Analisa Perbandingan Hammer Pada Perhitungan Proses … · Gambar 4 Pondasi Tiang pada Tanah...

13
1 Analisa Perbandingan Hammer Pada Perhitungan Proses Pemancangan Tiang Pancang Pada Anjungan Lepas Pantai “Zora” Jacket Platform Moch. Khusnul Yakin (1) , Ir. Handayanu M.Sc., Ph.D. (2) , Dr. Eng. Kriyo Sambodho ST, M.Eng (2) (1) Mahasiswa Jurusan Teknk Kelutan (2) Staf Pengajar Jurusan Teknk Kelutan ABSTRAK Desain tiang pancang yang modern adalah sebuah proses interaktif yang melibatkan pertimbangan struktural, geoteknik dan constructability. Pile Drivability mengacu pada kemampuan dari tiang pancang yang aman (tanpa kerusakan) dan ekonomis (menggunakan alat-alat konstruksi yang tepat, pemilihan hammer yang tepat untuk mencapai kedalaman penetrasi sesuai design dan blowcount yang tidak berlebihan) sehingga dapat mendukung bearing capacity yang dibutuhkan. Tugas Akhir ini bertujuan untuk menngetahui daya dukung tanah statis dan saat pemancangan, selain itu untuk menemukan jenis peralatan yang tepat agar saat pemancangan tidak terjadi overstress dan pile refusal. Dalam Tugas Akhir ini dilakukan analisa pile drivability menggunakan GRLWEAP2005 terhadap 4 jenis hammer yaitu MENCK MRBS 1502, MENCK MRBS 3000, MENCK MRBS 4600, dan MENCK MRBS 6000 pada kondisi plugged dan coring dengan faktor shaft 1, 0,9, 0,8 dan 0,7. Dari hasil analisa diketahui nilai daya dukung tanah statis untuk kedalaman penetrasi 58 m dengan faktor shaft 1 pada kondisi plugged adalah 9477.2 kN, sedangkan pada kondisi coring adalah 9297.1 kN. Untuk nilai daya dukung saat pemancangan pada kedalaman penetrasi 58 m dengan faktor shaft 1 untuk kondisi plugged adalah 4652.899 kN, sedangkan pada kondisi coring adalah 4500.578 kN. Hammer yang tidak menyebabkan tiang pancang mengalami keruskan ataupun tidak mengalami pile refusal yaitu hammer dengan tipe MENCK MRBS 3000 dan MENCK MRBS 4600. Peralatan yang efisien dipilih berdasarkan 2 parameter yaitu parameter biaya dan waktu. Untuk parameter waktu direkomendasikan mengunakan hammer dengan tipe MENCK MRBS 4600 dengan selisih 49 menit lebih cepat untuk setiap pemancangan satu tiang pancang. Dengan total waktu tunggu 900 menit dan akan dipasang empat tiang pancang maka diperkirakan total waktu yang dibutuhkan paling lama 3844 menit atau 64.067 jam. Sedangkan untuk parameter biaya direkomendasikan untuk menggunakan hammer dengan tipe MENCK MRBS 3000 dengan rated energy yang lebih rendah dengan asumsi biaya sewa hammer diasumsikan berbanding lurus dengan besarnya rated energy pada hammer dan dihitung setiap 24 jam. Kata Kunci : Pile Drivability, Daya Dukung Tanah, Pile Refusal, Overstress 1. Pendahuluan Desain tiang pancang yang modern adalah sebuah proses interaktif yang melibatkan pertimbangan struktural, geoteknik dan constructability. Pile drivability mengacu pada kemampuan dari tiang pancang yang aman (tanpa kerusakan) dan ekonomis (menggunakan alat-alat konstruksi yang tepat dan blow count yang tidak berlebihan) sehingga dapat mendukung bearing capacity yang dibutuhkan dan meminimalkan kedalaman penetrasi (Hussein, 2006). Keandalan dari metode dinamis untuk menentukan kapasitas tiang pancang sangatlah penting. Metode dinamis dibutuhkan keakuratan dan keandalan dalam penentuan kapasitas tiang pancang karena sangat berpengaruh dalam desain, konstruksi, serta biaya pada pondasi dalam (deep foundations). Perkembangan terbaru dalam pengestimasian dari kapasitas pembebanan (load capacity) pada tiang pancang dengan metode dinamis telah dihasilkan dengan menggunakan wave equation (Benamar, 2000). Analisa menggunakan persamaan gelombang biasanya digunakan untuk pemilihan/persetujuan pada peralatan yang akan digunakan saat instalasi tiang pancang (sebagai contoh: komponen-komponen hammer, bantalan hammer, driving head, dan pile cushion) dan memastikan tegangan pada saat dilakukan instalasi tidak melebihi kekuatan dari material tiang pancang. Proses instalasi atau pemancangan tiang pancang pada lepas pantai lebih sulit dan membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan proses pemancangan di darat. Hal ini disebabkan oleh lokasi yang berada di tengah laut. Oleh karenanya, untuk mendapatkan biaya instalasi atau pemancangan tiang pancang yang optimum, diperlukan perencanaan yang matang dalam melakukan pemilihan hammer dan ketersediaan tiang pancang (almanda, 2008). Dalam melakukan perencanaan untuk pemilihan hammer ataupun tiang pancang, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Kapasitas Daya Dukung Tanah pada saat Pemancangan Sebagai pondasi, tiang pancang memiliki daya dukung yang berfungsi untuk menahan beban yang diberikan. Tetapi daya dukung yang dimiliki pada saat pemancangan akan berbeda dengan daya dukung pada saat tiang sudah tertanam (kondisi statis). Pada saat pemancangan daya dukung dapat menjadi lebih kecil ataupun lebih besar dibandingkan dengan daya dukung pada saat statis. Oleh karenanya perlu dilakukan tinjauan kapasitas daya dukung pada saat pemancangan.

Transcript of Analisa Perbandingan Hammer Pada Perhitungan Proses … · Gambar 4 Pondasi Tiang pada Tanah...

1

Analisa Perbandingan Hammer Pada Perhitungan Proses Pemancangan Tiang Pancang Pada Anjungan

Lepas Pantai “Zora” Jacket Platform

Moch. Khusnul Yakin (1)

, Ir. Handayanu M.Sc., Ph.D. (2)

, Dr. Eng. Kriyo Sambodho ST, M.Eng(2)

(1) Mahasiswa Jurusan Teknk Kelutan

(2) Staf Pengajar Jurusan Teknk Kelutan

ABSTRAK

Desain tiang pancang yang modern adalah sebuah proses interaktif yang melibatkan pertimbangan struktural, geoteknik dan

constructability. Pile Drivability mengacu pada kemampuan dari tiang pancang yang aman (tanpa kerusakan) dan ekonomis

(menggunakan alat-alat konstruksi yang tepat, pemilihan hammer yang tepat untuk mencapai kedalaman penetrasi sesuai design dan

blowcount yang tidak berlebihan) sehingga dapat mendukung bearing capacity yang dibutuhkan. Tugas Akhir ini bertujuan untuk

menngetahui daya dukung tanah statis dan saat pemancangan, selain itu untuk menemukan jenis peralatan yang tepat agar saat

pemancangan tidak terjadi overstress dan pile refusal. Dalam Tugas Akhir ini dilakukan analisa pile drivability menggunakan

GRLWEAP2005 terhadap 4 jenis hammer yaitu MENCK MRBS 1502, MENCK MRBS 3000, MENCK MRBS 4600, dan MENCK

MRBS 6000 pada kondisi plugged dan coring dengan faktor shaft 1, 0,9, 0,8 dan 0,7. Dari hasil analisa diketahui nilai daya dukung

tanah statis untuk kedalaman penetrasi 58 m dengan faktor shaft 1 pada kondisi plugged adalah 9477.2 kN, sedangkan pada kondisi

coring adalah 9297.1 kN. Untuk nilai daya dukung saat pemancangan pada kedalaman penetrasi 58 m dengan faktor shaft 1 untuk

kondisi plugged adalah 4652.899 kN, sedangkan pada kondisi coring adalah 4500.578 kN. Hammer yang tidak menyebabkan tiang

pancang mengalami keruskan ataupun tidak mengalami pile refusal yaitu hammer dengan tipe MENCK MRBS 3000 dan MENCK

MRBS 4600. Peralatan yang efisien dipilih berdasarkan 2 parameter yaitu parameter biaya dan waktu. Untuk parameter waktu

direkomendasikan mengunakan hammer dengan tipe MENCK MRBS 4600 dengan selisih 49 menit lebih cepat untuk setiap

pemancangan satu tiang pancang. Dengan total waktu tunggu 900 menit dan akan dipasang empat tiang pancang maka diperkirakan

total waktu yang dibutuhkan paling lama 3844 menit atau 64.067 jam. Sedangkan untuk parameter biaya direkomendasikan untuk

menggunakan hammer dengan tipe MENCK MRBS 3000 dengan rated energy yang lebih rendah dengan asumsi biaya sewa hammer

diasumsikan berbanding lurus dengan besarnya rated energy pada hammer dan dihitung setiap 24 jam.

Kata Kunci : Pile Drivability, Daya Dukung Tanah, Pile Refusal, Overstress

1. Pendahuluan

Desain tiang pancang yang modern adalah sebuah proses

interaktif yang melibatkan pertimbangan struktural, geoteknik

dan constructability. Pile drivability mengacu pada kemampuan

dari tiang pancang yang aman (tanpa kerusakan) dan ekonomis

(menggunakan alat-alat konstruksi yang tepat dan blow count

yang tidak berlebihan) sehingga dapat mendukung bearing

capacity yang dibutuhkan dan meminimalkan kedalaman

penetrasi (Hussein, 2006).

Keandalan dari metode dinamis untuk menentukan kapasitas

tiang pancang sangatlah penting. Metode dinamis dibutuhkan

keakuratan dan keandalan dalam penentuan kapasitas tiang

pancang karena sangat berpengaruh dalam desain, konstruksi,

serta biaya pada pondasi dalam (deep foundations).

Perkembangan terbaru dalam pengestimasian dari kapasitas

pembebanan (load capacity) pada tiang pancang dengan metode

dinamis telah dihasilkan dengan menggunakan wave equation

(Benamar, 2000). Analisa menggunakan persamaan gelombang

biasanya digunakan untuk pemilihan/persetujuan pada peralatan

yang akan digunakan saat instalasi tiang pancang (sebagai

contoh: komponen-komponen hammer, bantalan hammer,

driving head, dan pile cushion) dan memastikan tegangan pada

saat dilakukan instalasi tidak melebihi kekuatan dari material

tiang pancang.

Proses instalasi atau pemancangan tiang pancang pada

lepas pantai lebih sulit dan membutuhkan biaya yang lebih besar

dibandingkan dengan proses pemancangan di darat. Hal ini

disebabkan oleh lokasi yang berada di tengah laut. Oleh

karenanya, untuk mendapatkan biaya instalasi atau pemancangan

tiang pancang yang optimum, diperlukan perencanaan yang

matang dalam melakukan pemilihan hammer dan ketersediaan

tiang pancang (almanda, 2008).

Dalam melakukan perencanaan untuk pemilihan hammer

ataupun tiang pancang, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan,

yaitu:

1. Kapasitas Daya Dukung Tanah pada saat Pemancangan

Sebagai pondasi, tiang pancang memiliki daya dukung yang

berfungsi untuk menahan beban yang diberikan. Tetapi daya

dukung yang dimiliki pada saat pemancangan akan berbeda

dengan daya dukung pada saat tiang sudah tertanam (kondisi

statis). Pada saat pemancangan daya dukung dapat menjadi lebih

kecil ataupun lebih besar dibandingkan dengan daya dukung

pada saat statis. Oleh karenanya perlu dilakukan tinjauan

kapasitas daya dukung pada saat pemancangan.

2

2. Kinerja Hammer

Kinerja hammer dipresentasikan sebagai jumlah pukulan yang

dibutuhkan oleh hammer untuk mempenetrasikan tiang ke dalam

tanah sedalam satu satuan panjang (set/blow). Nilai ini

diperlukan agar dapat memenuhi kapasitas daya dukung yang

diinginkan.

Dalam tugas akhir ini digunakan software GRL WEAP,

software komersial yang umum dipakai di perusahaan konsultan

engineering. Obyek studi yang digunakan adalah „ZORA‟

Platform yang di operasikan oleh Crescent Petroleum Sharjah

Inc. di perairan UEA Dubai. Bangunan ini masih dalam masa

konstruksi saat tugas akhir ini dikerjakan. Platfrom yang berjenis

tetrapod (empat kaki) ini berfungsi sebagai production platform.

'ZORA‟ Platform terletak pada koordinat sesuai pada Gambar 1:

Gambar 1 Diagram Lokasi „ZORA‟ Platform (Design Basis

„ZORA‟ Platform)

\ Tujuan tugas akhir ini antara lain untuk mengetahui daya

dukung tanah pada lokasi instalasi “Zora” Platform pada kondisi

statis dan saat pemancangan. Selain itu untuk menentukan

hammer yang sesuai untuk instalasi tiang pancang agar tidak

terjadi kerusakan saat instalasi tiang pancang tidak mengalami

pile refusal imenentukan peralatan yang efisien pada instalasi

tiang pancang “Zora” Platform.

2. Dasar Teori

Jacket platform yang dipasang diseluruh dunia digunakan

untuk berbagai jenis tujuan, salah satunya adalah untuk

memproduksi petroleum dan gas, bantuan navigasi dan stasiun

monitor cuaca. Karena letaknya yang berada ditengah laut, maka

struktur tersebut didesain dan dibangun untuk mampu menahan

beban lingkungan pada perairan dalam terbuka dan mampu

memberikan lingkungan yang kerja yang aman dan stabil baik

pada pekerja maupun pada mesin. Kebanyakan struktur-struktur

tersebut didukung dengan pondasi tiang pancang (Hussein,

1989).

2.1 Proses Instalasi Tiang pancang

Proses instalasi pondasi tiang pancang dapat dilakukan dengan

mengikuti prosedur sebagai berikut:

Bagian-bagian tiang pancang (bagian utama, bagian

tambahan) diangkut menggunakan cargo barge ke lokasi

instalasi dan dipindahkan ke installation vessel deck dimana

bagian utama tiang pancang akan diangkat dengan

menggunakan internal lifting clamp dan dimasukkan ke

dalam kaki jacket.

Sebuah external clamp yang biasa disebut bear cage (bagian

yang menahan antara kedua bagian tiang pancang selama

proses pengelasan) dipasang diatas bagian utama dari tiang

pancang untuk menerima bagian tambahan tiang pancang

yang pertama selanjutnya keduanya diangkat dan

digabungkan kemudian di las dengan proses yang berurutan.

Integritas las diperiksa menggunakan Ultrasonic Test (UT).

Setelah proses pengelasan antara bagian utama tiang

pancang dan bagian tambahan tiang pancang pertama selesai

serta bear cage dilepaskan, tiang pancang dimasukkan

kedalam tanah sesuai dengan kedalaman penetrasi yang

ditentukan.

Prosedur instalasi yang sama untuk setiap bagian tambahan

tiang pancang sampai didapatkan kedalaman penetrasi yang

didesain atau terjadi penolakan

2.2 Steam Hammer

Sesuai dengan sumber yang digunakan (Brochure Steam

Hammer oleh Menck) steam hammer memiliki karakteristik

sebagai berikut:

Jenis hammer ini hanya dapat digunakan diatas air untuk

memancang tiang pancang dengan kemiringan tertentu (10˚

maximum reasonable value).

Retangan efisiensi dari steam hammer sekitar 0.60% dan

0.85%. Energy pukulan dapat divariasikan dari 25% sampai

100% dari nilai nominal modifying stroke.

Parameter pile driving (jumlah blow count per meter, energi

pukulan, kedalaman penetrasi, dll) tidak dapat direkam

secara digital sehingga harus dicatat secara manual (Pile

Driving Record).

Terhindar dari kerusakan landasan (rebound effect) jenis

hammer ini sudah disediakan cushion (contoh material

cushion adalah Bonggosi-wood/hard wood)

2.3 Permodelan Wave Equation

Sistem permodelan terdiri dari striker plate, hammer

cushion, helmet, dan untuk concrete pile digunakan pile cushion.

Sistem permodelan ini dimodelkan dengan dua nonlinear spring

dan masa. Spring untuk hammer cushion dimodelkan secara seri

terhadap ram cushion. Pada permodelan tiang pancang, tiang

3

pancang dimodelkan dengan spring, dashpots dan masa(lihat

gambar 2).

2.4 Formula Dinamis

Konsep dari formula dinamis adalah sebagai berikut:

Es = Ru s (2.1)

Es = Energi yang bekerja pada tanah (kJ)

Ru = Soil Resistance (kN)

s = Permanent set (bl/m)

Setelah mengalami penurunan rumus maka didapatkan rumus:

edehEr – Epl – Esi = Ru s (2.2)

Dimana,

edehEr = Energi yang dibutuhkan selama instalasi (kJ

Epl – Esi = Energi yang hilang selama instalasi (kJ)

Gambar. 2 Model Wave Equation untuk jenis

air/steam/hydraouliic hammer (GRLWEAP Manual)

2.5 Daya Dukung Aksial Tiang Pancang

Daya dukung aksial suatu pondasi dalam pada umumnya

terdiri atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan

sepanjang tiang dan daya dukung ujung (dasar) tiang. Secara

umum kapasitas ultimit pondasi tiang terhadap beban aksial

dapat dihitung dengan persamaan sederhana yang merupakan

penjumlahan tahanan keliling dengan tahanan ujung, yaitu:

(2.3)

dan

(2.4)

dengan,

Qu = kapasitas ultimit tiang terhadap beban aksial (kN)

Qp = kapasitas ultimit tahanan ujung (end bearing) (kN)

Qs = kapasitas ultimit geser selimut (skin friction) (kN)

Qall = daya dukung ijin (kN)

SF = Faktor keamanan = 2,5 – 4,0

2.6 Tahanan Geser Selimut (Skin Friction)

Tahanan geser selimut tiang pada tanah c- dapat dinyatakan

dengan persamaan:

(2.5)

dengan,

Qs = kapasitas keliling tiang ultimate (kN)

Qsc = kontribusi kohesi tanah, c (kPN)

Qs = kontribusi sudut geser dalam tanah, (kN)

Kontribusi dari kohesi tanah dapat dicari dengan menggunakan

persamaan berikut:

(2.6)

dengan,

Qsc = kontribusi kohesi tanah terhadap kapasitas geser selimut

= faktor adhesi antara selimut tiang pancang dan tanah

cu-I = kohesi undrained tanah pada lapisan -i (kPa)

li = panjang tiang pada lapisan -i (m)

p = keliling tiang (m)

Sedangkan kontribusi sudut geser dalam, , pada tanah non-

kohesif dinyatakan dengan persamaan berikut:

(2.7)

dengan,

Qs = kontribusi sudut geser pkapasitas geser selimut (kN)

Fi = ko-I .σ'v-1.tan (2/3 i) (kPa)

Ko-i = koefisien tekanan lateral tanah

σ‟v-i = tekanan vertikal efektif di tengah-tengah lapisan-i (kPa)

i = sudut geser dalam pada lapisan-i (derajat)

li = panjang tiang yang tertanam pada lapisan-i (m)

p = keliling tiang (m)

Secara umum, pada tanah homogen seperti pada gambar 3,

tahanan geser selimut pondasi tiang dapat dihitung sebagai

berikut:

(2.8)

dengan,

As = luas selimut tiang (m2)

P = keliling penampang (m)

L = panjang tiang (m)

f = tahanan friksi (skin friction) (kPa)

Gambar 3 Pondasi Tiang pada Tanah Non-Kohesif (Braja

M.Das, 1999)

Sedangkan pada tanah berlapis, dapat digunakan persamaan

berikut:

4

(2.9)

Dengan f adalah gaya gesekan antara tanah dengan tiang

sedangkan As adalah luas badan selimut tiang.

Gambar 4 Pondasi Tiang pada Tanah Berlapis (Braja M.Das,

1999)

2.6.1 Tahanan Geser Selimut Pada Tanah Kohesif

Untuk tanah lempung, biasanya koefisien gesekan ini

diperkirakan dengan menggunakan beberapa cara diantaranya

metoda Alpha. Perkiraan besar gaya gesekan dengan

menggunakan metode alpha ini merupakan metoda yang paling

sering digunakan dengan menggunakan rumusan sebagai

berikut:

f = . Cu (2.10)

dimana,

= faktor adhesi empiris, nomogram

untuk tanah NC dengan Cu<50 kN/m2, = 1

2.6.2 Tahanan Geser Selimut pada Tanah Non-kohesif

Untuk perhitungan tahanan geser selimut pada tanah non-

kohesif, yang memberikan pengaruh paling besar adalah

parameter sudut geser dalamnya. Kontribusi dari sudut geser

dalam tanah, , dari tanah non-kohesif terhadap geser selimut

dapat diperoleh dengan menggunakan API RP 2A-WSD 2000

memberikan nilai f sebagai:

f = K. po. tan δ (2.11)

dimana:

K = koefisien tekanan tanah lateral

po = tegangan vertikal efektif pada poin yang ditinjau, (kPa)

δ = sudut friksi antara tanah dengan selimut tiang (derajat)

Tabel 1 dapat digunakan untuk menentukan nilai δ. Pada tiang

yang panjang nilai f tidak bertambah secara linier dengan

tegangan vertikal, oleh karenanya nilai f dibatasi dengan nilai

tertentu seperti diberikan pada tabel 1.

2.7 Tahanan Ujung (End Bearing)

Secara umum daya dukung ujung tiang pancang maupun

tiang bor pada lapisan tanah c- dapat dinyatakan sebagai

berikut:

Qp = Ap (c Nc* + q‟ Nq*) (2.12)

Dimana:

Qp = daya dukung ujung tiang ultimate (kN)

Ap = luas ujung tiang (m2)

c = kohesi tanah tempat ujung tiang tertanam (kPa)

q‟ = tekanan vertikal efektif tanah pada ujung tiang(kPa)

Nc*, Nq = faktor-faktor daya dukung pondasi

2.7.1 Tahanan Ujung pada Tanah Kohesif

API RP 2A-WSD 2000 memberikan nilai Qp sebagai

berikut:

Qp = Ap . q (2.13)

dimana,

q = 9c (2.14)

dengan,

c = nilai undrained shear strength tanah di ujung tiang (kPa)

Nilai perlawanan ujung dengan gesekan selimut ini dapat

memberikan indikasi jenis tanah dan beberapa parameter tanah

seperti konsistensi tanah lempung, kuat geser, kepadatan relatif

dan sifat kemampatan tanah meskipun hanya didasarkan pada

korelasi empiris.

Tabel 1 Nilai δ, Nilai Batas f, Nilai Nq dan Nilai Batas q (API

2A-WSD, 2000)

2.7.2 Tahanan Ujung Tanah Non-kohesif

API RP 2A-WSD 2000 memberikan nilai Qp sebagai

berikut:

Qp = Ap . q (2.15)

dimana,

q = 9c (2.16)

dimana,

c = nilai undrained shear strength tanah di ujung tiang (kPa)

Seperti pada tahanan geser selimut, nilai q tidak bertambah

secara linier dengan tegangan vertikal, oleh karenanya nilai q

dibatasi dengan nilai tertentu. Nilai Nq dan batas nilai q dapat

dilihat pada tabel 1.

Soil Soil Pile Limiting Skin Nq Limiting Unit End

Description Friction Angle Friction Values Bearing Values Degrees kPa MPa

Very Loose Sand 15 47.8 8 1.9

Loose San-Silt**

Medium Silt

Loose Sand 20 67 12 2.9

Medium San-Silt**

Dense Silt

Medium Sand 25 81.3 20 4.8

Dense San-Silt**

Dense Sand 30 95.7 40 9.6

Very Dense San-Silt**

Dense Gravel 35 114.8 50 12

Very Dense Sand

Density

** Sand-Silt includes those soils with significant fractions of both sand and silt.

Strength values generally increase with increasing sand fractions and decrease

with increasing silt fractions.

5

2.8 Soil Resistance to Driving

Parameter-parameter yang digunakan untuk perhitungan

ini akan berbeda dengan kondisi statis, dan kapasitas daya

dukung yang diberikan oleh tanah akan sangat besar ataupun

sangat kecil dibandingkan dengan kapasitas daya dukung statik.

Secara umum nilai kapasitas daya dukung saat

pemancangan selama pemancangan yang digunakan berdasarkan

State of the art, pile driveabilty, 1980 adalah:

(2.17)

(2.18)

Dimana:

QSRD= kapasitas ultimit tiang terhadap beban aksial (kN)

Qs =kapasitas ultimit tahanan geser selimut (kN)

Qp = kapasitas ultimit tahanan ujung (end bearing) (kPa)

Fp = faktor reduksi nilai kapasitas selimut pada saat statis

2.8.1 Soil Resistance to Driving untuk Tanah Kohesif

Semple, 1982, menggunakan faktor reduksi pada kuat

geser tanah dengan variabel dari over concolidation ratio

(OCR). Kekuatan tanah lempung dengan kondisi normally

consolidated (NC) dan over consolidated OC memiliki kapasitas

yang berbeda pada saat pemancangan. Pada kekuatan geser

undrained, tanah NC mempunyai tendensi untuk merenggang

secara perlahan dan terjadi pengurangan volume yang

menghasilkan tegangan air pori positf. Sedangkan pada tanah

OC, ketika mendekati kerusakan struktur tanah cenderung untuk

merenggang secara cepat yang menyebabkan terjadinya

tegangan air pori negatif.

Jika parameter Indeks plastisitas (PI) tidak tersedia dapat

digunakan:

(2.19)

dengan,

Su = kekuatan geser undrained (kPa)

PI = indeks plastisitas (%)

σ' = tegangan efektif tanah (kPa)

Z = kedalaman titik tinjauan (m)

Kemudian nilai dari OCR ini akan digunakan untuk pemilihan

nilai untuk mereduksi nilai kapasitas selimut pada saat statis:

Fp = 0,5 (OCR)0,3

(2.20)

2.8.2 Soil Resistance to Driving untuk Tanah Non-Kohesif

Tanah non-kohesif pada umumnya tidak mengalami

reduksi pada saat pemancangan. Oleh karenanya nilai kapasitas

daya dukung pada tanah non-kohesif akan memiliki nilai yang

sama dengan nilai kapasitas daya dukung kondisi statik.

Menurut sebuah jurnal State of the art, pile driveabilty,

1980, tanah non-kohesif pada saat pemancangan akan

mengalami peningkatan atau penurunan void ratio. Kapasitas

daya dukung tanah non-kohesif pada pemancangan diharuskan

diestimasikan terhadap kondisi coring dan plugged

2.9 Penentuan Set/Blow dari Analisa Persamaan Gelombang

Jumlah pukulan tiang adalah jumlah pukulan yang

dibutuhkan untuk penetrasi tiang sedalam 1 meter. Pada

perhitungan Analisa persamaan gelombang, jumlah pukulan

dihitung dengan kedalaman penetrasi permanen yang dihasilkan

untuk tiap pukulan. Digunakan asumsi jumlah pukulan yang

konstan untuk penetrasi sedalam 1 meter.

2.10 Analisa Persamaan Gelombang

Analisa persamaan gelombang dilakukan dengan

menggunakan software GRL WEAP. GRL WEAP merupakan

program persamaan deferensiasi yang diformulasikan oleh

Smith, 1960 untuk mendapatkan:

Evalusasi pemancangan

Optimasi pemancangan dengan variabel dari pemilihan

hammer, material pemancangan seperti (cushion dan

helmet), dimensi tiang pancang dan proses perancangan.

Perkiraan tegangan maksimum pada tiang pancang dan

hammer selama pemancangan

2.11 Propagasi Gelombang

Pada saat memancang tiang, ketika beban mengenai bagian

atas tiang. Terjadi transfer energi dari beban ke tiang berupa

gelombang tekan dengan kecepatan (C) yang sama dengan

kecepatan suara didalam material tiang tersebut. C = ,

dengan E adalah modulus elastisitas dari material tiang dan ρ

adalah massa jenis dari material tiang. Gelombang tekan pada

dasarnya akan dipantulkan ketika terjadi perubahan medium,

terdapat 4 tipe propagasi gelombang:

Free end: Material tiang pancang tidak berdeformasi

sehingga tegangan yang tercapai adalah nol, pemantulan

gelombang tekan menjadi tarik terjadi diujung tiang

sehingga tegangan yang tercapai adalah nol(Gambar 6).

Fixed end: Gelombang tekan di pantulkan menjadi

gelombang tekan, dengan nilai dua kali dari nilai maksimum

gelombang tekan awal(Gambar 6).

Pertemuan dua gelombang: Pada titik pertemuan 2

gelombang yang berlawanan tanda (gelombang tarik dan

tekan), nilai tegangan pada titik tersebut disuperposisikan.

Asumsi diambil tegangan tidak mencapai tegangan

plastis(Gambar 7).

Terdapat perubahan masa jenis kedalaman tertentu:

Sebagian dari gelombang ini ditransmisikan pada titik

perubahan densitas dan sebagian lagi dipantulkan dari titik

ini(Gambar 7).

Gambar 6 Propagasi Gelombang Pada Kondisi Ujung Bebas dan

Terikat (State of the art, pile driveabilty, 1980).

6

Gambar 6 Refleksi dan Superposisi Pada Propagasi Gelombang

(State of the art, pile driveabilty, 1980).

Berikut ini adalah rumus persamaan gelombang:

(2.21)

Dimana:

A = luas panampang tiang pancang (m2)

ρ = masa jenis tiang pancang (kN/m3)

2.12 Persamaan Diferensial Smith (1960)

Persamaan merepresentasikan interaksi antara hammer,

tiang pancang dan tanah, interaksi ini dimodelkan dengan dibagi

beberapa segmen yang mempunyai berat dan kekakuan yang

dimodelkan pegas. Kapasitas daya dukung tanah terdapat pada

bagian ujung dan selimut tiang dimodelkan dengan pegas elastis

yang paralel dengan redaman. Ketika gelombang tekan

berpropagasi ke bawah, energi ini didistribusikan ke tanah.

Gambar .9 Permodelan Hammer-Tiang pancang-Tanah (State of

the art, pile driveabilty, 1980).

Pada sistem ini (gambar 9), interaksi antara tiang pancang dan

tanah dianggap pada keadaan diam. Tanpa adanya pengaruh dari

efek pemancangan pada pukulan sebelumnya. Tahap

perhitungannya adalah sebagai berikut:

Perhitungan kecepatan tumbukan pada ram dan variabel-

variabel yang tergantung terhadap waktu untuk memnuhi

persamaan statik.

Perpindahan (displacement) pada tiap bagian segmen massa

diperhitungkan.

Kompresi dan gaya pada pegas internal, gaya yang

dihasilkan pegas tanah, percepatan dan kecepatan

diperhitungkan.

Pengulangan siklus ini sesuai waktu yang ditentukan .

Persamaan diferensial propagasi gelombang didekati dengan

persamaan finite diferensial Smith. Rumus dasar yang digunakan

pada persamaan diferensial Smith adalah:

(2.22)

(2.23)

(2.24)

(2.25)

(2.26)

Dimana:

m = elemen ke-m

t = waktu (s)

t = interval waktu (s)

C(m,t) = kompresi pada pegas-m dan waktu-t (m)

D(m,t) = deformasi pada segmen-m dan waktu-t (m)

D‟(m,t) = deformasi plasik pada segmen-m dan waktu-t (m)

F(m,t) = gaya pada pegas-m dana waktu-t (kN)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

J(m) = konstanta redaman pada segmen-m (s/m)

K(m) = konstanta pegas dalam pada segmen-m (kN/m)

K‟(m) = konstanta pegas luar pada segmen-m (kN/m)

R(m,t) = gaya yang dihasilkan oleh pegas luar pada segmen-m

dan waktu-t (kN)

V (m,t) = kecepatan segmen-m pada waktu t (m/s)

w (m) = berat segmen-m (kN)

Persamaan untuk kompresi diatas tidak memperhitungkan

redaman pada bagian dalam segmen, oleh karena itu untuk

daerah bantalan dan helmet digunakan rumus:

(2.27)

Dimana:

e (m) = koefisien restitusi pada segmen-m

C(m,t)max = nilai sementara pada C(m,t) (m)

Dengan mengunakan kecepatan awal :

(2.28)

Dimana,

Er = hammer rated energy (kJ)

Eh = efisiensi hammer (%)

Wh = Berat tiang pancang (kN)

Sedangkan konstanta pegas dalam K(m) dapat dihitung degan

menggunakan persamaan sebagai berikut:

(2.29)

Dimana,

A = luas cross-setionalpada segmen-m (m2)

E = Modulus Young pada segmen-m (kPa)

L = panjang dari elemen-m (m)

Untuk konstanta pegas luar K‟(m) dapat dihitung menggunakan

persamaan berikut:

(2.30)

Dimana,

Q(m) = nilai quake pada elemen m (m)

n = jumlah elemen sepanjang tiang pancang

7

2.13 Tegangan Tiang pada Proses Pemancangan

Pada umumnya, tegangan selama pemancangan digunakan

material bantalan untuk pembatasan tegangan pada tiang

pancang selama proses pemancangan. Tegangan maksimum

tarik dan tekan yang terjadi adalah:

untuk n < p (2.31)

(2.32)

untuk n < p (2.33)

Dimana nilai n = dan p =

dengan,

K = kekakuan cushion (kg/s)

A = luas permukaan tiang pancang (m2)

W = berat Ram (kN)

vo = kecepatan tumbukan (m/s)

Sesuai dengan API RP2A-WSD 2000 tegangan dinamis tidak

boleh melebihi 80-90% yield strength/ tegangan luluh.

2.14 Pemodelan Tanah

Tanah dimodelkan dengan pegas dan peredam pada

bagian ujung dan selimut tiang yang berinteraksi dengan tiang

pancang. Pada pemodelan tanah dengan menggunakan software

GRL WEAP terdapat dua nilai penting yaitu quake dan damping

factor, dimana quake merupakan nilai dari deformasi elastis

pada tanah dan damping merupakan faktor yang digunakan

untuk mendekati besarnya redaman tanah. Selain itu ada juga

nilai setup factor, limit distance dan setup time yang

dipertimbangkan dengan ilustrasi sebagai berikut:

Gambar 10 Hubungan antara setup time, setup faktor dan limit

distane (State of the art, pile driveabilty, 1980)

Pada perhitungan menggunakan software GRL WEAP, nilai

quake dan damping factor akan diambil dari jenis tanah jika

properti tanah untuk perhitungan rumus diatas tidak tersedia.

Berikut ini beberapa rekomendasi nilai quake, damping, dan

setup factor berdasarkan jenis tanah:

Tabel 2 Faktor quake (GRLWEAP manual, 2000)

Tabel 3 Faktor Damping (GRLWEAP manual, 2000)

Tabel 4 Setup Factor (GRLWEAP manual, 2000)

3. Analisa Data Dan Pembahasan

Pada penelitian ini, data awal berupa data tiang pancang,

data tanah, hammer dan data peralatan pendukung pada proses

pemancangan seperti hammer cushion, pile cushion, dll. Data

tersebut didapatkan dari hasil pengukuran oleh FUGRO dan

ditampilkan pada tabel-tabel berikut:

Tabel 5 Data tiang Pancang

Tabel 6 Data Hammer dan Cushion

Tabel 7 Data Tanah

Keterangan:

flim : Limit unit skin friction

Jenis Tanah Setup Factor

Clay 2

Silt 1.5

Silt - Clay 1

Sand - Clay 1.2

Fine Sand 1

Sand Gravel 1

Data Besaran Satuan

Panjang 89.7 m

Penetrasi 58 m

Thickness 25.4 mm

Pile Size 914 mm

Spec. Weight 78.5 kN/m3

Yield Strength 248 Mpa

Tabel 4.2 Data Hammer dan Cushion

Data MENCK MRBS Satuan

1502 3000 4600 6000

Type ECH ECH ECH ECH

Ram Weight 147.161 294.278 451.274 588.601 kN

Rated Energy 183.86 441.305 676.56 1029.52 kJ

Hammer Eff. 67 67 67 67 %

Helmet Weight 66.723 154.798 265.114 323.831 kN

Cushion Material bongosii wood bongosii wood bongosii wood bongosii wood

Cushion Thickness 200 200 250 250 mm

C.o.R 0.75 0.75 0.75 0.75

Data lebih spesifik sesuai dengan spesifikasi Hammer

kedalaman Tipe

Tanah

flim qlim cu top cu bot sub unit delta Nq

(m) (kPa) (Mpa) (kPa) (kPa) (kN/m3) (derajat)

1.3 clay 1 1 5

1.9 silt 20 2.9 8.5 20 12

2.3 calc. 20 12 10 35 50

3.7 sand 20 4.8 9 25 20

8 silt 5 10 5.5

11 sand 20 9.6 9 30 40

13.5 sand 50 12 9.5 35 50

15 silt 20 9.6 9 30 40

18 sand 20 9.6 9 30 40

22 silt 200 200 9

23 clay 500 500 9

28.1 clay 300 300 9

36 sand 50 4.8 9 25 20

38 clay 500 500 9.5

50 sand 50 12 9.5 35 50

55 silt 50 9.6 9.5 30 40

65 calc. 50 12 10 35 50

8

cu : Undrained shear strength

qlim : Limit unit end bearing

Nq : Bearing capacity factor

delta : soil-pile friction angle

Tabel 8 Data Quake dan Damping Parameter

3.1 Kriteria Pemilihan Hammer

Dalam pemilihan Hammer yang akan digunakan, ada beberapa

kriteria yang harus dipenuhi:

Pile Driving Stress: Sesuai dengan API RP2A-WSD 2000,

tegangan dinamis tidak boleh melebihi 80-90% yield

strength/tegangan luluh..

Refusal Criteria: Dalam pemancangan apabila jumlah

pukulan melebihi 300 blows per 0.3 m berturut-turut selama

1.5 m penetration, atau melebihi 800 blows per 0.3 m

penetration (API RP2A-WSD 2000).

Eficiency: Dalam kata lain bahwa dalam proses

pemancangan tiang pancang, efiensi berupa waktu yang

dibutuhkan untuk pemancangan dan biaya yang dibutuhkan

juga menjadi faktor yang cukup penting dalam pemilihan

hammer. Dalam hal ini biaya sewa hammer diasumsikan

berbanding lurus dengan besarnya rated energy pada

hammer dan dihitung setiap 24 jam.

3.2 Perhitungan Soil Resistance to Driving (SRD)

Dari metode Steven didapatkan formulasi sebagai berikut

(3.1)

(3.2)

(3.3)

(3.4)

(3.5)

(3.6)

(3.7)

(3.8)

(3.9)

(3.10)

(3.11)

(3.12)

(3.13)

(3.14)

(3.15)

(3.16)

Dengan menggunakan persamaan (2.19) dan (2.21) serta:

(3.17)

Dimana:

w = sub unit kn/m3

d = Kedalaman m

Maka didapatkan faktor reduksi (Fp) pada Tabel 9 Faktor

Reduksi:

Tabel 9 Faktor Reduksi

Setelah didapatkan nilai faktor reduksi maka dengan

menggunakan persamaan (3.1) sampai dengan (3.16) maka

didapatkan nilai skin friction dan end bearing pada Tabel 10

Nilai Skin friction dan End Bearing kondisi Plugged, dan Tabel

11 Nilai Skin Friction dan End Bearing kondisi Coring:

Tabel 10 Nilai Skin friction dan End Bearing kondisi Plugged

Tabel 12 Nilai Skin Friction dan End Bearing kondisi Coring

Data Quake Damping

Toe (mm) Shaft (mm) Toe (s/m) Shaft (s/m)

sand 2.5 2.5 0.5 0.15

clay 2.5 2.5 0.15 0.65

calc 4 2.5 0.25 0.65

Lateral earth pressure coefficient k =0.7

depth Sub Unit Po Cu top Cu bot OCR Fp

m (kN/m3) kPa kPa kPa - -

1.3 5 6.5 1 1 0.32846 0.35803

1.9 8.5 11.6

2.3 10 15.6

3.7 9 28.2

8 5.5 51.85 5 10 0.58817 0.4264

11 9 78.85

13.5 9.5 102.6

15 9 116.1

18 9 143.1

22 9 179.1 75 75 1.96055 0.6119

23 9 188.1 75 75 1.85871 0.60219

28.1 9 234 100 100 2.06426 0.62144

36 9 305.1

38 9.5 324.1 150 150 2.33766 0.64507

50 9.5 438.1

55 9.5 485.6 300 300 3.44606 0.72471

65 10 585.6

Soil

Type depth Overburden

Pressure

end bearing skin friction

upper lower upper lower

(m) (m) (kPA) (kPA) (kPA) (kPA) (kPA)

clay 1.3 6.5 15 9 0.17901 0.17901

silt 1.9 11.6 139.2 92.8 2.82847 2.17575

calc. 2.3 15.6 936 624 8.19606 6.30466

sand 3.7 28.2 507.6 338.4 9.3402 7.18477

silt 8 51.85 150 90 2.13202 2.13202

sand 11 78.85 2365.5 1577 33.4592 25.7379

sand 13.5 102.6 6156 4104 53.9049 41.4653

silt 15 116.1 3483 2322 49.2659 37.8968

sand 18 143.1 4293 2862 60.723 46.71

silt 22 179.1 1125 675 22.9464 22.9464

clay 23 188.1 1125 675 22.5821 22.5821

clay 28.1 234 1500 900 31.072 31.072

sand 36 305.1 5491.8 3661.2 101.053 77.7331

clay 38 324.1 2250 1350 48.38 48.38

sand 50 438.1 26286 17524 230.173 177.056

clay 55 485.6 4500 2700 108.707 108.707

calc. 65 585.6 35136 23424 307.668 236.667

Soil

Type depth Overburden

Pressure

end bearing skin friction

upper lower upper lower

(m) (m) (kPA) (kPA) (kPA) (kPA) (kPA)

clay 1.3 6.5 9 9 0.37593 0.26852

silt 1.9 11.6 92.8 92.8 4.35149 3.26362

calc. 2.3 15.6 624 624 12.6093 9.457

sand 3.7 28.2 338.4 338.4 14.3695 10.7772

silt 8 51.85 90 90 4.47724 3.19803

sand 11 78.85 2365.5 1577 51.4757 38.6068

sand 13.5 102.6 6156 4104 82.9306 62.1979

silt 15 116.1 3483 2322 75.7936 56.8452

sand 18 143.1 4293 2862 93.4201 70.0651

silt 22 179.1 675 675 48.1875 34.4196

clay 23 188.1 675 675 47.4225 33.8732

clay 28.1 234 900 900 65.2512 46.608

sand 36 305.1 5491.8 3661.2 155.466 116.6

clay 38 324.1 1350 1350 101.598 72.57

sand 50 438.1 26286 17524 354.112 265.584

clay 55 485.6 2700 2700 228.285 163.061

calc. 65 585.6 35136 23424 473.335 355.001

9

Dengan menggunakan persamaan (2.18) didapatkan nilai SRD

pada Tabel 12 Soil Resistace to Driving kondisi Plugged, dan

Tabel 13 Soil Resistace to Driving kondisi Coring:

Tabel 12 Soil Resistace to Driving kondisi Plugged

Tabel 13 Soil Resistace to Driving kondisi Coring

3.2 Self Penetration Depth (SPD)

Dengan menghitung berat tiang pancang dan berat hammer

maka akan didapatkan berat total yang akan digunakan untuk

menentukan estimasi kedalaman penetrasi tiang pancang tanpa

adanya pukulan. Pada Tabel 14 berat pile yang dihitung pada

dua jenis kedalaman, dimana pada kedalaman 0-17 m berat pile

sebesar261.055 kN. Sedangkan pada kedalaman diatas 17 m,

dilakukan penyambungan tiang pancang untuk secondary pile

yang ke pertama sehingga tiang pancang yang semula memiliki

panjang sejumlah 46.9 m menjadi 62.9 m.

Tabel 14 Berat Pile

Selanjutnya berat pile yang sudah dihitung pada Tabel 14

ditambahkan masing-masing dengan berat hammer pada Tabel

6. Selanjutnya dilakukan verifikasi pada Tabel 12 dan 13 untuk

menentukan pada lapisan tanah mana tiang pancang tidak bisa

lagi menembus tanpa adanya pukulan, data tersebut disajikan

pada Tabel 16 dan Tabel 17.

Tabel 15.Berat Hammer

Tabel 16 SPD Kondisi Plugged

Tabel 17 SPD Kondisi Coring

3.3 Input Permodelan pada GRL WEAP 2005

Dalam GRL WEAP dibutuhkan input data tanah, tiang pancang,

hammer dan system driving:

3.3.1 Data Tanah

Parameter tanah seperti quake dan damping bisa dilihat

pada Tabel 4.3. Sedangkan untuk setup fator, limit distance dan

setup time digunakan default sesuai dengan data yang diberikan

oleh manual GRLWEAP. Dengan menggunakan rumus:

(3.18)

(3.19)

(3.20)

(3.21)

(3.22)

(3.23)

(3.24)

(3.25)

(3.26)

(3.27)

(3.28)

(3.29)

(3.30)

(3.31)

(3.32)

Soil

Type depth shaft

area

end bearing limit skin friction limit Plugged

upper lower upper lower upper lower

(m) (m) m2 (kPA) (kPA) (kPA) (kPA) kN kN

clay 1.3 3.73284 15 9 0.17901 0.17901 10.51 6.57329

silt 1.9 1.72285 139.2 92.8 2.82847 2.17575 96.20472 64.6363

calc. 2.3 1.14857 936 624 8.19606 6.30466 623.5406 416.659

sand 3.7 4.01998 507.6 338.4 9.3402 7.18477 370.5932 250.913

silt 8 12.3471 150 90 2.13202 2.13202 124.742 85.3749

sand 11 8.61425 2365.5 1577 20 20 1724.333 1206.98

sand 13.5 7.17854 6156 4104 50 41.4653 4397.992 2990.37

silt 15 4.30712 3483 2322 20 20 2371.403 1609.65

sand 18 8.61425 4293 2862 20 20 2989.002 2050.1

silt 22 11.4857 1125 675 22.9464 22.9464 1001.688 706.435

clay 23 2.87142 1125 675 22.5821 22.5821 802.976 507.723

clay 28.1 14.6442 1500 900 31.072 31.072 1439.203 1045.53

sand 36 22.6842 2900 2900 50 50 3036.953 3036.95

clay 38 5.74283 2250 1350 48.38 48.38 1754.105 1163.6

sand 50 34.457 9600 9600 50 50 8021.587 8021.59

clay 55 14.3571 4500 2700 108.707 108.707 4513.25 3332.24

calc. 65 28.7142 9600 9600 50 50 7734.445 7734.45

Soil

Type depth shaft

area

end bearing limit skin friction limit coring

upper lower upper lower upper lower

(m) (m) m2 (kPA) (kPA) (kPA) (kPA) kN kN

clay 1.3 3.73284 9 9 0.37593 0.26852 2.04144 1.6405

silt 1.9 1.72285 92.8 92.8 4.35149 3.26362 14.0772 12.2029

calc. 2.3 1.14857 624 624 12.6093 9.457 58.7287 55.108

sand 3.7 4.01998 338.4 338.4 14.3695 10.7772 81.7603 67.319

silt 8 12.3471 90 90 4.47724 3.19803 61.6626 45.868

sand 11 8.61425 2365.5 1577 20 20 340.016 284.105

sand 13.5 7.17854 6156 4104 50 50 795.431 649.93

silt 15 4.30712 3483 2322 20 20 333.112 250.789

sand 18 8.61425 4293 2862 20 20 476.689 375.221

silt 22 11.4857 675 675 48.1875 34.4196 601.327 443.195

clay 23 2.87142 675 675 47.4225 33.8732 184.032 145.126

clay 28.1 14.6442 900 900 65.2512 46.608 1019.37 746.355

sand 36 22.6842 2900 2900 50 50 1339.84 1339.84

clay 38 5.74283 1350 1350 101.598 72.57 679.185 512.482

sand 50 34.457 9600 9600 50 50 2403.56 2403.56

clay 55 14.3571 2700 2700 228.285 163.061 3468.96 2532.52

calc. 65 28.7142 9600 9600 50 50 2116.42 2116.42

kedalaman diameter tebal panjang masa jenis berat pile

m m m m kN/m3 KN

0-17 0.914 0.0254 46.9 78.5 261.055

17-35 0.914 0.0254 62.9 78.5 350.115

Hammer

Ram Weight Helmet Weight Total

KN KN KN

1502 147.161 66.723 213.884

3000 294.278 154.798 449.076

4600 451.274 265.114 716.388

6000 588.601 323.831 912.432

Hammer Berat

Total

Soil Resistance to

Driving

keterangan

upper lower

Menck KN KN KN

1502 474.9392 623.54062 416.65926 1.9 m - 2.3 m

3000 710.1312 1724.33322 1206.98379 8 m - 11 m

4600 977.4432 1724.33322 1206.98379 8 m - 11 m

6000 1173.487 1724.33322 1206.98379 8 m - 11 m

Hammer Berat

Total

Soil Resistance to

Driving

keterangan upper lower

Menck KN KN KN

1502 474.93923 795.431 649.93 11 m - 13.5 m

3000 710.13123 795.431 649.93 11 m - 13.5 m

4600 1327.5578 1019.37 746.355 23 m - 28m

6000 1523.6018 1339.84 1339.84 23 m - 28 m

10

(3.33)

Dengan ,enggunakan persamaan 3.18 samapai dengan 3.33 maka

didapatkan input reaksi tanah sebagai berikut:

Tabel 18 Input Reaksi Tanah

3.3.2 Data Hammer

Data input hammer yang digunakan sesuai dengan table 6.

Tetapi karena tiang pancang didesain dengan batter 1:8, maka

efisiensi sesuai dengan manual GRL WEAP 2005 harus

disusaikan dengan Table of Efficiency Reductions for Battered

Pile Driving. Sehingga efisiensi hammer = 0.6514.

Tabel 19 Efficiency Reductions for Battered Pile Driving

3.3.3 Data Tiang pancang

Dari Tabel 5 dapat diperoleh hasil sebagai berikut untuk input

data:

Tabel 20 Input Data Pile

3.3.4 System Driving

Sytem driving merupakan masukan tentang interval kedalaman

analisa serta pile make-up serta, stroke dan efficiency pada setiap

hammer. Sesuai dengan Drawing Zora Platform maka system

driving sebagai berikut:

Tabel 21 System Driving

3.4 Hasil Permodelan pada GRL WEAP 2005

3.4.1 Daya Dukung Statis

Dari hasil permodelan didapatkan nilai daya dukung statis dan

direpresentasikan pada gambar 11:

Gambar 11 Grafik Daya Dukung Statis

Tabel 4.15 Input Reaksi Tanah

depth Tipe

Tanah

plugged coring

unit shaft resistance toe resistance unit shaft resistance toe resistance

lower upper lower upper lower upper lower upper

m - kPa kPa kN kN kPa kPa kN kN

1.3 clay 0.179 0.1790 5.9051 9.8418 0.269 0.37593 0.638 0.638

1.9 silt 2.176 2.8285 60.888 91.332 3.264 4.35149 6.580 6.580

2.3 calc. 6.305 8.1961 409.42 614.13 9.457 12.6093 44.246 44.246

3.7 sand 7.185 9.3402 222.03 333.05 10.777 14.3695 23.995 23.995

8 silt 2.132 2.1320 59.051 98.418 3.198 4.47724 6.382 6.382

11 sand 20 20 1034.7 1552 20 20 111.821 167.731

13.5 sand 41.465 50 2692.7 4039.1 50 50 291.003 436.504

15 silt 20 20 1523.5 2285.3 20 20 164.646 246.970

18 sand 20 20 1877.8 2816.7 20 20 202.936 304.404

22 silt 22.946 22.9464 442.88 738.13 34.420 48.1875 47.862 47.862

23 clay 22.582 22.5821 442.88 738.13 33.873 47.4225 47.862 47.862

28.1 clay 31.072 31.0720 590.51 984.18 46.608 65.2512 63.816 63.816

36 sand 50 50 1902.7 1902.7 50 50 205.631 205.631

38 clay 48.380 48.38 885.76 1476.3 72.570 101.598 95.725 95.725

50 sand 50 50 6298.7 6298.7 50 50 680.708 680.708

55 clay 108.707 108.71 1771.5 2952.5 163.061 228.285 191.449 191.449

65 calc. 50 50 6298.7 6298.7 50 50 680.708 680.708

Batter Batter Angle Degree

Stroke Reduction Friction Losses for Friction Factors

X : 12 1 : Y 0.1 0.2 0.3

1:12 1:12 4.76 1 0.008 0.017 0.025

1:08 7.13 0.99 0.012 0.024 0.037

2:12 1:06 9.46 0.99 0.016 0.033 0.049

1:05 11.31 0.98 0.02 0.039 0.059

2.5 : 12 11.77 0.98 0.02 0.041 0.061

3:12 1:04 14.04 0.97 0.024 0.049 0.073

3.5 : 12 16.26 0.96 0.028 0.056 0.084

4:12 1:03 18.43 0.95 0.032 0.063 0.095

5:12 22.62 0.92 0.039 0.077 0.115

Data Besaran Satuan

Panjang 89.7 m

Penetrasi 58 m

Section Area 709.071285 cm2

Modulus El. 210000 MPa

Spec. Weight 78.5 kN/m3

Toe Area 6561.18484 cm2

Perimeter 2.87141569 m

Thickness 25.4 mm

Pile Size 914 mm

Depth Temp Length Wait Time Stroke Efficiency

m m hr m

1 46.9 0 1.25 0.6514

2 46.9 0 1.25 0.6514

3 46.9 0 1.25 0.6514

. . . . .

. . . . .

. . . . .

16 46.9 0 1.25 0.6514

17 62.9 5 1.25 0.6514

18 62.9 0 1.25 0.6514

. . . . .

. . . . .

. . . . .

34 62.9 0 1.25 0.6514

35 76.581 5 1.25 0.6514

36 76.581 0 1.25 0.6514

. . . . .

. . . . .

. . . . .

48 76.581 0 1.25 0.6514

49 89.57 5 1.25 0.6514

50 89.57 0 1.25 0.6514

. . . . .

. . . . .

. . . . .

58 89.57 0 1.25 0.6514

05

10152025303540455055

0 5000 10000 15000

Ked

alam

an (m

)

Ultimate Capacity (kN)

Faktor Shaft 1 Coring Faktor Shaft 1 Plugged

Faktor Shaft 0.9 Coring Faktor Shaft 0.9 Plugged

Faktor Shaft 0.8 Coring Faktor Shaft 0.8 Plugged

Faktor Shaft 0.7 Coring Faktor Shaft 0.7 Plugged

Grafik Daya Dukung Statis

11

Pada Gambar 11 diberikan nilai daya dukung tanah untuk

disetiap kondisi plugged atau coring pada setiap kedalaman

dengan variasi shaft resistance. Sesuai dengan gambar 4.1

kondisi plugged memiliki nilai yang lebih besar karena pada

kondisi plugged diasumsikan luasan bidang yang mengenai

tanah adalah luasan alas diameter luar dari tiang pancang. Nilai

daya dukung tanah statis untuk kedalaman penetrasi 58 m

dengan faktor shaft 1 pada kondisi plugged adalah 9477.2 kN.

Sedangkan untuk kedalaman penetrasi 58 m dengan faktor shaft

1 pada kondisi coring adalah 9297.1 kN.

3.4.2 Daya Dukung Saat Pemancangan

Dari hasil perhitungan pada bab 3 sub bab 2 maka didapatkan

nilai soil resistance to driving:

Gambar 12 Grafik Daya Dukung Saat Pemancangan

Pada Gambar 12 diberikan nilai daya dukung tanah untuk

disetiap kondisi plugged atau coring pada setiap kedalaman

dengan variasi shaft resistance. Sesuai dengan gambar 4.1

kondisi plugged memiliki nilai yang lebih besar karena pada

kondisi plugged diasumsikan luasan bidang yang mengenai

tanah adalah luasan alas diameter luar dari tiang pancang. Nilai

daya dukung tanah statis untuk kedalaman penetrasi 58 m

dengan faktor shaft 1 pada kondisi plugged adalah 9477.2 kN.

Sedangkan untuk kedalaman penetrasi 58 m dengan faktor shaft

1 pada kondisi coring adalah 9297.1 kN.

3.4.3 Blow Count

Setelah dilakukan analisa dengan menggunakan GRLWEAP

2005, maka didapatkan output dari program untuk empat jenis

hammer dan empat jenis shaft factor dengan mempertimbangkan

kondisi plugged dan coring sebagai berikut:

Tabel 22 Tabulasi Blow count untuk shaft resistance 1 (bl/m)

Dari Tabel 22 didapaatkan pada kedalaman 50 – 51 m untuk

hammer MENCK MRBS 1502 terjadi pile refusal dimana

jumlah pukulan melebihi 300 pukulan per 0.3 meter selama

berturut-turut selama 1.5 meter sehingga hammer MENCK

MRBS 1502 tidak bisa digunakan. Untuk semua hasil output

program, terjadi penurunan nilai terhadap jumlah pukulan

seiring dengan berkurangya faktor shaft resistance. Selain itu

semakin besar nilai rated energy pada hammer semakin kecil

pula jumlah pukulan yg dibutuhkan. Dapat juga disimpulkan

bahwa daya dukung tanah dan kekuatan hammer sangat

mempengaruhi jumlah pukulan hammer.

3.4.4 Driving Strees

Setelah dilakukan analisa dengan menggunakan GRLWEAP

2005, maka didapatkan output dari program untuk empat jenis

hammer dan empat jenis shaft factor dengan mempertimbangkan

kondisi plugged dan coring sesuai gambar 13:

Gambar 13 Grafik Driving Stress dengan Shaft Factor 1

Sesuai dengan API RP-2A WSD 2000, driving stress tidak boleh

melebihi 80-90% dari tegangan luluh, sehingga apabila

diasumsikan batas driving stress pada analisa ini 80% atau 198.4

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

0200040006000800010000

Ked

alam

an (m

)

Soil Resistance to Driving (kN)

Grafik Daya Dukung Saat Pemancangan

Faktor Shaft 1 Plugged Faktor Shaft 0.9 PluggedFaktor Shaft 0.8 Plugged Faktor Shaft 0.7 PluggedFaktor Shaft 1 Coring Faktor Shaft 0.9 CoringFaktor Shaft 0.8 Coring Faktor Shaft 0.7 Coring

Depth MENCK MRBS

1502

MENCK MRBS

3000

MENCK MRBS

4600

MENCK MRBS

6000

m Coring Plugged Coring Plugged Coring Plugged Coring Plugged

1 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0 0

3 0 13.5 0 0 0 0 0 0

. . . . . . . . .

. . . . . . . . .

. . . . . . . . .

47 169.9 477.9 63.3 141.5 35.5 72.1 23.9 42.9

48 178.2 629 66.5 170.8 36.9 85.9 24.9 48.8

49 186.1 858.6 70.7 211.7 38 108.1 25.2 58.6

50 195.1 1238.2 74.1 266.7 39.5 131.5 26 68.8

51 195.4 934.1 74.7 223.8 39.8 112.6 26.1 60.9

52 204 735.3 77.7 191.7 41.3 97.7 26.9 54.4

53 223.7 601 84 167.9 44.3 85.6 28.5 49.2

54 260.3 505.5 95.1 149.6 49.5 76.4 31.2 45.1

55 324.8 437.9 113.2 135.8 57.9 69.6 35.6 41.8

56 406.9 367.8 134.4 120.6 67.6 62.2 40.6 37.9

57 504.4 499.9 157.1 149.7 78.3 75.5 45.9 44.7

58 619.1 701.1 182.4 186.9 89.9 92 51.4 52.7

12

MPa maka untuk hammer MENK MRBS 6000 tidak bisa

digunakan. Dari Gambar 13, kenaikan stress berbanding lurus

dengan kenaikan rated energy dari hammer. Selain itu jumlah

tegangan yang terjadi tidak ada kenaikan yang berarti untuk

setiap kedalaman maupun perubahan shaft resistance. Bisa

diambil kesimpulann bahwa faktor tanah baik kedalaman

maupun shaft resistance tidak memberikan pengaruh yang

berarti driving stress.

3.4.5 Waktu Pemancangan

Dari output program untuk empat jenis hammer dan empat jenis

shaft factor dengan mempertimbangkan kondisi plugged dan

coring, maka diperoleh sesuai tabele 2.3:

Tabel 23 Tabulasi driving time untuk shaft resistance 1

Pada Tabel 23 didapatkan terjadi penurunan waktu pemancangan

seiring dengan bertambahnya rated energy pada hammer dan

berkurangnya shaft resistance. Faktor hammer dan tanah sangat

berpengaruh pada jumlah waktu yang dibutuhkan pada proses

pemancangan tiang pancang. Untuk total waktu pemancangan

nilai-nilai pada Tabel 23 harus ditambah dengan total waiting

time yaitu 15 jam atau 900 menit. Dengan total waktu tunggu

900 menit dan akan dipasang empat tiang pancang maka

diperkirakan total waktu yang dibutuhkan paling lama 2364

menit atau 39.4 jam.

3.5 Pemilihan Hammer

Sesuai yang sudah disebutkan pada bab 3 poin 1,

disebutkan bahwa dalam tugas akhir ini ditentukan tiga criteria

dalam pemilihan hammer yaitu: Untuk pile driving stres

tidak boleh melebihi 80-90% yield strength/tegangan luluh

Sesuai dengan pembahasan diatas bisa disimpulkan bahwa untuk

hammer dengan tipe MENCK MRBS 6000 tidak bisa digunakan

karena compression stress melebihi 80% dari tegangan luluh

atau sebesar 198.4 MPa.

Sedangkan untuk kriteria yang kedua yaitu refusal criteria,

disebutkan bahwa dalam pemancangan apabila jumlah pukulan

melebihi 300 blows per 0.3 m berturut-turut selama 1.5 m

penetration, atau melebihi 800 blows per 0.3 m penetration, bisa

dikatakan pula perlu 800 kali pukulan dari hammer hanya agar

pile bisa mencapai 30 cm lebih dalam lagi. Sehingga hammer

untuk tipe MENCK MRBS 1502 tidak bisa digunakan karena

terjadi pile refusal pada kedalaman 50-51 m.

Sehingga hammer yang tersisa adalah hammer dengan tipe

MENCK MRBS 3000 dan MENCK MRBS 4600. Untuk

kriteria efficiency dalam peemilihan hammer dalam proses

pemancangan tiang pancang, dipertimbangkan dua parameter

yaitu efiensi berupa waktu yang dibutuhkan untuk pemancangan

dan biaya yang dibutuhkan juga menjadi faktor yang cukup

penting dalam pemilihan hammer.

Waktu dalam pemancangan sangatlah penting mengingat

lokasi pemancangan yang ada di laut sehingga kondisi

lingkungan pun susah diprediksi sehingga semakin cepat waktu

pemancangan maka semakin kecil resiko kegagalan yang

disebabkan oleh kondisi lingkungan. Selain itu apabila

dihadapkan dengan waktu proyek yang singkat sehingga apabila

diharuskan memilih hammer dengan waktu pemancangan yang

lebih singkat karena banyak faktor, maka dalam tugas akhir ini

direkomendasikan mengunakan hammer dengan tipe MENCK

MRBS 4600 dengan selisih 50 menit lebih cepat untuk setiap

pemancangan satu tiang pancang.

Sedangkan dalam hal biaya, merupakan hal yang paling

umum atau sering untuk dipertimbangkan apabila tidak terjadi

sesuatu hal yang mengakibatkan waktu pemancangan menjadi

prioritas utama. Dalam tugas akhir ini biaya sewa hammer

diasumsikan berbanding lurus dengan besarnya rated energy

pada hammer dan dihitung setiap 24 jam. Sehingga

direkomendasikan untuk menggunakan hammer dengan tipe

MENCK MRBS 3000 dengan rated energy yang lebih rendah

Sehingga peralatan pendukung yang digunakan dapat

dilihat pada Tabel 24

Tabel 24 Data Hammer dan Peralatan

Tabel 4.20 Tabulasi driving time untuk shaft resistance 1

Blow

Count

MENCK MRBS

1502

MENCK MRBS

3000

MENCK MRBS

4600

MENCK MRBS

6000 Satuan

Coring Plugged Coring Plugged Coring Plugged Coring Plugged

Jumlah total 5246 10981 1956 3321 1143 1852 759 1776 bl/m

30 bl/m 174 366 65 110 38 61 25 59 menit

40 bl/m 131 274 48 83 28 46 18 44 menit

50 bl/m 104 219 39 66 22 37 15 35 menit

60 bl/m 87 183 32 55 19 30 12 29 menit

70 bl/m 74 156 27 47 16 26 10 25 menit

80 bl/m 65 137 24 41 14 23 9 22 menit

90 bl/m 58 122 21 36 12 20 8 19 menit

100 bl/m 52 109 19 33 11 18 7 17 menit

110 bl/m 47 99 17 30 10 16 6 16 menit

120 bl/m 43 91 16 27 9 15 6 14 menit

Data MENCK MRBS Satuan

3000 4600

Type ECH ECH

Ram Weight 294.278 451.274 kN

Rated Energy 441.305 676.56 kJ

Hammer Eff. 67 67 %

Helmet Weight 154.798 265.114 kN

Cushion Material bongosii wood bongosii wood

Cushion Thickness 200 250 mm

Data lebih spesifik sesuai dengan spesifikasi Hammer

13

4 . KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari analisa yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Nilai daya dukung tanah statis untuk kedalaman penetrasi 58 m

dengan faktor shaft 1 pada kondisi plugged adalah 9477.2 kN. Sedangkan untuk kedalaman penetrasi 58 m dengan faktor

shaft 1 pada kondisi coring adalah 9297.1 kN. Untuk nilai daya

dukung dinamis (soil resistance to driving) pada kedalaman penetrasi 58 m dengan faktor shaft 1 untuk kondisi plugged

adalah 4652.899 kN. Sedangkan untuk kedalaman penetrasi 58

m dengan faktor shaft 1 pada kondisi coring adalah 4500.578 kN.

2. Hammer yang tidak menyebabkan tiang pancang mengalami keruskan ataupun tidak mengalami pile refusal yaitu hammer

dengan tipe MENCK MRBS 3000 dan MENCK MRBS 4600.

Hammer dengan tipe MENCK MRBS 6000 tidak bisa digunakan karena compression stress melebihi 80% dari

tegangan luluh atau sebesar 198.4 MPa. Sedangkan hammer

untuk tipe MENCK MRBS 1502 tidak bisa digunakan karena terjadi pile refusal pada kedalaman 50-51 m.

3. Peralatan yang efisien dipilih berdasarkan 2 parameter yaitu parameter biaya dan waktu. Untuk parameter waktu

direkomendasikan mengunakan hammer dengan tipe MENCK

MRBS 4600 dengan selisih 50 menit lebih cepat untuk setiap pemancangan satu tiang pancang. Sedangkan untuk parameter

biaya direkomendasikan untuk menggunakan hammer dengan tipe MENCK MRBS 3000 dengan rated energy yang lebih

rendah dengan asumsi biaya sewa hammer diasumsikan

berbanding lurus dengan besarnya rated energy pada hammer dan dihitung setiap 24 jam. Untuk detail peralatan hammer

MENCK MRBS 3000 menggunakan cushion yang terbuat dari

kayu bongosii dengan ketebalan 200 mm dengan berat helmet 154.798 kN. Sedangkan untuk hammer MENCK MRBS 4600

menggunakan cushion yang terbuat dari kayu bongosii dengan ketebalan 250 mm dengan berat helmet 265.114 kN.

4.2 Saran

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, dapat diberikan saran-

saran sebagai berikut:

1. Untuk efisiensi dalam pemilihan hammer diperlukan analisa

lebih lanjut dengan menggunakan data harga sewa untuk

masing-masing hammer.

2. Untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya digunakan data

lingkungan dimana tiang pancang akan dipasang untuk

mengetahui waktu tunggu yang sesungguhnya sehingga hasil

analisa lebih maksimal.

3. Untuk hasil yang lebih baik bisa digunakan non uniform pile

sesuai dengan detail struktur yang ada.

4. Studi yang lebih detil untuk kondisi plugged atau coring pada

ujung tiang pancang

5. DAFTAR PUSTAKA

Almanda, R.L., 2008, “Analisa Pemancangan Tiang Menggunakan

Software Grlweap Dengan Faktor Reduksi Over Consolidation Ratio

(Ocr”,Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung.

American Petroleum Institute (API). 1980. “Recommended Practice for

Planning, Designing and Constructing Fixed Offshore Platforms.”

API Recommended Practice 2A (RP2A). 11th edition. Washington,

D.C.

American Petroleum Institute (API). 1984. “Recommended Practice for

Planning, Designing and Constructing Fixed Offshore Platforms.”

API Recommended Practice 2A (RP2A). 19th edition. Washington,

D.C.

American Petroleum Institute (API). 1994. "Standard Method of Testing

Piles Under Axial Compressive Load." Annual Book of API

Standards.

American Petroleum Institute (API). 2000. “Recommended Practice for

Planning, Designing and Constructing Fixed Offshore Platforms-

Working Stress Design.” API Recommended Practice 2A-WSD

(RP2A-WSD). 21th edition. Washington, D.C.

Benamar, A., 2000, “Dynamic pile response using two pile-driving

techniques”, Soil Dynamics and Earthquake Engineering 20 (2000)

243±247, Elsevier

Bowles, Joseph E. 1982. “Foundation Analysis and Design.” Third

Edition. Mc.Graw-Hill Companies, Inc. New York.

Das, Braja M. 1999. “Principles of Foundation Engineering.” Fourth

Edition. Brooks/Cole Publishing Company. California

Hannigan, P.J., et al, 1996, Design and Construction of Driven Pile

Foundations, U.S DOT Federal Highway Administration Report No.

FWHA-41-96-033

Hussein, M.H. et al, 1989. Dynamic Evaluation Techniques for Offshore

Pile Foundations. Proceedings of the 7th International Symposium on

Offshore Engineering: Rio de Janeiro, Brazil; 287-302.

Hussein, M.H. et al, 2006. Pile Driveability and Bearing Capacity in

High-Rebound Soils. ASCE GEO Congress: Atlanta, Georgia.

Kraft, L.M.,Jr., Stevens, R.F., & Dowland, J.H. 1980. “Pile Drivability.”

State of the Art ,Review, Research and Development. Report No.

0578-911. McClelland Enggineers

Nahl, B, 1990, A Continuum Method Of Pile Driving Analysis:

Comparison with The Wave Equation Method, Computers and

Geotechnics 0266-352X/91/$03-50, Elsevier

Poulos, H. G. and E. H. Davis. 1980. “Pile Foundation Analysis and

Design.” John Wiley and Sons, Inc. Canada.

Pile Dynamics, Inc. (PDI) 2005. “GRLWEAP Wave equation analysis of

pile driving: Procedures and models”. Cleveland, Oh.

Rausche, F., Liang, L., AIIm, R., and Rancman, 0. 2004. “Applications and

correlations of the wave equation analysis program GRLWEAP”.

Proceedings, 7th International Conference on the Application of

Stress-Wave Theory to Piles. Petaling Jaya. Selangor. Malaysia. pp.

107-123.

Sakr, M., 2007, Wave equation analyses of tapered FRP–concrete piles in

dense sand, Soil Dynamics and Earthquake Engineering 27 (2007)

166–182, Elsevier

Semple, R.M., & Gemeinhardt, J.P. 1981. ”Stress History Approach to

Analysis of Soil Resistance to Pile Driving.“ OTC 3969. 13th Annual

OTC. Offshore Technology Conference. Houston.

Skempton, A. W. & Bjerrum, L. 1957. “A Contribution to the Settlement

Analysis of Foundations on Clay.” Geotechnique. Vol. 7. p. 168-178.

Smith, E.A.L. 1960. “Pile Driving Analysis by the Wave Equation.”

Journal, Soil Mechanics and Foundation Division. ASCE. Vol. 86.

No. SM4. pp. 35-61.

Stevens et al,. 1982, “Evaluating Pile Drivability for Hard Clay, Very

Dense Sand, and Rock”, Offshore Tech Conf, OTC4205, Houston