Acara 3
-
Upload
dicky-endrianto-saputro -
Category
Documents
-
view
225 -
download
123
description
Transcript of Acara 3
Acara III
Proses Degreening (Penguningan) Pada Buah Klimaterik Dan Non-
Klimaterik
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Perubahan tingkat kekerasan (firmness) atau tekstur buah,
meskipun secara jelas dapat digunakan sebagai parameter penting bagi
konsumen, ternyata kurang mudah dihayati dan dimengerti, dan akibatnya
lebih sulit dilakukan kuantifikasi, sebaiknya perubahan flavour (citarasa)
yang merupakan kepedulian utama konsumen dianggap lebih penting
diasumsikan sebagai cerminan dari perubahan-perubahan fisikokimia. Hal
tersebut telah menjadi kepedulian yang sangat besar bagi industri buah-
buahan agar secar penuh masyarakat umum dapat mempengaruhi
perubahan laju pematangan dengan cara melakukan manipulasi suhu, atau
konsentrasi ethylene, yaitu pada saat sebelum dan sewaktu proses
pematangan buah (ripening) terhadap setiap kultural atau spesies buah-
buahan.
Pada suatu tanaman dan hasil-hasil pertanian, adanya kehidupan
ditandai dengan adanya proses pernafasan, yaitu suatu proses biologis
dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang
menghasilkan energi dengan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakarn
dalam bentuk CO2 dan air. Hasil-hasil pertanian sesudah dipanen masih
melakukan proses pernafasan, dan selama hasil-hasil tersebut masih
bernafas, bahan masih disebut hidup. Jadi buah-buahan, sayuran, biji-
bijian dan hasil palawija adalah bahan yang masih hidup walaupun telah
dipetik dari pohonnya, karena masih melakukan pernafasan serta
metabolisme. Karena sifat-sifatnya yang masih hidup maka perlu diketahui
mengenai metabolisme yang ada, pola pernafasan, pematangan serta
perubahan-perubahan kimia dan fisik yang disebabkan oleh sifat hidup itu
sendiri.
Pemasakan buah dapat terjadi saat buah masih berada pada
pohonnya maupun setelah dipetik. Proses pemasakan terkait dengan laju
respirasi optimal tiap produk pertanian berbeda-beda. Oleh karenanya
buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimaterik dan non-
klimaterik. Hal ini terkait dengan penanganan pasca panen yang berbeda
pula. Buah klimaterik dapat dipercepat proses pematangannya dengan
diberikan etilen atau asetilen (karbit) untuk memicu proses penguningan
atau degreening. Proses degreening dapat menguntungkan jika pemberian
asetilen tepat dan merugikan jika perhitungan hari pematangan dan dosis
asetilen tidak tepat, menyebabkan buah mengalami fase lewat masak.
(Hadiwiyoto 2009)
Perlu pengamatan lebih lanjut dalam penggunaan asetilen atau
etilen pada pengaplikasian degreening buah klimaterik dan non-klimaterik.
Kesegaran komoditi hortikultura, terutama dalam perdagangan pertanian
merupakan salah satu kriteria mutu. Buah yang mempunyai laju respirasi
tinggi umumnya lebih cepat rusak. Oleh karena itu dalam praktikum
proses degreening (penguningan) pada buah klimaterik dan non-
klimaterik, dapat mengetahui perubahan sifat fisiologis, kimia dan fisik
pada buah pisang selama proses pematangan, sehingga menyebabkan
perubahan warna, tekstur, rasa dan aroma. Hal ini berkaitan dengan
pemberian penanganan pascapanen yang tepat akan mempertahankan mutu
pada produk tersebut. Mutu yang dapat dipertahankan akan memberikan
nilai ekonomi yang sesuai dengan keadaan produk saat itu.
2. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui proses pemasakan pada buah dengan
menggunakan karbit.
B. Tinjauan Pustaka
Buah diklasifikasikan dalam dua kategori, berdasarkan laju respirasi
sebelum pemasakan, yaitu klimaterik dan nonklimaterik. Buah klimaterik
mempunyai peningkatan atau kenaikan laju respirasi sebelum pemasakan,
sedangkan buah non klimaterik tidak menunjukan adanya kenaikan laju
respirasinya. Buah-buahan non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan
tidak memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal degreening
(penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan nenas. Buah klimaterik
menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat serta
lebih seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen (Rukmana
2007)
Buah klimaterik dapat dipercepat pematangannya melalui pemeraman.
Pemeraman atau pematangan buatan yang dilakukan secara tradisional dengan
istilah pengemposan dilakukan dengan pengasapan dari pembakaran ranting,
daun-daunan kering, atay jerami yang diyakini dapat mengganti gas asetilen
dan etilen. Metode lain yang dilakukan petani atau pedagang buah-buahan
dengan istilah "pengkarbitan" karena menggunakan karbid sebagai penghasil
asetilen. Oleh karena itu, untuk menghasilkan keseragaman tingkat
kematangan buah dalam jumlah besar masih mengalami kesulitan. Untuk itu
perlu dikembangkan metode atau cara-cara pemeraman yang dapat
dikendalikan, baik kondisi lingkungan pemeraman maupun perubahan
mutunya (Sutrisno et al. 2005).
Gas asetilena atau gas karbit adalah suatu gas hidrokarbon alifatis tidak
jenuh yang mempunyai sifat sebagai zat perangsang metabolik, mudah
diperoleh di Indonesia dan harganya murah. Akan tetapi, gas asetilena daya
rangsangnya lebih lemah dari gas etilen. Hal ini karena gas asetilena mampu
merangsang pembentukan etilen dalam sel kemudian etilen ini berfungsi
sebagai zat perangsang metabolit untuk merangsang proses autolisis. Namun
dosis asetilena yang terlu tinggi dapat menyebabkan perubahan citarasa dan
kualitas buah (Darsana 2006).
Kader (2005) menyatakan bahwa buah klimakterik yaitu buah yang
menunjukkan kenaikan produksi karbondioksida dan etilen yang besar saat
penuaan. Contoh buah klimakterik yaitu apel, alpukat, pisang, mangga, dan
tomat. Selama proses pematangan, buah klimakterik menghasilkan lebih
banyak etilen endogen daripada buah nonklimakterik. Etilen endogen adalah
gas etilen yag dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya yang
dapat memicu pematangan buah lain di sekitarnya.
Buah yang dapat diperam atau dipacu tingkat kematangannya adalah
golongan buah klimaterik, yaitu buah-buahan yang memperlihatkan produksi
CO2 yang mendadak meningkat tinggi saat matang. Buah pisang termasuk
buah klimakterik yaitu buah dengan pola respirasi yang diawali dengan
peningkatan secara lambat, kemudian meningkat, dan menurun lagi setelah
mencapai puncak. Sedangkan buah jeruk termasuk buah non klimakterik,
yaitu buah yang mempunyai pola respirasi hampir mendatar. Buah non
klimakterik ini biasa dipetik saat buah sudah matang di pohon (ripe). Jika
buah non klimakterik dipetik sebelum matang, maka buah tidak akan dapat
menjadi matang (Sjaifullah 2006).
Buah non-klimaterik sedikit mensintesis etilen dan tidak dinduksi
pemasakannya oleh gas tersebut. Jelas bahwa sebagian besar buah klimaterik,
termasuk buah berdaging lazimnya menjadi masak antara lain karena etilen
yang dihasilkannya. Pada buah non-klimaterik seperti ceri, anggur dan jeruk,
tampaknya etilen tidak berperan dalam menghilangkan warna hijau pada buah.
Perubahan warna tersebut merupakan hasil pembongkaran klorofil dan
kenaikan karotenoid yang diikuti oleh kehancuran membrane kloroplas dan
pemecahan unsur karotenoid serta lemak karena adanya pengaruh perubahan
kimiawi dan fisiologi yang berlangsung pada tahapan lewat klimaterik
(Salisbury dan Ross 2005).
C. Metode Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara Proses Degreening (Penguningan) pada Buah
Klimaterik dan Non-Klimaterik ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal
21 Oktober 2013 pukul 15.00 – 16.30 WIB di Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat dan Bahan
a. Kardus (3 buah)
b. Buah Pisang (Musa sp.) mentah
c. Buah Jeruk (Citrus sp.) mentah
d. Karbit
3. Cara Kerja
a. Menyiapkan 6 sisir pisang mentah, masing-masing diberi perlakuan
karbit 0gr; 1gr; 2gr; 3gr;
b. Menyiapkan 6 sisir pisang mentah dengan perlakuan karbit 0 gram
c. Mengulang perlakuan tersebut sebanyak 3 kali
d. Pengamatan dilakukan setiap hari.
4. Pengamatan
a. Pengamatan dilakukan setiap hari yaitu :
1) Tekstur
1 : Sangat lunak
2 : Lunak
3 : Agak lunak
4 : Keras
2) Warna
1 : Hijau
2 : Kuning 25%
3 : Kuning 50%
4 : Kuning 75%
5 : Kuning 100%
3) Rasa (pada akhir pengamatan)
4) Umur simpan : diamati setiap hari sampai 50% buah mengalami
kerusakan
5) Lama penyimpanan : lamanya buah pisang menjadi berwarna kuning
setelah diberi perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Darsana, L, 2006. Pengaruh Berbagai Dosis Asetelena pada Proses Penguningan (Degreening) terhadap Kualitas Jeruk Valensia (Citrus sinensis L.). asal Tawangmangu Jawa Tengah. Jurnal Agrisains. 8 (11): 38-42.
Hadiwiyoto dan Soehardi, 2009. Penanganan Lepas Panen 1. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Kader, A. A, 2005. Postharvest Biology and Technology. p. 15-20 In A. A. Kader (Ed.). Postharvest Technology of Horticulture Crops. Agriculture and Natural Resources Publication, Univ. of California. Barkeley.
Rukmana, Rahmat, 2007. Sari Budi Daya Alpukat. Yogyakarta : Kanisius.
Sahutu, S, 2005. Teknik Pemeraman Buah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Salisburry dan Ross, 2005. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB Press.
Sjaifullah, 2006. Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta : P.T. Penebar Swadaya .Cetakan Pertama.
Sutrisno., Sugiyono., Edy Hartulistiyoso, 2005. Otomatisasi Injeksi Etilen dalam Pematangan Buatan. Buletin Keteknikan Pertanian 19 (2): 109-116.