap olah ke pabrik pengolahan melalui agen perantara. Pada saluran ini
petani belum menerima uang hasil panen secara langsung dari agen perantara
maupun pabrik pengolahan. Alasan petani untuk menggunakan saluran ini
karena dengan menjual melalui pihak agen perantara selanjutnya ke pabrik
pengolahan petan lebih untung dibandingkan jika dijual melalui pedagang
37
pengumpul.
Pihak agen perantara memiliki kuantitas permintaan dalam volume yang
cukup besar, 50–100 ton untuk satu kali pengiriman tandan buah segar (TBS) ke
pabrik PKS. Sebagai persyaratan agen perantara minimal dapat melakukan
pengiriman TBS 20 ton/hari ke pabrik PKS. Apabila terdapat penawaran kelapa
sawit berupa tandan buah segar (TBS) yang besar maka hal ini dinilai mampu
meningkatkan efisiensi khususnya dalam pengangkutan yang dilakukan oleh
agen perantara. Petani dan agen perantara menentukan jadwal terkait waktu
panen, pengumpulan, dan pengangkutan TBS ke pabrik. Waktu panen TBS bisa
dilakukan setiap dua kali dalam sebulan atau setiap 18 hari setiap panen, hal ini
disesuaikan dengan waktu periode kematangan TBS. Pengangkutan hasil panen
kelapa sawit dilakukan oleh pihak agen dengan menggunakan mobil pick up atau
truk milik agen perantara.
Petani dan Agen Perantara (supplier) berusaha memenuhi kesepakatan
syarat kualitas yang ditentukan oleh pembeli, pabrik PKS. Syarat yang ditetapkan
pada umumnya terkait dengan tingkat kematangan TBS, kadar air, dan
kebersihan. Standar kematangan buah segar kelapa sawit dapat dilihat pada tabel
berikut (Lubis, Adlin U. Pengantar Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit, Pusat
penelitian kelapa sawit, Medan 1994).
Tabel 4. Standar kematangan buah segar kelapa sawit
Fraksi Buah Persyaratan Sifat Jumlah Brondolan
Fraksi 1 Maksimal 3% Kurang
matang 12,5%-25%
Fraksi 2 Minimal 8% Matang 25%-50%
Fraksi 3 Minimal 85% Matang 50%-75%
Fraksi 4 Maksimal 10% Lewat matang 75%-100%
Fraksi 5 Maksimal 0% Terlalu
matang Buah membrondol
Brondolan 9,5%
Tandan kosong 0%
Panjang gagang Maksimal 2,5 cm
Para petani mengetahui informasi harga melalui agen perantara atau
pabrik pengolahan. Biasanya pabrik pengolahan mengumumkan harga TBS dan
potongan sortasi di depan pabrik, pada papan pengumuman. Agen perantara
secara berkala menginformasikan harga TBS yang berlaku pada pabrik, langsung
melalui pesan SMS. Pada saat penelitian harga jual TBS Rp. 750 per kg, di
pabrik pengolahan PT Kalirejo Lestari sedangkan di pabrik PTPN VII Unit
Usaha Bekri Rp 700 per kg. Para petani cenderung lebih memilih untuk menjual
ke pabrik pengolahan PT. Kalirejo Lestari karena memperoleh harga jual yang
lebih tinggi.
Pemerintah melalui Dinas Perkebunan melakukan rapat bersama petani,
agen perantara, dan seluruh pihak terkait, setiap bulan mengenai kesepakatan
harga TBS dan harga CPO di tingkat petani. Namun kenyataannya harga
kesepakatan tersebut tidak efektif, tidak dipatuhi oleh pabrik pengolahan. Pada
saat penelitian harga TBS rata-rata ditetapkan Rp. 1.060 per kg, kenyataannya
38
38
harga yang berlaku di pabrik hanya Rp. 750 per kg. Sebagai contoh berita acara
penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit yang merupakan harga kesepakatan
wakil-wakil perusahaan kelapa sawit dan wakil petani atau KUD serta
pemerintah, bulan November 2012 dapat dilihat secara detail pada lampiran 6.
Berdasarkan hasil penelitian, 17 orang petani dengan luas lahan 40 Ha dan
jumlah produksi 71,85 ton TBS melakukan pemasaran kelapa sawit
menggunakan pola saluran I, yaitu ke pabrik pengolahan PT. Kalirejo Lestari
melalui agen perantara dengan harga jual rata-rata Rp 595,- /kg TBS.
Saluran Tataniaga II
Saluran tataniaga kedua memiliki pola yang hampir sama dengan saluran
tataniaga kesatu. Petani pada saluran tataniaga kedua ini berasal dari wilayah desa
Kalirejo maupun desa Tanjung Jaya yang termasuk dalam kecamatan Bangun
Rejo, kabupaten Lampung Tengah. Para petani responden pada saluran kedua ini
juga memasarkan kelapa sawit secara langsung kepada pedagang pengumpul,
agen, dan pabrik pengolahan. Berbeda halnya dengan petani pada saluran I, pada
saluran ini petani menjual hasil panen kelapa sawit berupa tandan buah segar
(TBS) kepada pedagang pengumpul, secara langsung petani menerima uang
penjualan TBS. Pada saluran ini pedagang pengumpul yang terlibat diberi
sebutan sebagai pedagang pengumpul mitra atau langganan. Pedagang
pengumpul mitra atau langganan dapat mendatangi langsung ke lokasi areal
perkebunan kelapa sawit milik petani untuk melakukan panen, pengangkutan ke
pabrik.
Pada saat penelitian melalui saluran tata niaga dua, petani yang menjual
TBS berjumlah 15 orang (46.88%) dengan volumen 31,25 ton TBS atau 33 %
dari lahan seluas 19,5 Ha. Harga rata-rata pembelian TBS oleh pedagang
pengumpul Rp. 490,27 per kg TBS. Jumlah petani, luas lahan, produksi, biaya-
biaya yang dikeluarkan(biaya panen, biaya angkut, dan biaya keamanan), serta
harga beli maupun harga jual petani responden di desa Tanjung Jaya menurut
saluran pola tataniaga dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Pola Saluran Tataniaga TBS di Desa Tanjung Jaya
Pola
Saluran
Jumlah
Petani
(orang)
Luas
(ha)
Jumlah
Produksi
(ton)
Jumlah
Biaya Yang
Dikeluarkan
Petani
(Rp/kg)
Harga
Beli
(Rp/kg)
Harga
Jual
(Rp/kg)
Saluran I 17 40 71.85 110 595,4 750
Saluran II 15 19.5 31.25 143 490 750
Jumlah 32 59.5 103.1
Pada saat periode penjualan, pedagang pengumpul mitra atau langganan
akan datang serta melakukan pembelian TBS, pengangkutan, dan selanjutnya
dibawa ke gudang atau halaman rumah milik pedagang pengumpul (lapak) atau
pedagang pengumpul. Pada saluran ini hanya menjalankan kegiatan pemanenan
dan pengangkutan tanpa melakukan pengemasan, selanjutnya dibawa ke pabrik.
39
Rincian biaya panen, angkut, keamanan, harga beli, dan harga jual TBS kelapa
sawit per petani pada masing-masing pola saluran tataniaga dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Fungsi-Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga
Pada sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun
Rejo terdiri atas beberapa lembaga tataniaga yang terlibat. Masing–masing
lembaga tataniaga tentunya menjalankan fungsi –fungsi tataniaga dengan tujuan
untuk memperlancar proses penyaluran produk. Fungsi tataniaga yang dijalankan
terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setiap lembaga
tataniaga dapat menjalankan lebih dari satu fungsi sesuai dengan peranan
masing– masing dalam keberlangsungan aktivitas tataniaga.
Fungsi pertukaran merupakan proses perpindahan hak milik atas suatu
barang dari produsen kepada konsumen. Fungsi ini terdiri atas fungsi penjualan
dan fungsi pembelian. Fungsi penjualan merupakan pelaksanaan dari hal–hal
yang berkaitan dengan cara penjualan. Sementara fungsi pembelian merupakan
penentuan jenis produk yang akan dibeli oleh pedagang pengumpul. Pada kedua
fungsi ini kegiatan utama yang dijalankan adalah menentukan jenis, kuantitas
dan mutu dari barang yang dijual petani kepada pedagang pengumpul atau
sebaliknya yang dibeli oleh pedagang pengumpul.
Fungsi fisik merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan
produk sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan
waktu. Fungsi fisik terdiri dari beberapa aktivitas seperti penyimpanan,
pengolahan, dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan dilakukan untuk mengatur
keseimbangan suplai produk sepanjang tahun. Pada sistem tataniaga kelapa sawit
ini pelaksanaan fungsi pengangkutan dan sortasi memiliki peranan dalam
membantu petani meningkatkan kualitas produkyang dijual. Halini dikarenakan
permintaan dari pihak konsumen adalah kelapa sawit dalam bentuk tandan buah
segar (TBS) siap olah, karena dengan pemanenan dan pengolahan serta
penanganan yang baik akan meningkatkan kualitas dari kelapa sawit yang dijual.
Prinsip TBS segera mungkin diterima pabrik pengolahan.
Sementara itu, yang menjadi bagian dari kegiatan pada fungsi fasilitas
meliputi fungsi standarisasi, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko, dan
fungsi informasi pasar. Kegiatan yang termasuk dalam fungsi fasilitas merupakan
kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperlancar penyaluran dan
pertukaran antara producen dan konsumen. Lembaga–lembaga tataniaga kelapa
sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo pada umumnya
menjalankan fungsi–fungsi tataniaga.
Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani
Pada pelaksanaan penelitian ini, penjualan kelapa sawit yang dilakukan
oleh petani dibagi ke dalam dua bagian, pertama penjualan TBS milik petani
yang dikelola melalui pedagang pengumpul dan penjualan TBS milik petani yang
dijual ke agen perantara dengan tujuan akhir adalah pabrik pengolahan. Di
40
40
saluran satu petani belum menerima uang hasil panen, sedangkan pada saluran II
petani sudah memperoleh uang hasil panen yang didapatkan dari pedagang
pengumpul.
Kualitas dari kelapa sawit yang dijual telah memenuhi standar kualitas
yang ditetapkan, yaitu diantaranya kadar air dan fraksi kurang dari 18 persen dan
kebersihan dari tandan buah segar, tingkat kematangan TBS dalam keadaan pas,
tidak terlalu matang, warna merah kehitam-hitaman dan dalam keadaan masih
segar. Penjualan TBS kelapa sawit di desa Tanjung Jaya dijalankan oleh petani
dengan satu tujuan lembaga tataniaga, agen perantara dan pedagang pengumpul.
Total penjualan dari petani kelapa sawit tersebut mencapai angka 103,1 ton TBS,
dari 32 petani, dengan luasan tanaman kelapa sawit 59.5 ha (Tabel 6).
Sementara itu, dari 32 orang petani responden, sebanyak 17 orang atau
53,12 persen, dengan volume 71,85 ton (69,7%) menjual hasil panen kelapa sawit
berupa tandan buah segar (TBS) melalui saluran tataniaga pola I. Sebanyak 15
orang (46,88%) dengan volume 31,85 ton TBS (30,3 %) menjual melalui saluran
tata niaga pola II.
Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan
Bangun Rejo umumnya menjalankan ketiga fungsi tataniaga yaitu fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan
oleh pedagang pengumpul adalah pembelian kelapa sawit berupa tandan buah
segar (TBS) dari petani dan menjual kepada pihak pabrik yang berada di wilayah
Kabupaten Lampung Tengah. Penetapan harga baik harga jual maupun beli
ditingkat pedagang pengumpul biasanya disesuaikan terlebih dahulu dengan
informasi harga yang diperoleh dari pihak pabrik dan agen perantara.
Fungsi fisik yang dilaksanakan berupa kegiatan, pemanenan,
pengangkutan, keamanan, dan distribusi. Pelaksanaan berbagai fungsi
tersebut hampir sama dengan pelaksanaan fungsi pada tingkat petani. Fungsi
pemanenan tentunya adalah untuk mengambil hasil tandan buah segar (TBS)
petani yang siap untuk dijual dan diolah oleh pabrik PKSFungsi pengangkutan
dilakukan oleh pedagang pengumpul untuk mangangkut hasil kelapa sawit berupa
tandan buah segar (TBS) siap olah milik petani. Kegiatan pengangkutan dilakukan
dengan menggunakan alat pengangkutan berupa mobil pickup atau truk yang
mampu menampung kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) sekitar 1-2 ton
untuk pick up, dan sampai 10 ton untuk truk. Penggunaan sarana pengangkutan
dengankapasitas tersebut mengharuskan pedagang pengumpul berulang kali
melakukan pengangkutan. Hal ini tentunya akan mempengaruhi tingkat biaya
tataniaga yang dikeluarkan untuk pengangkutan.
Pedagang pengumpul dan agen perantara biasanya mengambil hasil panen
kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) setiap satu bulan sebanyak dua kali
panen atau biasanya dari pihak petani yang menghubungi pedagang pengumpul
atau agen perantara langsung sesuai dengan kesepakatan waktu. Pedagang
pengumpul atau agen perantara melakukan pemanenan pada waktu panen di
lapangan atau kebun petani. Pada fase ini, fungsi penyimpanan tidak berlaku
karena seluruh petani kelapa sawit tidak melakukan penyimpanan hasil panennya.
Sseluruh hasil panen berupa tandan buah segar (TBS) siap olah dijual langsung ke
41
pabrik melalui pedagang pengumpul atau agen perantara. Fungsi penanggungan
resiko yang dijalankan oleh pedagang pengumpul atau agen perantara adalah
terkait penurunan harga jual TBS kelapa sawit yang tersedia apabila tidak
memenuhi syarat mutu yang ditetapkan oleh pihak pabrik.
Fungsi Tataniaga di Tingkat Agen Perantara
Agen perantara merupakan pihak yang memfasilitasi aktivitas tataniaga
antara petani pembudidaya kelapa sawit dengan pihak pabrik yang berada di
Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Agen perantara melakukan
fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Pada fungsi pertukaran, agen perantara
melakukan pembelian kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) siap olah
daripetaniyangberada di wilayah desa Tanjung Jaya kecamatan Bangun Rejo.
Dalam aktivitas jual beli ini biasanya dari pihak petani menghubungi pihak agen
perantara untuk memberikan informasi mengenai kesiapan panen.
Selanjutnya penentuan harga yang akan dibayar diinformasikan oleh agen
perantara dari masing-masing pabrik. Pada aktivitas ini pihak agen perantara
murni menjadi perantara dalam kegiatan transaksi yang dilakukan antara petani
dengan pihak pabrik. Setelah melakukan kegiatan pembelian dari petani, agen
perantara selanjutnya langsung mengirim kelapa sawit berupa tandan buah segar
(TBS) tersebut menuju pabrik. Penetapan kualitas kelapa sawit yang diterima dari
kelompok tani disesuaikan dengan permintaan dari pihak pabrik.
Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pihak agen perantara adalah
mengangkut hasil panen kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) siap olah
dari lokasi budidaya petani ke pihak pabrik yang berada diwilayah kecamatan
Bangun Rejo yaitu pabrik PT. Kalirejo Lestari dan PTPN unit VII Bekri. Dalam
menjalankan kegiatan pengangkutan ini, agen perantara menggunakan truk
tronton dengan muatan per truk sebesar 5-10 ton. Agen perantara tidak melakukan
fungsi penyimpanan, karena hasil kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS)
langsung dikirim langsung kepada pihak pabrik dengan tujuan ke berbagai daerah.
Pabrik Pengolahan
Pabrik merupakan lembaga tataniaga akhir dalam penelitian ini. Pabrik
yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan pabrik yang berada
diwilayah kecamatan Kalirejo yaitu PKS PT. Kalirejo Lestari, yang jaraknya dari
desa Tanjung Jaya ke kecamatan Bangunrejo sekitar 15 km, dan PKS PTPN VII
unit usaha Bekri yang berlokasi di kecamatan Bekri dengan jarak sekitar 10 km
dari desa Tanjung Jaya, Lokasi PKS dapat dilihat di Lampiran 1.
Pihak pabrik melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi
fasilitas. Pada fungsi pertukaran, pihak pabrik melakukan pembelian melalui agen
perantara yang berada di wilayah desa Tanjung Jaya kecamatan Bangunrejo
kabupaten Lampung Tengah. Selanjutnya pihak pabrik juga melakukan fungsi
penjualan dengan hasil olahan kelapa sawit berupa CPO, dan produk-produk lain
selanjutnya akan di ekspor ke luar negeri atau diolah lebih lanjut menjadi berbagai
produk seperti minyak makan, margarine dan lain-lain didalam negeri.
Pada pelaksanaan fungsi fisik, pihak pabrik hanya melakukan fungsi
pengolahanya itu perubahan hasil kelapa sawit berupa TBS menjadi CPO. Dalam
42
42
pelaksanaan fungsi fisik, pihak pabrik PTPN unit VII Bekri dan PKS Kalirejo
lestari tetap melakukan fungsi lainnya seperti penyortiran, penyimpanan, atau pun
pengemasan kembali. Pihak petani dan agen perantara yang terlibat pada saluran
tataniaga I mampu memenuhi permintaan kelapa sawit berupa TBS siap olah
sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan.
Pihak pabrik juga melakukan fungsi fasilitas yaitu fungsi sortasi, di lokasi
pabrik PT. Kalirejo Lestari ada laboratorium khusus untuk memeriksa kadar air,
kadar minyak (rendemen) buah sawit, secara berkala. Selanjutnya TBS dibawa ke
ruangan khusus pengolahan. Setelah TBS diolah, akan dihasilkan minyak sawit
(CPO) dan minyak inti sawit.Fungsi fasilitas lain yang dilakukan oleh pabrik
pengolahan PT. Kalirejo Lestari dan PTPN unit VII Bekri adalah fungsi
penanggungan risiko. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi oleh PT.
Kalirejo Lestari dan PTPN unit VII Bekri adalah terkait fluktuasi harga kelapa
sawit yang disesuaikan dengan tingkat permintaan dunia serta fluktuasi terhadap
nilai tukar mata uang.
Jumlah Pembeli dan penjual Tataniaga Kelapa Sawit
Aktivitas tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun
Rejo, kabupaten Lampung Tengah provinsi Lampung terdiri dari lembaga
tataniaga yang membentuk pola saluran tataniaga. Kelapa sawit yang
dibudidayakan diwilayah ini menghasilkan TBS, merupakan bahan baku, sehingga
selanjutnya dihasilkan produk olahan berupa CPO, selanjutnya dieksport dan atau
diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk turunan dari CPO, seperti minyak
makan, margarine, dan lain-lain. Saluran tataniaga yang terbentuk menunjukkan
aliran tataniaga kelapa sawit dari petani hingga ke pabrik. Para petani yang
mengelola aktivitas tataniaga kelapa sawit secara individu pada umumnya
ketergantungan dengan keberadaan pedagang pengumpul dan atau agen perantara.
Penelitian ini meliputi dua orang responden sebagai agen perantara, dan
tiga orang responden sebagai pedagang pengumpul. Hubungan petani dengan
agen perantara atau pedagang pengumpul dapat dikatakan bersifat tetap atau
langganan. Jual beli antara petani dan pedagang pengumpul dan atau agen
perantara tidak terikat pada suatu kontrak formal. Para petani kelapa sawit bebas
menjual hasil panen kelapa sawit kepada pedagang pengumpul atau agen
manapun. Faktor mudahnya kerjasama yang telah terjalin antara petani dan
pedagang pengumpul atau agen perantara sehingga petani berkecenderungan
menjual kepada pedagang pengumpul atau agen perantara yang sama. Antara
pedagang pengumpul/ agen perantara kelapa sawit di kecamatan Bangun Rejo
umumnya dapat dikatakan bahwa tidak terdapat persaingan. Masing–masing
pedagang pengumpul umumnya telah memiliki petani langganan, yang rutin
menyerahkan hasil panen kelapa sawit, sehingga antar pedagang pengumpul dan
agen perantara tidak harus saling bersaing untuk memperoleh pasokan TBS kelapa
sawit. Penentuan harga jual ditingkat petani biasanya dilakukan oleh pedagang
pengumpul. Penetapan harga yang ditentukan oleh pedagang pengumpul
umumnya disesuaikan dengan harga yang ditetapkan oleh pabrik.
Jenis dan Sifat Tanaman Kelapa Sawit
43
Jenis kelapa sawit yang dikembangkan didesa Tanjung Jaya adalah jenis
tenera (persilangan jenis Dura dan Pesifera), bibit berasal dari PTPN VII Unit
Usaha Bekri. Hasil produksi tanaman kelapa sawit yang diperjualbelikan dalam
aktivitas tataniaga dalam penelitian ini berupa tandan buah segar (TBS). Dalam
tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung Jaya kecamatan Bangun Rejo pada
umumnya tidak terdapat aktivitas saving (penyimpanan), sesuai dengan sifatnya
bahwa TBS gampang rusak, sehingga harus diupayakan segera sampai ke pabrik
pengolahan. Apabila TBS lebih dari dua hari baru sampai ke pabrik pengolahan
akan mengalami penurunan kualitas, sehingga rendemen akan turun.
Pada tingkat petani standar persyaratan TBS yang dijual lebih ditekankan
pada tingkat kematangan buah, dan kebersihan TBS. Pada umumnya kualitas TBS
kelapa sawit sudah memenuhi standar pabrik Komposisi fraksi tandan yang
biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen.
Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat
kecepatan pengangkutan buah ke pabrik. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa
tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat
mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan.
Yang umumnya dikenal di kalangan petani di Indonesia ada lima fraksi TBS.
Secara ideal, dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan
terkumpulnya brondolan serta pengangkutan yang lancar maka dalam suatu
pemanenan akan diperoleh komposisi fraksi tandan yang dapat diolah. Yaitu
jumlah brondolan di pabrik sekitar 25 persen dari berat tandan seluruhnya, tandan
yang terdiri dari fraksi 2 dan 3 minimal 65 persen dari jumlah tandan, tandan yang
terdiri dari fraksi 1 maksimal 20 persen dari jumlah tandan, tandan yang terdiri
dari fraksi 4 dan 5 maksimal 15 persen dari jumlah tandan. Dalam hal ini, petani
juga memiliki pengetahuan mengenai derajat kematangan buah. Karena
pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab
jumlah dan mutu minyak yang akan diperoleh sangat ditentukan oleh faktor ini.
Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas
(ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam
keadaan lewat matang maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam
persentase tinggi lebih dari 3 persen, namun rendemen minyaknya sudah mulai
menurun. Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum
matang, selain kadar ALB nya rendah, rendemen minyak diperoleh juga rendah.
Seluruh kriteria ini harus dipenuhi untuk kelapa sawit berupa tandan buah segar
(TBS) yang akan dijual ke pabrik. Termasuk syarat kebersihan dari tandan buah
segar itu sendiri. Kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) harus bebas dari
kotoran, seperti sisa-sisa daun kering, dan tanah yang turut terangkut di sela-
sela buah kelapa sawit.
Hambatan dan Keluar Masuk Pasar
Hambatan keluar dan masuk pasar menjadi salah satu hal yang dapat
dijadikan landasan dalam penentuan struktur pasar yang dihadapi masing–
masing lembaga tataniaga. Tinggi rendahnya hambatan yang akan dihadapi
tergantung dari kekuatan masing–masing lembaga yang bersangkutan. Hambatan
yang terlihat dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung Jaya
kecamatan Bangun Rejo kabupaten Lampung Tengah provinsi Lampung,
44
44
diantaranya terkait dengan ketersediaan modal, minimnya harga yang diterima
petani, rendahnya harga yang berlaku di pasaran, terbatasnya jaringan pemasaran,
dan keterikatan yang dimiliki oleh lembaga tataniaga. Ketersediaan modal yang
minim di tingkat petani mengharuskan adanya lembaga yang mampu membantu
permodalan di tingkat petani
Antar pedagang pengumpul dan agen perantara tidak terlihat hambatan
yang cukup berarti. Masing–masing pedagang pengumpul dan agen perantara
telah memiliki petani yang rutin menyerahkan hasil panen kelapa sawit, jika
dilihat dari sisi kuantitas kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) yang
mampu dikumpulkan. Para petani yang mengelola aktivitas tataniaga secara
individu tidak memiliki kekuatan jaringan untuk menjual langsung kepada pihak
pabrik. Sebaliknya kemampuan pedagang pengumpul/agen perantara dalam
membina jaringan yang cukup baik dengan pihak pabrik, menjadikan sebagai
suatu kelebihan untuk memperoleh keuntungan dalam aktivitas tataniaga kelapa
sawit di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo. Berbeda halnya dengan
hambatan keluar dan masuk pasar ditingkat pabrik, kebutuhan terhadap modal
yang besar menjadi salah satu penghambat bagi pendatang baru pedagang
pengumpul dan agen perantara. Kebutuhan biaya dalam pengiriman relatif besar
mengingat akses menuju pabrik yang harus ditempuh. Jumlah pabrik yang
tersedia untuk wilayah kabupaten Lampung Tengah khususnya di wilayah
kecamatan Bangunrejo dan sekitarnya, hanya ada 2 unit pabrik, yaitu PT. Kalirejo
Lestari dan PTPN VII Unit Usaha Bekri, maka pada saat panen raya secara
bersamaan produk TBS petani diangkut menuju pabrik sehingga terjadi antrian
panjang. Diperlukan waktu sampai 3-4 hari untuk penerimaan TBS, terjadi
peningkatan biaya angkut dan penurunan kualitas TBS, hal ini dapat menjadi
hambatan untuk memasuki pasar.
Informasi Pasar
Ketersediaan informasi pasar dalam sistem tataniaga memiliki peranan
yang penting dalam menunjang keberlangsungan aktivitas tataniaga. Informasi
pasar yang diperlukan oleh lembaga tataniaga diantaranya mencakup kondisi
pasar, jenis dan mutu produk yang diinginkan, serta yang paling utama adalah
mengenai informasi harga pasar yang berlaku. Hal ini sesuai dengan pernyataan
yang diungkapkan oleh Hammond dan Dahl (1977) bahwa informasi pasar dapat
digunakan oleh para pelaku pasar dalam mengarahkan keputusan yang akan
diambil dalam mengendalikan lingkungan pasar yang dihadapi.
Berdasarkan hasil wawancara, suplai kelapa sawit berupa tandan buah segar
(TBS) yang didapat oleh pihak agen perantara ataupun pabrik, tidak hanya berasal
dari para petani yang berada di wilayah kecamatan Bangun Rejo saja, juga berasal
dari petani kecamatan lain di lain wilayah, bahkan dari kabupaten lain, seperti
kabupaten Lampung Utara, Lampung Barat, Lampung Selatan. Dan Way Kanan.
Pada proses penetapan harga cendrung tidak dilakukan tawar menawar. Petani
menawar lebih tinggi apabila ia menjual kepada pedagang pengumpul. Apabila
menjual melalui agen perantara harga yang diberikan lebih besar, menyesuaikan
tingkat harga di pabrik. Dalam hal ini pihak pabrik memiliki bargaining position
lebih kuat. Produk TBS petani harus segera dijual, berapapun jumlahnya sesuai
tingkat harga yang ditetapkan oleh pabrik pengolahan.
45
Pedagang pengumpul dan agen perantara melakukan fungsi-fungsi
pemasaran, seperti fungsi pertukaran dan fungsi penjualan serta fungsi pembelian.
Pedagang pengumpul dan agen perantara di kecamatan Bangun Rejo berjumlah
cukup banyak. Dalam penelitian ini terdapat tiga responden pedagang pengumpul
dan dua agen perantara, yang menjadi tujuan pemasaran TBS kelapa sawit petani.
Menurut informasi dari salah satu agen perantara pada saat penelitian, di wilayah
desa Tanjung Jaya kecamatan Bangun Rejo terdapat dua agen perantara, dan
delapan pedagang pengumpul. Responden pedagang pengumpul atau agen
perantara tersebut hanya menjual kepada satu atau dua pihak mitra penjualan
yaitu pabrik pengolahan yang sudah menjadi pembeli langganan untuk setiap
periode penjualan. Pedagang pengumpul memperoleh pasokan TBS kelapa sawit
dari responden petani. Penentuan harga dilakukan oleh pedagang pengumpul dan
agen perantara berdasarkan informasi dari pihak pabrik pengolahan.
Dalam proses pembelian masing–masing pedagang pengumpul telah
memiliki petani langganan. Sementara itu, pihak agen sebagai mitra dari pihak
pabrik memiliki kekuatan untuk bersedia membayar sesuai harga pabrik, setelah
dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan Berdasarkan fakta yang terlihat
dilapangan, terdapat perbedaan penetapan harga jual di masing–masing pedagang
pengumpul, seperti dapat dilihat pada lampiran. Hal tersebut menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kekuatan diantara pedagang pengumpul. Pada kegiatan
transaksi penjualan kelapa sawit antara pedagang pengumpul dengan pihak pabrik
pengolah, harga jual yang diterima petani lebih rendah dibandingkan harga jual
yang diberikan pihak agen perantara. Namun, dalam hal ini tidak ada perjanjian
yang mengikat untuk transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dengan
pabrik pengolah.
Hal serupa juga berlaku bagi agen perantara. Sistem kepercayaan yang telah
berlangsung dengan baik antara agen perantara dengan pihak pabrik menjadikan
agen perantara lebih efisien dalam melakukan penjualan kalapa sawit kepada
pihak pabrik pengolahan. Peran agen perantara murni sebagai penghubung antara
pihak petani dengan pihak pabrik pengolahan.
Praktik Penjualan dan Pembelian
Pola saluran tataniaga yang terbentuk dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit
di Desa Tanjungjaya, Kecamatan Bangunrejo memperlihatkan bahwa praktik
pembelian dan penjualan dijalankan oleh seluruh lembaga tataniaga yang terlibat
kecuali ditingkat petani yang hanya menjalankan kegiatan penjualan. Saluran
tataniaga yang terbentuk diawali dari pihak petani yang menjual hasil panen
kelapa sawit. Pada saat penelitian, petani kelapa sawit di desa Tanjungjaya
memasarkan produk TBS secara individu, tidak melalui kelompok, kendati
sebagian besar petani responden, 28 orang (81,25 %) adalah anggota kelompok
tani, petani menjual hasil panennya berupa TBS (tandan buah segar) kepada
pedagang pengumpul dan agen perantara. Sementara itu bagi petani yang
memasarkan kelapa sawit secara langsung kepada agen perantara (supplier)
maupun pedagang pengumpul tidak mengeluarkan biaya pasca panen karena
petani tidak melakukan penanganan khusus pada hasil panen berupa tandan buah
segar (TBS), selain menjaga kualitas TBS setelah panen, yaitu menjaga
kematangan buah TBS, menjaga kebersihan TBS, membersihkan kotoran sisa-sisa
46
46
daun dari buah TBS, membuang bonggol panjang, dan langsung menjual kepada
pedagang pengumpul atau agen perantara.
Pedagang pengumpul atau agen perantara membeli dan mengangkut TBS
dari para petani yang sudah menjadi langganan setiap periode penjualan.
Pedagang pengumpul selanjutnya akan menjual hasil kelapa sawit kepada pihak
pabrik pengolahan, melalui DOP (surat izin masuk ke pabrik pengolahan) milik
agen perantara. Transaksi jual beli yang dilakukan antara pedagang pengumpul,
agen perantara dengan pihak pabrik pengolahan dilakukan secara bebas tanpa
ada kontrak tertentu yang mengikat kedua belah pihak. Sementara itu pada pihak
agen perantara, barang yang di terima dari petani sudah dalam kondisi siap
langsung diangkut ke pabrik. Sedangkan pada pedagang pengumpul, tidak
langsung diangkut ke pabrik, tetapi dikumplkan terlebih dahulu di halaman rumah
pedagang pengumpul untuk dilakukan penggabungan dengan TBS milik petani
lain, untuk selanjutnya di angkut ke pabrik.
Sistem Penentuan Harga
Tingkat pendapatan petani tentunya sangat dipengaruhi dengan tingkat
harga yang diperoleh dalam memasarkan suatu komoditi. Hal tersebut juga
Nampak dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit yang dijalankan oleh petani
kelapa sawit di Desa Tanjungjaya Kecamatan Bangunrejo. Perbedaan kualitas
produk TBS, sebagai akibat perbedaan kualitas kematangan buah, kebersihan di
tingkat petani memberikan dampak dalam mekanisme penentuan harga jual
kelapa sawit di tingkat petani. Hal tersebut memberikan gambaran mengenai
perbedaan (bargaining position) yang dihadapi oleh petani kelapa sawit.
Pada pola tataniaga saluran I, petani menjual produk TBS ke pabrik
melalui agen perantara. Penentuan harga ditingkat petani adalah berdasarkan
harga yang berlaku di pabrik pada saat itu yang dapat juga diinformasikan oleh
agen perantara. Pada saat penelitian harga di tingkat pabrik Rp.750,- per kg TBS.
Harga yang diterima petani adalah harga di tingkat pabrik dikurangi biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh agen perantara, seperti biaya panen dan angkut, maka rata-
rata harga yang diterima petani sebesar Rp.595 per kg TBS.
Tabel.6 harga beli, harga jual dan Keuntungan pada masing-masing pola
saluran tataniaga TBS kelapa sawit.
Saluran ke Nama Harga
beli
(Rp/Kg)
Total biaya
(Rp)
Harga
jual
(Rp/Kg)
Keuntungan
(Rp)
Saluran I Marhabi 595.4 113 750 41.25
Masduki 595 107 750 48
Jumlah 1190.4 220 1500 89.25
Rata-rata 595,2 110 750 45
Saluran II Sarjono 462.5 155 750 152.5
Ngatno 483.33 146.66 750 120
Tutur 525 126.66 750 111.67
Jumlah 1470.83 428.32 2250 384.17
Rata-rata 490 143 750 128
47
Pada pola tataniaga saluran II, petani menjual TBS ke pabrik melalui
pedagang pengumpu. Pada pola ini penetapan harga lebih ditentukan oleh
pedagang pengumpul, posisi tawar petani rendah untuk mengajukan harga jual.
Harga beli yang ditentukan oleh pedagang pengumpul tersebut merupakan
penyesuaian terhadap harga jual yang ditawarkan oleh pihak pabrik PKS. Pada
pola ini harga TBS yang diterima petani Rp.490 per kg TBS. Harga ini setelah
memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul.
Harga beli dan harga jual menurut pola saluran tataniaga I dan II, dapat dilihat
pada Tabel 6.
Harga pembelian TBS di pabrik PKS PT Kalirejo Lestari sebesar Rp. 750
per kg yang ditetapkan pihak pabrik setelah memperhitungkan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan minyak sawit (CPO), rendemen dan tingkat
harga CPO dalam dan luar negeri. Sementara harga di pabrik PTPN VII berkisar
Rp 700,- hingga Rp 725,- per kg TBS. Apabila dibandingkan dengan harga rata-
rata TBS menurut kesepakatan tim penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit
PR, bulan November-Desember 2012, bulan November Rp 1.060,41, dan bulan
Desember Rp 996,36 per kg TBS (Lampiran 6), berarti harga TBS pabrik PT
Kalirejo Lestari dan PTPN VII jauh dibawah harga kesepakatan.
Sistem Pembayaran
Petani menerima pembayaran hasil penjualan TBS dari pabrik pengolahan
kepada semua petani yang terlibat baik yang menerapkan pola tataniaga saluran I
dan pola tataniaga saluran II dalam bentuk uang tunai. Pada pola tataniaga saluran
I, petani menerima uang tunai setelah TBS petani diterima di pabrik dan diketahui
berat bersih yang tertera dalam kartu timbang. Contoh kartu timbang dapat dilihat
pada Lampiran 8. Pembayaran biasanya dilakukan langsung oleh agen perantara
berdasarkan volume penjualan yang tertera dalam kartu timbang dan dikurangi
biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh agen perantara.
Pada pola tataniaga saluran II, petani menerima pembayaran langsung dari
pedagang pengumpul disesuaikan dengan total volume penjualan masing-masing.
Volume TBS diketahui setelah ditimbang di kebun petani. Sistem pembayaran
transfer dilakukan antara agen perantara dan pihak pabrik, berdasarkan volume
penjualan total dari masing-masing agen perantara. Langsung masuk ke rekening
bank agen yang bersangkutan .
Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga
Kerjasama yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terdapat dalam pola
saluran tataniaga kelapa sawit di desa Tanjungjaya, kecamatan Bangunrejo adalah
antara pedagang pengumpul dengan petani, antara agen perantara dengan petani,
antara pedagang pengumpul atau agen perantara dengan pabrik pengolahan.
Kerjasama yang dilakukan adalah terkait mengenai informasi harga, besaran
potongan sortasi dari pihak pabrik, selanjutnya disampaikan meluas kepada petani
melalui agen perantara atau pedagang pengumpul, bantuan panen, bantuan
angkutan TBS kepada para petani yang memerlukan. Kerjasama juga dalam
bentuk pemberian pinjaman sementara dari agen perantara kepada petani yang
memerlukan, dan dikembalikan dari penjualan TBS berikutnya. Bantuan pinjaman
48
48
ini juga sebagai upaya untuk menjaga keberlanjutan pasokan kelapa sawit berupa
TBS dari para petani kepihak pedagang pengumpul atau agen perantara. Dalam
pemberian pinjaman selain didasari oleh adanya hubungan dagang tetapi juga rasa
saling percaya antara petani dengan pihak pedagang pengumpul dan atau agen
perantara.
Analisis Marjin Tataniaga
Penentuan tingkat efisiensi suatu sistem tataniaga dapat dilakukan melalui
pendekatan análisis marjin tataniaga. Marjin tataniaga adalah penjumlahan dari
seluruh biaya pemasaran/tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dan
besarnya keuntungan yang diambil dalam aktivitas penyaluran komoditas dari
lembaga tataniaga yang satu ke lembaga tataniaga lainnya. Marjin tataniaga yang
diperhitungkan dalam penelitian ini berdasarkan pada pola saluran tataniaga yang
terbentuk dalam aktivitas tataniaga TBS kelapa sawit di desa Tanjungjaya
kecamatan Bangunrejo. Dalam penelitian ini, marjin tataniaga dapat dilihat di
masing-masing lembaga tataniaga maupun secara keseluruhan di setiap saluran
tataniaga.
Tabel 7. Margin Tataniaga
Saluran Tataniaga
I II
Harga Beli (Rp/Kg) 595,4 490
Harga Jual (Rp/Kg) 750 750
Farmer’s Share (%) 79.33 65.33
Margin (%) 20.67 34.67
Perhitungan marjin diperoleh dari nilai selisih antara harga jual dan harga
beli disetiap lembaga tataniaga serta selisih antara harga ditingkat petani dengan
harga di tingkat lembaga tataniaga akhir yang terdapat dalam pola saluran
tataniaga yang terbentuk. Beberapa komponen yang diperhitungkan dalam
penentuan marjin tataniaga meliputi biaya pemasaran atau tataniaga dan
keuntungan yang diperoleh. Biaya pemasaran atau tataniaga merupakan seluruh
biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan kelapa sawit
dari kecamatan Bangunrejo sampai ke pihak pabrik pengolahan maupun sampai
ke tangan pihak eksportir. Penentuan efisiensi menurut marjin tataniaga pada
suatu saluran dilihat dengan membandingkan nilai marjin yang ada pada setiap
saluran. Semakin kecil marjin yang diperoleh maka saluran tataniaga tersebut
dianggap semakin efisien.
Pada saluran I pengelolaan penjualan dilakukan petani langsung ke pabrik
melalui agen perantara, harga yang diterima petani adalah harga pabrik setelah
dikurangi biaya panen atau angkut yang dilakukan agen perantara. Harga TBS
rata-rata yang diterima petani melalui saluran ini Rp 595,4- per kg. Sementara
pada saluran II petani kelapa sawit menjual melalui pedagang pengumpul, pada
tingkat ini petani menerima hasil penjualan TBS langsung dari pedagang
pengumpul. Harga rata-rata yang diterima petani melalui saluran ini terlihat lebih
rendah, yaitu Rp 490,- per kg TBS. Selanjutnya pedagang pengumpul menjual ke
pabrik melalui agen perantara. Rincian biaya, harga beli dan harga jual perpetani
kelapa sawit desa Tanjung Jaya dapat dilihat pada Lampiran 7.
49
Pada saat penelitian kelompok-kelompok tani atau gabungan kelompok-
kelompok tani di desa Tanjung Jaya tidak melakukan kegiatan pemasaran
bersama. Sesungguhnya apabila kegiatan pemasaran bersama ini dilakukan oleh
kelompok tani maupun gabungan kelompok tani akan memberi keuntungan bagi
petani. Keuntungan yang dinikmati pedagang pengumpul atau agen perantara
selama ini dapat dinikmati para petani. Peran pemerintah untuk membina petani
dalam pemasaran sawit melalui Gabungan Kelompok Tani atau Koperasi sangat
diperlukan. Keberadaan dan status KUD Rukun Tani Jaya desa TanjungJaya
harus diperjelas dan diharapkan aktif kembali.
Biaya tata niaga pada saluran I rata-rata sebesar Rp 110,- lebih kecil bila
dibandingkan dengan biaya tata niaga pada saluran II, rata-rata sebesar Rp 143,-
Besarnya harga beli, harga jual dan biaya serta keuntungan masing-masing pola
saluran tata niaga dapat dilihat pada Tabel berikut. Keuntungan lebih besar
terdapat pada pola saluran tataniaga II dengan keuntungan rata-rata sebesar Rp
117,-per kg TBS, Keuntungan yang tinggi ini akibat pedagang pengumpul
memanfaatkan situasi, pada saat terjadi panen raya, petani ingin segera
mendapatkan uang maka petani memilih untuk segera menjual kepada pedagang
pengumpul. Pengangkutan ke pabrik tidak dilakukan langsung, karena terkadang
harus menunggu TBS petani lain untuk efisiensi pengangkutan, sehingga
kapasitas truk angkutan bisa terpenuhi, sekitar 10 ton. Sementara itu, pada
saluran tataniaga I memiliki keuntungan lebih kecil dengan nilai keuntungan
sebesar Rp 44,6,- per kilogram TBS. Pada saluran ini petani menjual TBS
langsung ke pabrik, melalui agen. Biasanya proses panen, sortasi dan
pengangkutan dilakukan agen perantara.
Peningkatan kualitas kelapa sawit ini mengakibatkan terjadinya pengeluaran
biaya tataniaga ditingkat petani. Peningkatan kualitas akan memperkecil marjin
tataniaga pada saluran tataniaga II.
Analisis Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan bagian yang diterima petani dalam suatu
aktivitas tataniaga dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Nilai farmer’s share
diperoleh melalui perbandingan harga yang diterima ditingkat petani terhadap
harga yang dibayar ditingkat konsumen akhir. Pada penelitian ini, lembaga yang
dijadikan sebagai konsumen akhir dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit adalah
pihak pabrik pengolahan. menggunakan tingkat harga jual tandan buah segar saat
dijual di pabrik.
Nilai farmer’s share memiliki hubungan yang negative dengan nilai marjin
pemasaran yang terbentuk dalam suatu saluran tataniaga. Semakin tinggi farmer’s
share yang diperoleh petani pada suatu saluran tataniaga maka saluran tersebut
dinilai efisien. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa farmer’s share yang
tinggi tidak selalu mencerminkan bahwa aktivitas tataniaga tersebut berjalan
efisien. Hal ini tergantung dari upaya yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang
terlibat dalam memberikan value added pada produk sehingga produk yang
dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen. Nilai farmer’s share yang
diterima oleh petani dalam aktivitas tataniaga kelapa sawit di desa Tanjung jaya
kecamatan Bangun Rejo dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan data yang tersaji
pada Tabel 8, bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran
50
50
tataniaga I dengan nilai farmer’s share sebesar 79,33%. Dalam penelitian ini
penelusuran saluran tataniaga dilakukan hingga tingkat pabrik pengolahan, sama
halnya dengan saluran II.
Sementara itu pada saluran II nilai farmer’s share yang dihasilkan pada
masing–masing saluran adalah 65,33 persen. Pada saluran II terdapat pengulangan
pelaksanaan fungsi tataniaga yang sama antar lembaga tataniaga. Misalnya saja
ditingkat petani telah melakukan pensortiran dan pembuangan tangkai TBS yang
terlalu panjang serta pembersihan tandan dari dedaunan maupun yang dapat
menurunkan kualitas TBS. Namun terkadang hal tersebut tidak dilakukan cukup
baik sesuai stándar kualitas yang ditentukan, sehingga agen perantara pada saluran
I harus melakukan pensortiran kembali. Pengulangan pelaksanaan ini akan
mengakibatkan biaya tataniaga yang berlipat yang akan mempengaruhi penentuan
harga yang akan dibayar oleh konsumen akhir sehingga harga yang diterima
konsumen semakin tinggi dan persentase terhadap harga ditingkat petani akan
semakin kecil. Pada saluran I dan II, sumber informasi harga ditingkat pabrik
diperoleh langsung dari pihak pabrik pengolahan. Pada perhitungan nilai
farmer’s share juga dirumuskan perubahan farmer’s share yang akan diterima
petani apabila dilakukan peningkatan kualitas TBS yang dijual petani.
Tabel 8. Farmer’s Share berdasarkan pola saluran tataniaga
Saluran Tataniaga
Harga di
Tingkat
Petani
(Rp/kg)
Harga di Tingkat
Pabrik Pengolahan
(Rp/kg) Farmer’s Share (%)
Saluran I 595 750 79,33
Saluran II 490 750 65,33
Rasio Keuntungan dan Biaya
Biaya tataniaga merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh lembaga
tataniaga dalam menyalurkan TBS kelapa sawit dari tingkat petani hingga tingkat
konsumen akhir yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram TBS.
Sedangkan nilai keuntungan diperoleh dari selisih marjin tataniaga dengan biaya
tataniaga yang dikeluarkan dalam pelaksanaan aktivitas tataniaga. Rasio
keuntungan terhadap biaya dalam saluran tataniaga menunjukkan besarnya
keuntungan yang akan diperoleh setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan untuk
biaya tataniaga. Rincian mengenai keuntungan dan biaya yang terdapat pada
masing –masing saluran tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjungjaya Kecamatan
Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah dapat dilihat pada Lampiran 8.
Pada saluran tataniaga I total biaya yang dikeluarkan adalah Rp110,-
per kilogram TBS. Petani dalam saluran II mengeluarkan biaya tataniaga sebesar
Rp.143 per kilogram TBS. Dalam membandingkan tingkat rasio keuntungan
terhadap biaya tataniaga dari masing – masing saluran juga perlu dilakukan
penyamaan standarisasi kualitas kelapa sawit yang diperjualbelikan ditingkat
petani pada setiap saluran tataniaga yang terbentuk.
Penurunan nilai tersebut menunjukkan bahwa terjadi penambahan biaya
51
tataniaga yang dikeluarkan dalam menjalankan tataniaga kelapa sawit pada
saluran II. Namun, hal ini dinilai efisien karena penambahan biaya yang dilakukan
bertujuan untuk memberikan nilai tambah pada tandan buah segar yang
diperdagangkan melalui adanya peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas ini
juga sebagai upaya untuk memenuhi kepuasan konsumen akhir pada saluran ini
yaitu pihak pabrik pengolahan. Petani, pedagang pengumpul, dan agen perantara
membersihkan bonggol TBS yang panjang, membersihkan sisa-sisa ampas TBS
yang kotor, membuang TBS yang kosong, buah yang busuk dan kurang segar,
serta memnuhi syarat rendemen TBS yang ditentukan oleh pabrik pengolahan
yaitu sebesar 18-20 persen. Penetapan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga
berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rasio pada
saluran I dinilai relatif lebih efisien karena dapat dilihat bahwa biaya tataniaga
yang dikeluarkan pada saluran I relatif lebih rendah dibandingkan pada saluran II.
Saluran I mampu menghasilkan kualitas kelapa sawit yang setara dengan saluran
II dengan mengeluarkan biaya tataniaga paling rendah dibandingkan saluran
lainnya.
Sementara itu, perbedaan keuntungan diantara pedagang pengumpul
diakibatkan adanya pelaksanaan fungsi tataniaga yang berbeda diantara
pedagang pengumpul dan agen perantara. Hal ini mengakibatkan posisi
pedagang pengumpul I lebih baik dalam menjamin kualitas produk kelapa sawit
yang dijual sehingga dapat memperoleh marjin yang lebih tinggi yang
mengakibatkan tingginya keuntungan yang dapat diperoleh. Melalui nilai marjin
juga dapat dilihat bahwa pada saluran tataniaga I, marjin yang didaotkan lebih
kecil dibandingan marjin tataniaga pada saluran II.
Tabel 9. Rasio Keuntungan dan Biaya
Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga
I II
Pedagang Pengumpul
Πi (Rp) 45 -
Ci (Rp) 110 -
Rasio πi/Ci 0,4 -
Agen Perantara Πi (Rp) - 117
Ci (Rp) - 143
Rasio πi/Ci - 0,81
Dalam membandingkan tingkat rasio keuntungan terhadap biaya
tataniaga dari masing – masing saluran juga perlu dilakukan penyamaan
standarisasi kualitas kelapa sawit yang diperjualbelikan di tingkat petani pada
setiap saluran tataniaga yang terbentuk. Berikut ini adalah rumusan perhitungan
rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjungjaya
setelah dilakukan penyetaraan standar kualitas TBS kelapa sawit dengan
meningkatkan kualitas TBS dan penyetaraan rendemen TBS sebesar 18-20
persen. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 9, menunjukkan bahwa setelah
adanya peningkatan kualitas terhadap TBS terjadi penurunan pada nilai rasio
keuntungan terhadap biaya pada saluran I dengan nilai masing – masing yaitu
52
52
0,4 dan pada saluran II sebesar 0,81.
Penurunan nilai tersebut menunjukkan bahwa terjadi penambahan biaya
tataniaga yang dikeluarkan dalam menjalankan tataniaga kelapa sawit pada
saluran II. Namun, hal ini dinilai efisien karena penambahan biaya yang
dilakukan bertujuan untuk memberikan nilai tambah pada TBS yang
diperdagangkan melalui adanya peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas
ini juga sebagai upaya untuk memenuhi kepuasan konsumen akhir pada saluran
ini yaitu pihak pabrik pengolahan. Penetapan rasio keuntungan terhadap biaya
tataniaga baik berdasarkan data yang tersaji pada Lampiran 8 maupun Tabel 9
menunjukkan bahwa nilai rasio pada saluran I dinilai relatif lebih efisien karena
dapat dilihat bahwa biaya tataniaga yang dikeluarkan pada saluran I relatif lebih
rendah dibandingkan pada saluran II. Pada Tabel 9 saluran I mampu
menghasilkan kualitas TBS yang setara diantara saluran II yang ada dengan
mengeluarkan biaya tataniaga paling rendah dibandingkan saluran II.
Efisiensi Tataniaga
Efisiensi merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam suatu
aktivitas tataniaga. Sistem tataniaga dapat dikatakan terlaksana secara efisien
apabila kepuasan dari setiap pihak atau lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan
sistem tataniaga dapat tercapai. Pihak atau lembaga tidak hanya terdiri dari para
pelaku yang terlibat dalam proses penyaluran produk, melainkan hingga tingkat
konsumen akhir. Hal yang dapat dijadikan sebagai indicator penentu efisiensi dari
Suatu aktivitas tataniaga diantaranya pola saluran tataniaga yang terbentuk,
penerapan fungsi tataniaga dalam penyaluran produk, struktur pasar, perilaku
pasar dan nilai marjin tataniaga serta farmer’s share yang terbentuk.
Pada penentuan efisiensi tataniaga kelapa sawit di Kecamatan Bangunrejo
dilakukan penyetaraan standarisasi kualitas tandan buah segar pada setiap saluran
tataniaga untuk membandingkan nilai efisiensi masing–masing saluran.
Komponen–komponen yang diperhitungkan dalam menentukan nilai efisiensi
tataniaga diperoleh dari hasil perhitungan pada kondisi kualitas TBS kelapa sawit
dengan rendemen sebesar 18-20 persen.
Tabel 10. Nilai Efisiensi Pemasaran pada masing–masing Pola Saluran
Tataniaga Kelapa Sawit di Desa Tanjungjaya Kecamatan Bangunrejo
Saluran
Tataniaga
Harga di
Tingkat
Petani
(Rp/kg)
Harga di
Pabrik (Rp
/ kg)
Marjin (%) Farmer’s
Share (%)
π/C
Saluran I 595 750 20,67 79,33 0,4
Saluran II 490 750 34,67 65,33 0,8
Tabel 10 menyajikan data mengenai nilai efisiensi tataniaga pada setiap
pola saluran tataniaga yang terbentuk dengan kondisi produk kelapa sawit dengan
kualitas yang relatif sama pada masing–masing saluran yaitu dengan kadar
rendemen sebesar 18-20 persen. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat dari nilai
53
marjin dan farmer’s share maka saluran I relatif lebih efisien dibandingkan
saluran II, dengan nilai marjin sebesar 20,67 persen dan farmer’s share 79,33%,
volume produksi sebesar 71,85 ton atau sebesar 69,7%. Nilai rasio yang
dihasilkan lebih kecil, hal ini diduga akibat karakteristik dari lembaga yang
terlibat, tidak mengejar keuntungan dan pihak agen perantara yang menjadikan
aktivitas tataniaga yang dijalankan sebagai usaha sampingan sehingga tidak
memperhitungkan tingkat keuntungan yang diperoleh dengan menjalankan
kegiatan tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisa sistem
tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten
Lampung Tengah, Provinsi Lampung dapat ditarik beberapa kesimpulan
diantaranya :
1. Proses tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya yang dimulai dari petani
sebagai penghasil (produsen) hingga pabrik pengolahan, melibatkan beberapa
lembaga pemasaran. Lembaga yang terlibat dalam tataniaga kelapa sawit di
lokasi penelitian adalah pedagang pengumpul dan agen perantara. Saluran
yang paling banyak digunakan oleh petani responden dalam memasarkan
kelapa sawitnya adalah saluran pemasaran yang melibatkan agen perantara
dalam hal ini digambarkan pada saluran tataniaga I. Hal ini disebabkan
karena petani mendapatkan harga jual yang lebih besar sehingga keuntungan
yang diterima petani juga relatif lebih besar dibandingkan pada saluran
tataniaga II. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemasaran yang terlibat meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi
fasilitas sudah berjalan relatif baik, namun belum dilaksanakan secara tepat
oleh beberapa lembaga pemasaran khususnya petani.
2. Petani yang menjalani aktivitas tataniaga melalui saluran I memperoleh
pendapatan yang lebih baik, karena harga jual kelapa sawit yang di terima
petani lebih besar dibandingkan saluran II. Terdapat 17 orang petani
responden (53,12 persen) yang melakukan pemasaran kelapa sawitnya
melalui agen perantara dan 15 orang (46,88 persen) petani responden yang
melakukan pemasaran kelapa sawitnya kepada pedagang pengumpul. Petani
yang melakukan penjualan kelapa sawit melalui agen perantara memperoleh
harga jual yang lebih tinggi yaitu pada harga Rp 595,- per kilogram tandan
buah segar dibandingkan dengan petani yang melakukan penjualan melalui
pedagang pengumpul yaitu hanya Rp 490,- per kilogram tandan buah segar.
3. Hasil analisis pemasaran menunjukkan bahwa pada masing-masing lembaga
pemasaran terlihat bahwa marjin keuntungan dan marjin biaya yang
ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda-beda sesuai
dengan fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh masing-masin lembaga
pemasaran. Nilai marjin pada saluran I sebesar 20,67 persen dan nilai marjin
pada saluran II sebesar 34,67 persen. Secara operasional dari kedua saluran,
54
54
saluran I merupakan saluran yang paling efisien. Hal ini terlihat dari marjin
pemasaran yang rendah, nilai farmer’s share yang paling tinggi. Namun,
pada nilai rasio π/C saluran ini memiliki nilai terkecil yaitu 0,4. Saluran ini
dinilai sebagai alternatif saluran yang efisien karena tercapainya
kesejahteraan petani yang terlibat dalam saluran ini terlihat dari nilai marjin
dan farmer’s share yang dihasilkan dan dengan volume penjualan 71,85 ton
atau sekitar 69,7 persen dari total produksi petani.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian sistem tataniaga kelapa sawit di Desa Tanjung
Jaya Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung,
hal-hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dalam upaya meningkatkan
produksi kelapa sawit untuk mendukung kegiatan tataniaga kelapa sawit, yaitu :
1. Petani di desa Tanjung Jaya sebaiknya melakukan pemasaran dan penjualan
kelapa sawit dengan melibatkan agen perantara..
2. Petani di desa Tanjung Jaya sebaiknya melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengembangkan efisiensi dari pemasaran kelapa sawit. Salah satu contohnya
adalah pengembangan efisiensi dari pemasaran kelapa sawit melalui pengolahan
kelapa sawit yang baik dan benar agar memenuhi standar yang ditetapkan oleh
pabrik pengolahan serta memiliki nilai tambah pada penjualan.
3. Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Perkebunan dan pihak instansi
swasta terkait, dapat menambah jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit dengan
daya tampung yang lebih besar. Sehingga saat panen berlimpah, semua hasil
panen kelapa sawit dapat ditampung dan di produksi, hal ini juga dapat
mengurangi resiko kerugian bagi para pelaku tataniaga.
DAFTAR PUSTAKA
[BKP] Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. 2011. Direktori
Pengembangan Konsumsi Pangan 2011. Jakarta: Badan Ketahanan
Pangan
[BPS] Badan Pusat Statistika Republik Indonesia. 2010. Statistical Yearbook of
Indonesia 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistika
[DISBUN] Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Statistik Komoditas Kelapa
Sawit. 2010-2011
[DISBUN] Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Statistik Komoditas Kelapa
Sawit. 2005-2010
[[KPPBUMN] Kantor Pelayanan Pajak BUMN. 2005. Ketentuan Rendemen dan
Bagi Hasil. Jakarta: Badan Usaha Milik Negara
Asmarantaka RW, Kusnadi N, editor. 2009. Pemasaran Produk-Produk Pertanian
dalam Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Bogor: IPB Press
Dahl DC, Hammond I. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural
Industry. United State: Mc. Graw-Hill, Inc
Kartasasmita G. 1996. Pembangunan Sektor Pertanian dan Industri. Jakarta.
Kohl RL, Uhl JN. 1985. Marketing of Agricultural Products. New York: The
Macmillan Company
55
Kohl RL, Uhl JN. 2002. Marketing of Agricultural Products. London: New York
an Coller Macmillan Publishing
Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Lestari. 2006. Analisis Efisensi Penggunaan factor-Faktor Produksi dan
Pendapatan Petani Kelapa sawit lahan kering [skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Limbong WH, Sitorus P. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian. Program Studi
Manajer Koperasi Unit Desa (KUD). Bogor: Fakultas Politeknik
Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Lubis U Adlin. 1994. Pengantar Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis
Guineensis Jack). Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
, 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah Jurusan Ilmu-Ilmu
Sosial Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Maimun. 2009. Analisis Pendapatan Usaha Tani, Nilai Tambah, dan Saluran
Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik Aceh Tengah
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Peranginangin. Boyle. Analisis Tataniaga Markisa Ungu Di Kab. Karo [skripsi].
Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Sihombing. Agus. Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor [skripsi]. Bogor:
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Sutardja E. 2008. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Jakarta: Bumi Aksara
Sukartawi, 2000. Pengantar Agroindustri dan Agribisnis. Jakarta. Prenhalindo
Tomek W.G, Robinson K.L. 1990. Agricultural Product Prices Third
Edition.New York : Cornell University Press.
Yenni. 2005. Optimalisasi Pengadaaan Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
56
56
Lampiran 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Provinsi Lampung 2011
No Pengusahan Luas areal (ha) Produksi (ton) Produktivitas
(Kg/ha)
Jumlah
Petani (kk) Keterangan
1 Perkebunan Rakyat (PR) 82.670 167.820 2914 118100 Minyak Sawit
2 Perkebunan Besar (PBS) 100.159 195.097 3165 - Minyak Sawit
3 Perkebunan Negara (PBN) 11.787 27.989 3052 - Minyak Sawit
Jumlah 194.616 390.906 3.044
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung
57
57
57
Lampiran 2. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Rakyat (PR)
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011
No KOMODITI
KOMPOSISI LUAS
AREAL (ha) JUMLAH
(ha)
PRODUKSI
(TON)
PRODUKTIVITAS
(Kg/Ha)
JUMLAH
PETANI
PEKEBUN
(KK)
BENTUK
HASIL TBM TM TR
TANAMAN
TAHUNAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Aren
Kelapa dalam
Kelapa hibrida
Karet
Kelapa sawit
Kapuk
Jambu mete
Kemiri
Kenanga
Jarak merah
Jarak pagar
7
801
-
2.575
2.131
25
12
-
-
-
-
38
13.553
-
628
8.389
183
10
-
-
-
-
-
881
-
-
17
-
-
-
-
-
-
45
15.235
-
3.203
10.537
208
22
-
-
-
-
8
13.871
-
681
25.541
36
4
-
-
-
-
211
1.023
-
1.084
3.045
197
400
-
-
-
-
64
21.764
-
4.004
15.053
347
31
-
-
-
-
Gula merah
Kopra
Kopra
Slab
Minyak sawit
Serat
Biji kering
Biji kering
Bunga kering
Minyak jarak
Minyak jarak
Jumlah 5.551 22.801 898 29.250 40.141 - 41.263 -
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung
58
58
Lampiran 3 Luas Areal, Produksi Perkebunan Rakyat (PR) Kecamatan Bangun Rejo, dan Jenis Tanaman di Kabupaten Lampung Tengah
Tahun 2011
No KOMODITI
KOMPOSISI LUAS
AREAL (ha)
JUMLAH
(ha)
PRODUKSI
(TON)
PRODUKTIVITAS
(Kg/Ha)
JUMLAH
PETANI
PEKEBUN
(KK)
BENTUK
HASIL TBM TM TR
TANAMAN
TAHUNAN
1
2
3
4
5
6
7
Aren
Kelapa dalam
Karet
Kelapa sawit
Kapuk
Jambu mete
kakao
2
225
157
451
-
-
46
2
947
21
1.854
-
-
247
-
-
-
-
-
-
2
4
1.172
178
2.305
-
-
295
4
1.136
25
5.933
-
-
309
2000
1.200
1.200
3.200
-
-
1.250
77
1.888
111
1.700
-
-
598
Gula merah
Kopra
Slab
CPO
Serat
Biji kering
Jumlah 881 3.071 2 3.954 7.407 4.372.00
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung
59
59
59
Lampiran 4 Unit Pengolahan Hasil kelapa sawit Perusahaan Negara dan Swasta Provinsi Lampung Tahun 2012
NO.
KOMODITAS OLAHAN
dan NAMA
PERUSAHAAN
UNIT KAPASITAS
TERPASANG LOKASI BAHAN OLAHAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
KELAPA SAWIT/CPO
PT. Sumber Indah Perkasa
PT. Sumber Indah Perkasa
PT. Menggala Sawitindo
PT. Tunas Baru Lampung
(Sungai budi Grup)
PT. Kriya Swarna Pubian
PT. Kalirejo Lestari
PTP. Nusantara VII
PTP. Nusantara VII
PT. Garuda Bumi Perkasa
PT. Tunas Baru Lampung
(Sungai Budi Grup)
PT. Lampung Inter Pertiwi
PT. Agro Bumi Waras
(Sungai Budi Grup)
PT. Palm Lampung P.
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
60 Ton TBS/Jam
61 Ton TBS/Jam
40 Ton TBS/Jam
60 Ton TBS/Jam
30 Ton TBS/Jam
30 Ton TBS/Jam
40 Ton TBS/Jam
25 Ton TBS/Jam
60 Ton TBS/Jam
80 Ton TBS/Jam
45 Ton TBS/Jam
45 Ton TBS/Jam
60 Ton TBS/Jam
Tulang Bawang
Tulang Bawang
Tulang Bawang
Lampung Tengah
Lampung Tengah
Lampung Tengah
Lampung Tengah
Lampung Selatan
Mesuji
Mesuji
Mesuji
Lampung Utara
Way Kanan
TBS
TBS
TBS
TBS
TBS
TBS
TBS
TBS
TBS
TBS
TBS
TBS
TBS
Jumlah 13
60
60
61
61
61
Lampiran 5 Berita acara penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit produksi
perkebunan bulan November 2012
62
62
Lampiran 6 Biaya, Harga Beli, dan Harga Jual Kelapa Sawit Desa Tanjungjaya Pada Pola Saluran Tataniaga I
No. Nama Agen/Petani
Luas
Lahan
(Ha)
Produktivitas
(ton/Ha)
Jumlah
Produksi
(ton)
Biaya Jumlah
Biaya
Harga Beli
(Rp/Kg)
Harga Jual TBS
Pabrik (Rp/Kg)
Panen
(Rp/Kg)
Angkut
(Rp/Kg)
Ampera
(Rp/Kg)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
I MARHABI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Sutarno
Hi. Ato
Marhabi
Zuhari
Ganda
Asep Nurdin
Abdul
Sarjono
Didin
Yani
Uyun
Junaedi
1.5
3
3
6
1
3
1.5
2
1.5
1
1.5
2
1.7
1.5
1
2.3
1.6
2
2
1.5
2
1.4
1.5
1.75
2.6
4.5
3
13.8
1.6
6
3
3
3
1.4
2.25
3.5
50
50
40
50
40
50
50
50
50
50
50
50
40
70
60
60
50
50
40
50
40
50
60
50
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
100
130
110
120
100
110
100
110
100
110
120
110
425
700
650
725
450
425
700
600
425
600
725
620
750
750
750
750
750
750
750
750
750
750
750
750
Jumlah I 27 1,76 47,65 580 620 120 1320 7145 9000
Rata-rata 110 595,4 750
II MASDUKI
1
2
3
4
5
Sukatman
Suyono
Deden
Entang
Rukhiyat
5.5
5
0.5
0.5
1.5
1.45
2.4
1.6
2
1.6
8
12
0.8
1
2.4
50
50
50
40
50
60
60
40
40
60
10
10
10
10
10
120
120
100
90
120
625
700
600
525
525
750
750
750
750
750
Jumlah II 13 1,86 24,2 240 260 50 550 2975 3750
Rata-rata 48 52 10 110 595 750
Jumlah I + Jumlah II 40 3,62 71,85 820 880 170 1870 10120 12750
63
Lampiran 6 (lanjutan) Biaya, Harga Beli, dan Harga Jual Kelapa Sawit Desa Tanjungjaya Pada Pola Saluran Tataniaga II
No Nama pedagang pengumpul
Luas
Lahan
(Ha)
Produksi Biaya (Rp/Kg)
Jumlah Biaya
(Rp/Kg)
Harga
Beli
(Rp/Kg)
Harga
Jual
Pabrik
(Rp/Kg)
Produkti
vitas
(Ton/Ha)
Jumlah
Produksi
(Ton)
Panen Angkut Sortasi Keamanan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
I SARJONO
1
2
3
4
5
6
Ohim
Aweng
Anas
Jumirin
Saimin
Turman
1
1.5
1
2
0.5
1.5
2
0.6
0.75
1
2
1.3
2
0.9
0.75
2
1
2
40
50
50
50
50
50
70
70
70
70
80
75
20
20
20
20
20
20
10
10
10
10
10
10
140
150
150
150
160
155
400
400
400
650
450
525
750
750
750
750
750
750
Jumlah I 7,5 1,15 8,65 290 435 120 60 905 2825 4500
Rata-rata 48,33 72,5 20 10 150,83 470,83 750
II NGATNO
1
2
3
4
5
6
Satmili
Safaat
Sumarno
Makruf
Ai
Ngatno
1.5
0.5
1.5
0.75
0.75
3
2
1.6
2
1.25
2.5
1.5
3
0.8
3
0.9
1.9
4.5
50
50
50
60
40
60
70
60
70
70
50
50
15
15
15
15
15
15
10
10
10
10
10
10
145
135
145
155
115
135
525
525
400
400
450
650
750
750
750
750
750
750
Jumlah II 8 1,76 14,1 310 390 90 60 850 2950 4500
Rata-rata 51,66 65 15 10 141,66 491,66 750
III TUTUR
1
2
3
Suprapto
Satnah
Abdul karim
1
2
1
2
2.75
1
2
5.5
1
50
50
50
50
60
70
15
15
15
10
10
10
125
135
145
525
600
400
750
750
750
Jumlah III 4 2,1 8,5 150 180 45 30 405 1525 2250
Rata-rata 50 60 15 10 135 508,33 750
Jumlah I+II+III 2160 7300 11250
64
64
Lampiran 7. Contoh Kartu Timbang
65
Lampiran 8. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian
1 Satmili 67 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 2 3.0 15 hari/panen 14 140
2 Safaat 35 Dusun 1 M SMA Milik Sendiri Ya 0.5 1.6 0.8 15 hari/panen 13 140
3 Sumarno 50 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Tidak 1.5 2 3.0 15 hari/panen 14 145
4 Makruf 80 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Tidak 0.75 1.25 0.9 15 hari/panen 9 134
5 Sutarno 51 Dusun 1 M SMP Milik Sendiri Ya 1.5 1.7 2.6 15 hari/panen 19 140
6 Hi. Ato 60 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Ya 3 1.5 4.5 20 hari/panen 13 145
7 Ayi 35 Dusun 1 M SD Milik Sendiri Tidak 0.75 2.5 1.9 20 hari/panen 13 140
8 Ngatno 50 Dusun 2 M SMA Milik Sendiri Tidak 3 1.5 4.5 15 hari/panen 13 137
9 Marhabi 33 Dusun 2 M SMA Milik Sendiri Ya 3 1 3.0 20 hari/panen 20 137
10 Zuhcri 52 Dusun 2 M SD Milik Sendiri Ya 6 2.3 13.8 20 hari/panen 20 148
11 Ohim 37 Dusun 4 M SD Milik Sendiri Ya 1 2 2.0 20 hari/panen 13 140
12 Ganda 27 Dusun 4 M SD Milik Sendiri Ya 1 1.6 1.6 25 hari/panen 12 140
13 Asep Nurdin 40 Dusun 4 BM SMA Milik Sendiri Ya 3 2 6.0 20 hari/panen 13 140
14 Abdul 70 Dusun 4 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 2 3.0 20 hari/panen 14 145
15 Sarjana 35 Dusun 5 M Sarjana Milik Sendiri Ya 2 1.5 3.0 20 hari/panen 18 150
16 Didin 50 Dusun 5 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 2 3.0 15 hari/panen 13 140
17 Yani 51 Dusun 5 M SD Milik Sendiri Ya 1 1.4 1.4 15 hari/panen 13 140
18 Uyun 40 Dusun 5 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 1.5 2.3 20 hari/panen 13 14019 Junaidi 35 Dusun 6 M SD Milik Sendiri Ya 2 1.75 3.5 25 hari/panen 7 138
20 Aweng 45 Dusun 6 M SD Milik Sendiri Ya 1,5 0.6 0,9 25 hari/panen 7 145
21 Anas 65 Dusun 6 M SD Milik Sendiri Ya 1 0.75 0,75 15 hari/panen 7 130
22 Sukatman 40 Dusun 6 M SD Milik Sendiri Ya 5,5 1.45 8.0 20 hari/panen 13 140
23 Suyono 50 Dusun 6 M SMP Milik Sendiri Ya 5 2.4 12.0 20 hari/panen 9 145
24 Jumirin 55 Dusun 7 M SD Milik Sendiri Ya 2 1 2.0 15 hari/panen 9 150
25 Saimin 58 Dusun 7 M SMA Milik Sendiri Ya 0.5 2 1.0 15 hari/panen 15 140
26 Turman 50 Dusun 7 M SD Milik Sendiri Tidak 1.5 1.3 2.0 15 hari/panen 12 145
27 Suprapto 67 Dusun 7 M SD Milik Sendiri Ya 1 2 2.0 15 hari/panen 17 140
28 Satnah 70 Dusun 8 M SD Milik Sendiri Tidak 2 2.75 5.5 15 hari/panen 8 150
29 Deden Hidayat 22 Dusun 8 BM SMA Milik Sendiri Ya 0.5 1.6 0.8 20 hari/panen 13 140
30 Entang 37 Dusun 8 M SD Milik Sendiri Ya 0.5 2 1.0 15 hari/panen 12 140
31 Ruhiyat 51 Dusun 8 M SD Milik Sendiri Ya 1.5 1.6 2.4 20 hari/panen 12 138
32 Abdul Karim 26 Dusun 8 M SM Milik Sendiri Ya 1 1 1.0 15 hari/panen 13 140
1156 59,5 53.55 103,1 575 hari/panen 411 4,662
46 1,85 1,73 1,96 18 hari/panen 13 145
No NamaUmur
(th)Alamat Status Pendidikan Status Lahan Luas (Ha)
Produktiv
itas
ton/ha
Jumlah
Produksi
(ton)
Masa Panen
Total
Rata-rata
Anggota
Kelompok
Tani
Umur
Tanaman
(tahun)
Jumlah
Tanaman
(Btg/Ha)
66
66
Lampiran 8 lanjutan Rekapitulasi Data Hasil Penelitian
Langsung T.Langsung
1 Satmili √ 50 70 15 10 525
2 Safaat √ 50 60 15 10 525
3 Sumarno √ 50 70 15 10 400
4 Makruf √ 60 70 15 10 400
5 Sutarno √ 50 40 10 425
6 Hi. Ato √ 50 70 10 700
7 Ayi √ 40 50 15 10 450
8 Ngatno √ 60 50 15 10 650
9 Marhabi √ 40 60 10 650
10 Zuhcri √ 50 60 10 725
11 Ohim √ 40 70 20 10 400
12 Ganda √ 40 50 10 450
13 Asep Nurdin √ 50 50 10 425
14 Abdul √ 50 40 10 700
15 Sarjana √ 50 50 10 600
16 Didin √ 50 40 10 425
17 Yani √ 50 50 10 600
18 Uyun √ 50 60 10 72519 Junaidi √ 50 50 10 620
20 Aweng √ 50 70 20 10 400
21 Anas √ 50 70 20 10 400
22 Sukatman √ 50 60 10 625
23 Suyono √ 50 60 10 700
24 Jumirin √ 50 70 20 10 650
25 Saimin √ 50 80 20 10 450
26 Turman √ 50 75 20 10 525
27 Suprapto √ 50 50 15 10 525
28 Satnah √ 50 60 15 10 600
29 Deden Hidayat √ 50 40 10 600
30 Entang √ 40 40 10 525
31 Ruhiyat √ 50 60 10 525
32 Abdul Karim √ 50 70 15 10 400
1,570 1,865 17,320
49 58,3 541,25
Total
Rata-rata
Pola Pemasaran TBS
No NamaHarga Beli
TBS (Rp/Kg)Panen
(Rp/Kg)
Angkutan
(Rp/Kg)
Sortasi
(Rp/Kg)
Biaya
Ampera
(Rp/Kg)
Keamanan
(Rp/Kg) Saluran I Saluran II
67
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian
Urea TSP/SP 36 KCL/NPK Kandang Urea TSP/SP 36 KCL/NPK Kandang
(ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha)
1 Satmili 0 0 0 2 0 0 0 4
2 Safaat 0 0 0 2 0 0 0 4
3 Sumarno 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 2
4 Makruf 0.2 0.2 0.2 2 0.4 0.4 0.4 4
5 Sutarno 0.3 0.3 0.3 10 0.6 0.6 0.6 20
6 Hi. Ato 0 0 0 9 0 0 0 18
7 Ayi 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 2
8 Ngatno 0.15 0.15 0.2 7 0.3 0.3 0.4 14
9 Marhabi 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0
10 Zuhcri 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0
11 Ohim 0 0 0 1 0 0 0 2
12 Ganda 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0
13 Asep Nurdin 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2
14 Abdul 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0
15 Sarjana 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2
16 Didin 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0
17 Yani 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2
18 Uyun 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 219 Junaidi 0.15 0.15 0.2 1 0.3 0.3 0.4 2
20 Aweng 0.15 0.15 0.2 0 0.3 0.3 0.4 0
21 Anas 0.15 0.15 0.2 0 0.3 0.3 0.4 0
22 Sukatman 0.3 0.3 0.3 0 0.6 0.6 0.6 0
23 Suyono 0.3 0.3 0.3 1 0.6 0.6 0.6 2
24 Jumirin 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 2
25 Saimin 0 0 0 4 0 0 0 8
26 Turman 0 0 0 13 0 0 0 26
27 Suprapto 0.5 0.5 1 0 1 1 2 0
28 Satnah 0.15 0.15 0.2 5 0.3 0.3 0.4 10
29 Deden Hidayat 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2
30 Entang 0.1 0.1 0.1 1 0.2 0.2 0.2 2
31 Ruhiyat 0.15 0.15 0.15 0 0.3 0.3 0.3 0
32 Abdul Karim 0.2 0.2 0.2 1 0.4 0.4 0.4 2
4.05 4.05 4.8 40Total
Rata-rata
Pemupukan per Tahun
No Nama
Pemupukan per Aplikasi
68
68
Lampiran 10.
Kuisioner untuk Petani Kelapa Sawit
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : perempuan / laki-laki
3. Umur : .... tahun
4. Alamat Rumah :
5. Status : menikah / belum menikah
6. Pendidikan Terakhir :
7. Status lahan : a. Milik Sendiri b. Menyewa c. lainnya
8. Luas lahan :
9. Berapa lama Anda melakukan kegiatan usahatani kelapa sawit
10. Alasan menjadi petani kelapa sawit
11. Apakah usahatani kelapa sawit menjadi pekerjaan utama Anda? Ya / Tidak
12. Apakah Anda tergabung ke dalam kelompok tani? Ya / Tidak. Jika ya,
sebutkan
13. Jumlah produksi/panen
14. Jumlah panen dalam setahun
15. Apakah kegiatan pemanenan dilakukan sendiri? Ya / Tidak Jika ya, siapa
yang melakukan pemanenan? Biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan ?
16. Hasil pengelompokan kelapa sawit yang kurang baik untuk apa?
17. Apakah Anda melakukan penyimpanan kelapa sawit sebelum di jual? Ya /
Tidak
18. Apakah jika harga kelapa sawit di pasar turun, Anda tetap melakukan
budidaya kelapa sawit? Ya / Tidak. Jika ya, sebutkan alasannya
19. Harga kelapa sawit per kuintal yang Anda terima
20. Bagaimana teknik menjualnya? Kontrak / Langganan / Langsung Lainnya
21. Siapa yang menentukan harga jual?
22. Apakah lembaga pemasaran memiliki standar khusus mengenai kelapa sawit
yang dipanen? Ya / Tidak
23. Apakah Anda melakukan kerjasama atau kontrak dengan lembaga pemasaran
tertentu? Ya / Tidak Jika ya, apa alasan Anda melakukan kerjasama?
24. Apakah Anda mendapatkan informasi tentang pasar kelapa sawit? Ya / Tidak
25. Darimana Anda mendapatkan informasi tersebut?
26. Berapa jumlah biaya pemasaran yang dikeluaran setiap panen:
a. Biaya pemanenan : Rp
b. Biaya pengangkutan : Rp
c. Biaya penyimpanan : Rp
d. Biaya penyusutan : Rp
e. Biaya bongkar muat : Rp
f. Biaya sortir : Rp
g. Retribusi : Rp
h. Lainnya : Rp
27. Apakah ada kesulitan dalam menjual kelapa sawit? Ya / Tidak
Sumber modal : (modal sendiri / dapat bantuan / dapat pinjaman)
i. Besarnya modal : Rp
j. Jika dapat bantuan dalam bentuk jangka waktu
69
k. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal? Ya / Tidak
l. Jika ya, apakah hasil panen harus dijual ke lembaga tersebut?
70
70
Lampiran 11.
Kuisioner untuk Lembaga Pemasaran
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : perempuan / laki-laki
3. Umur : ..... tahun
4. Alamat Rumah :
5. Status : menikah / belum menikah
6. Pendidikan Terakhir :
7. Nama lembaga :
8. Bentuk lembaga :
a. Perorangan
b. Firma /CV
c. Koperasi
d. Lainnya, sebutkan
9. Apakah menjadi salah satu lembaga pemasaran merupakan pekerjaan utama
Anda? Ya / Tidak
10. Apakah Anda melakukan kerjasama? Ya / Tidak
11. Apakah Anda menetapkan standar / pengelompokan dari kelapa sawit yang
Anda beli? Ya / Tidak
12. Apakah ada perbedaan harga berdasarkan perbedaan mutu? Ya / Tidak
13. Standar mutu apa yang Anda terapkan?
14. Berapa frekuensi Anda dalam melakukan pembelian kelapa sawit?
15. Berapa harga pembelian kelapa sawit per kilogramnya? Rp
16. Bagaimana sistem pembelian kelapa sawit?
a. Bebas b. Borongan
c. Kontrak d. Lainnya, sebutkan
17. Bagaimana cara pembayarannya?
a. Tunai b. Dibayar dimuka
c. Dibayar sebagian d. Lainnya, sebutkan
18. Bagaimana cara penentuan harga?
a. Petani b. Tawar-menawar
c. Pedagang d. Lainnya, sebutkan
19. Bagaimana penyerahan barang?
a. di tempat penjual b. Di tempat pembeli
20. Bagaimana mendapatkan informasi harga?
21. Besarnya biaya yang dikeluarkan :
a. Biaya pengangkutan : Rp
b. Biaya tenaga kerja : Rp
c. Biaya penyimpanan : Rp
d. Biaya penyusutan : Rp
e. Biaya bongkar muat : Rp
f. Biaya sortir : Rp
g. Retribusi : Rp
h. Lainnya : Rp
22. Apakah Anda melakukan pengelompokkan / standar mutu pada saat menjual
kelapa sawit? Ya / Tidak
71
23. Apakah ada perbedaan harga berdasarkan perbedaan mutu? Ya / Tidak
24. Standar mutu apa yang Anda terapkan?
25. Kemana biasanya Anda melakukan kegiatan penjualan?
26. Bagaimana cara pembayarannya?
a. Tunai b. Dibayar dimuka
b. Dibayar sebagian d. Lainnya, sebutkan
27. Bagaimana cara penentuan harga?
a. Anda b. Tawar-menawar
c. Pedagang d. Lainnya, sebutkan
28. Berapa banyak kelapa sawit yang Anda jual?
29. Berapa harga jual kelapa sawit per kg? Rp
30. Adakah hambatan yang Anda alami dalam menjual kelapa sawit saat ini? Ya
/Tidak Alasan:
31. Manakah pernyataan yang sesuai dengan keadaan saat ini?
a. Pembeli sedikit, penjual banyak
b. Kualitas kelapa sawit kurang bagus
c. Biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi
d. Harga yang diterima petani dan harga yang diterapkan di pasaran rendah
32. Bagaimana Anda mendapat informasi mengenai jumlah, waktu, mutu kelapa
sawit yang akan dijual?
72
72
Lampiran 11.
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS TATANIAGA KELAPA SAWIT DI DESA TANJUNG JAYA
KECAMATAN BANGUN REJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
PROVINSI LAMPUNG
RESPONDEN PETANI
Nama : ...............................................................................................
Alamat : ...............................................................................................
Tanggal Pengisisan :..........................................................................
Peneliti
Ratiza Alifa Asmarantaka
H34080148
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN
MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Karakteristik Petani
Nama Petani
Jenis Kelamin
Umur
Pendidikan Terakhir
Jumlah Anggota Keluarga
Alamat
Pekerjaan tetap selain bertani
Kegiatan Usaha tani
1. Sudah berapa lama Anda bertani?......
2. Sudah berapa lama Anda berbudidaya kelapa sawit?.....
3. Apakah Anda hanya berbudidaya kelapa sawit? (ya/tidak) jika tidak, silahkan
menuliskan komoditi lain yang anda usahakan....
73
4. Berapa lahan yang Anda miliki?..... Ha
5. Berapa banyak jumlah kelapa sawit yang Anda miliki saat panen?.....kg
6. Apakah Anda tergabung dalam kelompok tani atau koperasi? (ya/tidak) jika
ya, silahkan menuliskan peranan kelompok tersebut dalam kegiatan budidaya
kelapa sawit Anda...
7. Berapa orang anggota keluarga anda yang ikut terlibat langsung dalam
kegiatan budidaya kelapa sawit?.....
Kegiatan Pasca panen
1. Bagaimana pola pemanenan yang Anda lakukan?
A. Sekali panen B. Panen bertahap dalam harian/mingguan
2. Berapa banyak jumlah produksi dalam sekali musim panen?..... kg
3. Apakah kegiatan panen dilakukan sendiri? (ya/tidak)
a. Jika tidak, siapa yang melakukan pemanenan?...
b. Jika ya, maka dalam satu kali musim panen, berapa banyak biaya yang
Anda keluarkan untuk :
ii. Tenaga kerja pemanen : ..... orang, dengan upah setiap orang Rp.....
iii. Tenaga kerja sortasi : ..... orang, dengan upah setiap orang Rp .....
iv. Biaya pengemasan Rp....
v. Biaya penyimpanan Rp.....
vi. Biaya pengangkutan Rp .....
vii. Biaya bongkar muat Rp ......
viii. Biaya penyusutan Rp ......
ix. Biaya Lainnya .....
4. Apakah Anda tetap melakukan pemanenan jika harga jual kelapa sawit sangat
rendah? (ya/tidak) tuliskan alasannya..
Kegiatan pemasaran
1. Kepada siapa Anda biasanya menjual hasil panen saat panen raya?
Lembaga
pemasaran
Kualitas
(grade)
Kuantitas
( kg)
Harga
(Rp/kg)
Sistem
pembayaran
Pasar yang
dituju
Pedagang
pengumpul
Agen
Perantara
Pabrik
Perngolahan
Lainnya
2. Kepada siapa Anda biasanya menjual hasil panen saat tidak panen raya
Lembaga
pemasaran
Kualitas
(grade)
Kuantitas ( kg) Harga
(Rp/kg)
Sistem
pembayaran
Pasaryang
dituju
Pedagang
pengumpul
81
Agen
Perantara
Pabrik
Pengolahan
m
Lainnya
3. Siapakah yang menentukan harga jual?....
4. Bagaimana cara penentuan harga jual?....
5. Dimanakah lokasi penyerahan barang?
A. Di tempat pembeli? B. Di tempat penjual
6. Apa saja yang menjadi pertimbangan anda menentukan kepada siapa hasil
panen dijual?...
7. Apakah Anda melakukan kerjasama atau kontrak tertentu dalam memasarkan
kelapa sawit? (ya/tidak) jika ya, tuliskan alasan Anda melakukan kerjasama
8. Apakah Anda mempunyai informasi tentang pasar kelapa sawit? (ya/tidak)
jika ya, darimana Anda memperoleh informasi?
9. Apakah Anda pernah menerima pinjaman atau bantuan modal dari pihak lain
untuk budidaya kelapa sawit? (ya/tidak), jika ya,
a. Dari siapa
b. Jenis kredit/bantuan
c. Jangka waktu pengembalian
d. Syarat kredit/bantuan
e. Jumlah kredit/bantuan
f. Apa saja yang dikeluhkan oleh pembeli dalam proses jual beli kelapa
sawit?
g. Permasalahan apa yang Anda alami dalam kegiatan pemasaran kelapa
sawit?
h. Bagaimana cara mengatasi permasalahan?
i. Apa yang menjadi harapan anda mengenai budidaya dan pemasaran
kelapa sawit?
82
82
Lampiran 13 Potensi Produksi Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Umur dan
Kelas Lahan
Umur
Kelas
Produksi Tandan
Ton/Ha/Thn Rendemen
(%)
Minyak
Produksi Minyak
Ton/Ha/Thn
I II III I II III
5 22,5 21 14 19 4,3 4,0 3,4
10 32 30 27 24 7,7 7,2 6,5
15 30 27,5 25 24 7,2 6,6 6,0
20 25 22,5 20,5 24 6,0 5,4 4,9
25 18,5 17,5 14,5 24 4,4 4,2 4,0
Sumber : Ir. H. Adlin U Lubis, Pengantar Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit
(Elaeis Guineensis Jack), Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, 1994)
83
Lampiran 14 Dokumentasi
Proses Pemanenan Kelapa Sawit
Proses pengangkutan dan pendistribusian TBS
Penampungan TBS Sementara dan Proses Pendistribusian TBS ke Pabrik Pengolahan
84
84
Lampiran 15 Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 29 April 1991 dari
ayah Ir. Hi. Muhammad Tibrizi Asmarantaka, MM dan ibu Hj. Amrina Hirnanti,
S.pd, M.pd. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bandar Lampung dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi nasional masuk perguruan tinggi
negeri (SNMPTN) di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen angkatan 45.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi
kampus yaitu pada tahun 2008-2010 menjadi anggota HIPMA IPB, pada tahun
2010-2011 menjadi bendahara OMI ( Olimpiade Mahasiswa IPB) dan menjadi
anggota divisi sponsorship pada kegiatan IAC (IPB art and contest). Penulis juga
aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa Lampung. Selain itu, pada tingkat
kuliah pertama hingga tingkat ke tiga, penulis aktif di organisasi basket FEM IPB.
Penulis juga menjadi anggota PERHEPI IPB. Selain itu, pada tahun 2013 penulis
pernah mengikuti penelitian Di PTPN VII Bekrie unit usaha Lampung.