Lingkup Ilmu Sastra: Teori Sastra, Sejarah Sastra, dan Kritik Sastra ...
Ada Apa Dengan SASTRA (AADS)
description
Transcript of Ada Apa Dengan SASTRA (AADS)
ADA APA DENGAN SASTRA (AADS)?
Asep Rahmat Hidayat, M.Hum.
Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat
Sastra: bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai
dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari);
kesusastraan; kitab suci Hindu; kitab ilmu
pengetahuan; pustaka; primbon;tulisan;huruf (Kamus
Besar Bahasa Indonesia).
Literature: written works, especially those regarded
as having artistic merit (Concise Oxford English
Dictionary).
UU NOMOR 24 TAHUN 2009
Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi
bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan
fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman (Pasal 41 Ayat 1).
Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan
melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi
kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai
dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari
kekayaan budaya Indonesia (Pasal 42 Ayat 1).
PP NOMOR 57 TAHUN 2014
Sastra Indonesia adalah karya kreatif yang
berisi pemikiran, pengalaman, dan penghayatan
atas kehidupan yang diungkap secara estetis
dalam Bahasa Indonesia, tinjauan kritis atas
karya sastra dalam Bahasa Indonesia, atau
tinjauan kritis atas karya sastra Indonesia (Bab I
Pasal 1)
Pengembangan Sastra Indonesia dilakukan melalui:
a.penelitian;
b.peningkatan jumlah dan mutu karya sastra dan kritik
sastra
c.kodifikasi sastra Indonesia;
d.penyusunan bahan ajar;
e.penerjemahan;
f.pengalihwahanaan; dan
g.publikasi hasil pengembangan Sastra Indonesia (Pasal
13 Ayat 2).
Pembinaan Sastra Indonesia dilakukan melalui:
a.pendidikan sastra;
b.pelatihan sastra;
c.penyediaan fasilitas untuk mendorong
berkembangnya komunitas sastra;
d.penyediaan fasilitas untuk menyajikan karya sastra;
dan
e.Penciptaan suasana yang kondusif untuk bersastra
(Pasal 23 Ayat 2).
Pelindungan Sastra Indonesia dilakukan
paling sedikit melalui:
a.pendidikan;
b.pendataan dan pendaftaran;
c.pendokumentasian;
d.peningkatan apresiasi; dan
e.publikasi (Pasal 29 Ayat 2).
Sastra Indonesia mempunyai fungsi
untuk (1) menumbuhkan rasa
kenasionalan, (2) menumbuhkan
solidaritas kemanusiaan, dan (3)
merekam perkembangan kehidupan
masyarakat Indonesia (Sugono, 2005:
3).
PERMENDIKBUD NOMOR 21
Penumbuhan potensi unik dan utuh
setiap anak
Kegiatan wajib: menggunakan 15 menit
sebelum pembelajaran untuk membaca
buku selain buku pelajaran
Pelajaran sastra penting karena
dapat meningkatkan kemampuan
baca tulis atau literasi (literacy) dan
daya nalar kritis (critical thinking)
(Purves, Rogers, dan Soter (1990),
Langer (1990), Cobine (1996),
Spiegel (1998)).
Paling tidak ada empat alasan utama yang membuat guru
bahasa menggunakan teks sastra di kelas (Collie dan Slater,
1990).
1. Materi Otentik
Sastra adalah bahan otentik. Sebagian besar karya sastra tidak
diciptakan utamanya untuk tujuan pengajaran bahasa, tetapi
terdapat banyak sampel bahasa otentik dalam kehidupan nyata
yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, dalam konteks
kelas, peserta didik yang mengenal sampel bahasa yang
sebenarnya (dari kehidupan nyata) akan menganggap
pengajaran tersebut sangat meaningfull. Dalam membaca teks
sastra, karena mahasiswa juga harus mengatasi bahasa yang
ditujukan untuk penutur asli, mereka menjadi akrab dengan
bahasa yang berbeda beserta beragam fitur kebahasaannya.
2. Pengayaan Bahasa
Sastra menyediakan pelajar dengan berbagai fitur kebahasaan.
Mahasiswa menjadi akrab dengan banyak fitur dari bahasa
tertulis, membaca substansi, dan memahami aspek kontekstual
dari sebuah teks. Mereka belajar tentang fungsi sintaksis dan
wacana kalimat, berbagai struktur, dan berbagai cara
menghubungkan ide-ide yang mengembangkan dan memperkaya
kemampuan mereka sendiri, khususnya dalam menulis.
Mahasiswa juga menjadi lebih produktif dan berjiwa petualang
ketika mereka mulai melihat kekayaan dan keragaman bahasa.
Mereka juga akan mencoba belajar dan mulai menggunakan
sebagian dari potensi diri dalam hal pengayaan bahasa.
3. Pengayaan Budaya
Bagi peserta didik, karya sastra, dapat memfasilitasi pemahaman
tentang budaya suatu bangsa. Meskipun dunia novel, cerita pendek, atau
film umumnya bersifat imajiner, tetap saja semua menyajikan karakter
yang datang dari berbagai bangsa dengan latar belakang yang berbeda.
Seorang pembaca dapat menemukan cara karakter dalam sastra dalam
melihat dunia luar (yaitu pikiran, perasaan, kebiasaan, tradisi, harta
benda, apa yang mereka beli, percaya, takut, menikmati, cara mereka
berbicara dan berperilaku dalam situasi yang berbeda). Dunia yang
diciptakan penuh warna ini dengan cepat dapat membantu pelajar untuk
merasa untuk mendapatkan keasyikan yang membentuk pengetahuan
yang nyata melalui literasi visual. Singkatnya, peserta didik akan
mendapatkan tidak hanya pengayaan bahasa tetapi juga budaya.
4. Keterlibatan Personal
Sastra dapat berguna dalam belajar bahasa karena ketika seorang
pembaca teks sastra menikmati proses bacaannya, terjadilah
proses keterlibatan pribadi atau personal engagement. Ketika
seorang mahasiswa membaca teks sastra, ia mulai memahami teks;
ia akan “ditarik” ke dalam teks ketika ia terus ingin mengejar
perkembangan cerita. Mahasiswa menjadi antusias untuk
mengetahui apa yang terjadi, ia merasa dekat dengan karakter
tertentu dan timbulah keterlibatan personal mereka. Hal ini dapat
memiliki efek yang menguntungkan terhadap pembelajaran
bahasa. Pada tahapan tertentu, dapat dikatan bahwa keunggulan
pemilihan teks sastra terkait dengan kebutuhan, harapan,
kepentingan personal mahasiswa.
Sastra dapat dijadikan sumber daya yang potensial di kelas bahasa
(Maley, 1989: 12).
1. Keuniversalan
Karena kita semua manusia, penawaran bahan ajar sastra dengan tema
yang umum untuk semua budaya (meskipun dengan cara yang berbeda)
seperti: kehidupan, pekerjaan, cinta, kepercayaan, pertemanan, dst.
Pengalaman ini semua terjadi pada manusia.
2. Input yang otentik
Banyak bentuk teks pengajaran yang lebih akrab (atau lebih terbiasa)
bagi mahasiswa, tetapi input pengajaran bahasa dalam bahan ajar
tersebut cenderung kurang memberikan input maksimal karena tidak
otentik. Tidak demikian dengan teks sastra. Ini mungkin dikarenakan
sastra menawarkan keaslian karena memberikan "otentik" input.
3. Relevansi pribadi
Karena teks sastra berhubungan dengan ide-ide, hal-hal,
sensasi dan peristiwa yang merupakan bagian dari
pengalaman pembaca, mereka dapat masuk terlibat ke
dalam proses imajinatif dan mampu menghubungkannya
dengan mereka pengalaman mereka sendiri.
4. Variasi
Semua jenis kemungkinan materi pelajaran tercakup di
dalam teks sastra. Dalam sastra, kita dapat menemukan
berbagai tema penceritaan yang sangat bervariasi mulai
dari sejarah, biografi, psikologi, dsb.
5. Daya sugestif
Salah satu kekuatan besar literatur adalah kekuatan sugestinya. Bahkan di
bentuk teks yang paling sederhana seperti puisi, dapat mengajak kita untuk
melampaui apa yang dikatakan melalui aspek yang tersirat. Puisi sebagai
karya sastra dapat menunjukkan banyak ide dengan hany beberapa kata, akan
tetapi sangat ideal untuk menghasilkan diskusi bahasa.
6. Kekayaan interpretasi
Karena sangat sugestif dan asosiatif, sastra dapat menghasilkan arti yang
berbeda bagi setiap orang. Sangat jarang dua orang pembaca akan merespons
dengan identik untuk setiap teks yang diberikan. Dalam mengajar, ini memiliki
dua keuntungan. Keuntungan pertama adalah bahwa interpretasi masing-
masing pelajar memiliki validitas dalam batasan tertentu. Keuntungan kedua
adalah bahwa diskusi interaktif akan menjadi jaminan karena persepsi setiap
orang berbeda. Bahwa tidak ada dua pembaca akan memiliki sepenuhnya
interpretasi yang sama akan memberikan aktifitas yang diperlukan dalam
pertukaran ide dan pemikiran siswa.
Many & Wiseman pada tahun 1992 (dilaporkan
dalam Newell, 1996) menguji efek pengajaran
dari dua kelompok: segi analisis sastra (literary
analysis) dan pengalaman sastra (literary
experience). Respons tertulis dari siswa terhadap
kelompok pertama menunjukan mereka lebih
condong kepada elemen-elemen dalam cerita
sementara respons terhadap kelompok kedua
cenderung menulis tentang ihwal penceritaan.
Masalah dalam pembelajaran sastra (Hismanoglu ,
2012).
1. Kurangnya persiapan di bidang pengajaran sastra .
2. Tidak adanya tujuan yang jelas saat mendefinisikan
peran sastra.
3. Guru bahasa tidak memiliki latar belakang dan
pelatihan dalam sastra.
4. Kurangnya bahan yang tepat yang dapat digunakan
oleh guru bahasa dalam kelas.
KI 1 :
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2 :
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
KI 3 :
Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 4 :
Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
Observing(mengamat
i)
Questioning
(menanya)
Experimen-ting
(mencoba)
Associating
(menalar)
Communicating
(mengomunikasika
n)
Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran
Sastra: Seni Berbahasa
Anggapan: Bahasa Sastra ≠ Bahasa
Sehari-hari
APA KATA PENYAIR?
AJIP ROSIDI: SASTRA ADALAH BENTUK KESAKSIAN PENULISNYA YANG JUJUR, YANG DITULIS KARENA SUATU DORONGAN YANG BERSIFAT ROHANI. KARENA ACUAN SAYA TERHADAP SASTRA SEPERTI ITU, MAKA PENDEKATAN SAYA LEBIH CENDERUNG PADA ISI. SAYA KURANG MEMPERHATIKAN BENTUK PENGUCAPAN. KALAU DIPERHATIKAN, MAKA AKAN MUDAH NAMPAK BAHWA BAHASA YANG SAYA PAKAI DALAM KARANGAN-KARANGAN SAYA ADALAH BAHASA YANG LUGU DAN LANGSUNG. SAYA TIDAK MENULIS “SENI BAHASA”.
KESAHAJAAN BERBAHASA ITU MUNGKIN JUGA DISEBABKAN ALAM PIKIRAN SAYA MEMANG BERSIFAT SAHAJA. MENULIS BUAT SAYA BUKANLAH SEMATA-MATA KARENA DORONGAN INGIN MEMPEROLEH KEPUASAN BATIN, LANTARAN TELAH MELAHIRKAN SESUATU YANG INDAH ATAU YANG GANJIL. IA LEBIH MERUPAKAN DORONGAN UNTUK MEMBUAT KESAKSIAN (PROSES KREATIF, 1982: 144).
SONI FARID MAULANA: PEKA TERHADAP PENGALAMAN, LEBIH TEPATNYA LAGI PEKA TERHADAP SUASANA YANG MELINGKARI PENGALAMAN TERSEBUT, ADALAH RUH DARI PUISI, YANG TIDAK HANYA BERSUMBER PADA DAYA INTELEKTUAL SAJA. PALING TIDAK, SAYA MEMAHAMI PROSES KREATIF PENULISAN PUISI, DARI SISI SEMACAM INI SALAH SATU SISINYA (MENULIS PUISI SATU SISI, 2004: 67--68)
SITOR SITUMORANG: PENULISAN SAJAK, ATAU DENGAN MEMINJAM KIAS SIFAT KETUHANAN, MENURUT ILMU AGAMA, PEN-CIPTA-AN SEBUAH SAJAK, DILAKUKAN OLEH SESEORANG DALAM IKLIM BUDAYA, IKLIM SASTRA. IA, SI PENYAIR, BUKAN MEMBUAT SESUATU DARI YANG TIADA. SAJAK ADALAH JADI-JADIAN, LEWAT KEMAMPUAN MENGGUNAKAN SEGALA FAKTOR BUDAYA YANG DICERAP, DIMILIKI, DAN DIBINA OLEH SI PENYAIR. DALAM MENULIS, DALAM MELUKIS, SI PENYAIR, SI PELUKIS MENJADI UNSUR PROSES BUDAYA, MEWUJUDKAN PERPADUAN BERBAGAI ELEMEN: RASA, PIKIRAN (IDE, ILHAM), DAN BENTUK (TEKNIK) (PROSES KREATIF, 2009: 29, 41).
SAPARDI DJOKO DAMONO: SEPERTI ANAK KECIL, SAYA ASYIK BERMAIN-MAIN DENGAN KATA; DAN SEWAKTU DI DALAMNYA TERSUSUN SUATU PERISTIWA, SAYA PUN BEGITU TERPESONA OLEH PERISTIWA ITU, SEHINGGA TIDAK PEDULI APAKAH DI DALAMNYA TERKANDUNG MAKNA ATAU TIDAK. JELAS SAYA TIDAK BERKEHENDAK MENGAJARKAN APA PUN; SAYA HANYA MERASA SANGAT AKRAB DENGAN DUNIA REKAAN ITU. RANGKAIAN CITRA YANG TERSUSUN MENJADI PERISTIWA DALAM SAJAK ITU BEGITU MENONJOL, SEHINGGA SEOLAH-OLAH BISA MENJADI PENTING TANPA MAKNA.
SAJAK ITU MERUPAKAN DUNIA YANG DILIHAT OLEH PENYAIR SEBAGAI ANAK KECIL; SAYA HANYUT DALAM PERMAINAN, SEHINGGA TIDAK MERASA PERLU MEMPERTIMBANGKAN LAMBANG-LAMBANG YANG MUNGKIN ADA DI DALAMNYA.TENTU PEMBACA PUISI SAYA BOLEH DAN BERHAK MEMILIH: IKUT DALAM PERMAINAN, ATAU MELEMPARKANNYA SAJA. SAYA TIDAK MEMPUNYAI HAK ITU. SAYA TERNYATA SUKA BERMAIN DENGAN KATA-KATA. BAGI SAYA, PERISTIWA KECIL YANG TERSUSUN DARI KATA-KATA ITU SAMA PENTINGNYA DENGAN MAKNA YANG MUNGKIN TERKANDUNG DI DALAMNYA (PROSES KREATIF, 2009: 168, 170).
LAGU SIULCHAIRIL ANWAR
LARON PADA MATITERBAKAR DI SUMBU LAMPUAKU JUGA MENEMUAJAL DI CERLANG CAYA MATAMUHERAN! INI BADAN YANG SELAMA BERJAGAHABIS HANGUS DI API MATAMU‘KU LAYAK TIDAK TAHU SAJA
TRAGEDI WINKA DAN SIHKASUTARDJI CALZOUM BACHRI
KAWIN
KAWIN KAWIN
KAWIN KAWIN
KA WIN
KA WIN
KA WIN
KA WIN
KAWINKA
WINKA WINKA
SIHKA SIHKA
SIHKA SIH
KA SIH
KA SIH
KA SIH
KA SIH
KA SIH
SIH SIH
SIH SIH
SIH KA
KU
HATIKU SELEMBAR DAUNSAPARDI DJOKO DAMONO
HATIKU SELEMBAR DAUN MELAYANG JATUH DI RUMPUT;NANTI DULU, BIARKAN AKU SEJENAK TERBARING DI SINI;ADA YANG MASIH INGIN KUPANDANG, YANG SELAMA INI SENANTIASA LUPUT;SESAAT ADALAH ABADI SEBELUM KAUSAPU TAMANMU SETIAP PAGI.
DAFTAR PUSTAKA
Agee, Jane. 1998. How Experienced English Teachers Assess the Effectiveness of their Literature
Instructions. Center on
English Learning and Achievement [CELA – Online].Available at http://cela.albany.edu/self-assess/index.html .
Cobine, Gary R. 1996. Teaching Expressive Writing. ERIC Digest [Online]. Available at
http://ed.gov/databases/ERIC_Digests/ed396338.html.
Collie, J. and S. Slater. 1990. Literature in the Language Classroom: A Resource Book of Ideas and Activities.
Cambridge: Cambridge University Press.
DiYanni, Robert. 2001. Reading Fiction, Poetry, and Drama. New York: McGraw-Hill Companies.
Hismanoglu, Murat. 2012. Teaching English through Literature.JILS.ORG [Online] Avalaible at
http://www.jlls.org/Issues/Volume1/No.1/murathismanoglu.pdf.
Maley, A. 1989. “Down from the Pedestal: Literature as Resource” in Literature and
the Learner: Methodological Approaches. Cambridge: Modern English
Publications.
Many & Wiseman in Newell, George E. 1996. Reader-based and Teacher-centered
Instructional Tasks. Journal of Literacy Research Volume 28, No.1, page 147-172.
Marshall, James. 2000. Research on Response to Literature. In Handbook of
Reading Research Volume III. Page 381-402. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates.
Purves, Alan C., Rogers, Theresa and Soter, Anna O. 1990. How Porcupines Make
Love II: Teaching A Response- Centered Literature Curriculum. New York:
Longman.
Rosenblatt, Louise M. in Probst, Robert E. 1990. Literature as Exploration and The
Classroom. Edited by Farrell, E.J. and
J.R. Squire. Transaction with Literature: A Fifty Years Perspectives. Urbana, IL:
NCTE.
Spiegel, Dixie Lee. 1998. Reader Response Approaches and Growth of Readers.
Language Arts. Vol. 76, No. 1 (September 1998).