ADAPTASI TANAMAN DALAM PENINGKATAN … filefaktor iklim, varietas yang ditanam, lingkungan dan...
Transcript of ADAPTASI TANAMAN DALAM PENINGKATAN … filefaktor iklim, varietas yang ditanam, lingkungan dan...
iv
ADAPTASI TANAMAN DALAM PENINGKATANPRODUKTIVITAS HIJAUAN PAKAN
Oleh:
ENY PUSPANI
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2014
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat karuniaNya makalah dengan judul Strategi Penanaman STS dalam
Usaha Meningkatkan Efisiensi Manfaat Lahan dapat diselesaikan pada
waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya saran dan kritik yang
bersifat menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat dijadikan salah satu sumber
informasi yang bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar; Nopember 2014
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................i
DAFTAR ISI ........ .............................................................................................ii
I. PENDAHULUAN ...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan .........................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan .......................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................3
2.1 Sistem Tiga Strata (STS) ..............................................................3
2.2 Persiapan Lahan dan bibit tanaman STS .....................................4
2..2.1 Pengolahan lahan ..............................................................4
2.2.2 Bibit untuk lahan kering .....................................................5
2.2.2.1 Rumput dan leguminosa (stratum 1) .....................5
2.2.2.2 Semak (stratum 2).................................................6
2.2.2.3. Pohon (sebagai stratum 3) .........................................7
2.2.3 Bibit Untuk Lahan Khusus ....................................................8
2.3 Cara Penanaman Hijauan Pakan Ternak pada STS ....................9
2.3.1. Rumput dan leguminosa (stratum 1) ...................................9
2.3.2 Semak (stratum 2) ..............................................................10
2.3.3. Pohon .................................................................................11
2.4 Penyulaman Tanaman STS .........................................................11
2.5 Integrasi Tanaman dengan STS ...................................................12
III. METODE PENULISAN ...............................................................................13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................14
4.1 Strategi Penanaman STS dalam Usaha Meningkatkan
Efisiensi Manfaat Lahan ..............................................................14
2
4.1.1. Rumput dan leguminosa (stratum 1)...................................14
4.1.2 Semak (stratum 2) .............................................................15
4.1.3 Pohon (stratum 3) ..............................................................15
4.1.4 Bagian inti ..........................................................................16
V. PENUTUP ..... .............................................................................................17
5.1 Kesimpulan ..................................................................................17
5.2 Saran ...........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................18
3
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan merupakan asset yang paling utama bagi petani karena lahan
yang dikelola dengan baik akan menjadi sumber penghasilan. Lahan adalah
tempat tumbuhnya tanaman, dimana produktivitasnya sangat dipengaruhi oleh
faktor iklim, varietas yang ditanam, lingkungan dan kondisi lahan. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan kreativitas yang tinggi bagi petani
untuk mengintensifkan usahataninya.
Dari 55.854.361 ha lahan di Indonesia 90,79% adalah lahan untuk
pertanian dan hanya 9,21% untuk lahan pekarangan. Dari 50.711. 665 ha lahan
pertanian, 82,28% adalah pertanian lahan kering dan hanya 17,72% merupakan
pertanian lahan basah. Dilihat dari penguasaan lahan 96,6% lahan pertanian di
Indonesia merupakan pertanian rakyat, hanya 3,4 % merupakan pertanian
komersial. Sehingga dapat dikatakan pertanian di Indonesia adalah pertanian
lahan sempit karena luas lahannya rata-rata 0,5 ha dengan kisaran 0,25–7,5 ha,
(Nitis, 2007).
Pada pertanian lahan sempit, hampir semua lahan dipakai untuk
tanaman pangan dan perkebunan, Tidak ada lahan khusus yang disediakan
untuk menanam semak dan pohon. Pakan ternak tumbuh pada galangan, lahan
tidur, pinggir jalan, lapangan dan lahan yang tidak dipakai untuk tanaman
kebutuhan manusia. Sedangkan masalah utama yang dihadapi oleh petani di
lahan kering adalah tidak tersedianya secara khusus pakan hijauan untuk
kebutuhan ternak sepanjang tahun.
Apabila ditinjau dari sub sektor peternakan, kedua permasalahan ini
akan berdampak langsung pada peningkatan produktivitas ternak dalam
kaitannya dengan penyediaan pakan karena sebagian besar pakan ternak
4
khususnya ternak ruminansia terdiri dari hijauan. Untuk itu kontinyuitasnya
harus terjaga sepanjang tahun. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan suatu
sistem penanaman hijauan pakan ternak sehingga dapat tersedia sepanjang
tahun.
Sistem tiga strata atau STS adalah suatu tata cara penanaman dan
pemangkasan, legume, semak dan pohon, sehingga hijauan pakan ternak
tersedia sepanjang tahun. Sistem ini dapat digunakan untuk mengatasi kendala
penyediaan hijauan pakan ternak karena pada waktu musim hujan sebagian
besar (> 60%) hijauan pakan ternak terdiri dari rumput dan legume, pada
pertengahan musim kering sebagian besar pakan ternak terdiri dari semak-
semak (stratum 2), dan pada akhir musim kering, sebagian besar pakan ternak
terdiri dari daun pohon-pohonan (sebagai stratum 3). STS sangat potensial
untuk lahan yang mengalami musim kering yang panjang yaitu 7-9 bulan. Pada
lahan yang tidak mengalami musim kering yang panjang, STS dapat juga
diterapkan dengan memilih jenis tanaman unggul sehingga daya tampung lahan
dapat ditingkatkan.
STS merupakan sistem penanaman rumput /leguminosa, semak dan
pohon pada satu areal secara tercampur. Untuk mendapatkan hasil yang
maksimal diperlukan suatu strategi penanaman hijauan pakan ternak sehingga
efisiensi manfaat lahan dapat ditingkatkan
Paper ini akan membahas mengenai penerapan konsep STS dalam
menyusun strategi penanaman STS untuk meningkatkan efisiensi manfaat lahan
khususnya pada lahan kering.
5
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan paper ini adalah untuk menerapkan konsep STS
dan menyusun strategi penanaman hijauan pakan ternak sehingga efisiensi
manfaat lahan dapat ditingkatkan.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penyusunan paper ini adalah : mendapatkan suatu
strategi penanaman hijauan pakan ternak berdasarkan konsep STS, sehingga
efisiensi manfaat lahan dapat ditingkatkan.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Tiga Strata (STS)
STS adalah tata cara penanaman dan pemangkasan rumput,
leguminosa, semak, dan pohon, secara teratur, sehingga hijauan makanan
ternak tersedia sepanjang tahun. Dengan STS kekurangan hijauan pada musim
kering serta turunnya berat badan ternak ruminansia dapat ditanggulangi.
Caranya adalah dengan menanam dan memangkas rumput dan leguminosa
(sebagai stratum 1), semak (sebagai stratum 2), dan pohon (sebagai stratum 3)
sedemikian rupa sehingga tersedia pakan hijauan sepanjang tahun. Pada waktu
musim hujan, sebagian besar (70%) sumber pakan ternak adalah berasal dari
rumput dan leguminosa (sebagai stratum satu). Pada awal musim kering
sebagian besar (45%) hijauan makanan ternak berasal dari semak-semak
(sebagai stratum dua). Pada akhir musim kering, sebagian besar (45%) hijauan
makanan ternak berasal dari pohon-pohonan (stratum tiga) (Gambar 1) (Nitis,
2003).
Selanjutnya dijelaskan pula mengenai deskripsi STS, mulai dari lahan
yang dibutuhkan untuk satu unit STS, jenis dan jumlah tanaman yang ditanam
pada bagian inti, bagian selimut, dan bagian pinggir. Satu unit STS memerlukan
lahan seluas 2.500 m2, untuk inti 1.600 m2, bagian selimut 900 m2, dan bagian
pinggir mempunyai keliling 200 m. Bagian inti adalah lahan yang terletak di
tengah-tengah unit. Lahan ini tetap ditanami tanaman pangan. Tata cara
penanaman pada bagian inti ini, adalah seperti yang biasa dilakukan oleh petani.
Bagian selimut adalah lahan yang berada diantara bagian inti dan bagian pinggir
ditanami rumput serta leguminosa. Bagian pinggir adalah bagian paling luar
yang sekaligus menjadi batas keliling dari satu unit STS, ditanami pohon dengan
jarak tanam 5 m. Di antara dua pohon tersebut ditanami semak dengan jarak
7
tanam 10 cm. Setelah semua jenis pohon ditanam, sesuai dengan masing-
masing stratumnya, maka setiap 2.500 m2 STS, akan terdapat 1.600 m2 tanaman
pangan atau industri, 900 m2 rumput dan leguminosa, 2.000 semak, dan 42
pohon (Gambar 2)..
Sistem Tiga Strata dapat diterapkan pada pertanian lahan kering yang
curah hujannya kurang dari 1500 mm per tahun dengan 8 bulan musim kering
dan 4 bulan musim hujan, pada pertanian lahan kering yang topografinya datar
ataupun miring yang kurang produktif untuk pertanian pangan, pada lahan
perkebunan dan kehutanan yang mengintegrasikan ternak ruminansia (sapi,
kambing atau biri-biri) serta pada lahan tidur dan lahan kritis.
2.2 Persiapan Lahan dan bibit tanaman STS
2.2.1 Pengolahan lahan
Pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki struktur, drainase dan
distribusi kesuburan tanah serta membasmi gulma sehingga tanaman dapat
tumbuh secara optimal. Pengolahan lahan dilakukan pada akhir musim kering
dan dilakukan seperlunya saja, disesuaikan dengan kontur tanah dengan tujuan
mengurangi erosi. Misalnya kalau tanah miring ke timur, maka pengolahan
lahan dari arah selatan Pengolahan lahan juga tidak boleh terlalu intensif
karena bisa menyebabkan struktur tanah rusak dan berlumpur. Sebaliknya
pengolahan yang terlalu ringan menyebabkan cepatnya tumbuh gulma. Setelah
diolah tanah dibiarkan istirahat sehingga gulma tumbuh sampai musim hujan
datang. Pada awal musim hujan, tanah dibajak dan digaru kembali untuk
membunuh gulma yang tumbuh kembali sehingga lahan menjadi bersih dan siap
untuk ditanami.
Lahan yang digunakan dalam STS adalah lahan datar maupun lahan
miring seluas 25 are. Bentuk lahan tidak harus persegi empat. dan dapat
8
disesuaikan dengan batas-batas pemilikan lahan. Dapat digunakan lahan yang
sedang/masih ditanami, lahan tidur maupun lahan kritis.
2.2.2 Bibit untuk lahan kering
2.2.2.1 Rumput dan leguminosa (stratum 1)
Leguminosa memiliki nilai gizi yang tinggi sebagai sumber protein. Oleh
karena itu mutlak diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ternak yang optimal.
Disamping itu legume dapat menambah kesuburan tanah karena pada akarnya
terdapat bintil-bintil zat lemas (nodul akar) yang dapat memfiksasi N atmosfer..
Adapun rumput unggul yang dapat dipakai adalah sebagai berikut ::
1. Rumput buffel (Cenchrus ciliaris). Berasal dari Afrika Timur, produksinya
tinggi yaitu 6,5 – 8,4 ton MD/ha/tahun, tahan kekeringan, nilai gizi dan
mudah berkembang biak (Bryant dan Slater, (1974). Rumput Buffel
mempunyai 3 kultivar yaitu jenis tinggi, sedang dan rendah. Rumput ini
tumbuh pada curah hujan 350 – 890 mm/tahun dan tidak tahan terhadap
naungan atau tanah yang berdrainase jelek
2. Rumput Panikum (Panicum maximum). Dapat beradaptasi dengan baik
pada curah hujan 760 mm, tahan naungan, tahan kekeringan, responsive
terhadap pupuk dan dapat dicampur dengan baik dengan leguminosa
(Prosea, 1992). Rumput Panikum mempunyai 3 kultivar yaitu jenis tinggi,
sedang dan rendah. Produksinya 6,7 – 8,9 ton DM/tahun.
Kelemahannya adalah biji setelah dipanen mengalami dormasi selama
lebih kurang 18 bulan.
3. Rumput Urokloa (Urochloa mosambicensis). Rumput ini tahan
kekeringan, hidup baik 400 – 800 mm/tahun dan pertumbuhannya
membentuk rumpun (Prosesa, 1992). Hidup sangat baik pada tanah
yang subur dengan drainase yang baik
9
4. Rumput unggul lain. Contohnya : Setaria splendida, Chloris gayana,
Brachiaria decumbus
Jenis leguminosa yang dapat dipakai adalah :
1. Stylosanthes. Leguminosa ini mempunyai varietas yang sangat banyak,
ada yang berdaun lebar (S. guyanensis), batangnya keras dan berupa
semak-semak (S. scabra), berbatang lembut (S. guyanensis cv. Oxley
fine stem) dan berdaun kecil (S. humilis, S. hamata)(Bryant dan Slater,
1974). Produksinya sangat bervariasi
2. Centro (Centrocema pubescens). Leguminosa ini tumbuh baik pada
curah hujan 1270 mm, tahan terhadap naungan, berdaun relative lebar
dan sifat tumbuhnya membelit (Briant dan Slater, 1974). Awal
pertumbuhan lambat sehingga perlu pengolahan lahan yang baik sewaktu
menanamnya. Centro sering dijumpai sebagai tanaman penutup lahan di
kebun kelapa, kapok dan karet. Centro disenangi ternak, bernilai gizi
tinggi, tahan pengembalaan, tahan penyakit, tetapi produksinya relative
rendah
3. Siratro (Macroptilium atropurpureum). Tumbuh membelit, nilai gizi tinggi,
tahan kekeringan, disenangi ternak dan hidup dengan baik bila dicampur
dengan rumput. Tetapi sering diserang penyakit yang disebabkan oleh
cendawan yang hidup dalam tanah sehingga sulit dibasmi.
2.2.2.2 Semak (stratum 2)
Semak yang dapat dipakai adalah :
1. Gamal (Gliricidia sepium). Gamal dikembangkan dengan stek sehingga
dapat berkembang dengan cepat. Kurang disukai ternak karena
mempunyai bau yang khas yang disebabkan oleh alkaloid, teutama
pada daun muda. Kurang potensial sebagai sumber hijauan pada
10
musim kering karena daunnya rontok.. Dengan memangkas sebelum
daun rontok, efisiensi pemanfaatan gamal dapat ditingkatkan.
2. Lamtoro (Leucaena leucocephala). Merupakan sumber hijauan yang
potensial. Nilai gizinya tinggi, disenangi oleh ternak, beradaptasi pada
lahan kritis, produksinya tinggi dan mudah dikembangkan. Daun
lamtoro mengandung zat racun yang disebut mimosin yang apabila
dimakan ternak sebanyak 30% menyebabkan kerontokan bulu (Bryant
and Slater, 1974). Namun untuk daerah tropis mimosin tersebut tidak
berbahaya karena pada perut (rumen)) temak tropis terdapat bakteri
yang dapat menetralisasi mimosin tersebut (Hegarty et al., 1985).
3. Lamtoro merah (Acacia villosa). Akasia diharapkan dapat berfungsi
sebagai pengganti lamtoro sebab tanaman itu tidak diserang oleh kutu
loncat. Akasia dikembangbiakan dengan biji, tetapi awal pertumbuhan
sangat lambat, cepat berbunga dan berbuah
4. Turi (Sesbania grandiflora). Turi dikembangbiakan dengan biji. Daunnya
merupakan sumber hijauan yang baik, nilai gizinya tinggi, disenangi
oleh ternak dan dapat diberikan kepada ternak pada musim kering.
Produksi daunnya relatif rendah (Prosea, 1992).
2.2.2.3. Pohon (sebagai stratum 3)
Adapun pohon yang dapat dipakai adalah sebagai berikut :
1. Bunut (Ficus spoacelli.). Bunut tahan hidup pada lahan kering dan miring
karena mempunyai sistem perakaran yang dalam (Prosea, 1992).
Daun bunut disenangi oleh ternak, produksinya tinggi dan pohon ini
dikembangbiakan dengan stek. Pada musim kering daunnya tidak
rontok sehingga merupakan hijauan potensial pada musim kering.
Kelemahannya terletak pada pertumbuhannya yang lambat dan daunnya
11
yang mengeluarkan getah ('latex').
2. Santen (Lannea coromandilica). Kayu santen sangat tahan terhadap
kekeringan karena mempunyai kulit batang yang sangat tebal. Pohon ini
cukup baik sebagai sumber hijauan terutama pada musim kering.
Namun, pada musim kering daunnya rontok dengan produksi daun yang
relatif rendah.
3. Waru (Hibiscus tillleaceus). Adaptasi pohon ini sangat bervariasi yaitu
dari lahan basah sampai kering. Produksinya tinggi dengan nilai gizi yang
tinggi pula. Waru tahan terhadap tanah bergaram, tetapi kurang mampu
beradaptasi terhadap lahan miring dengan lapisan tanah yang dangkal.
2.2.3 Bibit Untuk Lahan Khusus
STS dapat diterapkan pada lingkungan yang beragam oleh karena itu
jenis hijauan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya..
Misalnya untuk lahan kering akan berbeda dengan yang untuk lahan basah
ataupun lahan perkebunan. Untuk lahan basah, dipilih jenis hijauan yang
produksinya tinggi antara lain : rumput gajah, rumput raja, (stratum I), kaliandra, turi,
lamtoro (sratum 2) dan albizia, dadap, waru (stratum 3). Pada lahan perkebunan
jenis hijauan yang, dipilih adalah yang tahan terhadap naungan antara lain :
,.Stenotaphrum spp. Panicum spp, Centro, Arachis spp (Stratum 1 ),. gamal,
akasia (Stratum 2), dadap, waru (stratum 3). Untuk lahan yang kondisinya belum
diketahui secara pasti, dapat dipilih jenis hijauan yang variasi hidupnya sangat
luas. Adapun jenis rumput yang variasi hidupnya luas antara lain B. humidicola,
P maximum dan P notatum . Jenis rumput brachiaria cocok dikembangkan ,pada
lahan asam, sedangkan pada lahan tergenang dan ternaung adalah rumput P
maximum dan P notatum. Di lain pihak C ciliaris cocok untuk lahan alkali (basa).
.
12
Seperti halnya rumput, leguminosa yang dapat hidup pada lingkungan
yang luas antara lain macroptilium (siratro). Leguminosa yang cukup tahan
terhadap tanah asam antara lain jenis A. pintoi, Desmodium, Macroptilium,
Pueraria dan S. Hamata. Namun sangat sedikit yang tahan terhadap air
tergenang. Siratro cukup baik dikembangkan pada lahan kering yang kurus dan
ternaung, sedangkan centro pada lahan lembab yang kurus dan ternaung dan
Arachis, menghendaki lahan yang relatif subur dan ternaung.
Jenis semak dan pepohonan mempunyai toleransi yang luas terhadap
lingkungan, khususnya pada lahan asam dan kering adalah G. sepium
(gamal), L. leucocephala (lamtoro) dan Sesbania grandi flora (turi). Jenis A,
lebbek C. colothyrsus (kaliandra) dan Desmanthus cukup berpotensi untuk
dikembangkan pada lahan asam asal tidak ternaung. Demikian pula A. lebbeck
dan sesbania tumbuh cukup baik pada lahan bergaram.
2.3 Cara Penanaman Hijauan Pakan Ternak pada STS
STS merupakan sistem penanaman rumput/leguminosa, semak dan
pohon pada satu areal secara tercampur. Pengembangan STS ditujukan pada
lahan non produktif, khususnya pada lahan miring yang sering mengalami erosi
bila dimanfaatkan untuk penanaman palawija. Apabila lahannya subur (produktif)
dan petani masih memerlukan hasil palawija maka bagian inti ditanami palawija
hanya pada pinggiran petak yang luasnya 25 are, sedangkan bagian dalam
petak ditanami dengan palawija. Apabila lahannya kurang subur (tidak dipakai
untuk penanaman tanaman pangan/ perkebunan) pohon dan semak ditanam
pada pinggiran petak sedangkan ditengah-tengah petak ditanami dengan rumput
unggul dan leguminosa. Pilihan lain, semak/pohon ditanam berlarik dan di antara
larikan tersebut ditanami rumput/leguminosa (Intensive Feed Garden). Bila
lahannya miring dan berteras, di bawah teras ditanam semak secara berlarik
13
mengikuti arah teras yang fungsinya sebagai penyangga teras. Jarak tanam
semak adalah I m dan di bawahnya dapat dikembangkan rumput.dan
leguminosa selebar 1 m mengikuti teras.
2.3.1. Rumput dan leguminosa (stratum 1)
Rumput dan leguminosa ditanam berkeliling pada pinggiran petak.
Lebar petak untuk rumput dan leguminosa adalah 5 m sehinggga di dalam petak
yang luasnya 25 are terdapat 9 are untuk rumput dan leguminosa.
Penanaman rumput dan leguminosa dapat sendiri-sendiri (monokultur) atau
dicampur. Kalau dicampur, sebaiknya rumput dicampur dengan leguminosa atau
rumput yang tumbuhnya tegak dicampur dengan leguminosa yang tumbuhnya
membelit sehingga rumput merupakan tumpuan bagi leguminosa. Contohnya
Stelo scabra dan sentrocema ditanam bersama-sama, sehingga stelo scabra
yang berbentuk perdu merupakan panjatan bagi centrocema yang menjalar.
Biji legume Stelo scabra dan Stelo verano harus digosok dengan kertas
amplas sampai bersih, agar dapat berkecambah lebih cepat. Kalau tidak digosok
dengan kertas amplas , berkecambahnya pada tahun pertama agak rendah. Biji
rumput buffel, urokloa dan panikum dan biji legume centrocema harus dicelup
pada air panas suam kuku selama 15 menit agar berkecambah lebih cepat.
Harus ditanam langsung sehabis dicelupkan pada air panas tersebut.
Cara penanaman rumput/ leguminosa adalah sebagai berikut. :
setelah tanah diolah dengan baik, dibuat larikan-larikan dengan garu sedalam 1-
2 cm dengan jarak larikan 10 cm. Arah larikan tegak lurus dengan kontour untuk
mencegah erosi. Setelah diberi perlakuan (antara lain skarifikasi dan inokulasi) biji
tersebut dicampur dengan pasir lalu disebarkan pada larikan untuk kemudian
ditimbuni kembali. Jumlah biji yang ditanam adalah 16 kg/ha atau 1,44 kg/petak.
Setelah ditanam pada larikan yang telah tersedia, biji selanjutnya ditimbuni dengan
tanah dengan menarik pelepah kelapa/cabang kayu berdaun menyilang larikan.
14
Penanaman dilakukan pada musim hujan yaitu menjelang penanaman palawija..
Penirnbunan dengan tanah dimaksudkan untuk mencegah hilangnya biji karena
diterbangkan oleh angin dan dilarikan oleh semut atau untuk menjaga
kelembaban biji.
2.3.2 Semak (stratum 2)
Gamal dan lamtoro ditanam sebagai pagar dari petak. Gamal yang
ditanam berupa stek dari cabang yang berumur kira-kira 1 tahun dengan panjang
1, 25 m, ditanam sedalam 15-25 cm pada jarak 10 cm. Penanaman berlarik
(sebagai pagar) dengan panjang larikan 5 m, sehingga dalam 1 petak
terdapat 20 larikan gamal atau sejumlah 1000 batang stek. Penanaman stek
gamal dilakukan pada permulaan musim hujan yaitu pada akhir bulan
November. Untuk mencegah agar stek gamal tidak rebah harus dijepit
dengan bambu pecah 4.
Biji lamtoro ditanam berlarik sepanjang 5 m. Biji lamtoro ditanam
sedalam 3-5 cm pada jarak 10 cm, sehingga jumlah larikan petak didapat 20
baris atau 1000 batang tanaman. Gamal dan lamtoro ditanam berselang-seling
pada pagar petak. Penanaman biji lamtoro dilakukan pada permulaan musim
hujan saat tanah tidak terlalu basah.
2.3.3. Pohon
Pohon ditanam berupa stek yang panjangnya 1,75-2 m.. Penanaman
dilakukan pada awal musim hujan, tetapi waru ditanam pada musim hujan.
Pohon ditanam sedalam 20 -30 cm pada jarak 5 m, sehingga pada setiap petak
terdapat 14 pohon bunut, 14 kayu santen dan 14 waru. Penanamannya
berselang-seling antara bunut, santen dan waru. Setelah stek dimasukkan,
lubang harus ditutup dengan tanah dan dipadatkan. Dalam pelaksanaannya
15
sering diadakan modifikasi mengingat kemampuan tumbuh dari jenis pohon
itu berbeda. Pada lahan miring ditanam bunut dan kayu santen, sedangkan
pada lahan datar waru. Penanamannya tidak perlu berselang-seling, tetapi
jumlah masing-masing pohon adalah tetap yaitu 14 pohon bunut, 14 kayu santen
dan 14 waru.
2.4 Penyulaman Tanaman STS
Cara penyulaman tanaman adalah sebagai berikut :
Penyulaman rumput, legume, semak dan pohon dilakukan 2 bulan
sesudah penanaman, yaitu pada musim hujan. Penyulaman rumput dan legume
dilakukan kalau 25% dari setiap petak atau larikan tidak ditumbuhi rumput atau
legume unggul. Pohon dan gamal yang disulam adalah stek yang tunasnya
belum tumbuh, kulit batang kering atau yang mati,
2.5 Integrasi Tanaman dengan STS
Apabila lahan bagian inti ditanami palawija pada permulaan musim
hujan (bulan Nopember) maka jenis palawija yang dapat ditanam disesuaikan
dengan kebiasaan setempat seperti jagung, kedelai, ketela pohon, kacang tanah,
kacang merah dan turi. Waktu panen disesuaikan dengan umur tanaman dan
kebiasaan masyarakat setempat. Turi sesudah berumur 6 bulan dapat dipanen
setiap hari untuk sayur. Tetapi untuk pakan ternak turi dipanen pada waktu
musim kering. Jerami palawija dapat dikeringkan dan disimpan untuk pakan
ternak. Apabila memanen ketela pohon, sebelum mencabutnya, maka daun
pada pucuk batang dipetik dan diberikan ke ternak. Batang disimpan untuk bibit
dan untuk pakan ternak pada waktu musim kemarau (musim kering yang lama).
Selain ditanami palawija, lahan inti juga dapat ditanami tanaman
perkebunan seperti buah-buahan (kelapa, mangga, jeruk, nangka) dan tanaman
16
industri (kopi, kapuk, panili, cengkeh, kapulaga). Apabila perkebunan sudah ada,
maka pagar diganti dengan stratum 2 dan stratum 3, Stratum 1 dibuat
disekeliling pinggir kebun dengan lebar 5 m dan ditanami dengan rumput dan
legume unggul tahan naungan seperti rumput Stenotaprum dan legume
Desmodium ovalifolium.
17
III. METODE PENULISAN
Berdasarkan tujuan dari penulisan makalah ini, maka diterapkan
beberapa metoda antara lain:
1. Penelahan terhadap pustaka yang ada, baik berupa hasil penelitian
maupun artikel yang dipublikasikan pada media elektronik (internet),
ataupun media cetak berupa buku, jurnal ilmiah, ataupun majalah.
2. Penginterpretasian dari materi kuliah dan praktikum mata kuliah
Sistem Tiga Strata yang diperoleh di Program S-3 Peternakan
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Strategi Penanaman STS dalam Usaha Meningkatkan Efisiensi Manfaat
Lahan
STS merupakan sistem penanaman rumput/leguminosa, semak dan
pohon pada satu areal secara tercampur. STS dapat diterapkan pada
lingkungan yang beragam, oleh karena itu jenis hijauan yang dipilih hendaknya
disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya.. Misalnya untuk lahan kering akan
berbeda dengan yang untuk lahan basah ataupun lahan perkebunan. Berikut
disampaikan strategi penanaman STS pada lahan kering dengan tujuan
meningkatkan efisiensi manfaat lahan.
4.1.1 . Rumput dan leguminosa (stratum 1)
Rumput unggul yang dapat dipakai adalah buffel, Panicum dan Urokloa,
sedangkan legumnya adalah Stelo verano dan Centrocema. Jenis rumput dan
legume unggul ini tahan terhadap kekeringan. Rumput dan legume ditanam
selang seling berkeliling pada pinggiran petak dan ditanam berlarik. Pada
bagian selimut ini dibuat petak-petak berukuran panjang 9 m dan lebar 5 m. Pada
petak-petak ini dibuat larikan berjarak 10 cm dengan kedalaman 1 cm untuk
ditanami biji rumput dan legume. Larikan dibuat tegak lurus dengan kemiringan
lahan sehingga biji tanaman tidak dihanyutkan air hujan.
Rumput Panicum ditanam dekat Centrocema karena Panicum yang
tumbuh tegak merupakan panjatan bagi centrocema yang menjalar. Panikum
dan centro dapat ditanam dekat pagar karena tahan terhadap naungan. Selain itu
centro dapat juga ditanam di pagar karena sifatnya yang tahan naungan dan
membelit. Rumput bufel dan urokloa tumbuh bagus di daerah terbuka, karena
tidak tahan naungan. Oleh karena itu ditanam jauh dari pagar.± 2,5 m atau lebih
dari pagar (Suarna, 1990). Jenis legume stylo verano jangan ditanam di dekat
19
pagar karena tidak tahan naungan. Untuk mendapatkan produksi yang tinggi
stylo verano ditanam dekat centrocema karena fiksasi N oleh centrocema akan
berpengaruh positif terhadap stylo verano. Kehadiran legume pada STS sangat
penting karena pada akar legume dijumpai adanya bintil-bintil zat lemas (nodul
akar) yang mengandung bakteri yang dapat memfiksasi N atmosfer sehingga
dapat menambah kesuburan lahan.
4.1.2 Semak (stratum 2)
Semak yang dapat dipakai adalah gamal dan lamtoro. Kedua jenis
semak ini tahan kekeringan, produksi tingginya, bernilai gizi tinggi dan mudah
dikembangbiakan. Cara penanamannya adalah ditanam berselang-seling
sebagai pagar dari petak dengan jarak 10 cm, Perkembangbiakan gamal
dilakukan dengan stek. Gamal ditanam dengan kedalaman 25 cm dan lebar 25
cm. Sedangkan lamtoro yang ditanam adalah bijinya, sedalam 5 cm. Gamal dan
lamtoro mempunyai perakaran yang dalam, lebat dan kuat sehingga dapat
menahan tanah dan kerikil dari kikisan air hujan. Cabang yang banyak dengan
daun yang lebat merupakan kanopi yang baik untuk menahan air hujan, sehingga
mengurangi sentakan air hujan yang jatuh ke tanah. Daun yang gugur pada
musim kering, merupakan humus yang dapat menyerap air hujan, sehingga
mengurangi air hujan yang merembes mengikis tanah. Pada lahan miring semak
berfungsi menahan kerikil besar dan batu yang mengelinding dihanyutkan oleh air
hujan. Diantara kedua jenis semak ini, naungan lamtoro memberikan efek yang
lebih bagus daripada gamal terhadap produksi hijauan yang ada dibawahnya.
Rumput Bufel yang tidak tahan naungan ditanam dekat dengan lamtoro akan
memberikan hasil yang lebih bagus dibandingkan dengan gamal. Hal ini
berkaitan dengan perbedaan morfologi daun sehingga jumlah sinar yang dapat
dilewatkan lebih banyak oleh lamtoro dibandingkan gamal.
20
4.1.3 Pohon (stratum 3)
Jenis pohon yang dapat dipakai adalah bunut, santen dan waru
Penanaman pohon dilakukan berselang-seling disekeliling batas STS dengan
jarak 5 m, kedalaman 50 cm dan lebar 25 cm. Pohon bunut dan santen sangat
tahan terhadap kekeringan dan lahan yang miring karena mempunyai sistem
perakaran yang dalam dan kuat. Perakaran yang dalam sangat menguntungkan
karena tidak terjadi kompetisi dengan strata 1 dan 2 . Produksinya tinggi dan
mudah dikembangbiakan. Sedangkan pohon waru mempunyai daya adaptasi
yang sangat bervariasi yaitu dari lahan basah sampai kering. Produksinya tinggi
dan bernilai gizi tinggi. Pohon waru ditanam pada tempat yang datar karena
sistem perakarannya dangkal dan batangnya berkulit tipis sehingga sangat
tergantung pada kadar air tanah.
4.1.4 Bagian inti
Pada bagian inti dapat ditanami tanaman pangan/palawija. Di bawah
larikan tanaman semusim, misalnya jagung ditanami tanaman yang berfungsi
sebagai penutup tanah karena mempunyai pertumbuhan yang rapat dan rendah,
yaitu tanaman leguminosa seperti centrocema pubercens, Pueraria phasoloides
dan Arachis prostrate. Tanaman ini dipotong pada saat tanaman pangan akan
ditanam. Dengan cara ini diharapkan kesuburan lahan akan bertambah karena
sumbangan nitrogen dari bintil-bintil akar, sehingga efisiensi manfaat lahan juga
meningkat.
21
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam menaman tanaman hijauan pakan ternak STS diperlukan suatu
strategi penanaman atau cara mengatur penanaman tanaman, sehingga
efisiensi manfaat lahan dapat ditingkatkan.
2. Pengaturan jenis tanaman yang ditanam pada STS meliputi pengaturan
tanaman rumput/leguminosa (strata 1), semak (strata2) dan pohon (strata
3).
3. Jenis tanaman yang dipilih untuk ditanam pada STS adalah jenis unggul
yang meliputi strata 1 terdiri dari rumput (buffel, urokloa dan panikum ),
leguminosa ( centrocema dan stylo verano), strata 2 terdiri dari semak
(lamtoro dan gamal) dan strata 3 terdiri dari pohon (bunut, santen dan
waru).
5.2 Saran
Saran yang dapat dikemukakan disini adalah perlu dicari alternatif jenis
hijauan pakan ternak lokal yang sudah beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya, dalam upaya memanfaatkan plasma nutfah yang ada.
22
DAFTAR PUSTAKA
Nitis, I M. 2001. Peningkatan Produktivitas Peternakan dan KelestarianLingkungan Pertanian Lahan Kering dengan Sistem Tiga Strata. BukuAjar. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Nitis, I M. 2007. Gamal di Lahan Kering. Arti Foundation. Denpasar.
LPM Unud. 2005. Petunjuk Praktis Tata Laksana Sistem Tiga Strata. LembagaPengabdian kepada Masyarakat. Universitas Udayana, Denpasar.