Analisa Resep_otitis Ext & Serumen
-
Upload
nanda-sulistyaningrum -
Category
Documents
-
view
93 -
download
8
description
Transcript of Analisa Resep_otitis Ext & Serumen
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi resep menurut peraturan Menkes RI no. 224/1990 adalah sebagai berikut:
resep merupakan suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan
kepada APA (apoteker pengelola apotek) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
penderita sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (1).
Pengertian resep dalam arti sempit adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter
gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaa tertentu
dan menyerahkan obat kepada penderita. Resep merupakan perwujudan akhir dari
pengetahuan dan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang
farmakoogi dan terapi. Dalam menulis resep sebaiknya dokter harus mengetahui sifat-
sifat obat yang diberikan dan kaitannya dengan variabel yang terdapat pada penderita,
penyerapan, nasib obat dalam tubuh, ekskresi, toksikologi dan penentuan dosis rasional
bagi penderita (1).
Resep ditulis di kertas resep dengan ukuran ideal lebar 10-12 cm dan panjangnya
15-18 cm. Sebaiknya dokter menulis resep rangkap dua, satu untuk penderita dan satu
untuk dokumentasi dokter sendiri. Blanko kertas resp sebaiknya disimpan di tempat aman
untuk menghindari pemakaian yang tidak bertanggung jawab (1).
Resep harus ditulis dengan lengkap terdiri dari (1) :
1. Superscriptio yang memuat nama, umur, alamt, pasien, tempat dan tanggal
penulisan resep dengan symbol R/ pada setiap nama obat atau komposisi obat.
2. Inscriptio memuat nama dan jumlah obat.
Penulisan nama obat dibedakan menjadi:
Remedium Cardinale yang memuat nama dan jumlah obat pokok. Dapat berupa
tunggal maupun bebrapa bahan.
Remedium adjuvant yang memuat nama dan jumlah obat tambahan yang
membantu kerja obat pokok.
Remedium corrigens terdiri dari corrigens saporis, corrigens coloris, corrigens
odoris, corrigens constituen/vehikulum.
3. Subscriptio memuat cara pembuatan (nama dan jumlah sediaan obat). Inscriptio
dan subscriptio disebut praescriptio dan ordonatio.
4. Signatura/transcriptio memuat petunjuk penggunaan obat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep adalah (1):
1. Resep harus ditulis dengan tinta
2. Penulisan nama obat, jumlah, cara pemakain harus terbaca olaeh apoteker atau
asisten apoteker.
3. Menulis nama obat harus dengan huruf latin untuk zat kimianya atau nama
generiknya.
4. Hindarkan penulisan singkatan yang meragukan.
5. Dalam pemilihan obat perlu juga memperhatikan tingkat ekonomi penderita.
Resep dikatakan sah bila mencantumkan hal-hal berikut:
1. Untuk resep dokter swasta terdapat nama, izin kerja, alamta praktek dan rumah,
serta paraf dokter pada setiap signatura.
2. Resep dokter rumah sakit/klinik/poli klinik terdapat nama dan alamat rumah
sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan/paraf dokter penulis resep tersebut
serta bagian/unit di rumah sakit.
3. Pemberian tanda tangan untuk golongan narkotik dan psikotropik.
4. Pemakaian singkatan bahasa latin dalam penulisan resep harus baku.
Cara penulisan resep ada 3 macam, yaitu (1):
1. Formula magistralis dimana obat ini merupakan racikan, sesuai dengan formula
yang ditulis oleh dokter yang membuat resep tersebut.
2. Formula officinalis dimana obat ini merupakan racikan yang formulanya sudah
standar dan dibakukan dalam formularium Indonesia dan diracik oleh apotek
apabila diminta oleh dokter pembuat resep.
3. Formula spesialistis dimana obat ini sudah jadi, diracik oleh pembuatnya, dikemas
dan diberi nama oleh pabrik pembuatnya serta bentuk sediaannya lebih kompleks.
Penyusunan suatu resep disebut rasional bila memenuhi 5 kriteria, yaitu (1):
1. Tepat obat: obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan resiko, manfaat
dengan harga dan rasio terapi
2. Tepat dosis: dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika dan toksisitas),
cara pemberian obat (oral, parenteral, rektal, lokal), Faktor penderita (umur, berat
badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu dan
patofisiologi)
3. Tepat bentuk sediaan obat: bentuk sediaan obat yang dipilih mempunyai efek
terapi optimal efek samping minimal dengan memperhatikan harga obat.
4. Tepat waktu dan cara pemberian: Obat dipilih berdasarkan daya kerja obat,
bioavaibilitas serta pola hidup pasien (pola makan, tidur, defekasi, dan lain-lain)
5. Tepat keadaan penderita: obat disesuaikan dengan keadaan penderita yaitu bayi,
anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas dan malnutrisi.
BAB II
ANALISA RESEP
Keterangan Resep
Poliklinik : THT RSUD Ulin Banjarmasin
Tanggal : 5 April 2005
Nama Pasien : Indri
Umur : 5 Tahun
No. RMK : 0-55-94-26
Berat : -
Alamat : Gg. Upaya RT 02. No 25 Banjarmasin
Keluhan : Nyeri telinga dan Badan Panas
Diagnosis : Otitis Eksterna dan Serumen
2.2. Analisa Resep
2.2.1. Penulisan Resep
Tulisan pada resep cukup jelas terbaca sehingga menghindarkan dari kesalahan
penafsiran dan pembacaan resep. Ukuran kertas yang digunakan kurang sesuai yaitu
ukuran 11 x 21 cm.
2.2.2. Kelengkapan Resep
Resep kali ini kurang lengkap karena :
Pada bagian supercriptio tidak dicantumkan UPF/Bagian dari dokter berasal,
umur pasien, alamat pasien.
Pada bagian inscriptio, tidak dipisahkan antara obat kausatif (sefadroksil) dengan
obat-obatan simptomatik. Penulisan satuan obat yang diminta tidak jelas, yang
dapat mengakibatkan salah penafsiran resep. Disamping itu masih terdapat
pemakaian satuan pecahan tablet yang secara operasional akan sangat sulit.
Pada bagian subscriptio sudah cukup jelas bahwa dokter meminta pembuatan
bentuk puyer seperti dosis yang tercantum diatas dengan jumlah 15 buah, tetapi
tulisan m.f.l.a tidak begitu jelas.
Pada bagian transcriptio yaitu petunjuk cara penggunaan obat, tidak ada
keterangan waktu pemakaian apakah sebelum atau sesudah makan, seharusnya
tetap dicantumkan keterangan waktu pemakaian misalnya sebelum makan (ac),
sesudah makan (pc), sehingga nantinya didapatkan hasil yang optimal. Pada
bagian signatura untuk obat kausatif (antibiotik) harus diberikan setiap berapa jam
obat diminum , misalnya tiap 8 jam (o.8.h). Pada resep simptomatik juga
seharusnya dicantumkan pemakaian apabila gejala saja timbul (prn).
Bentuk resep kali ini adalah resep dengan formula magistralis.
2.2.3. Keabsahan Resep
Pada resep ini sudah dicantumkan kop RSUD Ulin, nama dokter, tanda tangan
dan paraf dokter pada setiap signatura sehingga menunjukkan bahwa resep ini sah.
2.2.4. Dosis, frekuensi, ama dan waktu pemberian.
Sefadroksil
Sefadroksil merupakan antibiotik golongan sefalosporin semisintetik yang
diberikan secara oral. Secara invitro sefadroksil bersifat bakterisidal. Dosis sefadroksil
untuk anak-anak adalah 30 mg/kgBB/hari. Frekuensi pemberian sebanyak 2 kali sehari
atau setiap 12 jam. Waktu pemberian dapat diberikan sebelum maupun sesudah makan,
karena sefadroksil stabil dalam kondisi asam. Lama pemberian adalah tergantung berat
ringannya penyakit (2,3).
Pada Resep diatas tidak diketahui berapa berat badan dari pasien, sehingga kita
tidak bisa menentukan dosis yang tepat bagi pasien diatas. Frekuensi pemberian sebanyak
3 kali sehari pada kasus diatas dianggap tidak tepat karena sefadroksil seharusnya
diberikan 2 kali sehari, karena waktu paruhnya selam 12 jam. Berdasarkan jumlah puyer
yang dibuat diketahui bahwa lama pemberian adalah lima hari, dan ini dianggap tepat dan
sesuai untuk pengobatan kausatif (antibiotik). Waktu pemberian tidak dicantumkan,
tetapi sefadroksil aman untuk diberikan baik pada sebelum maupun sesudah makan. Pada
kasus diatas pemberian sefadroksil dianggap tidak rasional.
.Chlorfeniramin Maleat.
Indikasi penggunaanya adalah untuk reaksi alergi yang ringan seperti iritasi
hidung, mata, tenggorokan, edema kemerahan dan iritasi karena alergi makanan, gigitan
serangga. Dosis untuk anak-anak umur 2-5 tahun adalah 1 mg tiap 4-6 jam sekali. Waktu
pemberian sesudah makan. Lama pemberian adalah selama 3 hari (2,3).
Pada kasus diatas diberikan sebanyak 1/3 tablet Chlorfeniramin maleat (CTM).
Dalam satu tablem CTM mengandung sebesar 4 mg chlorpheniramin maleat, jadi dokter
memberikan dosis sebesar 1,3 mg pada pasien diatas. Dosis sekian untuk anak 5 tahun
dianggap berlebihan dan dikhawatirkn dapat meningkatkan resiko terjadinya toksisitas
dan efek samping yang berlebihan. Frekuensi pemberian dianggap sudah tepat karena
CTM merupakan obat simptomatik, sehingga pemberian dengan 3 kali sehari sudah
cukup untuk mengatasi gejala. Pertimbangan dokter memakai CTM mungkin bukan
hanya efek anti histaminnya saja yang diambil tetapi efek sedasi yang lebih diinginkan,
karena pasien ini merupakan pasien anak-anak. Lama pemberian selama 5 hari dianggap
terlalu berlebihan. Hal ini berkaitan dengan kesalahan dalam penulisan resep, seharusnya
obat kausatif (antibiotik) dipisahkan penulisannya dan pembuatannya dengan obat
simptomatik. Umumnya obat simptomatik diberikan selama 3 hari, tergantung dari gejala
penyakit. Waktu pemberian tidak dicantumkan. Pada kasus diatas pemberian CTM
dianggap tidak rasional.
Asam Mefenamat
Merupakan golongan Non Steroid Anti Inflamasi (NSAIDs), yang digunakan
sebagai antipiretik dan analgetik.. Asam mefenamat dikontraindikasikan pemakaiannya
untuk anak-anak dibawah umur 14 tahun, karena efek iritasi pada saluran pencernaan
yang berlebihan (2,3).
Pada kasus diatas pasien adalah anak-anak dengan umur 5 tahun, sehingga
seharusnya tidak diberikan asam mefenamat, karena merupakan kontraindikasi.
Pemberian antipiretik dan analgetik lain seperti parasetamol lebih tepat. Pemakaian asam
mefenamat pada kasus diatas tidak rasional
.Otopain
Merupakan suatu obat kombinasi, yang tiap ml tetes mengandung : polimiksina B
sulfat 1.000.000 IU, Neomisin Sulfat 0,5 g Fludokortison asetat 0,1 g, lidokain HCl 4 g,
air, proplien glikol, glierin hingga 100 ml. Dindikasikan untuk otitis eksterna akut dan
kronis.Dosis pemberian adalah 2-4 kali sehari sebanyak 4- 5 tetes pada telinga yang sakit
(3).
Pemakaian antibiotik topikal (tetes) pada kasus diatas cukup tepat. Dosis yang
diberikan sebanyak 2 tetes, dianggap sudah tepat. Dosis topikal sulit sekali diukur,
tergantung tingkat keparahan penyakit. Frekuensi pemberian sebanyak 3 kali sehari sudah
tepat. Pemakaian otopain dalam kasus kali ini dianggap rasional.
2.2.5. Bentuk Sediaan Obat
Pada resep kali ini betntuk sediaan yang diberikan adalah bentuk sediaan puyer
(pulveres) dan tetes telinga. Pemilihan bentuk sediaan ini dianggap sudah tepat dengan
memperhatikan bahwa pasien adalah anak-anak, sehingga lebih mudah untuk ditelan.
Disamping itu absorbsi juga akan lebih cepat pada bentuk sediaan puyer dibandingkan
dengan bentuk sediaan padat lainnya. Pemilihan tetes telinga sudah tepat sesuai dengan
indikasi penyakit
2.2.6. Interaksi Obat
Tidak ada interaksi yang saling menghambat dan mempengaruhi antara satu obat
dengan obat yang lain.
2.2.7. Efek Samping Obat
Sefadroksil
Gejala kolitis pseudomembranosa dapat timbul selama atau setelah pengobatan
antibiotika. Mual dan muntah pernah dilaporkan terjadi, demikian juga diare pernah
dilaporkan. Reaksi alergi berupa ruam kulit, urtikaria dan angioderma pernah dilaporkan.
Meskipun demikian reaksi umumya berkurang apabila obat diteruskan. Efek samping lain
berupa pruritus genitalis, moniliasis genitalis, vaginitis bakterial, neutropenia transient
tingkat sedang dan peningkatan ringan transaminase serum juga dapat terjadi (2,3).
Chlorfeniramin Maleat
Susunan saraf pusat (SSP): kebingungan, sedasi, pusing dan gangguan kordinasi,
kelelahan, kegelisahan, kecemasan, tremor.
Mata: gangguan penglihatan, diplopia.
Kardiovaskuler: Hipertensi, sakit kepala, palpitasi dan takikardia.
Deramtologi : urtikaria, rash, dan fotosensitivitas.
Hematologi: Anamia hemolitik, trombisitopenia, agranulositosis.
Saluran Kencing: Sering kencing, sulit kencing, retensi urin.
Saluran pencernaan: Kembung, anoreksi, mual, muntah dan diare.
Saluran pernapasan: Mengentalkan sekresi bronkus, sesak dada dan sumbatan
hidung.
Hipersensitif: syok anafilaksis.
Asam Mefenamat
Ulserasi Saluran pencernaan
Inflamasi salurean pecernaan kronik
Hipersensitifitas terhadap asam mefenamat.
2.2.8. Analisa Diagnosis
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan
oleh bakteri, seringkali sukar dibedakan peradangan yang disebabkan oleh sebab lain
seperti jamur, alergi atau virus, sebab seringkali timbul bersama-sama. Faktor yang
mempermudah radang telinga luar adalah pH pada liang telinga yang biasanya normal
atau asam, bila berubah menjadi basa maka proteksi terhadap infeksi menurun, pada
keadaan udara hangat, lembab, kuman dan jamur akan mudah tumbuh, hal lainnya adalah
karena trauma ringan atau karena berenang yang menyebabkan perubahan kulit karena
kena air. Serumen adalah suatu hasilo produksi kelenar sebaseaa dan kelenjar serumen
yang terdapat di kulit sepertiga luar liang telinga. Walaupun tidak mempunyai efek
antibiotik, serumen memepunyai efek proteksi terhadap telinga, yaitu dengan membawa
kotoran pada telinga untu dibuang. Secara fisilogis tidak akan tertumpuk di liang telinga,
serumen akan keluar sendiri pada waktu mengunyah, dan setelah sampai liang telinga
akan menguap karena panas. Apabila ada serumen yang menumpuk pada telinga, akan
menggangu pendengaran, dan dapat mengakibatkan rasa tertekan atau rasa nyeri pada
liang telinga (4).
Pada kasus diatas pasien datang dengan keluhan sakit (nyeri) telinga, disertai
dengan demam dan didapatkan serumen pasien ini didiagnosisi dengan otitis eksterna
disertai dengan serumen. Pemilihan terapi oleh doter sudah cukup tepat yaitu
memberikan terapi kausatif antibiotik sisitemik dan lokal yaitu sefadroksil dan otopain,
namun penulisan resep antara obat kausatif dan simptomatik tidak tepat. Pemberian asam
mefenamat ditujukan sebagai antipiretik dan analgesik, tetapi dokter salah memilih obat
karena asam mefenamat dikontraindikasikan untuk anak-anak dengan umur kurang dari
14 tahun, sehingga asam mefenamat tidak dibenarkan pada kasus kali ini. Pemilihan
analgetik atau antipiretik lain yang lebih poten seperti parasetamol mungkin lebih tepat.
Pemakaian CTM sebagai antialergi dianggap cukup tepat, karena dokter
mengkhawatirkan terjadinya otitis mungkin dikarenakan oleh proses alergi, sehingga
perlu juga diberikan antialergi. Pemilihan bentuk sediaan untuk anak-anak dengan bentuk
puyer dianggap sangat tepat.
2.3. Usulan Penulisan Resep
BAB III
KESIMPULAN
PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM “ULIN”Jl. A. Yani Km 1,5 Banjarmasin
Nama Dokter :. Aris Budianto Tanda Tangan
Unit : Poliklinik THT
Banjarmasin, 20 Mei 2005
Amoksisilin 200 mgSacc.lactis qsm.f.l.a. pulv.dtd. No XV t.d.d pulv I ac
Paracetamol 120 mgChlor. Maleat 1 mgSacc.lactis qsm.f.l.a. pulv. dtd. No.IXt.d.d. pulv I pc
Pro : Indri Umur : 5 tahunAlamat: Gg.Upaya RT 02,No 25 Bjm
Kesalahan penulisan resep, kesalahan pemilihan obat, dan kesalahan dosis
merupakan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam resep kali ini. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa resep ini tidak rasional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Zaman, N dkk. 1997. Ars Prescribendi Resep yang Rasional. Airlangga University Press, Surabaya.
2. Ganiswarna S. (ed).1995. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Penerbit FK UI, Jakarta
3. Hardjasaputra, P.S.I. 2002. Data Obat di Indonesia (DOI) edisi 10. Grafidian Medipress, Jakarta
4. Soepardi, EA (ed). 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok dan Kepala Leher edisi 5. FK UI. Jakarta.
Analisa Resep
OTITIS EKSTERNA
Disusun Guna Memenuhi Sebagian SyaratMengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh:
Aris Budianto
I1A000077
Pembimbing :
Dra. Sulistyaningtyas, Apt.
Universitas Lambung Mangkurat
Fakultas Kedokteran
Laboratorium Farmasi
Banjarbaru
2005