Ada apa dengan Indonesia: Antara Nasionalisme atau Pengaruh Media
Click here to load reader
-
Upload
yasril-syaf -
Category
Documents
-
view
4.015 -
download
0
Transcript of Ada apa dengan Indonesia: Antara Nasionalisme atau Pengaruh Media
Ada Apa Dengan Indonesia:
Antara Nasionalisme atau Pengaruh Media
“Nasionalisme” adalah sebuah paham yang bertujuan untuk menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas
bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah sesuatu yang
berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori
romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik
adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.1
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot.
Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak
beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong
mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari
sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan
inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak
menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasana aman dari serangan musuh
dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik
dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang
dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka
kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialise, pengasingan dan sebagainya.
1. (http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme)
Nasionalisme Indonesia
Nasionalisme merupakan suatu bentuk ideologi, demikian pendapat James G. Kellas
(1998: 4).2 Sebagai suatu bentuk ideologi, nasionalisme berperan untuk menciptakan
kesadaran rakyat sebagai suatu bangsa serta menjadi acuan dalam bersikap dan bertindak.
Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai jawaban atas kolonialisme.
Pengalaman penderitaan bersama sebagai kaum terjajah melahirkan semangat solidaritas
sebagai satu komunitas yang mesti bangkit dan hidup menjadi bangsa merdeka. Semangat
tersebut oleh para pejuang kemerdekaan dihidupi tidak hanya dalam batas waktu tertentu,
tetapi terus-menerus hingga kini dan masa mendatang.
Kebijakan pendidikan nasional di awal abad 20 juga memunculkan kelompok-
kelompok elit di bersamaan dengan itu, kebencian yang laten terhadap dominasi kolonial
turut timbul. Berdirinya Boedi Oetomo (1908) menjadi tanda kebangkitan nasionalisme
Indonesia yang kemudian diikuti organisasi-organisasi nasional lainnya. Jiwa nasionalisme
kaum elit dari hari ke hari semakin meluas dan menguat di hati rakyat. Tekanan ekonomi
yang teramat berat selama pendudukan Jepang memperkuat semangat nasionalisme untuk
mewujudkan Indonesia merdeka. Pada kurun waktu 1945- 1950, jiwa nasionalisme
diperteguh oleh semangat mempertahankan kemerdekaan, serta persatuan dan kesatuan
Indonesia yang dirongrong oleh perlawanan kedaerahan dari negara-negara boneka bentukan
Belanda. Selain itu, Indonesia pernah berjaya di belantika dunia internasional. Hal itu terjadi
ketika Bung Karno berhasil mencari jati diri bangsa dan melawan kekuatan neokolonialisme.
Bung Karno berhasil membuat konsep jati diri bangsa Indonesia sebagai perwujudan dari
nasionalisme bangsa yakni Pancasila dan UUD 1945.
Nasionalisme di Indonesia dapat dikataan bersifat Nasionalisme-Kebangsaan.
Nasionalisme Kebangsaan Indonesia itu berbeda dari etno-race chauvanisme seperti yang
dibangun oleh Johann Gottfried von Herder.2 Nasionalisme Indoesia merupakan
pendewasaan dari konsepsi nasionalisme sektarian seperti konsepsi `nasionalisme Jawa' yang
dicetuskan oleh Soetatmo Soerjokoesoemo pendiri KOMITE NASIONALISME JAWA
(1918). Nasionalisme Kebangsaan Indonesia juga bukan alat `political legitimacy' untuk
praktek `nasionalisme keagamaan' seperti yang dianut oleh Zionis Israel. Ia juga berada di
atas diferensiasi ideologi politik.
2. (http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Nasionalisme-Indonesia-Bagaimana-Bentuknya)
Nasionalisme Kebangsaan Indonesia memiliki keunikan yakni sifat yang tidak
antagonis terhadap fakta multi-etnik, multi-kultur, multi-agama, multi-lingual. Bhinekka
Tunggal Ika dan Pancasila mencegah Nasionalisme Indonesia berubah menjadi Fasisme a la
Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Bung Karno dalam pidato `Lahirnya Pancasila' dengan
mengatakan." Sila Ke-Bangsaan mengandung unsur kuat kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karenanya tidak akan mungkin meluncur ke arah chauvinisme dan menentang pikiran-
pikiran rasialisme". Dengan demikian, Nasionalisme Kebangsaan Indonesia membuka pintu
bagi siapa saja untuk berpartisipasi membangun negara Republik Indonesia tanpa prejudice
rasialis, etnis, agama dan orientasi politik.
Seperti halnya dengan kebangkitan nasionalisme bangsa-bangsa Asia-Afrika lainnya,
Nasionalisme Kebangsaan Indonesia adalah kuliminasi inspirasi Kemerdekaan yang
bersandar pada akumulasi pengalaman penjajahan (kolonisasi) Eropa. Secara esensial
Nasionalisme Kebangsaan Indonesia dibentuk berdasarkan suatu perbedaan sebagai bentuk
resistensi terhadap dominasi kolonialisme. Sedangkan esensi resistensi terhadap kolonialisme
itu hendaknya tidak berhenti pada kolonialisme Eropa dan membiarkan bentuk-bentuk
`kolonialisme oleh bangsa sendiri' serta `kolonialisme Eropa dalam bentuk baru'.
Refungsionalisasi Nasionalisme yang sarat dengan esensi pembebasan itu akan mencegah
Nasionalisme disempitkan hanya menjadi sekedar "ideologi untuk berperang".
Saat ini, ribuan kasus pertikaian komunal yang dilatar-belakangi oleh ketidak-
mampuan dalam menerima perbedaan agama dan etnisitas serta ketidak-konsistenan terhadap
penegakan hukum positif merupakan penodaan terhadap semangat Nasionalisme Kebangsaan
Indonesia. Ironisnya, jargon-jargon "nasionalisme" seringkali dipakai oleh kelompok
"juragan-politisi" sebagai alat untuk mendeskreditkan dan memojokan segolongan warga
bangsa dengan memanipulasi sejarah dengan tujuan untuk menghilangkan `ingatan kolektif
sejarah bersama' di mana peran historis segolongan etnis tertentu dengan sengaja dihapus,
merevisi `kedekatan hubungan kebudayaan' yang telah terjalin berabad-abad, dan membentuk
konsepsi yang `tidak-setara' antar berbagai golongan masyarakat Indonesia.
Kalau dahulu Nasionalisme Kebangsaan Indonesia berfungsi sebagai landasan
pemersatu dan tonggak kelahiran Republik Indonesia dalam konteks melawan kolonialisme
klasik maka saya berharap Nasionalisme Kebangsaan Indonesia saat ini dapat menjadi alat
mempertahankan persatuan serta menjadi elemen spiritual dalam kerangka mencari format
untuk memperbaiki/membangun Indonesia secara menyeluruh di tengah-tengah tantangan era
"global paradox".
Pengaruh Media
Dewasa ini, media, baik cetak maupun elektronik, sudah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat kita. Menurut Metro TV yang mengutip dari sebuah
sumber konsultan rating, pada tahun 2007 saja ada sekitar lima puluh lima juta pemirsa TV di
Indonesia setiap harinya. Belum lagi konsumen media lain seperti koran, radio dan internet.
Konsumsi media yang sangat besar tersebut tentu saja membawa pengaruh, baik positif
maupun negative, terhadap masyarakat.
Dampak positifnya, masyarakat menjadi lebih berpengetahuan dan sadar akan apa
yang terjadi saat ini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia itu sendiri. Beragam berita dan
informasi yang disajikan oleh media membuat masyarakat menjadi lebih up to date terhadap
perkembangan dunia. Dengan demikian pengetahuan masyarakat menjadi bertambah dan
masyarakat mempunyai bahan pertimabngan yang memadai dalam menentukan sikap sehari -
hari.
Akan tetapi, seiring dengan dampak positifnya, muncul pula dampak negative dari
konsumsi masyarakat terhadap media. Masyarakat sering kali menelan mentah - mentah
semua konten yang disajikan oleh media tanpa menyaring dan menelaahnya terlebih dahulu.
Padahal, seperti yang diapaparkan Maxwell Mc Combs dan Donald Shaw dalam teori agenda
"setting" tentang proses dampak media atau efek komunikasi massa terhadap masyarakat dan
budaya, media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk opini public.3 Bisa
dibayangkan apa yang mejadi opini public jika media memberikan konten - konten yang
salah?
3. (http://www.antarajatim.com/lihat/berita/33099/dampak-media-pada-pembentukan-opini-publik)
Mari kita menengok ke beberapa waktu yang lalu. Beberapa bulan yang lalu, isu
penusukan terhadap seorang Pendeta Gereja HKBP di Ciketing, Bekasi menjadi pembicaraan
yang hangat. Media, baik cetak maupun elektronik, terus menerus mengeksposnya secara
intens selama beberapa hari. Banyak masyarakat yang langsung mengaitkan tindakan itu
dengan organisasi FPI. Padahal, waktu itu belum diketahui dengan jelas siapa pelaku
sebenrnya.
Tak lama berselang, muncul isu lain yang lebih menghebohkan, yaitu rencana
pembakaran Al-Quran oleh Pendeta Terry dan Sylvia Jones bertepatan dengan Sembilan
tahun terjadinya tragedy 11 september 2011. Media menyorotnya secara intens, bahkan
berlebih. Hasilnya, banyak umat muslim di Indonesia yang terbawa emosi dan menyerukan
pembalasan, termasuk dengan cara berjihad, dan mengaitkan Amerika Serikat sebagai musuh
agama Islam. Padahal, jikalau kita lihat lebih dalam lagi, tindakan itu hanya dilakukan oleh
sebagian kecil dari penduduk Amerika Serikat dan sebagian besar penduduknya, termasuk
Presiden Barrack Obama, menentang dan mengecamnya.
Masih banyak lagi contoh tentang opini masyarakat yang sangat mudah tergiring oleh
konten pemberitaan media massa, seperti kasus Sri Mulyani dan Bank Century sehingga
berbuntut pengunduran dirinya sebagai menteri, dan lain - lain. Masyarakat Indnesia
cenderung mengikuti pendapat mayoritas, atau dikenal dengan istilah group think, dalam
menentukan sikap. Budaya ikut - ikutan ini pun ikut terbawa cara dan perilaku masyarakat
dalam berbangsa dan bernegara.
Seperti yang kita ketahui, nasionalisme bangsa Indonesia pun sering kali “angin -
anginan”. Mereka yang tadinya acuh tak acuh terhadap bangsa ini dapat menjadi sangat
nasionalis, bahkan sampai siap mati demi Negara, ketika datang pemberitaan yang menyulut
emosi. Anda tidak percaya? Baik, mari kita ambil contoh sebuah kasus.
Beberapa tahun silam, batik tidak begitu popular di kalangan masyarakat. Masyarakat
lebih suka mengenakan pakaian lain yang dianggap lebih modern, seperti kaos dan kemeja.
Akan tetapi, selera masyarakat itu berubah drastic ketika Negara tetangga kita, Malaysia,
mengklaim batik sebagai produk karya bangsa mereka. Banyak sekali masyarakat kita yang
mengecam, terbawa emosi, menghujat bahkan sampai siap mengganyang Malaysia. Hal ini
bukan terjadi dalam kasus batik saja, tetapi juga pada sejumlah kasus, seperti Sipadan-
Ligitan, Reog Ponorogo, sengketa perbatasan, dan lain - lain.
Memang, adalah hal yang baik jika kita mempunyai nasionalisme yang tinggi. Akan
tetapi jika nasionalisme itu terjadi hanya karena pengaruh media, alangkah mudahnya
nasionalisme itu disalah gunakan. Demikian juga dengan hal - hal lain yang menyangkut
pembentukan opini public oleh media. Alangkah beresikonya jika public menelan begitu saja
pemberitaan dari media sebagai suatu kebenaran, tanpa menguji dan menelaahnya terlebih
dahulu. Betapa kita mudah diarahkan dan dipecah belah, atau diperalat untuk mencapai
kepentingan orang - orang atau kelompok - kelompok tertentu.
Karena itu, baiklah kita bersama - sama memilih tayangan dan pemberitaan mana
yang patut disimak dan dipercaya, dan mana yang tidak. Kita harus menguji dan melihat
setiap pemberitaan dari dua sisi, untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai
pemberitaan tersebut. Dengan demikian, kita menjadi lebih bijak dalam bertindak dan
berperilaku, serta tidak mudah dipecah belah atau diperlaat oleh sekelompok orang, dengan
semangat nasionalisme yang memang bukan berasal dari hasutan pihak lain. Kita juga akan
mampu mengambil keputusan yang tepat yang akan sangat berguna dalam menentukan masa
depan kita, baik sebagai bangsa, kelompok, maupun sebagai perorangan.
Group 6:
Alexander Agustinus (0706276160).
Joseph H.J.S (0706276343).
Phillip Leonardo (0706276463).
Robertus Kristianto (0706276513).
Yasril Syaf (0706166056).
© 2010 Group 6. All right reserved. Permission to copy and/or distributes any or all of it’s
contents in any forms for academic and/or non-commercial purpose only.