Acp

53
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN’ JAKARTA AFTER CARE PATIENT BPH (Benign Prostate Hyperplasia) Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Shofia Agung Priyanto, M.Si., Med,Sp.B. Disusun Oleh : Viny Octofiad 1320221104

description

jhjhj

Transcript of Acp

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERANJAKARTAAFTER CARE PATIENTBPH (Benign Prostate Hyperplasia)Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian BedahRumah Sakit Umum Daerah AmbarawaDiajukan Kepada :Pembimbing : dr. Shofia Agung Priyanto, M.Si., Med,Sp.B.Disusun Oleh :Viny Octofiad

1320221104Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA Rumah Sakit Umum Daerah AmbarawaPeriode 5 Januari 14 Maret 2015

LEMBAR PENGESAHAN KEPANITERAAN BEDAHAfter Care Patient dengan judul :BPH(Benignn Prostate Hyperplasia)Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik diDepartemen Bedah Rumah Sakit Umum Daerah AmbarawaDisusun Oleh :Viny Octofiad

1320221104Telah disetujui oleh Pembimbing :Nama Pembimbing Tanda Tangan Tanggaldr. Shofia Agung Priyanto, M.Si., Med,Sp.B. ii

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa kareana atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas after care patient dengan judul BPH (Benign Prostate Hyperplasia). Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Bedah.Penyusunan tugas laporan kasus ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut membantu terselesaikannya tugas after care patient ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Shofia Agung, Sp.B atas bimbingannya selama ini dan juga tidak lupa kepada teman-teman seperjuangan di kepaniteraan klinik bedah atas kerjasamanya selama penyusunan laporan kasus ini.Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca, maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.Ambarawa, Maret 2015

Penulisiii

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR................................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... iii DAFTAR ISI............................................................................................................... ivBAB I STATUS PASIEN1.1 Identitas pasien.................................................................................. 11.2 Anamnesis.......................................................................................... 11.3 Pemeriksaan fisik................................................................................ 31.4 Pemeriksaan penunjang...................................................................... 51.5 Assesment........................................................................................... 61.6 Planning.............................................................................................. 61.7 Prognosis.............................................................................................6BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi dan Fisiologi Prostat............................................................ 72.2 Benign Prostate Hyperplasia2.2.1 Definisi....................................................................................82.2.2 Etiologi....................................................................................92.2.3 Patofisiologi............................................................................ 112.2.4 Manifestasi klinis.................................................................... 122.2.5 Diagnosis................................................................................ 132.2.6 Pengukuran derajat obstruksi.................................................. 152.2.7 Diagnosis banding...................................................................152.2.8 Penatalaksanaan...................................................................... 162.2.9 Komplikasi.............................................................................. 18BAB III AFTER CARE PATIENT3.1 Definisi.............................................................................................. 203.2 Tujuan................................................................................................. 203.3 Permasalahan pasien........................................................................... 203.4 Diagram Fungsi Keluarga................................................................... 223.5 Risiko, Permasalahan, Rencana Pembinaan Kesehatan Keluarga...... 223.6 Hasil kegiatan......................................................................................233.7 Kesimpulan Pembinaan Keluarga....................................................... 23DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24iv

BAB ISTATUS PASIEN1.1Identitas PasienNama : Usia :Tn. MA 64 tahun

Alamat :Status Perkawinan :Jambu Kidul 3/2 Jambu Kab.SemarangDuda

Pekerjaan :Pembiayaan : Pensiunan BPJS PBI

No. RM :Tanggal Masuk :010927-201110 Februari 2015

Ruangan :Melati Kelas III

1.2 AnamnesisAutoanamnesis di Bangsal Melati RSUD Ambarawa pada 10 Februari 2015.Keluhan Utama :Sulit BAKRiwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Poli RSUD Ambarawa dengan keluhan sulit BAK sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini sudah sering hilang timbul selama 6 bulan terakhir. Pasien merasa ingin BAK namun air kencing sulit keluar dan hanya menetes, pasien harus mengejan saat BAK dan merasa tidak lampias. Air kencing berwarna kemerahan, pasir (-), nanah (-). Pasien merasa nyeri saat BAK. Rasa panas saat BAK disangkal.Keluhan Tambahan--1

Riwayat Penyakit DahuluPasien pernah mengalami keluhan serupa 6 bulan yang lalu dan dipasang kateter. Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat kencing batu disangkal, riwayat DM disangkal, riwayat trauma disangkal.Riwayat Penyakit KeluargaAnggota keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat kencing batu disangkal, riwayat DM disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal.Riwayat Kebiasaan- Pasien memiliki kebiasaan merokok (> 30 tahun sebanyak 2-3 batang perhari)- Pasien sering minum kopi dan teh- Pasien sering menahan BAKSKOR INTERNASIONAL GEJALA PROSTAT (I-PSS)Untuk pertanyaan nomor 1-6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut:0 :Tidak pernah3 :Kurang lebih separuh dari kejadian

1 :2 :Kurang dari sekali dari 5 kejadianKurang dari separuh kejadian4 :5 :Lebih dari separuh kejadianHampir selalu

Dalam satu bulan terakhir ini, berapa seringkah Anda:

1. Merasakan masih terdapat sisa urine sehabis kencing 4

2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam Anda kencing 4

3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal inidilakukan berkali-kali 4

4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing 3

5. Merasakan pancaran urine yang lemah 4

6. Harus mengejan saat memulai kencing 5

Untuk pertanyaan nomor 7, jawablah dengan skor seperti di bawah ini:0 :Tidak pernah3 :Tiga kali

1 :Satu kali4.Empat kali

2 :Dua kali5.Lima kali

7. Dalam satu bulan terakhir, berapa kali Anda terbangun dari tidur untuk kencing 2TOTAL SKOR (S) = 27Pertanyaan nomor 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala: Jawablah dengan:1.Sangat senang5.Sangat tidak puas

2.Senang6.Tidak begitu

3.Puas7.Buruk sekali

4.Campuran antara puas dan tidak puas

8.Bagaimana kualitas hidup Anda saat ini?4

Kesimpulan: S 26 , L 4 , Q , R , V

(S: Skor I-PSS, L: Kualitas hidup, Q: Pancaran urine dalam ml/detik, R: sisa urine, V: Volume prostat)I.3 Pemeriksaan FisikStatus Generalis- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang- Kesadaran : Composmentis-Tanda-tanda Vital : Tekanan darah : 120/ 80 mmHg Nadi : 72 x / menit Suhu : 36,5oCFrekuensi napas : 20 x / menitKepalaBentuk : Normocephal, deformitas (-)Rambut : Warna hitam, distribusi rambut merata, tidak mudah dicabutMata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, otorhea (-/-)Hidung : Normosepta, deviasi septum (-), rinorhea (-/-)Mulut : Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenangLeher : Posisi trakea di tengah, tidak teraba pembesaran KGB maupun tiroidThoraks : Normochest, sikatriks (-), jejas (-), retraksi suprasternal (-)ParuInspeksi :Palpasi :Pergerakan dinding dada simetris, retraksi intercostae (-)Taktil & vokal fremitus sama

Perkusi :Auskultasi :Sonor di seluruh lapang paruSuara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

JantungInspeksi :Palpasi :Iktus kordis tidak terlihatIktus kordis tidak teraba, thrill tidak teraba

Perkusi :Auskultasi :Batas jantung kesan tidak melebarBJ I dan II normal, regular, murmur (-), gallop (-)

AbdomenInspeksi : Bentuk perut datarAuskultasi : BU (+) normal, hiperperistaltik (-), metallic sound (-) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), ballottement (-), nyeri ketuk CVA (-) Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomenEkstremitasAkral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-), capillary refill time < 2 detikRectal Toucher- Tonus sfingter ani kuat- Mukosa rectum halus, licin, tidak ada benjolan- Ampula rekti tidak kolaps-Prostat teraba membesar arah jam 3 dengan permukaan rata, konsistensi kenyal, sulcus medianus teraba, lobus kanan dan kiri simetris- Pada sarung tangan terdapat lender (+), darah (-), feses (-)

I.4 Pemeriksaan PenunjangPEMERIKSAANHASILNILAI RUJUKANSATUANMETODE

HematologiDarah Rutin Hemoglobin Leukosit Eritrosit Hematokrit MCVMCH MCHC RDW Trombosit PDW MPV Limfosit Monosit GranulositLimfosit% Monosit% Granulosit% PCTPTT APTTKimia Klinik Glukosa Sewaktu SGOTSGPT Ureum Kreatinin14.615.0 H4.36 L42.998.433.534.012.234312.97.22.41.011.6 H16.0 L6.677.40.24711.831.988211235.21.26 H13.5 - 17.54 - 104.5 - 5.840 - 5082 - 982732 - 3610 - 16150 - 40010 - 187 - 111.0 - 4.50.2 - 1.02 - 425 - 402 - 850 - 800.2 - 0.59.7 - 13.123.9 - 39.870 - 1000 - 500 - 5010 - 500.62 - 1.1g / dL ribu juta% mikro m3 pgg / dL%ribu%mikro m3103 / mikro103 / mikro103 / mikro%%%% detik detikmg / dL U / L IU / Lmg / dLmg / dLSpectrophotometryE. Impedance E. Impedance Integration Volume E. ImpedanceE. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance E. Impedance Standart StandartGOD - PAP IFCC IFCCEnzymatic UV testJaffe

Hasil Pemeriksaan USG Prostat dan TUR- Ginjal kanan: tak tampak batu, tampak lesi anekoik bulat.- Ginjal kiri: tampak batu ukuran 4,9 mm.- VU: dinding tak menebal, te[i regular. Tampak lesi hiperekoik di dalam ureter distal kanan (ukuran 8,7 mm) disertai dengan edema ureter.- Prostat: ukuran membesar, volume 43,1 mm, tampak kalsifikasi. Kesan:- Nefrolitiasis kiri- Ureterolitiasis kanan disertai ureterocele- Hipertrofi prostat dengan kalsifikasi secara sonografiI.5 AssesmentDiagnosis BandingBenign Prostate HyperplasiaVesicolithiasisStriktura urethraDianosis KerjaBenign Prostate HyperplasiaUreterolithiasis dextra, Nefrolithiasis sinistraI.6 PlanningInfus RL 20 tpmCateter urineInj. Cefotaxim 2x1 gramInj. Ketorolac 2x1 ampKonsul Sp.B untuk dilakukan operasi Trans Vesica-suprapubic ProstatectomyI.7 PrognosisQuo ad vitam : ad bonam Quo ad functionam : ad bonam Quo ad sanationam : ad bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKAII.1 Anatomi dan Fisiologi ProstatKelenjar prostat adalah kelenjar fibromuskular yang melingkari bledder neck dan bagian proksimal uretra. Secara anatomis prostat berhubungan erat dengan kandung kemih, uretra, kedua ureter, vas deferens, dan vesikula seminalis. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa sekitar 20 gram dengan ukuran rata-rata panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, dan tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus, yaitu lobus medius, lobus anterior, lobus posterior, dan lobus lateral. Selama perkembangannya lobus medius, anterior, dan posterior akan menjadi satu yang disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu dengan kista kecil berisi cairan dan susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Prostat mengeluarkan sekret yang bercampur dengan sekret dari testis yang berfungsi sebagai pelumas, produksi ejakulat, dan finansial untuk ejakulasi.Anatami prostat sendiri sebagai berikut:1. Zona anterior2. Zona transisional (tempat BPH)3. Zona sentral4. Zona periferProstat mendapat aliran darah dari arteri:1. Cabang A.vesicalis inferior (terpenting)2. A.rectalis media3. Cabang A.iliaca interna7

Vena dan Penyalur Limfe:Vena-vena bergabung membentuk plexus venosus prostaticus di sekeliling sisi dan alas prostat. Plexus prostaticus akan bermuara ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe terutama berakhir pada nodi lymphoidei iliaca interna dan nodi lymphoidei sacrales.Persarafan:1. Sistem simpatis dari plexus hipogastricus inferior2. Sistem parasimpatis dari nervi splanchnici pelvici (S2-S4)II.2 Benign Prostate HyperplasiaII.2.1 DefinisiBenign prostate hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak terjadi akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal. Pria berumur lebih dari 50 tahun kemungkinan mengalami BPH adalah 50%. Selanjutnya, ketika berusia 80-85 tahun kemungkinan tersebut menjadi 90%.

II.2.2 EtiologiBeberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, faktor hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya:1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan prostat normal.Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron

direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.2. Teori ReawakeningMc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.3. Teori Growth FactorsFaktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan/atau fibroblast growth factor (FGF) dan/atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b) akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

II.2.3 PatofisiologiPada penderita BPH akan terjadi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum, leher vesica, dan kekuatan otot detrusor. Trigonum, leher vesica, dan otot detrusor dipersarafi oleh sistem simpatis, sedangkan trigonum oleh parasimpatis. Saat terjadi BPH akan terjadi peningkatan resistensi di daerah prostat dan leher vesica. Kemudian, otot detrusor akan berkontraksi lebih kuat sebagai kompensasinya. Kontraksi detrusor yang terus-menerus akan mengakibatkan penebalan dan penonjolan sert detrusor ke dalam buli-buli yang disebut pula dengan trabekulasi, bentuknya serupa dengan balok-balok. Mukosa vesica dapat menerobos antara serat detrusor sehingga membentuk sakula dan bila semakin membesar disebut divertikel. Detrusor yang terus-menerus mengkompensasi pada suatu saat akan jatuh pada fase dekompensasi di mana otot detrusor tidak mampu berkontraksi dan terjadi retensi urine total.Retensi urine total yang terjadi meningkatkan tekanan intravesica. Ketika tekanan intravesica lebih tinggi daripada tekanan sfingter uretra akan terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi urine yang berjalan kronik mengakibatkan refluks vesikouretral yang jika semakin diteruskan ke atas mengakibatkan dilatasi ureter (hidroureter) dan sistem pelviokalises ginjal (hidronefrosis). Jika keadaan ini berlangsung terus-menerus dapat terjadi penurunan fungsi ginjal dan pada akhirnya gagal ginjalObstruksi traktus urinarius kronik dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen karena penderita harus mengejan pada waktu kencing. Peningkatan tekanan intraabdomen dapat mengakibatkan hernia atau hemoroid. Sisa urine dalam vesica dapat meningkatkan risiko terjadinya batu endapan dan infeksi. Adanya

batu di dalam vesica dapat memperberat gejala iritatif dan mengakibatkan hematuria.BPH adalah pembesaran kronis dari prostat pada usia lanjut yang berkorelasi dengan pertambahan umur. Perubahan yang terjadi berjalan lambat dan pembesaran ini bersifat lunak dan tidak memberikan ganggauan yang berarti. Akan tetapi, dalam banyak hal berbagai faktor perbesaran ini menekan uretra sedemikian rupa sehingga dapat terjadi sumbatan parsial ataupun komplit.II.2.4 Manifestasi KlinisGejala pada penderita BPH dibagi menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi secara adekuat misalnya karena volume prostat pada BPH yang besar, sedangkan pada gejala iritatif disebabkan oleh pengosongan yang tidak sempurna saat miksi atau rangsangan pada vesica oleh BPH sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum terisi penuh.Tabel 1. Gejala Obstruktif dan Iritatif pada BPHObstruktifIritatif

HesitancyIntermittency Terminal dribbling Pancaran miksi lemahRasa tidak lampias setelah miksiFrequencyNocturia Urgency Dysuria

Beratnya gangguan miksi diidentifikasi dan diklasifikasikan oleh berbagai jenis scoring, di antaranya International Prostate Symptom

Score (IPSS) yang disusun oleh World Health Organization dan Madsen Lawson Score. IPSS terdiri dari delapan buah pertanyaan mengenai LUTS. Skor akhir akan menentukan tatalaksana yang akan dilakukan terhadap penderita.Tabel 2. Klasifikasi Hasil IPSSSkorKategoriTatalaksana

0 - 78 - 1819 - 35RinganSedangBeratWatchfull waitingMedikamentosaOperasi

II.2.5 DiagnosisPada pria berusia > 60 tahun kira-kira ditemukan 50% dengan pembesaran prostat dan separuhnya akan memberikan keluhan. Jika dasar kelainan berada di traktus urinarius bagian atas maka diperiksa kelainan ginjal yang tergambar lewat pemeriksaan fisik, yaitu ginjal dapat teraba pada hidronefrosis, nyeri pinggang, dan nyeri ketuk regio Flank pada pielonefritis, vesika urinaria dapat teraba bila terjadi retensi urine, dan teraba benjolan di lipat paha bila ada hernia.Pemeriksaan colok dubur (rectal toucher) dilakukan untuk memeriksa tonus sfingter ani, mukosa rektum, dan prostat. Jika batas atas prostat masih teraba, dapat diperkirakan massa kurang dari 60 gram. Jika prostat teraba membesar maka diberi deskripsi lebih lanjut mengenai konsistensi, simetrisitas, dan nodul untuk menentukan dugaan pembesaran jinak atau ganas. Pembesaran prostat jinak biasanya memiliki konsistensi kenyal, bentuknya simetris, dan tidak terdapat nodul, sedangkan pada adenokarsinoma

prostat konsistensinya keras, bentuk asimetris, dan terdapat nodul.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi atau faktor komorbiditas pada penderita, seperti infeksi, penurunan fungsi ginjal, batu saluran kemih, dan diabetes melitus. Pemeriksaan darah terdiri dari darah perifer lengkap, elektrolit, PSA, ureum, kreatinin, dan kadar glukosa. Pemeriksaan urine terdiri dari urinalisis, biakan, dan tes sensitivitas antibiotik.Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan pada BPH terutama ultrasonografi secara Trans Abdominal Ultrasound (TAUS) atau Trans Rectal Ultrasound (TRUS). TAUS digunakan untuk menilai volume buli, volume sisa urine, divertikel, tumor, atau batu buli. TRUS digunakan untuk mengukur volume prostat, prostat digolongkan besar jika volumenya lebih dari 60 gram. TRUS juga dapat mendeteksi kemungkinan keganasan dengan memperlihatkan adanya daerah hypoechoic dan bisa dapat dilakukan biopsi prostat dengan jarum yang dituntun TRUS. Pencitraan lainnya yang dapat dilakukan yaitu Blaas Nier Overziht-Intravenous Pyelogram

(BNO-IVP) untuk melihat adanya batu saluran kemih, hidronefrosis, divertikula, volume sisa urine, dan indentasi prostat. CT scan dan MRI jarang digunakan karena dianggap tidak efisien.Tabel 3. Indikasi Biopsi Prostat1. Bila pada RT dicurigai adanya keganasan2. Nilai PSA > 10 ng/ml atau PSA 4-10 ng/ml dengan PSAD > 0,15 (standar internasional)3. Nilai PSA > 30 ng/ml atau PSA 8-30 ng/ml dengan PSAD > 0,22(standar Jakarta)II.2.6 Pengukuran Derajat ObstruksiDerajat berat obstruksi dapat diukur melalui beberapa cara. Cara pertama yaitu dengan mengukur volume sisa urine setelah penderita miksi spontan karena pada orang normal biasanya tidak terdapat sisa Sisa urine lebih dari 100 cc merupakan indikasi terapi intervensi. Volume sisa urine dapat diukur dengan melakukan kateterisasi ke dalam vesica urinaria setelah miksi dengan ultrasonografi vesica atau foto post voiding pada BNO-IVP. Cara kedua yaitu dengan uroflowmetri. Pada pemeriksaan ini diukur pancaran urine di mana nilai normal average flow rate (Qave) 10-12 ml/detik, maximum flow rate (Qmax) 20 ml/detik, dan voided volume.II.2.7 Diagnosis BandingProses miksi bergantung pada kekuatan otot detrusor, elastisitas leher vesica, resistensi uretra. Oleh karena itu, kesulitan miksi dapat disebabkan oleh kelemahan detrusor, kekakuan leher vesica, dan

resistensi uretra.Selain pada BPH, keluhan LUTS dijumpai pula pada striktura uretra, kontraktur leher vesica, batu buli-buli kecil, karsinoma prostat, atau kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronis yang menggunakan obat-obat parasimpatolitik. Sedangkan bila hanya gejala-gejala iritatif yang menyolok, lebih sering ditemukan pada penderita instabilitas detrusor, karsinoma in situ vesica, infeksi saluran kemih, prostatitis, batu ureter distal, atau batu vesica yang kecil.II.2.8 Penatalaksanaan1. Watchful WaitingTatalaksana penderita BPH saat ini tergantung pada LUTS yang diukur dengan system skor IPSS. Pada pasien dengan skor ringan (IPSS 7 atau Madsen Iversen 9) dilakukan watchful waiting atau observasi yang mencakup edukasi, reasuransi, kontrol, periodic, dan pengaturan gaya hidup. Bahkan, bagi pasien dengan LUTS sedang yang tidak terlalu terganggu dengan gejala LUTS yang dirasakan juga dapat dilakukan watchful waiting. Saran yang diberikan antara lain:- Mengurangi minum setelah makan malam- Menghindari obat dekongestan (parasimpatik)- Mengurangi minum kopi dan alkohol (diuretik)- 3 bulan kontrol sistem skor, Qmax, sisa kencing, dan TRUS2. Medical TreatmentAda beberapa jenis terapi medikamentosa pada BPH, yaitu:- Penghambat Adrenergik AlfaObat ini menghambat reseptor alfa pada otot polos di trigonum, leher vesica, prostat, dan kapsul prostat sehingga

terjadi relaksasi, penurunan tekanan di uretra pars prostatika sehingga meringankan obstruksi. Beberapa contoh dari obat ini yaitu Prazosin, Doxazosin, Terazosin, Afluzosin, atau Tamsulosin. Efek samping dapat timbul akibat penurunan tekanan darah sehingga pasien bias mengeluh pusing, capek, hidung tersumbat.- Penghambat enzim 5 reduktaseObat ini menghambat kerja enzim 5 reduktase sehingga testosterone tidak diubah menjadi DHT, konsentrasi DHT dalam prostat menurun sehingga sintesis protein terhambat. Perbaikan gejala baru muncul setelah 6 bulan dan efek sampingnya antara lain melemahkan libido dan menurunkan nilai PSA.3. Terapi InvasifTerapi invasif pada BPH bertujuan untuk mengurangi jaringan adenoma. Indikasi absolut untuk melakukan tatalaksana invasif:- Sisa kencing yang banyak- Infeksi saluran kemih berulang- Hematuria makroskopi- Retensi urine berulang- Penurunan fungsi ginjalStandar emas untuk terapi invasif BPH adalah Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP) yang dilakukan untuk gejala sedang sampai berat, volume prostat < 90 gram, dan kondisi pasien yang memenuhi toleransi operasi. Komplikasi jangka pendek pada TURP antara lain perdarahan, infeksi, hiponatremi, dan retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang

TURP adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd, impotensi.

Trans Urethral Incision of the Prostate (TUIP) dapat dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar / ada kontraktur leher vesica / prostat fibrotik.Bila alat yang tersedia tidak memadai maka dapat dilakukan operasi terbuka dengan teknik transvesical atau retropubic. Karena morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkannya tinggi maka operasi jenis ini hanya dilakukan apabila ditemukan pula batu vesica yang tidak bias dipecah dengan litotriptor / divertikel yang besar (sekaligus diverkulektomi) / volume prostat < 100 cc.II.2.9 KomplikasiPada BPH yang dibiarkan tanpa tatalaksana dapat menyebabkan komplikasi seperti trabekulasi, yaitu penebalan serat-serat detrusor menyerupai balok akibat tekanan intravesical yang terus meningkat akibat obstruksi. Kemudian, dapat terjadi sakulasi, yaitu mukosa vesica yang menerobos serat-serat detrusor dan bila ukurannya membesar bias menjadi divertikel.Batu vesica juga dapat terbentuk sebagai komplikasi akibat sisa urine yang menetap di vesica urinaria. Tekanan vesica yang tinggi apabila diteruskan ke struktur di atasnya dapat menyebabkan

hidroureter, hidronefrosis, dan penurunan fungsi ginjal.Tahap yang terakhir terjadi adalah keadaan di mana otot detrusor mengalami dekompensasi sehingga vesica tidak dapat berkontraksi untuk mengosongkan isinya sehingga terjadi retensi urin total. Ketika besarnya tekanan vesica melebihi tekanan obstruksi maka dapat terjadi overflow incontinence.

BAB IIIAFTER CARE PATIENTIII.1 DefinisiAfter Care Patient (ACP) adalah pelayanan yang terintegritas dengan meninjau pada lingkungan demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat permasalahan yang ada pada pasien dan mengidentifikasi fungsi dalam anggota keluarga serta memberikan edukasi kepada pasien mengenai gaya hidup sehat.III.2 TujuanTujuan dilakukannya after care patient selain untuk melihat perkembangan pasien dalam pengelolaan pengobatan dan kesembuhan pasien.III.3 Permasalahan PasienIII.3.1 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluargaa. Fungsi Biologis dan ReproduksiDari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua anggota keluarga kecuali pasien dalam keadaan sehat. Anggota keluarga lain tidak memiliki riwayat penyakit khusus. Pasien adalah seorang laki-laki berusia 64 tahun dengan status pernikahan sebagai duda memiliki 2 orang anak..b. Fungsi PsikologisHubungan pasien dengan anggota keluarganya baik. Pekerjaan pasien adalah pensiunan.c. Fungsi PendidikanPasien tidak mengenyam bangku pendidikan.20

d. Fungsi SosialPasien tinggal di kawasan padat penduduk dengan tempat tinggal yang sama dengan warga sekitar. Pergaulan umumnya berasal dari kalangan bawah dan hubungan sosial dengan tetangga cukup erat. Pasien cukup dikenal di lingkungan rumahnya.e. Fungsi ReligiusPasien menganut agama Islam.III.3.2 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatana. Faktor PerilakuJika ada anggota keluarga yang sakit, pasien dan keluarga langsung berobat ke rumah sakit. Keluarga memiliki jaminan kesehatan.b. Faktor NonperilakuSarana kesehatan relatif dekat dengan rumah. Rumah sakit dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum.III.3.3 Diagnosis Fungsi Keluargaa. Fungsi BiologisPasien laki-laki usia 64 tahun dengan keluhan sulit BAK. b. Fungsi PsikologisHubungan pasien dengan keluarga dan tetangga cukup baik. c. Fungsi Sosial dan BudayaPasien dapat bersosialisasi kepada warga sekitar dengan baik. d. Faktor PerilakuApabila ada aanggota keluarga yang sakit, pasien berobat ke sarana kesehatan terdekat.e. Faktor NonperilakuSarana pelayanan (rumah sakit) kesehatan dekat dari rumah.

III.4 Diagram Fungsi KeluargaLINGKUNGAN Kebersihan dan kerapian rumah baikGENETIK(-)

DERAJAT KESEHATAN Tn. MABPH

YANKES Pelayanan kesehatan terjangkau (rumah sakit)

PERILAKU Apabila ada anggota keluarga yang sakit-> yankesIII.5 Risiko, Permasalahan, dan Rencana Pembinaan Kesehatan KeluargaRisiko dan Masalah KesehatanRencana PembinaanSasaran

BPHEdukasi mengenai cara perawatanPasien dan

luka bekas operasi serta memberi- tahu pola makan dan minumkeluarga

III.6 Hasil KegiatanTanggalSubjektifObjektifAssesmentPlannning

11-2-2015Nyeri di lukapost opKU: tampak sakitsedang Kesadaran: CM TD: 170/90 mmHg Nadi: 64 x/menitS: 36oCSt.lokalis: bekas op baik, pus (-)Post TVP H1Edukasi agar menjagakebersihan diri dan lingkungan dgn baik untuk mencegah infeksi atau penyakit lainnya. Kontrol jika mengalami keluhan atau obat habis.

12-2-2014Keluhan (-)KU: baikKesadaran: CM TD: 160/90 mmHg Nadi 80 x/menit Suhu: 36,5oCPost TVP H2Terapi lanjut

III.7 Kesimpulan Pembinaan Keluarga1. Tingkat PemahamanPemahaman terhadap edukasi yang telah diberikan cukup baik.2. Faktor PenyulitKesulitan berkomunikasi karena pasien mempunyai gangguan pendengaran.3. Indikator KeberhasilanPasien rajin kontrol atau ke sarana pelayanan kesehatan terdekat untuk mengganti balut sehingga luka bekas operasi tidak infeksi.

DAFTAR PUSTAKAB. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta: CV SagungSeto.Jones, D. A. 2001. Benign Prostatic Hypertrophy and Lower Urinary Tract Dysfunction. In: Weiss RM, George NJR, Oreilly PH (eds); Comprehensive Urology, Mosby International Limited. 451-64.Kirby R, Fitzpatrick J. 1995. Shared Care for Prostatic Disease. Isis Medical MediaLtd. 21-28, 51-68, 107-116.Rizki, A. 2008. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak. Studi kasus di RSUP Dr. Kariadi, RS Roemani, dan RSI Sultan Agung Semarang.Rodjani, A. 2011. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Jakarta: FK UI.Agus Sri Haryanto. 2003. Penurunan Hb pada Prostatektomi Transvesika (TVP).Semarang: Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran UNDIP RSUP Dr. Kariadi.Wein A.J., Kavoussi L.R., Novick A.C., Partin A.W., Peters C.A. 2008. CampbellsUrology. Philadelphia: Saunders. 9th ed.Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.24