adasda
-
Upload
abdulmazidzabir -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
description
Transcript of adasda
![Page 1: adasda](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082902/577c7f791a28abe054a4b838/html5/thumbnails/1.jpg)
FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkap nya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara dan tulang koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran pendengaran yang akan mengamflikasi
getaran melalui daya ungkit tulamg pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamflikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilinfa
pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner
yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai korteks
pendengaran (area 39 – 40) di lobus temporalis.
PENYEBAB GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI / ANAK
Penyebab gangguan gangguan pendengaran pada bayi dan anak deibedakan
berdasarkan terjadinya gangguan pendengaran yaitu pada masa pranatal, perinatal,
dan postnatal.
1. Masa Pranatal
a. Genetik herediter
b. Non genetik seperti gangguan atau kelainan pada masa kehamilan,
kelainan struktur anatomik dan kekurangan zat gizi (misalnya defisiensi
yodium).
Selama kehamilan, periode yang paling penting adalah trimester
pertama sehingga setiap gangguan atau kelainan yang terjadi pada masa
tersebut dapat menyebabkan ketulian pada bayi. Infeksi bakteri maupun virus
pada ibu hamil seperti toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, herpes dan
![Page 2: adasda](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082902/577c7f791a28abe054a4b838/html5/thumbnails/2.jpg)
sifilis (TORCHS) dapat berakibat buruk pada pendengaran bayi yang akan
dilahirkan.
Beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik berpotensi
mengganggu proses organogenesis dan merusak sel-sel rambut koklea seperti
salisilat, kina, neomisin, dihidrostreptomisin, gentamisin, barbiturat,
thalidomid dan lain-lain.
Selain itu malformasi struktur anatomi telinga seperti atresia liang
telinga dan aplasia koklea juga akan menyebabkan ketulian.
2. Masa Perinatal
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga
merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran / ketulian seperti
prematur, berat badan lahir rendah (< 2500 gram), hiperbilirubinemia,
asfiksia (lahir tidak menangis).
Umumnya ketulian yang dialami bayi terjadi akibat faktor prenatal
dan perinatal adalah tuli sensorineural bilateral dengan derajat ketulian berat
atau sangat berat.
3. Masa Postnatal
Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubella, campak, parotis,
infeksi otak (meningitis, ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma
temporal juga dapat menyebabkan tuli saraf dan tuli konduktif.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK
Pada prinsifnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini
mungkin. Walau derajat ketulian yang dialami seorang bayi atau anak bersifat
ringan nemun dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan
berbicara dan berbahasa. Dalam keadaan normal seorang bayi telah memiliki
kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan, berarti saat tersebut
merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.
![Page 3: adasda](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082902/577c7f791a28abe054a4b838/html5/thumbnails/3.jpg)
Dibandingkan dengan orang dewasa pemeriksaan pendengaran pada bayi dan
anak jauh lebih sulit dan memerlukan ketelitian dan kesabaran. Selain itu
pemeriksa harus memiliki pengetahuan tentang hubungan antara usia bayi atau
anak dengan taraf perkembangan motorik dan auditorik. Berdasarkan
pertimbangan tersebut adakalanya perlu dilakukan pemeriksaan ulangan atau
pemeriksaan tambahan untuk melakukan konfirmasi hasil pemeriksaan
sebelumnya.