Ammonite Sebagai Fosil Index Pada Zaman Cretaceous
-
Upload
rama-diyan-lesmana -
Category
Documents
-
view
310 -
download
24
Transcript of Ammonite Sebagai Fosil Index Pada Zaman Cretaceous
AMMONITE SEBAGAI FOSIL INDEX PADA ZAMAN CRETACEOUS
Rama Diyan Lesmana (21100111130028)
Teknik Geologi, Universitas Diponegoro
Abstrak
Bumi sudah terbentuk dari 4,5 milyar tahun yang lalu. Bumi sudah mengalami
beberapa kali evolusi dalam perjalanannya hingga sekarang. Dalam ilmu Paleontologi
terdapat ukuran skala umur bumi berdasarkan peristiwa besar maupun keterdapatan makhluk
hidup. Skala ini disebut dengan skala waktu geologi (Geologi Time Scale) yang dibuat
berdasarkan beberapa factor salah satunya adalah fosil index. (David M. Raup, Steven M.
Stanley, 1971)
Fosil index sendiri berarti fosil penciri yang hanya terdapat dan hidup pada zaman
tertentu sehingga mencirikan umurnya. Salah satu contoh fosil index adalah Ammonite yang
merupakan salah satu spesies dari Filum Moluska dan dari kelas Cephalopoda yang punah
pada akhir zaman Cretaceous. Ammonite ini ditemukan pada lapisan batuan dalam bentuk
fosil yang berumur kurang lebih sekitar lebih dari 65 juta tahun yang lalu. (Riek 1934;
Lehmann 1981)
Ammonite ini selain mencirikan umur dari suatu lapisan batuan tersebut dapat juga
berfungsi sebagai penciri lingkungan pengendapan yang merupakan habitat dari Ammonite
tersebut. Fosil index ini juga dapat digunkana sebagai korelasi antar lapisan batuan untuk
rekonstruksi keadaan bumi saat itu. (David M. Raup, Steven M. Stanley, 1971)
Paper ini dibuat dengan menggunakan metode studi pustaka dari berbagai sumber.
Ammonite sebagai fosil index dari zaman Cretaceous atau zaman Kapur. Paper ini
diharapkan memberikan informasi dalam penentuan umur batuan, lingkungan pengendapan
maupun korelasi antar lapisan batuan yang dimana terdapat fosil Ammonite.
Kata Kunci : Fosil Index, Ammonite, Cretaceous, Umur, dan Lingkungan Pengendapan
Pendahuluan
Paleontologi adalah salah satu ilmu
yang mempelajari tentang kehidupan
purba atau kehidupan di masa lalu atau
keadaan fosil-fosil dan sisa-sisa dari jejak
kehidupan di masa lalu yang terkandung
dalam batuan yang dapat mengungkap
sejarah masa lalu. Tujuan utama
pengetahuan ini yaitu pengenalan fosil.
1
Paleontologi ini dapat dibagi
berdasarkan dari ukuran obyeknya.
Pelontologi ini dibagi 2, yaitu :
Makropaleontologi adalah cabang
dari paleontology (paleontobotani
/paleozoologi) yang mempelajari obyek-
obyek dengan ukuran relatif besar dan
tidak memerlukan alat bantu mikroskop
atau langsung dengan mata (megaskopis).
Contoh : paleontologi vertebrata maupun
invertebrata berukuran megaskopis.
Sedangkan Mikropaleontologi adalah
cabang dari paleontologi yang khusus
membahas semua organisme yang
berukuran kecil (mikroskopik) sehingga
pada pelaksanaannya harus
mempergunakan alat bantu mikroskop.
Objek dari ilmu ini adalah fosil. Fosil
ini memiliki pengertian yaitu sisa bagian
tubuh maupun jejak dari organisme yang
terekam baik dalam suatu batuan. Dalam
pembentukannya fosil ini mengalami
proses yang kompleks.
Fosil yang berukuran makro atau
yang terlihat secara megaskopis ini
umumnya didominasi oleh organisme yang
termasuk dalam jenis vertebrata adapun
sebagian invertebrate yang memiliki
bagian tubuh besar umunya cangkang.
Fosil makro yang umumnya ditemui
termasuk dalam invertebrate ini tergolong
dalam phylum Moluska. Karena
banyaknya spesies dari kelas ini yang telah
hidup sejak zaman Cambrian.
Setiap fosil ini memiliki karakteristik
tersendiri termasuk dalam cara hidup
maupun keterdapatannya pada saat
oreganisme tersebut hidup. Fosil ini
memiliki umur yang dapat diidentifikasi
melalui skala waktu geologi (Geological
Time Scale). Gambar dapat dilihat di
lampiran.
Fosil berkaitan erat dengan proses
pengendapan atau sedimentasi. Karena
fosil dapat terbentuk sangat besar
kemungkinan pada batuan sedimen yang
memiliki karakteristik sedimentasinya.
Dalam proses pembentukannya sedimen
tersebut terendapkan dalam waktu yang
berbeda. Dengan prinsip superposition
tersebut maka dapat dinterpretasikan
dalam setiap sekuen sedimentasi akan
terdapat fosil yang berbeda-beda. (Edward
Wilberberry,2004)
Metodologi
Paper ini bertemakan peran fosil
makro untuk penentuan umur dan
lingkungan pengendapan batuan. Dari
tema tersebut judul yang diambil adalah
Ammonite Sebagai Fosil Index Pada
Zaman Cretaceous.
Paper ini dapat diselesaikan dengan
menggunakan suatu metode sebagai dasar
pembuatan. Metodologi yang digunakan
2
dalam penelitian ini adalah studi pustaka.
Studi Pustaka sendiri yaitu mengambil
data dari berbagai sumber terutama buku
maupun dari website yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Dari data yang didapat tersebut
dibuat menjadi dasar pemikiran dalam
pembuatan paper ini. Serta disusun dengan
sebagai semestinya sehinga paper ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Zaman Cretaceous
Cretaceous diambil dari kata latin
'creta' yang berarti kapur, atau dengan kata
lain disebut juga sebagai zaman Kapur.
(J.J. d’Omalius d’Halloy, 1822)
Periode Kapur atau Cretaceous
adalah salah satu periode pada skala waktu
geologi yang bermula pada akhir periode
Jura dan berlangsung hingga awal
Paleosen atau sekitar 145,5 hingga 65.5
juta tahun yang lalu. Periode ini
merupakan periode geologi yang paling
lama dan mencakup hampir setengah dari
era Mesozoikum. Akhir periode ini
menandai batas antara Mesozoikum dan
Kenozoikum. (Geologi Sejarah 2, 1980)
Zaman Kapur merupakan zaman
kepunahan binatang jenis Dinosaurus.
Zaman Kapur dicirikan oleh suatu daur
pengendapan susut laut,-genang laut-susut
laut. Selama zaman kapur berkembang
bermacam-macam kehidupan. Beberapa
diantaranya merupakan kelanjutan dari
zaman Jura disamping terdapat
pengembangan kehidupan yang baru.
Beberapa diantaranya merupakan
kelanjutan dari zaman Jura disamping
terdapat pengembangan kehidupan yang
baru. Diantara jenis - jenis yang
mencirikan untuk zaman Kapur antara lain
anggota dari Phylum Protozoa khususnya
dari ordo Foraminifera, Phylum
Coelenterata, Phylum Mollusca, dan
Phylum Arthropoda. Disamping itu
terdapat pula perkembangan dari golongan
vertebrata maupun jenis flora.
Pada zaman Cretaceous atau zaman
Kapur ini melimpah sekali organisme yang
hidup di laut terutama dari phylum
Moluska karena adanya peristiwa
pasangnya air laut dan mudahnya sinar
matahari masuk ke dalam air serta naiknya
suhu menjadi hangat menjadikan keadaan
yang sangat sesuai untuk perkembangan
organisme tersebut.
Selain perkembangan organisme laut
yang sangat cepat adapun peristiwa besar
selama zaman Cretaceous ini adalah
berpisahnya supercontinent Pangea yang
terbagi menjadi 2 bagian menjadi daratan
Laurasia dan Gondwana dan di akhir
zaman ini Afrika dan Amerika Selatan
berpisah serta India yang juga berpisah
dengan Antartika.
3
Dengan adanya aktivitas tektonik
yang sangat intens tersebut
diinterpretasikan menjadi awal dari
aktivitas vulkanisme yang sangat besar
karena banyak terjadinya pemekaran
maupun tumbukan antar lempeng sehingga
aktivitas vulkanisme meningkat. Dari
aktivitas vulkanisme ini akan
meningkatkan kadar CO2 serta tertutupnya
langit oleh material vulkanik yang
menyebabkan sulitnya matahari masuk ke
Bumi. Hal tersebut yang saat ini dipercaya
sebagai salah satu penyebab kepunahan
sebagian besar dari organisme selain
pendapat ahli tentang meteor yang jatuh
sehingga memusnahkan sebagian makhluk
hidup yang ada pada saat itu terutama
Dinosaurus.
Setelah kepunahan masal ini
sebagian organisme yang mati akan
terawetkan meenjadi fosil yang akan
menunjukkan bahwa fosil itu berasal dari
zaman Cretaceous tersebut. Salah satu
fosil index untuk zaman Cretaceous ini
adalah Ammonite. (Ir. Soekandarrumidi,
1980)
Ammonite
Ammonite adalah salah satu fosil
index atau fosil penciri yang berasal dari
zaman Cretaceous.
Ammonite ini memiliki termasuk
dalam subclass Ammonoidea dan kelas
Cephalopoda karena alat gerak Ammonite
ini terdapat di bagian kepala. Ammonite
ini juga termasuk dalam phylum Mollusca
yang memiliki cangkang. Ammonite ini
memiliki ciri tubuh yaitu cangkang yang
membulat atau radial yang hampir mirip
dengan roda. Cangkangnya berputar dari
inti hingga memperlebar bagian cangkang
tersebut sampai terdapat lubang yang diisi
oleh bagian lunak dari organisme tersebut.
Bagian yang terlihat di ujung lubang
tersebut adalah kepala yang dimana
terdapat juga tentakel yang berfungsi baik
sebagai alat gerak maupun alat pembantu
dalam proses pencarian makanan. Gambar
dapat dilihat di lampiran.
Ukuran dari Ammonite ini sendiri
beragam mulai dari berukuran 2 cm hingga
2 meter. Tetapi didominasi oleh ukuran
sekitar beberapa centimeter (cm). Gambar
dapat dilihat pada bagian lampiran.
Cara hidup dari Ammonite ini sendiri
belum bisa dipastikan tetapi menurut para
ahli dengan bentuk cangkang dan
rekonstruksi bagian lunak tubuhnya seperti
tentakelnya Ammonite ini umumnya hidup
secara pelagic atau berenang dengan
menggunakan tentakel sebagai alat
geraknya. Adapun sebagian Ammonite
hidup dengan cara benthos vagile atau
merayap di dasar laut.
Dari cara hidupnya para ahli
menyebutkan bahwa Ammonite ini hidup
4
di lingkungan laut dangkal karena fari fosil
yang ditemukan berada pada batuan yang
terbentuk di laut dangkan dengan material
yang umum yaitu pasir. Dan juga dari
kandungan utama berupa unsur karbonat
(CaCO3). (Wikipedia.org)
Pembahasan
Ammonite adalah salah satu spesies
dari kelas Cephalopoda yang hidup
muncul mulai dari akhir zaman Devonian
atau sekitar 400 juta tahun yang lalu
hingga akhirnya benar-benar punah pada
akhir zaman Cretaceous atau 65 juta tahun
yang lalu. (Riek 1934; Lehmann 1981)
Ammonite ini telah mengalami 2 kali
kepunahan sejak pertama kali muncul pada
zaman Devonian. Spesies dari subkelas
Ammonidae punah sebagian besar pada
zaman Permian. Pada Permian ini terjadi
kepunahan masal yang sangat besar.
Setelah zaman Permian ini hanya ada
sekitar 10% dari keseluruhan subkelas
Ammonidae dapat bertahan dan mulai
mencapai kejayaannya pada rentang waktu
antara zaman Jurrasic dan Cretaceous.
Karena pada rentang waktu tersebut
terjadi pasang surut dari air laut yang
sangat dipengaruhi oleh kenaikan suhu
bumi saat itu dan pergerakan lempeng
yang intens. Inilah salah satu peristiwa
yang membantu dalam perkembangbiakan
organisme laut karena suplai kadar CaCO3
yang sangat banyak serta suplai cahaya
matahari yang cukup. Faktor tersebut yang
mempengaruhi perkembangan dari
Ammonite ini. Dapat dilihat dalam gambar
persebaran tingkat CCD di dunia pada
lampiran. (Trask, Parker D.1937)
Selain factor pasangnya air laut
tersebut ada juga factor surutnya air
tersebut. Dengan surutnya air laut tersebut
maka sebagian besar organisme laut akan
mati karena tidak dapat beradaptasi. Dari
sinilah banyaknya organisme tersebut mati
dan terakumulasi di darat dan ketika ada
suplai sedimen pada saat itu akan
melindungi organisme tersebut dari adanya
proses pembusukan. Dari isolasi
tersebutlah maka banyak fosil organisme
laut yang terbentuk.
Dari fosil tersebut juga bisa
ditentukan lingkungan pengendapannya
berdasarkan dari habitat organisme
tersebut. Pada ammonite sendiri yang
merupakan fosil index dari zaman
Cretaceous ini dapat juga menjadi dasar
penentuan lingkungan pengendapan batuan
sedimen tersebut. Berdasarkan habitat dari
Ammonite ini yang hidup di daerah laut
dangkal pada kedalaman 10-200 m
dibawah permukaan laut. Maka dapat
diinterpretasikan batuan yang terdapat
fosil Ammonite di dalamnya adalah hasil
endapan material sedimen laut dangkal.
5
Ammonite sendiri dapat
dikategorikan sebagai fosil index. Hal ini
berdasarkan dari keterdapatan fosil
tersebut yang sangat melimpah ketika
zaman Cretaceous meski sebelumnya telah
mengalami kepunahan hampir 90% dari
keseluruhan spesiesnya pada zaman
Permian, selain itu dengan persebaran
yang sangat luas tersebar hampir merata
diseluruh dunia karena dapat ditemukan di
berbagai benua di seluruh dunia.
Ammonite ini dapat ditemukan di benua
Asia tepatnya di India sampai Pegunungan
Himalaya serta di bagian Amerika Utara di
Alaska, sampai pantai barat Afrika.
Ammonite juga memiliki rentang
umur yang pendek dibatasi pada kurun
Mesozoikum. Ammonite juga mudah
dikenali dengan ciri tubuh cangkang yang
melingkar membuat spiral. Dari keempat
syarat tersebut maka Ammonite bisa
dikategorikan sebagai fosil Index. (Tim
Asisten Makropaleontologi, 2011)
Kesimpulan
Kesimpulan dari paper ini adalah
fosil merupakan aspek pening dalam
penentuan umur maupun rekonstruksi
keadaan Bumi saat itu. Fosil sendiri dapat
terbentuk umumnya pada batuan sedimen.
Sedimen ini memiliki karakteristik yang
berberda dalam waktu yang berbeda
sejalan dengan hal tersebut fosil yang
terdapat dalam satu sekuen tersebut akan
berbeda-beda. Dengan prisnsip
superposition akan memudahkan dalam
penentuan urutan pengendapan dibantu
dengan adanya fosil seandainya lapisan
batuan tersebut telah terkena deformasi.
(David M. Raup, Steven M. Stanley, 1971)
Fosil index dari zaman Cretaceous
yang ditandai dengan melimpahnya hewan
laut karena adanya peristiwa genang air
laut salah satunya adalah Ammonite.
Ammonite ini telah punah di akhir zaman
Cretaceous karena tidak dapatnya
beradaptasi dengan perubahan iklim saat
itu sehingga terjadinya kepunahan 100%
dari ordo Ammonidae.
Sehingga Ammonite digunakan
sebagai fosil index atau fosil penunjuk
umur batuan yang berumur Cretaceous.
Selain itu sebagai penentu lingkungan
pengendapan pada wilayah laut dangkal.
Dari kedua hal itu bisa juga dipakai
sebagai prinsip sebuah biostratigrafi yang
akan menunjukkan korelasi antar lapisan
batuan. Sehingga dapat merekonstruksi
lapisan batuan yang sama baik dalam jenis
litologi maupun dari komposisi fosilnya.
Referensi
David M Raup, Steven M Stanley. 1971.
Principle of Paleontology. W.H
freeman company ; USA
6
Ir. Sukandarrumidi dan Ir. Marno
Datun.1980. Geologi Sejarah 2.
Semarang; Dept. Pendidikan dan
Kebudayaan
Wilberberry, Edward. 2004. Introduction
to Paleontology. Sonali Publication ;
New Delhi
Tim Asisten Makropaleontologi. 2011.
Panduan Praktikum
Makroplaeontologi. Semarang ;
UNDIP press.
http://fossilidentification.weebly.com/
ammonites.html
http://publishing.cdlib.org/
ucpressebooks/view?
docId=kt167nb66r&chunk.id=d2_9_ch
20&toc.id=ch20&brand=eschol
http://wikipedia.org
Lampiran
7