Amputasi Pak Sis
-
Upload
zam-azwar-annas -
Category
Documents
-
view
125 -
download
5
description
Transcript of Amputasi Pak Sis
Nama : Husnul Basri
Nim :
1. Apa pengertian amputasi ?
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian
tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan
tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki
dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ
tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem
tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal
dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah
psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan
produktifitas.
2. Jelaskan etiologi dari amputasi !
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua,
seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal
injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets
disease dan kelainan kongenital.
3. Bagaimana patofisiologi pada amputasi ?
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan
dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang.
Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih,
dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada
daerah yang diamputasi.
3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain
adalah karena trauma amputasi.
4. Jelaskan penatalaksanaan post operasi ?
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas
bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar
secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas,
mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah
yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu
ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain
tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan
secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi
optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,
khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan
klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan
klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat
penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya
nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien
merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat
amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena
membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri
pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu
klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh
klien benar adanya
Nama : Shonaria Hayati
Nim :
5. Apa dampak masalah terhadap sistem tubuh ?
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah
sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih
besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid
plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar
keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga
menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke
hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga
terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan
terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi
hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan
mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin
dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering
dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih
panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di
ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke
otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada
saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan,
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu
sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis’
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan
tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu
makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat
dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing
berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya
gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu
ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya
kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah
dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia,
hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit
dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
6. Sebutkan diagnosa yang mungkin muncul pada pasien amputasi ?
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah:
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan otot.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan
kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
7. Jelaskan rencana tindakan keperawatan beserta rasionalnya ?
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.
Jangka Pendek :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang
masih ada.
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
- Klien dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1. Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur
pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien
dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan
aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2. Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot,
memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3. Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat
dan kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan
menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk
memenuhi aktivitas klien.
4. Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah
terjadinya kontraktur.
5. Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat
tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam
duduk dan turun dari tempat tidur.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan fisiknya.
Jangka Pendek :
- Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.
- Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan otot.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang
Jangka Pendek :
- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan
- Klien menyatakan nyerinya berkurang
- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1. Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik
vena, mengurangi edema dan nyeri.
2. Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya,
catat perubahan tanda-tanda vital dan emosi.
Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat
kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.
3. Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam
atau massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri
karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi
akan mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang
nyeri pada saraf-saraf nyeri.
4. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat
nyeri di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak
sampai ke susunan saraf pusat.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan
kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara
mandiri.
Jangka Pendek :
- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
- Kuku pendek dan bersih.
- Rambut bersih dan rapih
- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
- Klien mengatakan merasa nyaman.
b. Intervensi :
1. Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan
alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi
maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan
melakukan aktivitas.
2. Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan
memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3. Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti
pakaiannya setiap hari.
Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan
memberikan rasa nyaman klien.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
Jangka Pendek :
- Kulit bersih dan kelembaban cukup.
- Kulit tidak berwarna merah.
- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.
b. Intervensi :
1. Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi
saat mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan
kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.
2. Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko
kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3. Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam
sekali
Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat
menyebabkan iritasi.
6. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.
Jangka Pendek :
- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.
- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.
- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1. Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam
sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan
bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok
untuk meninggikan puntung.
Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko
kontraktur fleksi dari panggul.
2. Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali
setiap hari setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi
telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi
penuh.
3. Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan
tungkai adduksi.
Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih
kuat dari pada otot ekstensor.
4. Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada
hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang
tepat.
Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan
fleksibilitas dan tonus otot.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi
Jangka Pendek :
- Luka bersih dan kering
- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.
- Tanda-tanda vital normal
- Nilai leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1. Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan
cepat ditanggulangi.
2. Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan
keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan
atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.
3. Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan
dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak
terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4. Monitor LED
Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang
merupakan tanda-tanda infeksi.
5. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan
penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi
Nama : Ilsan Andrianata
Nim :
8. Apa prioritas masalah amputasi ?
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
9. Jelaskan tindakan yang dilakukan sebelum dilakukan amputasi !
Mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan
operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan
kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk
menjalani operasi.
10. Bagian tubuh mana saja yang bisa dilakukan amputasi ?
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari
jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif,
bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump
amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur
sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah
sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah
dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di
dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih
utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi
dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara
kombinasi.
11. Apa keluhan utama yang sering terjadi pada pasien amputasi ?
12. Sebutkan data yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik ?
Pemeriksaan fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh
klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala
tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk
mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/
tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan
menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal
Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
Nama : Yulindawati Astuti
Nim : 062 styc 08
13. Pada kondisi apa dan bagaimana tindakan amputasi dapat dilakukan
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.
14. Bagaimana menejmen keperawatan preoperatif pada amputasi?
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya
untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi
kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi
fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani
operasi.
Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus,
penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji
riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh
klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala
tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk
mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/
tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada
kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi
kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan
dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap
gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping
itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri
yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan
memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran
ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah
dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri,
pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran
dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama
dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan
pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya
gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien
setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri.
Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik
bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk
melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre
operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak
dibahas pada makalah ini.
15. Sebutkan dan jelaskan Jenis-jenis amputasi ?
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada
trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang
luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
Amputasi terbuka
Amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi
tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat
skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang
lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga
kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan
persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami
amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien
sesuai dengan kompetensinya.
16. Bagaiman pengkajian psikologi dan sosial dalam amputasi ?
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada
kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi
kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan
dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap
gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping
itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri
yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan
memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran
ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah
dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri,
pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran
dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama
dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan
pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya
gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien
setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri.
Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik
bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk
melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre
operatif.
Nama : Agung Apriantono
Nim :
17. Jelaskan tehnik atau prosedur tindakan amputasi !
Amputasi Atas Lutut
a. Pasien terlentang
b. Kulit ditandai dengan marker untuk garis insisi dan pemotongan tulang
diatas lutut. Garis insisi berbentuk mulut ikan dengan puncak pada sisi
medial dan lateral paha. Batas osteotomi juga ditandai sebelum insisi.
c. Dilakukan diseksi dan pemotongan kulit, fasia superfisal (tan jaringan
subkutan secara vertikal dari tepi insisi. Kemudian bergerak miring sesuai
arch garis insisi menuju puncak irisan sampai tulang.Pembuluh darah
besar diligasi . Nervus ditarik keluar dari jaringan sekitarnya kira-kira 2
cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen nonabsorbable dan
dipotong dengan pisau serta dibiarkan masuk kembali ke jaringan
sekitarnya.
d. Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan
osteotomi dengan gergaji Gigh, dan tepi tulang di kikir untuk
menghilangkan tepi tajam.
e. Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi
ujung tulang. Quadriseps dan hamstring dijahitkan satu sama lain untuk
menutupi tulang. Adduktor ditendodesis dengan otot di ujung femur.
Tahap ini penting agar kekuatan dan kestabilan femur tetap terjaga.
f. Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.
g. Dilakukan balutan ketat dan dipasang sarung stump diujung stump
Amputasi Bawah Lutut
a. Pasien terlentang
b. Kulit ditandai dengan marker untuk garis insisi dan pemotongan tulang
dibawah lutut. Garis insisi berbentuk mulut ikan dengan puncak pada sisi
medial dan lateral paha. Batas osteotomi juga ditandai sebelum insisi.
Semakin panjang stump yang ditinggalkan, semakin baik hasil
fungsionalnya
c. Dilakukan diseksi dan pemotongan kulit, fasia superfisal dan jaringan
subkutan secara vertikal dari tepi insisi. Kemudian bergerak miring sesuai
arch garis insisi menuju puncak irisan sampai tulang.Pembuluh darah
besar diligasi . Nervus ditarik keluar dari jaringan sekitarnya kira-kira 2
cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen nonabsorbable dan
dipotong dengan pisau Bertadibiarkan masuk kembali ke jaringan
sekitarnya.
d. Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan
osteotomi dengan gergaji Gigli, dan tepi tulang di kikir untuk
menghilangkan tepi tajam. . Minimal 5 cm tibia diperlukan untuk fungsi
dan pemasangan prostesis. Fibula selalu dipotong lebih pendek dari tibia
e. Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi
ujung tulang.
f. Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.
g. Dilakukan balutan ketat dan dipasang sarung stump diujung stump
18. Apa saja kontra indikasi pada pasien yang akan di amputasi ?
Kondisi umum yang buruk, Sarkoma dengan metastasis (relatif)
19. Apa tindakan yang dilakukan pada pre, intra dan post operasi ?
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga
tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap
postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya
untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi
kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan
kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk
menjalani operasi.
Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin
dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes
mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga
mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh
klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi
manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan
untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan
trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada
kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan
terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi
yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak
amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi
itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada
antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan
memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran
ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang
telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh
klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan
penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara
seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan
tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya
gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien
setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu
sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat
yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi
perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah
umum pada saat pre operatif.
b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi
terbaik klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini
adalah untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari
komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan,
pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan
nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran.
Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang
prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan
pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya
dimasa postoperatif.
c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas
bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar
secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas,
mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah
yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau
terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan
saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan
secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan
kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,
khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam
kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan
kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta
mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah
mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri
Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada
daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan
adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak
sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam
masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan
menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
20. Apa saja komplikasi dari amputasi ?
a. Perdarahan
Bila hemostasis tidak baik, dapat terjadi perdarahan di daerah operasi. Pada
insisional biopsi tumor, mudah terjadi perdarahan. Bila perdarahan
merembes dan tidak dapat dijahit (jaringan rapuh), dilakukan penekanan dan
balut tekan diatas titik perdarahan
b.Infeksi
Infeksi dapat muncul bila tehnik aseptik tidak dilaksanakan dengan tepat,
atau sudah ada infeksi di daerah yang di biopsi
Nama : Zam Azwar Annas
Nim :
21. Bagaiman perawatan pasca bedah pada pasien amputasi ?
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan pada pasca operasi adalah
Melakukan perawatan luka postoperasi
- Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
- Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese
yang digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1
tahun).
Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
- Memberi dukungan psikologis.
- Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi
saat ini.
Mencegah kontraktur
- Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah
amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
- Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna
untuk meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese,
menghindari terjadinya kontraktur.
Aktivitas perawatan diri
- Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
- Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
- Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari
tim rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
- Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
- Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat
penggunaan protese.
22. Mengapa pada penderita diabetes melitus pada stadim lanjut harus
dilakukan amputasi ?
Biasanya disebabkan karena diabetes mellitus berkomplikasi dengan
neuropathy (kerusakan syaraf). Komplikasi diabetes mellitus neuropathy
adalah komplikasi diabetes mellitus yang paling sering terjadi. Hal ini
biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan
baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Bila dalam jangka yang
lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan
melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi
makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetik (diabetic neuropathy).
Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau
menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat
kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf, saraf mana yang
terkena.
Neuropati diabetik yang paling sering adalah neuropati perifer. Kerusakan ini
mengenai saraf perifer atau saraf tepi, yang biasanya berada di anggota gerak
bawah, yaitu kaki dan tungkai bawah. Seringkali penderita diabetes datang
pertama untuk keluhan saraf ini, dan setelah diperiksa oleh dokter, baru
diketahui bahwa ia ternyata mengidap diabetes.
Gejala neuropati diabetik bisa bermacam-macam. Kerusakan saraf yang
mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai membuat
penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut
jantung dan membuat muncul banyak keringat. Pada pria, bisa menimbulkan
impotensi. Kerusakan saraf perasa dapat menyebabkan penderita tidak bisa
merasakan nyeri, panas, dingin, atau meraba. Kerusakan saraf sensoris atau
perasa biasanya terjadi pada kaki, kadang-kadang juga pada tangan dan
lengan. Penderita bisa merasakan kram, kesemutan, rasa tebal, atau rasa nyeri.
Ada pula rasa nyeri seperti terbakar, bahkan rasa nyeri yang hebat pada malam
hari. Gejala-gejala ini dapat berubah-ubah, biasanya pada ujung jari kaki atau
tangan dan akan menjalar naik ke atas.
Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa tebal di kaki. Hal ini
dikarenakan tidak adanya rasa nyeri dan penderita tidak tahu bahwa ada
infeksi. Misalnya, bila kaki terinjak benda tajam atau ukuran sepatu terlalu
kecil dapat membuat penderita tidak bisa merasakan apa-apa. Mungkin ada
goresan kecil, luka, atau bisa jadi infeksi. Itu sebabnya neuropati, terutama
jika kaki terasa tebal, sangat berisiko mengakibatkan munculnya ulkus (borok)
kaki, yang disebut neuropathic foot ulcer. Bila tidak diobati dengan baik, bisa
timbul infeksi, yang lama kelamaan bisa menjalar ke tulang dan terjadi
osteomielitis (infeksi dan kerusakan tulang).
Penderita neuropati yang mengalami luka pada kaki, sebaiknya memeriksakan
lukanya ke dokter. Dokter dapat melakukan sejumlah tes untuk mengetahui
adanya gangguan saraf pada kaki. Bila terjadi kerusakan saraf pada kaki,
penderita tidak dapat merasakan adanya tusukan paku atau jarum atau panas
api, dan lain-lain. Hal ini bisa menimbulkan luka dan infeksi yang terkadang
dapat berakibat buruk pada kaki, bahkan sampai perlu diambil tindakan
amputasi.
23. Sebutkan pemeriksaan penunjang pada amputasi !
Pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi dan digunakan
untuk menentukan tingkat yang terjadi untuk amputasi
Foto rontgen : mengidentifikasi abnormalitas tulang
CT Scan : mengidentifikasi lesi neoplastik, asteomelis, pembentukan
hematoma
Aggiografi dan pemeriksaan aliran darah : mengevaluasi perubahan
sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkira kan potensial
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
24. Mengapa pada penderita iskemia dilakukan tindakan amputasi ?
Iskemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan suplai oksigen
terhadap suatu jaringan atau organ tertentu, iskemia pada suatu organ
menyebabkan terjadinya hipoksia pada sel-selnya, karena sel mengalami
pengurangan suplai oksigen menyebabkan metabolisme di dalam sel
mengalami penurunan.
Akibatnya terjadi penurunan produksi ATP sebagai sumber energi terhadap
berbagai aktifitas sel, termasuk didalammya adalah penurunan energi untuk
aktifitas transport aktif. transport aktif menggerakan pompa natrium
memompa natrium dari intrasel ke luar sel, karena adanya penurunan sumber
energi untuk menggerakan pompa natrium maka terjadi kelebihan ion natrium
di dalam sel. Sebagai dampak kelebihan ion natrium intraselular ini terjadi
pemindahan air dari ekstrasel ke dalam intrasel sehingga terjadilah
penumpukan cairan dalam sel/ oedem sel (pembengkakan seluler). Pada
kondisi ini sitoplasma secara mikroskopik akan tampak pucat.
Apabila kondisi berlangsung terus menerus organela-organela dapat
mengalami pembengkakan pula. Kalau penyebab keadaan ini segera teratasi
maka sel akan berangsur kepada fungsi dan struktur semula, akan tetapi kalau
faktor penyebabnya tidak hilang dan terus menerus (persisten) terjadi kondisi
yang kekurangan oksigen maka bisa terjadi penurunan fungsi mitokondria dan
organela lain seperti Retikulo Endoplasma yang mensintesa protein dan lipid
untuk regenerasi membran sel, akibatnya membran sel bisa mengalami
kebocoran dan isi sitoplasma keluar dari sel maka dapat terjadi kematian sel.
Apabila telah terjadi kematian sel sama halnya dengan pada pasien diabetes
mellitus akan mengganggu sirkulasi dan rentan akan infeksi, sehingga pada
iskemia dilakukan amputasi untuk mengurangi atau bahkan mencegah
penyebaran infeksi dengan titik point pada sirkulasi yang masih baik.
Nama : yanuar ansori
Nim :
25. Bagaimana ruang lingkup dilakukan amputasi pada pasien DM ?
Biasanya disebabkan karena diabetes mellitus berkomplikasi dengan
neuropathy (kerusakan syaraf). Komplikasi diabetes mellitus neuropathy
adalah komplikasi diabetes mellitus yang paling sering terjadi. Hal ini
biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan
baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Bila dalam jangka yang
lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan
melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi
makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetik (diabetic neuropathy).
Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau
menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat
kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf, saraf mana yang
terkena.
Neuropati diabetik yang paling sering adalah neuropati perifer. Kerusakan ini
mengenai saraf perifer atau saraf tepi, yang biasanya berada di anggota gerak
bawah, yaitu kaki dan tungkai bawah. Seringkali penderita diabetes datang
pertama untuk keluhan saraf ini, dan setelah diperiksa oleh dokter, baru
diketahui bahwa ia ternyata mengidap diabetes.
Gejala neuropati diabetik bisa bermacam-macam. Kerusakan saraf yang
mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai membuat
penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut
jantung dan membuat muncul banyak keringat. Pada pria, bisa menimbulkan
impotensi. Kerusakan saraf perasa dapat menyebabkan penderita tidak bisa
merasakan nyeri, panas, dingin, atau meraba. Kerusakan saraf sensoris atau
perasa biasanya terjadi pada kaki, kadang-kadang juga pada tangan dan
lengan. Penderita bisa merasakan kram, kesemutan, rasa tebal, atau rasa nyeri.
Ada pula rasa nyeri seperti terbakar, bahkan rasa nyeri yang hebat pada malam
hari. Gejala-gejala ini dapat berubah-ubah, biasanya pada ujung jari kaki atau
tangan dan akan menjalar naik ke atas.
Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa tebal di kaki. Hal ini
dikarenakan tidak adanya rasa nyeri dan penderita tidak tahu bahwa ada
infeksi. Misalnya, bila kaki terinjak benda tajam atau ukuran sepatu terlalu
kecil dapat membuat penderita tidak bisa merasakan apa-apa. Mungkin ada
goresan kecil, luka, atau bisa jadi infeksi. Itu sebabnya neuropati, terutama
jika kaki terasa tebal, sangat berisiko mengakibatkan munculnya ulkus (borok)
kaki, yang disebut neuropathic foot ulcer. Bila tidak diobati dengan baik, bisa
timbul infeksi, yang lama kelamaan bisa menjalar ke tulang dan terjadi
osteomielitis (infeksi dan kerusakan tulang).
Penderita neuropati yang mengalami luka pada kaki, sebaiknya memeriksakan
lukanya ke dokter. Dokter dapat melakukan sejumlah tes untuk mengetahui
adanya gangguan saraf pada kaki. Bila terjadi kerusakan saraf pada kaki,
penderita tidak dapat merasakan adanya tusukan paku atau jarum atau panas
api, dan lain-lain. Hal ini bisa menimbulkan luka dan infeksi yang terkadang
dapat berakibat buruk pada kaki, bahkan sampai perlu diambil tindakan
amputasi.
26. Bagaimana tehnik perawatan konsevatif pada tindakan amputasi ?
Tindakan bedah akut diperlukan pada infeksi berat yangdisertai selulitis
berat yang disertai selulitis luas, limfangitis, nekrosis jaringan dan nanah.
Biasanya diperlukan insisi untuk mencapai drainase yang adekuat
Hasil pengelolaan kaki ditentukan lokasi ulkus nyeri luas infeksi kontrol
gula darah dan cukup atau tidak adanya vaskuler sistem
27. Apa yang dimaksud dengan follow up pasien pasca amputasi ?
Follow up pasien amputasi adalah melakukan rehabilitasi (fisioterapi,
konseling) dan pemasangan prostes.
28. Apa yang dimaksud dengan amputasi terbuka dan amputasi tertutup ?
1. Amputasi Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang.
Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan
luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Amputasi Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada
daerah yang diamputasi.
Nama : Moh Ginting
Nim :
29. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetikum
sehingga dilakukan amputasi ?
30. Apa tanda-tanda/ data yang didapat pada ulkus diabetikum sehingga
dilakukan amputasi ?
31. Apa yang dimaksud dengan perawatan post amputasi rigid dressing dan
soft dressing ?
a. Amputasi rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar
operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan
memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan
memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang
menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri
dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi
segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh,
setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk
mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia,
kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil,
therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk
melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari
ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast
yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
b. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan
pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang
bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban
jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump
dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi
dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan
fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah
48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien
diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan.
Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi
diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal
dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
kontraktur.
32. Mengapa pada pasien amputasi biasanya mengalami anoreksia dan
konstipasi ?