Akhmad Guntar - 2509 205 002 - Literatur Review
-
Upload
akhmad-guntar -
Category
Documents
-
view
197 -
download
3
description
Transcript of Akhmad Guntar - 2509 205 002 - Literatur Review
r Isi
Table of Contents
DAFTAR TABEL......................................................................................................................................................... 1
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................................................... 1
1. PENDAHULUAN.................................................................................................................................................. 2
1.1. PROCESS IMPROVEMENT DAN MATURITY MODEL DALAM KONDISI DUNIA INDUSTRI SAAT INI............................................2
1.2. PARAMETER TOPIK DAN DASAR PEMILIHAN LITERATUR...............................................................................................2
2. MATURITY MODEL UNTUK PENGOPTIMALAN PROSES PRODUKSI........................................................................3
2.1. METODE CONTINUOUS IMPROVEMENT YANG TELAH ADA...........................................................................................3
2.2. USAHA KECIL MENENGAH DI INDONESIA..................................................................................................................3
2.3. CAPABILITY MATURITY MODEL..............................................................................................................................4
2.4. INDUSTRIAL PROCESS MATURITY MODEL.................................................................................................................4
2.4.1. Studi dan temuan terkait, termasuk kesamaan dan perbedaan yang ada................................................4
2.4.2. Evaluasi dan Pengkritisan..........................................................................................................................5
3. KESIMPULAN DAN CATATAN............................................................................................................................... 7
4. Referensi......................................................................................................................................................................8
Daftar Tabel
Tabel 1. Perbandingan Maturity Model yang Berkembang.................................................................7
Daftar Gambar
Gambar 1. Keilmuan yang Terkait dengan Pengambangan Maturity Model untuk Proses Produksi.5
1
LITERATURE REVIEW
Akhmad Guntar- NRP 2509 205 002
“Perancangan Maturity Model untuk Pengoptimalan Proses Produksi Usaha Kecil Menengah”
1. Pendahuluan
1.1. Process Improvement dan Maturity Model dalam Kondisi Dunia Industri Saat Ini
Hingga saat ini lingkungan produksi dan manufaktur banyak mengandalkan metode
pengembangan proses berbasis kuantitatif dan kualitatif seperti Total Quality Management
(TQM) (Harrington, 1991), Business Process Re-engineering (BPR) (Muthu et al., 1999), dan
Six-Sigma (Eckes, 2001). Tantangan yang kemudian dihadapi adalah dalam hal menyikapi
proses yang sebenarnya tidak perlu dipertahankan untuk tetap ada (Persse, 2006).
Meskipun beragam metode TQM telah memberikan sumbangsih yang begitu berharga bagi
peningkatan proses produksi, namun sebagaimana yang disampaikan oleh Doss (2006a);
framework tambahan ternyata masihlah dibutuhkan untuk difungsikan sebagai perangkat
manajerial demi membangun fondasi kesuksesan evolusi dan kematangan manajemen proses di
perusahaan.
1.1. Parameter Topik dan Dasar Pemilihan Literatur
Maturity model merupakan konsep banyak diadopsi dalam konteks yang berbeda, semisal di
ranah sumber daya manusia (Curtis, B., W. Hefley & S. Miller, 2009), industri konstruksi
(Sarshar et al., 1000), dan marketing (Hutchinson & Finnemore, 1999). Dalam studi ini penulis
membatasi topik pada penggunaan maturity model untuk mengoptimalkan proses produksi
khususnya bagi Usaha Kecil Menengah (UKM).
Penulis memilih literatur yang terkait dengan Capability Maturity Model (CMM) dan
literatur yang terkait langsung dengan perancangan maturity model dalam konteks
pengoptimalan proses produksi.
2
2. Maturity model untuk Pengoptimalan Proses Produksi
2.1. Metode Continuous Improvement yang Telah Ada
Kerja yang dilakukan oleh Doss (2006b) menunjukkan bahwa meskipun paradigma
semacam TQM, BPR, BPI, BPM, Six-Sigma, Re-engineering dan sebagainya didasarkan atas
filosofi kualitatif dan metrik kuantitatif yang mengembangkan aktivitas proses organisasi,
namun tak ada satu pun dari semua itu yang mempertimbangkan konsep process maturity
sebagai basisnya. Hal senada juga disampaikan oleh Saco (2008) dan Davis (1999).
Kondisi ini menjadi dasar bagi perumusan maturity model dalam konteks proses produksi
industri. Susan (2008) menyatakan bahwa bahkan di organisasi paling kacau sekalipun,
rangkaian kematangan tetaplah ada. Oleh karenanya, maturity model bukan hanya menjadi
konsumsi dari perusahaan besar namun juga perusahaan sekelas UKM.
2.2. Usaha Kecil Menengah di Indonesia
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) 2008 lebih
dari 99% unit usaha di Indonesia bersifat UMKM, sedangkan kontribusi sektor usaha ini hanya
berkisar 20% (Pitoyo, 2010). Hal ini tentunya menjadi perhatian pemerintah untuk
memberdayakan UKM yang jika dimaksimalkan bisa menjadi lokomotif perekonomian
Indonesia disamping para pengusaha besar. Banyak kendala yang dihadapi oleh UKM
Indonesia, semisal saja kurang kompetennya sumber daya manusia, kelemahan dari segi
manajemen perusahaan dan kurang optimal proses bisnis yang dijalankannya. Untuk faktor
yang terakhir, hal ini ditekankan oleh Adiningsih (2009) yang menyatakan bahwa kurangnya
pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control adalah apa yang menjadi salah satu
masalah terbesar bagi UKM di Indonesia. Ini semua akhirnya akan kembali pada bahasan
tentang proses dan pengoptimalannya.
Dalam kondisi semacam ini, maka tidak hanya UKM perlu menerapkan Business Process
Re-engineering (BPR), namun juga menerapkan maturity model untuk dapat mengukur
bagaimana performa prosesnya serta untuk mengetahui wilayah-wilayah mana dari aktivitas
dan prosesnya yang bisa dioptimalkan.
3
2.3. Capability Maturity Model
Capability Maturity Model (CMM) adalah pendekatan pengembangan proses yang
menyediakan elemen esensial organisasi bagi proses efektif hingga pada akhirnya bisa
meningkatkan performa organisasi tersebut (Carnegie Mellon, 2010).
Sehingga kemudian bisa dikatakan bahwa CMM menjadi daya ungkit evolusioner yang
memfasilitasi pencapaian proses yang matang, bebas halangan (Doss, 2006c; Chrissis, 2003)
dan mengarahkan fokus pada proses yang memang betul-betul penting (Kan, 1995).
Bamberger (1997) yang merupakan penggagas dari CMM menekankan bahwa CMM
dimaksudkan untuk membentuk visibilitas dan stabilitas dasar baik bagi pengembang, manajer,
penguji, pihak marketing, dan untuk semuanya. Dengan membuatnya menjadi tampak, maka
setiap orang menjadi terlibat, secara langsung maupun tidak, hingga peluang untuk berhasil
menjadi lebih besar dan setiap orang akhirnya bisa menghabiskan waktu mereka untuk
melakukan aktivitas yang benar-benar bernilai.
2.4. Industrial Process Maturity Model
2.1.1. Studi dan temuan terkait, termasuk kesamaan dan perbedaan yang ada
Pada umumnya, penelitian terkait perumusan maturity model dalam konteks proses
produksi dilakukan guna menjawab pertanyaan berikut:
1) Apakah CMM dari industri perangkat lunak bisa diterapkan di industri tak terkait
sebagai suatu framework process maturity?
2) Apakah paradigma pengembangan proses selama ini memang belum menjawab
pokok ulasan process maturity?
3) Benarkah lingkungan proses industri saat ini tidak bersesuaian dengan prinsip dasar
dari CMM?
4) Bagaimanakah bentuk maturity model untuk mengoptimalkan proses produksi
industri?
Awalnya, adalah Doss (2006d) yang mengusulkan adanya framework maturity
model dalam konteks proses produksi. Penelitian pada topik yang serupa dilanjutkan oleh
Susan (2008). Gambar 1 menyampaikan tentang beragam keilmuan yang terkait dalam
pengembangan maturity model dalam konteks dunia industri.
4
Gambar 1. Keilmuan yang Terkait dengan Pengembangan Maturity Model untuk Proses Produksi
2.4.1. Evaluasi dan Pengkritisan
Doss (2006e) menyatakan bahwa dalam lingkungan perusahaan, IPMM bisa
digunakan untuk melengkapi inisiatif pengembangan proses yang telah ada. Namun
mengingat karakteristik dinamis dari lingkungan perusahaan, tidak ada suatu resep generik
bagi pengimplementasian, solusi dan juga rekomendasi bagi aplikasi praktis darinya.
Lingkungan aplikasi untuk studi ini terdiri dari perusahaan-perusahan besar yang
tergolong dalam daftar Forbes 500 (Doss et al., 2006e). Oleh karenanya, pengaplikasian
maturity model pada perusahaan dengan kompleksitas infrastruktur lebih rendah seperti
UKM masih menjadi peluang penelitian yang terbuka lebar. Bagaimanapun, maturity model
memang harus terlebih dahulu diinterpretasi, disesuaikan, dan diaplikasikan berdasarkan
keunikan kultur dan konteks dari setiap organisasi (Bamberger, 1997), termasuk dalam hal
ini UKM. Terkait hal ini, tampaknya hanya maturity model yang diajukan Susan et al.
(2008) saja yang mampu mengajukan model yang mempertimbangkan delapan kategori
disiplin yang pada masing-masingnya proses dan aktivitas yang berjalan akan dievaluasi.
Dalam maksud untuk menerapkan maturity model bagi UKM, maka model Susan et
al. (2008) ini dirasa paling sesuai, karena dia tidak sekedar menyediakan maturity model
bagi suatu proses secara utuh, melainkan per bagian.
5
Menilik lebih jauh, maturity model memang dikenal sebagai filosofis yang kurang
komprehensif, sebagaimana diakui sendiri oleh penggagasnya (Bamberger, 1997). Namun
ketika sebuah maturity model juga memperhatikan kualitas proses dan aktivitas semisal pada
disiplin manajemen penganggaran dan analisa finansial (Susan et al., 2008), maka UKM
akan terhindar dari jebakan performa proses yang kurang komprehensif. Artinya, bisa jadi
proses penciptaan produk atau layanan sebuah UKM berada dalam level maturity yang
tinggi, namun masih memiliki kondisi ad hoc untuk penganggaran dan finansialnya.
Bagaimanapun, itu tentu akan berdampak kurang baik bagi kelangsungan UKM itu sendiri.
Terkait hal ini, secara tegas Susan et al. (2008) menyatakan bahwa maturity pada satu
disiplin tidak lantas menjamin efektivitas dari organisasi. Oleh karenanya sangat penting
kiranya untuk melakukan penaksiran terhadap keseluruhan spektrum disiplin yang ada.
Prosci (2004) mengajukan konsep maturity model yang didasarkan pada konsep
manajemen proyek dan manajemen perubahan. Hal ini menarik mengingat maturity model
harusnya didasarkan pada motif untuk mengantisipasi perubahan. Namun landasan semacam
ini tidaklah dimiliki baik oleh Susan et al. (2008) maupun Doss (2006f). Maka model ini
bisa digunakan sebagai acuan untuk merancang maturity model proses produksi khususnya
untuk UKM dengan memperhatikan adanya penyikapan terhadap perubahan yang terjadi.
Model Susan et al. (2008) juga memiliki keunggulan dibandingkan dengan
framework IPMM (Doss, 2006g) dalam hal penegasan yang diberikannya bahwa bahwa
level 5 tidak lantas merupakan target yang wajib dikejar oleh suatu organisasi dengan
mempertimbangkan kondisi unik yang melingkupinya. Ini mengingat sebagaimana layaknya
pengimplementasian maturity model dalam ranah pengambangan perangkat lunak, biasanya
terdapat kemungkinan terjadinya fenomena diminishing returns atas investasi yang
dilakukan tatkala melampaui level tertentu (Susan et al., 2008).
Dalam penjabaran key performance area, bisa dibilang model milik Prosci et al.
(2004) sejajar dengan model Susan et al. (2008): keduanya menyajikan karakteristik yang
begitu jelas dan cukup tangible. Namun Prosci et al. (2004) mengajukan di setiap levelnya
langkah-langkah tangible untuk naik ke level berikutnya, yang mana hal semacm ini tidak
ditemui pada maturity model Susan et al. (2008) maupun Doss (2006g).
Tabel 1 mengungkap perbandingan antara beberapa maturity model yang telah
berkembang.
6
Tabel 1. Perbandingan Maturity Model yang Berkembang
Aspek Perbandingan Prosci (2004) Doss (2006f) Susan (2008)
Key Performance Area Terdefinisi. Terdefinisi, namun
belum matang (tidak
konkrit/tangible).
Terdefinisi.
Metode Perumusan Riset literatur. Survei. Riset literatur dan
pengalaman praktis
lapangan.
Basis Pemikiran Mengantisipasi
perubahan.
Evaluasi terhadap
filosofi pengembangan
proses seperti TQM.
Kebutuhan dunia
industri.
Pertimbangan Khusus Seluruh level harus
terlampaui,
menyediakan cara-cara
untuk mendaki level.
Seluruh level harus
terlampaui.
Seluruh level tidak
harus terlampaui.
Secara formal,
kebanyakan cukup
sampai di level 3 saja.
3. Kesimpulan dan Catatan
Berikut adalah apa-apa yang bisa disimpulkan dan dicatat dari pembahasan tentang Maturity
model untuk pengoptimalan proses produksi dari usaha kecil menengah.
1. CMM adalah model yang merekomendasikan pengembangan proses berkelanjutan yang
secara khusus berada dalam konteks pengembangan perangkat lunak. Model ini telah cukup
matang dan telah diimplementasikan secara luas di beragam perusahaan.
2. Telah banyak metode yang membidik pokok ulasan di wilayah lingkungan produksi dan
operasi, namun mereka semua tidak secara langsung menyentuh pokok ulasan terkait
pengembangan proses dari perspektif maturity dan yang bersifat evolutif.
3. Model derivatif berbasis CMM bisa dibuat (semisal saja IPMM) melalui pengembangan
persyaratan key performance area sesuai konteks ranah yang dituju. Keberadaan dari
People-CMM dan Project Management Maturity Model mendukung argumen ini.
4. Mengingat model semacam IPMM lahir dari CMM, maka perlu dilakukan penyesuaian baik
dalam hal KPA maupun perihal lain yang menjadi keunikan dari ranah yang dituju.
7
4. Referensi
Adiningsih, S., 2009. Regulasi dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia.
Jakarta.
Bamberger, J., 1997. Essence of the Capability Maturity Mode. Software Realitie, IEEE Computer
Society, p.112.
Carnegie Mellon, 2010. CMMI Overview. [Online] Available at: HYPERLINK
"http://www.sei.cmu.edu/cmmi/index.cfm" http://www.sei.cmu.edu/cmmi/index.cfm [Accessed 4
April 2010].
Chrissis, M.B., Konrad, M. & Shrum, S., 2003. CMMI®: Guidelines for Process Integration and
Product Improvement. Boston: Addison Wesley.
Curtis, B., W. Hefley & S. Miller, 2009. People Capability Maturity Model version 2.0, Second
Edition. New York: Software Engineering Process Management.
Davis, M..N.A.&.R.C., 1999. Fundamentals of operations management (Third Edition). New York:
Irwin-McGraw Hill Publishing.
Doss, D.A.&.K.R.H., 2006d. A Review Of Existing Capability Maturity Model [CMM] Derivative
Frameworks. In Allied Academies International Conference. New Orleans, 2006. Academy of
Educational Leadership.
Doss, D.A.&.K.R.H., 2006c. A Review Of Six-Sigma, International Organization For
Standardization [ISO], And The Capability Maturity Model [CMM]. In Allied Academies
International Conference. New Orleans, 2006. Academy of Educational Leadership.
Doss, D.A.&.K.R.H., 2006a. A Review Of Two Improvement Initiatives: Business Process
Improvement [BPI] And Business Process Reengineering [BPR]. In Allied Academies International
Conference. New Orleans, 2006. Academy of Educational Leadership.
Doss, D.A.&.K.R.H., 2006b. A Study Of The Benefits Of Adapting Software Process Improvement
Frameworks And Architectures In Traditional Settings. In Allied Academies International
Conference. New Orleans, 2006. Academy of Educational Leadership.
Doss, D.A.&.K.R.H., 2006f. Adapting The Capability Maturity Model [CMM] To Unrelated
Industries As A Process Maturity Framework. In Allied Academies International Conference. New
Orleans, 2006. Academy of Educational Leadership.
8
Doss, D.A.&.K.R.H., 2006. Exploring Total Quality Management [TQM] And Derivative
Frameworks Of The Capability Maturity Model [CMM]. In Allied Academies International
Conference. New Orleans, 2006. Academy of Educational Leadership.
Doss, D.A.&.K.R.H., 2006e. The Capability Maturity Model (CMM) Architecture And Framework
Within Traditional Industrial Environments: An Overview. In Allied Academies International
Conference. New Orleans, 2006. Academy of Educational Leadership.
Doss, D.A.&.K.R.H., 2006. The Capability Maturity Model [CMM] Architecture And Framework
Within Traditional Industrial Environments: An Overview. In Allied Academies International
Conference. New Orleans, 2006. Academy of Educational Leadership.
Doss, D.A.&.K.R.H., 2006g. The Software Capability Maturity Model Architecture And Potential
Applications To Process Improvements: Preliminary Study. In Allied Academies International
Conference. New Orleans, 2006. Academy of Educational Leadership.
Eckes, G., 2001. The six-sigma revolution: How General Electric and others turned processes into
profits. New York: John Wiley and Sons Publishing.
Harrington, H., 1991. Business process improvement: The breakthrough strategy for total quality,
productivity, and competitiveness. New York: McGraw-Hill Publishing.
Hutchinson, A. & Finnemore, M., 1999. Standardized process improvement for construction
enterprises. Total Quality Management, p.S576.
Kan, S., 1995. Metrics and models in software quality engineering. New York: Addision-Wesley.
Muthu, S., Whitman, L. & Cheraghi, S.H., 1999. Business Process Reengineering: A Consolidated
Methodology. In The 4th Annual International Conference onIndustrial Engineering Theory,
Applications and Practice. San Antonio, 1999.
Persse, J.R., 2006. Process Improvement Essentials. Sebastopol: O'Reilly.
Pitoyo, M.G.M.&.A., 2010. Mampukah UKM bendung 'tsunami' produk China. [Online] Available
at http://web.bisnis.com/artikel/2id2809.html?PHPSESSID=9jog4todebvfmn1hjjhjekq9t2
[Accessed 5 April 2010].
Prosci, 2004. Prosci’s Change Management Maturity Model. Colorado: Prosci.
Saco, R.M., 2008. Maturity Models. Industrial Management, p.11.
9
Sarshar, M., Finnemore, M., R.haigh & J.goulding, 1000. SPICE: Is a Capability Maturity Model
Applicable In The Construction Industry? Durability of Building Materials and Components;
Institut for Research in Construction, pp.2836-43.
Susan, L.&.M.H., 2008. Maturity Model Overview: Application Organizations. Gartner.
10