Al Qur an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa...
Transcript of Al Qur an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa...
Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam
Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh
karya Mahjiddin Jusuf
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh
DALIPAH RAHMAH
1112024000014
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016 M/1437 H
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dalipah Rahmah
N I M : 1112024000014
Program Studi : Tarjamah (Bahasa Arab)
Fakultas : Adab dan Humaniora
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Maret 2016
Dalipah Rahmah
v
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt, sang Maha
Pengasih lagi Penyayang, karena berkat Kemurahan-Nya Peneliti diberi kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi ini. Di samping kemurahan yang diberikan Allah Swt, berkat kasih
cinta orang-orang di sekitar Peneliti pula skripsi ini dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam tercurah kepada kekasih Allah, junjungan umat manusia seluruh
alam Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat, dan semoga kita semua
mendapat syafaatnya di hari pengadilan nanti. Dengan segala kerendahan hati, tak lupa
Peneliti haturkan beribu terima kasih kepada sejumlah nama yang turut serta menyukseskan
dan memberi kemudahan bagi Peneliti dalam proses penyelesaian skripsi.
Dalam kesempatan ini pula, Peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas
akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya kepada: Bapak Prof. Dr. Sukron
Kamil, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. Bapak Dr. Moch. Syarif
Hidayatullah, M. Hum selaku ketua Jurusan Tarjamah sekaligus dosen pembimbing, dan Ibu
Rizqi Handayani, MA selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah yang telah memberikan
kemudahan dalam pengurusan administrasi penulisan Skripsi ini, serta kepada seluruh dosen
Jurusan Tarjamah yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama
mengikuti perkuliahan serta menjadikan kami lebih berguna dengan ilmu yang telah
diberikan. Tak lupa peneliti berterima kasih kepada seluruh staf TU khususnya Fakultas Adab
dan Humaniora yang telah banyak membantu dan mengurus segala administrasi.
Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, MA
Bapak Drs. Ikhwan Azizi, MA selaku dosen penguji sidang skripsi, peneliti mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga atas kesediannya meluangkan waktu ditengah kesibukannya
vi
untuk membaca, mengoreksi, dan memberikan referensi, serta memotivasi peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih berbalut cinta yang tak terhingga peneliti hanturkan kepada kedua
orangtua tercinta, Ayahanda M. Jalil dan Ibunda Nurma, yang tak kenal lelah memberikan
dorongan, dukungan, motivasi baik berupa moril maupun materil. Terimakasih atas setiap
cinta yang terpancar serta doa dan restu yang selalu mengiring tiap langkah peneliti. Kepada
kakek dan nenek yang sudah peneliti anggap orang tua kedua selama diperantauan yaitu Prof.
M. Dien Madjid dan Drs. Siti Sahara. Karena merekalah peneliti dapat menjangkau dunia
pendidikan hingga saat ini. Tak lupa peneliti ucapkan terima kasih kepada abang-abang
peneliti M. Jailani dan Hardiansyah, S. HI yang telah mendukung, memotivasi dan membantu
baik secara moril maupun materil sehingga dapat terselesainya penulisan skripsi ini. Teruntuk
adik-adik Peneliti, Alda Syahputra, Hultari Agustina dan Fasya Alfata peneliti haturkan
banyak doa dan terima kasih atas segala doa, dukungan, canda, tawa dan macam-macam
bantuan dalam menyelesaikan Skripsi ini. semoga semua usaha peneliti dapat menjadi
motivasi tak terhingga agar adik-adik tercinta dapat menggapai hal yang sama bahkan lebih
demi kebahagiaan dan kebanggaan kedua orang tua tercinta.
Kepada sahabat-sahabat terbaik, Ayu Rahmadhani, Monatria, Naya, Intan, Hikmah,
Wardatul, Annida. Amel, Riyanti dan Elfa, yang senantiasa ada untuk memberikan dukungan,
melantunkan doa serta mengusahakan segala macam bantuan terkait penyelesaian Skripsi ini.
Kemudian kepada kerabat seperjuangan, Tarjamah amgkatan 2012 Terima kasih untuk
kebersamaannya selama 4 tahun kita berjuang di bangku perkuliahan, jatuh bangun, pahit
manis, kita rasakan bersama-sama.
Semoga skripsi yang sederhana ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pemgetahuan baik dalam bangku perkuliahan,maupun penelitian terutama pada bidang
vii
kajian penerjemahan. Terakhir, Peneliti hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat
Peneliti cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa
sepengetahuan Peneliti. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang turut
bersuka cita atas keberhasilan Peneliti menyelesaikan Skripsi ini. Alhamdulillah.
Sebagai manusia biasa, tentunya Peneliti masih memiliki banyak kekurangan
pengetahuan dan pengalaman pada topik yang diangkat dalam Skripsi ini, begitu pula dalam
penulisannya yang masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, peneliti akan sangat
senang jika menerima berbagai masukan dari para pembaca baik berupa kritik maupun saran
yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan di masa yang akan
datang.
Ciputat, 28 April 2016
Dalipah Rahmah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................ iv
PRAKATA ................................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................................ viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ......................................................... xi
PETUNJUK PEMBACAAN BAHASA ACEH ........................................................... xvi
ABSTRAK .................................................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
E. Kajian Terdahulu ............................................................................................ 5
F. Metodologi Penelitian .................................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan .................................................................................... 10
BAB II KERANGKA TEORI
A. Konsep Umum Penerjemahan Alquran ........................................................... 11
1. Pengertian Terjemahan Alquran .............................................................. 11
2. Macam-macam Terjemahan Alquran ....................................................... 11
3. Syarat-syarat Penerjemah Alquran .......................................................... 13
ix
B. Penilaian Terjemahan ......................................................................................... 16
1. Pokok-pokok Penilaian ................................................................................. 16
a. Struktur (Gramatikal) ............................................................................ 16
b. Pemakaian Ejaan ................................................................................... 16
c. Diksi ...................................................................................................... 17
d. Efektivitas Kalimat ................................................................................ 18
2. Pedoman Penilaian Terjemahan ................................................................... 19
a. Rochayah Machali................................................................................ 19
b. Moch. Syarif Hidayatullah ................................................................... 25
c. Syihabuddin ......................................................................................... 27
d. Benny Hoedoro Hoed ........................................................................... 29
C. Keterbacaan ........................................................................................................ 32
1. Masalah Keterbacaan Teks ...................................................................... 33
2. Faktor yang Menentukan Tingkat Keterbacaan Teks ............................... 34
3. Faktor Keterbacaan dalam Penerjemahan ................................................ 34
D. Sintesis Pustaka .................................................................................................. 36
BAB III GAMBARAN UMUM AL QUR’AN AL KARIM TERJEMAHAN BEBAS
BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH
A. Seputar Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh 37
B. Tentang Penerjemah ....................................................................................... 39
1. Riwayat Hidup Mahjiddin Jusuf ............................................................ 39
2. Aktivitas Agama dan Sosial Mahjiddin Jusuf ......................................... 40
3. Karya-karya Mahjiddin Jusuf ................................................................. 43
x
BAB IV ANALISIS PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN AL QUR’AN AL
KARIM TERJEMAHAN BEBAS BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH
SURAH Al- QALAM
A. Analisis Penilaian Kualitas Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan
Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dari Aspek Keterbacaan .................. 45
B. Hasil dan Penilaian Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan
C. Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dari Aspek Keterbacaan .................. 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 76
B. Saran-saran .......................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 78
LAMPIRAN .................................................................................................................... 80
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan ke dalam huruf latin. Transliterasi
ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku “Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padannya dalam aksara latin.
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B be ب
T te ت
Ts ted an es ث
J je ج
H h dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R er ر
Z zet ز
S es س
xii
Sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
D de dengan garis di bawah ض
T te dengan garis di bawah ط
Z zet dengan garis di bawah ظ
koma terbalik di atas ‘ ع
hadap kanan
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof , ء
Y Ye ي
xiii
2. Vokal
Vokal dalam bahasa arab, seperti vokal bahasa indonesia, terdiri dari vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggul, ketentuan alih
aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A fathah ـــــــ
I kasrah ـــــــ
U dammah ـــــــ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ----ي
Au a dan u ----و
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab dilambangkan
harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
 â dengan topi di atas ــا
Ĭ ĭ dengan topi di atas ــى
Û û dengan topi di atas ــو
3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال,
dilahirkan menjadi huruf /L/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah. Contoh:
al-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
xiv
4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah
tanda )ـــ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf , yaitu dengan menggandakan
huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang
menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian
seterusnya.
5. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri
sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal
yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2
di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3)
No Kata Arab Alih Aksara
tarîqah طريقة 1
al-jâmi’ah al-islâmiyyah الجامعة اإلسالمية 2
wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
6. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini
huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, anatara lain untuk menuliskan permulaan
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan,
jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid
al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih
akasara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold).
xv
Jika menurut EYD, juduk buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam
alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari
bahasa arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî;
Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
7. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara
terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab,
dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustâdzu ذهب األستاذ
tsabata al-ajru ثبت األجر
al-harakah al-‘asriyyah الحركة العصرية
asyahdu an lâ ilâha illâ Allâh أشهد أن ال اله اال هللا
Maulânâ Malik al-Sâlih موالنا ملك الصالح
yu’ats-tsirukum Allâh يؤثركم هللا
al-mazâhir al-‘aqliyyah المظاهر العقلية
al-âyât al-kauniyyah اآليات الكونية
al-darûrat tubihu al-mahzûrât المحظورات تبيحالضرورة
xvi
PETUNJUK PEMBACAAN BAHASA ACEH
Petunjuk pembacaan Bahasa Aceh ini berpedoman pada Kamus Umum Bahasa Aceh-
Indonesia M. Hasan Basri cetakan pertama tahun 1994. Namun, dalam penulisan bahasa
Aceh dalam Al-Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersaja dalam Bahasa Aceh ejaan yang
digunakan adalah Ejaan P3KI 1992 yang telah disempurnakan dan tidak mengunakan tanda
tambahan (diakritik) agar memudahkan penulisan.
Dasar Sistem Ejaan Bahasa Aceh (EBA) adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD),
kecuali bila terdapat “lafal khas Aceh”, maka kata-kata dimaksud memiliki tanda dan huruf
tambahan (huruf majemuk dan konsonan rangkap) yang sedikit banyak menggunakan nilai
fonetik.
A. Tanda Tambahan
1. Aksen tirus (Accent aigu) pada huruf E, e sehingga berbunyi, Ӗ, ȇ dalam kata sate,
mente, perlente, secara fonetik ditulis (e), seperti:
Lahẻ (lahir, melahirkan)
Pẻt (pejam, memejamkan)
2. Aksen rendah (accent grave) pada E,e sehingga berbunyi, seperti Ӗ,ẻ pendek
dalam kata ejek, ember, secara fonetik tertulis (ɛ). Seperti halnya kata di atas,
tetapi lebih pendek pengucapannya.
3. Huruf E,e yang dilafalkan dalam bentuk (∂) yang dilafalkan, seperti emas, kalem.
Contohnya:
Le (banyak)
Tahe (heran, tercengang)
xvii
4. Diftong yang khas Aceh eu, eu dilafalkan antara bunyi i, o, u dengen e pepet
dengan u tidak bertekanan , ini berbeda dengan lafal eu dalam bahasa Sunda
ataupun Prancis, seperti:
Beukah (koyak, rusak, pecah, terbit (matahari), celah)
Beuneung ( benang)
5. Diftong ie, oe, ue, dilafalkan antara bunyi i, o, u dengen e pepet ditutup atau
didominasi oleh bunyi e, seperti:
Ie (air, sesuatu yang cair, cahaya)
Rugoe (rugi, kerugian)
Ue (tersumbat, tercekik, kerongkongan, macet)
6. Diftong EU ditambah lagi dengan vocal e pepet menjadi EUE, dilafalkan antara
bunyi EU dengan E, didominasi dan tutup dengan e pepet, seperti:
Bateue (batal, tidak sah, tidak berlaku)
Peute (empat)
7. Tanda trema (¨) pada huruf Ӧ, ӧ dilafalkan, seperti bunyi o dalam fotokopi, yudo.
Secara fonetik ditulis (o), seperti:
Bӧt (mencabut, mengeluarkan, menarik, mengangkat)
Lӧn (Peneliti)
8. Huruf o, o (tanpa trema) dilafalkan seperti bunyi o dalam orang, botol. Dalam
lambing fonetik (o), seperi:
Boh (buah, buah-buahan, kemaluan pria)
Tulo (pekak, tuli)
xviii
B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap ialah 2 bunyi konsonan yang dilafalkan sebagai satuan, tajam
dan jelas, seperti:
KL Klo (bisu, kelu)
TH That (sangat, amat, luar biasa)
C. Huruf dengan Lafal Khas Aceh
Huruf Rr, Ss dan Tt dilafalkan dengan khas Aceh seperti berikut ini:
Rr dilafalkan dengan anak tekak atau langit-langit lembut (uvular) seperti bunyi ghain
bahasa Arab (غ( atau dalam bahasa Prancis venir, rue. Lafal ini banyak digunakan
di sebagian Aceh Besar dan Aceh Barat.
Ss dilafalkan seperti bunyi “th” dalam bahasa Inggris think atau dalam bahasa Arab
.(ث)
Tt dilafalkan dengan ujung lidah menyentuh langit-langit di pangkal gigi seri.
D. Semi Vokal
Semi vocal Y y dan W w di tengah suku kata saja, seperti:
Siya (rasa sakit karena terbakar)
Kawet (kait, kaitan)
xix
ABSTRAK
DALIPAH RAHMAH
Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam Al Qur’an Al Karim
Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf
Keterbacaan yaitu derajat kemudahan sebuah tulisan untuk mudah dipahami
maksudnya, semakin tinggi keterbacaan akan semakin mudah tulisan dipahami, dan semakin
rendah keterbaacaan akan semakin sulit untuk dipahami maksudnya.
Penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana kualitas terjemahan dari aspek
keterbacaan yang dilakukan oleh penerjemah pada setiap kata, frasa, klausa dan kalimat yang
terdapat dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya
Mahjiddin Jusuf. Evaluasi dan analisis yang dilakukan merujuk kepada beberapa faktor
keterbacaan dalam penerjemahan. Faktor-faktor itu antara lain: konkret, tegas, jelas, dan
popular. Hasil-hasil evaluasi tersebut akan dimasukkan ke dalam tabel hitungan matematis
yang akan dijumlahkan untuk mengetahui kualitas dan nilai terjemahan.
Dari segi keterbacaan hasil terjemahan ini, peneliti medapatkan terjemahan yang tidak
diterjemahkan secara konkret dan abstrak. Dalam sebuah kalimat peneliti juga menemukan
hasil terjemahan yang bertele-tele (pemborosan kata). Adapun dari segi kejelasan, peneliti
juga menemukan beberapa terjemahan yang tidak tersampaikan dengan jelas dan lengkap,
serta peneliti juga menemukan penggunaan dan pemilihan diksi yang kurang popular dan
lazim. Kesalahan-kesalahan ini mengakibatkan menurunnya kualitas dan nilai terjemahan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penerjemahan adalah usaha mereproduksi pesan dari bahasa sumber (BSu) ke dalam
bahasa sasaran (BSa) dengan hasil semirip mungkin, baik dalam makna maupun gaya bahasanya.
Sebuah karya terjemahan harus mempengaruhi pembaca dengan cara yang sama seperti karya
aslinya. Seorang penerjemah harus bisa menjamin bahwa apa yang disampaikan kepada
pembacanya adalah benar-benar seperti apa yang dimaksud penulis asli. Tentunya ini bukan
persoalan mudah, apalagi menerjemahkan teks dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.
Kegiatan penerjemahan sesungguhnya bukan hal yang baru dalam peradaban manusia.
Di era globalisasi ini komunikasi lintas bahasa dalam bentuk penerjemahan masih eksis, bahkan
cenderung semakin penting. Tak terkecuali kegiatan penerjemahan dari bahasa Arab ke dalam
bahasa Indonesia juga semakin marak seiring dengan meningkatnya ghirah ‘semangat’
keberagamaan umat Islam di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya buku terjemahan,
terutama yang berhubungan dengan khazanah keislaman, seperti Alquran, Hadis, tafsir, fikih,
akhlak, akidah, tasauf dan lain-lain.1
Penilaian terjemahan sangat penting disebabkan dua alasan: (1) untuk menciptakan
hubungan dialektik antara teori dan praktik penerjemahan; (2) untuk kepentingan kriteria dan
standar dalam menilai kompetensi penerjemah, terutama apabila kita menemui beberapa versi
teks bahasa sasaran (Bsa) dari teks bahasa sumber (Bsu) yag sama.2
1 M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemhan Arab Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 1. 2 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 108.
2
Menilai terjemahan juga meliputi tiga alasan : (1) untuk melihat keakuratan; (2) untuk
mengukur kejelasan; (3) untuk menimbang kewajaran suatu terjemahan. Keakuratan berarti
sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan berarti sejauh
mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa.
Pesan yang ditangkap pembaca Tsu sama dengan pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsa.
Kewajaran berarti sejauh mana pesan dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga
pembaca Tsa merasa bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam Bsa.
Karenanya, aspek yang dinilai adalah: (1) pesan tersampaikan atau tidak; (2) kewajaran dan
ketepatan pengalihan pesan; (3) kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja penerjemahan dengan tata
bahasa dan ejaan yang berlaku.3
Sebagai sebuah produk, terjemahan tentunya mempunyai tingkatan kualitas yang bisa
ditentukan oleh beberapa faktor. Pada umumnya, kualitas suatu terjemahan bisa diukur dari
factor keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan dari terjemahan tersebut. Keakuratan suatu
terjemahan ditentukan oleh keutuhan makna dalam terjemahan tersebut. Keberterimaan menjadi
aspek penting dari suatu terjemahan karena menentukan kepantasan suatu terjemahan dilihat dari
bahasa sasaran. Sedangkan aspek keterbacaan erat kaitannya dengan target pembaca dari suatu
teks.4
Keterbacaan ialah derajat kemudahan sebuah tulisan untuk mudah dipahami maksudnya.5
Dan tingkat keterbacaan ini bersinggungan dengan aspek-aspek linguistik, semisal penggunaan
kategori sintaksis (verba, nomina, ajektiva, pronomina, numeralia), penempatan fungsi sintaksis
3 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN
PRESS, 2014), h. 142. 4 http://www.penerjemah-online.com/2012/11/tiga-aspek-penentu-kualitas-terjemahan.html (diakses pada
tanggal 03 November 2015). 5 Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 92.
3
(subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap), serta pemilihan diksi, preposisi, kopula,
kolokasi, pungtuasi, dan semacamnya.6
Tujuan praktis penerjemahan seperti yang telah disebutkan di atas, acapkali terlupakan
oleh penerjemah. Ada terjemahan yang sudah secara setia menyampaikan pesan teks bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran, tetapi bahasa yang digunakan tidak bisa dipahami oleh
pembaca dengan baik. Ada pula terjemahan yang tampak “cantik” dan wajar, tetapi pesannya
menyimpang jauh dari pesan teks aslinya.
Fakta di atas tadilah yang mendorong peneliti untuk meneliti kualitas terjemahan dari
aspek keterbacaan pada Alquran terjemahan bahasa Aceh, hingga peneliti melakukan penelitian
dengan judul: “Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam Al Qur’an
Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Mengingat banyaknya surat di dalam Alquran maka peneliti akan membatasi surat yang
akan diteliti. Untuk mempermudah pembahasan supaya lebih terarah, maka peneliti
memfokuskan dan membatasi penelitian ini hanya pada surat al- Qalam, dalam Al Qur’an
Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf dan
diterbitkan melalui penerbit Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI), dengan
menganalisis tingkat keterbacaan hasil terjemahan tersebut kepada bahasa sasaran yaitu bahasa
Aceh yang baik dan benar.
6 M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.
182.
4
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah kualitas terjemahan dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas
Bersajak dalam Bahasa Aceh jika dilihat dari segi aspek keterbacaan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui kualitas dan mengevaluasi tingkat keterbacaan dalam penyampaian
pesan dalam pengalihan teks-teks pada bahasa sumber kepada bahasa sasaran
menurut kaidah penerjemahan, dalam terjemahan Al Qur’an Al Karim
Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah khasanah penelitian penerjemahan yang telah ada dan menambah
pengetahuan seputar penilaian karya terjemahan.
2. penelitian ini diharapkan dapat menjadikan inspirasi dan motivasi bagi teman-teman
mahasiswa tarjamah untuk melakukan penelitian penilaian kualitas terjemahan
dengan objek yang lain.
3. Sebagai wacana keilmuan dan pengalaman bagi penulis.
5
3. Kajian Terdahulu
Setelah peneliti mencari dan menelaah bebagai karya-karya ilmiah baik melalui
perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, sepengetahu peneliti ada beberapa kajian skripsi yang memiliki kesamaan subtansi
dengan penelitian ini, salah satu diantaranya adalah skripsi dari:
Tatam Wijaya (2008) menulis tentang “Kritik atas Terjemahan hadits: Studi Kasus
Hadist-Hadist Zakat Mukhtasar Shahih Bukhary”. Batasan permasalahan yang diteliti oleh
peneliti hanya terfokus pada bab Zakat saja. Salah satu yang menjadi pertimbangan mengapa
pada bab Zakat yang dipilih oleh peneliti sebagai sasaran utamanya karena sering dijumpai kata
,إنفاق تصدق, زكاة yang pada kesemuannya memiliki arti yang sama dan serupa, yaitu; zakat. Jika
seorang penerjemah tidak mampu dan hati-hati dalam memahami konteks pada Bsu maka akan
terjadi kekeliruan dalam menerjemahkan.
Dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang kritik atas terjemahan yang dibagi dari
dua segi, yaitu kritik internal dan kritik eksternal. Keritik internal hanya fokus pada isi atau
materi terjemahan kitab Mukhtashar shahih Al-Bukhari dengan melakukan kritik juga penilaian
secara objektif terhadap terjemahan tersebut. Sedangkan kritik eksternal hanya focus kepada
penyajian hasil buku terjemhan kitab Mukhtashar shahih Al-Bukhari dari segi artistik dan grafis.
Penelitian merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Moch Syarif Hidayatullah. Alasannya,
teori ini dianggap lebih mudah untuk memproleh nilai secara matematis.
Amir Hamzah (2011 M/ 1436 H) yang menulis tentang “ Penilaian Kualitas Terjemahan
(Studi kasus terjemahan Fiqh Al islam wa Adillatuh bab salat pasal I karya Dr Wahbah
Al- Zuhaili)”. Batasan masalah dalam penulisan skripsi yang ditulis oleh peneliti hanya fokus
6
pada bab Salat saja. Sedangkan rumusan masalah yang dikemukakan oleh peneliti adalah
ketepatan, kejelasan, dan kewajaran dalam mengalihkan pesan. Dalam penelitiannya, peneliti
merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Rochayah Machali. Kriteria yang digunakan oleh
peneliti dalam melakukan proses penilaian adalah pokok-pokok penilaian dan struktur gramatika.
Struktur gramatika tertuju pada pembahasan tentang morfologis dan sintaksis. Kedua bidang
tersebut memang berbeda, tetapi keduanya adalah bidang tataran linguistic yang secara
tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. 7
Sintaksis dan morfologis sangat berpengaruh terhadap proses penerjemahan. Apabila
terjadi kesalahan dalam pengalihan makna, maka akan berpengaruh terhadap makna yang
dihasilkan. Sedangkan morfologis padanannya sesuai tetapi tidak berubah nilai rasa. Dalam
kajian linguistik morfologis adalah ilmu yang membahasa tentang struktur internal kata,
sedangkan sintaksis adalah ilmu yang membicarakan kata dengan hubungannya dengan kata lain,
atau unsur-unsur lain sebagai satuan ujaran.8
Hilman Ridha (2011 M/1436 H) yang menulis tentang “ Kualitas mesin penerjemah
statistik studi terhadap terjemahan dokumen berita Aljazeera.net menurut ahli dan pembaca
awam”. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan desain studi kasus
terpancang (embedded case study research). Penelitian ini mengkaji terkait aspek afektif atau
sama dengan tanggapan pembaca ahli dan pembaca awam terhadap terjemahan dan juga
menganalisis kualitas penerjemahan mesin (machine translation)
Abdul Rosyid (2014) yang menulis tentang “ Studi Komparatif Penilaian Kualitas
Terjemahan Kitab Safinatun najaat antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda. Dalam
7 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 206. 8 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 206.
7
penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan berlandaskan
penelitian terhadap teks kitab “Safiinatun Najaat” serta terjemahannya sebagai objek penelitian.
Kemudian beliau membandingkan kualitas terjemahannya, yaitu antara terjemahan Sunda dan
Indonesia tersebut.
Syafa’at Maulana (2014) yang menulis tentang “ Penilaian Kualitas Terjemahan dari
Aspek Keterbacaan dalam Kitab al-Muqaddimah al-Hadramiyyah Penerbit Ar-Roudho”.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan deskriptif dengan pendekatan analisis
ekuivalensi (fokus pada bahasa sasaran dalam menggunakan teks-teks yang ada dalam kitab al-
Muqaddimah al-Hadramiyyah dengan mengeksplorasi aspek keterbacaan yang meliputi kosa
kata, susunan kalimat, dan lepadatan kata dalam kalimat). Pedoman yang digunakan dalam
penulisan skripsi tersebut adalah yang dikemukakan oleh Moch. Syarif Hidayatullah.
Skripsi Abdul Rosyid, Amir Hamzah, Tatam Wijaya dan Syafa’at Maulana melakukan
penilaian kualitas terjemahan terhadap teks buku dan kitab. Sementara Hilman Ridha melakukan
penilaian kualitas terjemahan melalui media, yaitu kualitas mesin penerjemah statistik.
Sementara dalam skripsi ini akan mencoba menganalisis terjemahan Alquran. Sehingga menurut
peneliti, penelitian ini signifikan dan patut dilakukan.
Perbedaan dengan yang akan diteliti adalah, mengamati hasil terjemahan dari aspek
keterbacaan, baik dari segi ketepatan (yaitu dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan),
segi kejelasan (yaitu melihat struktur kalimat, pemilihan diksi, dan pemakain ejaan yang sesuai
dengan padanan pada bahasa sasaran) juga meliputi struktur bahasa, pemakaian ejaan, pemilihan
dan diksi yang digunakan. Korpus yang digunakan berbeda dengan peneliti diatas yaitu Al
Qur’an Al Karim Terjemahan Bahasa Bersajak dalam Bahasa Aceh.
8
4. Metodologi Penelitian
a. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam menilai kualitas terjemahan adalah metode
kualitatif deskriptif. Terfokus pada bahasa sasaran dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan
Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dengan mengeksplorasi ketepatan, kejelasan dan kewajaran
terjemahan meliputi struktur bahasa, pemakaian ejaan, pemilihan diksi, dan keefektipan kalimat
yang digunakan. yaitu dengan cara mengamati dan menganalisis teks-teks yaitu TSu dan TSa
pada surah al Qalam, kemudian peneliti menjelaskan dan menguraikan hingga tercapai tujuan
penelitian yang telah dirumuskan sehingga data hasil penelitian bisa diambil manfaatnya.
b. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini memiliki sumber primer dan skunder. Adapun sumber
primernya adalah Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh.
Sumber skunder adalah literatur-literatur yang mendukung peneliti dalam penelitian ini yaitu,
seperti buku-buku semantik, linguistik, kamus-kamus dalam bahasa Arab, kamus bahasa Aceh
maupun Kamus Umum Bahasa Indonesia, data-data dari internet dan lain-lain.
c. Teknik pengumpulan data
Data yang diambil oleh peneliti dalam melakukan proses penelitian berupa teks-teks arab
yang terdapat dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bahasa Bersajak dalam bahasa Aceh.
Proses penelitian Pertama, mencari sumber data yaitu Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bahasa
Bersajak dalam bahasa Aceh. Kedua, membaca beberapa surat dari sumber tersebut. Ketiga,
memilih surat yang dijadikan corpus dalam penelitian. Keempat, menganalisis data dan
kemudian menguraikan hingga tercapai tujuan penelitian yang telah dirumuskan sehingga hasil
penelitian bisa diambil manfaatnya.
9
d. Analisis data
Adapun dalam penelitian ini menganalisis sejumlah ayat yang terdapat dalam Al Qur’an
Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh pada surat al- Qalam, meliputi
struktur bahasa, pemakaian ejaa, pemilihan diksi, dan keefektifan kalimat yang digunakan,
kemudian menguraikan.
Dalam hal ini, penelitian menggunakan teori penilaian yang dikemukakan oleh Moch.
Syarif Hidayatullah sebagai rujukan pertama dalam proses penelitian, peneliti lebih memilih teori
tersebut karena perhitungan matematisnya sudah sangat jelas, juga dalam pembahasannya
dijelaskan secara detail nilai-nilai yang mendukung kriteria dalam proses penilaian terjemahan.
Penelitian juga menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan library research
(penelitian/studi pustaka) dengan menggunakan data-data yang berkaitan dengan penelitian.
Di luar itu, untuk menunjang materi dan keilmiahan penelitian, peneliti melakukan
konsultasi dengan ahli yang terkait. Merujuk sumber-sumber lain yang mempunyai keterkaitan
dengan penelitia ini seperti, buku-buku semantik, linguistik, data-data dari internet, dan lain-
lain.
Kemudian dalam penyusunan dan tekhnik penulisan skripsi, peneliti berpedoman pada
buku Pedoman Penulis Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang di keluarkan oleh
Center of Quality Development an Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
10
5. Sistematika Penulisan
Guna mendapat pemahaman yang terarah dan komprenshif dalam pembahasa masalah
ini, peneliti perlu merumuskan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, mencakup: latar belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian terdahulu, kerangka teori, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Kerangka Teori, bab ini adalah kelanjutan dari bab sebelumnya, berisi tentang
teori-teori yang penulis gunakan dalam menganalisis permasalahan yang peneliti angkat dalam
skripsi ini, yaitu berupa teori-teori penilaian terjemahan yang mencakup: penerjemhan dan
penilaian terjemahan.
Bab III Gambaran umum Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa
Aceh. Bab ini merupakan gambaran mengenai biografi, riwayat hidup, aktivitas agama dan
social, serta karya-karya penerjemah.
Bab IV Analisis penilaian terhadap penilaian terjemahan Al Qur’an Al Karim
Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh yang ditinjau dari perspektif aspek keterbacaan
terjemahan, yang meliputi: konkret, tegas, jelas, dan populer.
Bab V Penutup, bab ini terdiri dari kesimpulan disertai saran-saran serta rekomendasi
bermanfaat yang peneliti berikan untuk penerjemah dan penerbit untuk edisi selanjutnya.
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Konsep Umum Penerjemahan Alquran
1. Pengertian Terjemahan Alquran
Secara harfiah, terjemahan berarti menyalin atau memindahkan suatu pembicaraan dari
suatu bahasa ke bahasa lain, atau singkatnya mengalih bahasakan. Terjemahan, berarti salinan
bahasa, atau alih bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain.9 Terjemah, yang dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah translation, dan dalam literatur Arab diikenal dengan tarjamah, ialah
usaha menyalin atau menggantikan suatu bahasa melalui bahasa lain supaya dipahami oleh orang
lain yang tidak mampu memahami bahasa asal atau aslinya.
Secara etimologis, terjemah berarti menerangkan atau menjelaskan, seperti dalam
ungkapan: “ترجم الكالم”, maksudnya “بينه ووضحه” menerangkan suatu pembicaraan dan
menjelaskan maksudnya.10 Orang yang menerjemahkan sesuatu, termasuk Alquran dalam bahasa
Indonesia disebut penerjemah, juru terjemah atau juru bahasa, sedangkan dalam bahasa Arab,
disebut dengan mutarjim, tarjuman, atau turjuman.
2. Macam-macam Terjemahan Alquran
Munculnya persoalan-persoalan baru seiring dengan dinamika masyarakat yang progresif
mendorong umat Islam untuk mencurahkan perhatian yang besar dalam menjawab problematika
9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, 1989), h. 938. 10 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an ( Depok: Rajawali Pers, 2014), h. 112.
12
kontemporer yang semakin kompleks dari masa kemasa. Untuk itu peneliti akan menjelaskan
beberapa model dalam menerjemahkan Alquran sebagai berikut:
a. Terjemahan harfiah
Terjemahan harfiah juga secara umum disebut dengan terjemahan lafzhiah11 ialah
terjemahan yang dilakukan dengan apa adanya, bergantung dengan susunan dan struktur bahasa
asal yang diterjemahkan. Karenanya, bisa juga disebut dengan terjemah leterlek.12 Terjemah
harfiah begiu identik dengan terjemah leterlek atau terjemah lurus dalam bahasa Indonesia, yakni
terjemahan yng dilakukan dengan cara menyalin kata demi kata atau word for word translation.
Menurut Husain al-Dzahabi, membedakan terjemahan harfiah menjadi dua model:
Terjemah harfiah bi al-mitsl
Ialah terjemahan yang dilakuakan apa adanya, terikat dengan susunan dan struktur bahasa
asal yang diterjemahkan.
Terjemah bighair al-mitsl
Ialah terjemahan yang pada dasarnya sama dengan terjemah harfiah bi al-mitsl, hanya
saja sedikit lebih longgar keterangannya dari susunan dan struktur bahasa asal yang
diterjemahkan.
b. Terjemahan tafsiriah
Terjemahan tafsiriah juga yang lazim disebut dengan terjemah maknawiyah, ialah
terjemahan yang dilakukan mutarjim dengan lebih mengedepankan maksud atau isi kandungan
yang terdapat dalam bahasa asal yang diterjemahkan. Terjemah tafsiriah/maknawiyah tidak amat
terikat dengan susunan dan struktur gaya bahasa yang diterjemahkan. Dengan kata lain terjemah
tafsiriah/maknawiyah sama persis dengan istilah terjemahan bebas yang lebih mengedepankan
11 Anshori, Ulumul Qur’an (Depok: Rajagrafindo Persada, 2013) cetakan ke-1, h. 19. 12 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an ( Depok: Rajawali Pers, 2014), h. 113.
13
pencapaian maksud. Terjemah tafsiriah itu tetap berbeda dengan tafsir. Atau terjemahan tafsiriah
bukan tafsir. Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi:
Pertama, terletak pada kedua bahasa yang digunakan. Bahasa tafsir dimungkinkan
sama dengan bahasa asli-katakanlah Alquran yang ditafsirkan, sedangkan terjemah tafsiriah pasti
menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa asli yang diterjemahkan.
Kedua, dalam tafsir, pembaca kitab/buku tafsir dimungkinkan melacak buku (teks)
aslinya manakala ada keraguan didalamnya; jadi berbeda dengan terjemah tafsiriyah yang tidak
mudah untuk mengecek aslinya manakala ada keraguan atau kesalahan yang dijumpai pembaca.
Untuk lebih mudah membedakan kedua metode penerjemahan ini, maka perhatiak
ilustrasi terjemahan ayat berikut:
اسطها كل البسط فتقعد موال تجعل يدك مغلولة إلى عنقك وال تب سو لوما م
Jika ayat tersebut diterjemahkan secara harfiah, maka pengetiannya berarti Allah
melarang seseorang membelenggu atau mengikat tangannya di atas pundaknya. Padahal, yang
dimaksud oleh ayat 29 surat Al-Isra’ [17] di atas adalah larangan bersikap pelit dalam
membelanjakan harta di samping melarang bersikap boros.
Kebenaran statement al-Dzahabi di atas tentang kemustahilan penerjemahan Alquran
secara harfiah, dapat diterima sepanjang terjemahan yang dilakukan mutarjim bermaksud untuk
merangkai isi kandungan Alquran yang sangat luas. Akan tetapi, boleh jadi tidak tepat apabila
sasaran yang dituju atau motivasi penerjemah hanya sebatas memperkenalkan makna kosa-kata
Alquran secara utuh dan menyeluruh (holistik) dengan cara menerjemahkannya secara tahlili
kata demi kata dari awal hingga akhir Alquran.
14
3. Syarat-syarat Penerjemah Alquran
Penerjemahan alquran adalah mengalih pesan Alquran, ke bahasa asing selain bahasa
Arab, agar dapat dikaji oleh masyarakat yang tidak menguasai bahasa Arab, sehingga dapat
dimengerti maksud dari firman Allah tersebut sesuai pemahaman umum yang diterima oleh
umat Islam.
Seorang penerjemah Alquran juga harus memenuhi syarat-syarat, seperti: 13
(a) Harus seorang muslim, sehingga tanggung jawab keislamannya dapat dipercaya;
(b) Harus seorang yang tidak fasik;
(c) Menguasai bahasa sasaran dengan teknik penyusunan kata. Ia harus mampu menulis
dalam bahasa sasaran dengan baik;
(d) Berpegang teguh pada prinsip-prinsip penafsiran Alquran dan memenuhi kriteria sebagai
mufasir, karena penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir.
Pada saat melakukan kerja penerjemahan Alquran, seseorang harus memenuhi syarat-
syarat berikut:
a. Dalam menerjemahkan seorang penerjemah harus berpedoman pada syarat-syarat
penafsiran yang dapat diterima oleh akal sehat;
b. Penerjemah harus memperhatikan ketepatan terjemahan baik ketika melakukan
terjemahan kata per kata dengan memperhatikan aspek keterpahaman hasil
terjemahan maupun terjemahan makna dengan penjelasan yang dapat
menggambarkan makna tersebut dan memberi beberapa penjelas tambahan atas
pilihan makna;
13 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN
PRESS, 2014), h. 99-102.
15
c. Menjelaskan kebenaran pemilihan makna terjemahan dan berusaha menjelaskan
dengan dalil;
d. Dalam penerjemahan harus terkonsentrasi pada redaksi dan makna Alquran, bukan
pada bentuk susunan Alquran, karena system susunan tersebut merupakan mukjizat
yang tak terjemahkan;
e. Hendaknya penerjemahan makna Alquran dengan metode terjemahan yang benar;
f. Gaya penerjemahan dengan bahasa yang mudah dicerna, dan sesuai dengan
kemampuan umum pembaca;
1. Hati-hati dalam mencarikan padanan yang tepat dari kalimat-kalimat yang ada
dalam Alquran;
2. Menuliskan makna ayat dengan sempurna;
3. Memohon bantuan pada ahli Bsa untuk mendapatkan koreksi.
g. Menjadikan tafsir sebagai rujukan dalam penerjemahan;
h. Harus memberikan keterangan pendahuluan yang menyatakan bahwa terjemahan
Alquran tersebut bukanlah Alquran, melainkan tafsir Alquran.
Selain strategi di atas, ada teknik umum yang harus pula diketahui seorang yang hendak
menerjemahkan Alquran, seperti berikut:
(1) Penerjemahan ayat sebaiknya ditulis miring;
(2) Penerjemahan informasi ayat ditulis sesuai dengan kelaziman yang dipakai, seperti (QS
Al-Baqarah [2]: 33). Namun demikian, penulisan ini bisa disesuaikan dengan gaya
selingkung yang berlaku;
(3) Penerjemah ayat sebaiknya diapit oleh tanda petik ganda;
16
(4) Penerjemah harus mengacu pada penerjemahan lain yang telah disepakati keakuratannya
oleh banyak kalangan, meskipun tetap dibenarkan melakukan penyuntingan bahasa,
bukan isi terjemahan;
(5) Penerjemahan Alquran di dalam teks lain, biasanya didahului dengan klausa Allah Swt.
Berfirman. ini bukan merupakan keharusan. Penerjemah bisa memodifikasinya.
B. Penilaian Terjemahan
Penilaian terjemahan merupakan bagian penting dalam konsep teori penerjemahan.
Karena itu kriteria/aspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan yang berbeda-
beda dan penilaian yang berbeda pula. Namun hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian
bukanlah sekadar dari segi benar-salah, bagus-buruk, harfiah-bebas.14 Ada beberapa kriteria
dalam penerjemahan yang harus dipertimbangkan dalam penilaiannya.15 Kriteria penilaian
tersebut akan dijabarkan sebagai berikkut.
1. Pokok-Pokok Penilaian
a. Struktur (Gramatikal)
Tata bahasa atau gramatika setiap bahasa mencakup kaidah-kaidah sintaksis yang
mencerminkan pengetahuan penutur bahasa atas fakta-fakta tersebut. Misalnya, setiap kalimat
merupakan rangkaian kata, tetapi tidak semua rangkaian kata adalah kalimat.16
Rangkaian kata yang memenuhi kaidah sintaksis disebut apik (well-formed) atau
gramatikal. Sebaliknya, yang tidak memenuhi kaidah sintaksis disebut tidak apik (ill-formed)
atau tidak gramatikal.
14 Frans Sayogie, Penerjemahan Bebas Inggris ke dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN, 2008), h. 145. 15 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa,2009), h. 145. 16 Kushartati, dkk., Pesona Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 124.
17
b. Penggunaan Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan
bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam
suatu bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan
kata, dan penggunaan tanda baca.17
c. Diksi
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan
sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang
maupun dalam dunia tutur setiap hari. Kata yang tepat akan membantu seseorang
mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di
samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-
kata itu.18
Ada lima tingkat dalam memilih diksi. Berikut lima tingkat tersebut:19
1. Literal
Pemilihan makna kata yang didasarkan semata-mata pada makna kata tersebut di kamus,
tapi dengan memperhatikan lingkungan leksikal dan lingkungan maknanya.
2. Sintaktikal
Pemilihan diksi yang didasarkan pada susunan tata-bahasa dalam bahasa sumber dengan
memperhatikan lingkungan gramatikalnya.
3. Idiomatikal
Pemilihan kata yang didasarkan pada kesepadanan idiom pada bahasa sasaran.
17 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 21. 18 Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:
Akademika Presindo, 2010), h. 28. 19Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN
PRESS, 2014), h. 71-73.
18
4. Estetikal
Pilihan kata yang sudah harus benar-benar mempertimbangkan mutu kesastraan, seperti
konotasi dan irama, tentu saja sebisa mungkin setia dengan mutu kesastraan naskah asli.
5. Etikal
Pemilihan kata yang didasarkan pada prinsip kepatutan yang berlaku pada penutur bahasa
sasaran.
d. Efektivitas Kalimat
Kalimat efektif, yaitu kalimat yang menimbulkan daya khayal pada pembaca, minimal
mendekati apa yang dipikirkan penulis. Bukan hanya memiliki syarat-syarat komunikatif,
gramatikal, dan sintaksis saja, tetapi juga harus hidup, segar, mudah dipahami, serta sanggup
menimbulkan daya khayal pada diri pembacanya.20
Sebuah kalimat terdiri dari isi dan bentuk. Yang dimaksud dengan isi adalah pemikiran
penulis, sedangkan bentuk ialah kata-kata yang mewakili pikiran penulis. Jadi, isi dan bentuk
menjadi kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah bangun kalimat.
Widyamartaya dalam bukunya Seni Menerjemahkan menyebutkan ciri-ciri kalimat efektif
sebagai berikut:21
1. Mengandung kesatuan gagasan
Sebuah kalimat dianggap memiliki kesatuan gagasan apabila (1) memiliki subjek dan
predikat yang jelas; (2) tidak rancu, mengandung pleonasme atau tautology, dan membenarkan
apa yang sudah benar; (3) ditandai dengan penggunaan tanda yang tepat dan sesuai kaidah yang
telah disepakati.
20 Minto Rahayu, Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 79. 21 Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Al-Quran (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), h. 34.
19
2. Mampu mewujudkan koherensi yang baik dan kompak
Kalimat yang mampu mewujudkan koherensi yang baik biasanya ditandai dengan (1)
penggunaan kata ganti (pronominal) yang tepat; (2) penggunaan kata depan (preposisi) yang
benar.
3. Memperhatikan asas kehematan
Menurut Widyamarta, penerjemah harus memperhatikan efesiensi kata. Sebab, dalam
penerjemahan tidak setiap kata harus diterjemahkan apabila memiliki maksud dan tujuan yang
sama.
2. Pedoman penilaian Terjemahan
a. Rochayah Machali
Menurut Rochayah Machali penilaian dapat dilakukan melalui tiga tahap: 22
Tahap Pertama: penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan
umum penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap kedua. Tahap
kedua: penialaian terperinci berdasarkan segi-segi dan kriteria. Tahap ketiga: penilaian terperinci
pada tahap kedua tersebut digolong-golongkan dalam suatu skala/kontinum dan dapat diubah
menjadi nilai.
Penilaian Umum Terjemahan
1. Segi-segi yang yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian
Perlu diperhatikan dalam setiap melakukan proses penilaian bukan hanya sekedar melihat
dari benar-salah, baik buruk, dan harfiah-bebas saja. Tetapi ada beberapa segi yang harus
22 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143.
20
diperhatikan dalam melakukan proses penilaian. Sebagai bahan perbandingan, berikut
contoh beberapa versi teks23:
- TSu:
Some focal points of crises in the present day world are of a longstanding nature.
- TSa (terjemahan Autentik):
a. Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia saat ini sudah bersifat
kronis.
b. Beberapa persoalan krisis utama di dunia ini sebetulnya merupakan masalah lama.
c. Beberapa hal penting yang merupakan hal krisis dunia dewasa ini adalah mengenai
pelestarian alam.
Dari tiga hasil terjemahan di atas, ada beberapa hal yang menunjukkan adanya
pembanding. Pada Tsa, dari segi ketepatan pemadanannya terdapat aspek linguistik yaitu
semantik pragmatik.24
Aspek pemadanan linguistik (struktur gramatikal) dari ketiga versi terjemahan di atas
menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari kadar ketepatannya dalam menyatakannya kembali
makna yang terkandung dalam Bsu.25 Kemudian perbedaan prosedur transposisi yang mendasar
pada teks C yaitu kata World sebagai frasa dari kata in the world menjadi frasa nominal yang
disatukan dengan kata crises. Sehingga seolah-olah teks aslinya berubah menjadi crises.26
Kemudian aspek semantiknya, terdapat penyimpangan yang mendasar pada teks C. yaitu
pada frasa pelestarian alam yang menunjukkan adanya distorsi makna referensial. Sehingga
seolah-olah kata nature pada tataran kalimatnya dipadankan dengan alam.
23 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143. 24 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 145. 25 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 145. 26 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 146.
21
Apabila dari ketiga versi terjemahan di atas dibandingkan dari segi gaya bahasanya, maka
penerjemahan teks A harus berupaya untuk mereproduksi gaya bertenaga tersebut dengan
menggunakan kata penting dan kronis. Dan penerjemahan pada teks B berubah menjadi gaya
bahasa yang biasa atau netral.27
2. Kriteria Penilaian
Suatu penilain harus mengikuti prinsip validitas dan reliabitas. Tetapi dalam proses
penilaian terjemahan bersifat relatif. Maka validitas penilaiannya dipandang dari aspek content
validity dan face validity. Alasannya karena menilai suatu terjemahan berarti berarti melihat
aspek atau content sekaligus melihat aspek yang menyangkut tentang keterbacaan seperti ejaan
atau face.28
Perlu diperhatikan, yang menjadi pembantas dalam kretiria dasar adalah terjemahan yang
salah (tidak berterima) dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah; tidak boleh ada
penyimpangan makna referensil yang menyangkut maksud dari penulis aslinya. Kriteria lain
menyangkut segi-segi ketepatan pemadanan linguistik, semantik, dan pragmatik. Kemudian segi
kewajaran dalam penggunaan ejaan.29
Tabel 1. Kriteria Penilaian
Segi dan Aspek Kriteria
A. Ketepatan reproduksi makna
1. Aspek linguistik
a. Transposisi
b. Modulasi
Benar, jelas, wajar
27 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 147. 28 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 151. 29 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 152.
22
c. Leksikon (kosa kata)
d. Idiom
2. Aspek semantik
a. Makna referensial
b. Makna interpersonal
i. Gaya bahasa
ii. Aspek interpersonal lain (misalnya,
konotatif-denotatif)
3. Aspek pragmatis
a. Pemadanan jenis teks (termasuk
maksud/tujuan penulis)
b. Keruntutan makna pada tataran kalimat
dengan teks
Menyimpang? (lokal/total)
Berubah? (lokal/total)
Menyimpang? (lokal/total)
Berubah? (lokal/total)
B. Kewajaran ungkapan Wajar dan/atau harfiah?
(dalam arti kaku)
C. Peristilahan Benar, baku, jelas
D. Ejaan Benar, baku
Catatan untuk tabel kriteria penilaian:30
1. “Lokal” maksudnya adalah menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya
dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase).
30 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 154.
23
2. “Total” maksudnya adalah menyangkut 75% atau lebih apabila dibandingkan dengan
jumlah kalimat seluruh teks.
3. “Runtut” maksudnya adalah sesuai/cocok dalam hal makna.
4. “Wajar” maksudnya adalah alami, tidak kaku.
5. “penyimpangan” maksudnya adalah selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian
halnya untuk “perubahan”
3. Cara penilaian
Ada dua cara dalam melakukan proses penilaian yaitu cara umum dan cara khusus.
Secara umum, secara relatif bisa digunakan pada setiap jenis teks terjemahan, sedangkan cara
khusus hanya bisa digunakan khusus untuk teks terjemahan tertentu. Minsalnya teks hukum,
teks-teks yang bersifat estetis.31
Tabel 2. Rambu-rambu Penilaian
Kategori Nilai Indikator
Terjemahan hampir
Sempurna
86-90
(A)
Penyampain wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan,
tidak ada kesalahan ejaan, tidak ada penyimpangan tata bahasa,
dan tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.
Terjemahan sangat
Bagus
76-85
(B)
Tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan harfiah yang
kaku, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah, terdapat satu
atau dua kesalahan tata bahasa ejaan (untuk bahasa Arab tidak
boleh ada kesalahan ejaan).
Terjemahan baik 61-75 Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku
31 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 154.
24
(C) tetapi tidak relatif lebih dari 15% dari keseluruhan teks
sehingga tidak terasa seperti terjemahan, terdapat kesalahan
tata bahsa dan idiom yang relatif tidak lebih dari 15% dari
keseluruhan teks, ada satu atau dua kesalahan ejaan
Terjemaahan cukup 46-60
(D)
Terasa seperti terjemahan, ada distorsi makna, terdapat
beberapa terjemahan harfiah yang kaku relatif tidak melibihi
25% keseluruhan teks. Ada beberapa kesalahan idiom dan tata
bahasa tetapi tidak lebih dari 25% dari teks keseluruhan, ada
satu atau dua penggunaan istilah yang tidak baku/tidak
umum/kurang jelas.
Terjemahan buruk 20-45
(E)
Sangat terasa seperti terjemahan, terlalu banyak terjemahan
harfiah yang kaku, distorsi makna dan kekeliruan dalam
penggunaan istilah lebih dari 25% dari keseluruhan teks.
Penilaian Khusus
Penilaian khusus berhubungan dengan teks-teks khusus baik dalam hal jenisnya, seperti
puisi dan dokumen hukum. Kemudian dalam hal fungsinya seperti eksprensif dan vokatif.32
Dokumen hukum yang berbentuk akta tentu akan berbeda bentuk dengan dokumen yang
berisikan tentang kontrak. Dalam suatu akta notaris biasanya pada awal kalimat diawali dengan
“hari ini telah datang menghadap saya…”. Maka bentuknya pun harus dipertahankan dalam
32 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 157.
25
penerjemahan. Hal yang sama berlaku juga untuk puisi. Minsalnya suatu puisi berima estetis
tertentu tidak bisa sekedar diterjemahkan menjadi puisi tanpa rima.33
Fungsi teks-teks dalam golongan tersebut harus diperhatikan sebagai teks yang sifatnya
juga bentuknya khusus. Oleh karena itu, fungsinya pun juga tentunya khusus. Dengan demikian
dalam proses penilaian teks-teks khusus ini harus diikut sertakan segi-segi penilaian yaitu;
bentuk, sifat dan fungsi. 34
b. Moch. Syarif Hidayatullah
Menilai kualitas suatu terjmahan merupakan salah satu aktivitas penting dalam
melakukan proses penerjemahan. Alasan seorang penerjemah menilai suatu terjemahan yaitu:
melihat keakuratan, mengukur kejelasan, dan menimbang kewajaran.35
Menurut Hidayatullah dalam bukunya, menilai kualitas suatu terjemahan selain dilakukan
dengan cara membaca cermat juga dapat dilakukan dengan cara perhitungan matematis. Hal ini
dikarenakan penilaian terhadap suatu terjemahan perlu dilakukan secara matematis walaupun
penilaian tersebut bersifat subjektif-relatif.36 Berikut tabel penilaian yang ditawarkan oleh
Hidayatullah.
Tabel 3. Penilaian
No. Kesalahan Pengurangan Poin
1 Kalimat tidak diterjemahkan 10
2 Metode yang dipilih tidak sesuai dengan peruntukan teks 9
33 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 158. 34 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 158. 35 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN
PRESS, 2014), h.142. 36 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN
PRESS, 2014), h.143.
26
3 Klausa tidak diterjemahkan 8
4 Terjemahan tidak sesuai topik 7
5 Padanan budaya tidak tepat 6
6 Nama diri, peristiwa sejarah, dan kata-kata asing yang
tidak tepat
5
7 Tata bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah Bsa 4
8 Terjemahan frasa, idiom, atau makna figuratif tidak tepat 3
9 Diksi, konotasi, atau kolokasi tidak tepat 2
10 Kesalahan ejaan, penyingkatan, dan tanda baca 1
Untuk menggunakan model penilaian tersebut, penilai harus memperhatikan tahap
penilaian sebagai berikut:37
1. Penialaian di atas dipergunakan untuk tiap 10 kalimat.
2. Setiap 10 kalimat hasil terjemahan diberi skor awal 100 poin.
3. Skor kesalahan dihitung sesuai dengan pedoman di atas.
4. Jumlahkan semua skor kesalahan dalam setiap 10 kalimat yang dinilai.
5. Skor awal (100 poin) tiap 10 kalimat kemudian dikurangi skor kesalahan.
6. Hasil dari pengurangan tersebut, dijadikan nilai yang dipergunakan untuk
mengelompokkan apakah hasil terjemahan tersebut termasuk terjemahan istimewa
(90-100), sangat baik (80-89), baik (70-79), sedang (60-69),kurang (50-59), buruk (0-
49).
37 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN
PRESS, 2014), h. 144.
27
Untuk melihat hasil terjemahan yang lebih dari 10 kalimat, semisal ada 50 kalimat yang
hendak dinilai kualitas terjemahannya. Lalu setelah dilakukan penilaian, masing-masing per 10
kalimat mendapat hasil 61, 74, 78, 80, 85. Setelah dijumlahkan, hasil keseluruhannya menjadi
378, kemudian dibagi 5 (sesuai jumlah keseluruhan kalimat dibagi 10), sehingga nilai akhirnya
adalah 75,6 (baik).
c. Syihabuddin
Berbagai kualifikasi yang perlu dipenuhi oleh seorang penerjemah dimaksudkan agar
para pembaca dapat memahami terjemahan dengan mudah, karena terjemahan itu memiliki
tingkat keterpahaman yang tinggi, memenuhi keseluruhan makna dan maksud teks sumber, dan
bersipat otonom. Menurut az-Zarqani, yang dimaksud dengan otonom ialah bahwa tejemahan itu
dapat menggantikan teks sumbernya. Singkatnya, kualifikasi itu ditetapkan supaya terjemahan
yang dihasilkan berkualitas.
Sesungguhnya kualitas terjemahan berkaitan dengan keterpahaman terjemahan. Kualitas
itu dapat bersifat intrinsik, yaitu bertalian dengan ketepatan, kejelasan, dan kewajaran teks.
Namun, dapat pula bersifat ekstrinsik, yaitu berkenaan dengan tanggapan pembaca dan
pemahamannya terhadap terjemahan.38
Dalam telaah tentang teks, kualitas intrinsik tersebut diistilahkan dengan keterbacaan,
keterpahaman, dan atau ketegasan. Sakri, menggunakan ketiga istilah tersebut secara bergantian
dan mendefenisikannya sebagai derajat kemudahan sebuah teks untuk dipahami maksudnya.
Keterpahaman ini ditentukan oleh ketegasan, dan ketegasan itu sendiri ditentukan oleh jumlah
kata dalam kalimat, penempatan informasi, penempatan panjang ruas kalimat, ketaksaan
informasi yang terkandung, dan pemakaian gaya kalimat.
38 Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 194.
28
Kualitas intrinsik nas identik dengan tingkat keterbacaan nas, dan keterbacaan itu sendiri
bertalian dengan keterpahaman dan kejelasan. Istilah keterpahaman terfokus pada tingkat
kemudahan nas untuk dipahami maknanya, sedangkan kejelasan terfokus pada kejelasan
penampilan nas itu dilihat dari segi bentuk huruf, lebar kertas, lembar sembir, jarak antara
paragraf, dan hal-hal lain yang mengandung kejelasan penglihatan.
Kualitas eksternal berkaitan dengan bebagai pandangan pembaca terhadap sebuah nas
terjemahan. Pandangan yang dijadikan perhatian dalam telaah kualitas ekstrinsik ialah hal-hal
yang bertalian dengan kualitas intrinsik terjemahan.
Nida dan Taber, menyataka bahwa kualitas terjemahan dapat diukur dengan beberapa
teknik berikut:
(a) Menggunakan teknik rumpang;
(b) Meminta tangapan pembaca terhadap nas terjemahan;
(c) Mengetahui reaksi para penyimak terhadap pembacaan nas terjemahan; dan
(d) Membaca terjemahan dengan nyaring sehingga dapat diketahui apakah pembacanya itu
lancar atau tersendat-sendat.
Larson, membicarakan masalah penilaian kualitas terjemahan dari empat aspek, yaitu:
(a) Alasan dilakukan penilaian;
(b) Orang yang menilai;
(c) Cara melakukan penilaian; dan
(d) Pemanfaatan hasil penilaian.
Penilaian dilakukan untuk mengetahui ketepatan, kejelasan, dan kewajaran terjemahan.
Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh penerjemah sendiri, penilai khusus, konsultan, dan peninjau.
Keempat pihak ini dapat menilai terjemahan dengan cara:
29
(a) Membandingkan terjemahan dengan nas sumbernya;
(b) Menerjemahkan kembali nas sumber;
(c) Menilai keterpahaman terjemahan;
(d) Mengukur keterbacaan nas; dan
(e) Menilai konsistensi terjemahan.
d. Benny Hoedoro Hoed
Telah dikemukakan bahwa betul-salah dalam penerjemahan bersifat relatif. Bagaimana
kita menilai suatu terjemahan kalau betul-salah itu relatif? Dapat kita banyangkan betapa sulitnya
menilai suatu terjemahan. Newmark menyebutkan, dari sifatnya, ada empat cara menialai
terjemahan.
1. Translation as a science
Kita melihat dari segi kebahasaan murni, yakni yang hasilnya dapat dinilai betul-salahnya
berdasarkan kriteria kebahasaan.
2. Translation as a craft
Terjemahan dipandang sebagai hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk
mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam Bsa.
3. Translation as an art
Menyangkut penerjemahan estetis, yakni apabila penerjemah tidak merupakan proses
pengalihan pesan,tetapi juga “penciptaan” (contextual-creation) yang biasanya terjadi pada
penerjemahan sastra atau tulisan yang bersifat liris.
30
4. Translation as a taste
Menyangkut terjemahan yang bersifat pribadi, yakni apabila pilihan terjemahan
merupakan hasil pertimbangan berdasarkan selera.
Keempat golongan penerjemahan dapat kita letakkan pada sebuah continumm yang
berkisar dari “non-pribadi A” ke “pribadi B” sebagai berikut.39
Tabel 4. Contoh pemberian nilai
“science” “Craft” “art” “taste” Hasil Perhitungan
1 2 3 4
Contoh:
80 x 6 =
480
Contoh:
75 x 3 =
225
Contoh:
80 x 2 =
160
Contoh:
50 x 1 =
50
915/4= 228.75/3=
76,25
Catatan: (1) Nilai 0-100; (2) nilai untuk kolom 2 s.d. 4 diberikan bersarkan pertanggung
jawaban/argumentasi (biasanya lisan) peserta ujian yang dapat diterima oleh pengajar; (3) nilai
diberikan kepada setiap kelompok kasus (“science”, “Craft”,“art”, “taste”) berdasarkan
persentase. Jadi kolom 1-80, artinya 80% dari semua kasus Translation as a science “benar”,
kolom 3 = 80 artinya 80 % dari semua kasus Translation as an art dapat dipertanggung
jawabkan.
Dengan membedakan empat tolak ukur, yakni melihat penerjemahan sebagai (1) science,
(2) craft, (3) art, (4) taste, diharapkan tidak dapat memberikan suatu penilaian yang didasari
objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam memberikan penilaian atas sebuah terjemahan.
39 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Bandung: Kiblat Buku Utama, 2006), h. 96-97.
31
Kita dapat menyimpulkan bahwa betul-salah dapat “pasti” pada (1), tetapi makin “relatif” pada
(2), (3), dan (4) sehingga tidak mudah bagi kita untuk menilainya. Di sini berlaku konsep “baik-
benar”. Biasanya pada tiga jenis yang terakhir kita harus bertanya apa alasan penerjemah
memilih tejemahannya atau diminta kepada penerjemahannya atau memberikan catatan tentang
dasar pilihan terjemahannya.
3. Nilai Terjemahan
Penilaian terjemahan disamping dapat dilakukan secara langsung mengamati dan
membaca secara cermat, juga dapat dilakukan dengan cara memberi penilaian secara matematis.
Meski hasil terjemahan itu bersifat relatif, tetapi penilaian secara matematis perlu dilakukan
untuk memberi penilaian kepada hasil terjemahan.
Di bawah ini beberapa kategori penilaian matematis dari sebuah terjemahan:
a. Terjemahan Hampir Sempurna
Penyampaian wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan, tidak ada kesalahan ejaan,
tidak ada kesalahan atau penyimpangan tata bahasa, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.
Nilai terjemahan ini berkisar antara 90-100.
b. Terjemahan Sangat Bagus
Tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan harfiah yang kaku, tidak ada kekeliruan
penggunaa istilah, ada kesalah satu-dua tata bahasa atau ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh
ada kesalahan ejaan). Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 80-89.
c. Terjemahan Baik
Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari
15% dari keseluruhan teks, ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku atau umum. Ada
32
satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan). Nilai yang
dimiliki terjemahan ini berkisar antara 70-79.
d. Terjemahan Cukup
Terasa sebagai terjemahan, ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif
tidak lebih dari 25% dari keseluruhan teks. Ada satu dua penggunaan istilah yang tidak baku atau
tidak umum dan kurang jelas. Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 60-69.
e. Terjemahan Kurang
Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif
lebih dari 25 % dari keseluruhan teks) distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih
dari 25% dari keseluruan teks. Nilai yang dimiliki terjemahan ini kisaran antara 50-59.
f. Terjemahan Buruk
Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif
lebih dari 40% dari keseluruhan teks) distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah dan
ejaan lebih dari 40% dari keseluruhan teks. Nilai yang dimiliki terjemahan ini kisaran antara 0-
49.
C. Keterbacaan
Keterbacaan, atau dalam bahasa Inggris disebut readability, merujuk pada derajat
kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya. Defenisi yang hampir sama juga
dikemukakan oleh Richards et al, readability… how easily written material can be read and
understood. Kedua defenisi keterbacaan itu agak bersifat abstrak karena didalamnya belum
dilibatkan intraksi pembaca terhadap teks yang dibacanya.40 Padahal, unsur pembaca sebenarnya
40 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 62.
33
juga turut menentukan keterbacaan suatu teks, seperti yang diisyaratkan oleh Dale dan Chall
berikut ini:
“ readability… the sum total (including the ons) all of those elements within a give piece
of printed material that affects the success a group of reader have witj it.”
Pelibatan unsur pembaca itu dalam menentukan tingkat keterbacaan suatu teks
merupakan unsur tambahan yang snagat penting pada faktor-faktor kebahasaan. Bagaimanapun
juga setiap teks yang dihasilkan adalah untuk dibaca, dan dengan demikian secara otomatis teks
itu melibatkan pembaca.
1. Masalah Keterbacaan Teks
Pada mulanya istilah keterbacaan hanya dikaitkan dengan kegiatan membaca. Kemudian,
istilah keterbacaan itu digunakan pula dalam bidang penerjemahan karena setiap kegiatan
menerjemahkan tidak pernah lepas dari kegiatan membaca. Dalam konteks penerjemahan, istilah
keterbacaan itu pada dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bahasa sumber tetapi
juga keterbacaan teks bahasa sasaran. Hal itu sesuai dengan hakikat dari setiap proses
penerjemahan yang memang selalu melibatkan kedua bahasa itu sekaligus. Akan tetapi, hingga
saat ini indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan suatu teks masih perlu
dipertanyakan keandalannya. Bahkan, Gilmore dan Root, berpendapat bahwa ukuran keterbacaan
suatu teks yang didasarkan pada faktor-faktor kebahasaan dan pesona insani tidak lebih dari
sekedar alat bantu bagi seorang penulis dalam menyesuaikan tingkat keterbacaan teks dengan
kemampuan para pembaca teks itu. Terlepas dari belum mantapnya alat ukur keterbacaan itu,
seorang penerjemah perlu memahami konsep keterbacaan teks bahasa sumber dan bahasa
34
sasaran. Pemahaman yang baik terhadap konsep keterbacaan itu akan sangat membantu
penerjemah dalam melakukan tugasnya.41
2. Faktor yang Menentukan Tingkat Keterbacaan
Tingkat keterbacaan suatu teks ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Richards et al,
keterbacaan tergantung pada panjang rata-rata kalimat, jumlah kata baru, dan kompleksitas
gramatikal dari bahasa yang digunakan.42 Sakri, juga mengemukakan faktor-faktor yang sama,
seperti yang tertuang dalam kutipan ini.
“Keterbacaan, antara lain, bergantung pada kosa kata dan bangun kalimat yang dipilih
oleh pengarang untuk tulisannya. Tulisan yang mengandug banyak kata yang tidak umum lebih
sulit dipahami daripada yang menggunakan kosa kata sehari-hari, yang sudah dikenal oleh
pembaca pada umumnya. Demikian pula, bangun kalimat ganda, susunan yang panjang dan
rumpul menyulitkan pembaca akan memahami. Kesulitan di sini terkait dengan keterbacaan nas,
dan tidak ada hubungannya dengan isi yang sukar dicerna. Isi yang sukar, dalam batas tertentu,
dapat disajikan dengan bahasa yang sederhana sehingga uraian keterbacaannya tinggi.”
3. Faktor Ketererbacaan dalam Penerjemahan
Faktor keterbacaan dalam penerjemahan adalah hal yang membantu pembaca suatu karya
terjemahan untuk memahami dan menyelami pesan dan ide sesuai dengan apa yang disampaikan
oleh penulis Tsu. Faktor-faktor ini penting sekali agar penerjemah bisa mentransformasikan
pesan yang dipahaminya dari Tsu ke dalam benak pembaca.43 Faktor-faktor keterbacaan dalam
41 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 61-
62. 42 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 63. 43 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN
PRESS, 2014), h. 29.
35
penerjemahan itu seperti konkret, tegas, jelas, dan populer, adapun perjelasannya sebagai
berikut:44
a. Konkret
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu secara
konkret dan tidak abstrak. Ini terutama terkait dengan data-data sejarah, nama tokoh, nama
tempat, dan yang lain.
b. Tegas
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu secara
tegas dan tidak bertele-tele. Ia punya kewenangan untuk membuang hal-hal yang bertele-tele
dalam Tsu.
c. Jelas
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan Tsu dengan jelas
dan lengkap. Karenanya, ia harus bisa melengkapi informasi pada Tsa ketika konsep yang
disebutkan dalam Tsu tidak mudah dipahami oleh penutur Tsa.
d. Populer
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu dengan
menggunakan bahasa yang populer dan lazim. Ia harus berni membuang arti kata-kata tertentu
yang sebetulnya sudah tidak populer lagi dalam penggunaan Bsa mutakhir.
44 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN
PRESS, 2014), hal.29-30.
36
D. Sintesis Pustaka
Dari penjelasan pustaka di atas, dapat diketahui bahwa setiap tokoh penerjemah memiliki
cara yang berbeda dalam melakukan proses menilai suatu terjemahan. Tetapi, dari setiap proses
tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menilai kualitas suatu terjemahan. Setiap tokoh
tersebut dalam proses penilaiannya ada yang melakukan secara matematis dan ada juga yang
tidak.
Penilaian secara matematis dilakukan oleh Benny Hoedoro Hoed, Moch. Syarif
Hidayatullah, dan Rochayah Machali. Penialain yang tidak menggunakan cara matematis
dilakukan oleh Syihabuddin.
Dalam hal ini peneliti memilih untuk menggunakan teori yang dikemukakan oleh Moch.
Syarif Hidayatullah. Karena selain proses penilaiannya dilakukan secara matematis, juga lebih
mudah dalam melakukan penilaiannya.
37
BAB III
GAMBARAN UMUM AL QUR’AN AL KARIM TERJEMAHAN BEBAS
BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH
A. Seputar Al- Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh
Al- Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh
Tgk. Mahjiddin Jusuf merupakan salah seorang ulama Aceh yang menaruh perhatian
besar dalam mendidik masyarakat untuk cinta kepada Alquran. Dalam pandangannya, Alquran
adalah sebuah tuntunan yang bukan saja harus dibaca oleh masyarakat, tetapi juga harus
dipahami dan diamalkan oleh setiap muslim.
Dakwah-dakwahnya yang bertujuan agar masyarakat kembali kepada Islam dengan
mempelajari Alquran, sebagiannya ia sampaikan dengan menggunakan bahasa sastra berupa
hikayat, pantun dan syair. Salah satu karya besarnya dan sekaligus sebagai bukti keinginannya
agar masyarakat Aceh gemar mempelajari isi Alquran adalah usahanya menterjemahkan Alquran
ke dalam bahasa Aceh dengan menggunakan bahasa syair.
Pemikiran ulama Aceh dalam bidang seni sastra, salah satu pemikiran Ulama Aceh yang
unik terdapat dalam bidang sastra. Sebagaimana halnya kebanyakan ulama Timur Tengah yang
lihai dalam syair, ulama Aceh tidak ketinggalan dalam menampilkan bakat seni dan sastranya.
Kemampuan ini dituangkan dalam bentuk mahakaryanya. Dalam kajian ini akan difokuskan
pada karya Mahjiddin Jusuf berjudul: Al-Quran al-Karim, Terjemah Bebas Bersajak dalam
Bahasa Aceh.
38
Sesuai dengan judulnya, karya ini merupakan penafsiran Alquran dengan gaya balagah.
Tafsir ini mencakup tiga puluh juz dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah
an-Nas. Penafsiran menurut keterangan Syamsuddin Mahmud dalam pengantarnya terhadap
karnya sebagai puncak sumbangan spiritual dan budaya masyarakat Aceh dalam memperingati
setengah abad Indonesia merdeka (17 Agustus 1995). Menurut Syamsuddin, terjemah Alquran
dalam Bahasa Aceh akan membantu rakyat Aceh untuk memahami kandungan Alquran secara
konstektual, karena terjemahnya disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat
di daerah ini. Terjemahan al-Qur’an yang dibicarakan di sini dimulainya sejak 25 Nopember
1955 ketika ia berada dalam tahanan. Di dalam tahanan, ia menerjemahkan tiga surah: Yaasin,
al-Kahf, dan al-Insyirah. Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam harian Duta Pantjatjita Banda
Aceh, bulan Januari dan Februari 1965. Dua puluh tahun lamanya karnya ini terhenti, dan
dilanjutkan kembali pada tahun 1977 dan rampung pada tahun 1988, yaitu bentuk yang disunting
dan diterbitkan oleh P3KI.
Menurut Al Yasa, naskah yang diterbitkan dalam harian Duta Pantjatjita masih bisa
ditemukan. Naskahnya yang terakhir bila dibandingkan dengan naskah dalam harian tersebut,
terlihat bahwa naskah terakhir lebih padat dan ringkas (80 bait) sedangkan naskah awal lebih
panjang yang kelihatannya lebih bebas dan mengandung lebih banyak tafsir (104 bait).
Tafsir yang diteliti ini merupakan cetakan tahun 2007, lux, ukuran buku standar dengan
jumlah halaman 976. Sebagai tanda apresiasi, tafsir ini dilengkapi sambutan menteri agama RI,
Gubernur Aceh, kepala BRR-NAD Nias.
Pelaku sejarah ini adalah Tgk. H . Mahjiddin Jusuf, seorang tokoh di Majelis Ulama
Indonesia Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Untuk usaha besar ini diamini oleh Pusat Penelitian
dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) Aceh untuk menyunting dan menerbitkannya.
39
B. Tentang Penerjemah
1. Riwayat Hidup Mahjiddin Jusuf
Mahjiddin dilahirkan, dibesarkan, bahkan hidup pada masyarakat yang sedang disentuh
pembaharuan merebut kemerdekaan. Usaha melanjutkan perjuangan dilakukan dengan gagasan
pembaruan politik perang baru dengan maksud dan tujuan mengusir tentara Belanda setelah
pihak Belanda melakukan penghianatan, terhadap perjuangan rakyat Aceh.45
Teungku46 Mahjiddin Jusuf lahir di Peusangan Aceh Utara, salah satu Kabupaten di Aceh
pada tanggal 16 September 1918.47 Mahjiddin tumbuh dalam lingkungan islami, mengahabiskan
masa kanak-kanak dalam asuhan keluarga yang taat dalam beragama, dan mendapatkan
pendidikan langsung dari orang tuanya sendiri, Tgk. H. Fakir Jusuf, yang juga merupakan
seorang ulama dan penyair dan pengarang Hikayat48 di daerah Peusangan Aceh Utara. Setelah
menyelesaikan pendidikan diberbagai Dayah49 Aceh Utara, seperti ‘Balee Setui’, ia menempuh
pendidikan nonformal pada orang tuanya, kemudian melanjutkan ke Paverlop school, detingkat
Sekolah Dasar Pendidikan Belanda yang terdiri dari lima tingkat kelas. Setelah menyelesaikan
45 Ali Hasyimi, Peranan Islam dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (Jakarta:
Bulan Bintang, 1976), h. 58-60. 46 Teungku adalah gelar penghormatan kepada ulama. Gelar ini berbeda di beberapa daerah minsalnya, di
Jawa dikenal dengan sebutan kyai, di Sunda di kenal dengan ajengan, di Sumatra Barat dikenal dengan buya, di
Nusa Tenggara Barat dikenal dengan sebutan tuan guru, di Sulawesi Selatan dikenal dengan sebutan topandeta, di
Madura deikenal dengan nun atau bandara, di Aceh dikenal dengan sebutan teungku. Gelar teungku, hanya
diberikan kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan agama, berakhlak mulia dan dalam waktu tertentu
menuntut ilmu kesebuah Dayah. 47 Mahjiddin Jusuf, Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh (Banda Aceh:
Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) Aceh, 2007), h. xix. 48 Hikayat ditulis hampir seluruhnya bebentuk puisi dengan menggunakan huruf Arab- Melayu tetapi tetap
dalam teks bahasa Aceh. Ditinjau dari segi masyarakar Aceh, hikayat tidaklah dipandang sebagai karya fisik yang
utuh. Hikayat dan cerita rakyat semacam itu lebih berat dipandang sebagai suatu pristiwa kehidupan yang bener-
bener ada daripada sebagai buah pikiran pengarangnya. Juga, dianggap isi kandungan hikayat dianggap mewakili sekelumit peristiwa kehidupan sosial Aceh sehingga amat mempengaruhi tingkah laku, norma atau nilai-nilai social,
kehidupan masyarakata dan budayaan pada umumnya. 49 Istilah Dayah berasal dari bahasa Arab zawwiyah yang berarti pojok, sudut, bagian dari suatu tempat
bangunan. Hasil Kesimpulan Pertemuan Ilmiah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (1985), istilah Dayah berarti, Sekolah
Tinggi Aceh.
40
studi di jenjang ini ia melanjutkan kembali studinya pada Madrasah Al-Muslim Matang
Geulumpang Dua samapai tahun 1937.
Pada dekade 1939, mahjiddin memutuskan untuk menimba ilmu ke Sumatera Barat pada
sebuah sekolah terkenal pada masa itu yang bernama Normal Islam School di Sumatera Barat.
Pada akhirnya ia menyelesaikan studinya pada tahun 1914 dengan lulusan peringkat terbaik.
Setelah kepulangannya dari Sumatera Barat pada akhir tahun 1914 ia kembali ke kampong
halamannya dan menjadi pendidik di sekolah al-Muslim. Pada tahun 1944-1946 ia dipercaya
memimpin sebuah sekolah Madrasah al-Muslim.
Pada saat peristiwa aceh bergolak, Mahjiddin sempat ditangkap dan ditahan serta
diasingkan ke penjara Binjai pada tahun 1953.50 Namun setelah empat tahun yaitu pada tahun
1957 Mahjiddin dibebaskan. Setelah bebas, ia kembali berkiprah dalam dunia pendidikan yang
berada di jajaran Departemen Agama, pindah dari satu jabatan ke jabatan lain dan terakhir
menjadi kepala PGA 6 Banda Aceh pada tahun 1963 hingga pensiun yaitu tahun 1974.51
Mahjiddin Jusuf dipangggil Sang Khalik pada malam hari raya Fitrah pada tahun 1514 H
bertepatan pada 14 Maret 1994 M, pada usia 74 tahun, dan dimakamkan di pemakaman keluarga
di kelurahan Beurawe kecamatan Kuta Alam Banda Aceh.
2. Aktivitas Agama dan Sosial Mahjiddin Jusuf
Sama seperti ulama dan tokoh agama Islam Aceh lainnya, Tgk. Mahjiddin Jusuf
membangun masyarakat melalui dunia pendidikan. Sekembalinya ke kampung halaman dari
perantauan di Sumatera Barat, ia bergabung dengan lembaga pendidikan madrasah Al-Muslim di
50 Dalam tahan inilah , Mahjiddin mulai menulis Alquran dan Terjemahan bebas bersajak dalam bahasa
Aceh dan berhasil menerjemahkan tiga buah surat yaitu: Yāsin, Al-Kahfi dan Alinsyirah. Hendra Gunawan, studi
kasus Aceh dan Sulawesi Seltan tahun 1953-1958, (Media Dakwah: Jakarta, 2000), h. 54. 51 Mahjiddin, Al-Qur’an Al Karim Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh (Banda Aceh: Pusat Penelitian dan
Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) Aceh, 2007) h. xx.
41
Peusangan. Karena keaktifan dan ketekunannya mengajar dan membina murid-murid di
madrasah ini, Tgk. Mahjiddin Jusuf akhirnya dipercaya untuk memimpin madrasah Al-Muslim.
Di samping aktif mengajar di madrasah ini, bakatnya sebagai orang yang mampu mengolah
bahasa dalam bentuk syair tetap ia pupuk. Ia mengarang beberapa syair dan hikayat dalam
bahasa Aceh.
Pada tahun 1946 jabatan sebagai pimpinan Madrasah Al-Muslim ia tinggalkan. Hal ini
karena Tgk. Mahjiddin Jusuf dipercaya oleh pemerintah Indonesia yang baru saja merdeka dari
penjajah Belanda untuk memangku jabatan sebagai Kepala Negeri (setingkat Camat pada masa
kini) Peusangan. Pada masa ia berposisi sebagai kepala negeri, banyak aktivitas yang ia lakukan
seperti menghimpun pemuda desa untuk dilatih bidang kemiliteran dalam rangka
mempertahankan Republik dari kekuatan tentara sekutu.
Walaupun pemuda-pemuda tersebut dilatih strategi kemiliteran, Tgk. Mahjiddin Jusuf
selalu menananamkan aqidah yang kuat kepada mereka dan kebiasaan ibadah yang baik sehingga
pemuda itu tumbuh menjadi pemuda yang cinta agama, nusa, dan bangsa. Posisi sebagai kepala
negeri ia pangku hingga tahun 1948 karena selanjutnya ia dipromosikan untuk menjadi kepala
Pendidikan Agama Provinsi Aceh.
Ketika Provinsi Aceh dihapus dan dileburkan menjadi satu dengan Provinsi Sumatera
Utara, ia dipindahkan ke Medan dan diangkat menjadi kepala Pendidikan Agama Propinsi
Sumatera Utara. Tgk. Mahjiddin Jusuf termasuk tokoh Aceh yang menentang kebijakan
pemerintah RI yang meleburkan provinsi Aceh ke dalam provinsi Sumatera Utara. Ia tidak lama
memangku jabatan itu. Pada tahun 1952, Tgk. Mahjiddin Jusuf kembali ke Aceh dan
meninggalkan jabatan sebagai kepala Pendidikan Agama. Tgk. Mahjiddin Jusuf adalah tokoh
yang teguh pendirian dan tanpa kompromi dalam membela kebenaran. Ketika peristiwa
42
pemberontakan Aceh meletus, pada tahun 1953 ia ditangkap dan dibawa ke Binjai untuk
dipenjara. Empat tahun lamanya ia ditahan di penjara tersebut.
Sebagai seorang yang terdidik dan memiliki pengetahuan yang dalam tentang agama
Islam ia amat menguasai ilmu nahwu, bayan, ma’ani dan tafsir ditambah lagi dengan bakatnya
sebagai seorang penyair, masa empat tahun dipenjara ia isi dengan berbagai kegiatan yang
bermanfaat. Ia amat yakin bahwa manusia terbaik adalah manusia yang dapat memberi manfaat
kepada orang lain. Sebagai perwujudan akan keyakinannya itu, maka ia mengisi sebagian besar
waktunya dengan berdakwah kepada seluruh penghuni penjara, baik yang beragama Islam
maupun non Islam. Kepada yang beragama Islam ia ajak dan bimbing untuk mengamalkan
ajaran Islam seperti shalat yang dilakukan secara berjamaah dan mengerjakan puasa Ramadhan,
sementara kepada non muslim ia sampaikan tentang kebesaran Allah dan kebenaran agama
Islam. Hasil dari aktifitas dakwahnya selama empat tahun dipenjara, ada sembilan orang non
muslim beralih agama menjadi muslim.
Selain melakukan dakwah dan mengisi pengajian agama kepada penghuni penjara, Tgk.
Mahjiddin Jusuf juga mengisi hari-harinya dengan menterjemahkan Alquran ke dalam bahasa
Aceh. Uniknya, terjemahan ini bukan sekedar ke dalam bahasa Aceh, tetapi juga terjemahannya
disusun dalam bentuk bahasa syair. Awalnya kegiatan ini tidak ia tekuni secara serius, dalam
arti, hanya sekedar mengisi waktu selama berada di penjara dan baru ia lakukan secara serius
setelah Tgk. Mahjiddin Jusuf keluar dari penjara. Selama empat tahun di penjara ia berhasil
menterjemahkan tiga surat Alquran, yaitu: surah Yasin, surah Al-Kahfi, dan surah Al-Insyiah.
Setelah Tgk. Mahjiddin Jusuf keluar dari penjara ia kemudian melakukan penerjemahan
Al-qur’an ke dalam bahasa Aceh secara serius. Salah seorang yang memberi semangat
kepadanya untuk pekerjaan ini adalah Abu Daud Beureueh, ulama dan tokoh masyarakat Aceh
43
yang merupakan sahabat karibnya. Dengan dorongan semangat itu, Tgk. Mahjiddin Jusuf dapat
menyelesaikan penerjemahan Alquran secara lengkap. Jejak yang dilakukan olehnya
mengingatkan orang kepada ulama besar Aceh masa lampau yaitu Syeikh Abdur Rauf atau
dikenal dengan sebutan Syiah Kuala yang hidup pada abad ke 17. Ulama Aceh inilah yang
pertama kali menterjemahkan kitab suci Alquran ke dalam bahasa Melayu. Tgk. Mahjiddin Jusuf
adalah ulama yang aktif berdakwah, mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan menyampaikan
ajaran Islam kepada setiap anggota masyarakat. Dalam hidupnya, beliau senantiasa menjaga
waktu shalat dan selalu berusaha mengerjakan shalat secara berjamaah di mesjid. Setelah selesai
shalat, adakalanya, beliau langsung berdiri di hadapan jamaah untuk memberikan siraman rohani
singkatau yang dikenal dalam istilah “Kultum” (kuliah tujuh menit).
Masyarakat amat senang mendengar ceramah yang disampaikan oleh Tgk. Mahjiddin
Jusuf. Hal ini bukan saja karena ceramah beliau sering diselingi dengan syair-syair Aceh, tetapi
juga bahasa beliau yang santun dan mudah dicerna oleh anggota masyarakat. Dalam dakwahnya,
ia juga hampir tidak pernah menyinggung perasaan orang lain. Di samping menasehati
masyarakat secara resmi melalui pengajian agama, pada setiap kesempatan yang ada, Tgk.
Mahjiddin berusaha mengamalkan hadis Rasul: “Sampaikan kepada setiap orang walaupun
hanya satu ayat”. Karenanya, jika ia minum di warung atau di kedai, ia selalu berbicara dalam
bingkai dakwah Islam.
3. Karya-karya Mahjiddin Jusuf
Tgk. Mahjiddin Jusuf adalah satu dari sedikit ulama Aceh yang mampu menuangkan ide-
idenya dalam bentuk buku. Di samping menulis buku syair dan hikayat dalam bahasa Aceh, ia
juga menulis buku-buku teks pelajaran untuk murid Sekolah Rakyat Islam (SRI). Bidang yang ia
44
tulis adalah pelajaran tafsir dan bahasa Arab yang kesemua bukunya ditulis dalam huruf Arab
Melayu (Jawoe). Buku yang ia tulis menjadi buku teks pelajaran di sekolah ibtidaiyah pada tahun
lima puluhan. Namun karya yang paling monumental dari tangan Tgk. Mahjiddin Jusuf adalah
terjemahan Alquran ke dalam bahasa Aceh dalam bentuk syair yang diterbitkan oleh Pusat
Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) IAIN Ar-Raniry pada tahun 1999.
Berikut contoh terjemahan Surat Ali Imran, ayat 106 dan 107 yang ia terjemahkan ke
dalam bahasa Aceh dengan bentuk syair:
Bak uroe dudoe nyang puteh muka
Ngon itam muka dua kaphilah
Nyang itam muka teuma geutanyong
‘Oh lheuh meuiman kakaphe di kah
Jino karasa azeub bukon le
Sebab kakaphe raya that salah
Nyang puteh muka teuma that seunang
Bandum ureungnyan lam rahmat Allah
Keukai disinan sepanjang masa.
Ia juga mengarang beberapa hikayat meskipun belum diterbitkan. Ia pernah mengisahkan
tentang orang tuanya dalam sebuah karya yang berjudul “Fakir Yusuf: Penulis Hikayat Aceh”
tahun 1984.
45
BAB IV
ANALISIS PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN AL QUR’AN AL KARIM
TERJEMAHAN BEBAS BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH SURAH AL QALAM
A. Analisis Penilaian Kualitas Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas
Bersajak dalam Bahasa Aceh dari Aspek Keterbacaan
Alquran sebagaimana yag kita ketahui, telah diturunkan secara berangsur-angsur dalam
berbagai kesempatan, sesuai dengan pristiwa dan masalah yang menimpa kaum Muslim.
Karenanya, demi menyelesaikan problematika tersebut, satu atau beberapa ayat dan kadang kala
satu surah diturunkan. Sangat jelas bahawa ayat-ayat yang diturunkan pada setiap kesempatan,
berkaitan dan membahas peristiwa tersebut. Karenanya, jika terdapat ketidak jelasan atau
muncul masalah dalam lafazh atau makna, maka untuk menyelesaikannya harus dengan cara
mengidentifikasi latar belakang peristiwa yang tejadi. Untuk mengetahui makna dan tafsir setiap
ayat secara utuh, langkah yang harus ditempuh adalah melihat sebab turunya setiap ayat agar
memperoleh kejelasan yang sempurna.52
Surah al-Qalam (القلم) ini tergolong surah Makiyyah.53 Dilihat dari urutan turun surah ini
diturunkan sesudah surah al-Alaq dan sebelum surah al-Muzzammil, namun secara urutan surah,
surah ini berada pada urutan ke-68 dari 114 surah dalam alquran. Surah ini terdiri atas 52 ayat.
Surah Al-Qalam berarti pena, hakikat pena di dalam surat al-Alaq, menurut imam an Naisabury
memberi falsafah bahwa pena adalah pemburu ilmu. Surah ini diberi nama al-Qalam (pena),
karena di dalamnya Allah bersumpah dengan alat tulis, yakni Qalam. Dengan demikian,
52 M. Hadi Ma’rifat, Sejarah Al-Quran (Jakarta: Al-Huda,2007), h.94. 53 Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an (Jakarta: Gema Insan, 2008), h. 588.
46
penamaan surah ini dengan al-Qalam sebagai penghormatan terhdap “pena”, karena dalam
penciptaannya itu terdapat petunjuk kepada hikmah yang agung dan berbagai manfaat yang tidak
terhingga. Dilihat dari kandungan, kata Imam al-Qurthubi, sebagaian besar ayat dalam surah ini
turun berkaitan dengan Al-Walid bin al- Mughirah dan Abu Jahal.
Pada bab ini saya akan memberi evaluasi serta nilai dari hasil terjemahan Al Qur’an
Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh pada surah al-Qalam. Analisis yang
peneliti lakukan berpedoman pada teori penilaian penerjemahan yang dikemukakan oleh Moch.
Syarif Hidayatullah. Selanjutnya, analisis dan penelitian ini dilakukan dengan mengamati hasil
terjemahan dari aspek keterbacaan yang meliputi beberapa faktor yaitu: konkret (yaitu dengan
melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan secara konkret dan tidak abstrak), tegas (yaitu
dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan secara tegas dan tidak bertele-tele), jelas
(yaitu dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan jelas dan lengkap), popular (yaitu
dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan dengan bahasa yang popular dan lazim).
Berikut ini analisa peneliti mengenai hasil terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas
Bersajak dalam Bahasa Aceh:
(al-Qalam) القلم .1
Kalam
Penilaian yang dapat peneliti berikan untuk terjemahan di atas yaitu peneliti menemukan
kata pada nama surah diterjemahan sebagai kalam, surah ini populer dengan nama Surah القلم
al-Qalam, juga Surah Nun.54 Berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku
54 Zaini Dahlan, dkk,. Alquran dan Tafsirnya (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf), 1991 h. 284.
47
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan pedoman
transliterasi Arab-Latin Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987,
huruf ق apabila ditulis latin menjadi huruf Q, sehingga dengan kesalahan memilih padanan
dalam huruf latin menyebabkan perubahan makna, القلم berarti pena.55 Pena menurut KBBI
adalah alat untuk menulis dengan tinta, dibuat dari baja, yang runcing dan belah.56 Beda halnya
apabila diterjemahkan sebagai kalam, adapun arti dari kalam itu senndiri adalah firman,
perkataan, sabda, tuturan dan ujaran57, sangat jauh berbeda antara pena dan perkataan tuhan.
Jadi, terjemahan tersebut tidak memenuhi faktor keterbacaan dalam sebuah penerjemahan,
karena adanya kesalahan dalam pemilihan padanan sehingga menimbulkan terjemahan yang
abstrak dan ambigu.
بسم هللا الرحمن الرحيم .2
Ngon nama Allah lonpuphon surat Dengan nama Allah
Tuhan Hadharat nyang Maha Murah Yang Maha Pemurah,
Tuhanku sidroe geumaseh that-that Yang Maha Penyayang.
Donya akherat rahmat Neulimpah
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kejanggalan dalam penerjemahan,
pada terjemahan di atas terdapat Donya akherat rahmat neulimpah, jika بسم هللا الرحمن الرحيم
diartikan ke dalam bahasa Indonesia Dunia akhirat rahmat melimpah. Pada Tsu tidak terdapat
kalimat yang mengharuskan penerjemah menambahkan terjemahan Dunia akhirat rahmat
55 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 1469. 56 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 847.
57 Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ( Bandung: Mizan
Pustaka, 2009), h. 269.
48
melimpah. Jika merujuk ke tafsir الرحمن الرحيم , kata ar-Raḫmân sebagai sifat Allah swt.
Yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara di dunia ini, meliputi seluruh makhluk, tanpa
terkecuali dan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir. Sedang ar-Raḫĭm adalah rahmat-
Nya yang bersifat kekal adalah rahmat-Nya di akhirat, tempat kehidupan yang kekal, yang hanya
akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya.58 الرحمن الرحيم
diterjemahkan nyang Maha Murah, geumaseh that-that, kata الرحمن mengikuti bentuk kata
dari akar kata فعيل mengikuti bentuk kata الرحيم dan رحم yang berasal dari akar kata فعالن
yang sama. Orang Arab seringkali membentuk kata benda dari kata kerja فعل يفعل atas فعالن,
seperti perkataan سكر يسكر غضب يغضب غضبان ,عطش يعطش عطشان ,سكرا demikian
pula kata مرحي Adapun bentuk kata .رحم يرحم رحمن karena dia pujian, yang orang Arab jika
menyebut kata benda yang berindikasi pujian atau celaan maka penyeseaiannya dengan bentuk
kata فعيل, minsalnya dari akar kata علم adalah عالم dan 59.عليم Pada terjemahan di atas
peneliti juga menemukan adanya kesalahan pada penulisan huruf kapital N pada kata Neulimpah.
Jadi, menurut peneliti terjemahan tersebut belum memenuhi faktor keterbacaan dalam sebuah
penerjemahan, karena adanya pemborosan kata. Terjemahan pada kata ini menggunakan model
terjemahan tafsiriah namun menurut peneliti jika diterjemahkan secara tafsiriah lebih tepatnya
jika diperincikan lagi apa-apa sajakah yang termasuk kedalam rahmat neulimpah yang ada di
donya akherat. Jadi, cukup diterjemahkan secara sederhana saja, lebih mudah untuk dipahami
58 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 23. 59 Ahmad Abdurraziq Al Bakri, dkk,. Tafsir Ath-Thabari (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 214.
49
yaitu, Ngon nama Allah, nyang Maha Murah, nyang Maha geumaseh. Sudah bisa dikatakan
memenuhi faktor keterbacaan dalam penerjemahan.
ن والقلم وما يسطرون .3
Nun Nûn
Peue meukeusud Nun bak awal ayat Demi qalam dan apa yang
Tuhan Hadharat hana Neupeugah Mereka tuliskan.
Demi na kalam ngon nyang jih surat
(Qs. Al-Qalam, 68:1)
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan terjemahan terlalu banyak pemborosan kata
atau bertele-tele, seperti pada terjemahan ن diterjemahkan (Peue meukeusud Nun bak awal ayat,
Tuhan Hadharat hana Neupeugah), ن adalah huruf yang tidak dapat menerima I’rab. Jika ia
adalah kata yang sempurna, maka ia akan diberikan I’rab, sebagaimana lafazh القلم diberikan
I’rab. Dengan demikian, ia adalah huruf hijaiyah (abjad) seperti semua huruf yang terdapat di
awal surah. Pada Tsu juga tidak terdapat kata yang bisa menimbulkan terjemahan seperti Peue
meukeusud Nun bak awal ayat, Tuhan Hadharat hana Neupeugah, terlalu banyak penambahan
atau pemborosan terjemahan sehingga membingungkan pembaca Tsa. Peneliti juga
menemukan kesalahan dalam menulis padanan transliterasi arab-indonesia, dalam penulisan
Berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku “Pedoman Penulisan Karya ,القلم
Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan pedoman transliterasi Arab-Latin
Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987, huruf ق apabila ditulis
latin menjadi huruf Q, sehingga dengan kesalahan memilih padanan dalam huruf latin
menyebabkan perubahan makna, القلم berarti pena. Pada terjemahan di atas peneliti juga
50
menemukan adanya kesalahan dalam penulisan huruf kapital, H dan N pada kata Hadharat dan
Neupeugah. Menurut peneliti pada ayat ini cukup diterjemahkan sebagai berikut: Nun, Demi na
kalam ngon nyang jih surat. Menurut peneliti terjemahan tersebut tidak bertele-tele dan lebih
mudah untuk dipahami oleh pembaca, dan bisa dikatakan sudah memenuhi faktor keterbacaan
dalam penerjemahan.
ما أنت بنعمة ربك بمجنون .4
Gata kon meuhat lagee jih peugah Berkat nikmat Tuhanmu,
Nikmat Po gata gata kon gila Bukanlah kau seorang majnun.
(Qs. Al-Qalam, 68:2)
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kata yang tidak diterjemahkan yaitu
jika kata tersebut tidak diterjemahkan maka kita sebagai pembaca Tsa akan menimbulkan ,ربك
pertanyaan maksud dari terjemahan tersebut nikmat dari siapa? Firman Allah ini merupakan
jawab qasam (jawab sumpah). Dalam hal ini perlu diketahui bahwa orang-orang musyrik itu
pernah berkata kepada Nabi bahwa beliau gila dan ada syetannya. Oleh karena itu, Allah
menurunkan bantahan terhadap mereka, sekaligus pernyataan bahwa ucapan mereka adalah
dusta. Firman Allah ما أنت بنعمة ربك بمجنون maksudnya disini adalah karena rahmat
Tuhanmu, sebab makna Ni’mah di sini adalah rahmat. Jika kata ربك tidak diterjemahkan maka
pembaca Tsa tidak mengetahui bantahan dan sumpah yang terdapat dalam firman Allah ini
diturunkan oleh Allah yang ditunjukkan kepada orang-orang musyrik. Kata ربك lebih baik
diterjemahkan sebagai “tuhanmu” sehingga lebih mudah dipahami dan tidak menimbulkan
51
pertanyaan di benak pembaca Tsa. Pada terjemahan di atas peneliti juga menemukan adanya
kesalahan pada penulisan huruf kapital P pada kata Po.
وإن لك ألجرا غير ممنون .5
Nyang le di gata phala bak Allah Bagimu sungguh ada pahala
Han peutoh-peutoh phala keu gata yang besar yang tiada habisnya.
(Qs. Al-Qalam, 68:3)
Pada terjemahan di atas, peneliti tidak menemukan adanya kesalahan dalam terjemahan,
baik dari pemilihan diksi maupun keefektifitasan kalimat. Tidak ada terjemahan yang berlebih
atau yang dikurangi. Hanya saja, peneliti menemukan ketidak konsistenan penerjemah dalam
menggunakan kata Allah dan Tuhan. Pada beberapa ayat sebelumnya, penerjemah ada
menggunakan kata tuhan dan juga kata Allah. Pada dasarnya kata Tuhan dan Allah berbeda.
Menurut KBBI kata Tuhan, berarti sesuatu yang diyakini, dipuji, dan disembah oleh manusia
sebagai yang Mahakuasa,60 Tuhan biasanya lebih umum dan digunakan oleh orang-orang yang
non Islam. Kata Allah dalam KBBI diartikan sebagai, nama Tuhan dalam bahasa Arab, pencipta
alam semesta yang sempurna, tuhan yang maha Esa yang disembah oleh yang beriman, dan
biasanya mayoritas orang muslim menggunalan kata Allah.
إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين .6
Po gata keubit Neuteupeue that-that Sungguh, tuhanmulah yang lebih tahu
Soe nyang bit sisat jalan ka salah Siapa tersesat dari jalannya
Neuteupeue that soe nyang na peutunyok Dan ialah yang maha tahu
Nyang ka geujak cok jalan got leupah Orang-orang yang mendapat petunjuk
(Qs. Al-Qalam, 68:7)
60 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 1216.
52
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kelebihan atau pemborosan dalam
menerjemahkan, adanya kalimat yang tidak menggambarkan maksud dari ayat tersebut, yaitu
kalimat Nyang ka geujak cok jalan got leupah (Yang mengambil jalan yang baik sekali),
menurut peneliti kata tersebut tidak seharusnya dimasukkan dalam penerjemahan ayat ini. Jika
kita lihat terjemahan secara kata perkata (KPK) juga tidak ada Tsu yang bisa diartikan dengan
tambahan terjemahan tersebut. Pada terjemahan di atas peneliti juga menemukan adanya
kesalahan pada penulisan huruf kapital N pada kata Neuteupeue. Menurut peneliti cukup
diterjemahkan sebagaimana maksud dan makna dalam ayat ini, kalimat Po gata keubit
Neuteupeue that-that, soe nyang bit sisat jalan ka salah, neuteupeue that soe nyang na
peutunyok, sudah mewakili maksud dari ayat ini.
ودوا لو تدهن فيدهنون .7
Napsujih gata meugot-got ngon jih Mereka menginginkan kamu bersikap lunak
Sang-sang bit di jih got-got that leupah Supaya mereka pun bersikap lunak
(Qs. Al-Qalam, 68:9)
Pada ayat di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan pilihan diksi dari kata pada ود
terjemahan di atas menggunakan kata napsujih, menurut peneliti penggunakan kata tersebut tidak
tepat, ود yang artinya menginginkan atau menghendaki.61 Menurut peneliti lebih tepat jika
menggunakan kata menginginkan, sangat jauh berbeda antara menginginkan dan napsujih,
napsujih sendiri artinya nafsu menurut KBBI keinginan (kecenderungan, dorongan) dorongan
hati yang kuat karena kecewa. Menurut tafsir ayat ini, Al Farra’ dan Al Kalbi mengatakan,
makna dari firman Allah itu adalah jika engkau bersikap lunak (kepada mereka), lalu merekapun
61 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 2007.
53
akan bersikap lunak kepadamu. Sebab Al Idhaan adalah bersikap lunak terhadap orang yang
tidak semestinya bersikap lunak terhadap mereka.62
مناع للخير معتد أثيم .8
Atra jeh di jih bek sagai leupah Yang menghalangi segala yang baik,
Meunyo buet nyang got di jih kriet jih that Yang melampaui batas lagi banyak dosa
Keubit jeuheut that jipubuet salah
(Qs. Al-Qalam, 68:12)
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya ketidak selarasan peralihan pesan
dari Tsu ke Tsa, karena dalam terjemahan terlalu bebas tanpa memperhatikan struktur dari ayat
itu, ada kata yang begitu saja dibuang tanpa diterjemahkan, dalam terjemahan di atas hanya
mengalihkan maksud ayat lebih ke tafsir dan bukan terjemahan. Seperti مناع للخير diartikan
Atra jeh di jih bek sagai leupah (Hartanya jangan sampai lepas), sedangkan jika kita melihat
terjemahannya adalah yang banyak menghalangi perbuatan baik. Dalam terjemahan tersebut
sudah sangat luas dijabarkan dan lebih ke tafsir. Menurut Al Hasan maksud dari kata tersebut
adalah ‘ Barang siapa dari kalian yang akan memeluk agama Muhammad, niscaya aku tidak akan
memberikan sedikitpun manfaat kepadanya selamnya”.63
عتل بعد ذلك زنيم .9
Keujam jih geuthee laen nibak nyan Seorang yang kasar dan kejam,
(Qs. Al-Qalam, 68:13) Dan selain itu lancung pula.
62 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008),h. 77. 63 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008),h. 84.
54
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan ada kata yang tidak diterjemahkan yaitu بعد
.menurut Hb Jassin diterjemahkan sebgai lancung زنيم dan selain itu lancung pula”.64“ ذلك زنيم
Yang dimaksud lancung adalah tidak jujur atau curang.65 زنيم Zanĭm terambil dari kata زنمة
Zanamah yaitu kulit yang mengulur ke bawah telinga kambing sebagai giwang, atau sesuatu
yang dipotong sebagai tanda pada telinga unta dan dibiarkan terulur. Ada perbedaan pendapat
ulama tentang maksud kata tersebut pada ayat ini. Ada yang mengartikan sebagai perangai buruk
yang telah melekat pada diri seseorang sehingga ia populer dengan keburukan itu,66 ada juga
yang memahaminya dalam arti seseorang yang dinisbahkan kepada satu komunitas padahal dia
bukan dari mereka, dengan kata lain dia adalah anak haram. Tidak ada seorang pun yang disifati
Alquran dengan gabungan sifat buruk dengan sedemikian banyak. Dengan demikian, Jika ketiga
kata tersebut tidak diterjemahkan maka ayat ini ketika dibaca oleh pembaca Tsa maka akan
abstrak dan tidak tersampaikan pesannya ke pada pembaca.
رمنها مصبحين إنا بلوناهم كما بلونا أصحاب الجنة إذ أقسموا ليص .10
Dilee awaknyan ka kamoe ujoe Sungguh kami telah uji mereka
Lagee meuujoe kawom nyang sudah (musyrikin Mekah) sebagaimana Sinan na lampohjih di kawom nyan Telah kami uji pemilik kebun,
Teuma watee nyan ka jimeusumpah Ketika mereka bersumpah, akan
Singoh ban beungoh tajak pot ase memetik (hasil)nya di pagi hari.
(Qs. Al-Qalam, 68:17)
Dari terjemahan di atas, penenliti menemukan adanya kelebihan terjemahan yaitu Sinan
na lampohjih di kawom nyan (di sana ada kebun kaum itu), firman Allah إنا بلوناهم كما بلونا
diterjemahkan Dilee awaknyan ka kamoe ujoe أصحاب الجنة إذ أقسموا ليصرمنها مصبحين
64 HB Jasin, Bacaan Mulia (Yayasan, 1942),h. 800. 65 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 633. 66 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 385.
55
lagee meuujoe kawom nyang sudah Teuma watee nyan ka jimeusumpah, sudah memenuhi faktor
keterbacaan. Tanpa penambahan kalimat Sinan na lampohjih di kawom nyan ke dalam
terjemahan juga pembaca Tsa sudah bisa memahami dan mengerti maksud dari ayat tersebut.
Penambahan terjemahan bisa menimbulkan kesalah pahaman pembaca tentang ayat ini, jika
merujuk ke tafsir dari ayat ini, maksud dari ayat ini adalah menerangkan bahwa Allah telah
memberi orang-orang musyik Mekah nikmat yang banyak yang berupa kesenangan hidup di
dunia dan kemewahan dengan maksud untuk mengetahui apakah mereka mau mensyukuri
nikmat yang telah diberikan dengan cara mengeluarkan hak-hak orang miskin, dan tunduk
kepada seruan Rasul yang menyerukan ke jalan yang benar, atau malah sebaliknya dengan
nikmat yang Allah berikan mereka malah lalai dan menumpuk harta, menantang seruan Rasul
dan keluar dari jalan yang benar? Allah akan menimpakan kepada mereka azab yang pedih dan
melenyapkan nikmat-nikmat yang pernah Allah berikan kepada mereka dengan cara mencabut
nimat pemilik-pemilik kebun tersebut.67
Jadi, menurut peneliti, ayat ini jika diterjemahakan secara sederhana tanpa pemborosan
kata dan bertele-tele dengan banyaknya penambahan juga sudah cukup mudah dimengerti dan
dipahami maksud dan tujuannya.
فطاف عليها طائف من ربك وهم نائمون .11
Meu troh treuk keunan ureueng diarah Maka datanglah ke sana berputar-
Teungoh teungeutjih ureueng nyan teuku putar malapetaka (Azab) dari
Nibak Po gata sideh geulangkah tuhanmu, ketika mereka sedang tidur
(Qs. Al-Qalam, 68:19)
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan dalam memilih diksi,
yaitu pada kata فطاف عليها طائف diterjemahkan Meu troh treuk keunan ureueng diarah (Maka
datanglah kesana orang merampok) disini kata طائف diartikan sebagai perampok. Kata طاف
thâfa pada mulanya digunakan dalam arti mengelilingi. Dari sini lahir kata thawaf. Kata طائف
thâ’if biasanya digunakan untuk menunjuk bencana. Sebagaian ulama juga mengatkan bahwa
67 Zaini Dahlan, dkk,. Al Qur’an dan Tafsirnya (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1991), h. 305.
56
kata ini juga tidak digunakan kecuali bagi yang datang di malam hari. Ayat di atas tidak
menjelaskan apa jenis bencana itu bisa jadi kebakaran, bisa juga aneka bencana, ataupun hama
yang menimpa tumbuh-tumbuhan. Menurut Ibnu Abbas yang dimaksud dari kata Ath-Thaa’if
pada firman Allah itu adalah : Gulunglah (kebun itu) karena (perintah) dari tuhanmu. Sedangkan
menurut Qatadah maksud dari kata Ath-Thaa’if adalah azab dari Tuhanmu. Menurut Ibnu Juraij
maksud dari kata Ath-Thaa’if adalah leher api yang keluar dari lembah neraka Jahanam.68 Dari
beberapa pendapat para ulama di atas bahwa kata طائف itu sendiri bukanlah perampok akan
tetapi azab dari tuhan secara umum bukan hanya perampok. Pada terjemahan di atas peneliti juga
menemukan adanya kesalahan pada penulisan huruf kapital P pada kata Po.
ريم فأصبحت .12 كالص
Jeuet treuk lampoh nyan ka lagee arang Maka jadilah (kebun itu)
Ka seupot itam anco dum bicah Hitam seperti malam gelap gulita
(Qs. Al-Qalam, 68:20)
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan pemilihan diksi yaitu
ريم ريم lagee arang (seperti arang), kata ص sedangkan menurut para ahli, menurut Syamir ص
ريم ريم berarti malam, namun ص juga berarti siang. Yakni, ini (siang) terpisah dari itu, (malam) ص
dan itu (malam) terpisah dari ini (siang). Menurut satu pendapat, malam dinamakan shariim
(yang gelap), sebab kegelapannya memutus/menghentikan aktivitas. Jika berdasarkan kepada
pendapat ini, maka kata yang sesuai dengan wazan faa’ilun (Shariimun) itu mengandung makna
faa’ilun (shaarimun).69 ريم kata ini juga ada sebagian ulama yang memahaminya dalam arti ص
debu hitam, sementara yang lain memahaminya dalam arti pasir yaitu lahan kebun itu menjadi
68 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008),h. 106-107.
69 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008),h. 106-109.
57
seperti pasir yang tidak dapat ditumbuhi. Pemilihan kata ini oleh Alquran untuk mengisyaratkan
bahwa pemilik kebun itu benar-benar telah diliputi oleh bencana dan kerugian yang beraneka
ragam. Apapun jenis bencana itu, yang jelas dia bersumber dari Allah yang oleh ayat di atas
ditunjuk dengan kata Tuhanmu.
وغدوا على حرد قادرين .13
Jijak treuk laju padahai di jih Merekapun pergi pagi hari
Ek jibri le jih peue-peue nyang mudah Bertekat kuat menghalangi (orang-orang
(Qs. Al-Qalam, 68:25) miskin) padahal mereka mampu
(menolongnya)
Pada terjemahan di atas terdapat pemilihan diksi yang kurang sesuai yaitu dari kata حرد
di terjemahkan jibri ( memberi) padahal pada dasarnya arti dari حرد itu adalah menghalangi,
atau tekat yang kuat, atau ketegasan dan juga amarah.70 Makna-makna ini menggambarkan
sikap para pemilik kebun tersebut. Atas dasar itu kata ini dinilai sangat tepat penggunaannya
pada ayat di atas, yakni menghalangi adalah tujuan yang telah menjadi kebulatan tekat mereka.
Ketergesaan menggambarkan perjalanan mereka di pagi hari itu, dan amarah menggambarkan
sikap batin mereka jika ada orang miskin yang meminta atau memetik hasil kebun mereka.71
70 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 753. 71 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 390.
58
بل نحن محرومون .14
Tapi di tanyoe han sapeue na le Bahkan kita dihalangi (memetik hasil kebun kita)
(Qs. Al- Qalam, 68:27)
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya ketidak tepatan dalam
penerjemahan kata محرومون yaitu han sapeue na le (tidak memiliki apa pun lagi), محروم من
berarti yang kehilangan atau dicegah dari.72 Maksud dari ayat ini adalah hasil kebun tidak
diberikan kepada mereka, karena perbuatan yang yang telah mereka lakukan. Jika diterjemahkan
sebagai han sapeue na le (tidak memiliki apa pun lagi) akan salah pemahamam bagi pembaca
Tsa karena bisa saja mereka beranggapan bahwa sebelumnya mereka tidak memiliki kebun.
Sedangkan maksud dari ayat ini adalah, mereka hanya dihalangi untuk memetik hasil dari
kebunya.
قالوا سبحان ربنا إنا كنا ظالمين .15
Jikheun treuk yoh nyan subhanallah Mereka berkata, Mahasuci Tuhan kita!
Keubit po tanyoe Maha Suci that Sungguh, kita orang yang zalim
Tanyoe lalem that hana ban peugah
(Qs. Al-Qalam, 68:29)
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya pemborosan kata, yaitu إنا كنا
cukup di terjemahkan Tanyoe lalem that ‘sungguh kita orang yang zalim’, tidak perlu ظالمين
lagi adanya penambahan kata hana ban peugah ‘tiada terkira’. Dan juga adanya pemilihan diksi
yang kurang populer yaitu dari kata ظالم diartikan lalem, kata lalem kurang pouler dikalangan
72 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 1646.
59
masyarakat akan lebih mudah dipahami kata ظالم bisa diterjemahkan sebagai yang tidak adil,
sewenang-wenang, zalim, aniaya, dan kejam.73 Lebih tepat jika diterjemahkan dengan zalim,
karena lebih populer di telinga masyarakat.
راغبون عسى ربنا أن يبدلنا خيرا منها إنا إلى ربنا .16
Kadang neutem bri le po geutanyoe Semoga tuhan kita kan memberikan
Laen neugantoe nyang leubeh ceudah Sebagai ganti yang lebih baik
Taharap ampon bak po geutanyoe (dari kebun itu)
(Qs. Al-Qalam, 68:32) Sungguh, kita mengharapkan ampunan
tuhan kita!
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya pemborosan dalam menerjemahkan
kata عسى yaitu kadang neutem (kadang mungkin), untuk kedua kata ini berbeda, kadang
memiliki arti adakalanya, kadang kala, sekali-sekali sekali waktu.74 Sedangkan untuk mungkin
memiliki arti ada atau tidak, belum tentu, barang kali, boleh jadi, dapat terjadi, tidak
mustahil,kelihatannya, dan kira-kira.75 Jika kita lihat kembali untuk kata عسى memiliki arti
barang kali, boleh jadi, mungkin, semoga dan moga-moga.76 Menurut peneliti, lebih tepat kata
pada ayat tersebut diartikan sebagai Neutem (mungkin). Jika merujuk ke tafsirnya ayat ini عسى
memiliki maksud bahwa “ Jika Allah memberi ganti kepada kami dengan (kebun) yang lebih
73 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 1248.
74 Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ( Bandung: Mizan
Pustaka,2009), h. 266. 75 Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ( Bandung: Mizan
Pustaka,2009), h. 391.
76 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), h. 932.
60
baik daripada kebun itu, niscaya kami akan melakukan apa yang telah dilakukan oleh orang tua
kami dulu.”77
كذلك العذاب ولعذاب اآلخرة أكبر لو كانوا يعلمون .17
Meunankeuh kamoe adeueb meubalah Demikianlah azab (dunia)
Adeueb akherat raya nibak nyoe Sungguh,lebih besar azab akhirat
Meunyo jiteupeue han roe jih salah Sekiranya mereka menetahui
(Qs. Al-Qalam, 68:33)
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya pemborosan terjemahan yaitu han
roe jih salah ( tidak akan berbuat salah). Jika diperhatikan Tsu كذلك العذاب ولعذاب اآلخرة أكبر
cukup diterjemahkan Meunankeuh kamoe adeueb Meubalah, adeueb akherat لو كانوا يعلمون
raya nibak nyoe, meunyo jiteupeue. Tidak perlu adanya penambahan frase lagi. Dengan adanya
penambahan frase tersebut maka akan lebih membingungkan pembaca Tsu.
إن للمتقين عند ربهم جنات النعيم .18
Ureueng takeuwa nibah Po gopnyan Sungguh, bagi orang yang takwa pada
Churuga na’im ka lheueh Neukeubah tuhannya, (tersedia) surga-surga
(Qs. Al-Qalam, 68:34) kenikmatan
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya ketidak tepatan dalam pemilihan
diksi dari kata النعيم, pada terjemahan di atas kata tersebut tidak diterjemahakan. نعيم berarti
77 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), h. 118.
61
kenyamanan, kenikmatan, kemewahan hidup, kegembiraan dan kebahagiaan.78 Jika tidak
diterjemahkan maka akan menimbulkan makna yang abstrak, yaitu kata نعيم juga berarti salah
satu dari jenis-jenis surga. Merujuk pada penjelasan ayat tersebut menjelaskan bahwa,
sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa itu disediakan bagi mereka di akhirat kelak,
surga-surga yang hanya mengandung kenikmatan yang murni, yang tidak tercemar oleh sesuatu
yang mencerminkannya, sebagaimana sesuatu itu mencemari kebun-kebun di dunia.79
Dalam hal ini perlu diketahui bahwa pemuka-pemuka Quraisy berpendapat bahwa
mereka diberikan keberuntungan duniawi yang melimpah, sementara kaum muslim hanya sedikit
saja. Oleh karena itulah apabila mereka mendengar pembicaraan tentang akhirat dan apa yang
Allah janjikan kepada orang-orang yang beriman, mereka berkata, “ kalau benar kita akan
dibangkitkan seperti yang diklaim Muhammad dan orang-orang yang mengikutinya, maka
kondisi kita dan kondisi mereka (di akhirat) tidak akan jauh berbeda dari kondisi yang ada di
dunia. Pada terjemahan di atas peneliti juga menemukan adanya kesalahan pada penulisan huruf
kapital P pada kata Po.
أم لكم أيمان علينا بالغة إلى يوم القيامة إن لكم لما تحكمون .19
Peue na meujanji gata ngon Kamoe Atau adakah padamu perjanjian dengan
Sampoe ‘an dudoe taakad sumpah (kami), diperkuat dengan sumpah,
(Qs. Al-Qalam, 68:39) Nyang jeuet gata dum meunan tahukom
yang berlaku hingga hari kiamat,
sehingga kamu dapat apa saja yang kamu
ingini
78 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 1928.
79 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), h. 121-122.
62
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan dalam penulisan huruf
kapital K dalam kata Kamoe. menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) penggunaan huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal
kalimat, huruf pertama petikan langsung, huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang
berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti Tuhan, huruf pertama
nama gelar kehormatan, keturunan, dan agama yang diikuti nama orang, huruf pertama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang, huruf pertama unsur-
unsur nama orang, huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, huruf pertama unsur-
unsur nama diri geografi, huruf pertama semua unsur nama resmi Negara, lembaga resmi,
lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,kecuali kata tugas, seperti dan, oleh,
atau, dan untuk. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama
lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan. Huruf
pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) dalam judul buku, majalah,
surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di,ke,dan,yang dan untuk. Ini beberapa
ketentuan dalam penggunaan huruf kapital. Pada terjemahan di atas, terdapat kesalahan dalam
menuliskan huruf kapital pada kata terakhir.
سلهم أيهم بذلك زعيم .20
Tanyong bak jih dum mangat jipeugah Tanyakanlah siapa diantara mereka yang
Soe keupalajih nyang hukom meunoe Bertanggung jawab (atas Keputusan yang
(Qs. Al-Qalam, 68:40) diambil)
63
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya penerjemahan yang kurang populer
yaitu terjemahan dari kata زعيم di artikan sebagai keupalajih nyang hukom (kepala hukum).
berarti pemimpin, kepala, dan ketua.80 Jika kita perhatikan, tidak ada salahnya jika di زعيم
artikan sebagai keupalajih nyang hukom, akan tetapi penambahan kata hukom pada terjemahan
tersebut bisa menimbulkan kesalahan pesan. Adapun maksud dari ayat di atas adalah,
tanyakanlah olehmu wahai Muhammad kepada orang-orang yang mengada-ada sesuatu
kepadaku, “ siapa diantara mereka yang bertanggung jawab atas apa yang telah disebutkan itu?.”
Maksudnya, mereka akan mendapatkan yang terbaik (di akhirat kelak), seperti yang diproleh
kaum muslimin. Menurut Ibnu Abbas dan Qatadah kata زعيم adalah orang yang bertanggung
jawab dan orang yang menjamin. Sementara menurut Ibnu Kaisan yang dimaksud dengan زعيم
di sini adalah orang ynag mengemukakan hujjah dan pengakuan. Lebih tepat jika di terjemahkan
sebagai keupalajih saja, tanpa menambahkan nyang hukom, ini sudah cukup mewakili faktor
keterbacaan suatu terjemahan.
يكشف عن ساق ويدعون إلى السجود فال يستطيعون يوم .21
Uroe deuh beuteh bandum ka teulhon Pada hari (kiamat) betis disingkapkan
Geuyue sujud lom laju beu bagah Dan mereka dipanggil untuk bersujud
Han ek sujud le di jih watee nyan Tapi mereka tidak berdaya
(Qs. Al-Qalam, 68:42)
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya pemilihan diksi yang kurang tepat
yaitu dari kata يكشف عن ساق di terjemahkan sebagai beuteh bandum ka teulhon ( betis semua
80 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 1015.
64
telanjang). كشف berarti membuka, mengungkapkan, memperlihatkan dan menyingkap.81
Sedangkan dilihat dari tafsirnya maksud dari kata tersebut tidak menggambarkan bahwa
membuka betis secara keseluruhan atau telanjang. kata يكشف عن ساق disingkap betis adalah
istilah yang digunakan bahasa Arab untuk menggambarkan kesulitan yang besar yang
memerlukan upaya serius untuk menanggulanginya. Ini karena biasanya seseorang yang
menghadapi sesuatu yang serius, menyingkap lengan baju atau bagian bawah dari penutup
betisnya, sehingga agar lebih mudah dan lebih tangkas bergerak atau berlari.82 Beberapa
pendapat ahli tentang ayat ini khususnya pada kata يكشف عن ساق, Ibnu Al Mubarak
mengatakan bahwa, Usamah bin Zaid mengabarkan kepada kami dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas,
tentang firman Allah tersebut Ibnu Abbas berkata, “maksudnya, (pada hari) kesusahan dan
kesulitan (disingkap).” Abu Ubaidah berpendapat bahwa, “Apabila perang dan perkara hebat,
dikatakan: Kasyafa al amru an saaqihi (perkara itu menyingkap betisnya). Yang menjadi dasar
dalam hal ini adalah, jika seseorang yang tercebur ke dalam sesuatu yang memerlukan
keseriusan, maka dia akan menyingsingkan saaq (betis)nya.83 Menurut pendapat yang lain, yang
Allah maksud adalah waktu mendekatnya ajal dan lemahnya tubuh. Dengan demikian, yang
dimaksud dari firman Allah ini adalah : (pada hari) orang sakit menyingkap betisnya, agar dia
dapat melihat betisnya, agar dia dapat melihat kelemahannya. Adapun riwayat yang menyatakan
bahwa Allah akan menyingkap betisnya, perlu diketahui bahwa sesungguhnya Allah Maha tinggi
untuk memiliki anggota tubuh dan bagian, membuka maupun menutup.
81 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 1508. 82 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 396. 83 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008),h. 129-130.
65
Dari beberapa penjelasan tentang يكشف عن ساق bisa kita tarik kesimpulan bahwa tidak
ada satu ahli pun yang menerjemahkan kata كشف dengan kata telanjang. dua kata ini sangat
berbedaan kata telanjang berarti tidak berpakaian: banyak anak kecil yang mandi -- di sungai.
Atau dengan kata lain tidak mempunyai pakaian.84 Sedangkan singkap berarti buka, menyingkap
membuka selubung, buku, pintu, membuka sedikit. Dari penjelasan perbedaan dua kata tersebut
menurut peneliti, kata كشف lebih tepat jika diterjemahkan dengan pilihan kata menyingkap.
خاشعة أبصارهم ترهقهم ذلة وقد كانوا يدعون إلى السجود وهم سالمون .22
Mata ka rabon khuchu’ that leupah Mata mereka tunduk ke bawah
Watee nyan di jih hina ngon malee Diliputi kehinaan, padahal mereka
Yoh geuyue dilee han jitem papah Dahulunya telah dipanggil untuk bersujud,
Yoh mantong teuga han jitem pubuet Waktu mereka sehat sejahtera
‘Oh geuyue sujud di jih jibantah
(Qs. Al-Qalam, 68:43)
Pada terjemahan dia atas peneliti menemukan adanya kesalahan pemilihan diksi dari kata
,berarti yang selamat سالم: سليم .diterjemahkan mantong teuga (dalam keadaan kuat) سالمون
sehat.85 Kata kuat menurut KBBI berarti banyak tenaganya, mampu mengangkat banyak, dan
tidak mudah goyah. Menurut peneliti lebih tepat jika terjemahan menggunakan kata sehat.
Menurut beberapa tafsir ayat ini juga dikaitkan dengan sholat berjama’ah, karena hanya orang-
orang yang sehat bisa melaksanakan sholat berjama’ah dengan sempurna.
84 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 1160. 85 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 1039.
66
فذرني ومن يكذب بهذا الحديث سنستدرجهم من حيث ال يعلمون .23
Bah jih deungon Lon jinoe meuhukom Maka serahkanlah (ya Muhammad)
Jikheun narit-Lon sulet that leupah Kepadaku (urusan) orang-orang yang
Lon keumeung heijih dum seun-seun bacut Mendustakan berita (Alquran ini)
Bah le jipubuet laju nyang salah Kami akan azab mereka beransur-ansur
Hana jiteupeue ho jikeumeung bloh Dari tempat yang tiada mereka tahu
(Qs. Al-Qalam, 68:44)
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan yang berulang dalam
penulisan huruf, kapital L pada kata Lon. menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) penggunaan huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal
kalimat, huruf pertama petikan langsung, huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang
berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti Tuhan, huruf pertama
nama gelar kehormatan, keturunan, dan agama yang diikuti nama orang, huruf pertama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang, huruf pertama unsur-
unsur nama orang, huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, huruf pertama unsur-
unsur nama diri geografi, huruf pertama semua unsur nama resmi Negara, lembaga resmi,
lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,kecuali kata tugas, seperti dan, oleh,
atau, dan untuk. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama
lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan. Huruf
pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) dalam judul buku, majalah,
surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di,ke,dan,yang dan untuk. Ini beberapa
ketentuan dalam penggunaan huruf kapital. Sedangkan pada terjemahan di atas terdapat
penggunaan huruf capital pada tengah kalimat.86
86 Pusat Bahasa Kemdiknas Republik Indonesia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 14-22.
67
كظوم فاصبر لحكم ربك وال تكن كصاحب الحوت إذ نادى وهو م .24
Teuma tasaba hukom Po gata Maka tunggulah dengan sabar ketetapan
Bek lagee haba masa nyang sudah Tuhanmu, dan jangan seperti orang (Yunus)
Lagee soe dilee dalam pruet eungkot Yang berada dalam (perut) ikan
Sang-sang teumakot geuba peurintah Ketika berdoa dalam kesedihan
Geulakee do’a gopnyan di laot
Kawom buet karot beungehgeuh leupah
(Qs. Al-Qalam, 68:48)
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan dalam penulisan huruf
capital P pada kata Po. menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD) penggunaan huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat, huruf
pertama petikan langsung, huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan
agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti Tuhan, huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan agama yang diikuti nama orang, huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang tidak diikuti nama orang, huruf pertama unsur-unsur nama orang, huruf
pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi,
huruf pertama semua unsur nama resmi Negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan,
dan nama dokumen resmi,kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk. Huruf pertama
setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan. Huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur kata ulang sempurna) dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan
makalah, kecuali kata tugas seperti di,ke,dan,yang dan untuk. Ini beberapa ketentuan dalam
penggunaan huruf kapital. Pada terjemahan di atas terdapat kesalahan dalam penulisan huruf
capital di tengah-tengah kalimat.
68
ذكر للعالمين وما هو إال .25
Padahai dike haba peuingat Padahal (peringatan itu)
Le bandum umat jitueng phaedah Tiada lain dari peringatan bagi
Keu bandum alam jeut keu peuingat Seluruh umat
Soe nyang tem ingat nyan nyang meutuah
(Qs. Al-Qalam, 68:52)
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kata yang diterjemahkan dua kali
atau bertele-tele yaitu kata ذكر diterjemahkan sebagai dike haba peuingat (zikir kabar
pengingat). Menurut peneliti jika ditulis salah satunya juga sudah cukup newakili dan pesannya
tersampaikan. Adapun maksud dari ayat ini adalah, Alquran itu tidak lain hanyalah peringatan
bagi seluruh umat. Menurut satu pendapat, maksudnya adalah: Muhammad itu tidak lain
hanyalah peringatan bagi seluruh ummat, dimana mereka bisa mendapatkan peringatan
karenanya. Pendapat lain mengutarakan bahwa makna Adz-Dzikr itu adalah kemulian, yakni
Alquran (adalah kemulian), sebagai firman Allah وإنه لدكر لك ولقومك “ Dan sesungguhnya
Alquran itu benar-benar adalah suatu kemulian besar bagimu dan bagi kaummu.” (Qs. Az-
Zukhruf 43:44). 87 Nabi adalah kemulian bagi semua ummat, dan mereka menjadi mulia karena
mengikuti dan beriman kepadanya.
B. Hasil dan Penilaian Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak
dalam Bahasa Aceh
Setelah peneliti menganalisis teks terjemahannya, maka peneliti akan menjabarkan lebih
jelas lagi hasil dan penilaiannya secara keseluruhan.
87 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008),h. 150.
69
Tabel Hasil dan Penilaian Terjemahan dari Aspek Keterbacaan
NO.
Aspek Keterbacaan
Data Korpus
Nilai
Jumlah Tidak Akurat
1 Konkret 500 3 30
2 Tegas 500 9 18
3 Jelas 500 20 29
4 Populer 500 2 4
TOTAL 81
1. Konkret
Selanjutnya, peneliti akan memaparkan data-data dari analisis peneliti mengenai data yang
diterjemahkan secara tidak konkret. Dalam hal ini, terjemahan yang tidak konkret dari
keseluruhan data diperoleh sebanyak 3 kesalahan dan masing-masing data dikurangi 10 poin,
sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 30 poin. Berikut ini peneliti akan menyajikan
kesalahan-kesalahan terjemahan yang tidak konkret;
1. Kata القلم diterjemahkan sebagai kalam. Berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin
CeQda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan pedoman transliterasi Arab-Latin
Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987, huruf ق apabila
ditulis latin menjadi huruf Q, pada kata ini penerjemaha salah dalam memilih padanan
sehingga menyebabkan perubahan makna.
70
2. Kata ربك pada TSu tidak diterjemahkan. Sehingga berakibat pada kesalah pahaman dan
pesan dari ayat tersebut tidak tersampaikan secara sempurna, seharusnya kata ربك
diterjemahakan sebagai “Tuhanmu”.
3. Kata بعد ذلك زنيم pada Tsu tidak diterjemahakan. Sehingga berakibat pada kesalah
pahaman dan pesan dari ayat tersebut tidak tersampaikan secara sempurna, seharusnya
kata بعد ذلك زنيم diterjemahkan sebagai “dan selain itu lancung pula”.
2. Tegas
Selanjutnya, peneliti akan memaparkan data-data dari analisis peneliti mengenai data
yang diterjemahkan secara tidak tegas. Dalam hal ini, terjemahan yang tidak tegas dari
keseluruhan data diperoleh sebanyak 9 kesalahan dan masing-masing data dikurangi 2 poin,
sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 18 poin. Berikut ini peneliti akan menyajikan
kesalahan-kesalahan terjemahan yang tidak tegas;
pada TSa adanya kejanggalan dalam menerjemahkan, terdapat بسم هللا الرحمن الرحيم .1
beberapa kata yang diterjemahkan terlalu luas dan bertele-tele, khususnya pada kata
diterjemahkan secara tafsiriyah namun, menurut peneliti jika الرحمن الرحيم
diterjemahkan secara tafsiriah lebih tepatnya jika diperincikan lagi apa-apa sajakah yang
termasuk ke dalam rahnat meulipah yang ada di donya akherat.
71
2. Kata ن diterjemahkan terlalu bertele-tele, pada dasarnya ن adalah huruf yang tidak dapat
menerima I’rab. ن hanyalah huruf hijaiyah seperti semua huruf yang terdapat pada awal
surah. Seharunya huruf ن diterjemahkan sebagai “nun”.
3. Pada ayat هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين إن ربك peneliti menemukan
adanya pemborosan terjemahan, adanya kalimat yang tidak menggambarkan maksud dari
ayat tersebut, yaitu kalimat nyang ka geujak cok jalan got leupah. Jika ayat ini
diterjemahkan sebagai Po gata keubit Neuteupeue that-that, soe nyang bit sisat jalan ka
salah, neuteupeue that soe nyang na peutunyok, sangat lebih mudah dipahami maksud
dari ayat tersebut sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman bagi pembaca Tsa.
4. Pada ayat مناع للخير معتد أثيم peneliti menemukan adanya pemborosan terjemahan,
adanya ketidakselarasan peralihan pesan dari TSu ke TSa, dalam terjemahan ini terlalu
bertele-tele tanpa memperhatikan struktur dari ayat itu, ada kata yang begitu saja dibuang
tanpa diterjemahkan.
5. Pada ayat إنا بلوناهم كما بلونا أصحاب الجنة إذ أقسموا ليصرمنها مصبحين peneliti
menemukan adanya pemborosan terjemahan, yaitu sinan na lampohjih di kawom nyan,
pada dasarnya tanpa harus ada penambahan tersebut ayat ini sudah sangat mudah
dipahami oleh pembaca.
6. Pada kata إنا كنا ظالمين peneliti menemukan adanya pemborosan terjemahan atau
terjemahan yang terlalu bertele-tele, pada dasarnya kata إنا كنا ظالمين cukup di
terjemahkan dengan tanyoe lalem that, akan tetapi pada kata ini adanya penambahan
hana ban peugah, berakibat pada kesalah pahaman bagi pembaca TSa.
72
7. Pada kata عسى peneliti menemukan adanya terjemahan yang terlalu bertele-tele atau
pemborosan terjemahan, kata عسى diterjemahkan dengan kadang neutem, pada dasarnya
kedua kata berbeda. Menurut peneliti kata tersebut lebih tepat apabila diterjemahkan
dengan neutem.
8. Pada ayat كذلك العذاب ولعذاب اآلخرة أكبر لو كانوا يعلمون peneliti menemukan
adanya pemborosan terjemahan yaitu dengan adanya tambahan terjemahan han roe jih
salah, jika diperhatukan pada TSu cukup diterjemahkan dengan Meunankeuh Kamoe
adeueb Meubalah, adeueb akherat raya nibak nyoe, meunyo jiteupeue. Tidak perlu
adanya penambahan lagi.
9. Pada kata ذكر peneliti menemukan adanya pemborosan kata atau diterjemahakan secara
bertele-tele, kata ذكر diterjemahkan sebagai dike haba peuingat, kata dike dan peuingat
memiliki arti yang sama. Seharusnya cukup diterjemahkan dengan memilih salah satu
dari kata tersebut.
3. Jelas
Selanjutnya, peneliti akan memaparkan data-data dari analisis peneliti mengenai data
yang diterjemahkan secara tidak jelas. Dalam hal ini, terjemahan yang tidak jelas dan lengkap
dari keseluruhan data diperoleh sebanyak 20 kesalahan, 9 kesalahan terkait pemilihan diksi yang
kurang tepat dan untuk masing-masing data dikurangi 2 poin, 11 data selanjutnya kesalahan
dalam penulisan EYD dan untuk masing-masing data dikurangi 1 poin. Sehingga pada bagian
ini berakibat pengurangan skor sebanyak 29 poin. Berikut ini peneliti akan menyajikan
kesalahan-kesalahan terjemahan yang tidak jelas;
73
a. Pemilihan Diksi
1. Pada terjemahan ayat ke 3 Nyang le di gata phala bak Allah Han peutoh-peutoh phala
keu gata, peneliti menemukan adanya ketidak konsistenan penerjemah dalam memilih
diksi untuk penggunaan kata Tuhan dan Allah.
2. Pada kata ود pada TSa diterjemahkan napsujih sedangkan dalam kamus أراد -ود adalah
menginginkan atau menghendaki, maka terjemahan yang tepat untuk digunakan pada kata
.ialah menginginkan ود
3. Pada kata ف ئطا pada TSa diterjemahkan perampok. Merujuk ke tafsir kata فئطا
menurut beberapa ulama bukanlah perampok, akan tetapi azab Tuhan secara umum dan
bukan hanya perampok saja.
4. Pada kata صريم pada TSa diterjemahkan sebagai lagee arang sedangkan dalam kamus
adalah malam, sebagian waktu malam, maka terjemahan yang tepat untuk صريم: ليل
digunakan ialah malam.
5. Kata حرد pada TSa diterjemahkan sebagai jibri sedangkan dalam kamus adalah
menghalangi, maka terjemahan yang tepat untuk digunkan pada kata حرد ialah
menghalangi.
6. Pada kata محرومون pada TSa diterjemahkan sebagai han sapeue na le ‘ tidak memiliki
apapun lagi), sedangkan dalam kamus adalah yang kehilangan atau dicegah dari, maka
terjemahan yang tepat untuk digunakan ialah dicegah atau dihalangi.
74
7. Kata نعيم pada TSa diterjemahkan sebagai na’im sedangkan dalam kamus نعيم ialah
kenyamanan, kenikmatan, kemewahan hidup, kegembiraan dan kebahagiaan. Jika نعيم di
terjemahkan na’im juga maka akan menimbulkan makna yang ambigu karena kata نعيم
juga merupakan salah satu dari jenis-jenis surga. Maka, terjemahan yang tepat untuk
digunakan pada kata نعيم ialah kenikmatan.
8. Kata يكشف عن ساق di terjemahkan sebagai beuteh bandum ka teulhon ( betis semua
telanjang). كشف berarti membuka, mengungkapkan, memperlihatkan dan menyingkap.
Sedangkan dilihat dari tafsirnya maksud dari kata tersebut tidak menggambarkan bahwa
membuka betis secara keseluruhan atau telanjang. Maka, terjemahan yang tepat untuk
digunakan pada kata كشف adalah disingkapkan.
9. Kata سالمون diterjemahkan mantong teuga (dalam keadaan kuat). سالم: سليم berarti
yang selamat, sehat. Maka, terjemahan yang tepat untuk digunakan pada kata tersebut
adalah sehat.
b. Penulisan EYD
1. Penulisan huruf kapital N pada terjemahan الرحمن الرحيم بسم هللا pada surah Al Qalam
tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal
kalimat.
Ngon nama Allah lonpuphon surat
Tuhan Hadharat nyang Maha Murah
75
Tuhanku sidroe geumaseh that-that
Donya akherat rahmat Neulimpah
2. Penulisan huruf kapital H dan N pada terjemahan ayat 1 pada surah Al Qalam tidak tepat,
pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Nun
Peue meukeusud Nun bak awal ayat
Tuhan Hadharat hana Neupeugah
Demi na kalam ngon nyang jih surat
(Qs. Al-Qalam, 68:1)
3. Penulisan huruf kapital P pada terjemahan ayat 2 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada
dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Gata kon meuhat lagee jih peugah
Nikmat Po gata gata kon gila
(Qs. Al-Qalam, 68:2)
4. Penulisan huruf kapital N pada terjemahan ayat 7 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada
dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Po gata keubit Neuteupeue that-that
Soe nyang bit sisat jalan ka salah
Neuteupeue that soe nyang na peutunyok
Nyang ka geujak cok jalan got leupah
(Qs. Al-Qalam, 68:7)
5. Penulisan huruf kapital P pada terjemahan ayat 19 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada
dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
76
Meu troh treuk keunan ureueng diarah
Teungoh teungeutjih ureueng nyan teuku
Nibak Po gata sideh geulangkah
(Qs. Al-Qalam, 68:19)
6. Penulisan huruf kapital K pada terjemahan ayat 39 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada
dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Peue na meujanji gata ngon Kamoe
Sampoe ‘an dudoe taakad sumpah
Nyang jeuet gata dum meunan tahukom (Qs. Al-Qalam, 68:39)
7. Penulisan huruf kapital P dan N pada terjemahan ayat 34 pada surah Al Qalam tidak
tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Ureueng takeuwa nibah Po gopnyan
Churuga na’im ka lheueh Neukeubah
(Qs. Al-Qalam, 68:34)
8. Penulisan huruf kapital L yang berulang pada terjemahan ayat 44 pada surah Al Qalam
tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal
kalimat.
Bah jih deungon Lon jinoe meuhukom
Jikheun narit-Lon sulet that leupah
Lonkeumeung heijih dum seun-seun bacut
Bah le jipubuet laju nyang salah
Hana jiteupeue ho jikeumeung bloh
(Qs. Al-Qalam, 68:44)
77
9. Penulisan huruf kapital P pada terjemahan ayat 48 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada
dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Teuma tasaba hukom Po gata
Bek lagee haba masa nyang sudah
Lagee soe dilee dalam pruet eungkot
Sang-sang teumakot geuba peurintah
Geulakee do’a gopnyan di laot
Kawom buet karot beungehgeuh leupah
(Qs. Al-Qalam, 68:48)
10. Populer
Selanjutnya, peneliti akan memaparkan data-data dari analisis peneliti mengenai data
yang diterjemahkan secara tidak populer. Dalam hal ini, terjemahan yang tidak menyampaikan
ide atau pesan TSu dengan bahasa yang populer atau lazim dari keseluruhan data diperoleh
sebanyak 2 data, dan untuk masing-masing data dikurangi 2 poin, Sehingga pada bagian ini
berakibat pengurangan skor sebanyak 4 poin. Berikut ini peneliti akan menyajikan kesalahan-
kesalahan terjemahan yang tidak menyampaikan ide atau pesan TSu dengan bahasa yang populer
atau lazim;
1. Kata ظالم diartikan lalem, kata lalem kurang pouler dikalangan masyarakat akan lebih
mudan dipahami kata ظالم bisa diterjemahkan sebagai yang tidak adil, sewenang-
wenang, zalim, aniaya, dan kejam. Lebih tepat jika diterjemahkan dengan zalim, karena
lebih populer di telinga masyarakat.
78
2. Kata زعيم di artikan sebagai keupalajih nyang hukom (kepala hukum). زعيم berarti
pemimpin, kepala, dan ketua. Jika kita perhatikan, tidak ada salahnya jika di artikan
sebagai keupalajih nyang hukom, akan tetapi penambahan kata hukom pada terjemahan
tersebut bisa menimbulkan kesalahan pesan. Lebih tepat dan lebih populer jika di
terjemahkan sebagai keupalajih saja, tanpa menambahkan nyang hukom.
Keempat hasil perhitungan di atas dati tiap aspek yang diperoleh, maka peneliti dapat
menyimpulkan, kesalahan dari semua data yang diteliti terdapat 81 poin. Selanjutnya, penilaian
dari penelitian dan analisis pada Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa
Aceh adalah sebesar 83,8
Hasil penelitian tersebut jika disesuaikan dengan pedoman teori Moch. Syarif
Hidayatullah termasuk dalam kategori terjemahan sangat baik. Hal ini dikarenakan terdapat
beberapa terjemahan yang tidak diterjemahkan secara konkret walaupun tidak terlalu banyak.
Kemudian juga ada beberapa kesalahan dalam pemilihan padanan pada TSa dan kesalahan tata
ejaan.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis pada surah Al Qalam pada Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas
Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf yang peneliti jadikan objek penilaian terdiri
dari 4 halaman, maka penulis dapat memberi hasil penilaian dari aspek keterbacaan baik dari
segi kualitas maupun nilai pada perumusan masalah yang ada di pendahuluan bab 1.
Dilihat dari aspek keterbacaan hasil terjemahan surah ini, peneliti menyimpulkan bahwa
terjemahan tersebut belum sepenuhnya memenuhi kategori keterbacaan dalam mengalihkan teks-
teks ke dalam bahasa sasaran. Peneliti masih menemukan beberapa terjemahan yang tidak
diterjemahkan secara konkret sebanyak 3 data, untuk masing-masing data dikurangi 10 poin,
sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 30 poin. Terjemahan yang mengalami
pemborosan kata atau tidak tegas sebanyak 9 data, untuk masing-masing data dikurangi 2 poin,
sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 18 poin. Terjemahan yang tidak menyampaikan
ide atau pesan Tsu, dengan jelas dan lengkap sebanyak 9 data untuk kesalahan dalam memilih
diksi, untuk masing-masing data dikurangi 2 poin dan 11 data kesalahan dalam penulisan EYD,
untuk masing-masing data dikurangi 1 poin, jika digabungkan, maka berakibat pada
pengurangan skor sebanyak 29 poin. Terjemahan yang tidak menyampaikan ide atau pesan Tsu
dengan bahasa yang popular atau lazim sebanyak 2 data, untuk masing-masing data dikurangi 2
poin, sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 4 poin.
80
Setelah mengetahui jumlah kesalahan yang telah di paparkan di atas sehingga berakibat
pada skor kualitas terjemahan, maka peneliti akan memberikan penilaian secara matematis
berupa nilai akhir keseluruhan untuk Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam
Bahasa Aceh pada terjemahan surah Al Qalam. Pertama, Jumlah halaman yang dinilai sebanyak
4 halaman dan 52 kalimat. Kedua, Setiap 10 kalimat terjemahan diberi skor awal 100 poin.
Ketiga, Jumlah kesalahan yang dinilai sebanyak 81 poin. Maka, penilaian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut: 500−815
= 419 = 83,8
Setelah peneliti nilai secara matematis, bahwa skor akhir pada Al Qur’an Al Karim
Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh pada terjemahan surah Al Qalam yaitu 83,8
dan kualitas terjemahan tersebut bisa dikatakan sangat baik.
B. Saran-saran
Setelah peneliti meneliti objek data, ada beberapa saran yang peneliti berikan, antara lain
yaitu:
Jika Alquran ini dicetak untuk ke dua kalinya, diharapkan untuk mempertegas bahwa Al
Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh ini termasuk ke dalam
kategori terjemahan bebas yang bersajak atau tafsir. Karena peneliti menemukan fakta bahwa
terjemahan ini seperti kebayakan tafsir, peralihan pesannya hanya mementingkan tersampaikan
atau tidak pesan dari Tsu ke Tsa, tanpa memperhatikan struktur dari Tsu. Jika Alquran ini
dicetak untuk yang ke dua kalinya, disarankan untuk meneliti kembali terjemahan di dalamnya
sehingga memenuhi aspek keterbacaan dalam terjemahan, meskipun setelah peneliti lakukan
penelitian bahwa terjemahan ini sudah sangat baik.
81
DAFTAR PUSTAKA
Al Bakri, Ahmad Abdurraziq dkk. Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
Al Farisi, M. Zaka. Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011.
Al Hifnawi, Muhammad Ibrahim, dan Muhmud Hamid Utsman. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta
Selatan: Pustakaa Azzam, 2008.
Ali, Atabik, dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Kamus Kontemporer Arab – Indonesia. Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 1998.
Arifin, Zaenal, dan Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tingi. Jakarta:
Akademika Presindo, 2010.
Anshori, Ulumul Qur’an. Depok: Rajagrafindo Persada, Cetakan ke-1, 2013.
As-Suyuthi, Jalaluddin. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insan, 2008.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.
Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Dahlan, Zaini dkk. Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1991
Departemen Pendidikan Nasional. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:
Mizan Pustaka.2009.
Hasyimi, Ali. Peranan dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta:
Bulan Bintang, 1976.
Hidayatullah, Moch Syarif. Pengantar Linguistik Arab Klasik- Modern. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Hidayatullah, Moch Syarif. Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer. Ciputat:
UIN PRESS, 2014.
82
Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 2006.
Jasin, HB. Bacaan Mulia. Tangerang : Yayasan. 1942.
Jusuf, Mahjiddin. Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh. Banda
Aceh: Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI), 2007.
Kushartati, dkk. Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Limguistik. Jakarta: Gramedia, 1983.
Lubis, Ismail. Falsifikasi Terjemahan Al-Quran. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001.
Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemaha. Bandung: Kaifa, 2009.
Ma’rifat, M. Hadi. Sejarah Al-Quran. Jakarta: Al-Huda, 2007.
Moentana, Salihen. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc, 2006.
Munawwir, Ahmad Warson. Al Munawwir Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Penerbit Pustaka
Progressif, 1997.
Nababan, M. Rudolf. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
Pusat Bahasa Kemdiknas Republik Indonesia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Pustaka Setia,
2002.
Putrayasa, Ida Bagus. Kalimat Efektif. Bandung: Refika Aditama,2007.
Rahayu, Minto. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo, 2007.
Sayogie, Frans. Penerjemahan Bebas Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN, 2008.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Almisbah. Tangerang: Lentera Hati, 2002.
Syihabuddin. Penerjemah Arab Indonesia. Bandung: Humaniora, 2005.
83
Sulaiman, Budiman. Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979.
Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Depok: Rajawali Pers, 2014.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: 1989.
Wildan. Kaidah Bahasa Aceh. Banda Aceh : Geuci, 2010.
Yusuf, Suhendra. Teori Terjemahan. Bandung: Mandar Maju, 1994.
Rujukan Internet
http://www.penerjemah-online.com/2012/11/tiga-aspek-penentu-kualitas-terjemahan.html. (data
ini diakses pada tanggal 03 November 2015).
http://www.alquran-digital.com