A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi...

142
BAB I PENDAHULUAN A. Judul Model Sinergisitas Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis UMKM B. Latar Belakang Masalah B.1. Pemberdayaan Masyarakat Manusia dalam pembangunan ekonomi adalah subyek ( pelaku ) yang sekaligus obyek ( penerima hasil pembangunan ). Sebagai subyek ia harus dilibatkan dalam proses pembangunan. Pemberdayaan berarti upaya apa yang perlu dilakukan agar masyarakat dapat secara langsung didorong ke posisi ‘terlibat’ dalam proses tersebut. Pemberdayaan mempunyai arti yang lebih luas dibandingkan dengan penyediaan lapangan/ kesempatan kerja, karena meliputi faktor yang lebih kompleks antara lain alur pikir sistem, faktor nilai yang dianut, persepsi, motivasi, kualitas manusia, sumber daya alam dan iptek yang digunakan. Semua faktor tersebut harus dapat diintegrasikan melalui dimensi proses yang benar. Apabila pemberdayaan tidak bisa 1

Transcript of A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi...

Page 1: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul

Model Sinergisitas Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis

UMKM

B. Latar Belakang Masalah

B.1. Pemberdayaan Masyarakat

Manusia dalam pembangunan ekonomi adalah subyek ( pelaku ) yang

sekaligus obyek ( penerima hasil pembangunan ). Sebagai subyek ia harus

dilibatkan dalam proses pembangunan. Pemberdayaan berarti upaya apa yang

perlu dilakukan agar masyarakat dapat secara langsung didorong ke posisi

‘terlibat’ dalam proses tersebut. Pemberdayaan mempunyai arti yang lebih luas

dibandingkan dengan penyediaan lapangan/ kesempatan kerja, karena meliputi

faktor yang lebih kompleks antara lain alur pikir sistem, faktor nilai yang dianut,

persepsi, motivasi, kualitas manusia, sumber daya alam dan iptek yang digunakan.

Semua faktor tersebut harus dapat diintegrasikan melalui dimensi proses yang

benar. Apabila pemberdayaan tidak bisa berjalan dengan lancar maka akan

menimbulkan kesenjangan baik ekonomi maupun sosial. ( Syafaruddin Alwi,

1997). Kesenjangan ekonomi di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh masalah-

masalah struktural, sehingga tindakan penanggulangan yang dilakukannjuga harus

berdimensi struktural pula. Strategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan

ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan

sosial.

Pada masa mendatang penanggulangan kemiskinan harus disusun secara

partisipatif dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh stakeholder masyarakat di

1

Page 2: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

mana strategi penanggulangan kemiskinan yang disusun harus mengacu pada

Millenium Development Goals (MDGs). Pembangunan Partisipatif yang

mengandung pengertian tumbuhnya pemberdayaan masyarakat merupakan suatu

proses untuk meningkatkan aset dan kemampuan masyarakat terutama yang

miskin dan terpinggirkan menuju keswadayaan dan kemandirian. Secara lebih

detail, kemiskinan di Indonesia bisa ditunjukkan dengan diagram akar

permasalahan kemiskinan sebagai berikut :

2

Ketidakberdayaan masyarakat miskin

Terhambatnya mobilitas sosial

Rendahnya keterlibatan dlm ekonomi produktif

Ketiadaan partisipasi dlm penentuan

kebijakan publik

Terbatasnya kapasitas pengemb

potensi diri

Kterasingan sosial

Rendahnya kmampuan

akses kesempatan

usaha

Menyempitnya

kesempatan ekonomi/

usaha

Ketiadaan representasi

si miskin

Terbatsanya ruang publik

Kondisi ksehatan & pendidikan

Rendahnya motivasi pengemb diri

Tertekannya ksadaran hak dasar

Lemahnya modal sosial

Hilangnya kpercayaan sosial

Disfungsi klembagaan lembaga sosial

Tbatasnya kepemilikan aset produktif

Lemahnya sumber daya modal usaha

Rendahnya tk kwirausahaan sosial

Kpincangan distribusi kekayaan

Kecurangan praktek bisnis

Degradasi sumber daya alam dan lingkungan

Lemahnya swa organisasi

Krg berkembangnya kepemimpinan kelompok

Lemahnya jejaring kaum miskin

Birokrasi tll berkuasa

Elit politik yg tidak responsif

Tata pemerintahan yang otokratis

Sosio ekonomi

Sosio politikSosio kultural

Akar masalah kemiskinan multi dimensional

Page 3: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Gambar 1.1 Akar masalah Kemiskinan

Terdapat 3 dimensi pokok pemberdayaan masyarakat yaitu :

1. Inti : Investasi untuk meningkatkan aset dan kemampuan masyarakat

miskin, baik sebagai individu maupun secara kolektif. Arah : Kemampuan

memecahkan masalah secara swadaya dan meningkatkan daya tawar

dalam hubungan kelembagaan.

2. Penunjang : Reformasi kelembagaan kepemerintahan menuju good

gevernance dan akuntabilitas publik, baik akibat tuntutan masyarakat

maupun karena keharusan penyesuaian dengan pergeseran paradigma

pembangunan

3. Mekanisme : Merubah tata hubungan kekuasanaan melalui proses

dialogis/ interaktif menuju tata hubungan berdasarkan kesetaraan ,

keadilan dan kemartabatan.

Dari 3 dimensi pokok pemberdayaan masyarakat tersebut, maka

penanggulangan kemiskinan harus komprehensif. Mulai dari peningkatan

pendidikan dan ketrampilan, penyediaan kesempatan kerja dan berusaha sampai

kepada penyiapan lembaga – lembaga pendukung. Masyarakat didukung untuk

mengembangkan wirausaha baru yang berbasis pada pengembangan ekonomi

lokal.

B.2. Peran Pemerintah dalam Pembinaan UMKM

Pengembangan usaha mikro kecil menengah dan penumbuhan wirausaha

baru merupakan suatu usaha nyata dalam kerangka penyuksesan RPJP ( Rencana

Pembangunan Jangka Panjang ) tahun 2005 – 2025. Pembangunan bidang UKM,

secara eksplisit ditujukan pada upaya untuk mewujudkan bangsa yang berdaya-

saing dalam rangka memperkuat perekonomian domestik dengan orientasi dan

3

Page 4: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

berdaya saing global. Selaras dengan RPJP tahun 2005-2025, pemerintah telah

menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-2009

yang memuat tiga agenda penting sebagai pijakan untuk mencapai tujuan

pembangunan, salah satunya adalah mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera.

Pemerintah melalui kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,

dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, secara tegas menyusun

RPJM tahun 2004-2009, dengan menetapkan prioritas dan arah kebijakan

pembangunan di bidang Koperasi dan UKM, pada:

1. Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) agar

memberikankontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing;

2. Mengembangkan usaha skala mikro dalam rangka peningkatan

pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah;

3. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata

kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender

dengan cara memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan

prosedur perijinan, memperluas akses kepada sumber permodalan

khususnya perbankan, memperluas dan meningkatkan kualitas institusi

pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia

jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan

informasi;

4. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan

wirausaha baru berkeunggulan, termasuk mendorong peningkatan

ekspor;

5. Meningkatkan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar

domestik, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak;

dan

4

Page 5: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

6. Meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sesuai dengan jati diri

koperasi.

Pemerintah telah memberikan perhatian yang besar terhadap upaya

pemberdayaan koperasi dan UKM. Konsekuensinya upaya pemberdayaan UKM

menangung beban berat untuk membuktikan sebagai bagian penting dalam

meningkatkan kesejahteraan dan daya saing ekonomi nasional. Secara lebih

detail, pola – pola pembinaan dan pengembangan UMKM yang dilakukan

pemerintah berwujud sebagai berikut :

1. Program penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif. Program ini bertujuan

untuk membukan kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin

kepastian usahan dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi sebagai

prasyarat untuk berkembangnya PKMK. Sedangkan sasaran yang akan

dicapai adalah menurunnya biaya transaksidan meningkatnya skala usaha

PKMK dalam kegiatan ekonomi.

2. Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif. Tujuan

program ini adalah meningkatkan kemampuan PKMK dalam memanfaatkan

kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya

lokal yang tersedia. Sedangkan sasarannya adalah tersedianya lembaga

pendukung untuk meningkatkan akses PKMK terhadap sumber daya

produktif, seperti SDM, modal, pasar, teknologi dan informasi.

3. Program Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan

Kompetitif. Tujuannya untuk mengembangkan perilaku kewira-usahaan serta

meningkatkan daya saing UKMK. Sedangkan sasaran adalah meningkatnya

pengetahuan serta sikap wirausaha dan meningkatnya produktivitas PKMK.

Dengan berbagai upaya dan program pemerintah yang tercantum dalam

propenas ( program pokok pembangunan nasional ) tahun 2000 – 2004,

5

Page 6: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

khususnya dalam pembinaan UMKM yang disinergiskan dengan potensi dan

peran yang strategis, maka UKM akan menjadi kekuatan untuk menggerakkan

kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus dapat menjadi tumpuan dalam

meningkatkan kesejahteraannya. Setidaknya selama ini UKM telah mampu

memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja terbesar secara nasional

dan meningkatkan ekspor, serta dalam pembentukan PDB nasional. Di sisi lain,

struktur ekonomi Indonesia yang dalam kenyataannya didominasi oleh ekonomi

rakyat, merupakan kekuatan ekonomi nasional yang sesungguhnya. Di sinilah

UKM merupakan faktor penting untuk meningkatkan produktivitas dan daya

saing nasional, yang selama ini terabaikan. Peran ini telah dijalankan UKM,

setidaknya pada masa krisis ekonomi 2000-2008 menjadi katup pengaman

perekonomian nasional, serta sebagai dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca

krisis.

Salah satu keunggulan terbesar dari UMKM adalah kemauan mereka

untuk memperjuangkan usaha yang dimiliki, misalnya ketika usaha skala besar

masih terus merengek dengan tingkat bunga bank sebesar 18% per tahun,

UMKM tetap dapat bertahan dengan tingkat bunga 5% / bulan atau hampir 60 %

per tahun, dalam jeratan lintah darat. Hasil sensus ekonomi menunjukkan bahwa

dari 22.727.441 usaha / perusahaan di Indonesia 12,8 juta perusahaan atau 56,5 %

berusaha pada lokasi yang permanen dan 9,9 juta berusaha pada lokasi tidak

permanen ( khususnya dilakukan oleh usaha mikro kecil. Kondisi di Jawa Tengah

juga menunjukkan bahwa dari 3,69 juta usaha terdapat 2,22juta atau sekitar 60,26

% berusaha di lokasi permanen sedangkan sisanya yang 1,47 juta atau 39,74%

berusaha pada lokasi yang tidak permanen atau berpindah – pindah. Yang

dimaksud dengan lokasi tidak permanen misalnya usaha keliling, usaha kakilima,

usaha yang menggunakan fasum ( trotoar jalan, taman, pinggir rel KA, Bantaran

sungai, dibawah jembatan layang ). Namun hal ini tidak mempengaruhi bahwa

6

Page 7: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

secara nyata mereka mampu menggerakkan roda perekonomian dan memberikan

sumbangan yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut Hoselitz dalam Dwi Prasetyani ( 2008 ) menyebutkan bahwa

kunci utama keberhasilan UMKM dalam bertahan menghadapi berbagai krisis

adalah karena karakteristik UMKM yang cenderung berbiaya rendah. Selain itu

letak dan produk UMKM yang spesifik juga membuat mereka berbeda serta

memiliki pangsa pasar tersendiri. Dalam menproduksi barang maupun jasa

mereka lebih mudah beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas

inilah yang menyebabkan mreka mampu bertahan dalam jangka waktu yang

relatif panjang.

Namun demikian UMKM secara mikro masih memiliki kinerja yang perlu

ditingkatkan, antara lain: tingkat produktivitas usaha dan produktivitas tenaga

kerja relatif rendah, nilai tambah produk rendah, pangsa pasar di dalam negeri dan

ekspor rendah, jumlah investasi rendah, jangkauan pasar terbatas, akses informasi

rendah, jaringan usaha terbatas, pemanfatan teknologi masih sangat terbatas,

permodalan dan akses pembiayaan terbatas, kualitas SDM terbatas, dan

manajemen yang umumnya belum profesional. Secara keseluruhan hal ini telah

melemahkan peran dan kemampuan bersaing KUKM dibanding pelaku usaha

lainnya.

Secara individu UMKM memang mampu bertahan dari berbagai hantaman

namun sebenarnya UMKM dapat tumbuh lebih cepat dan memberikan

sumbangan yang signifikan terhadap PDRB apabila kelemahan – kelemahan yang

dimilikinya bisa dihilangkan atau dieliminir sekecil mungkin. Beberapa

kelemahan dari usaha mikro kecil dan menengah meliputi

1. Kurangnya akses permodalan dan kredit, Bank Indonesia melalui divisi

PKM telah memberikan banyak kesempatan bagi UMKM untuk

menambah kemampuan modalnya dalam wujud kredit murah, namun

7

Page 8: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

sampoai saat ini masih sangat sedikit UMKM yang mampu membuat

dirinya menjadi bankable. Hal ini disebabkan oleh belum tertatanya

manajemen dan keuangan

2. Kurangnya penyuluhan dan alih tehnologi, Kondisi sumber daya manusia

di UMKM yang masih terbatas menyebabkan mereka kurang mampu

untuk menerima alih tehnologi dengan memanfaatkan berbagai macam

tehnologi tepat guna yang saat ini banyak dikembangkan di perguruan

tinggi.

3. Minimnya desain dan standarisasi produk. Kurangnya pengertian

mengenai kualitas menyebabkan pengusaha dalam UMKM cenderung

tidak responsif terhadap berbagai macam peningkatan desain dan mutu

produk, di sisi lain standarisasi terhadap produk juga tidak pernah

dilakukan sehingga akan merugikan aspek pemasarannya

4. Pembukaan akses pemasaran baik dalam maupun luar negeri.

Pembukaan akses pasar bagi usaha mikro kecil dan menengah bukanlah

hal yang mudah, mereka dihadapkan pada kendala belum menguasai

tehnologi informasi dan kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi

dengan pihak luar. Selama ini memang banyak sarana yang diberikan oleh

pemerintah kaitannya dalam pengembangan pemasaran usaha mikro kecil

dan menengah, namun lebih banyak yang berbiaya mahal atau

informasinya kurang sampai kepada UMKM.

Survey yang dilakukan oleh GTZ Red (Regional Economic Development),

sebuah lembaga di bawah pemerintah Jerman, terhadap iklim usaha di kabupaten

kota se Subosukawonosraten menunjukkan hasil bahwa 45 % pengusaha mikro

dan menengah mengalami masalah dengan akses pasar, 20% mempunyai

permasalahan mengenai peningkatan kualitas tenaga kerja di sektor usahanya dan

70% mempunyai permasalahan dengan akses permodalan. Hal tersebut

8

Page 9: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan – permasalahan yang dihadapi

oleh UMKM khususnya dalam membangun jejaring baik yang sudah terpotret

dalam survey maupun belum.

Pertumbuhan ekonomi secara masyarakat khususnya melalui usaha mikro

kecil menengah mambutuhkan peran serta dan bantuan dari segenap pihak baik

pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat. Pola kemitraan ini harus

dibangun dalam model sinergisitas yang mencakup pihak – pihak yang

berkompeten. Secara umum model yang direkomendasikan dalam pola – pola

kemitraan, adalah dengan memberikan peran yang setara antara tiga aktor

pembangunan yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Peran stakeholder

tersebut bisa diformulasikan dalam tabel sebagai berikut :

9

Page 10: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Tabel 1.3

Peran pemerintah, swasta dan masyarakat dalam proses pembangunan

Aktor Peran dalam

pembangunan

Bentuk output peran Fasilitasi

Pemerintah Formulasi dan

penetapan policy

(kebijakan),

implementasi,

monitoring dan

evaluasi dan sebagai

mediasi

Kebijakan : Politik,

umum, khusus/

sektoral,

penganggaran, juknis,

juklak, penetapan

indikator

keberhasilan,

peraturan hukum dan

penyelesaian masalah

sengketa

Sosialisasi, Dana,

jaminan, alat,

tehnologi,

networking, sistem

informasi manajemen,

edukasi

Swasta Kontribusi pada

formula,

implementasi,

monitoring dan

evaluasi

Konsultasi dan

rekomendasi

kebijakan, tindakan

dan langkah/ policy

action, implementasi,

donatur, private

investment,

pemeliharaan

Dana, alat dan

tehnologi, tenaga ahli

Masyarakat Partisipasi dalam

formulasi,

implementasi,

monitoring dan

evaluasi

Saran, input, kritik,

rekomendasi dan

dukungan dalam

kebijakan. Dana

swadaya, partisipan

dan pelaku utama

dalam pelaksanaan

serta menjadi social

control

Tenaga terdidik dan

terlatih

Sumber : Kemitraan & modal pemberdayaan, Ambar Teguh Sulistyani,2004

10

Page 11: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Kegiatan pengembangan ekonomi lokal partisipatif ini lebih bersifat

bottom up dan dikelola secara mandiri oleh kelompok dengan dibantu berbagai

unsur terkait baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten. Inti utamanya

adalah adanya partisipasi di mana masyarakat bertindak sebagai subyek bukan

obyek. Dalam ekonomi partisipatif, masyarakat sebagai salah satu unsur

stakaholder daerah akan menjadi penggerak utama dalam roda kegiatan ekonomi

di daerah. Kegiatan utama yang dilakukan adalah dengan need assesment tentang

kegiatan produktif apa yang akan dilakukan oleh daerah dan bagaimana peran

masing – masing stakeholder dalam pengembangan ekonomi. Dalam pelaksanaan

kegiatan ekonomi mulai dari perencanaan, sampai dengan evaluasi dilakukan

dengan kemitraan, yaitu sinergisitas antara pemerintah, swasta, masyarakat dan

elemen – elemen lain seperti lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan

legislatif.

Salah satu contoh penting dalam pengembangan kemitraan yang

mencakup sinergisitas adalah diberlakukannya CSR ( Corporate Social

Resposibility ), yaitu semacam Kepedulian atau tanggungjawab moral dari

perusahaan – perusahaan besar untuk memberikan bantuan kepada masyarakat

atau usaha kecil menengah dalam mengembangkan usahanya. Sebagai wujud

kepedulian dan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi guna ikut

mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah melalui Keputusan

Menteri BUMN No 236/2003 mewajibkan kepada BUMN untuk menyisihkan 1 –

2 % laba bersih perusahaan untuk program PKKBL yaitu Program Kredit

Kemitraan dan Bina Lingkungan. Terdapat 2 program yaitu Program Kemitraan

BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kompetensi

usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari

bagian laba BUMN. Sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program

11

Page 12: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di wilayah usaha BUMN melalui

pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program PKKBL merupakan tindak

lanjut dari Program Pembiayaan Usaha Kecil dan Koperasi ( PUKK ) yang

didasari oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal

27 Juni 1994.

B.3. Kebijakan Pembinaan UMKM di era otonomi daerah

Sejalan dengan kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan

kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya maka

pembinaan usaha kecil, m eneng ah dan koperasi harus melibatkan seluruh

komponen di Daerah. Peran Pemerintah Daerah sebagai pelaksana kewenangan

penyelenggaraan pemerintahan Daerah Otonom akan sangat menentukan bagi

pembinaan UKMK.

Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah maka pembinaan terhadap

usaha kecil, menengah dan koperasi perlu dirumuskan dalam suatu pola

pembinaan yang dapat memberdayakan dan mendorong peningkatan kapasitas

usaha kecil, menengah dan koperasi tersebut. Pola pembinaan tersebut harus

memperhatikan kondisi perkembangan lingkungan strategis yang meliputi

perkembangan global, regional dan nasional. Disamping itu juga pola pembinaan

tersebut hendaknya belajar kepada pengalaman pembinaan terhadap usaha kecil,

m eneng ah dan koperasi yang telah dilaksanakan selama ini. Pola pembinaan

terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi yang ditawarkan untuk

meningkatkan kapasitas dan daya saingnya dalam rangka Otonomi Daerah antara

lain adalah :

a. Pelaksana program-program pokok pengembangan UKMK yang telah

diatur di dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-

12

Page 13: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

2004 yang meliputi ; Program Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif,

Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif, dan Program

Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif

secara terpadu dan berkelanjutan.

b. Pelaksanaan program-program pengembangan UKMK yang disusun

dengan memperhatikan dan disesuaikan kondisi masing-masing Daerah,

tuntutan, aspirasi dan kepentingan masyarakat, serta kemampuan Daerah.

c. Keterpaduan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, masyarakat, lembaga

keuangan, lembaga akademik dan sebagainya dalam melakukan

pembinaan dan pengembangan usaha kecil, m eneng ah dan koperasi.

d. Pemberdayaan SDM aparatur Pemerintah Daerah agar mampu

melaksanakan proses pembinaan dan pengembangan terhadap usaha kecil,

m eneng ah dan koperasi.

e. Pengembangan pewilayahan produk unggulan sesuai potensi dan

kemampuan yang dimiliki dalam suatu wilayah bagi usaha kecil, m eneng

ah dan koperasi dalama rangka meningkatkan daya saing.

f. Mensinergikan semua potensi yang ada di Daerah untuk meningkatkan

pengembangan usaha kecil, m eneng ah dan koperasi sehingga mampu

memberikan kontribusi bagi pengembangan implentasi kebijakan Otonomi

Daerah.

g. Sosialisasi tentang kebijakan perekonomian nasional dalam rangka

memasuki era pasar bebas AFTA (ASEAN Free Trae Area), APEC ( Asia

Pacific Cooperation) dan WTO (World Trade Organization) kepada

seluruh kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi.

Harapan yang diinginkan adalah bahwa melalui pola pembinaan yang

dikembangkan tersebut didapat outcomes yang yang bersinergi antara kebijakan

pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi dengan kebijakan Otonomi

13

Page 14: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Daerah. Sehingga antara kebijakan Otonomi Daerah dengan pembinaan usaha

kecil, m eneng ah dan koperasi terdapat simbiosis mutualisma. Implementasi

kebijakan Otonomi Daerah akan menentukan bagi keberhasilan pembinaan usaha

kecil, m eneng ah dan koperasi serta sebaliknya pelaksanaan pembinaan UKMK

akan mendorong keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

C. Perumusan Masalah

Banyak pihak saat ini memberikan perhatian serius dalam pengembangan

usaha kecil menengah. Pemerintah baik pusat maupun daerah mislanya saat ini

banyak memberikan angin segar dan peluang kepada usaha kecil menengah

khususnya untuk pengembangan usahanya. Baik dalam dukungan dana, legalitas /

perijinan usaha dan fasilitasi struktur serta infrastruktur lain yang mendukung.

Lembaga Swadaya Masyarakat baik dalam maupun luar negeri juga memberikan

berbagai kontribusi dalam pengembangan usaha kecil menengah misalnya Swiss

Contact, Mercy Corp dan sebagainya. Swasta pun mulai bergerak dengan CSR

maupun pola anak angkat dan bapak angkat yang dimilikinya. Berbagai macam

program yang selama ini disusun untuk pengembangan UMKM, namun selama

ini belum terukur secara nyata adanya hasil dari pengembangan UMKM yang bisa

dilihat dari perkembangan ekonomi daerah secara keseluruhan. Banyak bantuan

baik modal kerja maupun non modal kerja yang belum memberikan multiplier

efek bagi pengembangan ekonomi daerah. Efek pengembangan dilihat dari PDRB

(Produk Domestik Regioanl Bruto ) yang terjadi pada tahun tersebut dan juga

nilai tambah dari kegiatan ekonomi yang sudah dilakukan.

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka permasalahan bisa

dirumuskan menjadi :

14

Page 15: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

1. Bagaimanakah efisiensi model sinergisitas antara usaha kecil

menengah dengan stakeholder daerah dalam rangka pengembangan

ekonomi lokal.

2. Bagaimana tingkat efisiensi untuk industri manufaktur dan

agroindustri ?

3. Bagaimana Model sinergisitas yang paling cocok untuk

pengembangan UMKM

D. Tujuan Penelitian

Selaras dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk melihat efisiensi model sinergisitas antara usaha kecil

menengah dengan stakeholder daerah dalam angka pengembangan

ekonomi lokal.

2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi industri manufaktur dan

agroindustri

3. Untuk menemukan model sinergisitas yang paling cocok dalam

pengembangan ekonomi lokal berbasis UMKM

E. Kontribusi Penelitian dan Pengabdian

Adapun kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Program – program kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah dalam

Pengembangan ekonomi lokal bisa sesuai dengan kebutuhan khususnya

dalam kebijakan yang bersifat makro

2. Tingkat efisien keberhasilan UMKM dalam pengembangan ekonomi lokal

daerah bisa terukur sehingga akan bisa diketahui sisi atau sektor mana

yang belum mencapai efisiensi.

15

Page 16: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

F. KERANGKA PEMIKIRAN

Berangkat dari latar belakang masalah , perumusan masalah dan tujuan

yang hendak dicapai maka kerangka pemikiran dari penelitian ini disusun dalam

dua kegiatan utama yaitu penilaian atau penghitungan efisiensi atas kegiatan

ekonomi dan hasil yang dicapai oleh daerah, kemudian dari hasil analisis

efisiensi akan dilakukan Focus Group Discussion untuk mencari format model

yang paling ideal dalam pengembangan ekonomi lokal yang berbasis UMKM.

Untuk itu, kerangka pemikirannya disusun sebagai berikut :

Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran

16

a. Jumlah usaha/ perusahaan

b. Jumlah kredit

c. Jumlah tenaga kerja yaitu seluruh tenaga kerja yg bisa diserap

d. Nilai tambah

Analisis efisiensi

Efisien Tidak Efisien

Indept Interview untuk pembentukan model sinergisitas

Page 17: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi UMKM di Indonesia

Usaha kecil di negara maju didefinisikan sebagai usaha yang melayani

pelanggan dalam cakupan yang lebih sempit khususnya dalam lingkup lokal (Pick

dan Abrahamson, 1987). Menurut Steinhof (1977) usaha kecil memiliki

karakteristik sebagai berikut: 1) manajemen usaha kecil merupakan menajemen

individu; 2) kepemilikan modal dimiliki secara individu dan/atau grup kecil; 3)

area pemasaran usaha kecil adalah lokal daerah di sekitar usaha kecil; dan 4)

ukuran kapasitas usaha relatif kecil. Meskipun dalam berbagai literatur teoritis

definisi usaha kecil seperti yang tersebut di atas, namun khusus dalam aplikasi di

Indonesia cakupan pengertian usaha kecil diperluas menjadi usaha mikro, usaha

kecil dan menengah. Dalam implementasinya, konsep UMKM di Indonesia

perdefinisi berbeda satu dengan yang lain. Beberapa definisi yang telah

dikemukakan oleh beberapa instansi memiliki pendekatan yang berbeda pula.

Beberapa perbedaan definisi tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: 1). BPS

(Badan Pusat Statisitik) menggunakan dasar tenaga kerja yang dipekerjakan

sebagai kriteria pembeda Usaha Mikro Kecil dan Menengah; 2). Departemen

Perindustrian menggunakan dasar kriteria finansial dalam bentuk investasi barang

modal dan investasiper tenaga kerja; 3). Bank Indonesia menggunakan kriteria

aset dan finansial sebagai faktor pembeda antara jenis UMKM; 4). Departemen

Perdagangan menggunakan faktor modal aktif usaha dagang sebagai pembeda

jenis UMKM; selain itu terdapat kriteria komprehensi yang dibuat oleh Bank

Dunia untuk membedakan UMKM dengan sekaligus menggunakan kriteria

pekerja, aset dan omset secara bersamaan. Ikhtisar perbedaan definisi tersebut

ditunjukkan oleh diagram di bawah ini:

17

Page 18: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Tabel 2.1 Ragam Pengertian Umum Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Lembaga Istilah Pengertian Umum(1) (2) (3)

UU Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

Usaha Kecil Aset Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan.Omset Rp 1 Milyar / tahunIndependen

BPS Usaha Mikro Pekerja < 5 orang, termasuk tenaga kerja keluarga

Usaha Kecil Pekerja 5 – 9 orangUsaha Menengah Pekerja 20 – 99 orang

Menteri Negara Koperasi dan UKM

Usaha Mikro Aset < Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan Omset < Rp 1 Milar/tahunIndependen

Usaha Menengah Aset > Rp 200 jutaOmset: Rp 1 – 10 milyar per tahun

Bank Indonesia (PBI No.7/39/PBI/2005)

Usaha Mikro Dijalankan oleh rakyat miskin atau dekat miskin, bersifat usaha keluarga, menggunakan sumber daya lokal, menerapkan teknologi sederhana dan mudah keluar masuk industri

Usaha Kecil Aset < Rp 200 jutaOmset < Rp 1 Milyar

Usaha Menengah Untuk kegiatan industri, aset < Rp 5 milyar. Untuk lainnya (termasuk jasa), aset < Rp 600 juta di luar tanah dan bangunanOmset < Rp 3 milyar per tahun

Bank Dunia Usaha Mikro Pekerja < 10 orangAset < $ 100.000Omset < $ 100.000 per tahun

Usaha Kecil Pekerja < 50 orangAset < $ 3 jutaOmset < $ 3 juta per tahun

Usaha Menengah Pekerja < 300 orangAset < $ 15 jutaOmset < $ 15 juta per tahun

Sumber : Dwi Prasetyani, 2008

18

Page 19: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Perbedaan dalam kriteria tersebut tidak mempengaruhi kondisi UMKM

dan bagaimana cara pengembangannya. Secara umum perkembangan UMKM per

sektor bisa ditunjukkan sebagai berikut Perkembangan jumlah UKM periode

2005-2006 mengalami peningkatan sebesar 3,88% yaitu dari 47.102.744 unit pada

tahun 2005 menjadi 48.929.636 unit pada tahun 2006. Sektor ekonomi UKM yang

memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; dengan perkembangan

53,57%,

2. Perdagangan, Hotel dan Restoran; dengan perkembangan 27,19 %

3. Industri Pengolahan; dengan perkembangan 6,59 %

4. Jasa-jasa; dengan perkembangan 6,06 %

5. Pengangkutan dan Komunikasi dengan perkembangan 5,52%

Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil

secara berturut-turut adalah sektor (1) Listrik, Gas dan Air Bersih; (2) Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan; (3) Bangunan; serta (4) Pertambangan dan

Penggalian dengan pertumbuhan masing – masing sektor tercatat sebesar 0,03%,

0,17%, 0,34% dan 0,54%.

UU No 25 tahun 2000 tentang PROPENAS, menunjukkan bahwa

pemerintah menekankan tentang pentingnya penciptaan iklim kondusif,

meningkatkan akses kepada sumber daya yang produktif dan pengembangan

kewirausahaan. Kehadiran Usaha Kecil Menengah dengan konsep

kewirausahaan menjadi peluang yang cukup menarik. Ketika terjadi krisis

multidimensi pada tahun 1997, terbukti Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

mampu bertahan dengan segala cara.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai

katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Perannya dalam

mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja diharapkan

19

Page 20: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

menjadi langkah awal bagi upaya pemerintah menggerakkan sektor produksi pada

berbagai lapangan usaha.

Kinerja UMKM dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Besaran

PDB yang diciptakan UMKM tahun 2003 mencapai nilai Rp 1.013,5 triliun (56,7

persen dari total PDB Nasional) dengan perincian 41,1 persen berasal dari UMK

dan 15,6 persen dari UM. Pada tahun 2000, sumbangan UMKM baru mencapai

54,5 persen terhadap total PDB Nasional berasal dari UMK (39,7 persen) dan UM

(14,8 persen). Jumlah unit usaha UMKM pada tahun 2003 adalah 42,4 juta naik

9,5 persen dibanding dengan tahun 2000, sedangkan jumlah tenaga kerja yang

bekerja di sektor UMKM pada tahun 2003 tercatat 79,0 juta pekerja yaitu lebih

tinggi 8,6 juta pekerja dibanding tahun 2000 dengan 70,4 juta pekerja, atau

selama periode 2000-2003 meningkat sebesar 12,2 persen atau rata-rata 4,1 persen

per tahun. Pertumbuhan PDB UMKM sejak tahun 2001 bergerak lebih cepat dari

total PDB Nasional dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 3,8

persen tahun 2001, 4,1 persen tahun 2002, kemudian 4,6 persen tahun 2003.

Sumbangan pertumbuhan PDB UMKM lebih tinggi dibandingkan

sumbangan pertumbuhan dari Usaha Besar. Pada tahun 2000 dari 4,9 persen

pertumbuhan PDB Nasional secara total, 2,8 persennya berasal dari pertumbuhan

UMKM. Kemudian, di tahun 2003 dari 4,1 persen pertumbuhan PDB Nasional

secara total, 2,4 persen diantaranya berasal dari pertumbuhan UMKM. Peranan

Ekspor UMKM terhadap ekspor non migas tercatat 19,9 persen di tahun 2003,

sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sumbangannya di tahun 2000 yaitu 19,4

persen.

Data terbaru tahun tahun 2005 menunjukkan adanya peningkatan yang

signifikan atas peran UMKM dalam menyumbang atau penciptaan PDB nasional

20

Page 21: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

menurutharga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.491,06 triliun atau 53,54%,

kontribusi Usaha Kecil tercatat sebesar Rp. 1.053,34 triliun atau 37,82% dan UM

sebesar Rp. 437,72 triliun atau 15,72% dari total PDB nasional, selebihnya adalah

usaha besar yaitu Rp. 1.293,90 triliun atau 46,46%. Sedangkan data pada tahun

2006 menyebutkan bahwa , peran UKM terhadap penciptaan PDB nasional

menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.778,75 triliun atau 53,28% dari total

PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp. 287,68 triliun atau 19,29%

dibanding tahun 2005. Kontribusi Usaha Kecil tercatat sebesar Rp. 1.257,65

triliun atau 37,67% dan Usaha Menengah sebesar Rp. 521,09 triliun atau 15,61%,

selebihnya sebesar Rp. 1.559,45 triliun atau 46,72% merupakan kontribusi Usaha

Besar.

Disisi lain, pada tahun 2005 nilai PDB nasional atas harga konstan tahun

2000 sebesar Rp. 1.750,66 triliun, peran UKM tercatat sebesar Rp. 979,71 triliun

atau 55,96 % dari total PDB nasional, kontribusi UK tercatat sebesar Rp. 688,91

triliun atau 39,35% dan UM sebesar Rp. 290,80 triliun atau 16,61%, UB

berkontribusi sebesar Rp. 770,94 triliun atau 44,04 %. Pada tahun 2006, PDB

nasional atas harga konstan tahun 2000 sebesar Rp. 1.846,65 triliun, kontribusi

UKM sebesar Rp. 1.032,57 triliun atau 55,92% yang terdiri atas Usaha Kecil Rp.

725,96 triliun atau 39,31 % dan Usaha Menengah Rp. 306,61 triliun atau 16,60

% . Sedangkan kontribusi Usaha Besar sebesar Rp. 814,08 triliun atau 44,08%.

Kontribusi UKM tersebut meningkat sebesar Rp. 52,86 triliun atau 5,40%

dibandingkan tahun sebelumnya.

Kontribusi UKM terhadap pembentukan total nilai ekspor nasional pada

tahun 2005 tercatat sebesar Rp. 110,34 triliun atau 15,44%, kontribusi Usaha

Kecil tercatat sebesar Rp. 28,05 triliun atau 3,92 % dan Usaha Menengah sebesar

Rp. 82,29 triliun atau 11,51% selebihnya adalah Usaha Besar. Pada tahun 2006,

peran UKM terhadap pembentukan total nilai ekspor nasional mengalami

21

Page 22: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

peningkatan sebesar Rp. 11,86 triliun atau 10,75% yaitu dengan tercapainya

angka sebesar Rp. 122,20 triliun atau 15,70% dari total nilai ekspor nasional.

Kontribusi Usaha Kecil tercatat sebesar Rp. 30,30 triliun atau 3,89% dan Usaha

Menengah sebesar Rp. 91,90 triliun atau 11,81%, selebihnya adalah Usaha Besar.

B. Kinerja UMKM

Selama periode 2000-2003 peranan Usaha Kecil dalam penciptaan nilai

tambah terus meningkat dari 39,7 persen pada tahun 2000 menjadi 41,1 persen

pada tahun 2003. Sebaliknya peranan Usaha Besar semakin berkurang dari 45,5

persen pada tahun 2000 menjadi 43,3 persen pada tahun 2003. Sementara peranan

Usaha Menengah relatif stabil berkisar 15 persen selama periode ini.

Apabila dilihat sektor per sektor Usaha Kecil memiliki keunggulan dalam

bidang usaha yang memanfaatkan sumber daya alam dan sektor-sektor tersier

seperti pertanian tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, dan

perikanan, perdagangan, hotel dan restoran. Di masing-masing sektor ini Usaha

Kecil menciptakan nilai tambah lebih dari 75 persen selama periode 2000-2003.

Sebaliknya Usaha Besar memiliki keunggulan dalam pengolahan lebih

lanjut dari produk-produk primer seperti industri pengolahan, listrik dan gas kota,

komunikasi, serta pertambangan. Di masing-masing sektor ini Usaha Besar

menciptakan nilai tambah lebih dari 60 persen. Sedangkan Usaha Menengah

memiliki peranan yang besar dalam penciptaan nilai tambah sektor hotel,

keuangan, persewaan, jasa perusahaan dan kehutanan.

Pada tahun 2000 pertumbuhan ekonomi Usaha Menengah sebesar 5,1

persen, sementara Usaha Kecil 4,1 persen dan Usaha Besar sekitar 5,6 persen.

Pada tahun 2003 pertumbuhan ekonomi Usaha Menengah sebesar 5,2 persen,

22

Page 23: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

sementara Usaha Kecil tumbuh 4,3 persen dan Usaha Besar hanya tumbuh 3,5

persen. Namun demikian pertumbuhan yang tinggi ini nampaknya tidak

menjadikan Usaha Menengah sebagai kelompok yang memberikan sumbangan

paling tinggi dalam pertumbuhan ekonomi mengingat peranannya dalam

penciptaan nilai tambah nasional relatif kecil dibandingkan dengan kelompok

usaha yang lain. Dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,1 persen di tahun

2003 hanya 0,69 persen saja merupakan sumbangan Usaha Menengah. Sebaliknya

walaupun pertumbuhan kelompok Usaha Kecil dan Besar tidak secepat Usaha

Menengah namun dengan peranannya yang cukup besar dalam penciptaan nilai

tambah nasional, sumbangan kedua kelompok usaha ini menjadi cukup tinggi.

Pada tahun 2003 sumbangan Usaha Kecil dan Besar terhadap pertumbuhan

ekonomi nasional masing-masing sebesar 1,68 persen dan 1,73 persen.

Tabel 2.1 Rata-rata Struktur PDB Usaha Mikro Kecil, Menengah dan Besar

Tahun 2000-2003 (Persen)

No. Lapangan UsahaRata-rata 2000-2003

Kecil Menengah Besar Jumlah

1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 85,74 9,09 5,17 100,00

2. Pertambangan dan Penggalian 6,73 2,96 90,30 100,00

3.  Industri Pengolahan 15,14 12,98 71,89 100,00

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,52 6,80 92,68 100,00

5. Bangunan 43,88 22,57 33,55 100,00

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 75,60 20,81 3,59 100,00

7. Pengangkutan dan Komunikasi 36,69 26,64 36,67 100,00

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Persh. 16,80 46,47 36,73 100,00

23

Page 24: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

9. Jasa-jasa 35,59 7,16 57,25 100,00

  PDB 40,55 15,22 44,24  100,00

  PDB TANPA MIGAS 46,22 17,19 36,60 100,00

Sumber : Statistik UMKM, Kementrian Koperasi & UMKM 2005

Secara grafis, struktur PDB usaha mikro di Indonesia bisa ditunjukkan

sebagai berikut :

Gambar 2.3. Laju Pertumbuhan PDB UMKM Tahun 2000-2003

 

Sumber : Statistik UMKM, Kementrian Koperasi & UMKM 2005

Kemampuan tenaga kerja dalam menciptakan nilai tambah sangat berbeda

antara satu kelompok usaha dengan lainnya dan menunjukan kecenderungan

peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah unit Usaha Kecil dan Menengah tahun

2003 sebesar 42,4 juta, naik 9,5 persen dibandingkan dengan tahun 2000.

24

Page 25: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Sementara jumlah tenaga kerja pada tahun 2003 yang bekerja di sektor UMKM

sebesar 79 juta pekerja, meningkat sebesar 8,6 juta pekerja dibandingkan tahun

2000 atau selama periode 2000-2003 meningkat sebesar 12,2 persen dengan rata-

rata 4,1 persen per tahun.

Produktivitas per tenaga kerja Usaha Kecil pada tahun 2000 sebanyak 8

juta rupiah per tenaga kerja per tahun. Nilai ini meningkat cukup besar pada tahun

2003 menjadi 10,5 juta rupiah per tenaga kerja per tahun. Sementara produktivitas

kelompok Usaha Menengah dan Besar pada tahun 2000 masing-masing sebanyak

24,7 juta dan 1,5 miliar rupiah per tenaga kerja per tahun. Pada tahun 2003

meningkat masing-masing sebesar 31,8 juta rupiah dan 1,8 miliar rupiah.

Nampaknya masing-masing kelompok usaha memiliki keunggulan dan saling

melengkapi satu dengan lainnya. Kelompok Usaha Besar memiliki potensi

sebagai motor pertumbuhan, sementara kelompok Usaha Kecil sebagai

penyeimbang pemerataan dan penyerapan tenaga kerja.

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UKM pada tahun 2005 tercatat

sebesar 83.233.793 orang atau 96,28% dari total penyerapan tenaga kerja yang

ada, kontribusi Usaha Kecil tercatat sebanyak 78.994.872 orang atau 91,38% dan

Usaha Menengah sebanyak 4.238.921 orang atau 4,90%. Untuk Usaha Kecil

sektor Pertanian, Peternakan, Perhutanan dan Perikanan tercatat memiliki peran

terbesar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu sebanyak 38.039.281 orang atau

48,15% dari total tenaga kerja yang diserap. Sedangkan sektor ekonomi yang

memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar pada Usaha Menengah adalah sektor

Industri Pengolahan yaitu sebanyak 1.727.038 orang atau 40,74%.

Pada tahun 2006, UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar

85.416.493orang atau 96,18% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah

ini meningkat sebesar 2,62% atau 2.182.700 orang dibandingkan tahun 2005.

25

Page 26: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Kontribusi Usaha Kecil tercatat sebanyak 80.933.384 orang atau 91,14% dan

Usaha Menengah sebanyak 4.483.109 orang atau 5,05%. Untuk Usaha Kecil

sektor Pertanian, Peternakan, Perhutanan dan Perikanan tercatat memiliki peran

terbesar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu sebanyak 37.965.878 orang atau

46,91% dari total tenaga kerja yang di serap. Jumlah tersebut mengalami

penurunan sebesar 73.403 orang atau 0,19% dari tahun sebelumnya. Sedangkan

sektor ekonomi yang memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar pada Usaha

Menengah adalah sektor Industri Pengolahan yaitu sebanyak 1.827.073 orang atau

40,75%.

C. Investasi UMKM

Selama 2000-2003 iklim investasi pada berbagai tingkat skala usaha masih

belum berubah. Dalam kurun waktu 2000-2003 Usaha Kecil masih merupakan

kelompok yang paling rendah penyerapan investasinya yaitu rata-rata sebesar 18,6

persen per tahun dan diikuti oleh Usaha Menengah rata-rata sebesar 23 persen per

tahun. Secara keseluruhan penyerapan investasi pada Usaha Kecil dan Menengah

hanya mencapai 41,6 persen per tahun.

Bila hal ini dibandingkan dengan jumlah usaha yang demikian besar pada

kelompok ini maka dapat dikatakan bahwa Usaha Kecil bukan merupakan usaha

yang bersifat padat modal. Pada periode 2000-2003 secara rata-rata tingkat

investasi pada Usaha Kecil adalah sebesar Rp 58,9 triliun per tahun dan Usaha

Menengah sebesar Rp 73,2 triliun per tahun atau masing-masing setara dengan Rp

1,5 juta per usaha untuk kelompok kecil dan Rp 1,3 miliar per usaha untuk

kelompok menengah. Hal ini sangat mencolok bila dibandingkan dengan Usaha

Besar yang menyerap Rp 91,4 miliar per unit usaha.

26

Page 27: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Pada tahun 2005, peran UKM terhadap pembentukan investasi nasional

menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 302,45 triliun atau 45,99% dari total

investasi nasional sebesar Rp. 657,63 triliun. Kontribusi Usaha Kecil tercatat

sebesar Rp. 136,21 triliun atau 20,71% dan Usaha Menengah sebesar Rp. 166,24

triliun atau 25,28%. Pada tahun 2006, peran UKM mengalami peningkatan

sebesar Rp. 67,37 triliun atau 22,28% menjadi Rp. 369,82 triliun. Kontribusi

Usaha Kecil tercatat sebesar Rp. 165,12 triliun atau 20,64%, sedangkan Usaha

Menengah sebesar Rp. 204,70 triliun atau 25,59% dan selebihnya adalah Usaha

Besar. Dari total nilai investasi UKM, pada tahun 2005 sektor Pengangkutan dan

Komunikasi memberikan andil terbesar dengan kontribusi sebesar Rp. 78,81

triliun atau 26,06 %. Untuk skala Usaha Kecil, sektor yang sama juga

memberikan kontribusi terbesar dengan nilai investasi sebesar Rp. 40,42 triliun

atau 29,68%, pada skala Usaha Menengah sektor pengangkutan dan komunikasi

masih merupakan kontributor terbesar dengan nilai investasi mencapai Rp. 38,39

triliun atau 23,10% dari total investasi Usaha Menengah.

Pada tahun 2006, sektor Pengangkutan dan Komunikasi tetap memberikan

kontribusi terbesar yaitu Rp. 94,45 triliun atau 25,54% dari total peran UKM.

Kontribusi Usaha Kecil disektor tersebut tercatat sebesar Rp. 47,22 triliun atau

28,60%, sedangkan Usaha Menengah disektor yang sama memberikan kontribusi

sebesar Rp. 47,23 triliun atau 23,07%. Pada tahun 2005, peran UKM dalam

pembentukan investasi nasional menurut harga konstan tahun 2000 tercatat

sebesar Rp. 178,05 triliun atau 45,29% dari total investasi nasional yang sebesar

Rp. 393,18 triliun. Kontribusi Usaha Kecil tercatat sebesar Rp. 83,53 triliun atau

21,25 % dan Usaha Menengah sebesar Rp. 94,52 triliun atau 24,04%. Pada tahun

2006, peran UKM mengalami peningkatan sebesar Rp. 4,66 triliun atau 2,62%

menjadi Rp. 182,71 triliun atau 45,16% dari total investasi nasional atas harga

konstan tahun 2000 yang sebesar Rp. 404,61 triliun. Peran Usaha Kecil tercatat

27

Page 28: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

sebesar Rp. 85,63 triliun atau 21,16%, sedangkan Usaha Menengah sebesar Rp.

97,09 triliun atau 24,00% dan selebihnya adalah Usaha Besar. Dari total nilai

investasi UKM, pada tahun 2005 sektor Pengangkutan dan Komunikasi

memberikan andil terbesar dengan kontribusi sebesar Rp. 47,99 triliun atau 26,95

%. Untuk skala Usaha Kecil, sektor yang sama juga memberikan kontibusi

terbesar dengan nilai investasi sebesar Rp. 28,00 triliun atau 33,52%, pada skala

Usaha Menengah sektor Pengangkutan dan Komunikasi masih merupakan

kontributor terbesar dengan nilai investasi mencapai Rp. 19,99 triliun atau

21,14% dari total investasi Usaha Menengah. Pada tahun 2006, sektor Pengakutan

dan Komunikasi tercatat memberikan kontribusi terbesar yaitu Rp. 49,44 triliun

atau 27,06 % dari total peran UKM. Kontribusi Usaha Kecil pada sektor tersebut

tercatat sebesar Rp. 28,79 triliun atau 33,63%, sedangkan Usaha Menengah sektor

yang sama memberikan kontribusi sebesar Rp. 20,64 triliun atau 21,26%.

D. Kebijakan Penanganan UMKM di Indonesia

Pembangunan jangka panjang bidang koperasi dan UKM telah digariskan

dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025.

Pembangunan bidang koperasi dan UKM, secara eksplisit ditujukan pada upaya

untuk mewujudkan bangsa yang berdaya-saing dalam rangka memperkuat

perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global. Selaras

dengan RPJP tahun 2005-2025, pemerintah telah menetapkan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-2009 yang memuat tiga

agenda penting sebagai pijakan untuk mencapai tujuan pembangunan, salah

satunya adalah mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera.

Terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, secara

tegas RPJM tahun 2004-2009, telah menetapkan prioritas dan arah kebijakan

pembangunan di bidang Koperasi dan UKM, pada:

28

Page 29: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

1. Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) agar memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan

lapangan kerja, dan peningkatan daya saing;

2. Mengembangkan usaha skala mikro dalam rangka peningkatan

pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah;

3. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata

kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender

dengan cara memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan

prosedur perijinan, memperluas akses kepada sumber permodalan

khususnya perbankan, memperluas dan meningkatkan kualitas institusi

pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa

pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi;

4. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan

wirausaha baru berkeunggulan, termasuk mendorong peningkatan ekspor;

5. Meningkatkan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar

domestik, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak; dan

6. Meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sesuai dengan jati diri

koperasi. Atas dasar agenda dan arah kebijakan pembangunan nasional

jangka menegah tersebut, disadari bahwa pemberdayaan KUKM telah

menjadi agenda pokok dalam pembangunan ekonomi nasional.

Hal ini merupakan bukti bahwa pemerintah telah memberikan perhatian

yang besar terhadap upaya pemberdayaan koperasi dan UKM. Konsekuensinya

upaya pemberdayaan KUKM menangung beban berat untuk membuktikan

sebagai bagian penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan daya saing

ekonomi nasional. Dengan potensi dan peran yang strategis, karena jumlahnya

yang besar dan penyebarannya yang luas, KUKM merupakan kekuatan untuk

menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus dapat menjadi

29

Page 30: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

tumpuan dalam meningkatkan kesejahteraannya. Setidaknya selama ini KUKM

telah mampu memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja terbesar

secara nasional dan meningkatkan ekspor, serta dalam pembentukan PDB

nasional.

Di sisi lain, struktur ekonomi Indonesia yang dalam kenyataannya

didominasi oleh ekonomi rakyat, merupakan kekuatan ekonomi nasional yang

sesungguhnya. Di sinilah UKM merupakan faktor penting untuk meningkatkan

produktivitas dan daya saing nasional, yang selama ini terabaikan. Peran ini telah

dijalankan KUKM, setidaknya pada masa krisis ekonomi 2000-2008 menjadi

katup pengaman perekonomian nasional, serta sebagai dinamisator pertumbuhan

ekonomi pasca krisis. Namun demikian UMKM secara mikro masih memiliki

kinerja yang perlu ditingkatkan, antara lain: tingkat produktivitas usaha dan

produktivitas tenaga kerja relatif rendah, nilai tambah produk rendah, pangsa

pasar di dalam negeri dan ekspor rendah, jumlah investasi rendah, jangkauan

pasar terbatas, akses informasi rendah, jaringan usaha terbatas, pemanfatan

teknologi masih sangat terbatas, permodalan dan akses pembiayaan terbatas,

kualitas SDM terbatas, dan manajemen yang umumnya belum profesional. Secara

keseluruhan hal ini telah melemahkan peran dan kemampuan bersaing KUKM

dibanding pelaku

usaha lainnya.

Penanggung jawab lancarnya kebijakan dan program kerja pemerintah

dalam pengembangan UMKM adalah Kementrian Koperasi dan UKM yang saat

ini dipegang oleh Surya Dharma Ali. Berangkat dari pentingnya tugas tersebut,

maka kemnetrian ini memiliki visi dan misi yang kemudian diterjemahkan dalam

rencana – rencana strategis sebagai berikut :

Visi, yaitu“Menjadi lembaga pemerintah yang kredibel dan efisien untuk

mendinamisir pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

30

Page 31: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

(UMKM) dalam rangka meningkatkan produktivitas, daya saing dan

kemandirian”

Penjabaran visi dirumuskan misi Kementerian Negara Koperasi dan UKM

sebagai berikut: “Memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan nasional

melalui perumusan kebijakan nasional, pengkoordinasian perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian kebijakan pemberdayaan di bidang Koperasi dan

UMKM, serta peningkatan sinergi dan peran aktif masyarakat dan dunia usaha

dalam rangka meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian Koperasi

dan UMKM secara sistematis, berkelanjutan dan terintegrasi secara nasional”

Visi dan Misi yang ditetapkan tersebut pada prinsipnya bertujuan untuk

menjadikan Koperasi, usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai pelaku ekonomi

utama dalam perekonomian nasional yang berdaya saing. Dari tujuan secara

umum tersebut lebih lanjut dirumuskan tujuan Kementerian Negara Koperasi dan

UKM, tahun 2005-2009 sebagai berikut:

1. Mewujudkan kondisi yang mampu menstimulsi, mendinamisasi dan

memfasilitasi tumbuh berkembangnya 70.000 (tujuh puluh ribu) unit

Koperasi yang sehat usahanya dan 6.000.000 (enam juta) unit UMKM

baru.

2. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan usaha

Koperasi dan UMKM pada berbagai tingkatan pemerintahan.

3. Meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian Koperasi dan

UMKM pasar dalam dan luar negeri.

4. Mengembangkan sinergi dan peranserta masyarakat dan dunia usaha

dalam pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

5. Memberikan pelayanan publik yang berkualitas, cepat, tepat, transparan

dan akuntabel.

31

Page 32: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Untuk memberikan acuan program pembangunan Koperasi dan UKM

yang sejalan dengan agenda pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu dalam

jangka pendek, Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah menyesuaikan

dengan Rencana Kerja Pemerintah, dengan penetapan Rencana Kerja

Kementerian. Untuk itu Kemnenterian Koperasi dan UKM telah menetapkan

prioritas program yang dilakukan secara berkesinambungan, terpadu dan dinamis

sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi. Mengingat masih

terdapatnya berbagai persoalan yang dihadapi KUKM, terlebih dalam upayanya

untuk menjalankan berbagai terobosan atas diberlakukannya pasar bebas.

E. Pengembangan UMKM di Era Otonomi Daerah

Implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999

tentang Pemerintahan Daerah telah membawa paradigma baru dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta dalam hubungan antara Pusat

dengan Daerah. Kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan yang luas

kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya atas

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undang yang berlaku. Dalam rangka implementasi kebijakan Otonomi

Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi perlu

menjadi perhatian. Pembinaan terhadap kelompok usaha kecil, menengah dan

koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat tetapi juga menjadi

kewajiban dan tanggung jawab Daerah.

UU Nomor 22 Tahun 1999 memberikan konsekwensi bahwa pemerintah

pusat memberikan hak kepada daerah berupa kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakatnya. Pengaturan dan pengurusan kepentingan

masyarakat tersebut merupakan prakarsa daerah sendiri berdasarkan aspirasi

32

Page 33: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

masyarakat dan bukan lagi merupakan instruksi dari pusat. Sehingga daerah

dituntut untuk responsif dan akomodatif terhadap tuntutan dan aspirasi

masyarakatnya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 ditetapkan

kewenangan Pemerintah (Pusat) di bidang perkoperasian yang meliputi :

1. Penetapan pedoman akuntansi koperasi dan pengusaha kecil dan

menengah.

2. Penetapan pedoman tatacara penyertaan modal pada koperasi.

3. Fasilitasi pengembangan sistem distribusi bagi koperasi dan pengusaha

kecil dan menengah.

4. Fasilitasi kerjasama antar koperasi dan pengusaha kecil dan menengah

serta kerjasama dengan badan usaha lain.

Sedangkan selain kewenangan tersebut di atas menjadi kewenangan

Daerah, termasuk di dalamnya untuk pembinaan terhadap pengusaha kecil,

menengah dan koperasi. Sesuai dengan kewenangan Daerah untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat termasuk di dalamnya kepentingan dari

pengusaha kecil, menengah dan koperasi.

Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah maka pembinaan terhadap

usaha kecil, menengah dan koperasi perlu dirumuskan dalam suatu pola

pembinaan yang dapat memberdayakan dan mendorong peningkatan kapasitas

usaha kecil, menengah dan koperasi tersebut. Pola pembinaan tersebut harus

memperhatikan kondisi perkembangan lingkungan strategis yang meliputi

perkembangan global, regional dan nasional. Disamping itu juga pola pembinaan

tersebut hendaknya belajar kepada pengalaman pembinaan terhadap usaha kecil,

m eneng ah dan koperasi yang telah dilaksanakan selama ini. Pola pembinaan

terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi yang ditawarkan untuk

33

Page 34: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

meningkatkan kapasitas dan daya saingnya dalam rangka Otonomi Daerah antara

lain adalah :

1. Pelaksana program-program pokok pengembangan UKMK yang telah

diatur di dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-

2004 yang meliputi ; Program Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif,

Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif, dan Program

Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif

secara terpadu dan berkelanjutan.

2. Pelaksanaan program-program pengembangan UKMK yang disusun

dengan memperhatikan dan disesuaikan kondisi masing-masing Daerah,

tuntutan, aspirasi dan kepentingan masyarakat, serta kemampuan Daerah.

3. Keterpaduan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, masyarakat, lembaga

keuangan, lembaga akademik dan sebagainya dalam melakukan

pembinaan dan pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi.

4. Pemberdayaan SDM aparatur Pemerintah Daerah agar mampu

melaksanakan proses pembinaan dan pengembangan terhadap usaha kecil,

menengah dan koperasi.

5. Pengembangan pewilayahan produk unggulan sesuai potensi dan

kemampuan yang dimiliki dalam suatu wilayah bagi usaha kecil, m eneng

ah dan koperasi dalama rangka meningkatkan daya saing.

6. Mensinergikan semua potensi yang ada di Daerah untuk meningkatkan

pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi sehingga mampu

memberikan kontribusi bagi pengembangan implentasi kebijakan Otonomi

Daerah.

7. Sosialisasi tentang kebijakan perekonomian nasional dalam rangka

memasuki era pasar bebas AFTA (ASEAN Free Trae Area), APEC ( Asia

34

Page 35: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Pacific Cooperation) dan WTO (World Trade Organization) kepada

seluruh kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi.

Harapannya adalah melalui pola pembinaan yang dikembangkan tersebut

didapat outcomes yang yang bersinergi antara kebijakan pembinaan usaha kecil,

menengah dan koperasi dengan kebijakan Otonomi Daerah. Sehingga antara

kebijakan Otonomi Daerah dengan pembinaan usaha kecil, menengah dan

koperasi terdapat simbiosis mutualisma. Implementasi kebijakan Otonomi Daerah

akan menentukan bagi keberhasilan pembinaan usaha kecil, menengah dan

koperasi serta sebaliknya pelaksanaan pembinaan UKMK akan mendorong

keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam rangka mewujudkan

kesejahteraan masyarakat.

35

Page 36: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi terhadap efisiensi model sinergisitas antara

pemerintah daerah dengan UMKM yang ada di daerah. Untuk membatasi

masalah, daerah yang diambil sebagai sampel adalah eks karesidenan di Propinsi

Jawa Tengah. Pemilihan eks karesidenan karena perekonomian suatu daerah

tingkat II tidak hanya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi daerah tersebut saja

namun sangat ditentukan oleh daerah di sekitarnya. Misalnya kabupaten

Karanganyar di eks karesidenan Surakarta, tergantung pada kota Solo sebagai

media pemasaran dan pusat perdagangan hasil industri di kabupaten Karanganyar.

Demikian juga kota Surakarta sangat tergantung pada kabupaten Klaten untuk

pemenuhan bahan makanan atau hasil – hasil pertanian. Sehingga yang digunakan

sebagai sampel dalam penelitian ini adalah

1. Karesidenan Banyumas

2. Karesidenan Kedu

3. Karesidenan Surakarta

4. Karesidenan Pati

5. Karesidenan Pekalongan

6. Karesidenan Semarang

Pengukuran efisiensi model sinergisitas akan dihitung dengan

menggunakan rasio dari penggunaan input terhadap penggunaan output. Terdapat

2 analisis yang akan dibahas di sini yaitu target yang diambil adalah menurunnya

angka pengangguran dan meningkatnya nilai tambah dari sektor usaha/

perusahaan.

36

Page 37: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Apabila target yang diinginkan adalah menurunnya pengangguran maka

yang digunakan sebagai input dalam penelitian ini adalah jumlah usaha/

perusahaan yang ada di wilayah eks karesidenan dan jumlah kredit yang diberikan

untuk usaha. Sedangkan variabel outputnya adalah jumlah tenaga kerja dan

jumlah nilai tambah yang dihasilkan.

Apabila target yang diinginkan adalah petumbuhan ekonomi yang

ditunjukkan dengan nilai tambah, maka yang menjadi variabel input adalah

Jumlah usaha, jumlah tenaga kerja dan jumlah kredit yang disalurkan sedangkan

variabel outputnya adalah nilai tambah dari usaha/ perusahaan.

2. Jenis Data, Sumber dan Pengumpulannya

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diambil hasil sensus ekonomi tahun 2006. Serta beberapa sumber lain yang

relevan.

3. Operasional Variabel

Variabel yang digunakan dalam dalam penelitian ini terdiri atas variable

input dan variable output. Variabel input merupakan variable masukan yang

digunakan untuk mendapatkan variable output. Dalam penelitian ini variabel input

dan output bisa didefinisikan sebagai berikut :

a. Jumlah usaha/ perusahaan, yaitu keseluruhan jumlah usaha baik usaha

mikro, kecil, menengah maupun besar selain sektor pertanian yang ada

di eks karesidenan.

b. Jumlah kredit yang disalurkan baik oleh lembaga keuangan bank

maupun non bank. Maksud dari jumlah kredit yang diberikan ini adalah

untuk menunjukkan adanya tambahan investasi yang masuk kepada

usaha/ perusahaan di eks karesidenan.

c. Alokasi dana APBD bagi UMKM

37

Page 38: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

d. Jumlah tenaga kerja adalah keseluruhan tenaga kerja yang bisa diserap

oleh berbagai sektor yang ada di usaha/ perusahaan tersebut

e. Nilai tambah yaitu keseluruhan nilai tambah yang bisa diciptakan oleh

sekor usaha/ perusahaan.

f. Sumbangan sektor UMKM terhadap PDRB

4. Alat Analisis

4.a. Data Envelopment Analisis

Dalam menjawab permasalahan pertama mengenai efisiensi kinerja, atau

untuk mengukur efisiensi pengembangan usaha di daerah tersebut akan

digunakan alat analisis DEA ( Data Envelopment Analysis ) terdiri atas variable

input dan output serta diformulasikan dalam dua asumsi yaitu CRS (Constant

Return to Scale ) dan VRS ( Variabel Return to Scale ). Di dalam penelitian ini

asumsi yang dipakai adalah Constant Return to Scale karena dengan

mempertimbangkan data yang digunakan adalah data akhir untuk setiap tahun

sehingga sudah dilakukan penyesuaian atas perubahan – perubahan yang mungkin

terjadi dalam satu tahun tersebut. DEA digunakan untuk mengukur efisiensi suatu

Unit Kegiatan Ekonomi (UKE). Ada tiga manfaat yang diperoleh dari pengukuran

efisiensi dengan menggunakan DEA yaitu :

a. Sebagai tolok ukur memperoleh efisiensi relative yang berguna untuk

mempermudah perbandingan antar unit ekonomi yang ada.

b. Mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk

mengidentifikasikan factor – factor

c. Menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan tingkat

efisiensinya.

Model yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh

Miller dan Noulas ( 1996 ). Efisiensi tehnis pada model pengembangan usaha

38

Page 39: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

mikro kecil menengah adalah dengan menghitung rasio antara input dan output

yang berkaitan dengan pengembangan usaha/ perusahaan. DEA akan menghitung

pengembangan usaha mikro kecil menengah yang menggunakan input n untuk

menghasilkan output m yang berbeda. Sehingga alat analisisnya dirumuskan

menjadi sebagai berikut :

di mana :

hs = adalah efisiensi tehnis model pengembangan usaha daerah s

dalam hal ini adalah karesidenan

ys = merupakan jumlah output I yang diproduksi oleh usaha/

perusahaan s

xjs = adalah jumlah input j yang digunakan pada pengambangan usaha

s

ui = merupakan bobot output I yang dihasilkan oleh karesidenan s

vj = adalah bobot input j yang diberikan oleh usaha/ perusahaan di

karesidenan s dan i dihitung dari 1 ke m serta j dihitung dari 1 ke

n

Persamaan di atas menunjukkan adanya penggunaan satu variable

input dan satu variable output. Rasio efisiensi (hs), kemudian dimaksimalkan

dengan kendala sebagai berikut :

39

m n

hs = ∑ ui yis / ∑ vj xjs …………….(1)

i = 1 j = 1

m n

∑ ui yir / ∑ vj x jr ≤1 untuk r = 1…,N ……….(2)

i = 1 j = 1

Page 40: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Di mana N menunjukkan jumlah karesidenan dalam sample.

Pertidaksamaan pertama menunjukkan adanya inefisiensi untuk UKE lain

tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan kedua berbobot positif. Angka

rasio akan bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Pengembangan usaha di

karesidenan dikatakan efisien apabila memiliki angka rasio mendekati 0

menunjukkan efisiensi pengembangan usaha di karesidenan yang semakin

rendah ( Miller dan Noulas, 1996 ). Pada DEA, setiap karesidenan dapat

menentukan pembobotnya masing – masing dan menjamin bahwa pembobot

yang dipilih akan menghasilkan ukuran usaha yang terbaik.

Secara grafis pendekatan 1 input dan 1 output,dapat digambarkan sebagai

berikut:

C

B D V

K F G

0 A Input X

Gambar 3.1 Efisiensi dengan menggunakan pendekatan 1 input & 1 output

Tehnologi CRS ditunjukkan oleh frontier OC. Pengembangan usaha di

karesidenan dikatakan efisien bila berada pada garis frontier , sedangkan yang

berada di luar frontier dikatakan tidak efisien.

Beberapa program linear ditransformasikann ke dalam program ordinary

linear secara primal atau dual sebagai berikut :

40

Page 41: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

m

Maksimisasi hs = ∑ ui yis ……………………..(3)

i = 1

Kendala

Efisiensi pada masing – masing Karesidenan dihitung menggunakan

programasi linear dengan memaksimumkan jumlah output yang dibobot dari bank

s. Kendala jumlah input yang dibobot harus kurang atau sama dengan 0. Hal ini

berarti semua Karesidenan akan berada di bawah referensi kinerja frontier yang

merupakan garis lurus yang memotong sumbu origin

Minimisasi βs

n

Kendala : ∑ θr yir ≥ yis I = 1 , , m ………………………. ( 5 )

r =1

m

βs x js - ∑ θr xir ≥ 0, j = 1 , , n : θ ≥ 0 ; βs bebas

j =1

Variabel βs merupakan efisiensi teknis dan bernilai antara o dan 1. Programasi

linier pada persamaan di atas diasumsikan Constant Return to Scale. Efisiensi

teknis ( βs) diukur dengan menggunakan rasio KF / FS dan bernilai kurang dari

41

m n

∑ ui yir - ∑ vj x jr ≤0 untuk r = 1…,N ;

i = 1 j = 1 n

∑ vj x js = 1 di mana ui dan vj ≥ 0 …………(4) j = 1

Page 42: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

1 sementara (1- βs) menerangkan jumlah input yang harus dikurangi untuk

menghasilkan output yang sama sebagai bentuk efisiensi bank seperti yang

ditunjukkan oleh titik F. Kedua perhitungan tersebut baik minimisasi input dan

maksimisasi output akan memberikan nilai yang relative sama. Dalam

penelitian ini efisiensi akan dihitung dari sisi input oriented maupun output

oriented.

4.b. Indept Interview

Setelah ditemukan penghitungan dengan menggunakan DEA, maka akan

diketahui karesidenan mana yang sudah efisiensi secara tehnis kaitannya dengan

pengembangan UMKM. Selain itu karesidenan yang belum bisa efisien juga

diketahui termasuk di dalamnya letak atau variabel yang menyebabkan terjadinya

inefisiensi. Proses berikutnya adalah melakukan Indept interview atau wawancara

mendalam dengan sampel kabupaten/ kota yang berada pada karesidenan yang

sudah efisien dengan karesidenan yang belum efisien.

Tujuan dilakukannya Indept Interview ( wawancara mendalam ) adalah

untuk memperdalam dan lebih mengetahui akar permasalahan yang ada dan

mencari alternatif solusi secara bersama – sama dengan berbagai pihak terkait di

daerah tersebut. Wawancara mendalam akan dilakukan pada satu kabupaten/ kota

di wilayah karesidenan tersebut. Stakeholder yang akan dijadikan narasumber

dalam indept interview adalah biro perekonomian, bupati atau walikota yang

dalam hal ini diwakili oleh asisten bidang ekonomi dan pembangunan serta

anggota legislatif. Indept interview ini diharapkan bisa memberikan masukan atas

model yang ditawarkan oleh peneliti dalam pengembangan ekonomi daerah.

42

Page 43: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Kondisi UMKM di Daerah Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan Propinsi Jawa Tengah sebagai sampel

dengan menggunakan 6 eks karesidenan sebagai data analisis. Pemilihan eks

karesidenan karena perekonomian suatu daerah tingkat II tidak hanya ditentukan

oleh pertumbuhan ekonomi daerah tersebut saja namun sangat ditentukan oleh

daerah di sekitarnya. Misalnya kabupaten Karanganyar di eks karesidenan

Surakarta, tergantung pada kota Solo sebagai media pemasaran dan pusat

perdagangan hasil industri di kabupaten Karanganyar. Demikian juga kota

Surakarta sangat tergantung pada kabupaten Klaten untuk pemenuhan bahan

makanan atau hasil – hasil pertanian.

Kondisi pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah cenderung terus

meningkat, dari 3,59% pada tahun 2001 menjadi 5,33% pada tahun 2006 tetapi

lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi secara nasional yaitu 3,64% pada tahun

2001 dan 5,48% pada tahun 2006. Kontribusi perekonomian Jawa Tengah

terhadap nasional dalam periode yang sama menunjukkan trend yang meningkat,

walaupun relatif kecil antara 8,10 sampai 8,5%. Sedangkan 5 kabupaten / kota

terbesar yang mempunyai penyebaran usaha menengah besar, terbesar adalah

Kota Semarang, Kabupaten Jepara, kota Surakarta, kabupaten Banyumas dan

kabupaten Klaten. Sedangkan 5 kabupaten kota dengan penyebaran usaha

terkecil adalah kabupaten Purbalingga, kabupaten Banjarnegara, kota Salatiga,

kabupaten Temanggung dan kota Magelang. Sedangkan untuk penyebaran usaha

mikro kecil dengan penyebaran terbesar adalah kabupaten Banyumas, kabupaten

Cilacap, kabupaten Brebes, kabupaten Kebumen, dan kota Semarang. Sementara

43

Page 44: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

penyebaran usaha mikro kecil dengan jumlah terendah adalah Kabupaten

Rembang, kota Pekalongan, kota Tegal, kota Salatiga dan kota Magelang.

Perkembangan usaha perusahaan di Jawa Tengah dari tahun 1986 sampai

tahun 1996 meningkat 37,71 % sedangkan dari tahun 1996 sampai tahun 2006

meningkat 29,82%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor jasa dan keuangan

sebesar 47,05% dari 291.990 usaha pada tahun 1996 menjadi 429.370 usaha pada

tahun 2006. Sementara sektor – sektor ‘lainnya’ mengalami pekembangan yang

paling kecil yaitu 12,92%.

Hasil Sensus Ekonomi tahun 2006 menunjukkan bahwa jumlah usaha/

perusahaan di Jawa Tengah menunjukkan bahwa terdapat 3.692.277 unit usaha.

Potensi tersebut menenpati urutan ketiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.

Berdasarkan kategori/ lapangan usaha, jumlah usaha/ kategori usaha perdagangan

yang tercatat adalah 1,58 juta unit atau 42,28% dari jumlah usaha yang ada di

Jawa Tengah. Lapangan usaha terbesar kedua adalah industri pengolahan yaitu

sebanyak 834 ribu unit ( 22,59%). Sedangkan jumlah usaha terendah adalah

lapangan usaha listrik, gas dan air minum yang hanya tercatat sebanyak 989 unit

usaha atau sekitar 0,03% dari total usaha. Secara detail sebaran sektor usaha di

Jawa Tengah menurut kategori adalah sebagai berikut :

44

Page 45: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Tabel 4.1

Sebaran Usaha menurut kategori / sektor usaha

No Kategori Jumlah Usaha Dist %

1 Pertambangan & penggalian 63.961 1,73%

2 Industri pengolahan 834.035 22,59%

3 Listrik gas dan air 989 0,03%

4 Konstruksi 10.607 0,29%

5 Perdagangan besar / eceran 1.581.020 42,82%

6 Akomodasi dan makan minum 451.876 12,24%

7 Transportasi, pergudangan dan komunikasi 320.418 8,68%

8 Perantara keuangan 14.634 0,40%

9 Real estate persewaan dan jasa perusahaan 78.251 2,12%

10 Jasa pendidikan 53.135 1,44%

11 Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 29.274 0,79%

12 Jasa kemasyarakatan dan sosial budaya 240.326 6,51%

13 Jasa perorangan yang melayani rumah tangga 13.751 0,37%

Jumlah 3.692.277 100,00%

Sumber : Sensus Ekonomi 2006

Dari hasil Sensus Ekonomi 2006, di Jawa Tengah terserap sejumlah 7,78

juta tenaga kerja yang tersebar di seluruh sektor ekonomi selain pertanian. Sektor

Industri Pengolahan dan Perdagangan menyerap tenaga kerja terbanyak, masing –

masing 2,64 juta orang dan 2,43 juta orang. Kedua sektor ini menyerap hampir

65% dari seluruh tenaga kerja di Jawa Tengah. Secara detail tenaga kerja

menurut kategori / sektor bisa ditunjukkan sebagai berikut :

45

Page 46: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Tabel 4.2

Tenaga Kerja menurut kategori / sektor di Jawa Tengah

No Kategori Jumlah Usaha Dist %

1 Pertambangan & penggalian 98.306 1,26%

2 Industri pengolahan 2.622.078 33,72%

3 Listrik gas dan air 21.015 0,27%

4 Konstruksi 59.471 0,76%

5 Perdagangan besar / eceran 2.432.552 0,76%

6 Akomodasi dan makan minum 709.913 9,13%

7 Transportasi, pergudangan dan komunikasi 418.635 5,38%

8 Perantara keuangan 117.662 1,51%

9 Real estate persewaan dan jasa perusahaan 168.470 2,17%

10 Jasa pendidikan 591.692 7,61%

11 Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 108.551 1,40%

12 Jasa kemasyarakatan dan sosial budaya 409.379 5,27%

13 Jasa perorangan yang melayani rumah tangga 17.576 0,23%

Jumlah 7.775.300 100,00%

Sumber : Sensus Ekonomi 2006

Di Propinsi Jawa Tengah apabila dilihat dari skala usaha, usaha mikro

yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu mencapai 67,02%, disusul usaha

kecil yang mencapai 19,74%. Kedua skala usaha tersebut ( mikro dan kecil ),

telah menampung tenaga kerja 86,76 % dari kesempatan kerja di luar sektor

pertanian. Usaha menengah dan besar masing – masing hanya menampung 5,12%

dan 7,82%. Secara rata – rata penyerapan tenaga kerja pada usaha kecil hanya

menyerap sekitar 3,02 tenaga kerja. Artinya secara rata – rata masing – masing

usaha kecil di Jawa Tengah menggunakan 3 orang tenaga kerja untuk melakukan

proses produksinya.

46

Page 47: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

B. Pembahasan dengan Analisis Data Envelopment Analysis

Pembahasan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis

DEA yaitu dengan membandingkan antara input dengan output yang berpengaruh

terhadap perkembangan usaha di suatu daerah. Dalam penelitian ini terdapat 2

target yang ingin dicapai untuk itu akan dilakukan dua pembahasan secara

terpisah.

B.1. Target nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja

Target yang ingin diraih adalah terserapnya tenaga kerja yang ada di

daerah, sehingga untuk melihat tingkat efisiensi dalam pengembangan ekonomi di

daerah yang digunakan sebagai variabel input adalah jumlah kredit yang

dikucurkan dan jumlah usaha yang ada baik dalam skala besar menengah, kecil

maupun mikro. Sedangkan yang menjadi variabel output adalah jumlah tenaga

kerja dan nilai tambah yang ada di daerah. Pemilihan kredit sebagai variabel input

dikarenakan kredit diharapkan akan bisa memberikan tambahan investasi yang

ada di daerah dan digunakan untuk usaha produksi sehingga akan mampu

menggerakkan roda perekonomian di daerah tersebut. Hal ini akan sinkron

dengan jumlah UMKM yang ada di daerah.

Dari data di lapangan diperoleh bahwa input dan otuput yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

47

Page 48: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Tabel 4.3

Data input output yang digunakan dalam analisis penelitian

No Nama Karesidenan Jml usaha TK Kredit Nilai Tambah

1 Banyumas 587947 1136796 54934646 39534725

2 Kedu 614987 1262518 47239197 18014529

3 Surakarta 711418 1553798 130757669 34819409

4 Pati 470795 1118785 91685418 35163487

5 Pekalongan 724789 1347222 71411300 26553634

6 Semarang 582341 1356181 226093023 44192866

Jumlah Propinsi 3692277 7775300 622121253 198278650

Sumber : Data lapangan diolah

Keterangan :

Variabel input Jumlah usaha dan kredit yang diberikan

Variabel output jumlah tenaga kerja dan nilai tambah

Setelah dilakukukan pengolahan dengan menggunakan analisis DEA

diperoleh hasil terdapat 2 daerah yang tidak efisien yaitu Karesidenan Surakarta

dan Karesidenan Pekalaongan yang mempunyai tingkat efisiensi 93,08 % untuk

karesidenan Surakarta dan 88,78% untuk karesidenan Pekalongan. Sumber

inefisiensi terjadi baik pada variabel input maupun output. Inefisiensi yang terjadi

pada variabel input menunjukkan bahwa terjadi pemborosan atau pengangguran

dari masing – masing variabel yang membentuk output, artinya di kedua daerah

tersebut masih harus dilakukan optimalisasi. Kebijakan yang dilakukan dimasing

– masing kabupaten/ kota yang berada di wilayah karesidenan harus bisa

disinkronkan agar bisa saling dukung untuk pengembangan bersama.

Secara rinci hasil perhitungan analisis DEA bisa ditunjukkan dalam tabel

berikut ini :

48

Page 49: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Tabel 4.4

Data input output yang digunakan dalam analisis penelitian

No Nama Karesidenan Efisiensi BENCHMARK

1 Banyumas 100,00 %

2 Kedu 100,00 %

3 Surakarta 93,08 % UKE 2 UKE 4

4 Pati 100,00 %

5 Pekalongan 88,78 % UKE 1 UKE 2 UKE 4

6 Semarang 100,00 %

Jumlah Propinsi

Sumber : Data lapangan diolah

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa karesidenan Surakarta akan

mencapai tingkat efisiensi bila mengacu pola pengembangannya pada

Karesidenan Kedu dan Karesidenan Pati. Sementara karesidenan Pekalongan akan

mencapai tingkat efisiensi maksimal apabila mengacu pada karesidenan

Banyumas, karesidenan Kedua dan Karesidenan Pati.

Apabila ditunjukkan satu persatu maka akan ditunjukkan hasil seperti

dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.5

Hasil pengolahan data di karesidenan Pekalongan dengan menggunakan DEA

Variabel Aktual Target To Gain Acheived

Jumlah usaha 724.789 681.731 5,9 % 94,1 %

Kredit 71.411.300 67.168.954 5,9 % 94,1 %

Tenaga Kerja 1.347.222 1.427.256 5,9 % 94,1 %

Nilai Tambah 26.553.634 28.131.111 5,9 % 94,1 %

Sumber : Data lapangan diolah

49

Page 50: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Dari hasil pengolahan data di lapangan bisa diketahui bahwa ternyata

sumber inefisiensi di karesidenan Pekalongan terletak di setiap lini baik input

maupun output. Di mana Jumlah usaha yang ada yaitu sebesar 724.789 bisa

menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi yaitu sebesar 28.131.111 dan juga

bisa menyerap tenaga kerja yang lebih banyak yaitu sebesar 1.427.256. Atau bisa

dikatakan dengan nilai tambah sebesar 26.553.634 bisa diciptakan hanya dengan

jumlah usaha sebanyak 681.731. Artinya telah terjadi pemborosan atau tidak

optimalnya usaha dalam menciptakan nilai tambah.

Berikut ini hasil pengolahan data untuk karesidenan Surakarta

Tabel 4.6

Hasil pengolahan data di karesidenan Surakarta dengan menggunakan DEA

Variabel Aktual Target To Gain Acheived

Jumlah usaha 711.418 685.937 3,6 % 96,4 %

Kredit 130.757.669 126.074.430 3,6 % 96,4 %

Tenaga Kerja 1.553.798 1.609.449 3,6 % 96,4%

Nilai Tambah 34.819.409 48.341.828 38,00 % 72,00%

Sumber : Data lapangan diolah

Dari hasil pengolahan data di lapangan bisa diketahui bahwa ternyata

sumber inefisiensi di karesidenan Surakarta terletak di setiap lini baik input

maupun output. Dari sisi jumlah usaha yang ada yaitu sebesar 711.418 hanya

menciptakan nilai tambah sebesar 34.819.309, padahal dengan kombinasi kredit

yang diberikan diharapkan bisa mencapai target nilai tambah sebesar

48.341.828 . Dari sisi tenaga kerja dengan kombinasi kedua input tersebut

seharusnya bisa menciptakan tenaga kerja 1.609.449 sementara yang saat ini

tercapai baru 34.819.409. Atau bisa dikatakan untuk menciptakan nilai tambaha

dan tenaga kerja sebesar aktul, cukup diperlukan jumlah usaha sebesar 685.937

50

Page 51: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

unit usaha dan kredit investasi sebesar 126.074.430 juta. Artinya telah terjadi

pemborosan atau tidak optimalnya usaha dan pemberian kredit dalam

menciptakan nilai tambah dan membuka / menyerap tenaga kerja.

Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa tingkat efisiensi tidak

ditunjukkan oleh besar kecilnya masing – masing variabel input dn otuput namun

lebih mengacu pada bagaimana masing – masing variabel bisa bersinergi untuk

menciptakan efisiensi sesuai dengan yang diharapkan.

B.2. Target Pertumbuhan nilai tambah

Pada penelitian dengan target ini, yang lebih ditekankan adalah besarnya

nilai tambah yang ada di masing – masing karesidenan yaitu dengan menggunaan

variabel nilai tambah sebagai variabel keluaran atau output sementara variabel

inputnya adalah jumlah usaha/ perusahaan yang ada di karesidenan tersebut,

jumah kredit yang disalurkan dan jumlah tenaga kerja yang ikut masuk dalam

usaha/ perusahaan tersebut.

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan alat analisis DEA maka

bisa diketahui bahwa terdapat 3 karesidenan yang belum mencapai tingkat

efisiensi yaitu karesidenan Kedu, karesidenan Surakarta dan kresidenan

Pekalongan. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa masing – masing

karesidenan tersebut mempunyai tingkat efisiensi yang relatif rendah

dibandingkan yaitu sebesar 52,99 % untuk karesidenan Kedu, 56,67% untuk

karesidenan Pekalongan dan 68,19% untuk karesidenan Surakarta.

51

Page 52: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Tabel 4.7

Data input output yang digunakan dalam analisis penelitian

No Nama Karesidenan Efisiensi BENCHMARK

1 Banyumas 100,00 %

2 Kedu 52,99 % UKE 1

3 Surakarta 68,19 % UKE 1 UKE 4 UKE6

4 Pati 100,00 %

5 Pekalongan 56,57 % UKE 1

6 Semarang 100,00 %

Jumlah Propinsi

Sumber : Data lapangan diolah

Dari hasil olahan data tersebut di atas, bisa diketahui bahwa masing –

masing daerah / karesidenan bisa mengacu pada daerah – daerah benchmark bila

akan mengoptimalkan inputnya agar bisa menghasilkan output yang efisien

khususnya dalam pengembangan ekonomi daerah.

Di dalam pembahasan berikutnya akan dilakukan dengan metode indept

interview, dengan jajaran terkait. Untuk itu maka akan ditunjukkan satu persatu

karesidenan yang belum mencapai tingkat efisiensi 100%, yaitu terdiri dari,

karesidenan Kedu, karesidenan Surakarta dan karesidenan Pekalongan. Seperti

dalam analisis sebagai berikut:

52

Page 53: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

B.2.1. Karesidenan Kedu

Pengolahan data di karesidenan Kedu diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.8

Hasil pengolahan data di karesidenan Kedu dengan menggunakan DEA

Variabel Aktual Target To Gain Acheived

Jumlah usaha 614.987 350.228 43 % 56 %

Tenaga Kerja 1.262.518 677.166 46,4% 53,6 %

Kredit 47.239.197 32.723.482 30,7% 69,3%

Nilai Tambah 18.014.529 23.550.054 30,7% 76,5%

Sumber : Data lapangan diolah

Dari hasil pengolahan data di lapangan bisa diketahui bahwa ternyata

sumber inefisiensi di karesidenan Kedu terletak di setiap lini baik input maupun

output. Di mana dengan jumlah usaha yang ada yaitu sebesar 614.987 , jumlah

tenaga kerja 1.262.518, Kredit sebesar 47.239.197 juta seharusnya bisa

menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi yaitu sebesar 23.550.054 juta bukan

hanya senilai 18.014.529 juta. Atau dengan kata lain untuk menciptakan nilai

tambah sebesar 18.014.529 juta tersebut, cukup dengan jumah usaha sebesar

350.228, tenaga kerja 677.166 dan kredit sebesar 32.723.482 juta. Artinya telah

terjadi pemborosan atau tidak optimalnya usaha , tenaga kerja dan kredit dalam

menciptakan nilai tambah.

53

Page 54: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

B.2.2. Karesidenan Pekalongan

Pengolahan data di karesidenan Pekalongan diperoleh hasil sebagai

berikut :

Tabel 4.8

Hasil pengolahan data di karesidenan Pekalongan dengan menggunakan DEA

Variabel Aktual Target To Gain Acheived

Jumlah usaha 724.789 504.097 30,4 % 69,6 %

Tenaga Kerja 1.347.222 974.673 27,7 % 72,3 %

Kredit 71.411.300 47.100.218 34 % 66 %

Nilai Tambah 26.553.634 33.896.535 27,7 % 78,3 %

Sumber : Data lapangan diolah

Dari hasil pengolahan data di lapangan bisa diketahui bahwa ternyata

sumber inefisiensi di karesidenan Pekalongan terletak di setiap lini baik input

maupun output. Di mana dengan jumlah usaha yang ada yaitu sebesar 724.789 ,

jumlah tenaga kerja 1.347.222, Kredit sebesar 71.411.634 juta seharusnya bisa

menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi yaitu sebesar 33.896.535 juta bukan

hanya senilai 26.553.634 juta. Atau dengan kata lain untuk menciptakan nilai

tambah sebesar 26.553.634 tersebut, cukup dengan jumah usaha sebesar 504.097,

tenaga kerja 974.673 dan kredit sebesar 47.100.218 juta. Artinya telah terjadi

pemborosan atau tidak optimalnya usaha , tenaga kerja dan kredit dalam

menciptakan nilai tambah.

54

Page 55: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

B.2.3. Karesidenan Surakarta

Pengolahan data di karesidenan Surakarta diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.8

Hasil pengolahan data di karesidenan Surakarta dengan menggunakan DEA

Variabel Aktual Target To Gain Acheived

Jumlah usaha 711.418 576.849 18,9 % 81,1 %

Tenaga Kerja 1.553.798 1.259.889 18,9 % 81,1 %

Kredit 130.757.669 106.024.190 18,9 % 81,1 %

Nilai Tambah 34.819.409 41.405.677 18,9 % 84,1 %

Sumber : Data lapangan diolah

Dari hasil pengolahan data di lapangan bisa diketahui bahwa ternyata

sumber inefisiensi di karesidenan Pekalongan terletak di setiap lini baik input

maupun output. Di mana dengan jumlah usaha yang ada yaitu sebesar 711.418 ,

jumlah tenaga kerja 1.553.798, Kredit sebesar 130.757.669 juta seharusnya bisa

menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi yaitu sebesar 41.405.677 juta bukan

hanya senilai 34.819.409 juta. Atau dengan kata lain untuk menciptakan nilai

tambah sebesar 34.819.409 tersebut, cukup dengan jumah usaha sebesar 576.849,

tenaga kerja 1.259.889 dan kredit sebesar 106.024.190 juta. Artinya telah terjadi

pemborosan atau tidak optimalnya usaha , tenaga kerja dan kredit dalam

menciptakan nilai tambah.

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan DEA maka bisa

diketahui bahwa di mana letak inefisiensi yang adalah dalam menciptakan output

yang diharapkan. Kondisi di lapangan dari 6 karesidenan yang ada di Jawa

Tengah, ternyata terdapat beberapa karesidenan yang belum mencapai efisiensi

secara optimal.

55

Page 56: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

C. Penghitungan Efisiensi pada sektor Industri dan Agro Industri

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat

berlimpah memerlukan pengelolaan yang cermat dan profesional. Sumber

daya alam Indonesia belum banyak memberikan kontribusi bagi

kesejahteraan rakyat Indonesia. Bahan baku pertanian baik yang berupa

hasil pertanian sendiri, hasil perikanan dan perkebunan merupakan modal

besar untuk mengembangkan negara ini menjadi negara yang memiliki

kekuatan untuk berkompetisi di perdagangan global. Berdasarkan

pengalaman beberapa saat yang lalu, ternyata produk pertanian

memberikan kontribusi bagi perkembangan perekonomian negara, sehingga

sangatlah tepat pengembangan agroindustri modern dan profesional di

Indonesia saat ini.

Sektor pertanian di Indonesia mengalami perubahan yang cukup

signifikan. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang terus tumbuh, sektor

Industri yang berkembang dengan cepat dan berubahnya pola pikir masyarakat di

Indonesia. Dengan terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 – 1999 pertumbuhan

penduduk yang dalam dasawarsa terakhir bisa ditekan dengan program Keluarga

Berencana ( KB ) sampai mencapai angka 1,5% pertahun, kembali melonjak

sampai mencapai 2,91% pada tahun 2001. Pertumbuhan jumlah penduduk

tersebut mempunyai dua konsekwensi yang bertolak belakang yaitu menuntut

pertambahan jumlah kebutuhan pangan dan yang kedua semakin dibutuhkannya

sarana perumahan yang otomatis akan mengurangi lahan pertanian. Sementara

sektor industri mempengaruhi pertanian dengan semakin banyaknya tenaga kerja

yang memilih terjun di sektor industri dibandingkan sektor pertanian, juga dari

sisi kebutuhan untuk lahan pabrik yang menyebabkan luas lahan untuk pertanian

berkurang cukup banyak.

56

Page 57: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Bagi Negara yang Sedang berkembang, di mana pertanian merupakan

bidang yang multidimensional tidak saja menyentuh masalah ekonomi dan

perdagangan tetapi juga berkait dengan masalah sosial kultural, beberapa hasil

keputusan tersebut dirasa sangat merugikan karena dengan tehologi yang masih

sangat terbatas dengan kata lain masih kalah jauh dengan tehnologi di negara

yang sudah maju, maka kebijakan tersebut akan menyebabkan hasil pertanian

dalam negeri terpinggirkan diserbu oleh hasil produksi dari negara yang sudah

maju.

Untuk mensinergiskan pembangunan sektor pertanian, perikanan dan

kehutanan, diperlukan rumusan strategi dan kebijakan Revitalisasi Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Revitalisasi pertanian mengan-dung arti

sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian

secara proporsional dan kontekstual; dalam arti menyegarkan kembali vitalitas;

memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam

pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain.

Revitalisasi bukan dimaksudkan membangun pertanian at all cost dengan

cara-cara yang top-dwon sentralistik; bukan pula orientasi proyek untuk

menggalang dana; tetapi revitalisasi adalah menggalang komitmen dan kerjasama

seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola pikir masyarakat melihat

pertanian tidak hanya urusan bercocok tanam yang sekedar hanya menghasilkan

komoditas untuk dikonsumsi

Dalam proses produksi pertanian, untuk dapat menghasilkan out put

diperlukan penggunaan berbagai input. Input (Mosher, 1981) diartikan sebagai

sesuatu yang digunakan dalam proses produksi untuk memperoleh hasil tertentu.

Berbagai upaya yang telah ditempuh, pada kenyataannya hasil pengujian usaha

tani dan penelitian teknis agronomis. Berbagai kendala yang belum dapat diatasi

oleh petani, menyebabkan rendahnya produktivitas dan pendapatan di tingkat

57

Page 58: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

usaha tani. Sehubungan dengan (Soekartawi, 1990) tingkat teknologi yang

diterapkan dalam berusaha tani belum memadai dalam memacu peningkatan

produktivitas dan kualitas produk komoditas pertanian untuk tujuan ekspor. Hal

ini karena sistem produksi komoditas belum mendukung pengembangan

agribisnis yang efisien.

Para ekonom pembangunan mempunyai konsensus bahwa laju

pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berkaitan dengan masalah

jumlah tapi juga berkait erat dengan masalah kesejahteraan manusia, karena tidak

hanya berdampak buruk terhadap suplai bahan pangan, namun juga semakin

membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa dan sumber

daya manusia.

Sebenarnya penurunan peranan sektor pertanian dan meningkatnya

peranan industri pengolahan merupakan hal yang lazim dalam transformasi

produksi. Namun menurut Agung Riyardi,2001, penurunan tersebut

menimbulkan permasalahan karena alasan sebagai berikut :

1. Sektor pertanian terkait erat dengan kehidupan sebagian besar masyarakat.

Bahkan sektor pertanian merupakan bagian integral dari ketahanan negara,

yaitu melalui food security ( ketahanan pangan ). Apabila sektor tanaman

pangan mengalami penurunan dan rendahnya hasil produksi, maka kebutuhan

pokok berupa makanan tidak terpenuhi. Untuk menutupi kekurangan produksi

maka dilakukan import yang dikhawatirkan akan menurunkan bargaining

power negara kita.

2. Di dalam sektor pertanian sendiri, masih terdapat hal-hal yang perlu

dipecahkan, yang muara permasalahnnya, menurut Mubyarto,1999, terdapat

pada pembangunan sektor pertanian yang tidak berkelanjutan. Tanda bahwa

pembangunan sektor pertanian ini tidak berkelanjutan adalah merosotnya

58

Page 59: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

harga hasil produksi sementara biaya produksi terus meningkat dan kedua

masih sedikitnya kepedulian pemerintah terhadap sektor pertanian.

Mubyarto dalam Reformasi Sektor Ekonomi, 1999, mengemukakan

bahwa dalam pertanian rakyat, revolusi hijau yang membuka peluang petani kecil

untuk mengadopsi berbagai tehnologi biologi dan kimia yang unggul ternyata

juga telah dijadikan ajang ‘pengerukan keuntungan’ perusahaan obat-obatan dan

pupuk kimia ‘modern’. Perusahaan modern ‘ agribisnis’ dan ‘agroindustri’ ini

melalui koneksi dengan pejabat-pejabat pemerintah dengan berbagai cara

‘berbisnis’ dengan petani padi dan tanaman lain dengan meraup keuntungan

besar.

Jadi dalam kegiatan pertanian yang mengacu pada ketahanan pangan,

bukan hanya permasalahan intensifikasi ( untuk daerah Jawa dan Bali ) dan

ekstensifikasi (Untuk daerah luar Jawa dan Bali ) yang terdiri atas penggunaan

bibit unggul, pupuk dan obat – obatan pemberantas hama, namun yang tidak kalah

penting adalah pola distribusi sarana – sarana tersebut untuk sampai kepada petani

dengan menggunakan mekanisme pasar yang adil.

Kompleksitas perolehan output (efektivitas) dan efisiensi faktor produksi

dipengaruhi oleh faktor produk, lingkungan, manusia dan proses (Sinungan,

1987). Keempat faktor tersebut berlangsung secara fungsional, artinya

peningkatan produktivitas ditentukan oleh kondisi optimal dari aplikasi keempat

faktor tersebut yang saling mempengaruhi.

a. Faktor Produk

Aplikasi faktor produk bagi petani dapat memberikan tanggapan atau

persepsi yang berbeda-beda. Dalam hal ini, apakah petani mengejar kualitas, atau

kuantitas dan atau kombinasi keduanya. Semua faktor tersebut akan

mempengaruhi produktivitas yang akan diperoleh. Faktor produk sangat berkaitan

erat dengan penggunaan input antara lain benih tanaman, pemupukan, pengairan

59

Page 60: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

dan penggunaan sarana produksi yang lain, termasuk di dalamnya pemanfaatan

tehnologi. Permasalahan yang tidak bisa ditinggalkan dalam faktor produk ini

adalah pengolahan pasca panen sehingga produk pertanian bisa tahan lebih lama.

b. Faktor Lingkungan

Selanjutnya berkaitan dengan kemajuan tehnologi terdapat 2 dampak bagi

kualitas hidup manusia. Yang pertama dengan adanya tehnologi maka

peningkatan secara materiil terjadi, bertambahnya pendapatan yang berdampak

pada peningkatan kualitas konsumsi seseorang yang pada gilirannya akan

meningkatkan GNP suatu negara. Dengan semakin tingginya pendapatan nasional

maka kemakmuran akan semakin tinggi, dan masyarakat akan semakin sadar akan

kebutuhan lingkungan yang sehat dan bersih. Yang kedua merupakan dampak

negatif dari kemajuan tehnologi yaitu adanya penurunan kualitas lingkungan yang

disebabkan oleh emisi rumah kaca dan limbah yang diakibatkan aktifitas produksi

maupun konsumsi. Hal – hal tersebut bisa memunculkan fenomena pemanasan

global yang akan menurunkan kualitas atmosfer di bumi. Pada akhirnya akan

kembali menurunkan kualitas hidup manusia. Faktor lingkungan harus

mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah dan masyarakat agar

pemanfaatannya bisa langgeng dan berwawasan ke depan.

c. Faktor Manusia

Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan

pelaksanaan tugas, akan tetapi juga merupakan suatu landasan untuk

mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di

sekitar kita untuk melancarkan pelaksanaan tugas, semakin tinggi tingkat

pendidikan maka semakin tinggi tingkat produktivitas kerja (Simanjuntak,1985).

Petani yang “melek huruf”, yang sekurang-kurangnya mengenyam

pendidikan dasar, dianggap lebih tanggap dalam menerima teknologi pertanian

60

Page 61: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

baru dibanding dengan petani-petani yang buta huruf (Todaro, 1987). Kemajuan

dalam tingkat pendidikan tentu akan menuntun seseorang untuk meningkatkan

pengalaman kerjanya, salah satu usaha untuk meningkatkan pendidikan tersebut

ditempuh melalui penyuluhan. Dari segi lain pengalaman berusaha tani

merupakan guru yang paling baik, yang akan mempengaruhi perilaku seseorang

di dalam meningkatkan produktivitas.

Untuk mencapai tujuan pendidikan setiap yang belajar harus mendapatkan

pengalaman yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk berlatih

melakukan perilaku seperti yang dimaksudkan, dengan demikian pengalaman

belajar akan mempengaruhi aktivitas dalam usaha tani (Sugarda, 1975).

Penyuluhan berupa pemberian pendidikan dan pelatihan bagi petani merupakan

hal sangat penting. Hal ini erat kaitannya dengan corak usaha tani yang subsistem,

di mana kepala keluarga juga bertindak sebagai manajer usaha tani. Sebagai

manajer usaha tani akan tetap berusaha sesuai dengan tingkat kemampuannya

untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya termasuk modal usaha tani.

d. Faktor Proses

Faktor proses yang mempengaruhi produktivitas ditekankan pada

penggunaan teknologi yang diterapkan petani dengan variasi-variasi tertentu.

Pengukuran yang dilakukan adalah melalui efisiensi ekonomi faktor-faktor

produksi yang bekerja sama dengan input lainnya secara multikatif.

Pembangunan pertanian dalam kerangka system agribisnis merupakan

suatu rangkaian dan keterkaitan dari :

1. Sub agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu seluruh kegiatan

ekonomi yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer

(usahatani);

61

Page 62: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

2. Sub agribisnis usahatani (on-farm agribusiness) atau pertanian primer,

yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi dan sub agribisnis hulu

untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Sub ini di Indonesia

disebut pertanian;

3. Sub agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi

yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik

bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir

(finished product);

4. Sub jasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub

agribisnis di atas.

Pengembangan usaha agribisnis merupakan upaya meningkatkan

kuantitas, kualitas menajemen, dan kemampuan untuk melakukan usaha secara

mandiri, dan memanfaatkan perluan pasar dari pelaku agribisnis. Pelaku utama

agribisnis adalah petani dan dunia usaha meliputi usaha rumah-tangga, usaha

kelompok, koperasi, usaha menengah, maupun usaha besar. Pelaku agribisnis

tersebut merancang, merekayasa dan melakukan kegiatan agribisnis itu sendiri

mulai dari identifikasi pasar yang kemudian diterjemahkan kedalam proses

produksi. Pemerintah memberikan fasilitas dan mendorong berkembangnya

usaha-usaha agribisnis tersebut.

Salah satu industri agrobisnis besar di Indonesia adalah pada sektor

pangan. Industri pangan merupakan industri yang merubah input dari hasil

pertanian berupa produk pangan menjadi produk pangan yang bernilai tambah dan

dapat diterima oleh konsumen. Industri pangan memegang peranan penting dalam

memasok kebutuhan pangan suatu daerah serta meningkatkan perekonomian

masnyarakat.

62

Page 63: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Di Indonesia, industri pangan sangat berpengaruh terhadap ketahanan

pangan Badan Pusat Statistik (BPS) pernah mengeluarkan hasil risetnya pada

tahun 2004 bahwa sumbangsih perdagangan dalam negeri banyak diperankan oleh

UKM. Dari seluruh produksi UKM yang sebesar Rp 1.107,54 triliun, sekitar Rp

439,86 triliun atau 39,72 persennya berasal dari nilai produksi yang diberikan

UKM berbasis pangan. Jadi, sudah seharusnya perhatian tertuju pada kekuatan

UKM dalam membangun ketahanan pangan di Indonesia.

Dunia umumnya dan Bangsa Indonesia khususnya saat ini sedang dilanda

oleh kenaikan harga pangan. Menurut penelitian The Economic Research Service di

AS yang dipublikasikan majalah Amber Waves terbitan 1 Februari 2008,

fenomena global faktor penyebab naiknya harga pangan adalah: pertama, karena

lebih banyak penduduk yang mampu mengonsumsi makanan dalam jumlah yang

lebih; dan kedua, karena beberapa komoditi pangan digunakan sebagai bahan

bakar.

Hal yang paling ditakutkan adalah kenaikan harga pangan yang terjadi saat

ini dapat mempengaruhi stabilitas produksi industri pangan di Indonesia

mengingat bahan baku industri pangan mengalami kenaikan. Apabila hal tersebut

terjadi maka dapat mempengaruhi suplai produk pangan dari industri ke

konsumen baik kuantas maupun kualitasnya. Bila stabilitas industri pangan di

Indonesia menurun akibat kenaikan harga pangan maka dapat mengakibatkan

penurunan pasokan produk makanan olahan serta dapat meningkatkan harga

produk. Bila pasokan produk pangan rendah akan berpengaruh terhadap

ketahanan pangan daerah.

Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, maka bisa ditarik kesimpulan

bahwa sebenarnya masalah agrobisnis harus memperoleh tanggapan yang cukup

serius dalam kerangka pengembangan ekonomi lokal. Pemerintah daerah

menyadari hal tersebut sehingga menempatkan agro industri sebagai salah satu

63

Page 64: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

titik sentral pengembangan ekonomi. Namun banyak pendapat yang menyatakan

bahwa bahwa agro industri belum mampu menyaingi industri manufaktur. Untuk

itu maka akan dicoba untuk melakukan uji efisiensi terhadap kedua jenis industri

tadi khususnya di Jawa Tengah.

Berdasarkan data BPS bisa diketahui bahwa perkembangan industri dan

agroindustri pada 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Tabel 4.9

Perbandingan unit usaha menurut Jenis Industri di Jawa Tengah tahun 2002 –

2006

Jenis Industri 2002 2003 2004 2005 2006

Agroindustri 324.619 324. 709 324.778 324.796 324.836

Besar 220 225 254 262 268

Kecil & Menengah 324.399 324.484 324.524 324.534 324.568

Industri 319.599 319.645 319.660 319.905 319.948

Besar 469 470 472 486 496

Kecil & Menengah 319.130 319.175 319.188 319.419 319.452

Sumber : data Jawa Tengah Dalam Angka tahun 2007

Tabel di atas menunjukkan perbandingan jumlah unit usaha antara industri

manufaktur dengan agroindustri. Secara jumlah agroindustri mempunyai jumlah

unit usaha yang lebih banyak khususnya dalam industri kecil dan menengah.

Namun untuk industri pada skala besar, jumlah unit usaha industri manufaktur

lebih banyak bahkan hampir dua kali lipat dibandingkan agroindustri. Hal ini

menunjukkan bahwa agroindustri lebih banyak dilakukan oleh usaha kecil

menengah yang bersifat home industri.

Pada tabel 4.10 berikut akan ditunjukkan perbandingan tenaga kerja antara

industri manufaktor dan agroindustri. Ternyata penyerapan tenaga kerja untuk

industri manufaktur lbih banyak dibandingkan dengan agroindustri. Namun yang

terjadi adalah sebaliknya, untuk industri manufaktur lebih banyak tenaga keja

64

Page 65: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

pada skala industri kecil menengah namun pada agroindutsri lebih banyak pada

usaha besar. Hal ini menunjukkn bahwa industri besar pada manufaktu lebih

cenderung bersifat pada modal sementara pada agroindustri lebih banyak pada

padat tenaga kerja. Untuk lebih jelas bisa dilihat pada tabel 4.10 berikut ini :

Tabel 4.10

Perbandingan banyaknya tenaga kerja menurut jenis industri di Jawa Tengah 2002

- 2006

Jenis Industri 2002 2003 2004 2005 2006

Agroindustri 1.389.664 1.399.264 1.424.744 1.441.834 1.460.217

Besar 439.362 444.362 444.382 444.402 449.039

Kecil Menengah 950.302 954.902 954.902 997.432 1.011.178

Industri 1.727.503 1.737.503 1.737.503 1.773.815 1.797.890

Besar 119.584 122.584 122.584 134.769 136.175

Kecil Menengah 1.607.919 1.614.919 1.614.919 1.639.046 1.661.635

Sumber : data Jawa Tengah Dalam Angka tahun 2007

Tolok ukur input yang berikutnya dalah nilai investasi yang dimasukkan

pada masing – masing industri seperti ditunjukkan pada tabel 4.11 berikut ini.

Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai investasi untuk industri manufaktur

khususnya skala besar jauh lebih banyak dibandingkan agrobisnis, hampir tiga

kali lipat. Hal ini sejalan dengan analisis di atas bahwa pada sektor indutsri

manufaktur lebih ditekankan pada padat modal, khususnya untuk alat – alat dan

pengembangan tehnologi. Secara lebih detail, data investasi akan ditunjukkan

dalam tabel berikut ini :

65

Page 66: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Tabel 4.11

Perbandingan nilai investasi menurut jenis industri di Jawa Tengah 2002 - 2006

Jenis Industri 2002 2003 2004 2005 2006

Agroindustri 3.635.044 3.724.164 3.741.003 3.911.230 3.946.441

Besar 3.142.544 3.202.544 3.218.568 3.378.485 3.400.800

Kecil & Menengah 492.500 521.620 522.435 532.745 545.641

Industri 9.733.148 9.823.789 9.860.768 9.990.399 9.980.614

Besar 9.091.745 9.151.745 9.175.644 9.058.272 9.118.102

Kecil & Menengah 641.403 672.044 685.124 842.127 862.512

Sumber : data Jawa Tengah Dalam Angka tahun 2007

Pada sisi output akan dilihat dari nilai produksi yang berhasil dibukukan

oleh masing – masing jenis industri. Terjadi hal yang cukup menggembirakan

bahwa meskipun nilai investasi kalah jauh dibandingkan dengan industri

manufaktur, namun dalam nilai produksi yang dihasilkan ternyata tidak terdapat

selisih yang cukup signifikan antara industri manufaktur dengan agroindustri.

Untuk lebih detail bisa ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.12

Perbandingan nilai produksi menurut jenis industri di Jawa Tengah 2002 - 2006

Jenis Industri 2002 2003 2004 2005 2006

Agroindustri 8.930.589 8.972.167 9.078.975 9.126.071 9.209.298

Besar 6.595.236 6.625.236 6.724.243 6.710.689 6.763.299

Kecil & Menengah 2.335.353 2.346.931 2.354.732 2.415.382 2.445.999

Industri 12.697.148 12.730.335 12.851.331 12.882.069 12.997.252

Besar 9.792.456 9.812.456 9.932.546 9.947.284 10.025.267

Kecil & Menengah 2.904.692 2.917.879 2.918.785 2.934.785 2.971.985

Sumber : data Jawa Tengah Dalam Angka tahun 2007

66

Page 67: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Dari data – data di atas, akan diuji dengan menggunakan analisis DEA

sebagai berikut dengan menggunakan variabel input berupa jumlah usaha, jumlah

tenaga kerja dan nilai investasi sementara untuk variabel outputnya adalah nilai

produksi yang dibukukan. Sebagai data yang akan diuji akan digunakan data

tahun terakhir yaitu tahun 2006. Untuk unit kegiatan ekonomi akan dibedakan

menjadi 4 yaitu usaha kecil menengah untuk agroindustri, usaha besar untuk

agroindustri, usaha kecil menengah untuk industri manufactur dan usaha besar

untuk industri manufactur.

Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.13.

Hasil pengolahan data untuk industri manufaktur & agroindustri

No Jenis Usaha Efisiensi BENCHMARK

1 Agro besar 100,00 %

2 Agro kecil menengah 100,00 %

3 Manufaktur besar 100,00 %

4 Manufaktur kecil menengah 97,29 % UKE 1 UKE 2

Sumber : data diolah

Dari hasil pengolahan data di lapangan diperoleh bahwa ketiga jenis usaha

sudah efisien, hanya untuk usaha kecil menengah pada industri manufaktur belum

efisien dengan tingkat inefisiensi sebesar 2,61%. Sedangkan sumber – sumber

inefisiensinya adalah pada semua lini baik input maupun output. Untuk lebih jelas

akan ditunjukkan pada tael 4.14 berikut ini :

67

Page 68: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Tabel 4.14

Hasil pengolahan data industri manufaktur skala kecil menengah dengan

menggunakan DEA

Variabel Aktual Target To Gain Acheived

Jumlah usaha 319.452 315.072 1,4% 98,6%

Tenaga Kerja 1.661.635 1.023.906 38,4% 61,6%

Nilai Investasi 862.512 850.686 1,4% 98,6%

Nilai Produksi 2.971.985 3.012.733 1,4% 98,6%

Sumber : Data lapangan diolah

Dari hasil pengolahan data di lapangan diperoleh bahwa ternyata

inefisiensi yang dialami oleh industri manufaktur pada skala kecil adalah pada

semua lini baik input yang terdiri atas jumlah usaha, tenaga kerja dan nilai

investasi maupun out yaitu pada nilai produksi. Sedangkan sumber inefisiensi

terbesar adalah pada tenaga kerja. Secara lebih detail terdapat perbandingan

antara aktual dengan target seperti di atas, untuk jumlah usaha, seharusnya untuk

memperoleh output sebesar 2.971.985, cukup dengan menggunakan jumlah usaha

sebesar 315.072, tenaga kerja sebesar 1.023.906 dan nilai investasi 850.686. Atau

bisa juga dengan mengatakan bahwa dengan menggunakan variabel input jumlah

usaha sebesar 319.452, tenaga kerja 1.661.635, nilai investasi sebesar 862.512

seharusnya bisa memperoleh target nilai produksi sebesar 3.012.733.

Sumber inefisiensi terbesar pada industri manufaktur skala kecil

menengah tersebut adalah pada input tenaga kerja. Ini berkaitan langsung bahwa

seharusnya industri manufaktur lebih tepat untuk padat kapital yaitu tehnologi dan

mesin – mesin dibandingkan dengan padat tenaga kerja.

68

Page 69: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

D. Analisis dengan menggunakan Indept Interview

Dari hasil pembahasan tersebut di atas diperoleh bahwa ternyata

karesidenan yang belum mencapai optimal atau efisiensi 100 % adalah

Karesidenan Kedu, Pekalongan dan Surakarta. Sedangkan yang usdah efisien

adalah Karesidenan Banyumas, Karesidenan Semarang dan Karesidenan Pati.

Setelah dilakukan pemilihan sampel dengan metode random, maka berhasil

terpilih bahwa kabupaten Semarang akan mewakili karesidenan Semarang dan

kabupaten Sragen akan mewakili karesidenan Surakarta.

Indept interview di kabupaten Semarang melibatkan kepala biro

perekonomian Ir Agus; Soepardjo, SH ; Humas Kabupaten Semarang ; Dwi

Kusnanto staf dinas Pemberdayaan masyarakat dan desa. Sedangkan untuk

kabupaten Sragen adalah dengan Bupati Sragen Untung Wiyono, Asisten II

bidang Ekonomi dan Pembangunan Dra Endang dan kepala biro perekonomian

Budi Trapsilo.

Mekanisme yang dilakukan dalam indept observation adalah dengan

memberikan beberapa alternatif perencanaan pengembangan ekonomi lokal yang

selama ini telah digagas baik oleh pemerintah pusat maupun oleh lembaga lain.

Beberapa model yang ditunjukkan adalah sebagai berikut :

1. Model Pengembangan Ekonomi Lokal Pasrtisipatif. Merupakan model yang

digagas oleh PDPP ( Program Dasar Pembangunan Partisipatif ) kerjasama

antara pemerintah daerah dengan US Aid. Dalam model ini, pola

pengembangan ekonomi lokal yang partisipatif tersebut di atas, menempatkan

usaha mikro kecil menengah menjadi basis atau dasar di mana tujuan

utamanya adalah untuk meningkatkan usaha mikro kecil menengah dengan

berbagai fasilitas pendukung meliputi lembaga keuangan, pelayanan bisnis,

trading house, Non Government Services, Asosiasi, Pendidikan dan

penelitian. Adapun pelibatan masyarakat dalam model ini adalah sebagai

69

Page 70: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

subyek utama dalam pengembangan ekonomi melalui musyawarah mufakat

antar berbagai stakeholder yang ada di daerah. Urutan kegiatan dalam

Pengembangan ekonomi lokal partisipatif ini adalah sebagai berikut :

a. Pemilihan klaster, Klaster diterjemahkan sebagai suatu lingkungan

kegiatan sejenis yang secara luas terhampar, tersistem dan

mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan yang

lain dalam bentuk kemitraan.. Pendekatan klaster adalah

memberdayakan kelompok kegiatan ekonomi melalui integrasi

vertikal yaitu membina jaringan kemitraan dari produsen primer,

pengumpul, produsen barang ( baik barang jadi, maupun setengah

jadi ) hingga eksportir. Tahapan pemilihan klaster dimulai dengan

identifikasi potensi ekonomi daerah yang merupakan penjabaran

dari program – program kunci atau unggulan di masing – masing

kabupaten/ kota.

b. Identifikasi regulasi di daerah. Dalam pengembangan ekonomi

lokal tentu tidak akan terlepas dari kebijakan – kebijakan yang ada

di daerah, untuk itu diperlukan adanya identifikasi berbagai

regulasi baik yang mendukung pengembangan ekonomi lokal

khususnya yang berbasis UMKM ataupun justru yang menghambat

pengembangan ekonomi lokal.

c. Identifikasi permasalahan yang ada di lapangan mulai dari bahan

baku, permodalan, proses produksi, pemasaran sampai dengan

pengembangan sumber daya manusianya serta berbagai sarana

pendukung atau fasilitasi yang ada di daerah.

70

Page 71: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

d. Upaya – upaya atau alternatif yang bisa digunakan dalam

menyelesaikan berbagai permasalahan dalam pengembangan

ekonomi lokal

e. Pembentukan kemitraan antar stakeholde ryang ada di daerah

f. Melakukan promosi cluster dengan berbagai upaya mulai dari

pameran, pembuatan website, trading house dan sebagainya

g. Pembuatan repliksi cluster manakala cluster awal sudah dianggap

berhasil. Apabila digambarkan secara diagram pola kerjasama

kemitraan yang direncanakan dalam PDPP adalah seperti di

bawah ini :

Kemitraan Swasta, Masyarakat, Pemda

Pendidikan, Penelitian

Trading House

NGS: Assosiasi., LSM

Eksporter

Pengusaha

UMKM/ Pengrajin

Cluste

rs

Pelayanan BisnisLembaga Keuangan

Gambar 4.1. Pengembangan ekonomi lokal partisipatif

71

Page 72: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

2. Model Pemberdayaan masyarakat dengan Program Lifeskills

Gambar 4.2. Pola pemberdayaan dengan Lifeskills

Program lifeskills adalah suatu suatu pola yang memberikan keahlian

kepada masyarakat sasaran dalam hal ini adalah pemuda - pemuda yang produktif

namun pada posisi menganggur atau setengah menganggur. Mereka dibekali

dengan berbagai ketrampilan sesuai dengan kondisi daerah, khususnya pada

ketersediaan bahan baku. Wujud program ini adalah masyarakat diberikan

pelatihan produksi dan peningkatan kualitas produk, sampai dengan pemasaran.

Kemudian, peserta akan diberikan dana bergulir bagi modal awal produksi.

Sehingga diharapkan di akhir program masyarakat bisa mandiri dan menjadi

wirausaha baru.

72

Pengemb Lifeskills PemerintahPerencana, regulator, donatur

Dana Program

Instrumen, penyalur dana

PTN, PTS,LSM, Implementator

Pendampingan pelatihan pelaksanaan & pengembangan usaha

AdministratifUsaha Ekonomi Produktif dari masyarakat

Masyarakat Obyek & subyek

Page 73: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

3. Model pemberdayaan masyarakat dengan tabungan kesejahteraan dan kredit

usaha ( Takesra Kukesra )

Program Takesra dan Kukesra dimaksudkan untuk memberikan

bantuan kepada keluarga miskin namun bukan berada di daerah yang miskin.

Bentuk bantuan bukan berupa pemberian uang secara tunai namun dengan

pinjaman atau berupa tabungan. Program ini dimaksudkan untuk merangsang

masyarakat miskin untuk tidak hanya berperilaku konsumtif namun juga

produktif. Mekanisme ini mengkaitkan masyarakat dengan budaya menabung.

Adapun skema atau pola kemitraan dalam program Takesra Kukesra

adalah :

73

Pemerintah, Perencana

Swasta, perorangan & prusahaan

YDSM Donatur

Bantuan Takesra Rp 2000 bonus Rp 2000

Masyarakat, subyek & obyek

Usaha Ekonomi Produktif

Aktivitas menabung Rp

25.000

Pinjaman KukesraRp 250.000,-

BRI Implementator & Penyeleksi

Page 74: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Dalam indept interview, pemerintah daerah ditunjukkan 3 model

tersebut dan dilakukan wawancara serta diskusi secara mendalam dengan pihak –

pihak terkait model manakah yang paling sesuai dengan program pengembangan

ekonomi yang sudah dilakukan oleh masing – masing pemerintah daerah.

Ataukah pemerintah daerah mempunyai satu model tertentu dalam pemberdayaan

ekonomi masyarakatnya.

Dari indept interview diperoleh hasil sebagai berikut :

D.1. Kabupaten Sragen

Pada masa pemerintahan Bupati Untung Wiyono, pengembangan ekonomi

partisipatif diberikan satu tempat tersendiri. Program – program yang

menyebabkan ketergantungan masyarakat seperti bantuan langsung tunai, dan

beras untuk rakyat miskin dipangkas dan digantikan program – program yang

bersifat produktif. Sumber – sumber pendanaan untuk program diperoleh dengan

partisipasi masyarakat dan gotong royong. Terdapat beberapa program yang

partisipasi masyarakat antara lain :

a. Jimpitan yaitu penyisihan beras yang dilakukan oleh masyarakat tanpa kecuali

dan hasilnya digunakan untuk berbagai kepentingan umum. Pada kondisi ini,

maka pemberian beras untuk rakyat miskin dikelola oleh masyarakat setempat

dengan memanfaatkan beras jimpitan yang diperoleh dari warga. Apabila

ternyata dalam masyarakat tersebut tidak terdapat rumah tangga miskin maka

beras jimpitan akan dikumpulkan dalam bentuk uang yang akan digunakan

sebagai kas RT atau dana pembangunan desa.

b. Ukirwati, yaitu sumbangan sukarela dengan besaran Rp 1.000 perhari yang

dikumpulkan oleh PNS di lingkungan Pemkab Sragen. Dana tersebut akan

digunakan ntuk sosial yang bersifat produktif, sebagai wujud bantuan bagi

masyarakat yang akan membuka usaha mandiri. Dana tersebut ternyata

74

Page 75: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

jumlahnya cukup banyak dan signifikan bagi pengembangan usaha

masyarakat.

c. BAZ, Badan Amil Zakat, yang dikelola oleh pemerinatha daerah khususnya

dalam pengumpulan zakat maal, infaq dan shodaqoh. Dana ini digunakan

sebagai sarana untuk pegentasan kemiskinan.

Selain ketiga kegiatan yang bersifat permodalan atas partisipasi

masyarakat, pemerintah kabupaten Sragen juga memberikan berbagai kemudahan

dalam memperoleh dana dari perbankan dengan membentuk satgas KKMB

(Konsultan Keuangan Mitra Bank ) yang bekerjasama dengan Bank Indonesia dan

jajaran Perbankan Umum khsususnya yang mempunyai wilayah kerja di

kabupaten Sragen.

Sebagai wujud komitmen pembangunan yang berwawasan ekspor, maka

pemerintah Kabupaten Sragen membentuk Cluster – cluster, khususnya untuk

Batik, di daerah Masaran dan Meubel / furniture di Kalijambe. Kedua Cluster

tersebut dilengkapi dengan faslitas trading house dan show room yang akan

mendekatkan hubungan antara produsen dengan buyer ( pembeli ). Cluster

tersebut sudah berjalan cukup bagus dan memiliki nilai ekspor yang cukup tinggi

dan bisa menggiatkan ekonomi daerah.

Bertitik tolak dari hasil indept interview tersebut, maka bisa disimpulkan

bahwa Kabupaten Sragen mengadopsi model pemberdayaan ekonomi lokal

partisipatif pada nomor 1 tersebut di atas dengan memberikan modifikasi pada

penguatan pendanaan melalui partisipasi masyarakat yang bersifat sukarela.

D.2. Kabupaten Semarang

Kabupaten Semarang merupakan kabupaten yang cukup unik karena

mempunyai wilayah yang sangat luas dan terpencar – pencar sehingga memiliki

ola yang berbeda – beda untuk setiap bagian wilayahnya. Misalnya daerah

75

Page 76: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Ungaran., Bergas, Pringapus dan Bawen yang terkenal memiliki industri besar

maupun menengah yang sangat banyak, yang nadi perekonomiannya banyak

tersentral pada industri. Meskipun konsekwensinya adalah padat modal atau lebih

banyak menggunakan alat – alat tehnologi sehingga tidak berorientasi pada padat

tenaga kerja. Sebagai gambaran industri besar yang menyerap investasi lebih dari

3 trilyun rupiah ternyata hanya mampu menyerap tenaga kerja sejumlah 55.275

orang, sementara industri kecil yang hanya menyerap investasi sebesar 1 milyar

rupiah ternyata mampu mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 21.003 tenaga

kerja. ( www.semarang.go.id. 2008).

Sedangkan beberapa daerah di kabupaten Semarang merupakan daerah

pertanian, misalnya Ambarawa yang diperkuat dengan dibangunnya Sub Terminal

Agribisnis yang berfungi menjembatani pertemuan antara produsen (dalam hal ini

petani ) dengan pedagang. Selain itu pemerintah juga menerapkan adanya

program PUSPAHATI ( Pos Usaha Pelayanan Agensia Hayati ) yang

dimaksudkan untuk melayani petani dalam membuat pestisida nabati dan agensia

hayati.

Berangkat dari perbedaan yang cukup mencolok tersebut maka

pemerintah kabupaten Semarang yang mempunyai visi Intanpari, mencoba

mengembangkan pola pengembangan ekonomi lokal partisipatif namun belum

disertai dengan komitmen pemerintah terhadap pendanaan dan juga partisipasi

masyarakat dalam hal bantuan pendanaan.

Dari hasil uraian tersebut di atas, maka terlihat bahwa kabupaten Sragen

yang mewakili karesidenan Surakarta mencoba memperbaiki taraf hidup

masyarakatnya dengan mengembangkan ekonomi lokal partisipastif berbasis pada

swadaya masyarakat. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya kesadaran bahwa

kabupaten Sragen merupakan daerah yang secara geografis kurang strategis dan

secara sumber daya alam juga kurang bagus, sehingga mereka lebih giat dalam

76

Page 77: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

mengembangkan kemampuan daerahnya agar mampu untuk bersaing dengan

wilayah kabupaten / kota yang lain. Dalam kerangka pegembangan efisiensi,

pemerintah kabupaten Sragen juga membuka pelayanan OSS ( One Stop Service )

yang diharapkan akan merangsang bagi investor untuk masuk dan

mengambangkan usaha di kabupaten Sragen.

Sedangkan kabupaten Semarang dengan sumberdaya alam dan potensi

ekonomi yang kuat ternyata kurang bergairah dalam pengembangan ekonomi

lokal dan pemerintah daerahnya kurang memiliki komitmen dalam pengembangan

usaha kecil menengah dibandingkan dengan kabupaten Sragen. Hal ini mungkin

juga disebabkan karena kondisi daerah yang sudah mencapai titik efisiensi.

77

Page 78: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penelitian untuk melihat bagaimana model sinergisitas yang dilakukan oleh

pemerintah daerah dalam kerangka pengembangan ekonomi lokal partisipatif

ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Di Propinsi Jawa Tengah dengan menggunakan karesidenan untuk

mengukur tingkat efisiensi diperoleh bahwa ternyata apabila target

outputnya adalah tenaga kerja dan nilai tambah ternyata terdapat dua

karesidenan yang belum efisien yaitu Karesidenan Pekalongan dan

Karesidenan Surakarta.

2. Apabila dilakukan pengujian dengan DEA untuk sektor industri

manufaktur dan agrobisnis baik dalam skala usaha besar maupun dalam

skala usaha kecil menengah, diperoleh hasil bahwa ternyata yang belum

mencapai titik efisien adalah industri manufaktur dengan skala kecil

menengah

3. Hasil pemilihan model sinergisitas dengan menggunakan indept terhadap

dua kabupaten terpilih yaitu kabupaten Sragen dan kabupaten Semarang

diperoleh hasil bahwa pilihannya adalah pada model pemberdayaan

ekonomi lokal partisipastif namun dengan menggunakan beberapa

modifikasi. Untuk kabupaten Sragen modifikai yang dilakukan adalah

dengan pendanaan dari perbankan menggunakan satgas KKMB dan

pendanaan swadaya masyarakat dengan BAZ, Ukirwati dan jimpitan.

Untuk daerah kabupaten Semarang,namun belum memasukkan unsur

pendanaan baik dengan komitmen pemerintah maupun dengan partidipasi

masyarakat

78

Page 79: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

B. SARAN

Dari hasil uraian di atas. Maka bisa diberikan saran sebabagi berikut :

1. Karesidenan yang belum efisien harus berusaha untuk meningkatkan

tingkat efisiensi pada masing – masing kabupaten / kota seperti yang telah

dilakukan oleh kabupaten Sragen. Sedangkan untuk daerah yang sudah

mempunayi efisiensi 100% jangan terlena untuk tidak melakukan

pengembangan usahanya.

2. Industri manufaktur pada skala kecil menengah belum mencapai tingkat

efisinesi 100% dikarenakan kelemahan di sisi tenaga kerja. Sehingga

diperlukan adanya berbagai macam pelatihan dalam kerangka peningkatan

kapabilitas dan kompetensi tenaga kerja itu sendiri. Dengan pengkatan

kompetensi diharapkan akan mampu memenuhi target seperti yang

diharapkan.

3. Model sinergisitas yang dipilih oleh dua kabupaten mengharuskan adanya

peran utuh dari semua stakeholder daerah yang terlibat. Untuk diperlukan

Komitmen – komitmen pemerintah, yang harus dibangun dalam rangka

mengembangkan ekonomi lokal yang bersifat partisipatif.

79

Page 80: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ghofur, 2004. Analisis Potensi Usaha pengrajin Sentra Industri Kecil Garmen. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Program Magister Manajemen Universitas muhammadiyah Jakarta (UMJ), Jakarta.

Ahmad Passay, 1989, “Implikasi Sosial ekonomi Penduduk di Indonesia yang menua 1980 – 2000 “ Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Ambar Teguh Sulistyani, 2004, “Kemitraan dan Model – Model Pemberdayaan”, Gaya Gava Media, Yogyakarta

Arief Sritua, 2000, Ekonomi Kerakyatan : “Pemberdayaan Masyarakat secara nasional dan daerah”, Mei 2000

Ibrahim, Maulana. 2004. Mendorong Peran UMKM Dalam Pertekonomian Indonesia di Masa Depan. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 september 2004.

Krisna Wijaya, 2005 Kredit Mikro Bukan Hibah, Harian Kompas, Selasa, 1 Maret.

Lincolin Arsyad, 1999, “Ekonomi Pembangunan”, STIE YKPN, Yogyakarta

Pusat Antar Universitas (PAU) UGM, 2005. Modul Metodologi Penelitian Empiris DEA, Yogyakarta

Rudjito, 2003, Peran Lembaga Keuangan Mikro Dalam Otonomi Daerah Guna Menggerakkkan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemiskinan: Studi Kasus Bank Rakyat Indonesia, Jurnal Keuangan Rakyat Tahun II, Nomor 1, Jogjakarta

Sofyan, I. 1999. Skema Pengembangan Entrepreneurship dan Usaha Kecil Melalui Program Inkubator Bisnis di Perguruan Tinggi. Usahawan. 7(28): 14-19.

80

Page 81: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Sondakh, Lucky W, 1994, “Pembangunan Daerah Dan Perekonomian Rakyat, Beberapa Ketimpangan Antar kelompok Masyarakat’, Agustus 1994

Todaro Michael, 1999, “Pembangunan Ekonomi di dunia Ketiga”, Ghalia Indonesia, Jakarta

TKP3 KPK, 2004, ”Akar Kemiskinanan Ketidakberdayaan Masyarakat”, Jakarta

TKP3 KPK, 2004, ”Informasi Dasar Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)”, Jakarta

TKP3 KPK, 2004, ”Masalah Kemiskinan dan Kompleksitas Penanggulangannya”, Jakarta

Tim PPKP. 2000. Penelitian Potensi, Preferensi dan Perilaku masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. LPP UNDIP: Semarang

Tim PSEKP. 2004. Identifikasi Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya LDR di Daerah Istimewa Yogyakarta. PSEKP UGM: Yogyakarta.

Wijono, Wiloejo W. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan.

www.bps.go.id

www.detik.com

www.google.co.id

www.kompas.com

www.mapi.or.id

81

Page 82: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Abstraksi

Pembangunan bidang UKM, secara eksplisit ditujukan pada upaya untuk mewujudkan bangsa yang berdaya-saing dalam rangka memperkuat perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global. Selaras dengan RPJP tahun 2005-2025, pemerintah telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-2009 yang memuat tiga agenda penting sebagai pijakan untuk mencapai tujuan pembangunan, salah satunya adalah mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera. Pemerintah telah memberikan perhatian yang besar terhadap upaya pemberdayaan koperasi dan UKM. Konsekuensinya upaya pemberdayaan UKM menangung beban berat untuk membuktikan sebagai bagian penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan daya saing ekonomi nasional, yaitu pertama Program penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif. Kedua Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif. Ketiga Program Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif. Selain komitmen dan perencaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, juga dibutuhkan adanya komitmen dari pemerintah daerah dalam menentukan model sinergisitas dalam rangka pengembangan ekonomi di daerah.

Penelitian ini dilakukan secara bertahap, tahap pertama adalah dengan melakukan uji secara DEA yaitu untuk menentukan daerah mana yang sudah mencapai efisiensi 100% dalam pengembangan ekonominya dan daerah mana yang belum. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah karesidenan. Setalah ditemukan daerah tersbut maka akan dilakukan indept interview pada masing – masing daerah sampel terpilih dengan melibatkan unsur pemerintahan dan stakeholder yang lain.

Dari hasil pengujian dengan menggunakan DEA diperoleh bahwa karesidenan yang belum mencapai titik efisiensi adalah karesidenan Surakarta dan karesidenan Pekalongan. Untuk itu dilakukan indept interview kepada daerah yang sudah efisien dan belum . Dari hasil pemilihan diperoleh sampel daerah yang belum efisien adalah kabupaten Sragen, sementara yang sudah efisien adalah kabupaten Semarang. Hasil indept interview kepada stakeholder daerah menunjukkan bahwa kabupaten Sragen memilih model pengembangan ekonomi lokal partisipatif dengan menambah modifikasi pada permodalan baik swadaya atau partisipasi masyarakat maupun melalui Perbankan Umum. Sedangkan kabupaten Semarang dengan menggunakan model yang sama namun tanpa adanya komitmen untuk akses pada permodalan. Hal ini dimungkinkan karena kesadaran dari pemerintah Sragen sehingga menggairahkan roda perekonomian, sementara kabupaten Semarang terlena oleh kekayaan sumber daya alamnya sehingga tidak terlalu aktif dalam pengembangan ekonomi lokal.

Kata Kunci : DEA, Pengembangan ekonomi lokal, Indept Interview

82

Page 83: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN KOMPETITIF FAKULTAS EKONOMI

UNS DIPA TAHUN 2008

1 a. Judul Penelitian : Model Sinergisitas Dalam

Pengembangan Ekonomi Lokal

Berbasis UMKM

b. Bidang Ilmu : Ekonomi

2 Ketua Tim peneliti pengusul

a. Nama : Izza Mafruhah, SE, Msi

b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. NIP : 132 300 215

d. Pangkat/ Jabatan : III C / Lektor

e. Fakultas/ Jurusan : Ekonomi/ Ekonomi Pembangunan

3 Jumlah tim peneliti : 2 orang

4 Lokasi Kegiatan : Jawa Tengah

5 Waktu Penelitian : Tahun 2008

6 Biaya penelitian : Rp 19.350.000

Mengetahui

Ketua P4M

DR. Rahmawati, M.Si, AktNIP.

Surakarta, 25 Agustus 2008

Ketua Peneliti

Izza Mafruhah, SE, MS.iNIP. 132 300 215

Menyetujui

Ketua LPPM UNS

Mengetahui

Pembantu Dekan I FE UNS

83

Page 84: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Prof DR Sunardi, MScNIP. 130 605 279

Drs Sutomo, MS

NIP 131 387 888

84

Page 85: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

LAPORAN PENELITIAN

Model Sinergisitas Dalam Pengembangan

Ekonomi Lokal Berbasis UMKM

Oleh :

Izza Mafruhah, SE, Msi

Siti Khoiriyah, SE, M.Si

Dibiayai DIPA Fakultas Ekonomi UNS

Tahun 2008

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

April 2008

85

Page 86: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

CURRICULUM VITAE KETUA PENELITI

Nama Lengkap : Izza Mafruhah, SE, M.Si

Tempat/ Tanggal lahir : Yogyakarta, 23 Maret 1972

Alamat : Jl Mayor Sunaryo no 32 Sukoharjo phone

( 0271 )593263

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Kawin

Pekerjaan : Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pendidikan terakhir : Pasca sarjana

RIWAYAT ORGANISASI

NO TAHUN ORGANISASI JABATAN

1 2003 - skrg Masyarakat Ekonomi Syari’ah Surakarta (MES ) Bendahara

2 2003 - skrg Pusat Informasi dan Pembangunan Wilayah

(PIPW) LPM UNS

Anggota

3 2003 - skrg Pusat Pengembangan Ekspor ( PPE ) Fak

Ekonomi UNS

Bendahara

4 2004 - skrg Jaringan Insan Mandiri Dewan Manajemen

5 2005 - 2006 Pusat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

LPPM UNS

Sekretaris

6 2006 - 2007 Pusat pengembangan Sumber Daya Manusia

LPPM UNS

Sekretaris

7 2007 - 2009 Tim Pengembang LPPM UNS Pengembangan

investasi

8 2007 - 2009 Kantor Humas dan Kerjasama Universitas Sebelas

Maret Surakarta

Task Force bidang

Kerjasama Dalam

Negeri

86

Page 87: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

RIWAYAT PENDIDIKAN

NO TAHUN PENDIDIKAN TEMPAT

1 2000 Pasca sarjana dalam Ekonmi Pembangunan

konsentrasi pengembangan ekonomi regional

Universitas Gadjah

Mada

2 1994 Sarjana dalam Ekonomi Jurusan Ekonomi

Pembangunan

Universitas Sebelas

Maret Surakarta

Kegiatan profesional / judul karya Ilmiah yang pernah ditulis

PENELITIAN & TULISAN ILMIAH

NO JUDUL TULISAN TAHUN

1 Analisis Daya Dukung Lahan dan kualitas Lingkungan di Kabupaten Karanganyar.

Didanai DIPA LPPM UNS

2006

2 Pembuatan Naskah akademik bagi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanian di

kabupaten Karanganyar, didanai DPRD Kabupaten Karanganyar ( dalam proses

finishing )

3 Analisis Efisiensi Kinerja Perbankan di Indonesia Berdasarkan rating 20 bank

dengan kinerja sangat baik tahun 2005, Di danai Dirjen Pendidikan Tinggi,

Departemen Pendidikan Nasional

2006

4 Kajian Pemanfaatan Subsidi Langsung Tunai di Daerah Pertanian ( Jawa Tengah).

Didanai Deputi I Bidang Kesejahteraan Sosial, Kementrian Koordinator Bidang

Kesejahteraan Rakyat RI

2006

5 Pembuatan naskah akademik bagi Rancangan Peraturan Daerah tentang Kemitraan di

Kabupaten Boyolali, didanai DPRD Kabupaten Boyolali

2006

6 ANALISIS PEMBENTUKAN UNI MONETER ASEAN-5 DENGAN

PENDEKATAN PARITAS INTERNASIONAL DALAM HUBUNGAN

KESEIMBANGAN NILAI TUKAR JANGKA PANJANG (1980– 2002), Di danai

Dirjen Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional

2005

7 Analisis Efisiensi Kinerja Perbankan ( Perbandingan antara Bank Swasta dan Bank 2005

87

Page 88: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Pemerintah ) tahun 2005 didanai Diknas Jateng

8 Pengaruh Faktor – faktor ekonomi dan non ekonomi dalam Penawaran Tenaga Kerja

Wanita Indonesia ke luar negeri di kabupaten Karanganyar didanai Dirjen

Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional

2005

9 Analisis Faktor – factor yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat se eks

karesidenan Surakarta selama krisis ( tahun 1998 – 2001). Di danai Dirjen

Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional

2004

10 Analisis Kesiapan Propinsi Kalimantan Timur dalam Implementasi pelaksanaan

otonomi Daerah, Studi Kasus Kabupaten Kutai, 2000

2000

11 Hubungan Antar Variabel pada Instrumen kebijakan Fiskal, Studi Kasus Negara

Singapura

1999

12 Analisis Daya Dukung Lahan dan Indeks Kualitas Hidup Manusia, Studi Kasus

Kabupaten Magelang

1998

13 Faktor – Faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja wanita di Kotamadya

Surakarta Didanai Kopertis Wilayah V Yogyakarta

1998

ARTIKEL DAN BUKU DIPUBLIKASIKAN / DITERBITKAN

NO JUDUL ARTIKEL JURNAL TAHUN

1 Analisis efisiensi Kinerja Perbankan di Indonesia ( Studi

Perbandingan bank swasta & nasional ) di jurnal Optima

Vol 3 No 2

ISSN 1693-5888.

Terakreditasi SK

55/DIKTI/ Kep/ 2005

Maret

2006

2 Pengujian Kausalitas Granger dan Simultanitas Terhadap

Hubungan Antar Variabel Dalam Instrumen Kebijakan

Fiskal : Studi Kasus Negara Singapura

Jurnal Ilmu Ekonomi &

Pembangunan FE UNS

ISSN : 1412-2200 Vol 3

N0 1

Nov 2003

3 Membumikan Konsep Syari’ah dalam Ekonomi

Berbasisi Kerakyatan ( Baitul Maal Wat Tamwil Sebagai

Sebuah Solusi )

Jurnal Ekonomi

Pembangunan FE UMS

ISSN : 1411-6081 Vol 3

Des 2002

88

Page 89: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

No 2

4 Perubahan Paradigma Pembangunan Daerah di Indonesia Jurnal Ekonomi

Pembangunan FE UMS

ISSN : 1411-6081 Vol 3

No 2

Des 2001

5 Kemiskinan dan Kesejahteraan Jurnal Ekonomi

Pembangunan FE UMS

ISSN : 1411- 6081 Vol

1 N0 1

Juni 2000

6 Buku Profil Pengusaha di Daerah Binaan LPM UNS,

Desa Serenan

Diterbitkan UNS Press

ISBN : 979-498-220-2

Desember

2004

7 Buku Matematika Bisnis ( sudah cetakan kedua ) Diterbitkan UNS Press

ISBN : 979-498-238-5

Januari

2005

8 Buku Kajian Pemanfaatan Subsidi Langsung Tunai di

daerah Pertanian ( Propinsi Jawa Tengah )

Diterbitkan UNS Press,

ISBN 979-498-306-3

Juni 2006

9 Naskah Akademik Raperda Pertanian Kabupaten

Karanganyar

Dtiterbitakan UNS Press,

ISBN 979-498-339-X

Des 2006

10 Naskah Akademik Raperda Pendidikan Kabupaten

Karanganyar

Dtiterbitakan UNS Press,

ISBN 979-498-342-X

Jan 2007

SEMINAR / LOKAKARYA / PELATIHANNO NAMA KEGIATAN STATUS KEIKUT

SERTAAN

TAHUN

1 Pelatihan Pembentukan BMT Tingkat Dasar kerjasama

MES – ATC

Instruktur 2003

2 Pelatihan Pembentukan BMT Tingkat Menengah

Kerjasama MES – ATC

Instruktur 2004

3 Pelatihan Ekonomi Islam kerjasama KEI FE UNS –

BSM

Instruktur 2004

4 Pelatihan AMOS-LISREL Peserta 2004

5 Pelatihan Digital Peserta 2004

6 Workshop Perbankan Syari’ah Peserta 2004

89

Page 90: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

7 Pelatihan Usaha Kecil Menengah Tk Dasar Instruktur 2004

8 Pelatihan Usaha Kecil Menengah Tk Menengah Instruktur 2004

9 Seminar Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Ketegaran

Tingkat Upah serta Implementasinya dalam

Perekonomian Daerah

Peserta 2004

10 Workshop Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Nasional dan Daerah ( SPKN & SPKD ) tingkat regional

III ( Jawa, Kalimantan dan Bali )

Tim pemateri 2004

11 Focus Group Disscussion Usaha Mikro Kecil Menengah

LPM UNS

Penyaji 2004

12 Penyusunan Potensi daerah kerjasama UNS dengan

BAPEDA Klaten

Supervisor 2003

13 Penelitian kerjasama FE UNS dengan British Council

dalam Management Based School di 4 Kabupaten di

Jawa Tengah

Koordinator surveyor 2003

14 Program Lifeskill Peningkatan Ketrampilan Pengrajin

Handycraft di Serenan Klaten

Koordinator kegiatan 2004

15 Pendampingan Program Dasar Pembangunan Partisipatif

pada Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif di

Kabupaten Klaten, Kerjasama CPP PIPW LPPM UNS –

Perform RTI – Pemda Klaten

Pendamping 2004

16 Pendampingan Program Dasar Pembangunan Partisipatif

pada Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif di

Kabupaten Magelang, Kerjasama CPP PIPW LPPM

UNS – Perform RTI – Pemda Magelang

Pendamping 2004

17 Pendampingan Program Dasar Pembangunan Partisipatif

pada Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif di

Kabupaten Purworejo, Kerjasama CPP PIPW LPPM

UNS – Perform RTI – Pemda Purworejo

Pendamping 2004

18 Survey The Cost of Doing Bisnis, kerjasama dengan

LPEM FE UI

Supervisor 2005

19 Penyusunan Data Base Profil pengusaha di daerah Ketua Tim 2004

90

Page 91: A - Ekonomi Pembangunan | Izza Mafruhah · Web viewStrategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi harus diganti yang berorientasi pemerataan ekonomi dan pertumbuhan sosial.

Serenan

20 Survey Management Based On School kerjasama FE

UNS-British Council- LPRM UI

Supervisor 2003

21 Pembentukan Integrasi line Bisnis dan Pusat Pelatihan

Perkayuan dan kewirausahaan LPPM UNS

Koordinator 2005

22 Diskusi Ilmiah Menuju Perusahaan Negara yang sehat Ketua panitia 2005

23 Bussines Meeting Pengembangan Wirausaha Baru Ketua Panitia 2005

24 Program Lifeskills Pola 100 juta dengan judul

Pemanfaatan Limbah Kayu menjadi Kerajinan

Handicraft didanai Dirjen PLS Departemen Pendidikan

Nasional tahun 2005

Koordinator 2005

25 Program Lifeskills Pola 300 juta dengan Judul

pembentukan Information Training And Consulting

Based On Information technology and Communication.

Didanani Dirjen PLS Departemen Pendidikan Nasional

tahun 2006

Koordinator 2006

26 Talk Show Strategi Meraih Kerja yang Prospektif,

Himaseta Pertanian UNS

Pembicara 2005

27 Seminar Nasional Ekonomi Syari’ah “Revitalisasi

Sistem Ekonomi Syari’ah untuk Memberdayakan

Ekonomi Bangsa” Dalam Rangka Dies Natalis UNS ke

31 tahun 2007

Pembicara 2007

91