A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/65967/3/BAB II.pdf · Berbasis Masyarakat (Community Based...
Transcript of A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/65967/3/BAB II.pdf · Berbasis Masyarakat (Community Based...
-
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu menjadi acuan bagi penulis untuk melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis
menemukan satu judul yang sama namun dengan locus yang berbeda. Peneliti
juga menemukan beberapa judul penelitian yang berbeda namun dapat penulis
angkat sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian penelitian. Berikut
ini beberapa penelitian terdahulu terkait dengan penelitian penulis.
Tabel 1 Penelitian Terdahulu
Penelitian Kesatu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Denita Octavia
Sidabukke, 2018,
Prodi Sosiologi
Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Melalui
Pengembangan Objek Wisata
Berbasis Masyarakat
(Community Based Tourism)
(Studi pada Objek Wisata
Bukit Pangonan Di Desa
Pajaresuk Kecamatan
Pringsewu Kabupaten
Pringsewu)
Pemberdayaan
masyarakat melalui
penerapat CBT
Pertama, solidaritas
antar masyarakat dan
stakeholder. Kedua,
pengembangan
sumberdaya manusia
bersifat otodidak.
Ketiga, masih terjaganya
keberlanjutan
lingkungan dalam
pengembangan objek
wisata Bukit Pangonan.
Relevansi : Penelitian yang dilakukan terdapat persamaan yang terletak pada
metode yang sama- sama menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan
menggunakan teknik pengumpulan data purposive.
-
19
Penelitian Kedua
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Sri Endah
Nurhidayati, 2015
Studi Evaluasi Community
Based Tourism (CBT) sebagai
pendukung agrowisata
berkelanjutan
Persepsi pemerintah
dalam penerapan
pariwisata berbasis
masyarakat
mencerminkan pola
pikir dan wawasan
individu stakeholder. Di
Kota Batu
pengembangan
pariwisata berbasis
masyarakat diidentikkan
dengan pengembangan
desa wisata di seluruh
wilayah Kota Batu .
Kota Batu melakukan
pengawasan terhadap
pengembangan produk
wisata yang didukung
dengan Dinas Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif
Kota Batu.
Relevansi : Penelitian yang dilakukan oleh Sri Endah Nurhidayati
menggunakan pendekatan kualitatif analisis kritis sedangkan penulis
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif
Penelitian Ketiga
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Imron Hanas &
Nurhadi Sasmita,
2013
Mengembangkan Pariwisata
Membangun Kota : Kota Batu,
2001-2012
Keterlibatan masyarakat
dan swasta sangat
membantu
pengembangan
kepariwisataan Kota
Batu sehingga
berdampak positif dalam
-
20
pembangunan Kota Batu
baik secara sosial,
ekonomi maupun
struktur kota.
Relevansi : Perbedaan terletak pada metode penelitian dimana Imron Hanas &
Nurhadi Sasmita mengunakan metode sejarah.
Penelitian Keempat
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Made Heny,
Chafid Fandeli, &
M. Baiquni, 2013
Pengembangan Desa Wisata
Berbasis Partisipasi
Masyarakat Lokal Di Desa
Jatiluwih Tabanan, Bali
Pengembangan Desa
Wisat Jatiluwih belum
melibatkan masyarakat
lokal. Peranan
pemerintah terlihat
dominan, padahal bila
mengacu pada
pendekatan tata kelola
pemerintah yang bersih
dan berkelanjutan peran
pemerintah diharapkan
menjadi fasilitator
dengan memberikan
peran dan manfaat yang
lebih besar kepada
masyarakat lokal.
Diperlukan kemauan
politik pemerintah untuk
mengurangi perannya
dalam pengembangan
desa wisata dengan
membuka ruang bai
masyarakat untuk
berpartisipasi
Relevansi : Pada penelitian Made Heny dkk, membahas mengenai partisipasi
masyarakat dalam pengembangan wisata dimana peneliti disini juga memiliki
fokus yang sama. Namun untuk pembahasan terdapat perbedaan nantinya
dengan peneliti disini yaitu peneliti menggunakan tingkat partisipasi.
Penelitian Kelima
-
21
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Andi Maya
Purnamasari,
2011
Pengembagan Masyarakat
Untuk Pariwisata di Kampung
Wisata Toddabojo Provinsi
Sulawesi Selatan
Peningkatan kualitas
masyarakat harus
menjadi perhatian
utama, agar masyarakat
mampu menciptakan
produk- produk
kepariwisataan yang
mempunyai keunggulan
kompetitif dan
komparatif di pasar
internasional sehingga
mampu meningkatkan
dan mewadahi potensi
masyarakat dan potensi
pariwisata di Kampung
Toddobojo untuk
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat yang selama
ini mengandalkan
pendapatan dari sektor
pertanian
Relevansi : Tidak ada perbedaan yang signifikan dari penelitian Andi Maya
dengan peneliti disini, hanya saja terletak dari metode penelitian. Konsep
yang digunakan sama yaitu pengembangan masyarakat dan pengembangan
pariwisata, pemangku kepentingan dalam pariwisata berbasis masyarakat.
Penelitian Keenam
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Rina Munawaroh,
2017
Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengembangan Pariwisata
Berbasis Masyarakat Di
Taman Nasional Gunung
Merbabu Suwanting
Magelang.
Partisipasi masyarakat
menjadi kunci
keberhasilan
pengembangan
pariwisata berbasis
masyarakat di Taman
Nasional Gunung
Merbabu Dusun
Suwanting. Faktor
pendorong partisipasi
masyarakat adalah
-
22
diberikannya
kesempatan, tuntutan
lingkungan untuk
kemajuan daerah.
Relevansi : Pembahasan dalam penelitian Rina Munawaroh membahas
mengenai partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata dimana peneliti
disini juga memiliki fokus yang sama. Namun untuk pembahasan terdapat
perbedaan nantinya dengan peneliti disini yaitu peneliti menggunakan tingkat
partisipasi.
Penelitian Ketujuh
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Nurlisa Ginting,
Selly Veronica,
2016
Pariwisata Berbasis
Masyarakat Pasar Buah
Berastagi
Mengembangkan Pasar
Buah Berastagi
dibutuhkan identifikasi
peran masyarakat lokal
dalam pengembangan
pariwisata di Pasar Buah
Berastagi serta potensi
pengembangannya
dengan konsep pariwisata
yang berbasis
masyarakat.
Relevansi : Konsep yang dibahas oleh Nurlisa Gintng dkk sama dengan
peneliti disini yaitu partisipasi masyarakat, pengembangan pariwisata berbasis
masyarakat dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat sekitar. Hanya
saja perbedaan terletak dari metode yang digunakan oleh Nurlisa Ginting dkk
yaitu campuran sedangkan disini peneliti menggunakan kualitatif.
Penelitian Kedelapan
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Gina Lestari,
Armaidy Armawi
dan Muhammad,
2015.
Partsipasi Pemuda Dalam
Mengembangkan Pariwisata
Berbasis Masyarakat Untuk
Meningkatkan Ketahanan
Sosial Budaya Wilayah (Studi
di Desa Wisata Pentingsari
Pemuda merupakan
bagian dari aktor
pengelola CBT di Desa
Wisata Petingsari (Dewi
Peri). Partisipasi pemuda
berad pada tingkat
-
23
Umbuharjo, Cangkringan,
Sleman, D.I Yogyakarta)
partisipasi citizen power
dengan bobot rata- rata
sebesar 70 persen.
Model pengembangan
CBT di Dewi Peri
memungkinkan seluruh
masyarakat terlibat
secara aktif sebagai
aktor utama. Partisipasi
pemuda dalam
pengembnagan CBT di
Dewi Peri berkontribusi
terhadap kerukunan,
nilai sosial dan budaya
lokal. Ketahanan sosial
budaya wilayah
terbentuk melalui
pelestarian sosial budaya
secara dinamis dengan
melindungi,
mengembangkan dan
memanfaatkan sosial-
budaya lokal melalui
aktivitas pariwisata.
Relevansi : Perbedaan penelitian Gina Lestari dkk terletak pada jika Gina
Lestari dkk berfokus pada pemuda sebagai agen perubahan dalah
pengembangan wisata berbasis masyarakat sedangkan penulis disini
masyarakat secara umum tidak dibagi secara interval usia.
Penelitian Kesembilan
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Ade Jafar, 2017.
Pengembangan Desa Wisata
Berbasis Partisipasi
Masyarakat Lokal Di Desa
Wisata Linggarjati Kuningan
Jawa Barat
Pengembangan desa
Linggarjati Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat
menjadi desa wisata
belum melibatkan
partisipasi masyarakat.
Tantangan dalam
proses pengembangan
desa wisata di
Linggarjati adalah
-
24
dominasi pemerintah
dalam keseluruhan
proses. Sehingga
mayarakat tidak
memiliki kesempatan
dan kemauan untuk
berpartisipasi penuh.
Padahal jika mengacu
pada pendekatan tata
kelola pemerintah yang
bersih dn berkelanjutan
peran pemerintah
diharapkan menjadi
fasilitator dengan
memberikan peran da
manfaat yang lebih besar
kepada masyarakat
lokal.
Relevansi : Penelitian Ade Jafar membahas mengenai partisipasi masyarakat
dalam pengembangan wisata dimana peneliti disini juga memiliki fokus yang
sama. Namun untuk pembahasan terdapat perbedaan nantinya dengan peneliti
disini yaitu peneliti menggunakan tingkat partisipasi
Penelitian Kesepuluh
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Novi Irawati &
Adhita Agung
Prakoso,
Terapan Brand “Jogja
Istimewa” Terhadap
Pengembangan Pariwisata
Berbasis Community Based
Tourism (CBT) Di Yogjakarta
Penerapan Responsible
Marketing di masa
mendatang akan menjadi
salah satu faktor penentu
dalam pengembangan
citra pariwisata dari
Yogyakarta sebagai
daerah tujuan wisata.
Relevansi : Perbedaan Novi Irawati dengan penulis adalah membahas konsep
strategi pemasaran dan pariwisata yang pro lingkungan.
-
25
B. Tinjauan tentang Partisipasi Masyarakat
1. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Kebijakan publik merupakan hal penting sebagai cermin asas
demokrasi di suatu negara. Hal ini menjadi sangat tepat ketika partisipasi
masyarakat kemudian diangkat menjadi salah satu prinsip yang harus
dijalankan oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan good governance
(kepemerintahan yang baik). Prinsip partisipasi dalam upaya mewujudkan
good governance yang dilakukan melalui pembangunan infrastruktur jalan
sangat sejalan dengan pandangan baru yang berkembang di dalam partisipasi
masyarakat dengan cara melihat masyarakat tidak hanya sebagai penonton
melainkan sebagai masyarakat yang memiliki jiwa membantu dan mau
bekerja sama dalam pembanguan yang ada di dalamnya (Adisasmita, 2006: 4)
Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan (pedesaan)
merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat
untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program/ proyek yang
dilaksanakan (Adisasmita, 2006: 34). Partisipasi masyarakat, perencanaan
pembangunan diupayakan menjadi terarah, artinya rencana atau program
pembangunan yang disusun itu adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
masyarakat, berarti dalam penyusunan rencana/program pembangunan
dilakukan penentuan prioritas (urutan berdasar besar kecilnya tingkat
kepentinganya), dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program
-
26
pembangunan akan terlaksana pula secara efektif dan efisien (Adisasmita,
2013: 35).
Masyarakat adalah pelaku aktif dalam kegiatan kepariwisataan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sendiri dan
kepariwisataan merupakan aktualisasi dari sistem ekonomi kerakyatan yang
merupakan kegiatan seluruh lapisan masyarakat Indonesia sebagai sumber
ekonomi kreatif masyarakat (Muljadi, 2014:35). Partisipasi masyarakat
setempat dilibatkan sejak awal perencanaan, penyusunan rencana itu sendiri,
pelaksanaan proyek, pengelolaan dan pembagian hasilnya merupakan hal
yang mutlak sehingga harus ditegaskan dalam draf rencana.
Partisipasi harus memberdayakan masyarakat untuk menjadi salah satu
penentu tahapan – tahapan proyek, namun sekaligus juga membelajarkan
mereka untuk memiliki tanggungjawab maupun komitmen dan hasil maupun
resiko yang mungkin dicapai melalui proyek (Damanik & weber, 2006:106).
Proses partisipasi bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat
meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumberdaya
setempat setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia. Perencanaan partisipasif adalah suatu tahapan proses
pemberdayaan masyarakat yang dimulai dengan tahapan kajian keadaan
secara partisipatif yang didapat dari informasi yang dikumpulkan
(Hadiwijoyo, 2012:17).
-
27
Mengembangkan suatu tipologi partisipasi masyarakat dalam pariwisata
dengan mengkasifikasikan tipe- tipe partisipasi masyarakat ke dalam tiga
bagian utama, yang masing- masing memiliki sub- bagian. Ketiga bagian
utama tersebut adalah partisipasi masyarakat spontan (spontaneous
participation), partisipasi masyarakat karena adanya kekerasan (coersive
participation), dan partisipasi masyarakat karena masyarakat terdorong untuk
melakukannya (induced participation) dalam (Tosum, 1999: 5).
Partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama,
partisipasi merupakan kesediaan seseorang dalam melancarkan suatu program
sesuai kemampuan dan kenginannya tanpa mengesampingkan yang lain agar
program dapat berhasil. Keterlibatan seseorang akan sangat mempengaruhi
keberhasilan program, dengan adanya partisipasi ini seseorang dapat
mengemukakan suara baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan
atau bahkan dalam evaluasi/ hasil program itu sendiri. Partisipasi bisa terjadi
antara sesama anggota masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah.
Partisipasi merupakan suatu tanda permulaan dari adanya pemberdayaan
masyarakat yang nantinya akan mampu mengembangkan menjadi masyarakat
yang mandiri (Ndraha, 1987: 102).
2. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Jim Lfe dan Frank Tesoriero (2008:309- 314) Program pengembangan
masyarakat harus mendorong pengakuan dan peningkatan hak maupun
-
28
kewajiban untuk berpartisipasi. Kondisi yang mendorong partispasi adalah
sebagai berikut:
a. Orang yang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau
aktivitas tersebut penting.
b. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan.
c. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.
d. Orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya.
e. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan masyarakat yang tidak
bisa berpikir cepat, kurang percaya diri dan lain-lain.
Ndraha (1987:105) Sedangkan masyarakat tergerak untuk ikut
berpartisipasi jika:
a. Jika partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal
atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.
b. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang
bersangkutan.
c. Manfaat yang diperolah melalui partisipasi itu dapat memenuhi
kepentingan masyarakat setempat.
d. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan
oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka
tidak atau kurang atau berperan dalam
pengambilan keputusan.
-
29
Dalam partisipasi selain faktor pendukung juga faktor penghambat
partisipasi masyarakat ada beberapa kendala atau hambatan yang dapat
menghalangi terjadinya suatu perubahan antara lain kendala yang berasal dari
kepribadian individu salah satunya adalah ketergantungan.
3. Manfaat Partisipasi
Masyarakat setempat pada sebuah destinasi wisata harus terlibat dalam
pengembangannya dan mendapat manfaat dari pengembangan tersebut.
pariwisata berbasis masyarakat dapat memberikan manfaat yang meliputi 5
dimensi pengembangan yang merupakan aspek utama pembangunan
kepariwisataan sebagai berikut:
1. Dimensi Ekonomi: dengan indikator berupa adanya dana untuk
pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan di sektor
pariwisata, berkembangnya pendapatan masyarakat lokal dari sektor
pariwisata.
2. Dimensi Sosial: dengan indikator meningkatnya kualitas hidup,
peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian peran gender yang adil
antara laki-laki dan perempuan, generasi muda dan tua, serta memperkuat
organisasi komunitas.
3. Dimensi Budaya: dengan indikator berupa mendorong masyarakat untuk
menghormati nilai budaya yang berbeda, membantu berkembangnya
pertukaran buaya, berkembangnya nilai budaya pembangunan yang
melekat erat dalam kebudayaan setempat.
-
30
4. Dimensi Lingkungan: dengan indikator terjaganya daya dukung
lingkungan, adanya sistem pengelolaan sampah yang baik, meningkatnya
kepedulian akan perlunya konservasi dan preservasi lingkungan.
5. Dimensi Politik: dengan indikator meningkatkan partisipasi dari penduduk
lokal, peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas, dan adanya
jaminan hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Dalam konteks pembangunan pariwisata berbasis masyarakat, partisipasi
masyarakat penting untuk terus didorong untuk menyalurkan keuntungan
dari kegiatan kepariwisataan yang berlangsung kepada masyarakat secara
langsung.
4. Tahapan Partisipasi
Mardikanto (2001: 85- 87) membagi partisipasi dalam 5 tahap yaitu:
1. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan
Pada umumnya setiap program pembangunan masyarakat (termasuk
pemanfaatan sumber daya lokal serta alokasi anggaranya) selalu ditetapkan
sendiri oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini lebih mencerminkan sifat
kebutuhan kelompok elit yang berkuasa dan kurang mencerminkan keinginan
dan kebutuhan masyarakat luas. Karena itu partisipasi masyarakat dalam
pembangunan perlu dikembangkan melalui dibuat nya forum yang
memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses
pengambilan keputusan mengenai program pembangunan di wilayah
setempat.
-
31
2. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan
Untuk membedakan ada tingkatan partisipasi dalam perencanaan,
partisipasi dalam tahap pelaksanaanm partisipasi dalam tahap pemanfaatan,
partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan yang paling tinggi
dilihat dari ukuran keterlibatanya. Dalam tahap perencanaan masyarakat
diminta turut membuat keputusan yang memuat rumusan tujuan maksud serta
target. Salah satu metodologi perencanaan pembangunan yang terkini adalah
mengakui adanya kemampuan yang berbeda dari setiap kelompok masyarakat
dalam mengendalikan ketergantungan mereka terhadap sumber-sumber yang
dapat diraih di dalam sistem lingkunganya. Pengetahuan perencana teknis
yang berasal dari atas pada dasarnya sangat mendalam oleh karena situasi ini
peranan masyarakat sendirilah yang memutuskan pilihan akhir sebab mereka
lah yang pada akhirnya menanggung kehidupan mereka oleh karena itu sistem
perencanaan harus didesain sesuai dengan tindakan masyarakat bukan hanya
karena keterlibatan mereka yang begitu penting dalam meraih komitmen
tetapi karena masyarakatlah yang jauh lebih mengerti kondisi setempat yang
tidak dapat di atur oleh perencanaan teknik atasan.
3. Tahapan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
Sebagai partisipasi masyarakat banyak (yang biasanya tidak mampu)
untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya didalam pembangunan,
dilain pihak lapisan diatasnya (yang pada umumnya lebih mampu) lebih
banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan tidak dituntut
sumbanganya secara teratur, karena itu partisipasi masyarakat dalam tahap
-
32
pelaksanaan pembangunan harus dijabarkan sebagai pemerataan sumbangan
masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, serta beragam bentuk
pengorbanan lainya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh
warga yang bersangkutan.
4. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan
Kegiatan pemantauan dan evaluasi program kerja dan proyek
pembangunan sangat diperlukan tidak hanya agar tujuan nya dapat dicapai
seperti yang diharapkan sebelumnya tetapi juga untuk mengetahui tentang
masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan
yang bersangkutan. Dalam hal ini partisipasi masyarakat mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat
pembangunan sangat diperlukan.
5. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan merupakan unsur
terpenting yang sering terlupakan, sebab tujuan pembangunan adalah untuk
memperbaiki mutu hidup masyarakat luas sehingga pemerataan hasil
pembangunan merupakan tujuan utama. Disamping itu pemanfaatan hasil
pembangunan akan memikat kemauan dan kesukarelaan pada saat
pembangunan yang akan dilakukan dimasa mendatang.
5. Model Partisipasi
Menurut Hobley (dalam Awang, 1999) membagi partisipasi dalam 7
model sebagai berikut:
-
33
1. Manipulatif Participation, karakteristik dari model ini adalah
keanggotaan yang bersifat keterwakilan pada suatu komisi kerja,
organisasi kerja atau kelompok-kelompok dan bukannya pada
individu.
2. Passive Participation. Partisipasi rakyat dilihat dari apa yang telah
diputuskan atau apa yang telah terjadi, informasi datang dari
administrator tanpa mau mendengar respon dari masyarakat tentang
keputusan atau informasi tersebut.
3. Participation by Consultation, partisipasi rakyat dengan berkonsultasi
atau menjawab pertanyaan. Orang dari luar mendefinisikan masalah-
masalah dan prose pengumpulan informasi, dan mengawasi analisis.
Proses konsultasi tersebut tidak ada pembagian dalam pengambilan
keputusan, dan pandangan- pandangan rakyat tidak dipertimbangkan
oleh orang luar.
4. Participation for Material Intensive, partisipasi rakyat melalui
dukungan sumber daya, misalnya tenaga kerja, dukungan pangan,
pendapatan dan insentif material lainnya. Mungin saja petani
menyediakan lahan dan tenaga kerja, tetapi mereka tidak dilibatkan
dalam proses percobaan- percobaan dan pembelajaran. Kelemahan
dari model ini adalah apabila insentif habis, maka teknologi yang
digunakan dalam program juga tidak akan berlanjut.
5. Functional Participation, partisipasi rakyat dilihat oleh lembaga
eksternal sebagai tujuan akhir untuk mencapai target proyek,
-
34
khususnya mengurangi biaya. Rakyat mungkin berpartisipasi melalui
pembentukan kelompok untuk penentuan tujuan yang menarik, karena
mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Tetapi hal ini terjadi
setelah keputusan utamannya telah ditetapkan oleh orang dari luar desa
tersebut. Pendeknya, masyarakat desa dikooptasi untuk melindungi
target dari orang luar desa.
6. Interactive Participation, partisipasi rakyat dalam analisis
bersamamengenai pengembangan perencanaan aksi dan pembentukan
atau penekanan lembaga lokal. Partisipasi lokal dilihat sebagai hak dan
tidak hanya merupakan suatu cara untuk mencapai suatu target proyek
saja. proses melibatkan multi disiplin metodologi, ada proses belajar
yang terstruktur. Pengambilan keputusan bersifat lokal oleh kelompok
dan kelompok menentukan bagaimana ketersediaan sumber daya
digunakan, sehingga kelompok tersebut memiliki kekuaaan untuk
menjaga potensi yang ada.
7. Self-Mobilisation, partisipasi rakyat melalui pengambilan inisiatif
secara independen dari lembaga luar utuk perubahan sistem.
Masyarakat mengembangkan hubungan dengan lembaga eksternal
untuk advis mengenai sumber daya dan teknik yang mereka perlukan,
tetapi juga tetap mengawasi bagaimana sumber daya tersebut
digunakan.
-
35
C. Tinjauan tentang Pengembangan Pariwisata Berbasis Komunitas
Menurut Yoeti, pengembangan adalah usaha atau cara untuk memajukan
serta mengembangkan sesuatu yang sudah ada. Pengembangan pariwisata
pada suatu daerah tujuan wisata selalu akan diperitungkan dengan keuntungan
dan manfaat bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Pengembangan
pariwisata harus sesuai dengan perencanaan yang matang sehingga
bermanfaat bagi masyarakat, baik juga segi ekonomi, sosial dan budaya.
Perencanaan dan pengembangan pariwisata suatu daerah tujuan wisata
meliputi sebagian besar dari sumber daya fisik atau komponen produk wisata.
Aspek lingkungan, sosial dan budaya juga merupakan hal penting dalam
pengembangan pariwisata (Primadany, 2013: 20),.
Pariwisata di definisikan sebagai berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Kepariwisataan adalah
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan parwisata dan bersifat multidimensi
serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan
negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha (Iwan & Purnawan,
2015: 1).
Menurut Suwantoro (2002: 88-89), pengembangan adalah memajukan dan
memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Lebih lanjut,
-
36
Suwantoro memaparkan memgenai prinsip- prinsip pengembangan pariwisata
berkelanjutan, yaitu:
1. Harus dibantu oleh proses perencanaa dan partisipasi masyarakat.
2. Harus ada kepastian, keseimbangan, adanya sasaran ekonomi, sosial
budaya dan masyarakat.
3. Hubungan antara pariwisata, lingkungan dan budaya harus dikelola
sedemikian rupa sehingga lingkungan lestari untuk jangka panjang.
4. Aktivitas pariwisata tidak boleh merusak dan menghasilkan dampak
yang tidak dapat diterima oleh masyarakat.
5. Pengembangan pariwisata tidak boleh tumbuh terlalu cepat dan
berskala kecil atau sedang.
6. Pada lokasi harus ada keharmonisan atara hubungan wisata, tempat
dan masyarakat setempat.
7. Keberhasilan pada setiap aktivitas tergantung pada keharmonisan
antara pemerintah, masyarakat setempat dan industri pariwisata.
8. Pendidikan yang mengarah pada sosio-cultural pada setiap tingkatan
masyarakat yang berkaitan dengan aktivitas pariwisata, termasuk juga
perilaku wisatawan harus serius diorganisasikan.
9. Peraturan perundang-undangan yang secara pasti melindungi budaya
harus dikeluarkan dan dilakukan sekaligus merevitalisasinya.
10. Investor dan wisatawan harus dididik untuk menghormati kebiasaan,
norma dan nilai tempat.
-
37
Paradigma pembangunan pariwisata berbasis masyarakat menggunakan
beberapa pendekatan. Menurut Erawan (2003) dalam (Dewa Putu, 2013: 93).
Pendekatan dalam pariwisata berbasis masyarakat tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan peran serta masyarakat (community based approach) yang
bertujuan untuk memberdayakan dan memampukan masyarakat di
semua peringkat untuk berperan serta secara aktif dalam menentukan
pengambilan keputusan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
(Bank Dunia, 1986). Pendekatan peran serta masyarakat diartikan
sebagai pendorong pemerintah pada semua peringkat untuk
memformulasikan kebijakan, strategi, rencana, dan implementasi serta
pengendalian pembangunan melalui proses konsultasi dan dialog
dengan pemangku kepentingan terdiri atas pemerintah, masyarakat dan
pengusaha pariwisata.
2. Pengembangan kepariwisataan berkelanjutan memiliki karakteristik,
antara lain (a) mengedepankan kualitas pengalaman, (b) menekankan
pada keadilan sosial dan peran serta masyarakat, (c) pengembangan
disesuaikan dengan limit atas keterbatasan sumber daya, (d)
menawarkan kegiatan yang luas mencakup elemen rekreasi,
pendidikan, dan budaya, (e) menonjolkan karakter wilayah, (f)
memberikan kesempatan kepada para wisatawan untuk mengambil
pelajaran, mengenali wilayah yang dikunjunginya, (g) tidak
-
38
berkompetisi dengan (mematikan) sktor industri lain yang ingin
berkelanjutan, serta (h) terpadu dengan rencana dan priortas
kabupaten/kota, provini dan regional.
3. Kepariwisataan berbasis masyarakat memiliki karakteristik, antara lain
(a) berskala kecil, (b) dimiliki oleh anggota/kelompok masyarakat
setempat sehingga memebrikan manfaat pada masyarakat setempat, (c)
memberikan kesempatan kerja dan peluang ekonomi pada ekonomi
masyarakat setempat. (d) lokasi tersebar atau tidak terkonsentrasi di
suatu tempat, (e) desain dan kegiatan mencerminkan karakter wilayah
setempat, (f) mengedepankan kelestarian warisan budaya (cultural
hertage), (g) tidak mematikan industri atau kegiatan lainnya dan
bersifat saling melengkapi, (h) menawarkan pengalaman yang
berkualitas pada wisatawan, dan (i) merupakan kegiatan usaha yang
menguntungkan.
Menurut Marpaung dan Bahar, tujuan pengembangan pariwisata adalah
memberikan keuntungan bagi wisatawan, maupun masyarakat setempat.
Pariwisata hendaknya dapat memberikan kehidupan standar kepada warga
setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tujuan wisata
(Demartoto dkk, 2014: 12).
D. Tinjauan tentang Kampung Wisata
Kampung Wisata merupakan bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi
dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
-
39
masyarakat dimana terdapat sekelompok wisatawan yang dapat tinggal atau
berdekatan dengan lingkungan tradisional tersebut untuk belajar mengenai
kehidupan masyarakatnya. Berdasarkan ketiga bentuk integrasi tersebut ,
kampung wisata dibagi menjadi 3 elemen kampung wisata (Elena Manuela
Istoc, 2012: 41). Yaitu elemen dasar (primary elements), elemen sekunder
(secondary elements), dan elemen tambahan (additional elements).
1. Elemen Kampung Wisata
a. Primary Elements. Elemen- elemen dasar wisata budaya dibagi
menjadi 2 yaitu: Activity Places dan Leisure Settings, Activiy Places
diantaranya meliputi fasilitas budaya yang terdiri dari: museum.
Gallery, ruang pertunjukan, ruang workshop, fasilitas warisan budaya
(heritage) yang meliputi warisan budaya intangible dan tangible.
Leisure Settings meliputi tatanan fisik berupa historical street pattern,
bangunan yang memiliki daya tarik tertentu, monument, dan taman/
green area. Fitur sosial budaya yang terdiri dari tingkat livabilitas dari
kawasan terkait, bahasa, nilai- nilai lokal, hubungan antar warga.
b. Secondary Elements, elemen- elemen sekunder dari wisata budaya
meliputi fasilitas- fasilitas pendukung kehidupan warga dan wisatawan
seperti: pasar, took/ kios lokal, jasa penyedia fasilitas makanan dan
akomodasi penginapan.
c. Additional Elements, elemen- elemen tambahan merupakan fasilitas
pendukung yang bersifat tersier pada kawasan budaya yang terdiri dari
-
40
fasilitas aksestabilitas, sarana transportasi dan parkir, serta pusat
informasi untuk turis.
2. Kriteria Kampung Wisata
Menurut OECD (Organisation for Economic Co-operation and
Development) pada tahun 2005 (Elena Manuela Istoc, 2012: 42), kriteria
yang penting dalam merancang sebuah hubungan yang positif antara
turisme dan budaya adalah sebagai berikut:
a. Memiliki aktivitas budaya yang permanen dan rutin.
b. Melibatkan penduduk lokal secara langsung . dan sebagai
tambahannya dapat melibatkan wisatawan.
c. Dapat menghasilkan produk dan/atau jasa yang diperlukan untuk
keperluan wisatawan.
3. Wave Effect Dalam Kegiatan Sosial- Ekonomi Kampung Wisata
Pentingnya diadakan kegiatan pariwisata berbasis komunitas di
kampung wisata bertujuan untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi
masyarakat terkait. “Wave Effect” digunakan sebagai strategi dalam
pengembangan kampung wisata sebagai usaha membangkitkan kondisi
ekonomi warga berbasis budaya. Salah satu usaha dalam menggunakan
wave effect dalam pengembangan desa/kampung wisata adalah penjagaan
warisan budaya intangible dan tangible akan diharapkan dapat
meningkatkan nilai atraksi dari kampung wisata (Elena Manuela Istoc,
2012: 42).
-
41
Warisan budaya intangible yang dimaksudkan berupa: tari- tarian,
upacara adat istiadat, cara interaksi warga yang khas dan sebagainnya.
Sedangkan warisan budaya tangible yang dimaksud adalah peninggalan
berbentuk benda arsitektur, lukisan, patung, kerajinan dan lain
sebagainnya. Pengembangan pembangunan fasilitas tidak terfokus pada
konservasi budaya saja namun juga usaha untuk meningkatkan kondisi
sosial-ekonomi masyarakat.
4. Jenis Pengenalan Kampung Wisata
Jenis Pengenalan Kampung Wisata Terdapat beberapa jenis
pendekatan dalam proses pengenalan desa/kampung wisata pada tiap-tiap
daerah. Hal tersebut disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan
desa/kampung wisata dalam mengakomodasi kebutuhan wisatawan.
Pendekatan pengenalan desa/kampung wisata dibagi menjadi 3 jenis
pengenalan (UNDP dan WTO, 1981: 69) , yaitu:
a. Pengenalan Dengan Interaksi Langsung Wisatawan diberikan
kesempatan untuk tinggal/bermalam bersama masyarakat dalam
akomodasi yang dapat diberikan oleh desa/kampung wisata terkait
dengan pertimbangan bahwa daya dukung dan potensi
masyarakatnya dapat menampung dan mengontrol dampak yang
timbul dari kegiatan tersebut sehingga keberadaan wisatawan yang
tinggal/bermalam tidak menimbulkan konflik dan perubahan
terhadap keaslian tatanan hidup masyarakatnya.
-
42
b. Pengenalan Dengan Interaksi Setengah Langsung Wisatawan
diberikan kesempatan untuk singgah dan melakukan kegiatan
bersama warga dalam satu rangkaian acara tertentu berupa one day
trip dan dapat kembali ke akomodasinya masing-masing setelah
melakukan kegiatan dalam desa/kampung wisata (tidak bermalam
di desa/kampung).
c. Pengenalan Dengan Interaksi Tidak Langsung Desa/kampung
wisata dapat memperoleh keuntungan hanya dengan mengenalkan
desa/kampungnya tanpa perlu berinteraksi dengan wisatawan.
Pengenalan dalam bentuk ini dapat melalui brosur, buku, artikel,
dan bentuk publikasi lain yang tidak melibatkan wisatawan secara
langsung dalam prosesnya.
E. Kerangka Teori
Penelitian yang berhubungan dengan Pariwisata Berbasis Komunitas,
maka untuk menjawab pertanyaan penelitian ini peneliti menggunakan Teori
Fungsionalisme Struktural yang dikemukakan oleh Talcott Parsons.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori Fungsionalisme Struktural
yang digagas oleh Talcott Parsons, sebagai pisau analisis dalam menyelesaikan
penelitian ini. Talcott Parsons lahir di Colorado pada tahun 1902, ia berasal dari
latar belakang religious dan intelektual. Parsons mendapat gelar Sarjana Muda
dari Universitas Amherst tahun 1924. Ditahun 1960-an Parsons mendapat
serangan dari sayap radikal sosiologi Amerika yang baru muncul, Parsons dinilai
-
43
memiliki pandangan politik konservatif dan teorinya dianggap konservatif dan
tidak lebih dari skema kategorisasi yang rumit (George Ritzer dan Douglas J
Goodman, 2011: 128-129).
Selama hidupnya Talcott Parsons membuat sejumlah besar karya
teoritisasi fungsionalisme structural. Fungsional struktural ini mempunyai empat
imperative fungsional pada sistem tindakan atau dikenal dengan skema AGIL.
Fungsi adalah “suatu gugusan aktivitas yang diarahkan untuk memenuhi satu atau
beberapa kebutuhan sistem” (Rocher, 1975: 40) agar tetap bertahan maka suatu
sistem harus memiliki empat fungsi tersebut yaitu:
1. Adaptation (Adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi situasi
eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.
2. Goal Attainment (Pencapaian Tujuan): sebuah sistem harus
mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3. Integration (Integrasi): sebuah sistem harus mengatur antar hubungan
bagina-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola
antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya yaitu (fungsi A,G,L).
4. Latency (Latensi atau Pemeliharaan Pola): sebuah sistem harus
melengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik motivasi individual
maupun pola-pola kultutral yang menciptakan dan menopang motivasi
(George Ritzer dan Douglas J Goodman, 2011: 121).
-
44
L I
Gambar 2 Struktur Sistem Tindaan Umum
Sistem Budaya Sistem Sosial
Organisme Behavioral Sistem Kepribadian
A G
Asumsi dasar dari Teori ini adalah salah satu paham atau perspektif di
dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang
terdiri dari bagian- bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan
bagian yang lainnya. Lemudia perubahan yang terjadi pada satu bagian
akan menyebabkan ketidak seimbangan dan pada gilirannya akan
menciptakan perubahan pola bagian lainnya. Perkembangan
fungsionalisme didasarkan atas model perkembangan sistem organisasi
yang di dapat dalam biologi, teori ini menekankan bahwa semua elemen
harus berfungsi sehingga masyarakat dapat menjalankan fungsinya dengan
baik (Raho, 2007: 48).
Sistem organisasi biologis dalam sistem tindakan hubungan dengan
fungsi adaptasi yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengubah
lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Sistem kepribadian melaksanakan
fungsi pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan menggerakkan
segala sumber daya untuk mencapai tujuan- tujuan. Sistem sosial
berhubungan dengan fungsi integrasi dengan mengontrol komponen
-
45
dalam pembentukan masyarakat. Akhirnya, sistem kebudayaan
berhubungan dengan fungsi pemeliharaan pola- pola atau struktur yang
ada dengan menyiapkan norma- norma dan nilai yang memotivasi mereka
dalam melakukan suatu tindakan (Raho, 2007: 48).
Parson menganalisis masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Inti dari
sistem sosial tersebut berusaha untuk menetralisir gangguan atau
mempertahankan keseimbangan. Parson memperkenalkan dua konsep
yang berkenaan dengan sistem sosial yaitu sebagai berikut (Parson, 1951:
5-6).
a. Konsep Fungsi, yang mana dimengerti sebagai sumbangan kepada
keselamatan dan ketahanan sistem sosial.
b. Konsep Pemeliharaan Keseimbangan, dimana hal ini merupakan
ciri utama dari setiap sistem sosial.
Maka dari itu, diketahui bahwa Parson melihat masyarakat sebagai
suatu sistem yang saling mempengaruhui, saling membutuhkan, saling
melengkapi yang bertujuan untuk memelihara keseimbangan.
Meski Parsons berkomitmen untuk melihat sistem sosial sebagai
sebuah interaksi, namun ia tak menggunakan interaksi sebagai unit
fundamental dalam studi tentang sistem sosial, ia malah menggunakan
status-peran sebagai unit dasar dari sistem, status mengacu pada posisi
struktural di dalam sistem sosial, peran adalah apa yang dilakukan aktor
pada posisinya (George Ritzer dan Douglas J Goodman, 2011: 124).
-
46
Penulis menggunakan Teori Fungsional Strukural untuk melihat
bagaimana sistem sosial dapat memelihara keutuhannya dan bagaimana
masyarakat dapar survive untuk mengalami perubahan. Penggunaan teori
ini dapat mengetahui keberhasilan pengembangan kampung wisata.
Dengan indikator partisipasi masyarakat, dukungan pemerintah, serta
hambatan apa saja yang dialami masyarakat sebelum hingga sesudah
pembangunan. Indikator ini mengarah pada struktur sosial yang terlibat
yaitu komunitas internal masyarakat, komunitas eksternal masyarakat
serta lembaga pemerintahan.
Teori AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration dan Latency)
yang dikemukakan oleh Talcott Parson. Sehingga dapat dikorelasikan
dengan fenomena yang diteliti bahwa partisipasi masyarakat sangat
penting dalam pengembangan Kampung Wisata De Berran Desa Oro- oro
Ombo Kota Batu.
F. Kerangka Berpikir
Pariwisata Berbasis Komunitas merupakan konsep pengembangan
destinasi pariwisata dimana kelompok masyarakat ikut andil dalam perencenaan,
pengelolaan dan pemberian suara dalam pengambilan keputusan. Dalam
pengembangan Kampung Wisata De Berran pemberdayaan dilakukan dengan
melibatkan masyarakat secara langsung untuk ambil bagian dalam pengembangan
destinasi wisata. Partisipasi masyarakat merupakan kunci dalam pengembangan
Kampung Wisata De Berran.
-
47
Pemberdayaan masyarakat dilakukan sebagai peningkatan kesejahteraan
perekonomian masyarakat dengan melibatkan masyarakat. Partisipasi masyarakat
lokal sangat penting, karena masyarakat lokal sudah mengenal potensi alam
sekitar objek wisata. Selain itu, dengan melibatkan masyarakat secara langsung
akan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Untuk lebih jelas maka
berikut ini kerangka berpikir peneliti.
Gambar 3 Keranga Berpikir
Pengembangan Kampung Wisata
Berbasis Masyarakat De Berran
Desa Oro- Oro Ombo Kecamatan
Batu Kota Batu
Partisipasi Masyarakat
Bentuk Partisipasi Tingkat Partisipasi
Partisipasi Material
Partisipasi Non
Material
Penggambilan Keputusan
Perencanaan Kegiatan
Pelaksanaan Kegiatan
Pemantauan dan evaluasi
Pemanfaatan hasil