ABSES submandibular

26
A. LAPORAN KASUS Pendahuluan Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien abses submandibula dengan trismus. Pasien merupakan seorang perempuan, umur 26 tahun, alamat Brongkal, yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tanggal : 27 Oktober 2011 I. DATA PRIBADI Nama : Ny. M Alamat : Ds. Pagelaran, Brongkal RT/RW 13/04 Umur : 26 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMP sederajat Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam Suku : Jawa Konsul dari : dokter umum Menderita : II. RIWAYAT KASUS 1. Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri untuk menelan. 2. Riwayat Penyakit Sekarang : 1

description

medic

Transcript of ABSES submandibular

Page 1: ABSES submandibular

A. LAPORAN KASUS

Pendahuluan

Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien abses

submandibula dengan trismus. Pasien merupakan seorang perempuan, umur 26 tahun,

alamat Brongkal, yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Tanggal : 27 Oktober 2011

I. DATA PRIBADI

Nama : Ny. M

Alamat : Ds. Pagelaran, Brongkal RT/RW 13/04

Umur : 26 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMP sederajat

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Konsul dari : dokter umum Menderita :

II. RIWAYAT KASUS

1. Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri untuk menelan.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh sakit pada waktu menelan, di sertai dengan kesukaran untuk

membuka mulut. Pasien juga mengeluh nyeri berasal dari bagian rahang bawah

kiri pasien. Keadaan tersebut terjadi semenjak 4 hari yang lalu, sehingga pasien

tidak bisa makan, hanya minum air sedikit- sedikit, pasien merasa tubuhnya

lemas. Pasien merasakan demam di tubuhnya. Sebelumnya pasien berobat ke

dokter umum karena nyeri pada gigi sebelah kiri, kemudian diberikan obat. Akan

1

Page 2: ABSES submandibular

tetapi nyerinya belum sembuh, dan empat hari yang lalu pasien menyatakan

susah untuk menelan dan membuka mulut.

3. Riwayat Perawatan

a. Gigi : belum pernah melakukan

perwatan gigi sebelumnya.

b. Jar. Lunak R. Mulut dan sekitarnya : belum pernah melakukan

perawatan/ tidak ada kelainan.

4. Riwayat Kesehatan:

Kelainan darah Gangguan Respiratori

Kelainan endokrin Kelainan Imunologi

Gangguan nutrisi Gangguan T. M. J

Kelainan jantung Tekanan Darah

Kelainan kulit/ kelamin Diabetes Melitus

Gangguan pencernaan Lain- lain.

5. Obat- Obatan yang telah/ sedang di jalani :

Sebelumnya pasien meminum obat dari dokter umum, menurut pasien obatnya

terdiri dari 3 macam, berwarna putih dan biru.

6. Keadaan sosial/ Kebiasaan :

Status sosial ekonomi pasien cenderung menengah ke bawah. Pasien mengaku

menggosok gigi 3x perhari.

7. Riwayat Penyakit Keluarga :

a. Riwayat Keluarga dengan Sakit Serupa : Tidak ada kelainan di keluarga

b. Riwayat Kelainan Darah : Tidak ada kelainan di keluarga

c. Riwayat Endokrin : Tidak ada kelainan di keluarga

d. Riwayat Diabetes melitus : Tidak ada kelainan di keluarga

e. Riwayat Kelainan Jantung : Tidak ada kelainan di keluarga

2

-

Page 3: ABSES submandibular

f. Riwayat Kelainan syaraf : Tidak ada kelainan di keluarga

g. Riwayat Alergi : Tidak ada kelainan di keluarga

III. PEMERIKSAAN KLINIS

1. EKSTRA ORAL

a. Muka : simetris

b. Pipi Kiri : bengkak (+), nyeri tekan (+)

c. Pipi kanan : dalam batas normal

d. Bibir atas : dalam batas normal

e. Bibir bawah : dalam batas normal

f. Sudut mulut : dalam batas normal

g. Kelenjar submandibularis kiri : pembesaran (+), nyeri tekan (+)

h. Kelenjar submandibularis kanan : dalam batas normal

i. Kelenjar sub mentalis : dalam batas normal

j. Kelenjar leher : dalam batas normal

k. Kelenjar sub lingualis : dalam batas normal

l. Kelenjar parotis kanan/kiri : dalam batas normal

m. Lain- lain : dalam batas normal

2. INTRA ORAL

a. Mukosa labial atas : dalam batas normal

Mukosa labial bawah : dalam batas normal

b. Mukosa pipi kiri : hiperemi (+)3

Page 4: ABSES submandibular

Mukosa pipi kanan : dalam batas normal

c. Bukal fold atas : dalam batas normal

Bukal fold bawah : hiperemi (+)

d. Labial fold atas : dalam batas normal

Labial fold bawah : dalam batas normal

e. Ginggiva rahang atas kiri : hiperemi (+)

Ginggiva rahang bawah kiri : hiperemi (+)

f. Lidah : dalam batas normal

g. Dasar mulut : dalam batas normal

h. Palatum : dalam batas normal

i. Tonsil : dalam batas normal

j. Pharing : dalam batas normal

4

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

V IV III II I I II III IV V

I II III IV VV IV III II I

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

2

Page 5: ABSES submandibular

Keterangan :

IV. DIAGNOSA SEMENTARA

- Abses submandibularis dengan trismus

- 8 pericoronitis

- 5 radixes

- Calculus di regio anterior bawah

V. RENCANA PERAWATAN

Abses submandibula dengan trismus rawat inap, pro insisi untuk drainase.

- 5 radixes pro ekstraksi

- Calculus diregio anterior bawah pro scaling

1. Pengobatan

- R/ ceftriaxone 2x 1 amp

- R/ ketorolac 2x 1 amp (KP)

- R/ mefinal 500 mg tab No. XV

S 3dd cap 1

5

Page 6: ABSES submandibular

2. Pemeriksaan Penunjang

Lab. Rotgenologi Mulut/ Radiologi

Lab. Patologi Anatomi

Sitologi

Biopsi

Lab. Mikrobiologi

Bakteriologi

Jamur

Lab. Patologi Klinik

3. Rujukan

Poli Penyakit Dalam

Poli THT

Poli Kulit Kelamin

Poli Syaraf

Poli Bedah

VI. DIAGNOSE AKHIR

- Abses submandibularis dengan trismus

- 8 pericoronitis

- 5 radixes

6

Page 7: ABSES submandibular

LEMBAR PERAWATAN

Tanggal Elemen Diagnosis Therapi Keterangan

27 Oktober 2011

8

5

Submandibular abses et causa pericoronitis.

Trismus

Radixes

Pro: insisi untuk drainase

R/ ceftriaxone 2x 1 amp

R/ ketorolac 2x 1 amp (KP)

R/ mefinal 500 mg tab No. XV

S 3dd cap 1

Pro ekstraksi

Rawat inap

7

Page 8: ABSES submandibular

B. TELAAH KASUS

1. Anatomi dan fisiologi kelenjar submandibula

Kelenjar Submandibula adalah sepasang kelenjar yang terletak di rahang

bawah, di atas otot digatrik. Produksi sekresinya adalah campuran serous dan mukous

dan masuk ke mulut melalui duktus Wharton. Walaupun lebih kecil daripada kelenjar

parotis, sekitar 70% saliva di kavum oral diproduksi oleh kelenjar ini, 25% parotis,

8% kelenjar mukosa kecil. Selama merangsang sekresi kelenjar parotid menghasilkan

mayoritas air liur. Kelenjar submandibular dibagi menjadi lobus superfisialis dan

profunda, yang dipisahkan oleh otot mylohyoid.

Gambar 1. Anatomi kelenjar submandibular

Ruang submandibula terdiri dari ruang sub lingual dan ruang sub maksila.

Ruang sublingual dengan ruang sub maksila di pisahkan oleh otot mmylohyoid.

Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi menjadi ruang sub mental dan ruang

submaksila oleh otot digastricus anterior.

8

Page 9: ABSES submandibular

Gambar 2. Potongan vertikal ruang submandibula

Sekresi sel-sel dari kelenjar submandibular memiliki fungsi yang berbeda.

Sel-sel mukosa adalah yang paling aktif dan karena itu produk utama dari kelenjar

submandibula adalah air liur. Secara khusus, sel-sel serosa menghasilkan amilase

saliva, yang membantu dalam pemecahan pati di mulut. Lendir sel-sel mensekresikan

mucin yang membantu dalam pelumasan dari lobus makanan karena perjalanan

melalui kerongkongan.

2. Abses Submandibula

Definisi

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pus pada daerah

submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam

(deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula

berasal dari proses infeksi gigi, dasar mulut, faring, dan kelenjar limfe submandibula.

Mungkin juga infeksi dari ruang dalam leher yang lain.

Akhir-akhir ini abses leher bagian dalam termasuk abses submandibula sudah

semakin jarang dijumpai. Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan

kesehatan mulut yang meningkat. Walaupun demikian angka morbiditas yang timbul

akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan

yang cepat dan tepat sangat diperlukan.

Etiologi Abses Submandibula

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe

submandibula. Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi

gigi. Infeksi pada gigi berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika

apeksnya ditemukan dibawah perlekatan dari muskulus mylohyoid. Infeksi dari gigi

dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu, secara langsung

melalui pinggir mylohyoid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui

ruang mastikor. 9

Page 10: ABSES submandibular

Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,

baik aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan

adalah Staphilococcus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus

pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiella sp, dan Neisseria sp. Kuman anaerob

yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif,

seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.

Penegakan Diagnosa

Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula

dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan.

Tabel 1. Gejala klinis pada infeksi leher dalam.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang

bernanah (purulrnt) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resisten antibiotik.

2. Radiologis

a. Rotgen jaringan lunak kepala AP

10

Page 11: ABSES submandibular

b. Rotgen panoramik dilakukan apabila penyebab abses submandibula

berasal dari gigi.

c. Rotgen thoraks perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum,

emphisema subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat

aspirasi abses.

d. Tomografi komputer (CT-Scan) CT scan dengan kontras merupakan

pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam. Biasanya gambaran abses

yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang

lebih jelas, dan kadang ada air fluid level.

Patofisiologi

Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari

mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari muskulus mylohyoid.

Infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu

secara langsung melalui pinggir mylohyoid.

Adanya infeksi menyebabkan terjadinya vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah

( Rubor ). Akibat pelebaran pembuluh darah ini, aliran darah akan meningkat

sehingga menimbulkan panas pada jaringan yang terluka ( Kalor ). Sel-sel darah putih

yang merupakan pertahanan tubuh dalalm melawan infeksi, bergerak kedalam rongga

tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel darah putih akan mati, sel darah putih yang

mati inilah yang membentuk nanah yang mengisis rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong, pada

akhirnya tumbuh di sekliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini

merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut jika suatu

abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun

dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.

Dinding pembuluh darah menjadi lebih permeable sehingga zat antibodi dan

cairan yang mengandung protein dapat keluar dari pembuluh darah dan masuk ke

11

Page 12: ABSES submandibular

jaringan sekitar luka. Akibat masuknya cairan ke jaringan menyebabkan terjadinya

edema ( Tumor ). Cairan ini akan mendesak saraf-saraf disekitarnya dan

menimbulkan rasa nyeri ( Dolor ). Akibat dari itu semua, maka fungsi dari bagian

badan itu terganggu ( Fungsiolaesa ). Cairan yang terjadi pada proses radang ini

disebut eksudat, sedangkan proses keluarnya eksudat dari pembuluh darah di sebut

eksudasi. Proses radang tersebut di atas merupakan perlawanan tubuh terhadap

rangsangan yang berasal dari dalam dan luar tubuh.

Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah:

1. Antibiotik (parenteral).

Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji

kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya

diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi

(mencakup terhadap kuman aerob dan aerob, gram positif dan gram negatif) adalah

pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai

kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup

baik. Setelah hasil uji sensitivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat

disesuaikan.

Berdasarkan uji kepekaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi

terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu lebih

dari 70% . Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama

untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih

kurang 10 hari.

2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuai abses dapat dilakukan. Evakuasi

abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi

atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada

tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas

12

Page 13: ABSES submandibular

abses. Bila abses belum terbentuk, dilakukan penatalaksanaan secara konservatif

dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka

evakuasi abses dapat dilakukan.

3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan

trakeostomi perlu dipertimbangkan.

Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen, atau langsung

(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibularis paling sering

meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruang ini cukup tipis. Perluasan

ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melalui muskulus pterygoid

medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah

potensial lainnya.

Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, kebawah

menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan mediastinitis.

Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh

karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi perdarahan yang

hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan

septikemia.

Prognosis

Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis

secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase

awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian aantibiotika yang

tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna. Apabila telah terjadi

mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian

antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan

trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%.

13

Page 14: ABSES submandibular

3. Trismus

Trismus merupakan ketidakmampuan untuk membuka mulut. Trismus

disebabkan gangguan pada saraf trigeminus, terutama spasme pada otot mastikator

sehingga menyebabkan kesulitan dalam membuka mulut. Keterbatasan dalam

membuka mulut dapat menimbulkan masalah terhadap kesehatan, termasuk di

dalamnya kekurangan zat-zat nutrisi akibat gangguan mengunyah makanan,

gangguan dalam berbicara, dan pengaruhnya terhadap kesehatan mulut dan gigi.

Hambatan dari pegerakan rahang tersebut secara garis besar disebabkan oleh

trauma, terapi radiasi, pembedahan dan berbagai gangguan pada sambungan rahang

lainnya. Hal ini terjadi akibat kerusakan pada otot rahang, kerusakan pada sambungan

rahang, pertumbuhan jaringan ikat yang terlalu cepat (pembentukan jaringan parut),

Atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Berdasarkan proses diatas maka etiologi dari trismus dapat dibagi 2 yaitu:

1. Faktor eksternal

Neoplasma pada rahang

Infeksi akut

Penyakit Sistemik (SLE, Skleroderma dan penyakit sistemik lainya

Pseudoankylosis

Luka bakar

Atau berbagai trauma lainnya yang mengenai otot-otot rahang.

2. Faktor internal

Ankylosis tulang pada sambungan rahang

Ankylosis jaringan ikat pada sambungan rahang

14

Page 15: ABSES submandibular

Artristis

Infeksi

Trauma

Mikro trauma

Gangguan SSP (tetanus, lesi pada nervus trigeminal dan keracunan obat)

3. Faktor Iatrogenik

Paska Odontektomi Molar Ketiga

Injeksi Yang Dilakukan Saat Anestesi

Pengaruh dari fiksasi intermaksilaris setelah fiksasi terjadinya fraktur atau

trauma.

Otot mastikasi atau pengunyah terdiri dari otot temporalis, masseter, pterygoid

medial dan pterygoid lateral. Masing-masing otot memiliki peranan tersendiri dalam

proses mengunyah, dan saat terjadi kerusakan pada otot tersebut akan menimbulkan

15

Page 16: ABSES submandibular

rasa nyeri, keadaan ini disebut dengan muscle guarding yaitu penegangan pada otot

yang timbul sebagai kompensasi terhadap nyeri yang timbul pada otot tersebut. Nyeri

ini akan menyebabkan otot akan berkontraksi, dan menyebabkan berkurangnya lebar

pembukaan mulut yang dapat dihasilkan oleh gerakan otot mastikasi. Kontraksi ini

merupakan suatu gerakan reflek, sehingga penderita tidak dapat mengontrolnya.

Setiap tindakan yang dipaksakan untuk meregangkan otot tersebut akan menimbulkan

kontraksi yang makin kuat. Untuk melakukan terapi pada penderita trismus lebih

efisien dilakukan dengan melakukan gerakan halus dan perlahan.

Patogenesis lainya adalah gangguan pada temporomandibular joint.

Sebagaimana sendi-sendi lainnya di dalam tubuh, temporomandibular joint

merupakan tempat yang sering mengalami artritis maupun penyakit degenerasi sendi.

Pada regio ini juga sering terjadi trauma yang menimbulkan hemartrosis, dislokasi,

fraktur prosessus condylaris dan disini juga terdapat diskus intraartikularis, maka

fungsi sendi bisa berjalan dengan baik bila terdapat keserasian antara unsur-unsur

tulang dan diskus dari sendi. Pergerakan yang harmonis antara sendi bilateral juga

penting untuk berfungsinya mandibula secara normal. Dengan kata lain gangguan

pada tempat tersebut akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membuka

mulut atau rahang disamping rasa nyeri yang timbul saat melakukan gerakan.

Penanganan sedini mungkin akan dapat meminimalisasi gangguan di atas.

Pergerakan pasif yang dilakukan beberapa kali sehari akan lebih efektif dibandingkan

dengan melakukan peregangan secara statis. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan

oleh Universitas Pittsburgh memperlihatkan bahwa pergerakan pasif memberikan

hasil yang signifikan dalam mengurangi inflamasi dan nyeri.

Terdapat bermacam-macam alat yang digunakan untuk tujuan diatas, selain cara

manual dengan menggunakan jari. Peralatan tersebut bermacam-macam bentuknya

mulai bentuk kerangka, pegas yang ditempatkan diatara gigi, sekrup dan katup

hidrolik yang ditempatkan diantara gigi. Tetapi perangkat yang paling banyak

digunakan saat ini adalah penekan lidah, yang membuat mulut selalu terbuka.

16

Page 17: ABSES submandibular

4. Pericoronitis

Pericoronitis adalah suatu peradangan pada gusi di sekitar mahkota dari gigi yang

sedang mengalami erupsi sebagian. Definisi lain menyebutkan bahwa pericoronitis

merupakan peradangan jaringan lunak di sekeliling gigi yang akan erupsi. Apabila

suda timbul pernanahan maka disebut abses perikoronal.

Pericoronitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga yang biasa terjadi

pada akhir masa remaja atau pada awal usia 20 tahun. Perikoronitis merupakan suatu

kondisi yang umum terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncuk berulang, bila

molar belum erupsi sempurna. Akibatnya dapat terjadi destruksi tulang diamtara gigi

molar dan geraham depannya.

Faktor resiko perikoronitis :

- Keadaan dimana gigi sedang mengalami erupsi

- Terbentuknya lapisan gusi karena erupsi gigi

- Keadaan gigi yang bersinggungan dengan jaringan perikoronal gigi yang tidak

erupsi/erupsi sebagian

- Riwayat perikoronitis sebelumnya

- Higiene oral yang bururk.

Patogenesis

Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan

bakteri di saku gusi perikoronal gigi yang sedang erupsi atau impaksi. Adanya

akumulasi dari plak dan sisa-sisa makanan sulit diraih saat membersihkan gigi. Pada

saku gigi perikoronal ini akan terjadi proses inflamasi akut dengan gejala-gejala

inflamasi, sedangkan bila proses inflamasi kronis bisa timbul gejala ataupun tanpa

gejala. Apabila debris dan bakteri terperangkap jauh ke dalam saku gusi perikoronal

17

Page 18: ABSES submandibular

maka akan terbentuk abses. Inflamasi juga bisa terjadi karena trauma yang dihasilkan

dari erupsi gigi molar rahang atas.

Penatalaksanaan

Fokus perawatan adalah menanggulangi infeksi. Namun strategi perawatan

tergantung dari dua faktor, pertama dari beratnya infeksi dan yang kedua penyebaran

dari infeksi tersebut. Untuk infeksi yang telah menyebar ke KGB atau rongga fasialis

maka membutuhkan terapi yang lebih ekstensif.

Perikoronitis yang terlokalisir dan dalam tahap ringan sedang dapat di tangani

secara konservatif yaitu dengan debridemen dan drainase dari pericoronal pocket. Jik

terdapat abses maka harus dilakukan drainase yang dilakukan dengan cara insisi.

Monitoring paska perawatan diperlukan untuk memastikan resolusi dari fase akut.

Setelah itu perlu dilakukan koreksi secara operatif, salah satunya dengan reseksi

jaringan perikoronal untuk mencegah berulangnya infeksi.

Jika gigi yan terkena dianggap tidak dapat digunakan karena malposisi atau

alasan lain ekstraksi biasanya dianggap perlu untuk dilakukan. Bila perikoronitis

terbatas dan tidak terbentuk abses, maka dapat langsung dilakukan ekstraksi atau di

tunggu sampai fase akut terleawati tapi apabila terdapat pus sebelumnya dilakukan

irigasi dan drainase, dan dalam keadaan gawat darurat perlu diberikan antibiotik

profilaksis.

18