Alterasi Hidrotermal

19
I. ALTERASI HIDROTERMAL I.1 Pengertian Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100 500 o C) sisa pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya dan membentuk mineral- mineral tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasimagma tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah yang mengandung air dan unsur-unsur volatil (Bateman, 1981). Larutan hidrotermal terbentuk pada bagian akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggi atau pada zona lemah. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya (wall rocks) akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder (alteration minerals). Proses terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder akibat interaksi batuan dengan larutan hidrotermal disebut dengan proses alterasi hidrotermal. Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, karena meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi fisika – kimia tertentu (Pirajno, 1992). Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal adalah temperatur, kimia, fluida, konsentrasi dan komposisi batuan samping, durasi aktifitas hidrotermal dan permeabilitas. Namun faktor kimia dan

description

Hidrotermal

Transcript of Alterasi Hidrotermal

Page 1: Alterasi Hidrotermal

I. ALTERASI HIDROTERMAL

I.1 Pengertian

Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100 – 500oC) sisa

pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya dan

membentuk mineral-mineral tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasimagma tersebut

bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah yang mengandung air dan unsur-

unsur volatil (Bateman, 1981). Larutan hidrotermal terbentuk pada bagian akhir dari siklus

pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas tinggi

atau pada zona lemah. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya

(wall rocks) akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder

(alteration minerals). Proses terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder akibat

interaksi batuan dengan larutan hidrotermal disebut dengan proses alterasi hidrotermal.

Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, karena meliputi

perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi fisika – kimia tertentu (Pirajno,

1992). Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal adalah temperatur,

kimia, fluida, konsentrasi dan komposisi batuan samping, durasi aktifitas hidrotermal dan

permeabilitas. Namun faktor kimia dan temperatur fluida merupakan faktor yang paling

berpengaruh (Browne, 1994 dalam Corbett dan Leach, 1995)

Proses hidrotermal pada kondisi tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral

tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral atau mineral assemblage (Guilbert dan Park,

1986. Secara umum kehadiran himpunan mineral tertentu dalam suatu ubahan batuan akan

mencerminkan tipe alterasi tertentu.

I.2 Klasifikasi

Klasifikasi tipe alterasi hidrotermal pada endapan telah banyak dilakukan oleh

para ahli, antara lain Creassey (1956,1966). Lowell dan Guilbert (1970), Rose (1970), Meyer

dan Hemley (1967) serta Thomson dan Thomson (1996). Lowell dan Guilbert membagi tipe

alterasi kedalam potasik (K-feldspar, biotit, serisit,klorit, kuarsa),filik (kuarsa,serisit,pirit

hidromika,klorit), argilik (kaolinit,monmorilonit,klorit) dan propilitik (klorit,epidot).

Page 2: Alterasi Hidrotermal

Tabel Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986)

Page 3: Alterasi Hidrotermal

Tabel Klasifikasi tipe alterasi dan himpunan mineralnya pada endapan epitermal

sulfidasi rendah (Thompson dan Thomson,1996)

Tipe alterasi Zone (himpunan mineral)

Silisik Kuarsa,kalsedon,opal pirit,hematit

Adularia Ortoklas (adularia),kuarsa,serisit-illit,pirit

Serisitik, Argilik Serisit (muskovit), illit-smektit, monmorilonit kaolinit,kuarsa,kalsit,dolomit,pirit

Argilik lanjut-Acid Sulphate

Kaolinit,alunit,kritobalit (opal,kalsedon),native sulphur, jarosit, pirit

Silika-karbonat Kuarsa, kalsit

Propilitik, Alterasi Zeolitik

Kalsit,epidot,wairakit,klorit,albit, illit-smektit, monmorilonit,pirit

Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi hidrotermal

pada endapan tembaga porfiri menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan

himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970, dalam Sutarto, 2004) membuat

model alterasi - mineralisasi juga pada endapan bijih porfir, menambahkan istilah zona filik

untuk himpunan mineral kuarsa, serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit. Adapun delapan macam

tipe alterasi antara lain :

a) Propilitik

Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,

illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada pH

mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang mempunyai

permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004), terdapat empat

kecenderungan himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik, yaitu : klorit-kalsit-kaolinit,

klorit-kalsit-talk, klorit-epidot-kalsit, klorit-epidot.

b) Argilik

Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu muskovit-

kaolinit-monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit. Himpunan mineral pada tipe

argilik terbentuk pada temperatur 100°-300°C (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004), fluida

asam-netral, dan salinitas rendah.

Page 4: Alterasi Hidrotermal

c) Potasik

Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K-

Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetit. Pembentukkan biotit sekunder ini dapat terbentuk

akibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang

kemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun piroksen. Selain itu tipe alterasi ini dicirikan

oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir

sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit, dan titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk.

Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat batuan beku intrusif yang

terkait, fluida yang panas (>300°C), salinitas tinggi, dan dengan karakter magamatik yang

kuat. Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan potasik ini.

Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama piroksen, hornblende maupun

biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksen terlihat jelas mineral piroksen

tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit. Pembentukkan mineral klorit ini karena

reaksi antara mineral piroksen dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk klorit,

feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit.

Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur potasium pada proses metasomatis

dan disertai dengan banyak atau sedikitnya unsur kalsium dan sodium didalam batuan yang

kaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan klorit, aktinolit, dan garnet kadang dijumpai

dalam jumlah yang sedikit. Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik

ini berbentuk menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral – mineral sulfida yang

terdiri atas pirit maupun kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif sama.

d) Filik

Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas zona

alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi.

Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral utama dengan

mineral pirit yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proses

hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral

feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur

H+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral

kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali

feldspar. Kadang mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada

Page 5: Alterasi Hidrotermal

temperatur sedang-tinggi (230°-400°C), fluida asam-netral, salinitas beragam, pada zona

permeabel, dan pada batas dengan urat.

e) Propilitik dalam (inner propilitik)

Menurut Hedenquist dan Linndqvist (1985, , dalam Sutarto, 2004), zona alterasi

pada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati netral) ummnya

menunjukkan zona alterasi seperti pada sistem porfir, tetapi menambahkan istilah inner

propylitic untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi (>300°C), yang dicirikan oleh

kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.

f) Argilik lanjut (advanced argilic)

Sedangkan untuk sistem epitermal sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat),

ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral

pirofilit-diaspor-andalusit-kuarsa-turmalin-enargit-luzonit (untuk temperatur tinggi, 250°-

350°C), atau himpunan mineral kaolinit-alunit-kalsedon-kuarsa-pirit (untuk temperatur

rendah, <180°).

g) Skarn

Alterasi ini terbentuk akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan

karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan kandungan

mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan

mineral garnet, klinopiroksen dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah yang

cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral

klorit,tremolit – aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal. Garnet-piroksen-karbonat adalah

kumpulan yang paling umum dijumpai pada batuan induk karbonat yang orisinil (Taylor,

1996, dalam Sutarto, 2004). Amfibol umumnya hadir pada skarn sebagai mineral tahap akhir

yang menutupi mineral-mineral tahap awal. Aktinolit (CaFe) dan tremolit (CaMg) adalah

mineral amfibol yang paling umum hadir pada skarn. Jenis piroksen yang sering hadir adalah

diopsid (CaMg) dan hedenbergit (CaFe).

Alterasi skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan

temperatur tinggi (sekitar 300°-700°C). Proses pembentukkan skarn akibat urutan kejadian

Isokimia – metasomatisme – retrogradasi. Dijelaskan sebagai berikut :

Page 6: Alterasi Hidrotermal

Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan samping,

prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping yang karbonat.

Proses ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan tekstur host rock nya

(sifat konduktif).

Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan samping

yang karbonatan sehingga terbentuk kristalisasi pada celah-celah atau rekahan yang

dilewati larutan magma.

Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar pada

batuan samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga air tanah turun

dan bercampur dengan larutan.

h) Greisen

Himpunan mineral pada greisen adalah kuarsa-muskovit (atau lipidolit) dengan

sejumlah mineral asesori seperti topas, turmalin, dan florit yang dibentuk oleh alterasi

metasomatik post-magmatik granit (Best, 1982, Stempork, 1987, dalam Sutarto, 2004).

i) Silisifikasi

Merupakan salah satu tipe alterasi hidrotermal yang paling umum dijumpai dan

merupakan tipe terbaik. Bentuk yang paling umum dari silika adalah (E-quartz, atau β-quartz,

rendah quartz, temperatur tinggi, atau tinggi kandungan kuarsanya (>573°C), tridimit,

kristobalit, opal, kalsedon. Bentuk yang paling umum adalah quartz rendah, kristobalit, dan

tridimit kebanyakan ditemukan di batuan volkanik. Tridimit terutama umum sebagai produk

devitrivikasi gelas volkanik, terbentuk bersama alkali felspar.

j) Serpertinisasi

Batuan yang telah ada beruabah menjadi serperite yang mineral utamanya adalah

Cripiolite disamping ada juga mineral – mineral lain. Batuan  semuala biasanya batuan basa

(andesitte) yang berubah karena proses hidrotermal maka batuan basa ini berubah menjadi

serpertisasi. Misal : Geruilite di sulawesi dari kalimantan  diubah menjadi serpentinisasi.

Serpentinisasi bisa pula akibat dari pada Weathering, tetapi daerah yang teralterasi relatif

terbatas kecil.

Permasalahannya, seringkali kita mendapati dalam satu contoh batuan ditemukan

beberapa mineral dari dua tipe atau lebih. Prosedur yang baik untuk tahap awal observasi

batuan tersebut di atas adalah menulis semua mineral yang tampak sebagai himpunan

Page 7: Alterasi Hidrotermal

mineral. Apabila dalam satu batuan dijumpai mineral-mineral klorit, kuarsa, kalsit, dan

kaolinit, maka disebut sebagai himpunan mineral klorit-kuarsa-kalsit-kaolinit (Sutarto, 2004).

Alterasi Serisit Alterasi Argilik Alterasi Potasik

Sumber:

http://www.barkervillegold.comSumber:

http://www.mistycreekventures.comSumber:

http://geologiblankfive.files.wordpres

s.com

Alterasi Propilitik Greisen Skarn

Sumber:

http://geologicalintroduction.ba

ffl.co.uk

Sumber: http://geologicalintroduction.baffl.co.

uk

Sumber:

http://earthsci.org/mineral/mindep/depf

ile/skarn.htm

Page 8: Alterasi Hidrotermal

II. MANFAAT PENGETAHUAN MENGENAI ALTERASI HIDROTERMAL

DALAM KEGIATAN MINERALISASI

II.1 Hubungan Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi

Alterasi dan mineralisasi sangat erat kaitannya, dikarenakan tipe alterasi tertentu

akan dicirikan dengan hadirnya suatu himpunan mineral yang khas sebagi pencirinya.

Alterasi dapat menghasilkan mineral bijih dan mineral penyerta (gangue mineral).

Namuin demikian, tidak semua batuan yang mengalami alterasi hidrotermal dapat mengalami

mineralisasi bijih. Tipe alterasi tertentu biasanya akan menunjukan zonasi himpunan mineral

tertentu akibat ubahan oleh larutan hidrotermal yang melewati batuan sampingnya (Guilbert

dan Park, 1986, Evans, 1993). Himpunan mineral ubahan tersebut terbentuk bersamaan pada

kondisi keseimbangan yang sama (aqulibrium assemblage). Mineral-mineral baru yang

terbentuk, diendapkan mengisi rekahan-rekahan halus atau dengan proses penggantian

(replacement). Mineral-mineral baru ini dikenal sebagai mineral sekunder (Anonim, 1996)

Lalu apa yang mempengaruhi proses mineralisasi??

Menurut Bateman (1981) Secara umum proses mineralisasi dipengaruhi oleh

beberapa faktor pengontrol, meliputi :

1. Larutan hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral.

2. Zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat larutan hidrotermal.

3. Tersedianya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal.

4. Terjadinya reaksi kimia dari batuan induk/host rock dengan larutan hidrotermal yang

memungkinkan terjadinya pengendapan mineral bijih (ore).

5. Adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral bijih (ore).

Menurut Lindgren, 1933 faktor yang mengontrol terkonsentrasinya mineral -

mineral logam (khususnya emas) pada suatu proses mineralisasi dipengaruhi oleh adanya :

1. Proses diferensiasi, pada proses ini terjadi kristalisasi secara fraksional (fractional

crystalization), yaitu pemisahan mineral-mineral berat pertama kali dan mengakibatkan

terjadinya pengendapan kristal-kristal magnetit, kromit dan ilmenit. Pengendapan kromit

sering berasosiasi dengan pengendapan intan dan platinum. Larutan sulfida akan

terpisah dari magma panas dengan membawa mineral Ni, Cu, Au, Ag, Pt, dan Pd.

Page 9: Alterasi Hidrotermal

2. Aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil pangkayaan dari magma, pada

proses ini, unsur silika mempunyai peranan untuk membawa air dan unsur-unsur

volatil dari magma. Air yang bersifat asam akan naik membawa CO2, N, senyawa S,

fluorida, klorida, fosfat, arsenik, senyawa antimon, selenida dan telurida. Pada saat

yang bersamaan mineral logam seperti Au, Ag, Fe, Cu, Pb, Zn, Bi, Sn, Tungten, Hg,

Mn, Ni, Co, Rd dan U akan naik terbawa larutan. Komponen-komponen yang terbawa

dalam aliran gas tersebut berupa sublimat pada erupsi vulkanik dekat permukaan dan

membentuk urat hidrotermal atau terendapkan sebagai hasil penggantian

(replacement deposits) di atas atau di dekat intrusi batuan beku.

Tabel dominasi komposisi mineralisasi di dalam alterasi hidrotermal pada

temperatur tinggi dan rendah (disederhanakan dari Corbett, 2002)

TEMPERATUR TINGGI TEMPERATUR RENDAH

Kalkopirit Galena, spalerit

Kuarsa kristalin (comb stucture) Kalsedon-opal

Kuarsa butir kasar Kuarsa butir halus

Serisit Smektit-illit

Philik Propilitik

Gambar zonasi proksimal – distal tipe endapan urat logam dasar yang berasosiasi dengan

endapan porfiri tembaga/molibdenum (Panteleyev, 1994)

Guilbert dan Park, 1986, mengemukakan model hubungan antara mineralisasi dan

alterasi dalam sistem epitermal. Beberapa asosiasi mineral bijih maupun mineral skunder erat

Page 10: Alterasi Hidrotermal

hubungannya dengan besar temperatur larutan hidrotermal pada waktu mineralisasi. Mineral

bijih galena, sfalerit dan kalkopirit terbentuk pada horison logam dasar bagian bawah dengan

temperatur ≥ 350oC. Pada horison ini alterasi bertipe argilik sempurna dan terbentuk mineral

alterasi temperatur tinggi seperti adularia, albit dan feldspar. Fluida hidrotermal di horison

logam dasar (bagian tengah) bertemperatur antara 200o- 400oC. Mineral bijih terdiri dari

argentit, elektrum, pirargirit dan proustit. Mineral ubahan terdiri dari serisit, adularia, ametis,

sedikit mengandung albit. Horison bagian atas terbentuk pada temperatur < 200oC. Mineral

bijih terdiri dari emas di dalam pirit, Ag-garamsulfo dan pirit. Mineral ubahan berupa zeolit,

kalsit, agate.

Gambar alterasi hubungannya dengan mineralisasi dalam tipe endapan epitermal logam dasar

(Guilbert dan Park, 1986)

Page 11: Alterasi Hidrotermal

Gambar mineralogi alterasi di dalam sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)

Page 12: Alterasi Hidrotermal

II.2 Contoh Aplikasi Pengetahuan Alterasi Hidrotermal

Mineralisasi tembaga pada endapan porfiri sangat berkaitan erat dengan proses

alterasi hidrotermal, maka pemahaman mengenai proses alterasi hidrotermal menjadi amat

penting dalam kegiatan eksplorasi. Alterasi hidrotermal menyebabkan perubahan pada

mineralogi dan komposisi batuan yang berinteraksi dengan fluida hidrotermal. Perubahan

mineralogi dan komposisi batuan akibat proses alterasi hidrotermal, erat kaitannya dengan

perubahan unsur-unsur kimia pada batuan yang teralterasi. Dengan mempelajari perubahan

komposisi unsur-unsur kimia dalam batuan yang teralterasi dengan menggunakan pendekatan

mineralogi dan geokimia, dapat diketahui seberapa intens batuan tersebut telah teralterasi.

Hal tersebut akan sangat membantu untuk mengetahui karakteristik alterasi hidrotermal dan

mineralisasi di daerah tersebut (Arifudin Idrus dan Evaristus Bayu Pramutadi, 2008)

Mineralisasi emas dipengaruhi oleh larutan hidrotermal yang mengalir melewati

permeabilitas (sekunder maupun primer) batuan, sehingga terjadi proses alterasi yang

merubah komposisi kimiawi, mineralogi dan tekstur batuan asal yang dilaluinya. Tipe

alterasi dan mineralisasi pada suatu daerah mempunyai sifat dan karakteristik tersendiri

yang sering dicirikan dengan adanya himpunan mineral tertentu. Keberadaan zona

alterasi dan mineralisasi ini akan membantu dalam perencanaan pengembangan eksplorasi

mineral bijih yang mengandung emas. Salah satu indikator yang berpengaruh terhadap

kehadiran urat -urat pembawa mineral bijih berharga adalah struktur rekahan (kekar dan

sesar). Jaringan kekar yang berkembang merupakan jalan bagi larutan sisa magmatisme

untuk mengisi dan tempat terendapkannya mineral-mineral bijih.

Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan

alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH

mendekati netral (fluida-fluida khlorida netral). Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis

fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosif atau breksi hidrotermal, dan

stockwork atau stringer Pyrite + Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline).

Emas epitermal juga terdapat dalam alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-

alterasi sehubungan yang terbentuk dari fluida-fluida asam sulfat. Dalam alterasi dan

mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika masif,

atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan yang tersilisifikasikan, serta

dapat hadir bijih tembaga seperti enargite, luzonite, dan covelite.  

Page 13: Alterasi Hidrotermal

DAFTAR PUSTAKA

Artadana, I Putu E., & Purwanto, Heru S., 2011, “Geologi, Alterasi dan Mineralisasi Daerah

Nyrengseng dan Sekitarnya, Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa

barat, Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi FTM UPN Veteran Yogyakarta

Evans, A,M., Ore geology and Industrial Minerals, Blackwell scientific publication.

Guilbert, G.M & Park, C.F., 1986, The Geology of Ore Deposits, W.H. Freeman and

Company, New York.

Hedenquist,J.W., 1998, Hydrotermal System in Volcanic arc, Original of and exploration

for epitermal Gold Deposit, catatan kursus 13 Mei 1998, PT Geoservice Ban

Idrus, Arifudin, & Pramutadi, EB., 2008, Mineralisasi Bijih dan Geokimia Batuan Samping

Vulkaniklastik Andesitik yang Berasosiasi dengan Endapan Tembaga – Emas Porfiri

Elang, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Yogyakarta: Hurusan Teknik Geologi

FT-UGM

http://www.barkervillegold.com, diakses pada 22 Maret 2011

http://earthsci.org/mineral/mindep/depfile/skarn.htm, diakses pada 22 Maret 2011

http://www.mistycreekventures.com, diakses pada 22 Maret 2011

http://geologiblankfive.files.wordpress, diakses pada 22 Maret 2011

http://geologicalintroduction.baffl.co.uk, diakses pada 22 Maret 2011