AKTUALISASI DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL 33 SENJA DI ...
Transcript of AKTUALISASI DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL 33 SENJA DI ...
Prosiding SENASBASA http://research-report.umm.ac.id/index.php/SENASBASA
(Seminar Nasional Bahasa dan Sastra) Edisi 2 Tahun 2018
Halaman 134-146 E-ISSN 2599-0519
134 | Halaman
AKTUALISASI DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL 33 SENJA
DI HALMAHERA KARYA ANDARU INTAN
Heni Pujiati
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak Kebutuhan setiap individu berbeda-beda tergantung keperluan masing-masing. Tujuan
penelitian ini untuk mendeskripsikan sisi psikologi humanistik atau kebutuhan tokoh utama
dalam novel 33 Senja di Halmahera karya Andaru Intan. Tujuan dari penelitian ini adalah
memaparkan aktualisasi diri tokoh utama berdasarkan kebutuhan Abraham Maslow. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi pustaka
atau dokumen. Data penelitian yaitu novel 33 Senja di Halmahera karya Andaru Intan.
Pendekatan yang digunakan yaitu psikologi humanistik dengan teori yang dikemukakan Abraham Maslow. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) unsur kebutuhan fisiologis
terbentuk karena kepentingan-kepentingan fisik yang diperlukan tokoh utama, seperti
sandang, pangan, papan. (2) kebutuhan keamanan pada tokoh utama terbentuk karena keperluan untuk melindungi diri. (3) kebutuhan cinta sangat mempengaruhi tokoh utama,
cinta yang tulus berdampak positif pada trauma yang dialami tokoh utama. (4) kebutuhan
penghargaan serta harga diri ini diperlukan karena tokoh utama merupakan seorang guru
yang telah semestinya mendapatkan penghargaan dari sekelilingnya. (5) aktualisasi diri dalam tokoh utama Puan ditunjukkan dengan ia menjadi guru yang dapat berpengaruh pada
daerahnya dan mengembangkan kemampuannya dalam menulis cerita dongeng. Dari
beberapa unsur di atas, dalam diri tokoh utama memiliki keperluan yang sangat dibutuhkan olehnya.
Kata kunci: aktualisasi diri, psikologi humanistik, novel 33 Senja di Halmahera
.
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan sesuatu yang berbentuk fiksi. Fiksi adalah cara terbaik untuk
menceritakan fakta yang terjadi di masyarakat. Dalam karya sastra, penulis atau pengarang
berusaha menyampaikan suka duka kehidupan masyarakat yang mereka rasakan atau yang
mereka alami. Karya sastra adalah suatu cara untuk memindahkan atau menyalin pemikiran-
pemikiran pengarang itu sendiri, menurut Jakop Sumardjo dalam buku yang berjudul “Apresiasi
Kesusastraan” (Sumardjo, 1994:2).
135 | Halaman
Dalam karya sastra meliputi prosa, puisi, dan drama. Prosa berbeda dengan puisi,
walaupun banyak ditemukan dalam prosa yang serupa dengan puisi. Prosa dapat dibedakan yakni
antara fiksi dan nonfiksi. Menurut Abrams (dalam Nugiyantoro, 2012:2), dalam pengertian
kesastraan prosa disebut juga fiksi, teks naratif, atau wacana. Dalam hal ini, fiksi merupakan hal
yang bersifat cerita hayalan atau cerita rekaan.
Untuk saat ini, novel yang berjudul 33 Senja di Halmahera belum ada yang melakukan
penelitian, karena novel ini baru terbit tahun 2017. Dalam beberapa judul novel yang berbeda,
ada beberapa yang meneliti dengan menggunakan pendekatan psikologis humanistik Abraham
Maslow.
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra yang mengacu pada psikologi
humanistik Abraham Maslow, yakni kebutuhan fisiologis, kemanan, cinta, dan harga diri.
Psikologi humanistik merupakan sebuah “gerakan” yang hadir dengan memunculkan gambaran
manusia sebagai makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak kearah
pengungkapan segala potensi yang dimilikinya apabila lingkungan memungkinkan (Koeswara,
1991:109). Hal ini berkaitan dengan objek yang dilakukan peneliti, yakni mengulas tingkat
kebutuhan pada tokoh utama yang bernama Puan.
Psikologi humanistik yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow pada tahun 1970, teori
ini dikenal sebagai psikologi kekuatan baru, suatu mazhab yang melengkapi dua teori
sebelumnya, yakni teori psikoanalisis dan behaviorisme. Psikologi humanistik memasukkan
aspek positif dari seseorang yang mempunyai peran penting, yaitu cinta, kreativitas, nilai makna,
dan pertumbuhan pribadi.
Menurut Krech (dalam Minderop, 2010:49) menjelaskan teori hierarki kebutuhan
Abraham Maslow ada lima tingkatan, yaitu diurutkan yang diawali kebutuhan lebih rendah
kemudian mengarah kebutuhan lebih tinggi. 1. Kebutuhan fisiologis, contohnya makanan,
minuman, dan oksigen; 2. Kebutuhan rasa aman, contohnya seperti perlindungan dari
kriminalistas, perang, takut, cemas dan lainnya yang mengarah pada kebutuhan keamanan; 3.
Kepemilikan cinta, contohnya seperti rasa kasih-sayang dan identifikasi; 4. Kebutuhan akan
penghargaan, contohnya penghargaan atas kemampuan dari prestasi yang dihasilkan,
kemandirian dan harga diri; 5. Kebutuhan aktualisasi diri contohnya pada keinginan yang terus-
menerus ada dalam individu.
136 | Halaman
Globe (1994:52) mengatakan bahwa seseorang yang sedang mengaktualisasikan diri, jauh
lebih tegas dan mempunyai pengertian yang lebih terarah mengenai hal yang benar maupun
salah. Mereka lebih kuat dalam meramalkan setiap kejadian. Orang-orang seperti ini mampu
menembus dan melihat realitas yang tersembunyi serba membingungkan secara lebih cepat dan
lebih tepat dibandingkan orang secara umum.
Adapun perumusan masalah dalam makalah ini adalah, “Bagaimana aspek psikologi
humanistik tokoh utama mengaktualisasikan diri dalam novel 33 Senja di Halmahera karya
Andaru Intan?” berdasarkan paparan diatas, maka tujuan penelitian terhadap novel 33 Senja di
Halmahera karya Andaru Intan, yakni mendeskripsikan kondisi tokoh utama yang dapat
ditelusuri melalui kebutuhan fisiologis, kebutuhan cinta dan keberadaan, kebutuhan akan
keamanan, kebutuhan akan penghargaan, serta aktualisasi diri tokoh utama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami aktualisasi diri berdasarkan
teori Abraham Maslow yang mengacu pada tingkatan kebutuhan tokoh utama dalam novel ini.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah agar pembaca dengan mudah memahami aktualisasi
diri yang dimunculkan dari tingkatan kebutuhan tokoh utama.
Novel 33 Senja di Halmahera menceritakan seorang wanita yang bernama Perempuan,
biasa dipanggil Puan. Wanita berasal dari desa Sirimau, seorang guru bahasa inggris, dan anak
yang diangkat karena orang tua kandungnya meninggal pada saat perang saudara di Maluku.
Puan memiliki trauma terhadap laut, karena orang tuanya dibunuh di laut. Dari kejadian itu, Puan
tidak pernah lagi bermain di laut bahkan tak memandang laut. Suatu hari, Puan bertemu dengan
lelaki bernama Nathan yang sedang bertugas di Sirimau selama 33 hari. Nathan jatuh cinta
pandangan pertama pada Puan, ia pun mendekati Puan secara perlahan. Nathan menghilangkan
rasa takut Puan terhadap laut sehingga ia merasa tak takut lagi pada laut. Kehadiran Nathan
mengubah hidup Puan. Mereka saling jatuh cinta, tetapi tidak ingin melawan arus agama dan
keduanya pun tak saling memberi kabar setelah Nathan pergi dari Halmahera. Puan melanjutkan
hidupnya dengan melamar kerja di luar kota dan terus mengembangkan bakat menulis cerita
dongeng menggunakan Bahasa Inggris.
METODE
Dalam melakukan penelitian novel yang berjudul 33 Senja di Halmahera karya Andaru
Intan, yaitu menggunakan jenis penelitian yang mengacu pada kualitatif. Berdasarkan pandangan
137 | Halaman
Taylor (dalam Moloeng, 2010:4) metodologi kualitatif merupakan strategi penelitian yang akan
mendapatkan data berupa teks deskriptif tertulis maupun lisan dari seseorang serta saat dilakukan
observasi. Selanjutnya, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi humanistik
karena permasalahan yang ada pada novel berkaitan dengan kondisi kebutuhan tokoh Puan yang
dilatarbelakangi oleh kondisi dan situasi lingkungan terciptanya karya sastra.
Sumber data penelitian kali ini adalah teks novel yang berlatar masa setelah peperangan
antar saudara di Maluku. Data penelitian ini berupa beberapa prolog dan dialog antartokoh yang
terjadi dalam novel 33 Senja di Halmahera terdiri dari 187 halaman yang memperlihatkan
kondisi psikologi humanistik, kebutuhan tokoh, serta aktualisasi diri yang ada pada tokoh utama.
Teknik dalam pengumpulan data penelitian kali ini menggunakan metode studi pustaka
atau dokumen. Langkah-langkah yang dapat dilakukan yakni (1) membaca, (2) mengamti, (3)
menandai, dan (4) mencatat hasil yang telah ditandai dan akan diulas berdasarkan teori pada
bagian pembahasan. Memanfaatkan sumber-sumber yang tertulis guna untuk mendapatkan data,
hal ini biasa disebut dengan teknik pustaka (Subroto, 1992:42).
Penulis menggunakan metode analisis isi. Penyelidikan kali ini bukan hanya menjabarkan
temuan yang didapat, namun akan diberikan ulasan atas penemuan yang diperoleh guna
memberikan penjelasan dan pemahaman atas hal-hal apapun yang ditemukan dan dibahas tentang
fakta-fakta yang ada dalam novel. Kemudian peneliti melakukan analisis dengan mengaitkan
berdasarkan teori psikologi humanistik dari Abraham Maslow yang memfokuskan pada lima
tingkatan kebutuhan.
Untuk mengecek keabsahan data peneliti melakukan triagulasi. Ketiga triagulasi tersebut
antara lain: (1) triagulasi teori, (2) triagulasi sumber data, dan (3) triagulasi peneliti. Melalui
langkah uji validitas tersebut, peneliti bisa lebih mudah mendapatkan data tentang teori yang
cocok sebagai acuan penelitian. Triagulasi sumber data, yaitu teknik menyelaraskan kebenaran
data hasil analisis, menggunakan beberapa sumber mengenai psikologi, metode yaitu deskriptif
analisis isi, dengan penelitian yang dibuat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Menurut Jaenudin (2015:129) kebutuhan fisiologis adalah keperluan yang sangat pokok
untuk mempertahankan hidup secara fisik. Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs)
138 | Halaman
merupakan kebutuhan atau keperluan yang mendasar dari seseorang dan yang paling diperlukan
atau mendesak keinginannya karena berhubungan langsung dengan pemeliharaan biologis dan
kelangsungan hidup. Apabila individu merasa tidak cukup dengan yang ia makan lalu kemudian
lapar, cinta, dan harga diri, individu tersebut pasti akan makan terlebih dahulu dan mengacuhkan
keperluan lainnya.
Pada novel ini, terdapat beberapa kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi untuk
keberlangsungan hidup, baik jasmani maupun fisik. Berikut ini beberapa kutipan yang
menunjukkan kebutuhan fisiologis:
“... seperti yang lalu-lalu. Adik-adiknya pasti membuat pesta sederhana di rumah
sana. Membeli kue tar kecil, menyalakan lilin, menyanyi, dan menari bersama...”
(Intan, 2017:11).
“... apalagi saat mereka bertanya kapan pulang. Juga suara adik-adiknya yang
sering bilang andai kakak ada di rumah. Sungguh, hanya orang-orang yang
pernah jauh dari keluarga yang bisa merasakan...” (Intan, 2017:13).
Dari kutipan di atas, terdapat kebutuhan fisiologis yang berupa papan, yakni rumah
sebagai tempat bernaung, berlindung, atau tempat tinggal setiap individu. Menurut Abraham
Maslow (dalam Masbur, 2015:29) kehendak untuk mencukupi kebutuhan fisik ini menyebabkan
individu bertingkah laku dan melakukan segala hal yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut
diperlukan individu untuk menjalani kehidupan dengan layak.
Selain kebutuhan papan yang diperlukan untuk menjalani hidup, ada juga kebutuhan
pangan yang lebih penting setelah kebutuhan papan. Dalam novel, beberapa hal yang
menunjukkan kebutuhan pangan, berikut ini kutipannya:
“... mama hendak menyiapkan makan malam untuk disantap setelah maghrib.
Bubur dan dendeng daging rusa.” (Intan, 2017:23).
“... enam jam perjalanan dengan jalan yang bergelombang naik turun membuat
mereka lelah dan kelaparan...” (Intan, 2017:33).
“... sedapnya sayur garu, betatas santan, ikan, juga nasi yang uapnya masih
mengepul itu membuat mereka menelan ludah berkali-kali. Perut yang berbunyi
sedari tadi pun tertahan lantaran harus mendengarkan Pak Babinsa memberikan
arahan di depan sana...” (Intan, 2017:33).
139 | Halaman
Beberapa kutipan di atas, menunjukkan bahwa kebutuhan fisiologis pangan lebih
diutamakan. Kebutuhan-kebutuhan lainnya diabaikan saat kebutuhan pangan ingin lebih dahulu
terpenuhi.
Pada novel ini, tokoh utama, Puan memenuhi kebutuhan fisiologisnya berupa makan
dengan makanan khas daerah Maluku. Berikut ini kutipannya:
“Hari ini mereka baholo (panen sagu). Orang Maluku memang suka memakan
olahan sagu. Kadang-kadang saja mereka makan nasi. Kalau roti, justru jarang
sekali. Sagu bisa dimakan keras-keras begitu oleh mereka yang giginya masih
lengkap. Bisa juga dicelup dengan teh,disiram kuah ikan, atau disiram air panas
dan dibentuk papeda.” (Intan, 2017:80).
Dari kutipan di atas, menunjukkan bahwa Puan adalah tokoh yang sangat menjunjung
tinggi adat istiadat daerahnya dan memenuhi kebutuhan biologisnya, yakni lebih
memprioritaskan memakan sagu dibandingkan nasi dan roti.
Kebutuhan akan Kemanan (Safety Needs)
Menurut Maslow (1970) dalam Feist (2010:333) mengatakan bahwa ketika seseorang
telah melengkapi kebutuhan fisiologisnya, mereka akan termotivasi dengan kebutuhan keamanan
(Safety needs), yang di dalamnya meliputi keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan,
perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam, seperti perang,
terorisme, penyakit, kecemasan, rasa takut, bahaya, kerusuhan, dan bencana alam.
Kebutuhan akan rasa aman sangat dibutuhkan Puan, karena waktu ia masih kecil, ia
menjadi korban perang antar saudara yang terjadi di Maluku. Dampak dari kejadian tersebut
membuat Puan takut pada laut, berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut:
“... dia satu-satunya perempuan di pesisir yang tak suka laut. Saat senja, dia selalu
melihat matahari tenggelam di pegunungan, tertutup pepohonan dan awan-
awan...” (Intan, 2017:22).
Selain Puan, orang-orang yang masih mengingat kejadian itu pun mempunyai ketakutan
tersendiri. Termasuk Mama Puan yang masih memiliki trauma, ditunjukkan dengan kutipan
berikut ini:
140 | Halaman
“... mama memang sedikit berlebihan ketika melihat keramaian, apalagi bila yang
datang orang-orang berseragam seperti mereka. Ada memori yang susah hilang
dari pikirannya...” (Intan, 2017:39).
Mama Puan takut kejadian puluhan tahun lalu terulang kembali. Mama Puan tak ingin
kejadian itu kembali menyakiti semua orang yang trauma akan hal itu. Tragedi itu bermula saat
ada yang berbeda dengan agama mereka, mereka langsung membunuhnya. Seperti pada kutipan
dibawah ini:
“... Acan sebagai simbol orang muslim, Obeth sebagai nasrani. Bila berbeda dari
mereka, pembunuhan langsung terjadi. Mereka membentengi diri dengan
membunuh orang yang tidak seiman. Lebih baik membunuh dari pada terbunuh.”
(Intan, 2017:41).
Dari kejadian di atas, keadaan di daerah Puan sangat kacau balau. Berikut kutipannya:
“... selama kurun waktu dua tahun lebih itu pula mereka hidup dalam masa-masa
genting. Ketakutan, kegelisahan, kebencian, dan segalanya yang meresahkan.
Sekolah ditutup. Fasilitas umum ditutup. Mereka takut pergi belanja. Pergi
berkebun pun mereka takut. Ke mana pun mereka merasa tidak aman.” (Intan,
2017:42).
“... di depan rumah-rumah ditemukan batu. Di balik pintu selalu ada tombak.
Senjata-senjata itu selalu siap di rumah masing-masing, selain yang selalu ada di
tangan mereka...” (Intan, 2017:43).
Tokoh utama, Puan kehilangan kedua orang tua kandungnya saat terjadi perang saudara
di Maluku, orang tuanya dibunuh dan dibuang ke laut. Kejadian itu terjadi tepat di depan mata
Puan, saat itu Puan bersembunyi dibalik semak-semak. Berikut ini adalah kutipan dari novel 33
Senja di Halmahera yang menunjukkan ketakutan Puan terhadap laut.
“... Una lantas menggandeng Puan dan mengajaknya menaiki perahu. Wajah Puan
takut-takut. Tangannya berkeringat. Nathan menngadahkan tangannya, meminta
Puan menggandengnya. Tanpa pikir panjang, Puan menyambut telapak tangan
Nathan dan menggenggamnya erat-erat....” (Intan, 2017:121).
Dari kutipan di atas, menunjukkan ketakutan Puan untuk ke laut. Puan membutuhkan
perlindungan yang dapat dikatakan sangat butuh jika ia berada di laut.
141 | Halaman
Ketakutan yang dirasakan tokoh utama Puan tidak terlalu menampakkan atau
mengekspresikan perilaku takut, karena ia berusaha menutupi rasa takutnya dengan berdiam diri
tanpa berbicara sepatah kata pun. Dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
“.... Puan menggenggam erat kayu yang didudukinya. Matanya memincing
menghindari silau matahari dan percikan air laut. Dada Puan berdetak lebih cepat.
Dia menarik napas berkali-kali menenangkan diri. Dia ingat darah-darah yang
menggenang. Dia ingat masa lalu yang menyakitkan. Dia juga takut kalau ombak
membalikkan perahu. Takut tenggelam dan tergulung dalam gelombang.” (Intan,
2017:123).
Kutipan di atas menunjukkan ketakutan karena teringat kenangan masa lalu yang
menyakitkan, yang terjadi kepada Puan. Kebutuhan rasa aman dan menenangkan diri, saat itu
dibutuhkan oleh Puan yang melawan rasa takutnya terhadap laut.
Menurut Maslow (dalam Koeswara, 1991:121) kebutuhan akan rasa aman sangat terbukti
dan dapat diamati pada bayi dan anak-anak yang tidak memiliki kemampuan mereka. Sebagai
contoh bayi akan memberikan respon jika merasa ketakutan dengan cara menangis. Hal ini
karena setiap individu membutuhkan ketenangan dan ketentraman.
Kebutuhan Cinta dan Keberadaan (Love and Belongingness Needs)
Menurut Maslow (1970) dalam Feist (2010:334) menyampaikan pendapatnya yakni
setelah memenuhi kebutuhan fisiologis dan kemanan, mereka menjadi termotivasi oleh
kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love and belongingness needs), seperti keinginan untuk
menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau negara.
Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan
manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan cinta.
Dimulainya hubungan percintaan atau gejolak-gejolak asmara muncul ketika dua
pasangan telah merasakan hal yang berbeda dari biasanya. Contohnya seperti pada kutipan dari
isi novel tersebut.
“Puan terkaget setelah lelaki berkaus hijau itu menyapa tiba-tiba. Suaranya begitu
khas di telinga. Membuat hati Puan berdetak lebih cepat. Ada rasa aneh yang
mengaliri tubuhnya...” (Intan, 2017:93-94).
142 | Halaman
Kutipan di atas merupakan percikan api-api cinta yang seketika muncul begitu saja pada
Puan. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya cinta kepada Nathan di dalam diri Puan.
Hal-hal aneh dapat terjadi jika kita telah merasa ada perubahan yang tak biasa dalam diri
kita. Jika telah seperti itu, kita seakan-akan mengibaratkan apapun untuk simbol kebahagiaan
atau hal yang berbeda kita alami. Seperti halnya kutipan dibawah ini, tokoh utama
mengibaratkan kupu-kupu berterbangan di perutnya.
“... tiba-tiba saja terasa banyak kupu-kupu berterbangan di perut Puan.” (Intan,
2017:95).
Kutipan di atas telah menunjukkan bahwa ibarat-ibarat atau perumpamaan apapun dapat
digunakan dalam mengekspresikan diri pada saat itu.
“... tak jelas antara senyum manis di bibir keduanya atau hangatnya cahaya
matahari yang telah membuat suasana dingin di keduanya itu mencair.” (Intan,
2017:95).
Kutipan di bawah ini menunjukkan bahwa tekad dan keberanian seseorang dapat
menghasilkan perubahan pada orang yang akan diincar atau incaran dari orang lain. Contoh
perubahan itu berupa perbedaan prinsip sebelum dan sesudah mengenal seseorang. Berikut
kutipannya:
“... di lubuk hati Puan, dia juga merasakan hal sama. Senang hatinya. Namun
disembunyikannya di mana. Baginya, Nathan lelaki aneh yang begitu berani
mendekatinya... dan anehnya Puan yang biasanya dingin pada lelaki menjadi cair
karena perlakuan hangat Nathan,... barangkali mereka saling tertarik, saling suka,
atau bahkan jatuh cinta,...” (Intan, 2017:96).
Dari beberapa kutipan di atas, menunjukkan bahwa sangat terlihat jelas kebutuhan akan
cinta diantara mereka. Puan dan Nathan pun saling menyembunyikan perasaan yang sebenarnya,
agar tidak terlihat satu sama lain. Tetapi, hanya berselang beberapa menit perasaan yang mulai
muncul harus disirnakan. Puan mengetahui bahwa Nathan berbeda keyakinan dengannya.
Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut:
143 | Halaman
“...’Barangkali kita bisa bicara lagi lain waktu, ini saatnya pulang. Aku harus ke
gereja.’ Kata Nathan dengan seulas senyum damai.” (Intan, 2017:97).
Percikan cinta yang mulai indah seketika menjadi kegelisahan. Puan tak ingin jatuh cinta
pada lelaki yang berbeda keyakinan dengannya. Hal yang kecil ini menjadi kegelisahan hati dan
pikiran Puan.
Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs)
Menurut Maslow (dalam Samallo, 2012) setiap individu mempunyai dua kategori
kebutuhan akan penghargaan, yaitu penghargaan diri dari orang lain dan harga diri. Hal ini
berkaitan dengan individu yang mendapatkan penghargaan diri dari orang lain lebih percaya diri
akan kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, individu yang harga dirinya turun maka
kepercayaan dirinya juga turun, karena orang tersebut akan merasa tidak berdaya dan memiliki
perasaan rendah diri.
Anak yang telah berada dalam lingkup keluarga yang berpendidikan atau dipandang atau
dihargai dimasyarakat, menjadi suatu tantangan untuk menjaga nama baik keluarga. Hal itu
dirasakan tokoh utama yang diceritakan dalam novel. Seperti kutipan di bawah ini:
”... Puan yang ikut mengamati mereka menunduk sesaat setelah mengetahui
mereka menatap genit ke arahnya. Namun mimik wajah yang tampak jutek itu
nyatanya tidak membuat mereka berhenti memandang Puan sedetikpun. Mereka
justru tersenyum melihat Puan sambil mendiskusikan sesuatu yang tampak
menarik. Mata mereka itu seperti melihat sesuatu yang memikat...” (Intan,
2017:28).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Puan adalah wanita yang menjaga pandangannya,
yakni untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkannya. Dengan hal itu juga, dia dapat menjaga
nama baik keluarganya yang terkenal dermawan karena Ayah Puan juga merupakan guru di
daerahnya.
Puan adalah seorang guru bahasa inggris di daerahnya. Ia senantiasa mengajari murid-
muridnya dengan berbagai metode pembelajaran. Menurut murid-muridnya, Puan tak hanya guru
yang baik, tetapi juga orang yang mengerti murid-muridnya. Berikut kutipan:
144 | Halaman
“.... bukan karena wajah sang guru enak dilihat dan baik hati. Bukan. Namun
karena ia mengajar dengan hati. Mereka bisa merasakan bahwa Puan tak hanya
mengajar, tapi menyentuh hati mereka dengan kata-kata...” (Intan, 2017:44).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Puan tak hanya seorang guru yang baik, melainkan
Puan dapat menyentuh hati para muridnya pada saat mengajar. Hal ini dapat menjadi sebuah
penghargaan bagi tokoh utama Puan dalam novel 33 Senja di Halmahera.
Tokoh utama Puan, memiliki panutan yang akan diikutinya. Orang yang akan ia tiru
untuk menjadi guru yang dapat menjadi teladan bagi siwa-siswinya.
“... sebelum menjadi kepala sekolah SMP Negeri seperti sekarang, Papa Puan
memang sudah terlihat berbeda dari guru kebanyakan. Dia selalu berangkat paling
awal dan pulang paling akhir. Tak seperti yang lain, tak pernah beliau izin hanya
karena masuk angin...” (Intan, 2017:45-46)
Aktualisasi Diri (Self Actualizaiton)
Menurut Globe (1994:77) mengatakan bahwa pemaparan tentang kebutuhan psikologis
untuk menumbuhkan, mengembangkan dan menggunakan kemampuan, disebut aktualisasi diri.
Kebutuhan ini sebagai hasrat untuk menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa
saja menurut kemampuannya. Jadi dalam mengaktualisasikan diri, diperlukan keyakinan akan
bakat-bakat yang dimiliki serta mengeluarkan bakat yang sangat dikuasai. Hal ini sejalan dengan
bagian yang diceritakan dalam novel 33 Senja di Halmahera, berikut kutipannya:
“... Puan menjadi guru yang menyenangkan dan menjadi panutan. Jadi idola
murid-muridnya meski Puan sebetulnya hanya ditugaskan mengajar semua mata
pelajaran kelas lima dan enam, tapi semua murid mengenalnya...” (Intan,
2017:47).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh utama Puan memiliki potensi dalam diri
yang tidak dimiliki oleh orang lain. Hal ini yang menyebabkan Puan berbeda dengan wanita
lainnya. Selain disenangi para siswanya, Puan juga terampil dalam menulis cerita dongeng.
“... menulis cerita dongeng adalah kegemaran Puan. Dia menulis dengan dua
bahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Dia pun menulis dongeng legenda
Danau Tolire di Ternate. Cerita menarik itu sudah disulapnya menjadi cerita
berbahasa Inggris...” (Intan, 2017:58).
145 | Halaman
Puan memiliki kemampuan menulis cerita dongeng, mulai dari dongeng dunia hingga
cerita legenda-legenda yang ada di Indonesia. Salah satu cerita dongeng Puan yakni diangkat dari
legenda yang ada di daerahnya, yaitu Danau Tolire yang diyakini masyarakat sekitar sebagai
danau kutukan. Seorang lelaki yang menyetubuhi anak gadisnya sendiri, kemudian semua orang
di desa itu menjelma menjadi buaya putih, sedangkan sang ayah menjelma sebuah danau yang
begitu besar, dan sang anak menjelma menjadi danau kecil di bawahnya Danau Tolire. Cerita
tersebut ditulis Puan dengan menggunakan Bahasa Inggris, kemampuan akademik yang ia miliki.
Peran Guru dalam Membangun Aktualisasi Diri Pada Siswa
Lembaga pendidikan dan guru saat ini dihadapkan pada tuntutan yang semakin berat,
terutama untuk mempersiapkan siswa agar dapat menghadapi dinamika perubahan yang
berkembang dengan pesat. Perubahan yang terjadi bukan hanya dibidang pengetahuan dan
teknologi saja, tetapi juga berkaitan dengan pergeseran aspek nilai dan moral dalam kehidupan
bermasyarakat.
Di zaman yang sangat modern ini, sebagian besar siswa belum mengaktualisasikan
dirinya terhadap kemampuan yang ia miliki. Hal ini dikarenakan sedikitnya perhatian yang
diberikan pada siswa, sehingga hingga saat ini mereka belum memiliki kemampuan yang paten.
Dalam dunia pendidikan, guru berperan untuk membantu para siswa mengaktualisasikan
diri terhadap kemampuan-kemampuan yang siswa miliki. Setiap insan memiliki kemampuan
yang berbeda-beda pula, ada siswa yang mampu dalam bidang akademik, dalam bidang non-
akademik, atau bahkan siswa memiliki kemampuan antar dua aspek tersebut. Aktualisasi diri
penting bagi siswa, karena dengan hal itu para siswa mampu menunjukkan kemampuan yang ada
dalam diri mereka dan mengembangkannya secara lebih luas. Hal itu dibutuhkan untuk
meningkatkan kemampuan diri para siswa.
Langkah yang dapat diambil guru untuk membangun aktualisasi diri pada siswa, yakni:
1) mencari tahu hal apa yang disenangi atau disukai siswa, yang dapat menjadi suatu prestasi; 2)
jika satu orang memiliki banyak hal yang disenangi, pilih salah satu yang paling menonjol; 3)
beri arahan pada potensi yang dimiliki siswa, agar bakat yang mereka miliki lebih tajam lagi; 4)
jika bakat yang dimiliki telah baik, guru juga memiliki peran untuk menyalurkan bakat siswa.
146 | Halaman
Dengan cara memberikan siswa kesempatan tampil saat ada kegiatan sekolah atau mewakili
sekolah dalam berbagai kegiatan.
SIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan topik di atas, dapat ditarik simpulan bahwa dalam karya
sastra, pengarang menyampaikan suka duka kejadian yang ada di masyarakat. Hal yang sangat
menarik dari karya sastra yakni fiksi adalah cara terbaik untuk mengungkapkan fakta.
Usaha Puan untuk memenuhi kebutuhan hierarki diantaranya yakni: 1. Kebutuhan
fisiologis yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat yang kental akan adat istiadatnya; 2.
Kebutuhan akan keamanan yang mencakup trauma, ketakutan, dan keamanan fisik Puan dengan
memberanikan diri untuk mengenali laut yang telah membuatnya merasa takut; 3. Kebutuhan
akan cinta dapat dirasakan Puan yakni pemberian cinta yang tulus dari Nathan sehingga
membuatnya merasa nyaman dan mengubah hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya; 4.
Kebutuhan Akan Penghargaan dan harga diri yang ada dalam diri tokoh Puan yakni mendapat
penghargaan dari para siswanya dengan menyimak setiap penjelasan yang diberikannya; 5.
Aktualisasi diri yang didapatkannya dengan kemampuan-kemampuan akademiknya, yakni jitu
mengajar serta menjadi idola para siswanya di sekolah dan memiliki kemampuan menulis cerita
dongeng dari legenda yang ada di Indonesia dengan menggunakan Bahasa Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
Goble, Frank G. 1994. Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diterjemahkan
ke dalam Bahasa Indonesia oleh Drs. A. Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius.
Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco.
Masbur. 2015. Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Perspektif Abraham Maslow. Jurnal Ilmiah
Edukasi. Volume 1 No. 1. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan: UIN Ar-Raniry Darussalam
Banda Aceh.
Minderop, Albertine. 2016. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Nugiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Samallo, Dirck Julian Abraham. 2012. Motif Pelaku Kejahatan Dalam “Moeru” Bagian Dari
Karya Higashino Keigo Yang Berjudul “Tantei Galileo”. Jurnal Ilmiah. Fakultas Ilmu
Budaya: Universitas Padjadjaran.
Sumardjo, Jakop dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.