a

12
15 PENELUSURAN PERILAKU METAKOGNITIF MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Dona Afriyani Program Studi Tadris Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar Korespondensi: Jl. Jenderal Sudirman No. 137 Kuburajo Lima Kaum Batusangkar Sumatera Barat, Email: [email protected] Abstract This article describes self-belief and intuition, and knowledge about students’ thinking process in solving problems. This research employed qualitative approach using quantitative method. Techniques of data analysis were data reduction, data display and conclusion. The finding showed that: 1) students of high group had possessed self-belief and intuition, and knowledge about students’ thinking process in solving problems, but had not possessed conditional knowledge yet. 2) Students of average group had possessed good self-belief, but had not intuition and knowledge about students’ thinking process in solving problems yet. 3) Students of low group had not possessed the above mentioned two metacognitive behaviors in solving problems yet. Kata kunci: metakognitif, masalah matematika PENDAHULUAN ulisan ini disarikan dari hasil penelitian yang berjudul “Pene- rapan Pendekatan Metakognitif untuk Menelusuri Perilaku Metakognitif Mahasiswa Tadris Matematika STAIN Batusangkar dalam Pemecahan Masalah Matematika. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana keyakinan diri dan intuisi mahasiswa serta penge- tahuan tentang proses berfikir maha- siswa dalam memecahkan masalah mate- matika. Kedua perilaku metakognitif yang ditelusuri dalam penelitian ini mengacu kepada pembagian perilaku metakognitif yang diungkapkan oleh Schoenfeld (1987: 4). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Biryukov (2004) di- simpulkan bahwa komponen-komponen metakogntif (dalam hal ini sama dengan perilaku metakognitif) dapat meningkat- kan kompetensi matematika mahasiswa. Salah satu kompetensi yang ingin di- capai melalui pembelajaran matematika adalah kecakapan peserta didik dalam memecahkan masalah. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 1999: 16), menyatakan bahwa pemecah- an masalah matematika dalam pengerti- an yang lebih luas hampir sama dengan “bermatematika” dan melalui pemecahan masalah, peserta didik dapat membangun pengetahuan matematika baru. Langkah- langkah pemecahan masalah menurut Polya, yaitu: memahami masalah, me- rencanakan strategi penyelesaian ma- salah, melaksanakan strategi yang sudah direncanakan, dan mengevaluasi penye- lesaian masalah yang sudah dibuat. Proses penelusuran perilaku meta- kognitif mahasiswa yang terlibat dalam setiap langkah penyelesaian masalah di atas diharapkan dapat mengenali kesulit- an-kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam memecahkan masalah matema- tika. Rumusan masalah penelitian yang T

description

a

Transcript of a

Page 1: a

15

PENELUSURAN PERILAKU METAKOGNITIF MAHASISWADALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Dona Afriyani

Program Studi Tadris Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN BatusangkarKorespondensi: Jl. Jenderal Sudirman No. 137 Kuburajo Lima Kaum Batusangkar Sumatera

Barat, Email: [email protected]

Abstract

This article describes self-belief and intuition, and knowledge about students’ thinking process insolving problems. This research employed qualitative approach using quantitative method.Techniques of data analysis were data reduction, data display and conclusion. The finding showedthat: 1) students of high group had possessed self-belief and intuition, and knowledge about students’thinking process in solving problems, but had not possessed conditional knowledge yet. 2) Students ofaverage group had possessed good self-belief, but had not intuition and knowledge about students’thinking process in solving problems yet. 3) Students of low group had not possessed the abovementioned two metacognitive behaviors in solving problems yet.

Kata kunci: metakognitif, masalah matematika

PENDAHULUAN

ulisan ini disarikan dari hasilpenelitian yang berjudul “Pene-rapan Pendekatan Metakognitif

untuk Menelusuri Perilaku MetakognitifMahasiswa Tadris Matematika STAINBatusangkar dalam Pemecahan MasalahMatematika”. Tujuan penelitian adalahuntuk mengetahui bagaimana keyakinandiri dan intuisi mahasiswa serta penge-tahuan tentang proses berfikir maha-siswa dalam memecahkan masalah mate-matika. Kedua perilaku metakognitifyang ditelusuri dalam penelitian inimengacu kepada pembagian perilakumetakognitif yang diungkapkan olehSchoenfeld (1987: 4).

Berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan oleh Biryukov (2004) di-simpulkan bahwa komponen-komponenmetakogntif (dalam hal ini sama denganperilaku metakognitif) dapat meningkat-kan kompetensi matematika mahasiswa.

Salah satu kompetensi yang ingin di-capai melalui pembelajaran matematikaadalah kecakapan peserta didik dalammemecahkan masalah. National Councilof Teachers of Mathematics (NCTM,1999: 16), menyatakan bahwa pemecah-an masalah matematika dalam pengerti-an yang lebih luas hampir sama dengan“bermatematika” dan melalui pemecahanmasalah, peserta didik dapat membangunpengetahuan matematika baru. Langkah-langkah pemecahan masalah menurutPolya, yaitu: memahami masalah, me-rencanakan strategi penyelesaian ma-salah, melaksanakan strategi yang sudahdirencanakan, dan mengevaluasi penye-lesaian masalah yang sudah dibuat.

Proses penelusuran perilaku meta-kognitif mahasiswa yang terlibat dalamsetiap langkah penyelesaian masalah diatas diharapkan dapat mengenali kesulit-an-kesulitan yang dihadapi mahasiswadalam memecahkan masalah matema-tika. Rumusan masalah penelitian yang

T

Page 2: a

Ta’dib, Volume 14, No. 1 (Juni 2011)16

dijawab melalui penelitian ini adalah: 1.Bagaimanakah keyakinan diri dan intuisimahasiswa dalam memecahkan masalahmatematika?, 2. Bagaimanakah penge-tahuan tentang proses berfikir maha-siswa dalam memecahkan masalah mate-matika? Untuk mendapatkan hasil yanglebih spesifik, mahasiswa dikelompok-kan berdasarkan perolehan belajar (gainternormalisasi) yang dicapainya. Perhi-tungan gain ternormalisasi (g) merujukkepada kriteria yang diungkapkan olehMeltzer (2002: 8), yaitu perolehan be-lajar rendah jika g < 0,3; perolehanbelajar sedang jika 0,3 ≤ g < 0,7 danperolehan belajar tinggi jika g ≥ 0,7.

Penelitian ini dilatarbelakangi olehkurang berhasilnya mahasiswa dalammemecahkan masalah matematika, khu-susnya masalah non-routine dan open-ended. Indikator ketidakberhasilan inidapat dilihat dari berbagai hal, diantara-nya hasil belajar matematika masihrendah, dosen mengalami kesulitan da-lam menerapkan strategi pembelajaranyang mengarah kepada upaya pening-katan kemampuan pemecahan masalah,penyadaran proses berfikir mahasiswadan penilaian selama ini lebih kepadahasil kognitif saja tanpa memperhatikanperkembangan proses kognitif mahasis-wa.

Kekurangmampuan dosen dalammengelola dan mengembangkan prosesberfikir mahasiswa berwujud pada pe-laksanaan pembelajaran matematikayang mekanistik. Hampir di setiap pem-belajaran matematika, dosen memberi-kan sejumlah rumus dan menjelaskansebuah contoh persoalan sederhana daripenggunaan rumus tersebut. Mahasiswadiberitahu berbagai prosedur rutin untukmenyelesaikan persoalan matematika,tanpa diikutsertakan dalam memikirkanlogical basic dari setiap langkah yangharus mereka kerjakan. Pembelajaranyang seperti ini berakibat pada kurang-nya senses of mathemathic. Akibatnya,gaya belajar matematika lebih kepada

menghafal rumus dan cara penyelesaiansoal yang sudah pernah dibahas, se-hingga peserta didik tidak mampu meng-koneksikan materi yang satu denganyang lain dan menyelesaikan persoalanyang lebih bervariasi dan kompleks.

Melihat substansi dari permasalah-an di atas, perlu dilakukan beberapaupaya agar mahasiswa sukses dalam me-mecahkan masalah matematika. Merekaperlu dilibatkan dalam menemukan ataumembangun konsep dan aktif berfikirdalam menyelesaikan masalah-masalahmatematika. Kemampuan kognitif maha-siswa perlu disadarkan sehingga merekadapat merangkai ide yang dimilikinyauntuk menemukan berbagai alternatif so-lusi yang bernilai benar. Dalam prosesperkuliahan, dosen lebih menjembatipencapaian pemahaman konsep atau ma-salah dengan senantiasa memberikanpertanyaan yang bersifat metakognitif.Rangsangan seperti ini dapat melatih danmeningkatkan daya fikir mahasiswa, ka-rena dalam setiap langkah pemecahanmasalah yang dikerjakan, mahasiswasenantiasa memunculkan pertanyaan:“Apa yang saya kerjakan?”, “Mengapasaya mengerjakan ini?”, “Hal apa yangbisa membantu saya dalam menye-lesaikan masalah ini?”. “Apakah sayatidak melakukan kesalahan”, “Kenapahasilnya seperti ini?”, dan lain-lain.Kemampuan mahasiswa bertanya padadiri sendiri dan kemampuan menjawabpertanyaan-pertanyaan tersebut menun-jukkan bahwa mahasiswa memiliki peri-laku-perilaku metakognitif dalam meme-cahkan masalah (Taccasu Project, 2008:10).

Berdasarkan karakteristik bahwaproses yang dilakukan berupa tindakanuntuk menyadarkan kemampuan kognitifmahasiswa, maka proses penyadaran ke-mampuan kognitif mahasiswa ini me-rupakan upaya secara metakognitif, ma-hasiswa dipandu untuk dapat menyadariapa yang mereka ketahui dan apa yangmereka tidak ketahui serta bagaimana

Page 3: a

Dona Afriyani, Penelusuran Perilaku Metakognitif Mahasiswa… 17

mereka memikirkan hal tersebut agarmasalah dapat diselesaikan. Dengandemikian, mahasiswa akan lebih mudahdalam memecahkan permasalahan mate-matika. Untuk itu, dosen perlu menge-nali perilaku metakognitif mahasiswa-nya dalam memecahkan masalah mate-matika.

KAJIAN TEORITIS

Metakognitif merupakan kata sifatdari metakognisi. Metakognisi berasaldari kata “metacognition” dengan prefik“meta” dan kata “kognisi”. Meta berasaldari bahasa Yunani yang berarti “se-telah”, “melebihi”, atau “di atas”. Secaraumum kognisi diartikan sebagai apayang diketahui serta difikirkan oleh sese-orang. Gambaran klasik mengenai kog-nisi meliputi “Higher Mental Processes”seperti pengetahuan, kesadaran, inteli-gensi, pikiran, imajinasi, daya cipta, pe-rencanaan, penalaran, penyimpulan, pe-mecahan masalah, pembuatan konsep,pembuatan klasifikasi-klasifikasi dankaitan-kaitan, pembuatan simbol-simboldan mungkin juga fantasi serta mimpi.Metakognitif mengacu kepada kesadaranmahasiswa terhadap kemampuan yangdimilikinya serta kemampuan untuk me-mahami, mengontrol dan memanipulasiproses-proses kognitif yang mereka mi-liki.

Metakognitif siswa melibatkan pe-ngetahuan dan kesadaran siswa tentangaktivitas kognitifnya sendiri atau segalasesuatu yang berhubungan dengan aktiv-itas kognitifnya. Menurut OLRC Newsyang dikutip oleh Kuntjojo (2009: 1),kedua pengetahuan mengenai proses ber-fikir dan pengaturan diri merupakankomponen-komponen dari metakognitif,yang masing-masingnya memiliki sub-sub komponen sebagai berikut;

a. Pengetahuan tentang kognisi1) Pengetahuan deklaratif, yaitu pe-

ngetahuan tentang diri sendiri se-bagai pelajar, serta strategi, ke-

terampilan, dan sumber-sumberbelajar yang dibutuhkan untukkeperluan belajar.

2) Pengetahuan prosedural, yaitupengetahuan tentang bagaimanamenggunakan apa yang telah dike-tahui dalam pengetahuan deklaratiftersebut dalam aktivitas belajar.

3) Pengetahuan kondisional, yaitu pe-ngetahuan tentang kapan sebaik-nya menggunakan suatu prosedur,keterampilan,atau strategi dan bila-mana hal-hal tersebut tidak diguna-kan, mengapa suatu prosedur bisaberlangsung dan dalam kondisiyang bagaimana berlangsungnya,dan mengapa suatu prosedur lebihbaik daripada prosedur yang lain.

b. Regulasi tentang kognisi1) Planning, yaitu kemampuan me-

rencanakan aktivitas belajarnya.2) Information management stra-

tegies, yaitu kemampuan menge-lola informasi berkenaan denganproses belajar yang dilakukan.

3) Debugging strategies, yaitu ke-mampuan membetulkan tindakan-tindakan yang salah dalam belajar.

4) Evaluation, yaitu kemampuanmengevaluasi efektivitas strategibelajarnya, apakah ia akan meng-ubah strateginya, menyerah padakeadaan, atau mengakhiri kegiatantersebut.

Secara khusus, Schoenfeld (1987:4) menandai tiga kategori perilakumetakognitif dalam pemecahan masalah,yaitu: keyakinan diri dan intuisi, penge-tahuan tentang proses berfikir, dan ke-sadaran diri atau pengaturan diri. Ke-yakinan diri dan intuisi menyangkut ide-ide matematika apa yang disiapkanuntuk menyelesaikan masalah mate-matika dan bagaimana ide-ide tersebutdapat membentuk jalan/cara untuk me-nyelesaikan masalah matematika. Ke-lihatannya, Schoenfeld memberikan ke-yakinan diri dan intuisi ini sebagai

Page 4: a

Ta’dib, Volume 14, No. 1 (Juni 2011)18

proses metakognitif dimana sebelumseseorang dapat mengerjakan, ia me-miliki keyakinan bahwa masalah dapatdiselesaikan, ia juga memiliki intuisibahwa masalah yang timbul dapat di-selesaikan dengan ide-ide dan prosestertentu. Dengan memiliki kategori ke-yakinan diri dan intuisi ini berarti maha-siswa berusaha untuk memiliki keper-cayaan diri bahwa ia dapat menye-lesaikan permasalahan itu.

Pengetahuan mengenai proses ber-fikir seseorang ini berkaitan dengan se-berapa akurat seseorang dapat meng-gambarkan mengenai pemikirannya.Pada bagian ini Schoenfeld lebih me-nekankan pada proses pengorganisasianatau pengelolaan pengetahuan yang ber-hubungan dengan proses berfikir dalammemecahkan masalah. Kesadaran diriatau pengaturan diri, ini berkaitan de-ngan keakuratan seseorang dalam men-jaga dan mengatur apa yang harusdilakukannya ketika menyelesaikan ma-salah. Schoenfeld (1992: 60) menyaran-kan bahwa kesadaran diri atau peng-aturan diri dapat menggunakan pen-dekatan pengelolaan yang meliputi bebe-rapa aspek, yaitu; mengakses pemaham-an terhadap masalah secara keseluruhan,merencanakan strategi penyelesaian, me-monitor dan mengontrol cara-cara pe-nyelesaian berjalan, dan mengalokasikanhasil, memutuskan apa yang harus di-lakukan, dan berapa lama masalah ter-sebut diselesaikan. Bagaimana keyakin-an diri dan intuisi serta pengetahuantentang proses berfikir mahasiswa disetiap langkah pemecahan masalah yangdiungkapkan Polya merupakan hasil daripenelitian ini.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakanadalah metode penelitian kualitatif de-ngan pendekatan deskriptif. Subjek pe-nelitian yang digunakan adalah maha-siswa Tadris Matematika yang meng-

ambil matakuliah Statistika Matematikayang berjumlah 33 orang. Jenis datayang dikumpulkan berupa data tes hasilbelajar, data hasil observasi dan wa-wancara berupa perilaku metakognitifmahasiswa dalam memecahkan masalahmatematika. Teknik pengumpulan datayang digunakan adalah observasi, teshasil belajar, dan wawancara. Analisisdata dimulai dengan melakukan reduksidata, penyajikan data, dan penarikankesimpulan.

HASIL PENELITIAN

Seperti dijelaskan sebelumnya,mahasiswa dikelompokkan berdasarkangain ternormalisasi yang dicapainya,yaitu mahasiswa dengan gain kete-rampilan pemecahan masalah tinggi, se-dang, dan rendah. Jumlah mahasiswamenurut klasifikasi perolehan hasil be-lajar dapat dilihat pada Tabel 1 berikutini.

Tabel 1: Jumlah Mahasiswa BerdasarkanKlasifikasi Skor Gain

Ternormalisasi

Kategori KriteriaNilaiHuruf

JumlahMahasiswa

Total

Rendah g < 0,3E 0

1D 1

Sedang0,3 ≤ g< 0,7

D 3

16C 3

B 10

Tinggi g ≥ 0,7B 4

16A 12

Perilaku metakognitif mahasiswaketiga kelompok gain ternormalisasi disetiap langkah pemecahan masalah yangdiungkapkan oleh Polya, adalah sebagaiberikut;

Keyakinan Diri dan Intuisi

Mahasiswa Kelompok Tinggi

Berdasarkan hasil wawancara di-peroleh informasi bahwa keseluruhan

Page 5: a

Dona Afriyani, Penelusuran Perilaku Metakognitif Mahasiswa… 19

mahasiswa kelompok tinggi telah me-miliki keyakinan bahwa mereka mampumenyelesaikan persoalan-persoalan yangdiberikan. Keyakinan yang muncul dise-babkan karena mereka telah memahamikonsep yang mendasari penyelesaianpersoalan yang akan dipecahkan. Merekajuga menyadari bahwa mereka memilikisebuah atau sejumlah ide dan prosestertentu untuk menyelesaikan persoalanyang diberikan. Hal ini didukung olehhasil belajar yang dicapai oleh maha-siswa kelompok tinggi, yaitu tergolongkategori sangat tinggi dan tinggi. Merekadapat memutuskan ide yang tepat untukmemecahkan persoalan yang diberikan.Hal ini dapat dilihat pada lembar jawab-an masing-masing mahasiswa kelompoktinggi.

Hasil yang diperoleh oleh maha-siswa kelompok tinggi tersebut sangatdidukung oleh keyakinan diri dan intuisiyang dimilikinya dalam menyelesaikanmasalah. Keyakinan diri dan intuisi yangmereka miliki tidak lepas dari pengaruhpenanaman konsep yang berlangsungdengan menjawab pertanyaaan-pertanya-an yang mendasari konsep, sehinggamereka memiliki kecakapan mengerja-kan matematika dan memahami sifat-sifat matematika. Hal ini berpengaruhterhadap bagaimana mereka menyelesai-kan soal (Van De Walle, 2008: 60). Jadikeyakinan diri dan intuisi ini merupakanperilaku metakognitif yang sangatdiperlukan untuk memulai memecahkanmasalah dan mahasiswa kelompok tinggitelah memiliki perilaku tersebut.

Mahasiswa Kelompok Sedang

Berdasarkan penelusuran melaluiwawancara dengan semua mahasiswakelompok sedang ditemukan bahwa me-reka semuanya merasa yakin bisa me-nyelesaikan persoalan-persoalan yangdiberikan, karena mereka telah me-mahami konsep Kombinatorik dan Pe-luang. Namun pada hasil kerja merekaditemukan bahwa mereka masih mem-

buat kekeliruan dalam memutuskan idepenyelesaian masalah. Kebanyakan ma-hasiswa kelompok sedang yang men-dapatkan nilai B belum mampu meng-gunakan ide yang tepat untuk soal nomor2 dan 4, sedangkan yang mendapatkannilai C dan D belum mampu meng-gunakan ide yang tepat untuk soal nomor1, 2, dan 4. Jadi mahasiswa kelompoksedang sudah mempunyai rasa percayadiri bahwa mereka mempunyai ide untukmenyelesaikan masalah, tetapi ide yangdigunakan masih belum tepat. Hal inididuga karena pemahaman konsep yangdimiliki kelompok ini kurang maksimal.Padahal keyakinan diri dan intuisi harusdimiliki oleh seseorang agar sukses da-lam menyelesaikan masalah (Schoenfeld,1992: 69).

Mahasiswa Kelompok Rendah

Pada saat wawancara, mahasiswakelompok rendah mengakui bahwa se-telah mendapatkan pembelajaran tentangkonsep Kombinatorik dan Peluang, diri-nya merasa yakin bisa menyelesaikanpersoalan Kombinatorik dan Peluang.Artinya, ia memiliki ide tertentu untukmenyelesaikan persoalan tersebut. Be-rikut ini disajikan petikan wawancaradengan mahasiswa tersebut.P :Apakah Anda memiliki ide untuk

menyelesaikan persoalan 2?M : ya permutasi dengan n objek yang

berbedaP : Apakah Anda yakin bisa menye-

lesaikan persoalan Kombinatorik danPeluang?

M : untuk soal nomor 2 saya yakin, tapiuntuk soal yang berbeda dengan soalyang pernah saya kerjakan saya me-rasa tidak mampu menyelesaikannya

Menurut petikan wawancara diatas tampak bahwa mahasiswa kelompokrendah belum memiliki keyakinan diridan intuisi untuk memulai menyelesai-kan masalah. Mahasiswa tersebut meng-ungkapkan bahwa soal nomor 2 dise-lesaikan dengan menggunakan rumus

Page 6: a

Ta’dib, Volume 14, No. 1 (Juni 2011)20

permutasi dengan n objek yang berbeda.Pada saat ujian pun ia membuat de-mikian. Selain itu, ia mengungkapkanbahwa ia sering kewalahan menyelesai-kan soal-soal yang tidak mirip dengansoal yang pernah ia kerjakan sebelumnyapada latihan.

Pengetahuan tentang Proses Berfikir

Pengetahuan mahasiswa kelompoktinggi tentang proses berfikir dalam me-mecahkan masalah matematika, meli-puti: pengetahuan tentang proses berfikirdalam memahami masalah, menjalankanstrategi penyelesaian masalah, dan pe-ngetahuan kondisional.

Pengetahuan Tentang Proses BerfikirDalam Memahami Masalah.

Mahasiswa Kelompok Tinggi

Mahasiswa kelompok tinggi sudahmemiliki pengetahuan tentang perlunyamenyajikan kembali masalah ke dalambentuk yang lebih sederhana dan mudahdimengerti. Dilihat dari hasil kerja ma-hasiswa kelompok tinggi, mereka sudahmengelompokkan informasi pada soal kedalam bagian yang diketahui dan di-tanya, tetapi sebagian besar dari penya-jian masalah yang dibuat belum meng-gunakan bahasa matematika yang lebihoperasional. Artinya, mereka lebih cen-derung memenggal kalimat-kalimat yangterdapat pada soal atau tidak menyajikaninformasi menggunakan lambang-lam-bang matematika (lebih operasional).

Berdasarkan penelusuran lanjutanmelalui wawancara dengan seluruh ma-hasiswa kelompok tinggi, diperolehinformasi bahwa mereka terbiasa me-nyajikan masalah ke dalam bagian yangdiketahui dan ditanya. Hal ini merekalakukan dengan tujuan untuk memu-dahkan mereka dalam menemukan idepenyelesaian masalah. Artinya, maha-siswa kelompok tinggi sudah memilikipengetahuan bahwa menyajikan masalahmerupakan hal penting untuk dilakukanagar mudah memahami masalah. Dengan

menentukan secara cermat apa yangdiketahui dan apa yang ditanyakan men-jadi petunjuk arah penyelesaian masalah.

Mahasiswa kelompok tinggi sudahdapat mengelola atau mengorganisasikanpengetahuan yang berhubungan denganproses berfikir dalam memahami ma-salah. Artinya, mereka sudah memilikipengetahuan tentang proses berfikirdalam memahami masalah (Schoenfeld,1992: 53). Namun, pengetahuan ini tidakdidukung oleh kemampuan dalam me-representasikan informasi dalam soaldengan menggunakan bahasa mate-matika. Peneliti menduga bahwa merekabelum memiliki pengetahuan proseduraldalam menyelesaikan masalah mate-matika. Selain itu mereka juga belummampu menggambarkan secara akuratmengenai pemahamannya terhadap ma-salah. Hal ini berdasarkan studi hasilkerja mahasiswa, yaitu masih ditemukaninformasi penting yang belum disajikan.

Mahasiswa kelompok Sedang

Dari hasil kerja mahasiswa padasaat tes akhir ditemukan bahwa 14 orangdari 16 orang mahasiswa kelompok se-dang sudah menyajikan masalah kedalam bentuk yang lebih sederhana.Sisanya langsung membuat penyelesaianmasalah tanpa menyajikan masalah ter-lebih dahulu. Penyajian masalah yangdibuat mahasiswa kelompok sedang ada-lah dengan mengelompokkan informasike dalam bagian yang diketahui danditanya. Namun bahasa yang digunakanbelum operasional dan masih terdapatinformasi penting yang belum diungkap-kan pada penyajian masalah.

Informasi lebih lanjut yang diper-oleh melalui wawancara yaitu, maha-siswa kelompok sedang yang sudah ter-biasa menyajikan masalah ke dalambentuk yang lebih sederhana dan mudahdimengerti baik pada saat ujian maupunsaat mengerjakan latihan di rumah se-banyak 11 orang. Dua orang maha-siswa, yaitu mahasiswa S4 dan S16

Page 7: a

Dona Afriyani, Penelusuran Perilaku Metakognitif Mahasiswa… 21

mengungkapkan bahwa mereka hanyamembuat penyajian masalah pada saatujian atau tugas yang akan dikumpulkansaja, sedangkan untuk latihan di rumahmereka jarang membuat penyajian ma-salah.

Tidak semua mahasiswa kelompoksedang memiliki kebiasaan menyajikanmasalah yang telah mereka pahami. Se-bagian dari mereka lebih suka langsungmenjawab persoalan tanpa merumuskanpermasalahan terlebih dahulu. Padahalterdapat empat proses metakognitif da-lam menyelesaikan masalah, yaitu meng-identifikasi masalah, menyajikan masa-lah, merencanakan aksi, evaluasi penye-lesaian masalah (Davidson, Deuser, danSternberg dalam Yimer, 1997: 2). Selainitu, mahasiswa kelompok sedang belummengetahui bahwa orang yang lancardalam memecahkan masalah telahmengembangkan keterampilan dalammengungkapkan masalah (Albrecht,2005: 165).

Mahasiswa kelompok sedang yangtidak biasa menyajikan masalah meng-ungkapkan bahwa sebenarnya dirinyamemahami masalah, tetapi tidak biasamenyajikannya. Dari ungkapan tersebutdapat disimpulkan bahwa mereka tidakmemiliki pengetahuan bahwa untukmemahami masalah secara komprehensifmasalah tersebut, perlu dituliskan kem-bali. Padahal kegiatan menulis merupa-kan proses reflektif (Van De Wille,2008: 54). Bentuk penyajian masalahyang dibuat oleh sebagian mahasiswakelompok sedang, yaitu memisahkaninformasi ke dalam bagian yang dike-tahui dan ditanya, namun bahasa yangdigunakan belum operasional.

Mahasiswa Kelompok Rendah

Pada saat wawancara, mahasiswakelompok rendah mengungkapkan bah-wa dirinya telah biasa menyajikan ma-salah dan penyelesaian masalah secarasistematis. Masalah disajikan denganmenggunakan lambang-lambang, karenadengan membuatkan lambang-lambang

ia akan mudah mengingat rumus yangtepat digunakan untuk menyelesaikanmasalah ini. Dilihat dari hasil kerja,hampir semua masalah disajikan dalambentuk lambang-lambang, tetapi tidakdilengkapi dengan keterangan tentanglambang tersebut. Selain itu informasiyang disajikan hanya yang bersifat angkasaja, akibatnya banyak informasi pentingyang tidak disajikan.

Pengetahuan Tentang Proses BerfikirDalam Menjalankan Strategi Penye-lesaian Masalah

Mahasiswa Kelompok Tinggi

Berdasarkan hasil kerja maha-siswa, penyajian penyelesaian masalahyang dibuat oleh mahasiswa kelompoktinggi dapat dibedakan menjadi dua,yaitu; Pertama, sebagian besar maha-siswa kelompok tinggi sudah akurat da-lam menguraikan langkah demi langkahpenyelesaian masalah yang dibuat dansudah dilengkapi dengan keterangan-ke-terangan yang berfungsi sebagai alasanpenggunaan rumus. Kedua, terdapat 5orang diantara mahasiswa kelompoktinggi yang belum memberikan alasan-alasan dari setiap langkah penyelesaianmasalah dan belum membuat kesimpul-an dari penyelesaian masalah yang di-buat.

Dari wawancara yang dilakukandengan seluruh mahasiswa kelompoktinggi diperoleh informasi bahwa setiapmemecahkan masalah, mereka lebih cen-derung menyajikan penyelesaian ma-salah secara sistematis. Walaupun demi-kian, pada lembar jawaban tes akhirmahasiswa masih ditemukan kekurangandalam memberikan alasan yang logisdari setiap langkah penyelesaian ma-salah. Ternyata saat diwawancarai, me-reka mampu memberikan alasan-alasanyang logis dari jawaban yang merekabuat.

Hal ini diperkuat oleh hasil wa-wancara yang juga memperlihatkan bah-

Page 8: a

Ta’dib, Volume 14, No. 1 (Juni 2011)22

wa mereka lebih cenderung menyajikanpenyelesaian masalah secara sistematis.Mereka menyadari bahwa proses berfikirselama menyelesaikan masalah menjadilancar jika penyelesaian masalah diurai-kan secara lengkap. Selain itu, merekajuga menyadari bahwa penyajian penye-lesaian masalah seperti itu akan memu-dahkan mereka dalam mengidentifikasikekeliruan yang diperbuat selama me-nyelesaikan masalah. Artinya, merekasudah memiliki perilaku atau kebiasaanmenyajikan prosedur penyelesaian ma-salah secara rinci dan dilengkapi alasan-alasan logis sebagai dasar berfikir darisetiap langkah yang dibuat.

Di samping itu, mereka juga sudahakurat dalam menggambarkan prosesberfikir dalam menyelesaikan masalah.Hal ini berarti mahasiswa kelompoktinggi sudah memiliki pengetahuan ten-tang proses berfikir dalam menyelesai-kan masalah, khususnya selama men-jalankan strategi penyelesaian masalah.Mereka juga sudah memiliki penge-tahuan prosedural yaitu pengetahuantentang langkah demi langkah dalammenyelesaikan masalah.

Mahasiswa kelompok Sedang

Hasil studi tentang hasil kerjamahasiswa menunjukkan bahwa hanyasebagian kecil (3 dari 16 orang maha-siswa) mahasiswa kelompok sedangyang mampu menyajikan penyelesaianmasalah secara lengkap dan sistematis.Hal ini diperkuat oleh hasil wawancarayang juga memperlihatkaan bahwa me-reka lebih cenderung menyajikan pe-nyelesaian masalah secara sistematis.Mereka menyadari bahwa proses berfikirselama menyelesaikan masalah menjadilancar jika penyelesaian masalah di-uraikan secara lengkap.

Selain itu mahasiswa juga me-nyadari bahwa penyajian penyelesaianmasalah seperti itu akan memudahkanmereka dalam mengidentifikasi kekeliru-an yang diperbuat selama menyelesaikan

masalah. Artinya, tiga orang mahasiswakelompok sedang tersebut sudah me-miliki perilaku atau kebiasaan menyaji-kan prosedur penyelesaian masalah se-cara rinci dan dilengkapi alasan-alasanlogis sebagai dasar berfikir dari setiaplangkah yang dibuat. Meskipun prosedurpenyelesaian masalah yang disajikanoleh ketiga orang mahasiswa tersebuttergolong sistematis dan lengkap, namunhasil belajar yang dicapai hanya masukkategori tinggi (B). Hal ini disebabkanoleh penggunaan ide yang tidak tepatpada pemecahan masalah beberapa buahsoal.

Bentuk kedua dari gaya penyajianmasalah yang dibuat oleh delapan orangmahasiswa kelompok sedang, yaitu me-reka sudah memberikan alasan-alasanlogis yang mendasari langkah demi lang-kah penyelesaian masalah, namun masihkurang dalam menginterpretasikan lam-bang-lambang matematika yang diguna-kan. Dari hasil penelitian dapat disim-pulkan bahwa delapan orang mahasiswaini sudah memiliki pengetahuan pro-sedural. Salah satu bentuk pengetahuanprosedural dalam menyelesaikan ma-salah “Kombinatorik” adalah kemampu-an dalam menguraikan bentuk faktorial.

Kekurangan dari delapan orangmahasiswa tersebut, yaitu kurang akuratdalam menggambarkan proses berfikir-nya. Mereka tidak mampu memberikaninterpretasi dari simbol matematika yangdigunakan. Artinya, mereka belum akur-at dalam menggambarkan proses ber-fikirnya ketika memecahkan masalah.Dengan kata lain, mahasiswa kelompoksedang belum memiliki pengetahuan ten-tang proses berfikirnya yang cukup se-lama memecahkan masalah (Schoenfeld,1989: 3). Hal yang sama juga terjadipada lima orang mahasiswa yang pe-nyajian penyelesaian masalahnya tidaksistematis. Penyajian prosedur penye-lesaian masalah yang tidak akurat me-nyebabkan proses monitoring terhadaptindakan yang salah kurang terlaksana.

Page 9: a

Dona Afriyani, Penelusuran Perilaku Metakognitif Mahasiswa… 23

Mahasiswa Kelompok Rendah

Pada saat wawancara, mahasiswakelompok rendah mengungkapkan bah-wa dirinya terbiasa menyajikan prosedurpenyelesaian masalah secara sistematis.Hal ini ia lakukan supaya terhindar darikesalahan. Namun yang dimaksudkansistematis oleh mahasiswa kelompokrendah ini tidak sistematis dalam artiyang sebenarnya. Artinya, penyelesaianmasalah yang dibuat sudah rapi, tetapiprosedur yang ia lalui tidak tepat. Ber-dasarkan studi terhadap hasil kerjamahasiswa kelompok rendah, dapat di-simpulkan bahwa ia belum akurat dalammenggambarkan proses berfikirnya. Iahanya memfokuskan pada penyajian pe-nyelesaian masalah dalam bentuk lam-bang-lambang matematika saja, tanpamembubuhi keterangan dari lambangtersebut dan kenapa formula matematikatersebut digunakan. Dengan kata lainmahasiswa kelompok rendah belum me-miliki pengetahuan tentang proses ber-fikir dalam menjalankan strategi penye-lesaian masalah dan tidak akurat dalammenggambarkan proses berfikir dalammenyelesaikan masalah.

Pengetahuan Kondisional

Mahasiswa Kelompok Tinggi

Berdasarkan hasil wawancara de-ngan seluruh mahasiswa kelompoktinggi ditemukan 13 orang dari 16 orangmahasiswa kelompok tinggi belum men-coba menemukan alternatif solusi lainyang bernilai benar dari sebuah persoal-an. Sewaktu wawancara, pada umumnyamahasiswa kelompok tinggi meng-ungkapkan bahwa mereka tidak maumencoba memecahkan masalah denganberbagai alternatif solusi yang bernilaibenar karena kekhawatiran timbulnyakeraguan terhadap konsep yang sudahdipelajari. Artinya mahasiswa kelompoktinggi pada umumnya belum memilikipengetahuan kondisional dalam meme-cahkan masalah.

Sebagian besar mahasiswa kelom-pok tinggi belum mempunyai kebiasaanuntuk mencoba menyelesaikan sebuahpersoalan dengan alternatif solusi lainyang bernilai benar. Perilaku ini meng-akibatkan mereka tidak bisa mengetahuitentang kapan seharusnya menggunakansuatu prosedur, keterampilan, atau stra-tegi dan bilamana hal-hal tersebut tidakdigunakan, mengapa suatu prosedur bisaberlangsung dan dalam kondisi yangbagaimana berlangsungnya, dan me-ngapa suatu prosedur lebih baik daripadaprosedur yang lain. Pengetahuan yangdemikian disebut dengan pengetahuankondisional (Peirce, 2003: 2). Dengankata lain bahwa sebagian besar maha-siswa kelompok tinggi belum memilikipengetahuan kondisional dalam meme-cahkan masalah.

Mahasiswa yang tidak memilikipengetahuan kondisional tidak dapat me-mutuskan prosedur penyelesaian manayang paling efektif digunakan untukmenyelesaikan persoalan. Selain itu ma-hasiswa tidak dapat mengetahui karak-teristik persoalan yang dapat diselesai-kan dengan sebuah prosedur. Hal iniberimplikasi pada kurangnya keterampil-an mahasiswa dalam berfikir kreatif,mengambil keputusan dan memprediksi.

Mahasiswa Kelompok Sedang

Berdasarkan hasil wawancara de-ngan seluruh mahasiswa kelompok se-dang ditemukan bahwa semua maha-siswa kelompok sedang belum mencobamenemukan alternatif solusi lain yangbernilai benar dari sebuah persoalan.Sewaktu wawancara, pada umumnyamahasiswa kelompok sedang mengung-kapkan bahwa mereka tidak mau men-coba memecahkan masalah dengan ber-bagai alternatif solusi yang bernilaibenar karena mereka merasa cukup puasbisa menyelesaikan dengan satu pro-sedur saja.

Berdasarkan hasil wawancara ter-sebut, dapat disimpulkan bahwa semua

Page 10: a

Ta’dib, Volume 14, No. 1 (Juni 2011)24

mahasiswa kelompok sedang belummempunyai kebiasaan untuk mencobamenyelesaikan sebuah persoalan denganalternatif solusi lain yang bernilai benar.Perilaku ini mengakibatkan mereka tidakbisa mengetahui tentang kapan seharus-nya menggunakan suatu prosedur, kete-rampilan, atau strategi dan jika hal-haltersebut tidak digunakan, mengapa suatuprosedur bisa berlangsung dan dalamkondisi yang bagaimana berlangsung-nya, dan mengapa suatu prosedur lebihbaik daripada prosedur yang lain. De-ngan demikian bahwa mereka belummemiliki pengetahuan kondisional dalammemecahkan masalah (Peirce, 2003: 2).

Mahasiswa yang tidak memilikipengetahuan kondisional tidak dapat me-mutuskan prosedur penyelesaian manayang paling efektif digunakan untukmenyelesaikan persoalan. Selain itu me-reka tidak dapat mengetahui karakter-istik persoalan yang dapat diselesaikandengan suatu prosedur tertentu. Hal iniberimplikasi pada kurangnya keterampil-an mereka dalam berfikir kreatif, meng-ambil keputusan dan memprediksi.

Mahasiswa Kelompok Rendah

Pada saat wawancara diperolehinformasi bahwa mahasiswa kelompokrendah tidak mencoba dan tidak mampumenemukan alternatif solusi lain yangbernilai benar dari sebuah persoalan.Mereka mengungkapkan bahwa merekatidak melakukan hal tersebut dikarena-kan sulit dalam menemukan sebuah idepenyelesaian masalah. Ini berkaitan de-ngan aspek keyakinan diri dan intuisiyang dimiliki oleh mahasiswa kelompokrendah yang kurang seperti yang sudahdijelaskan sebelumnya. Selain itu, hal inijuga disebabkan oleh gaya belajar mate-matika mahasiswa kelompok rendahyang cenderung menghafal rumus danpenyelesaian masalah yang sudah di-bahas/dikerjakan, tanpa mengetahui ha-kikat dari rumus tersebut. Gaya belajar

seperti ini beresiko, karena hanya meng-andalkan short time memories.

Ketidakmampuan mahasiswa ke-lompok rendah ini membuat ia tidakmengetahui bagaimana dan bilamanasuatu prosedur efektif digunakan danuntuk jenis persoalan yang mana pro-sedur tersebut bisa digunakan. Kesim-pulannya mahasiswa kelompok rendahbelum memiliki pengetahuan kondi-sional dalam memecahkan masalah.

PENUTUP

Penelitian ini telah memberikangambaran keyakinan diri dan intuisi sertapengetahuan tentang proses berfikirmahasiswa (kelompok tinggi, sedang,dan rendah) dalam memecahkan masalahmatematika. Dari penelusuran ini, dapatdisimpulkan bahwa keyakinan diri danintuisi yang dimiliki oleh mahasiswakelompok tinggi dan sedang disebabkankarena mereka memiliki pemahamankonsep yang baik terhadap konsep yangmendasari penyelesaian masalah, khu-susnya konsep “Kombinatorik dan Pe-luang”. Ketidakmampuan mahasiswa ke-lompok rendah dalam menemukan idepenyelesaian masalah disebabkan karenamereka tidak memiliki intuisi dankeyakinan diri yang baik dalam memulaimemecahkan masalah. Jadi, keyakinandiri dan intuisi dapat dikembangkan da-lam diri seseorang melalui berfikir aktifdalam memahami dan mengelaborasikonsep/materi pelajaran.

Pengetahuan tentang proses ber-fikir mahasiswa sangat berpengaruh ter-hadap pencapaian perolehan belajarnya.Mahasiswa yang mendapatkan perolehanbelajar kategori tinggi memiliki penge-tahuan tentang proses berfikir yang baikmulai dari memahami masalah sampaimenemukan solusi dari permasalahanyang diberikan. Salah satu penyebabsebagian mahasiswa mendapatkan per-olehan belajar sedang adalah tidak me-miliki pengetahuan tentang proses ber-

Page 11: a

Dona Afriyani, Penelusuran Perilaku Metakognitif Mahasiswa… 25

fikir yang baik dalam menjalankan stra-tegi penyelesaian masalah. Padahal me-reka memiliki keyakinan diri dan intuisiyang cukup, namun mereka tidak mam-pu mengelola ide dan konsep denganbaik sehingga penyelesaian masalahyang dibuat tidak sistematis. Kesimpulanlain yang berkenaan dengan perilakumetakognitif kedua ini adalah sebagianbesar mahasiswa tidak memiliki penge-tahuan kondisional, sehingga dapat di-katakan bahwa mahasiswa belum mam-pu berfikir kritis dan kreatif dalam me-mecahkan masalah.

Hasil penelitian ini merupakangambaran karakteristik perilaku intelek-tual mahasiswa dalam memecahkan ma-

salah. Temuan ini dapat dijadikan pedo-man bagi dosen untuk memperbaiki pro-ses pembelajaran sehingga mahasiswamemiliki perilaku metakognitif dalambelajar yang berujung pada terbentuknyamahasiswa yang memiliki karakter man-diri, kritis, dan kreatif. Di samping itu,penelitian ini juga menghasilkan pedo-man penelusuran perilaku metakognitifdi setiap langkah pemecahan masalahyang diungkapkan oleh Polya melaluiobservasi dan wawancara. Pedoman inidapat digunakan oleh peneliti dan dosenuntuk mengenali perilaku metakognitifmahasiswa dalam mencapai tujuan be-lajar.

DAFTAR RUJUKAN

Abdul Muin, 2006. Pendekatan Meta-kognitif untuk Meningkatkan Ke-mampuan Matematika Siswa SMA(Algoritma, vol.2). Jakarta: Jurus-an Pendidikan Matematika UINSyarif Hidayatullah.

Biryukov, P. 2004. MetacognitiveAspects of Solving CombinatoricsProblems. Dalam InternationalJournal for Mathematics Teachingand Learning (Online), Vol 1 (74)ISSN 1473 – 0121, Tersedia:http://www.ex.ac.uk/cimt/ijmt/biryukov.pdf (2 Juni 2009).

Blakey, E & Spence, S, 1990. Develop-ing Metacognitive. dalam EricDegests on Information Resources(Online). Tersedia:http://www.iap.ac.id/ERICDigests/metacognitive.html (17 Juli 2009)

Fajar Shadiq, 2004. Pemecahan Masa-lah, Penalaran dan Komunikasi.Jakarta: Depdiknas.

Huitt, B, 1997. Educational Psycholo-gyInteractive: Metacognition (On-line). Tersedia: http://chiron. Val-dosta.edu/whuitt/Col/Cogsys/Metacogn.html (17 Juli 2009).

Meyer, M.C, 2002. To Foster Deve-lopment of Cognitive Strategies,

Use Embedded ScaffoldingTechniques. (Online). Tersedia:http://coe.sdsu.edu/EDTEC640/POPsamples/mmeyer/mmeyer.htm(21 juli 2009).

Usman, Mulbar, 2008. MetakognisiSiswa dalam Menyelesaikan Ma-salah Matematika. (Online). Terse-dia: http://www. Usmanmulbar.files. wordpress.com.

Schoenfeld, A, 1985. MathematicalProblem Solving. (Online). Ter-sedia: http://tip.psychology.org/schoen.html [21 April 2009]

_____, 1987. Metacognition. Learningand Mathematics (Online). Ter-sedia:http://mathforum.org/~sarah/Discussion.Sessions/schoenfeld.html (21April 2009)

_____, 1992. Learning To ThinkMathematically: Problem Solving,Metacognition, And Sense Makingin Mathemaics. Handbook forReseacrch on Mathematics Teach-ing and Learning. New York:MacMillan. [Online]. Tersedia:http://myschoolnet.ppk.kpm.my/bcb8.pdf.

Page 12: a

Ta’dib, Volume 14, No. 1 (Juni 2011)26