A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan...

32
1 A. Landasan Teori Penelitian tentang mantra sebelumnya pernah dilakukan, diantaranya Hartata (2008) dan Maulani (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Hartata (2008) berjudul Mantra Pengasihan Jawa dalam Kehidupan Masyarakat Jawa Modern di Wilayah Kabupaten Klaten (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra). Permasalahan dalam penelitian, yaitu mempermasalahkan stuktur, prosesi pengamalan, respon masyarakat dan fungsi mantra pengasihan menggunakan teori struktural dan teori sosiologi sastra. Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Hartata (2008) tersebut lebih fokus kepada hubungan antara sastra dalam hal ini adalah mantra dengan masyarakat. Penelitian oleh Puput Maulani (2014) berjudul Mantra Pengobatan Penyakit di Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan (Suatu Tinjauan Antropologi Sastra). Permasalahan yang dianalisis berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartata (2008), penelitian yang dilakukan oleh Maulani (2014) ini lebih luas karena menyangkut masyarakat sebagai pengguna mantra. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana keberadaan Mantra Pengobatan Penyakit di Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan, (2) Bagaimana struktur Mantra Pengobatan Penyakit di Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan, (3) Bagaimana fungsi Mantra Pengobatan Penyakit bagi masyarakat Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Penelitian ini menelaah hubungan antara sastra dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana sastra dalam hal ini mantra digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat.

Transcript of A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan...

Page 1: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

1

A. Landasan Teori

Penelitian tentang mantra sebelumnya pernah dilakukan, diantaranya Hartata

(2008) dan Maulani (2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Hartata (2008) berjudul Mantra Pengasihan

Jawa dalam Kehidupan Masyarakat Jawa Modern di Wilayah Kabupaten Klaten

(Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra). Permasalahan dalam penelitian, yaitu

mempermasalahkan stuktur, prosesi pengamalan, respon masyarakat dan fungsi

mantra pengasihan menggunakan teori struktural dan teori sosiologi sastra. Namun

dalam penelitian yang dilakukan oleh Hartata (2008) tersebut lebih fokus kepada

hubungan antara sastra dalam hal ini adalah mantra dengan masyarakat.

Penelitian oleh Puput Maulani (2014) berjudul Mantra Pengobatan Penyakit

di Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten

Magetan (Suatu Tinjauan Antropologi Sastra). Permasalahan yang dianalisis

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartata (2008), penelitian yang

dilakukan oleh Maulani (2014) ini lebih luas karena menyangkut masyarakat

sebagai pengguna mantra. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana

keberadaan Mantra Pengobatan Penyakit di Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan

Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan, (2) Bagaimana struktur Mantra

Pengobatan Penyakit di Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan

Plaosan Kabupaten Magetan, (3) Bagaimana fungsi Mantra Pengobatan Penyakit

bagi masyarakat Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan

Kabupaten Magetan. Penelitian ini menelaah hubungan antara sastra dan budaya

terutama untuk mengamati bagaimana sastra dalam hal ini mantra digunakan

sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat.

Page 2: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

2

Perbedaan kedua penelitian di atas dengan penelitian yang penulis teliti

terletak pada pembaitan atau rimanya. Penggunaan rima sangatlah mempunyai

pengaruh besar dalam penggunaan mantra selain sebagai pemerindah. Unsur rima

juga berperan sebagai unsur pensugesti agar yang termantra atau pemantra

terpengaruh terhadap mantra itu sendiri. Penekanan rima yang terdapat dalam

sebuah mantra dapat memperkuat fungsi mantra. Pengulangan kata dapat menjadi

afirmasi dan sugesti agar termantra ataupun pemantra masuk ke dalam keadaan

rileks atau trance (bawah sadar).

Hasil penelitian adalah agar kita mengetahui struktur, diksi, rima dan makna

dalam mantra pengobatan di Desa Gantang. Semua unsur tersebut tidak dapat

dipisahkan satu dengan lainnya, karena mempunyai kesatuan yang utuh dan bersifat

arbiter.

Penelitian-penelitian sebelumnya membahas secara luas struktur mantra.

Semoga dengan penelitian yang membahas struktur, diksi, rima dan makna dalam

mantra pengobatan di Desa Gantang dapat mengetahui bahwa struktur, pilihan kata,

dan rima menjadi faktor penting dalam mantra. Penelitian dilanjutkan dengan

analisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. Semoga

penelitian ini bisa saling melengkapi hasil penelitian sebelumnya.

Ketiga penelitian ini tidak terlepas dari teori strukturalisme dan semiotik

untuk meneliti makna yang ada dalam mantra. Tidak berbeda dari penelitian yang

penulis lakukan yang juga menggunakan teori strukturalisme. Perbedaanya

penelitian ini selain membahas struktur dalam mantra juga membahas diksi dan

pembaitan yang digunakan dalam mantra.

1. Pengertian Mantra

Page 3: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

3

Mantra termasuk dalam genre sastra lisan yang populer di masyarakat.

Sebagaimana pantun dan syair. Hanya saja, penggunaannya lebih eksklusif, karena

hanya dituturkan oleh orang tertentu saja, seperti pawang dan dhukun. Menurut

orang Jawa, mantra biasanya diucapkan dengan cara dihafal dan pembacaan mantra

diyakini dapat menimbulkan kekuatan gaib untuk membantu meraih tujuan-tujuan

tertentu.

Sejalan dengan pembagian jenis mantra, Rusyana (1978: 34) membagi mantra

berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi), asihan (pekasih),

singlar (pengusir), jangjawokan (jampi), rajah (kata-kata pembuka jampi), ajian

ajian/jampi (ajian kekuatan), dan pelet (guna-guna). Diketahui bahwa ketujuh

bagian tersebut dapat dikelompokkan ke dalam mantra putih (white magic) dan

mantra hitam (black magic). Pembagian tersebut berdasarkan kepada tujuan

mantra itu sendiri, yakni mantra putih digunakan untuk kebaikan sedangkan mantra

hitam digunakan untuk kejahatan.

Berdasarkan segi bahasa, mantra biasanya menggunakan bahasa khusus

yang sukar dipahami. Mantra yang ada biasanya menggunakan bahasa Jawa, bahasa

Sansekerta, bahasa Arab dan bahasa campuran antara ketiganya, tergantung

dimana tempat mantra itu berkembang. Dhukun atau pawang adakalanya sendiri

tidak memahami arti sebenarnya dari mantra yang mereka baca, sebagian dhukun

hanya memahami kapan mantra tersebut dibaca dan apa tujuannya.

Mantra dianggap sebagai kalimat permohonan dan pemujaan kepada Tuhan,

serta ada juga yang ditujukan kepada makhluk halus atau roh-roh tertentu guna

meminta bantuan atas kekuatan yang dimiliki. Dengan mantra, alam pikiran

manusia berhubungan dengan hal-hal supranatural, sehingga dengan membaca

Page 4: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

4

mantra, sesuatu yang tidak mungkin terjadi dapat menjadi kenyataan. Hal tersebut

menjadi patokan bahwa suatu mantra pasti terdapat sesuatu yang dapat memberikan

sugesti terhadap orang yang akan dikenai mantra. Dalam mantra terkandung

banyak simbol, unsur-unsur kepercayaan, mantra identik dengan sugesti untuk

mempengaruhi orang yang dikenai mantra dengan maksud menambah kepercayaan

diri.

Padmoesoekotjo dalam Ngengrengan Kasusastran Jawa jilid II (1960: 122)

mengatakan bahwa “japa, mantra, donga, sidikara, aji-aji mempunyai arti hampir

sama yaitu bunyi-bunyian atau kata-kata yang dianggap memiliki daya kekuatan

gaib”.

Mantra sebagaimana dikemukakan Poerwadarminta (1988: 558) adalah: 1)

perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib (misal dapat menyembuhkan,

mendatangkan celaka, dan sebagainya); 2) susunan kata berunsur puisi (seperti

rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh

dhukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Sedangkan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa mantra adalah kalimat yang diucapkan

dengan diulang-ulang atau dilafalkan secara khusus untuk mendatangkan daya gaib,

susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib

(KBBI, 2002:713).

Menurut Waluyo (1995: 87) bahwa dalam mantra tercermin hakikat

sesungguhnya dari puisi, yakni bahwa pengkonsentrasian kekuatan bahasa itu

dimaksudkan oleh penciptanya untuk menimbulkan daya magis atau kekuatan gaib.

Mantra merupakan ragam puisi lisan yang berbentuk bebas. Secara tekstual, mantra

mirip dengan geguritan. Perbedaannya mantra hidup dalam tradisi lisan sedangkan

Page 5: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

5

geguritan hidup dalam tradisi tulis. Mantra memiliki struktur batin, yaitu pada

awalnya mantra merupakan bentuk doa, sedangkan geguritan merupakan kesaksian

penyair terhadap pengalaman kehidupan.

Mantra menurut Shadily (1983: 24) adalah rumusan kata-kata atau bunyi

yang berkekuatan gaib, diucapkan berirama seperi senandung, digunakan sebagai

doa bagi pengucap atau pendengar, yang wajib dihafal tepat kata-katanya untuk

menghindari bencana jika terjadi kekeliruan dalam mengucapkannya. Pada

umumnya, mantra diucapkan dengan menyeru atau menyebut nama Allah, nabi-

nabi, aulia, arwah cikal bakal atau bunyi kata yang tidak bermakna, seperti hong

wilaheng dan lain-lain. Fungsi mantra dapat digunakan untuk menyembuhkan

penyakit, mendatangkan kebaikan dan celaka, mengusir harimau, mengusir hantu

dan lain sebagainya.

Mantra dalam lingkungan tradisi Jawa, dikenal pula dengan sebutan: Japa;

Japa-Mantra; Kemad; Peled; Aji-Aji; Rajah; Donga; Sidikara. Bentuk dan

jumlahnya beragam sangat banyak serta semua dianggap memiliki kekuatan

gaibnya sendiri-sendiri (Prayitno, 1986: 16). Ada mantra yang dilafalkan (dibaca

dengan bersuara atau di-mel-kan), adapula mantra yang dibaca dalam hati disebut

mateg mantra atau mateg aji. Keduanya bergantung dari kebutuhan, keadaan, target

sasaran, dan tuntunan sang dhukun, kyai, pawang, sesepuh, atau guru yang memberi

mantra.

Mantra pengobatan adalah mantra yang digunakan untuk menyembuhkan

penyakit, bilamana seseorang pergi ke dhukun tidak hanya tumbuhan obat yang

didapatnya melainkan mantra juga akan didapat. Hal itu dikarenakan tumbuhan

obat yang telah dimantrai mendapat tenaga batin dari sang dhukun. Selain

Page 6: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

6

tumbuhan obat, media lain yang digunakan adalah air putih. Cara pengobatan

dengan menggunakan mantra itu adalah dengan meludahi atau mengoleskan pada

bagian yang sakit. Demikian dapat disimpulkan bahwa, ada tiga elemen dalam

proses pengobatan yaitu obat itu sendiri, mantra, dan kondisi pemberian obat.

Dalam hal ini sang dhukun memusatkan pikirannya agar mantra itu sampai ke

Tuhan dan pasien (Maulani, 2014: 20).

Pernyataan di atas sama halnya yang dijelaskan oleh Geertz (1989: 126)

mengenai pengobatan penyakit dengan mantra dan tumbuhan obat, Salah satu cara

yang digunakan untuk menyembuhkan seorang anak yang berpenyakit cacingan

yaitu dengan cara meludahinya atau meniupnya.

2. Laku dalam Mantra

Pembacaan mantra terkadang diiringi dengan laku yang harus dilaksanakan

oleh sang dhukun. Laku merupakan suatu syarat meskipun bukan syarat yang

utama. Untuk mendalami berbagai laku yang berasal dari tradisi yang berkembang

pada masyarakat Jawa. Ajaran Islam mengenal puasa seperti puasa senin dan kamis,

puasa bulan Ramadhan, puasa Daud yang semuanya bertujuan untuk mendekatkan

diri kepada Allah SWT (Endraswara, 2006: 151). Macam-macam puasa dan tapa

berdasarkan tradisi Jawa adalah sebagai berikut.

a. Mutih

Dalam puasa mutih ini seseorang tidak boleh makan apa-apa kecuali

hanya nasi putih dan air putih saja. Nasi putihnya pun tidak boleh

ditambah apa-apa (seperti gula, garam, dan lain-lain). Jadi betul-betul

hanya nasi putih dan air putih saja.

b. Ngeruh

Page 7: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

7

Puasa ngeruh ini seseorang hanya boleh memakan sayuran atau buah-

buahan saja, tidak diperbolehkan makan daging, ikan, telur, dan lain-lain.

c. Ngebleng

Puasa ngebleng adalah menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari.

Seseorang yang melakoni puasa ngebleng tidak boleh makan, minum,

keluar dari rumah atau kamar dan melakukan aktifitas seksual. Biasanya

seseorang yang melakukan puasa ngebleng tidak boleh keluar dari

kamarnya selama sehari semalam. Pada saat menjelang malam hari tidak

boleh ada satu lampu atau cahaya pun yang menerangi kamar tersebut.

Kamar harus gelap gulita tanpa ada cahaya sedikitpun. Laku puasa ini

diperbolehkan keluar kamar hanya untuk buang air saja.

d. Pati geni

Puasa pati geni hampir sama dengan puasa ngebleng. Perbedaannya

adalah tidak boleh keluar kamar dengan alasan apapun, tidak boleh tidur

sama sekali. Biasanya puasa ini dilakukan sehari semalam, ada juga yang

melakukannya 3 hari, 7 hari, dan seterusnya. Jika seseorang yang

melakukan puasa pati geni ingin buang air maka, harus dilakukan di dalam

kamar (dengan memakai pispot atau yang lainnya).

e. Ngelowong

Puasa ini lebih mudah dibanding puasa-puasa di atas. Seseorang yang

menjalani puasa ngelowong dilarang makan dan minum dalam kurun

waktu tertentu. Hanya diperbolehkan tidur 3 jam saja (dalam 24 jam)

tetapi tetap diperbolehkan keluar rumah.

f. Ngrowot

Page 8: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

8

Puasa ini adalah puasa yang lengkap dilakukan dari subuh sampai

maghrib. Saat sahur, seseorang yang melakukan puasa ngrowot ini hanya

boleh makan buah-buahan. Diperbolehkan makan buah lebih dari satu

tetapi hanya boleh makan satu jenis buah saja, misalnya 3 buah pisang

saja. Dalam puasa ini diperbolehkan untuk tidur.

g. Nganyep

Puasa ini adalah puasa yang hanya memperbolehkan makan yang tidak

ada rasanya. Hampir sama dengan mutih, perbedaannya makanannya lebih

beragam asal dengan ketentuan tidak mempunyai rasa.

h. Ngidang

Puasa ngidang diperbolehkan memakan dedaunan dan air putih saja, tidak

diperbolehkan makan yang lainnya.

i. Ngépél

Puasa ngépél berarti satu kepalan tangan penuh. Puasa ini mengharuskan

seseorang untuk memakan hanya satu kepal nasi saja dalam sehari.

Terkadang diperbolehkan sampai dua atau tiga kepal nasi sehari.

j. Nganyep

Hanya diperbolehkan makan dan minum yang tidak ada rasanya,

minumnya hanya diperbolehkan (tiga) 3 kali dalam sehari.

k. Senin-Kamis

Puasa ini dilakukan hanya pada hari Senin dan Kamis saja, identik dengan

agama Islam, karena memang Rasulullah SAW menganjurkannya seperti

yang termuat dalam beberapa Hadits.

3. Pendekatan Struktural

Page 9: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

9

Ratna (2013: 88-96) menjelaskan secara etimologis struktur berasal dari kata

structura, bahasa latin, yang berarti bentuk atau bangunan. Secara definitif

strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri,

dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang

satu dengan yang lain, di pihak yang lain hubungan antara unsur dengan

totalitasnya.

Menurut Hawkes teori struktural memandang karya sastra sebagai sebuah

struktur yang unsur-unsurnya atau bagian-bagiannya saling berjalin erat, saling

menentukan keseluruhan. Unsur-unsur atau bagian-bagian lainnya dengan

keseluruhannya (dalam Pradopo 1995: 108).

Analisis struktural menurut Pradopo (2003: 120) menyatakan bahwa analisis

struktural sajak adalah analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya

dalam struktur sajak dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna dalam

kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam

struktur.

Analisis struktural ini merupakan prioritas pertama sebelum yang lain-lain

(Teeuw, 1983:61), tanpa itu kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari

karya itu sendiri, tidak akan tertangkap. Maka unsur-unsur karya sastra hanya dapat

dipahami dan dinilai sepenuhya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu

dalam keseluruhan karya sastra.

Bagi setiap penelitian sastra, analisis struktural karya sastra yang akan diteliti

merupakan suatu prioritas atau pekerjaan pendahuluan. Berarti analisis struktur

adalah suatu tahap dalam penelitian sastra yang sukar dihindari, sebab setelah

analisis semacam ini memungkinkan diungkap pengertian yang lebih mendalam.

Page 10: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

10

Teeuw (1988: 135) bahwa pada prinsipnya analisis struktural adalah

bertujuan untuk membongkar dan memaparkan apa yang dianalisis dengan cermat,

teliti dan semendetail mungkin dan mendalam, mungkin keterkaitan dan

keterjalinan dari semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama menghasilkan

makna menyeluruh. Bahwa tugas dan tujuan dari analisis struktur justru

mengupas semendalam mungkin dari keseluruhan makna yang telah terpadu.

Penelitian struktural dipandang lebih objektif karena hanya berdasarkan

sastra itu sendiri. Dengan ataupun tanpa campur tangan unsur lain, karya sastra

tersebut akan dilihat sebagaimana cipta estetis. Strukturalis biasanya

mengandalkan pendekatan egosentrik yaitu pendekatan penelitian yang berpusat

pada teks sastra itu sendiri (Endraswara, 2003: 51).

Strukturalisme adalah sebuah paham, sebuah keyakinan, bahwa segala

sesuatu yang ada dalam dunia ini mempunyai struktur dan bekerja secara struktural.

Sesuai dengan apa yang didefinisikan oleh Piaget, struktur adalah entitas-entitas

yang secara mendasar mewujudkan tiga gagasan yang fundamental, yaitu (a)

gagasan mengenai keseluruhan, (b) gagasan mengenai transformasi, dan (c)

gagasan mengenai regulasi diri (dalam Faruk, 2012: 173).

Menurut Endraswara (2003: 49-54) strukturalis sebenarnya merupakan

paham filsafat yang memandang dunia sebagai realitas struktur. Pada penelitian

struktural, penekanan pada relasi antarunsur pembangun teks sastra. Penekanan

strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks mandiri.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa struktural

tersebut adalah unsur pembangun sebuah karya sastra yang berpusat pada karya

sastra itu sendiri. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural karena mantra

Page 11: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

11

mempunyai pola-pola struktur yang berbeda dengan struktur puisi atau drama.

Struktur yang digunakan untuk penelitian mantra ini hampir sama seperti struktur

yang digunakan Saputra (2003) pada penelitian “Mantra Sabuk Mangir dan Jaran

Goyang dalam Budaya Using di Banyuwangi” yang terdapat dalam buku

“Adilihung: Kajian Budaya Jawa” yang disusun oleh Partana (2011), yaitu

menitikberatkan pada enam unsur di antaranya sebagai berikut:

a. Unsur judul mantra merupakan salah satu unsur pokok yang terdapat pada

mantra. Unsur judul mantra terdiri atas kelompok kata yang dapat

mencerminkan tujuan mantra yang bersangkutan.

b. Unsur pembuka merupakan perkataan awal pada mantra, dalam mantra

pengobatan ini unsur pembuka yang sering digunakan adalah Bissmillah

hirrohmanirrohim, Assallamuallaiykum, dan Sir-Allah Rasulullah.

c. Unsur niat dinyatakan dengan kata kunci niat. Dalam konteks pemanfaatan

mantra harus disesuaikan niat atau keinginan yang dicapai.

d. Unsur sugesti adalah unsur yang berisi metafora-metafora atau analogi-

analogi yang dianggap memiliki daya atau kekuatan tertentu dalam rangka

membantu membangkitkan kekuatan magis atau kekuatan gaib pada

mantra.

e. Unsur tujuan merupakan muara atau maksud yang ingin dicapai oleh

pemantra dalam penggunaan mantra. Unsur tujuan ini semacam kesimpulan

atau intisari dari rangkaian unsur-unsur yang membentuk struktur mantra.

Unsur tujuan juga berfungsi membedakan mantra tertentu dengan mantra

lainnya.

Page 12: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

12

4. Komponen sugesti

5. Komponen tujuan

f. Unsur penutup merupakan larik akhir yang biasanya menggunakan kata-

kata atau ungkapan penutup seperti: la ilaha illallah Muhammadar

Rasulullah Salalahu Salam.

Maulani (2014: 79) menggambarkan struktur mantra seperti organ tubuh

manusia yang terdiri dari kepala (head) terdiri dari wajah, telinga, otak, dan

sebagainya, tubuh (body) terdiri dari tangan, hati, paru-paru, jantung, dan

sebagainya, dan kaki (foot). Karena mantra memiliki energi kemudian diaktifkan

untuk berjalan menuju fikiran penggunanya, maka mantra tersebut dapat

digambarkan seperti organ manusia. Berikut bagan struktur, unsur dan komponen

yang menyerupai organ tubuh manusia.

Kepala Komponen

----------------------- 1. Komponen nama mantra

----------------------- 2. Komponen salam pembuka

----------------------- 3. Komponen niat

Tubuh

---------------------

---------------------

---------------------

---------------------

Page 13: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

13

6. Komponen penutup

Kaki

---------------------

---------------------

Gambar 1 Pola Struktur Pembangun Mantra

Struktur mantra dapat diketahui melalui panjang atau pendek mantra. Maulani

(2014: 65) mengkategorikan bentuk mantra berdasarkan panjang pendeknya. Yaitu

1) mantra bentuk panjang dengan jumlah kalimat sembilan ke atas, 2) mantra

bentuk sedang memiliki jumlah enam sampai delapan kalimat, 3) mantra bentuk

pendek adalah mantra yang memiliki jumlah lima kalimat ke bawah. Hal tersebut

dapat diketahui berdasarkan pemenggalan kalimat dalam mantra.

Mantra merupakan sebuah kebulatan makna yang menggunakan bahasa

sebagai media, maka perlu dideskripsiksan struktur intrinsik mantra secara

otonom (mandiri), artinya melepas karya sastra dari konteks sosial, sejarah, dan

biografi (Semi, 1989: 44).

4. Unsur Pembangun Bahasa Mantra

Dapat kita pahami bahwa pada prinsipnya mantra bukanlah penggunaan

bahasa sehari-hari, bukanlah sekedar penggunaan bahasa biasa (lumrah) karena

menyangkut kehidupan rohaniah masyarakat Jawa. Kehidupan rohaniah yang suci

dan agung, yang harus dihormati dan diusahakan secara khas dapat disebutkan

bahwa mantra menggunakan lima alat bahasa indah, yaitu tembung saroja, tembung

entar, dasanama, pralambang, dan kata khusus (Anggoro, 2011: 27).

a. Tembung Saroja.

Tembung saroja dalam Bausastra Jawa, artinya rangkep, jadi tembung

saroja dapat diartikan sebagai kata rangkap yang sama artinya atau hampir sama

Page 14: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

14

artinya digunakan untuk memperkuat maknanya. Kata saroja berarti dua buah kata

yang maknanya sama atau hampir sama dan digunakan secara bersamaan

(Padmosukotjo, 1960: 30).

b. Tembung entar.

Tembung entar adalah kata pinjaman, kata yang tidak dapat diberi makna

secara lugas. Dalam Bahasa Indonesia kata entar dapat diartikan kata kiasan

(Padmosoekotjo, 1958: 46).

c. Dasanama.

Dasanama adalah nama kata-kata yang jumlahnya sepuluh (kurang atau lebih)

yang memiliki makna sama.

d. Pralambang.

Pralambang atau lambang adalah bahasa atau kata-kata barang, gambar, atau

warna yang memiliki makna yang tersembunyi, arti atau makna harus ditafsirkan

dan dikaitkan dengan konteks. Lambang bisa berupa barang, gambar, warna, dan

kata-kata atau bahasa.

e. Kata Khusus

Kata khusus adalah ungkapan atau kata yang dapat diidentifikasi sebagai

berikut, yaitu (1) memiliki efek magis, (2) mengalami perubahan bunyi berupa

singkatan, (3) kata-kata yang tidak dijelaskan asalnya atau sukar dicari asalnya.

5. Diksi

Diksi adalah pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair untuk

mengekspresikan gagasan dan pikiran yang bergejolak dan menggejala dalam

dirinya (Sayuti, 2002: 143). Menurut kamus istilah sastra, kata diksi berarti

pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Diksi yang baik berhubungan

Page 15: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

15

dengan pemilihan kata yang bermakna tepat dan selaras, yang penggunaannya

cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa, dan khalayak pembaca atau

pendengar. Dengan kata lain, diksi adalah ketepatan pemilihan kata dan

penggunaan kata.

Ketepatan memilih dan menggunakan kata meliputi ketepatan makna,

ketepatan bentuk, ketepatan bunyi, dan ketepatan penempatan dalam urutan

(Suroto, 1993: 112). Semuanya itu harus merupakan suatu paduan yang pas dan

harmonis. Sekalipun dari segi makna sudah tepat, akan tetapi jika secara musikal

kurang tepat maka kadar puitisnya akan berkurang.

Menurut Endraswara (2003: 71) bahwa gaya bahasa adalah segala sesuatu

yang “menyimpang” dari pemakaian biasa. Penyimpangan tersebut bertujuan untuk

keindahan. Keindahan ini banyak muncul dalam sastra, karena sastra memang sarat

dengan unsur estetik. Segala unsur estetik ini menimbulkan manipulasi bahasa, dan

kado bahasa sehingga mampu membungkus rapi gagasan penulis.

Ketepatan pemilihan kata atau diksi untuk mengungkapkan suatu gagasan

diharapkan fungsi yang diperoleh akan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Keraf (2000: 24) mengemukakan tiga kesimpulannya tentang diksi, yaitu (1) pilihan

kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk

menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata

yang tepat untuk menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana

yang paling baik digunakan dalam situasi, (2) pilihan kata atau diksi adalah

kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang

ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok)

dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar, (3)

Page 16: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

16

pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah

besar kosa kata atau perbendaharaan kata atau kosa kata bahasa itu. Sedangkan yang

dimaksud dengan perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah

keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diselaraskan bahwa diksi adalah

pemilihan kata yang tepat yang sengaja dilakukan oleh pengarang untuk

mengungkapkan gagasan, perasaan, dan pengalamannya agar tercipta suatu

keestetisan atau keindahan serta efek magis dalam karya sastranya. Karena

pentingnya kata-kata dalam puisi, maka bunyi kata juga dipertimbangkan secara

cermat dalam pemilihannya (Waluyo, 1987: 72).

6. Rima

Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas

atau orkestrasi, sehingga puisi menjadi merdu ketika dibaca. Untuk mengulang

bunyi, penyair mempertimbangkan lambang bunyi, sehingga pemilihan bunyi

mendukung perasaan dan suasana puisi (Waluyo 1987: 90).

Suharianto (2005: 45) berpendapat bahwa rima adalah istilah lain untuk

persajakan atau persamaan bunyi. Selanjutnya, Suharianto (2005: 47-49)

berpendapat bahwa menurut jenisnya, rima dapat dibedakan berdasarkan bunyinya,

rima terdiri atas dua jenis yaitu:

a. Asonansi

Page 17: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

17

Asonansi adalah rima yang disebabkan oleh adanya unsur vokal yang sama

(Suharianto 2005: 47). Menurut Keraf (2002: 130), asonansi adalah semacam gaya

bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.

b. Aliterasi

Aliterasi adalah rima yang disebabkan oleh adanya unsur konsonan yang

sama. Menurut Keraf (2002: 130), aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang

berwujud perulangan konsonan yang sama.

Bentuk intern pola bunyi ini meliputi: aliterasi, asonansi, persamaan akhir,

persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, dan repetisi bunyi

(kata). Aliterasi merupakan persamaan bunyi pada suku kata pertama, dalam bahasa

Jawa dapat dikategorikan purwakanthi guru sastra, sedangkan asonansi merupakan

ulangan bunyi vokal pada kata-kata tanpa selingan. Persamaan bunyi konsonan

dalam bahasa Jawa dapat dikategorikan purwakanthi guru swara (Waluyo, 1995:

92). Asonansi merupakan ulangan bunyi vokal pada kata-kata tanpa selingan

persamaan bunyi konsonan (Suharianto 2005: 47). Sejalan dengan pemikiran

tersebut, Boulton (dalam Waluyo, 1991: 92). Berpendapat bahwa asonansi

merupakan ulangan bunyi vokal pada kata-kata tanpa selingan persamaan bunyi

konsonan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rima merupakan

pengulangan bunyi yang dapat dilihat antara baris satu dengan baris yang lain.

Biasanya rima ini terletak di awal, di tengah dan di akhir baris. Adapun

pengulangan bunyi dalam satu baris yaitu berupa pengulangan bunyi vokal yang

disebut asonansi dan pengulangan bunyi konsonan yang disebut aliterasi.

7. Majas / Gaya Bahasa

Page 18: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

18

Gaya bahasa menurut Keraf dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata

style diturunkan dari kata latin yaitu stilus yaitu semacam alat untuk

menulis pada lempengan lilin. Tetapi dalam perkembangannya yang sangat pesat

style atau gaya bahasa menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang

mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk

menghadapi situasi tertentu (1981: 99).

Menurut Keraf gaya bahasa atau majas merupakan bagian dari diksi yang

mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu, untuk

menghadapi situasi tertentu. Adapun syarat gaya bahasa menurut Keraf harus

mengandung tiga dasar, yaitu (1) kejujuran, (2) sopan santun, dan (3) menarik.

Secara sederhana gaya bahasa dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (1) gaya

bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat,

(3) gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung di dalamnya, dan (4) gaya

bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang terkandung di dalamnya (1981:

99-101).

Gaya bahasa kiasan yang digunakan untuk menganalisis data penelitian

ini adalah:

a. Persamaan atau simile: menyatakan atau membandingkan sesuatu sama

dengan hal lain. Biasanya dengan menggunakan kata penghubung;

seperti, sama bagaikan, laksana.

b. Metafora: menghilangkan kata penghubung seperti dalam simile,

sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok yang

kedua.

c. Personifikasi: gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda mati atau

Page 19: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

19

tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.

d. Hiperbola: gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan,

dengan membesar-besarkan sesuatu.

e. Paradoks: gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata

dengan fakta-fakta yang ada.

f. Eponim: gaya bahasa di mana seseorang yang namanya sering

dihubungkan dengan sifat tertentu.

g. Repetisi: Berdasarkan struktur kalimat teks mantra, digunakan gaya

bahasa repetisi yaitu perulangan kata-kata yang penting untuk memberi

tekanan dalam sebuah konteks tertentu.

8. Macam-macam Makna

a. Makna Denotasi

Kata yang bermakna denotasi adalah kata yang mempunyai makna

sebenarnya, tanpa ada perubahan makna dan tidak ada kata yang ditafsirkan. Bahasa

denotatif adalah bahasa yang menuju kepada korespondensi satu lawan satu antara

tanda (kata itu) dengan (hal) yang ditunjuk (Wellek dalam Pradopo 2000: 58).

b. Makna konotasi

Kata yang bermakna konotasi adalah kata yang mempunyai makna tambahan,

kata tersebut masih dapat ditafsirkan. Konotasi adalah kumpulan asosiasi-asosiasi

perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata dari setting yang dilukiskan. Konotasi

menambah denotasi dengan menunjukkan sikap-sikap dan nilai-nilai dengan

memberi daging (menyempurnakan) tulang-tulang arti yang telanjang dengan

perasaan atau akal (Altenbernd dalam Pradopo 2000: 59). Arti konotatif ialah arti

yang tersirat, arti yang ditambahkan atau disarankan pada arti yang tersurat itu.

Page 20: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

20

9. Fungsi Mantra

Bidang sastra lisan, sebagai bagian folklor, Sudikan (2001: 109-112)

menyatakan bahwa teori fungsi itu dipelopori oleh para ahli folklor, diantaranya

William R. Bascom, Alan Dundes, dan Ruth Finnegan. Menurut Bascom (1965: 3-

20; Dundes, 1965: 290-294), sastra lisan mempunyai empat fungsi, yaitu: (a)

sebagai sebuah bentuk hiburan (b) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan

lembaga-lembaga kebudayaan (c) sebagai alat pendidikan anak-anak (d) sebagai

alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota

kolektifnya.

Dundes (dalam Sudikan, 2001:109-144) menyatakan bahwa fungsi sastra

lisan meliputi (1) membantu pendidikan anak muda, (2) meningkatkan perasaan

solidaritas suatu kelompok, (3) memberi sanksi sosial agar orang berperilaku baik

atau memberi hukuman, (4) sebagai sarana kritik sosial, (5) memberi suatu pelarian

yang menyenangkan dari kenyataan, (6) mengubah pekerjaan yang membosankan

menjadi permainan.

Mantra sebagai salah satu bentuk folklor mempunyai empat fungsi, salah

satunya adalah sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga

kebudayaan. Pranata dalam konteks ini dimaknai sebagai sistem tingkah laku sosial

yang bersifat resmi beserta adat istiadat dan sistem norma yang mengaturnya, serta

seluruh perlengkapannya. guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia

dalam kehidupan. Setiap tradisi memiliki pranata sosial sendiri sesuai konteks

dinamika budaya yang bersangkutan.

Tujuan pemanfaatan mantra merupakan bentuk kompensasi dari

ketidakberdayaan orang memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan

Page 21: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

21

menggunakan pranata formal. Oleh karena pranata formal tidak mampu

menampung konflik-konflik dalam masyarakat, kompensasinya muncul pranata-

pranata sosial tradisional yang mampu menyelesaikan konflik-konflik tersebut

dengan karakternya masing-masing (positif-negatif). Hal tersebut akhirnya

membudaya dan bahkan diwariskan kepada generasi penerus.

Arif Hartata (2008: 258-161) dalam skripsinya yang berjudul “Mantra

Pengasihan Jawa dalam Kehidupan Masyarakat Jawa Modern di Wilayah

Kabupaten Klaten suatu Tinjauan Sosiologi Sastra”, menjelaskan tentang fungsi

mantra secara psikologis yaitu fungsi mantra adalah sarana untuk menambah

kekuatan mental. Artinya, mantra sanggup memberikan kekuatan bagi seseorang

yang kehilangan rasa percaya diri dengan satu catatan ‘percaya penuh’. Mantra

mengandung sugesti yang mampu membangkitkan etos, semangat, dan rasa percaya

diri terhadap pemiliknya. Jenis mantra berdasarkan fungsi atau gunanya sebagai

berikut:

a. Mantra pengobatan: mantra pengobatan lebih dikenal dengan istilah halus,

yaitu “Doa”. Para pelaku/ Kyai selalu melakukan prosesi doa ini sebelum

melakukan penyembuhan. Kyai dalam praktik pengobatannya biasanya

menggunakan bawang, garam, kunyit, cengkeh, dan air putih. Kyai ada juga

yang menggunakan susuk sebagai sarana penyembuhan penyakit. Jenis

mantra pengobatan sangat banyak antara lain: Pengobatan Sakit Gigi,

Pengobatan Sakit Panas, Pengobatan Kesurupan, Pengobatan Terkena

Gigitan Ular, dan lain sebagainya.

b. Mantra pengasihan: mantra pengasihan memiliki dua jenis, yaitu mantra

pengasihan khusus, artinya mantra yang hanya dapat ditujukan kepada satu

Page 22: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

22

objek/sasaran, dan mantra pengasihan umum yaitu mantra yang memiliki

kekuatan untuk memikat perhatian khalayak.

c. Mantra kanuragan: mantra ini bersifat membuat kebal terhadap senjata api,

senjata tajam, dan pukulan. Mantra kanuragan sering disebut dengan “aji-

aji”. Jenis mantra kanuragan sangat banyak seperti: Aji Welut Putih, Aji

Gumbala Geni, Aji Lembu Sekilan, Aji Panglemunan, dan lain sebagainya.

d. Mantra pertanian: mantra pertanian digunakan oleh kaum petani dan

nelayan. Mantra ini sangat erat hubungannya dengan tokoh-tokoh dewa,

yaitu Hyang Sri dan Hyang Sadana.

e. Mantra panulakan: mantra panulakan merupakan mantra yang berkaitan

dengan keselamatan diri, artinya mantra ini memiliki kekuatan untuk

menangkis serangan-serangan dari luar baik secara fisik maupun gangguan

dari mahluk halus ataupun dari orang yang tidak suka dengan seseorang.

Dalam praktiknya, mantra panulakan lebih mengarah pada istilah “sedia

payung sebelum hujan”, berjaga-jaga sebelum sesuatu yang tidak

diinginkan terjadi.

f. Mantra sirep/panglereman: mantra ini mempunyai kekuatan untuk

menghipnotis seseorang sampai batas waktu yang ditentukan. Para pencuri

yang biasanya menggunakan mantra ini atau sering kita kenal dengan

sebutan “Gendam”.

g. Mantra perdagangan/ penglarisan: mantra ini digunakan untuk menarik

rejeki. Mantra perdagangan sebenarnya memiliki hubungan erat dengan

mantra penghasilan agar tertarik dengan pedagang yang menggunakan

mantra perdagangan ini.

Page 23: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

23

h. Mantra pangracutan: mantra pangracutan diamalkan apabila ada seseorang

yang sakti dalam keadaan sekarat. Kondisi itu dipercaya bahwa roh

seseorang tersebut tersiksa dalam wadhag-nya karena digondeli oleh ilmu

kesaktian yang diperoleh semasa hidupnya. Pengobatan dilakukan dengan

mateg mantra pangracutan, roh seseorang tersebut akan segera terbebas dari

raganya.

i. Mantra panglarutan: mantra ini dipercaya mampu meredakan amarah

seseorang. Biasanya digunakan pada waktu terjadi kasus-kasus hukum.

j. Mantra trawangan/ sorog: kekuatan mantra ini adalah untuk menembus

lapis alam lain, melihat, dan masuk. Penggunaan mantra sorog dalam

praktiknya sering dipakai untuk nayuh pusaka. Salah satu mantra trawangan

yang terkenal adalah Aji Suket Kalanjana.

k. Mantra dhanyangan: mantra ini digunakan sebagai alat untuk berhubungan

dengan roh-roh tertentu. Mantra dhanyangan bersifat fleksibel, artinya bisa

dikategorikan dalam ilmu putih, bisa ilmu hitam, dan dapat pula abu-abu

(mengandung unsur hitam dan putih). Apabila digunakan dalam upaya

mencari ketentraman dapat dinyatakan bersifat putih, tetapi sebaliknya

penggunaan mantra digunakan untuk santet, teluh, dan guna-guna jelas

sifatnya hitam. Hakikatnya semua mantra beserta kekuatannya akan berada

dalam posisinya masing-masing tergantung pada praktik pengalamannya.

l. Mantra kasuksman: mantra ini adalah mantra-mantra yang terdapat dalam

olah batin, yaitu yang berhubungan dengan “kealusan”. Isi mantra ini adalah

pengetahuan-pengetauan rohani yang dinyatakan dalam teks mantra.

Page 24: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

24

m. Mantra panyuwunan: mantra panyuwunan ini adalah mantra yang apabila

diuraikan menurut fungsinya yaitu untuk mendirikan rumah, menggali

sumur, menggali kubur, menebang pohon, dan lain sebagainya.

Penelitian ini menggunakan teori fungsi mantra karena setiap mantra

memiliki fungsi dan tujuan masing-masing serta penelitian ini mengkhususkan pada

mantra pengobatan yang digunakan untuk kesehatan ibu dan anak.

10. Teori Folklore

Danandjaja (1986: 34) dalam bukunya yang berjudul “Folklor Indonesia

(Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain)”, menjelaskan bahwa Folklor sebagai suatu

kebudayaan yang kolektif, tersebar, dan diwariskan turun-temurun secara

tradisional baik dalam bentuk lisan maupun dengan gerak isyarat atau alat bantu

pengingat (mnemonic device).

Danandjaja (1984: 21-22) menjelaskan lebih lanjut mengenai perbedaan

bentuk sastra lisan (sebagai bagian dari folklore) menjadi tiga yaitu:

a. Sastra Lisan

Folklore yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuknya (genre)

folklore yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain : a) bahasa rakyat

(speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan b)

ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan pameo, c) pertanyaan

tradisional, seperti teka-teki, d) puisi rakyat seperti pantun, gurindam dan syair,

e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dongeng, f) nyayian rakyat.

b. Sastra Sebagian Lisan

Folklore yang sebagian bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan

bukan lisan. Bentuk-bentuk folklore yang termasuk kelompok besar selain

Page 25: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

25

kepercayaan rakyat adalah permainan rakyat, tarian rakyat, adat istiadat, upacara,

pesta rakyat dan lain-lain.

c. Sastra Bukan Lisan

Folklore yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya

disampaikan secara lisan. Kelompok ini dibagi menjadi yang material dan bukan

material. Bentuk yang material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli

daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian

dan hiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat serta obat-obatan tradisional.

Adapun folklore yang termasuk bukan material adalah: gerak isyarat tradisional,

bunyi isyarat tradisional untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di

Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan

masyarakat afrika) dan musik rakyat.

Menurut Bascom fungsi cerita rakyat sebagai sastra lisan (dalam

Danandjadja, 1984: 19), adalah sebagai berikut:

a) Sebagai sistem proyeksi (projective system), yakni sebaga pencermin

angan- angan kolektif.

b) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan.

c) Sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device).

d) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma dalam

masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

Fungsi folklore tidak dapat dilepaskan begitu saja dengan kebudayaan secara

luas. Folklore milik seseorang dapat dipahami secara baik dan benar hanya dari

pengetahuan orang yang memiliki. Teori ini sangat relevan diterapkan pada

penelitian mantra sebagai sosok sastra lisan Jawa yang bersifat anonym.

Page 26: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

26

Penulis mengambil mantra pengobatan untuk kesehatan ibu dan anak di Desa

Gantang Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang sebagai bahan kajian karena

masyarakat Desa Gantang masih banyak yang mempercayai dan meyakini khasiat

dari mantra sebagai alternatif pengobatan.

G. Sumber Data dan Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang secara langsung mampu

menghasilkan atau memberikan data. Sumber data merupakan asal data dapat

diperoleh untuk kepentingan penelitian. Penulis melakukan observasi langsung ke

lapangan untuk melihat objek dan kondisi yang ada di Desa Gantang, sehingga

dapat menggali lebih dalam mengenai sastra lisan khususnya mantra dari beberapa

informan yang ada di Desa Gantang.

Sutopo (2006: 280) menjelaskan bahwa sumber data dipilih berdasarkan jenis

informasi yang diperlukan berdasarkan arahan yang terdapat dalam rumusan

masalah. Sumber data dirumuskan secara rinci yang berkaitan dengan apa dan siapa

yang secara langsung berkaitan dengan jenis informasi atau data yang diteliti.

Apabila sumber datanya informan (narasumber) maka disebutkan kelompoknya

misalnya, tokoh masyarakat, pegawai kantor, dokter, petani.

Data adalah sesuatu yang dihasilkan dari sumber data. Data pada penelitian

ini terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data

yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat

pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber

informasi yang dicari.

Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan bahwa sumber data penelitian ini

adalah sebagai berikut.

Page 27: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

27

a. Winaryo Jumadi (dhukun)

b. Kardinal (Sesepuh desa)

c. Sri Ngayomi (Warga Gantang)

d. Eni Sumarmi (Warga Gantang)

e. Susi Utami (Warga Gantang)

f. Anto Irfan Nur Effendi (Warga Gantang)

Data dalam penelitian ini adalah informasi yaitu berupa teks mantra

pengobatan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber yaitu mantra

sakit perut, sakit panas, sakit sawan, dan sakit cacar.

H. Metode dan Teknik

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Kualitatif untuk mendeskripsikan objek kajian yaitu mantra. Penelitian ini

berupaya untuk menggambarkan, melukiskan, menulis, melaporkan, objek

penelitian pada saat ini berdasarkan data yang ditemukan. Hal ini mengigat bahwa

data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata dan kalimat (teks

mantra). Menurut Sutopo (2006: 179) bahwa bentuk dan strategi penelitian terarah

pada penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif adalah mengarah pada

pendeskripsian secara rinci dan mendalam baik kondisi maupun proses, dan juga

hubungan mengenai hal-hal pokok yang ditemukan pada sasaran penelitiannya.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian sastra lisan ini adalah

penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan (field research) juga

dianggap sebagai metode untuk mengumpulkan data kualitatif. digunakan untuk

menggali informasi dari lapangan, Penelitian lapangan (field research) melakukan

wawancara secara langsung dengan observasi. Penelitian ini bertujuan untuk

Page 28: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

28

mengumpulkan data-data, informasi dengan bantuan wawancara kepada informan

antara lain dhukun, sesepuh desa dan warga masyarakat. Ide pentingnya adalah

bahwa pergi ke ‘lapangan’ untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena

dalam suatu keadaan ilmiah (Moleong, 2010: 26).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

survei, wawancara, dan content analysis (analisis isi).

1. Survei

Penelitian ini mengumpulkan data dengan cara survei yaitu berangkat ke

lapangan atau ke tempat kejadian yang dipilih sebagai tempat penelitian mantra.

Tempat penelitian tersebut yaitu Desa Gantang, Kecamatan Sawangan, Kabupaten

Magelang, Jawa Tengah.

2. Wawancara

Wawancara sebagai teknik pengumpulan data melalui informan-informan

yang memiliki kaitan dengan objek penelitian sastra lisan. Wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan yang dilakukan oleh dua pihak,

yaitu pewawancara mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberi

jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara (Moleong, 2010: 186).

Wawancara dalam penelitian ini diajukan kepada dhukun, sesepuh desa, dan warga

masyarakat.

3. Content Analysis

Content Analysis (analisis isi) adalah teknik yang digunakan untuk

menganalisis data yang bersumber dari buku-buku, catatan-catatan, dan teks-teks

mantra yang beredar dalam masyarakat. Sehingga data tersebut akan menghasilkan

data penelitian yang cermat. Menurut Moleong (2010: 172) teknik content analysis

Page 29: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

29

merupakan metodologi penelitian yang mamanfaatkan prosedur untuk menarik

kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau dokumen. Content Analysis (analisis

isi) dalam penelitian ini merupakan teknik pengumpulan data yang menunjang data-

data yang diperoleh dari wawancara dan survey (pengamatan).

4. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,

2010: 280). Dalam mendukung teknik analisis data ini, digunakan teknik analisis

interaktif yaitu interaksi tiga komponen utama yang meliputi reduksi data, sajian

data, penarikan kesimpulan serta verifikasinya (Miles dan Huberman dalam Sutopo,

2006: 113). Peneliti menggunakan teknik penelitian kualitatif melalui proses

analisis data sebagai berikut.

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah komponen pertama dalam analisis yang merupakan

proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari semua jenis

informasi yang tertulis lengkap dengan catatan lapangan (Sutopo, 2006: 114).

Selanjutnya dalam penelitian ini, data di analisis dengan menggunakan pendekatan

struktural sebagai pembahasan inti.

b. Sajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam

bentuk narasi lengkap dan dilanjutkan menyimpulkan data (Sutopo, 2006: 115).

Sajian data disusun berdasarkan pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data,

Page 30: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

30

dan disajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasa peneliti yang merupakan

rakitan kalimat yang disusun logis sehingga bila dibaca mudah dipahami.

c. Verifikasi / Penarikan Kesimpulan

Setelah pengumpulan data, penulis mulai melakukan usaha untuk menarik

kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat pada reduksi

maupun sajian datanya. Menurut Sutopo, proses ini disebut model analisis interaktif

(2006: 120). Penarikan kesimpulan merumuskan apa yang sudah didapatkan dari

reduksi ataupun kegiatan pengumpulan data.

Gambar 2

Skema Analisis Interkatif (Sutopo, 2006: 120)

d. Validitas Data

Dalam suatu penelitian, data yang telah dikumpulkan wajib diusahakan

kemantapannya, artinya peneliti harus berupaya meningkatkan validitas data yang

diperoleh. Dalam penelitian ini digunakan triangulasi data. Teknik triangulasi data

Reduksi data Sajian data

Penarikan kesimpulan/verifikasi

Pengumpulan data

Page 31: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

31

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain

di luar data untuk pengecekan sebagai pembanding data (Moleong, 1990: 178)

Menurut Patton dalam Moleong (1990: 178) menjelaskan bahwa teknik

triangulasi dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi dengan sumber yaitu

informan dan data peristiwa, langkah kerja teknik ini adalah membandingkan balik

tingkat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat berbeda

dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan:

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dan apa yang

dikatakan pribadi.

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

I. Sistematika Penulisan

Penulisan dalam bentuk laporan ini, penulis menyusun urutan-urutan dari bab

pertama sampai terakhir sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Merupakan sebuah pengantar yang menguraikan tentang

latar belakang masalah, manfaat penelitian, pembatasan masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian. Mencakup beberapa aspek yang digunakan untuk menganalisis

mantra, yaitu pengertian mantra, pendekatan struktural, fungsi mantra, dan teori

folklore. Meliputi bentuk dan jenis penelitian, sumber data dan data, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data, dan validitas data serta sistematika

penulisan.

Page 32: A. Landasan Teori - abstrak.ta.uns.ac.id fileanalisis keberadaan dan fungsi dari mantra pengobatan di Desa Gantang. ... berdasarkan tujuannya menjadi tujuh bagian, yaitu jampe (jampi),

32

BAB II ANALISIS DATA. Merupakan bagian yang memaparkan hasil analisis dari

permasalahan yang dibahas dalam penelitian. Yaitu mengenai keberadaan mantra,

struktur mantra, dan fungsi mantra.

BAB III PENUTUP. Berisi kesimpulan dan saran, sekaligus merupakan

pembicaraan akhir dalam penelitian terhadap mantra, khususnya mantra

pengobatan. Pada bagian akhir disertakan daftar pustaka dan lampiran.