acara 2_sianidaQ
Click here to load reader
-
Upload
dani-riskiani -
Category
Documents
-
view
170 -
download
0
Transcript of acara 2_sianidaQ
![Page 1: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/1.jpg)
ACARA II
EVALUASI KADAR SIANIDA SINGKONG
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara II, evaluasi kadar sianida singkong yaitu
untuk mengetahui pengaruh perlakuan biasa mentah), rendam, rebus dan
bakar terhadap kadar sianida pada singkong.
B. Tinjauan Pustaka
Ubi kayu (Manihot esculenta crantz) merupakan bahan pangan utama
ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Pada tahun 1983, luas panen ubi
kayu mencapai 11,45 juta hektar dengan produksi 13,8 juta ton atau rata-rata
tingkat hasil 9,5 ton/ha. Produksi dan tingkat produksi ubi kayu tersebut
relative masih rendah, hal ini terutama disebabkan oleh penggunaan kultur
teknik yang masih sederhana (Damardjati, 1984).
Komposisi kimia ketela pohon (terkupas) yaitu :
Kalori (per 100 gr) 127
Karbohidrat (%) 34.7
Protein (%) 1.2
Lemak (%) 0.3
Air (%) 62.5
Calcium (mg/100 gr) 33.0
Phosphor (mg/100 gr) 40.0
Ferrum (mg/100gr) 0.7
Vitamin B1 (mg/100gr) 0.06
Vitamin C (mg/100gr) 30.0
(Makfoeld, 1982).
Kelemahan utama yang menyebabkan ubi kayu kurang diterima secara
menyeluruh dan hanya dimanfaatkan sebagai makanan pokok di daerah
pedesaan dan pegunungan terpencil pada saat musim paceklik atau sewaktu
panen padi dan jagung yang kurang memuaskan. Kelemahan yang pertama,
![Page 2: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/2.jpg)
meskipun ubi kayu kaya akan vitamin C dan karbohidrat, namun seperti
halnya umbi-umbian yang lain, ubi kayu miskin akan lemak dan protein.
Kelemahan yang kedua yaitu, ubi kayu mengandung racun glukosida
sianogenik (linamarin dan lotaustralin) yang sewaktu hidrolisis dapat
menghasilkan asam sianida dan glukosa (Thokroaqdikoesoemo, 1986).
Menurut Wargiono (1987), berdasarkan sifatnya, ubi kayu
digolongkan dalam dua golongan yaitu dolongan pahit (kandungan HCN 50
mg/kg bahan) dan manis (kandungan HCN 50 mg/kg bahan).
Cyanida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano
C≡N, dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat
ditemukan dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya adalah
padat atau cair. Beberapa seperti-garam, beberapa kovalen. Beberapa
molekular, beberapa ionik, dan banyak juga polimerik. Cyanida yang dapat
melepas ion cyanida CN− sangat beracun (Anonima, 2006).
Sianida adalah senyawa sian (CN) yang sudah lama terkenal sebagai
racun. Di dalam tubuh akan menganggu fungsi otak, jantung ,mengahambat
jaringan pernapasan, sehingga terjadi asphyxia, orang menjadi seperti tercekik
dan cepat diikuti oleh kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise, dan
iritasi Sianida biasanya ditemukan tergabung dengan bahan kimia lain
membentuk suatu senyawa sianida. Sebagai contoh senyawa sianida yang
sederhana adalah hidrogen sianida (HCN), sodium sianida (NaCN) dan
potasium sianida (KCN). Sianida dapat dihasilkan oleh beberapa bakteri,
jamur dan ganggang . Juga dapat ditemukan dalam sejumlah makanan dan
sianida secara alami terdapat diberbagai tumbuhan. Di dalam tubuh, sianida
bergabung dengan suatu zat kimia untuk membentuk Vitamin B12 (Anonimb,
2006).
Sebagian besar dari penduduk di Jawa telah mengetahui kiranya
bahwa orang dapat mati karena makan singkong yang beracun, dapat mabuk
atau muntah-muntah karena makan tape, keripik, dan lain-lain yang berasal
dari umbi yang beracun. Gejala-gejala yang timbul apabila ada peracunan
singkong, menurut kementrian kesehatan (tumbelaka, 1958) adalah :
![Page 3: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/3.jpg)
1. Beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan singkong, si penderita
jatuh sakit dengan perasaan mual dan muntah-muntah.
2. Kadang-kadang ada berak encer.
3. Sesak bernafa, kadang-kadang begitu hebat sehingga si penderita menjadi
biru.
4. Kesadaran berkurang, si penderita menjadi tidak ingat dan menjadi
pingsan.
5. Badan menjadi dingain, nadi kecil dan cepat, kadang-kadang nadi tidak
dapat diraba, ini menandakan bahwa jantung adalah lemak dan hampir
tidak dapat menjalankan fungsinya.
Sianida merupakan senyawa sian (CN) yang terkenal sebagai racun.
Bila masuk ke tubuh akan mengganggu fungsi otak, jantung, menghambat
jaringan pernapasan, sehingga terjadi asphyxia, yaitu orang menjadi seperti
tercekik dan cepat diikuti oleh kematian. Kadar sianida yang tinggi dalam
darah dapat menyebabkan efek yang berbahaya, seperti jari tangan dan kaki
lemah, susah berjalan, pandangan yang buram, ketulian, dan gangguan pada
kelenjar gondok. Sianida dapat ditemukan pada rokok, asap kendaraan
bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka, dan
singkong. Selain itu, juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik
(Anonimc, 2006).
Sianida adalah senyawa sian (CN) yang sudah lama terkenal sebagai
racun. Di dalam tubuh akan menganggu fungsi otak, jantung ,mengahambat
jaringan pernapasan, sehingga terjadi asphyxia, orang menjadi seperti tercekik
dan cepat diikuti oleh kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise, dan
iritasi Sianida biasanya ditemukan tergabung dengan bahan kimia lain
membentuk suatu senyawa sianida. Sebagai contoh senyawa sianida yang
sederhana adalah hidrogen sianida (HCN), sodium sianida (NaCN) dan
potasium sianida (KCN). Sianida dapat dihasilkan oleh beberapa bakteri,
jamur dan ganggang . Juga dapat ditemukan dalam sejumlah makanan dan
sianida secara alami terdapat diberbagai tumbuhan. Di dalam tubuh, sianida
![Page 4: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/4.jpg)
bergabung dengan suatu zat kimia untuk membentuk Vitamin B12 (Anonimd,
2007).
Singkong yang rasanya pahit, adalah jenis umbi-umbian yang kandungan
sianidanya terlalu tinggi, kandungan HCN tersebut yang menyebabkan
singkong beracun. Bila racun tersebut dimakan manusia ataupun makhluk
hidup lain, akan menyebabkan keracunan bahkan sampai kematian. Akan
tetapi singkong yang beracun bisa disterilkan dengan dengan cara direndam di
air mengalir dalam waktu yang cukup lama, setelah itu dikeringkan dengan
kadar yang cukup. Pengeringan dengan kadar panas penting, artinya jika
singkong disimpan dalam keadaan masih basah, akan timbul jamur
Aspergillus flavus yang juga mengandung racun berbahaya seperti afla toxin
( Tatang, 2003 ).
C. Metodologi
1. Alat dan Bahan
Singkong
Alkalin pikrat
KCN standar
Tabung reaksi
Pipet 5 ml
Kompor listrik
Gelas piala 500 ml
Spektrofotometer
![Page 5: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/5.jpg)
2. Cara kerja
Singkong (biasa mentah, rendam, rebus, bakar) sebanyak 4 gr
Ditambah 125 ml air dan 2,5 ml kloroform
Dimasukkan dalam labu Kjeldahl dan didistilasi
HCN diserap KOH 2% hingga didapatkan volume total sebanyak 20 ml
Diambil 5 ml dan ditambah dengan 5 ml alkalin pikrat
Dimasukkan dalam waterbath yang berisi air mendidih selama 5 menit
Diabsorbansi pada panjang gelombang 520 nm
Dihitung konsentrasinya dengan kurva standar
![Page 6: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/6.jpg)
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Data Hasil Perhitungan StandartEvaluasi Kadar Sianida Pada Singkong
No. Mg/L M Absorbansi 1 0 0 0,0062 1 0.015 -3 2 0,031 0,0204 3 0,046 0,0495 4 0,062 0,0726 5 0,077 0,0947 6 0,092 0,1038 7 0,108 0,120
Sumber: Laporan Sementara
Y = BX + A
A = -1,647×10-3
B = 1,143
r = 0,985
Tabel 2.2 Data Hasil Perhitungan Kadar Sianida Pada SingkongKelompok Sampel Absorbansi Mg/L Rata-rata
1 Singkong biasa 0,045 2,63 3,12
2 0,057 3,61
3 Singkong direndam 1 jam
0,055 3,19 3,14
4 0,053 3,08
5 Singkong rebus 0,045 2,63 2,77
6 0,050 2,91
7 Singkong bakar 0,047 2,74 2,83
8 0,050 2,91
Sumber: Laporan Sementara
Ubi kayu merupakan salah satu alternative diversifikasi pangan
berbasis bahan lokal. Ubi kayu menghasilkan umbi yang mengandung pati.
Pada umbi ubi kayu terdapat racun asam sianida. Pada ubi kayu manis
kandungan asam sianida pada umbi sangat rendah sehingga tidak dapat
menimbulkan efek keracunan bagi yang mengkonsuminya. Sedangkan ubi
![Page 7: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/7.jpg)
kayu pahit kandungan asam sianida sangat tinggi sehingga dapat meimbulkan
keracunan bagi yang mengkonsumsinya.
Pada praktikum kali ini digunakan berbagai perlakuan ubi kayu,
untuk mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan pada kadar sianida ubi
kayu. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan yaitu direndam 1 jam, direbus
dan dibakar.
Prinsip penentuan kadar HCN ubi kayu dilakukan dengan mengukur
absorbansi ubi kayu dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520
nm. Sebelum ditera absorbansinya, sampel ubi kayu ditambahkan kloroform
terlebih dahulu. Penambahan kloroform ini dimaksudkan untuk merusak
ikatan glukosida sianogenik. Menurut Darjanto (1980), racun dalam ubi kau
tidak terdapat dalam keadaan merdeka, melainkan terikat dalam rangkaian
cyanogenic glucoside, yaitu suatu benda padat yang disebut pula ”linamarine”
yang terdiri ari glucose, aceton, dan HCN yang mempunyai rumus C10H17O6N
dan tahan terhadap panas sampai suhu 1400C.
Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa nilai HCN tertinggi ada pada
perlakuan direndam 1 jam, kemudian singkong mentah biasa, singkong bakar
dan kadar HCN terendah ada pada singkong direbus. Menurut Irmansyah
(2005) bahwa dengan cara merebus, mengupas, mengiris kecil-kecil,
merendam dalam air, menjemur hingga kemudian dimasak adalah proses
untuk mengurangi kadar HCN. Proses pencucian dalam air mengalir dan
pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN
yang beracun.
Menurut teori Irmansyah diatas, seharusnya kandungan HCN pada
ubi kayu biasa adalah yang paling tinggi, namun kenyataannya pada
praktikum ubi kayu yang rendam berkadar HCN tertinggi. Hal ini dapat
disebabkan karena sebagian HCN telah larut dalam air rendaman, sehingga air
rendaman berkadar HCN tinggi. Ketika dilakukan analisa kadar HCN,
singkong yang dari air rendaman tadi tidak dicuci terlebih dahulu sehingga
HCN dari air rendaman yang menempel pada permukaan singkong ikut
terhitung sebagai kadar HCN singkong rendam.
![Page 8: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/8.jpg)
Pada singkong rebus dan singkong bakar kadar HCN cukup rendah
yaitu sebesar 2.77 mg/l pada singkong rebus dan 2.83 mg/l pada singkong
bakar. Perebusan merupakan cara yang paling efektif untuk menekan kadar
sianida singkong. Hal ini dikarenakan enzim ”linase” yaiut enzim yang
berperan dalam pengikatan sianida menjadi inaktif sehingga pemecahan
linamarin ( glikosida sianogenik pada singkong ) yang menyebabkan
terbentuknya sianida tidak terjadi (Winarno, 2002).
Darjanto (1980) dalam bukunya Khasiat, Racun dan Masakan Ketela
Pohon menyebutkan bahwa pada tahun 1906 Henry dan Auld melakukan
penelitian dan menyebutkan bahwa dugaan umum bahwa zat racun (sianida)
ini mudah sekali dihilangkan dengan jalan menggoreng atau merebus umbi
merupakan dugaan yang salah. Menurut Henry dan Auld, ”enzim linase” yang
berperan dalam pemisahan gluside sehingga HCN dapat terlepas, ketika
dilakukan pemanasan enzim ini akan rusak dan tidak berdaya lagi, sehingga
glucoside itu tinggal dan berbahaya. Pendapat ini juga diperkuat oleh
penyelidikan Nijholt (1932) yang dapat membuktikan bahwa racun di dalam
umbi itu belum tentu dapat dilenyapkan semua. Ia melakukan suatu percobaan
dengan merebus singkong tetapi kadar HCN dalam singkong masih cukup
tinggi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perebusan memang
merupakan cara untuk mengurangi kadar HCN, namun kita masih perlu
waspada karena jika kadar HCN sangat tinggi dalam singkong, walaupun
dengan perebusan masih dapat menyebabkan keracunak oleh HCN singkong.
Dengan perlakuan bakar, kadar HCN yang terkurangi lebih sedikit
dibanding dengan cara perebusan atau dengan kata lain, kadar HCN pada
singkong bakar lebih tinggi daripada singkong rebus. Prinsip pengurangan
kadar sianida pada singkong bakar hampir sama dengan singkong rebus yaitu
dengan pemanasan, namun pada singkong bakar, tidak menggunakan media
air sehingga panas yang digunakan untuk menginaktifasi enzim linase kurang
sempurna karena hanya mengenai bagian permukaannya saja sedangkan
bagian dalam umbi terutama bagian tengah tidak ikut terkena panas sehingga
kadar HCN umbi terutama bagian tengah umbi yang tidak terkena panas
![Page 9: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/9.jpg)
masih tinggi. Hal ini menyebabkan kadar HCN pada singkong bakar lebih
tinggi dari singkong rebus padahal keduanya sama-sama menggunakan prinsip
pemanasan. Pada singkong rebus dengan media air, panas yang terjadi lebih
merata dan dapat sampai pada bagian tengah umbi. Sedangkan pada
pembakaran (singkong bakar) parameter kita untuk membakar adalah sampai
bagian permukaan nya matang dan belum ”gosong” padahal seringkali ketika
kita membakar singkong hanya bagian luarnya saja yang matang sedangkan
bagian dalamnya masih mentah. Hal ini dapat menyebabkan keracunan HCN
karena kadar sianida pada bagian tengah umbi masih tinggi, terutama jika
kadar HCN awal singkong besar. Dalam pengolahan singkong, terkait dengan
kadar HCN dalam singkong yang dapat menyebabkan keracunan harus
diwaspadai karena banyak kasus keracunan oleh sianida walaupun tidak
semuanya disebabkan oleh singkong.
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum acara II, evaluasi kadar
sianida singkong yaitu :
1. Kadar sianida dengan berbagai perlakuan yaitu :
2. Singkong rendam 1 jam > singkong biasa mentah > singkong bakar >
singkong rebus (3.14 > 3.12 > 2.83 > 2.77).
3. Kadar sianida singkong dipengaruhi perlakuan yang dilakukan dan kadar
sianida awal singkong.
4. Kadar HCN dalam singkong dipengaruhi oelh enzim linase yang berkaitan
dengan ikatan glucose sianogenik yang mengikat glucose, HCN dan
aceton.
5. Dengan pemanasan yaitu perebusan dan pembakaran dapat mengurangi
kadar sianida karena inaktifasi enzim linase karena pemansan.
![Page 10: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/10.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2006. Sianida. Diakses tanggal 27 Mei 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/Sianida
Anonimb. 2006. Apa itu Sianida?. Diakses tanggal 27 Mei 2008.http://www.minergynews.com/ngovoice/voice8.shtml
Anonimc. 2006. Sianida, racun yang Berbahaya. Diakses tanggal 27 Mei 2008.http://64.203.71.11/kompas-cetak/0703/30/jogja/1035504.htm
Anonimd. 2007. Sianida. Diakses tanggal 27 Mei 2008.http://www.minergynews.com/ngovoice/voice8.shtml
Damardjati, D.S., Supani S. Subaidy dkk. 1984. Present Status of Post Harvest Handing in Indonesia. Presented at The ASEAN-EEC Technology Consultation Workshop, Manila, Philippines.
Darjanto dan Murjati. 1980. Khasiat, Racun dan Masakan Ketela Pohon. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Irmansyah, B. 2005. Dari Limbah menjadi Pakan Ternak. Diakses tanggal 27 Mei 2008. http://www.geocities.com/persampahan/kompos.doc (Akses Agustus 2005)
Makfoeld, Djarir. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech. Yogyakarta.
Nijhholt, J.A 1932. Over Vergifing Door Het Eten Van Cassave-Wortels en Daaruit Bereide Producten. Landbouw. Jrg.
Tatang. 2003. Kandungan Singkong. Diakses tanggal 27 Mei 2008.http:// www.indomedia.com/bernas/9807/03/UTAMA/03uta2.htm-3k
Tjokroadikoesoemo, Soebijanto. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia. Jakarta.
Tumbelaka, WAFJ. 1958. Mentjegah Peratjunan Singkong. Harian Suluh Indonesia. Jakarta.
Wargiono, J dan Diane M Barnet. 1987. Budidaya Ubi Kayu. PT Gramedia. Jakarta.
Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
![Page 11: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/11.jpg)
LAMPIRAN
Pembuatan larutan standar HCN
240 mg KCN/L 0,024 gr/100 ml = 3,69 mM
No. Mg/L M Absorbansi 1 0 0 0,0062 1 0.015 -3 2 0,031 0,0204 3 0,046 0,0495 4 0,062 0,0726 5 0,077 0,0947 6 0,092 0,1038 7 0,108 0,120
Sumber: Laporan Sementara
Y = BX + A
A = -1,647×10-3
B = 1,143
r = 0,985
Perhitungan :
M KCN = 3,69 mM
M = =
M1 = = 0
M2 = = 0,015
M3 = = 0,03
M4 = = 0,046
![Page 12: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/12.jpg)
M5 = = 0,062
M6 = = 0,077
M7 = = 0,092
M8 = = 0,108
M1.V1 = M2.V2
V1 = 0 ml
V2 = 0,20 ml
V3 = 0,4 ml
V4 = 0,6 ml
V5 = 0,8 ml
V6 = 1,0 ml
V7 = 1,2 ml
Kelompok Sampel Absorbansi Mg/L Rata-rata
1 Singkong biasa 0,045 2,63 3,12
2 0,057 3,61
3 Singkong direndam 1 jam
0,055 3,19 3,14
4 0,053 3,08
5 Singkong rebus 0,045 2,63 2,77
6 0,050 2,91
7 Singkong bakar 0,047 2,74 2,83
8 0,050 2,91
Sumber: Laporan Sementara
Perhitungan :
![Page 13: acara 2_sianidaQ](https://reader037.fdocuments.net/reader037/viewer/2022100601/55721143497959fc0b8eac56/html5/thumbnails/13.jpg)
Y = BX + A
Y = 1,143x – 0,0011647
(Kelompok 1)
Y = 1,143x – 0,0011647
0,045 = 1,143x – 0,0011647
0,045 + 0,0011647 = 1,143x
x = 0,04039
x = mM
=
=
=
x = mg/65
mg = 0,04039 . 65
= 2,625 mgr/L