88-95-1-PB
-
Upload
arie-nugraha-arrpho -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of 88-95-1-PB
-
7/28/2019 88-95-1-PB
1/8
Vol.14.No.1.Th.2007 The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity
The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity on Vitality of Female Mud
Crab (Scylla olivacea)
Muhammad Yusri Karim*
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanudin
Jl. Pongkalis I No. 15A Makasar
Email:
ABSTRACT
Back ground: Mud crab which inhabits estuaries and mangrove swamps is of commercial importance and cultured inmany tropical countries. A research to know the effect of osmotic at various medium salinity on vitality of female mud
crab (Scylla olivacea) ie: survival rate, specific growth rate, and biomass production.
Methods: The research was carried out in Center for Brackishwater Aquaculture Development, Takalar Regency, South
Sulawesi Province during 90 days. Complete randomized design with 4 treatments of salinity and 3 replicated wasperformed. The treatments were: 15, 20, 25, and 30 ppt that each equal to 432.66; 578.52, 726.20, and 875.46 mOsm/L
H2O of medium osmolarity. Analysis of variance and Tukey test were used to reveal the effect of treatments.
Result: The result showed that medium osmotic gave effect very siginificant (p < 0.01) on specific growth rate and
biomass production but not significant (p > 0.05) on survival rate of female mud crab (S. olivacea).
Key word : Vitality, mud crab, osmotic, salinity
Pengaruh Osmotik pada Berbagai Tingkat Salinitas Media terhadap Vitalitas Kepiting Bakau (Scylla
olivacea)Betina
ABSTRAK
Latar belakang: Kepiting bakau merupakan biota perairan bernilai ekonomis penting penghuni estuaria dan mengrove
dan telah dibudidayakan secara komersial di beberapa negara tropis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipengaruh osmotik pada berbagai tingkat salinitas media terhadap vitalitas kepiting bakau (Scylla olivacea) meliputi :
tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot spesifik harian, dan produksi biuomassa.Metode: Penelitian dilaksanakan di Balai budidaya Air Payau, Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan selama 90
hari. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan salinitas dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiriatas salinitas 15; 20, 25, dan 30 ppt yang masing-masing setara dengan 432,66; 578,52; 726.20 dan 875,46 mOsm/L
H2O osmolaritas media. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji Tukey digunakan untukmengetahui perbedaan antar perlakuan.
Kesimpulan: Hasil penelitian memperlihatkan bahwa osmotik media berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) pada lajupertumbuhan bobot spesifik harian, dan produksi biomassa kepiting bakau, akan tetapi tidak berpengaruh nyata (p >
0,05) pada tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau (S. olivacea)betina.
Kata kunci : vitalitas, kepiting bakau, osmotik, salinitas
65
* Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin
-
7/28/2019 88-95-1-PB
2/8
Karim Jurnal Protein
PENDAHULUAN
Kepiting bakau merupakan salah satusumberdaya hayati perairan bernilai ekonomis
tinggi, penghuni daerah estuaria dan mangrove
(Fratini dan Vannini, 2002). Jenis biota ini telah
dibudidayakan secara komersial di beberapa
negara tropis (Hamasaki et al., 2002). Kepiting
bakau telah dikenal baik di pasaran dalam negeri
maupun luar negeri karena rasa dagingnya yang
lezat dan bernilai gizi tinggi yakni mengandung
berbagai nutrien penting seperti mineral dan asam
lemak-3 (Catacutan, 2002).
Kebutuhan konsumen akan kepiting bakau
selama ini sebagian besar masih dipenuhi darihasil penangkapan di alam yang sifatnya
fluktuatif.
Seiring dengan meningkatnya permintaan
konsumen akan kepiting terutama di pasaran
internasional membawa implikasi terhadap upaya
untuk memproduksi kepiting bakau melalui
budidayanya secara intensif. Dari empat spesies
kepiting bakau yang terdapat di perairan
Indonesia, Scylla olovacea merupakan salah satu
diantaranya yang potensial untuk dibudidayakan.
Spesises ini memeliki kelebihan kepiting betina
sudah matang gonad pada ukuran lebar karapas 8
cm.
Tolak ukur keberhasilan budidaya kepiting
bakau adalah produksi kepiting yang ditunjukkan
oleh pertumbuhan yang pesat dalam waktu
singkat dan tingkat kelangsungan hidup yang
tinggi. Secara fisiologis, pertumbuhan hanya
dapat terjadi apabila terdapat kelebihan energi,
setelah energi melalui pakan yang dikonsumsi
dikurangi dengan kebutuhan energi untuk
berbagai aktivitas. Adanya perubahan kondisi
lingkungan terutama salinitas akan berpengaruhpada besaran energi yang dikonsumsi dapat lebih
besar atau lebih kecil daripada energi yang
dibelanjakan terutama untuk keperluan
osmoregulasi
Salinitas merupakan salah satu faktor
lingkungan yang berpengaruh pada vitalitas
organisme karena merupakan masking factorbagi
organisme akuatik yang dapat memodifikasi
peubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan
pengaruh yang berdampak osmotik terhadap
osmoregulasi dan bioenergetik organisme akuatik
(Gilles dan Pequeux, 1983; Ferraris et al., 1986).
Dalam hal ini, salinitas akan berpengaruh pada
pengaturan ion-ion internal, yang secara langsung
memerlukan energi untuk transpor aktif ion-ionguna mempertahankan lingkungan internal. Hal
ini sangat berpengaruh pada proses fisiologis yang
dapat berakibat pada mortalitas kepiting. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan vitalitas agar resiko kematian dapat
dikurangi. Vitalitas adalah kemapuan organisme
untuk hidup, tumbuh, memanfaatkan pakan dan
berperan dalam lingkungannya.
Upaya untuk meningkatkan vitalitas
kepiting perlu dilakukan guna menghasilkan
kepiting dengan pertumbuhan yang pesat dan
tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Daripermasalahan tersebut dapat dinyatakan bahwa
untuk menghasilkan pertumbuhan kepiting bakau
yang maksimal diperlukan media pemeliharaan
dengan tingkat kerja osmotik yang minimal. Hal
tersebut hanya dapat dicapai apabila kepiting
dipelihara pada medium dengan salinitas
optimum sehingga mampu meningkatkan vitalitas.
Mengingat bahwa S. olivacea merupakan salah
satu spesies kepiting yang potensial untuk
dibudidayakan dan salinitas optimum untuk
pertumbuhannya belum dapat ditentukan maka
perlu dilakukan pengkajian tentang vitalitaskepiting bakau (S. olivacea) yang dipelihara pada
berbagai salinitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh osmotik pada berbagai tingkat salinitas
media terhadap vitalitas kepiting bakau (S.
olivacea) meliputi tingkat kerja osmotik, tingkat
kelangsungan hidup, laju pertumbuhan, dan
produksi biomassa. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi sumbangan informasi
pengetahuan mengenai peran salinitas pada usaha
budidaya kepiting bakau khususnya pada S.
olivacea.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Balai
Budidaya Air Payau (BBAP) Kecamatan
Galesong Selatan, Takalar, Sulawesi Selatan
berlangsung selama 90 hari.
Penelitian menggunakan wadah berupa
akuarium kaca berukuran panjang, lebar dan
tinggi masing-masing 75 x 75 x 50 cm berjumlah
12 buah yang diisi air media sesuai perlakuan
66
-
7/28/2019 88-95-1-PB
3/8
Vol.14.No.1.Th.2007 The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity
setinggi 25 cm. Akuarium tersebut dilengkapi
dengan pompa aerasi. Setiap akuarium disekat
menjadi 6 bagian kecil yang masing-masing
berukuran 37.5 x 25 cm. Pada setiap bagian
akuarium yang disekat, sebagian dasarnya diberi
pasir setebal 10 cm.
Hewan uji yang digunakan adalah kepiting
bakau betina dengan bobot tubuh 25 sampai 30 g
dan lebar karapas 3 sampai 4 cm per ekor.
Kepiting tersebut didatangkan dari perairan
Takalar, Sulawesi Selatan. Sebelum ditebar ke
wadah penelitian, kepiting uji terlebih dahulu
diadaptasikan sesuai dengan salinitas dan pakan
perlakuan selama 7 hari. Kepiting uji ditebar
dengan kepadatan 1 ekor per sekat atau 6 ekor per
wadah yang dipelihara selama 90 hari. Sebelum
ditebar ke wadah penelitian terlebih dahuludilakukan penimbangan bobot dengan
menggunakan timbangan elektrik berketelitian
0.001 g. Selama penelitian berlangsung kepiting
diberi pakan berupa ikan rucah. Pemberian
dilakukan setiap hari sebesar 10% dengan
frekuensi pemberian 2 kali sehari yakni pada
pukul 06.00 dan 18.00.
Sumber air yang digunakan terdiri atas air
laut bersalinitas 35 sampai 38 ppt, yang diperoleh
dengan cara evaporasi dan air tawar. Stok air laut
diambil dari perairan pantai Galesong Selatan,
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Sebelumdievaporasi, stok air laut tersebut diendapkan
terlebih dahulu selama 24 jam. Air tawar
diperoleh dengan cara melakukan destilasi
terhadap air sumur bor di Balai Budidaya Air
Payau Takalar. Untuk mendapatkan media
perlakuan sesuai dengan salinitas yang diinginkan
maka dilakukan teknik pengenceran dengan air
tawar. Pengenceran dilakukan dengan
berpedoman pada rumus yang digunakan Anggoro
(1993) sebagai berikut :
S2 = (a x S1)/(n + a)dimana S2 adalah tingkat salinitas yang
diinginkan (ppt), S1 adalah tingkat salinitas air
laut yang akan diencerkan (ppt), a adalah volume
air laut yang diencerkan (L), dan n adalah volume
air tawar yang perlu ditambahkan (L).
Untuk menjaga kualitas air media
penelitian, maka sisa-sisa pakan dan kotoran
kepiting uji setiap hari dibuang dengan cara
menyipon. Penyiponan dilakukan dengan
menggunakan selang plastik berdiameter 5/16
inch. Agar kualitas air media senantiasa berada
dalam ambang batas kelayakan hidup kepiting
bakau, maka dilakukan pergantian air sebanyak
25% setiap hari dan 75% setiap lima belas hari.
Untuk mempertahankan salinitas perlakuan, maka
dilakukan pengukuran salinitas pada setiap pagi
dan sore sehari dengan menggunakan hand
refraktometer. Jika terjadi peningkatan salinitas,
maka dilakukan penambahan air tawar sampai
salinitas media sesuai dengan perlakuan
Penelitian dirancang dengan pola rancangan
acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan
salinitas dengan masing-masing 3 ulangan. Ke
empat perlakuan salinitas tersebut yaitu : 15; 20;
25 dan 30 ppt yang masing-masing setara dengan
432,66; 578,52; 726.20 dan 875,46 mOsm/L H2O
osmolaritas media.
Parameter yang diamati adalah tingkat kerja
osmotik, tingkat kelangsungan hidup, lajupertumbuhan bobot spesifik harian, dan produksi
biomassa kepiting bakau betina. Tingkat kerja
osmotik kepiting ditentukan dari perbedaan antara
nilai osmolaritas hemolimfe kepiting dan
osmolaritas media perlakuan (Lignot et al., 2000).
Pengukuran osmolaritas dilakukan dengan
menggunakan osmometer (SOP OSMOTAT 30)
dan rumus Wheaton (1977).
Tingkat kelangsungan hidup kepiting uji
dihitung dengan menggunakan rumus (Huynh dan
Fotedar 2004)
SR = Nt/No x 100dimana SR adalah tingkat kelangsungan hidup
kepiting uji (%), No adalah jumlah kepiting uji
pada awal penelitian (ekor), dan Nt adalah jumlah
kepiting uji yang hidup pada akhir penelitian
(ekor).
Laju pertumbuhan bobot spesifik harian
dihitung dengan rumus (Changbo et al. 2004)
SGR = (ln Wt ln Wo)/t x 100
dimana SGR adalah laju pertumbuhan bobot
spesifik harian (%), Wo adalah bobot rata-rata
kepiting bakau pada awal penelitian (g), Wtadalah bobot rata-rata kepiting bakau pada waktu t
(g), dan t adalah lama pemeliharaan (hari).
Produksi biomassa kepiting setiap
perlakuan dihitung berdasarkan perkalian antara
bobot rata-rata individu dan jumlah kepiting yang
hidup pada akhir penelitian (Karim, 2002).
Selama penelitian berlangsung dilakukan
pengukuran beberapa parameter fisika kimia air
media pemeliharaan yaitu suhu, oksigen terlarut,
pH, amoniak, dan nitrit. Suhu diukur dengan
menggunakan termometer air raksa, pH dengan
pH meter, oksigen terlarut dengan DOmeter,
67
-
7/28/2019 88-95-1-PB
4/8
Karim Jurnal Protein
kadar amoniak, dan nitrit dengan
spektrofotometer.
Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan
uji respon. Uji Tukey digunakan untuk
membandingkan perbedaan antara perlakuan.
Selanjutnya untuk mengetahui bentuk serta
keeratan sebagai efek perlakuan dilakukan analisis
teknik regresi-korelasi (Steel dan Torrie, 1993).
Sebagai alat bantu untuk melaksanakan uji
statistik tersebut digunakan paket program SPSS
versi 12.0. Adapun peubah kualitas air yang
diperoleh dianalisis secara diskriptif berdasarkan
kelayakan hidup kepiting bakau.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Osmolaritas dan Tingkat Kerja
Osmotik
Salinitas merupakan salah satu faktor
lingkungan yang berpengaruh pada kehidupan
organisme akuatik termasuk kepiting bakau.
Salinitas media melalui perubahan
osmolaritas media air akan menentukan
tingkat kerja osmotik (beban osmotik) yang
dialami kepiting dan akan mempengaruhi
tingkat pembelanjaan energi. Efek lanjutnya
akan menentukan tingkat kelangsungan hidup
dan pertumbuhan kepiting.
Hasil pengukuran osmolaritas
hemolimfe, osmolaritas media, dan tingkat
kerja osmotik (TKO) kepiting bakau betina
(S. olivacea) pada berbagai salinitas media
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Osmolaritas hemolimfe (OH), osmolaritas media (OM), dan tingkat kerja osmotik
(TKO) kepiting bakau betina (S. olivacea) pada berbagai salinitas media
Osmolaritas
(mOsm/L H20)
Salinitas (ppt) (n = 3)
15 20 25 30
OM 432,66 0,00d 578,72 0,00c 726,20 0,00b 875,46 0,00a
OH 608,92 2,31d 660,13 2,56c 713,76 5,31b 762,39 2,38a
TKO 170,34 2,07a 78,86 1,57c 20,45 2,48d 115,57 5,23b
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata padataraf uji 5% (p < 0,05)
Osmolaritas media merupakan penentu
tingkat kerja osmotik yang dialami kepiting.
Osmolaritas media makin besar dengan
peningkatan salinitas. hal tersebut disebabkan
peningkatan konsentrasi ion-ion terlarut. Sifat
osmotik dari media bergantung pada seluruh
ion yang terlarut di dalam media tersebut.
Dengan semakin besarnya jumlah ion terlarut
di dalam media. tingkat kepekaan osmolaritas
larutan akan semakin tinggi pula. sehinggaakan menyebabkan makin bertambah
besarnya tekanan osmotik media. Demikian
pula halnya dengan osmolaritas hemolimfe
kepiting yang meningkat secara linier dengan
peningkatan salinitas media. Fenomena yang
sama diperoleh Ferraris et al. (1986), Chen
dan Chia (1997), Chen dan Lin (1998),
Lemaire et al. (2002), dan Huynh dan Fotedar
(2004) pada krustase spesies Scylla serrata,
Penaeus stylirostris, P.laticulatus yang
osmolaritasnya meningkat dengan
peningkatan salinitas media. Peningkatan
osmolaritas tersebut berkaitan dengan
mekanisme osmoregulasi yang dilakukan
kepiting. Osmoregulasi merupakan
mekanisme adaptasi lingkungan yang penting
bagi organisme akuatik khususnya krustase
(Lignot et al., 1999; Huynh dan Fotedar
2004).
Nilai osmolaritas media (YOM) dan
hemolimfe (YOH) berbanding lurus dengan
salinitas media (X). mengikuti persamaanYOM = -6,660 + 29,380x (r2 = 0,99) dan YOH =
454,980 + 10,281x (r2= 0,99). Dari persamaan
hubungan salinitas dengan osmolaritas media
dan hemolimfe tersebut memperlihatkan
korelasi positif yang kuat.
Tingkat kerja osmotik yang dialami
kepiting bakau sebanding dengan perbedaan
osmolaritas antara media dan cairan tubuh
(hemolimfe). Pada media dengan tingkat kerja
osmotik di luar kisaran isoosmotik, kepiting
melakukan kerja osmotik untuk keperluan
osmoregulasi. Hal tersebut menyebabkan
68
-
7/28/2019 88-95-1-PB
5/8
Vol.14.No.1.Th.2007 The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity
pembelanjaan energi untuk osmoregulasi
tinggi sehingga mengurangi porsi energi
untuk pertumbuhan. Kepiting bakau termasuk
organisme akuatik euryhaline (Chen dan
Chia, 1997). memiliki kemampuan untuk
menjaga lingkungan internalnya dengan cara
mengatur osmolaritas (kandungan garam dan
air) pada cairan internalnya. Dengan
demikian, kepiting bakau akan bersifat
hiperosmotik terhadap lingkungannya apabila
berada pada media bersalinitas rendah dan
hipoosmotik pada media bersalinitas tinggi.
Salinitas media sangat nyata (p < 0.01)
mempengaruhi tingkat kerja osmotik kepiting
bakau betina. Tingkat kerja osmotik tertinggi
dihasilkan pada media bersalinitas 15 ppt dan
terendah pada salinitas 25 ppt. Hubunganantara salinitas media dan tingkat kerja
osmotik (X) kepiting bakau betina berpola
kuadratik dengan persamaan regresi Y
(mOsm/L H2O) = 1081,500 88,272x +
1,862x2 (r2 = 0,94). Berdasarkan persamaan
regresi dapat diprediksi bahwa tingkat kerja
osmotik kepiting bakau minimum berada
pada salinitas 23,70 ppt atau setara dengan
osmolaralitas media 689,65 mOsm/ L H2O.
Dari kurva respon tersebut menggambarkan
bahwa tingkat kerja osmotik kepiting akan
mencapai titik minimum pada salinitas
optimum dan selanjutnya akan meningkat di
luar kisaran isoosmotik.
2. Tingkat Kelangsungan Hidup, Laju
pertumbuhan dan Produksi Biomassa
Kepiting
Tingkat kelangsungan hidup, laju
pertumbuhan bobot spesifik harian, danproduksi biomassa kepiting bakau betina yang
dipelihara pada berbagai salinitas media
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan bobot spesifik harian
(SGR), dan produksi biomassa (PB) kepiting bakau (S. olivacea) yang dipelihara
dipelihara pada berbagai salinitas media
ParameterSalinitas (ppt) (n = 3)
15 20 25 30
SR (%) 100,00 0,00a 100,00 0,00a 100,00 0,00a 94,44 9,62a
SGR (%) 1,24 0,02c 1,32 0,01b 1,35 0,01a 1,29 0,02b
PB (g) 347,68
12,23c416,52 12,52
b
455,30 8,35a
401,97 38,08 ab
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada
taraf uji 5% (p < 0,05)
Tingkat kelangsungan hidup kepiting
bakau tidak dipengaruhi (p > 0,05) oleh efek
osmotik pada berbagai salinitas media. Hal
tersebut disebabkan kepiting bakau bersifat
euryhaline, yaitu mempunyai kemampuan
untuk hidup pada rentang salinitas yang lebar.
Menurut Chen dan Chia (1997), kepitingbakau termasuk organisme akuatik yang
bersifat eurihaline, yaitu mampu beradaptasi
pada media dengan rentang salinitas lebar.
Tingkat kelangsungan hidup kepiting
terutama dipengaruhi oleh parameter fisika-
kimia air. pakan yang mencukupi dan tekanan
osmotik dari media. Tingkat kelangsungan
hidup yang dihasilkan memberikan gambaran
hasil interaksi antara daya dukung lingkungan
dan pakan. Ketersediaan pakan yang cukup
dan berkualitas tinggi serta daya dukung
lingkungan terutama osmotik media
(salinitas) akan mengefisienkan penggunaan
energi sehingga dapat dimanfaatkan oleh
organisme untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Tingkat
kelangsungan hidup kepiting bakau betina
yang tinggi pada media dengan salinitas 15,
20, 25, dan 30 ppt menggambarkan bahwaosmotik media pada salinitas tersebut masih
mendukung kelangsungan hidup kepiting
bakau (S. olivacea) betina. Pada kondisi
tersebut kepiting memiliki kemampuan
menghadapi tekanan osmotik sehingga dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Kumlu et al. (2001) mengemukakan bahwa
salinitas merupakan salah satu faktor abiotik
penting yang mempengaruhi kelangsungan
hidup organisme akuatik. Oleh sebab itu,
perlunya penentuan salinitas optimun sesuai
kebutuhan organisme untuk mendukung
69
-
7/28/2019 88-95-1-PB
6/8
Karim Jurnal Protein
kelangsungan hidupnya. Tingkat
Kelangsungan hidup kepiting yang mencapai
mencapai 100% ini, menyamai hasil yang
diperoleh Sheen dan Wu (1999) dan
Catacutan (2002).
Laju pertumbuhan bobot spesifik harian
dan produksi biomassa kepiting bakau sangat
nyata (p < 0,01) dipengaruhi osmotik media.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa laju
pertumbuhan bobot spesifik harian dan
produksi biomassa kepiting bakau betina
tertinggi dihasilkan pada osmotik media
726,20 mOsm/L H20 (salinitas 25 ppt) dan
terendah pada osmotik 432,66 (15 ppt).
Tingginya laju pertumbuhan bobot spesifik
harian dan produksi biomassa kepiting pada
media bersalinitas 25 ppt disebabkanosmolaritas media dan hemolimfe kepiting
mendekati titik isoosmotik. sehingga tingkat
kerja osmotik kepiting minimun berada pada
salinitas 25 ppt. Dengan demikian, pada
salinitas tersebut kebutuhan energi kepiting
untuk osmoregulasi rendah sehingga porsi
energi untuk pertumbuhan meningkat.
Pertumbuhan kepiting bakau pada dasarnya
bergantung kepada energi yang tersedia.
bagaimana energi tersebut dipergunakan di
dalam tubuh dan secara teoritis pertumbuhan
hanya dapat terjadi apabila kebutuhanminimunnya (untuk hidup pokok) terpenuhi.
Kepiting memperoleh energi melalui pakan
yang dikonsumsi dan pembelanjaannya
digunakan untuk berbagai aktivitas termasuk
untuk keperluan osmoregulasi. Pertumbuhan
yang pesat selain ditentukan oleh efisiensi
pemanfaatan pakan juga kerja osmotik yang
rendah. Beban osmotik yang rendah akan
mengurangi beban kerja enzim Na+-K+
ATPase serta pengangkutan aktif Na+-K+ dan
Cl-. akibatnya energi (ATP) yang dipakai
untuk osmoregulasi mengecil sehinggatersedia energi untuk pertumbuhan (Ferraris
et al. 1986). Laju pertumbuhan bobot spesifik
harian yang lebih rendah pada salinitas 15 ppt
disebabkan tingkat kerja osmotik kepiting
yang lebih tinggi sehingga penggunaan energi
untuk osmoregulasi juga tinggi dan
mengurangi porsi energi untuk pertumbuhan.
Laju pertumbuhan bobot spesifik harian
tertinggi yang diperoleh pada penelitian ini
agak rendah dibandingkan hasil yang
diperoleh Trino dan Rodriguez (2002) yakni
1,76%. Pada penelitian Trino dan Rodriguez
(2002) tersebut kepiting dipelihara dengan
sistem pen culture, akan tetapi tingkat
kelangsungan hidup tertinggi yang dihasilkan
hanya mencapai 56%.
Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan
hidup akan menentukan produksi biomassa.
Salinitas media sangat nyata (p < 0.01)
mempengaruhi produksi biomassa kepiting
bakau. Produksi biomassa kepiting tertinggi
dihasilkan pada media bersalinitas 25 ppt dan
terendah pada salinitas 15 ppt. Hal tersebut
disebabkan laju pertumbuhan bobotnya paling
pesat meskipun tingkat kelangsungan
hidupnya tidak memperlihatkan perbedaan
yang nyata. Perkembangan kedua komponen
tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(biotik dan abiotik). Oleh sebab itu, produksibiomassa sangat ditentukan oleh kemampuan
mengendalikan faktor lingkungan terutama
salinitas. Media bersalinitas 25 ppt
memberikan kondisi optimum bagi
kelangsungan hidup dan pertumbuhan bagi
kepiting sehingga merupakan daya dukung
terbaik bagi pencapaian tingkat produksi
kepiting bakau yang maksimum.
Bila ditinjau dari aspek fisiologi
lingkungan, salinitas merupakan salah satu
faktor eksternal abiotik yang berpengaruh
cukup penting bagi kehidupan biota perairantermasuk kepiting (Kumlu et al., 2001; Rowe,
2002; Villarreal et al., 2003; Huynh dan
Fotedar, 2004; Zacharia dan Kakati, 2004).
Meskipun kepiting bakau bersifat eurihalin,
kemampuannya untuk beradaptasi cukup
besar. Namun seperti organisme lainnya,
kisaran untuk tumbuh lebih sempit jika
dibandingkan dengan kisaran untuk
mempertahankan kehidupannya. Peran
salinitas sebagai media pemeliharaan kepiting
bakau akan memberikan pengaruh pada
pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidupyang selanjutnya menentukan produksi
biomassa. Hal ini memberikan petunjuk
bahwa salinitas sangat mendukung upaya
peningkatkan produksi kepiting.
Hubungan salinitas (X) dengan laju
pertumbuhan bobot spesifik harian (SGR) dan
produksi biomassa (PB) berpola kuadratik
dengan persamaan regresi masing-masing :
SGR (%) = 0,554 + 0,047x 0,001x2 (r2 =
0,92) dan PB (g) = -265,670 + 59,008x -
1,222x2 (r2 = 0,80). Berdasarkan persamaan
tersebut dapat diprediksi bahwa salinitas
70
-
7/28/2019 88-95-1-PB
7/8
Vol.14.No.1.Th.2007 The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity
optimum yang menghasilkan laju
pertumbuhan bobot spesifik harian dan
produksi biomassa kepiting bakau (S.
olivacea) betina maksimun masing-masing
berada pada 23.50 dan 24,14 ppt yang
masing-masing setara dengan osmolaritas
media 683,77 dan 702,57 mOsm/L H2O.
Persamaan tersebut menggambarkan bahwa
proses pertumbuhan tidak berlangsung secara
sederhana. tetapi sangat kompleks yakni
melibatkan berbagai reaksi antara lain reaksi
enzimatis selama proses-proses metabolisme,
regulasi osmotik, dan lain-lain proses yang
turut serta selama pertumbuhan. Laju
pertumbuhan bobot spesifik harian dan
produksi biomassa kepiting akan mencapai
titik maksimun pada osmolararitas optimum,
kemudian akan mengalami penurunan bila
berada di luar kisaran salinitas optimum.
Pertumbuhan yang maksimun hanya dapat
dicapai apabila pembelanjaan energi untuk
osmoregulasi rendah.
3. Parameter Fisika Kimia Air
Kelayakan fisika kimia air dalam media
pemeliharaan berperan penting sebagai
penopang kehidupan dan pertumbuhan
kepiting bakau. Selama penelitian
berlangsung dilakukan pengukuran beberapa
parameter fisika kimi air pada media
pemeliharaan. Parameter fisika kimia air yang
diukur meliputi: suhu, pH, oksigen terlarut,
amoniak, dan nitrit disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter fisika kimia air media pemeliharaan kepiting bakau (S. olivacea) betina
Salinitas
(ppt)
Parameter
Suhu (oC) O2 (ppm) pH NH3 (ppm) NO2 (ppm)
A (5) 26 32 3.8 5.8 7.5 8.0 0.005 0.006 0.31 0.33
B (15) 26 32 3.8 5.8 7.5 8.0 0.004 0.005 0.32 0.33
C (25) 26 32 3.8 5.9 7.5 8.0 0.004 0.006 0.30 0.33
D (35) 26 32 3.8 5.8 7.5 8.0 0.004 0.006 0.31 0.34
Menurut Boyd (1990) dan Kuntiyo et
al. 1994). suhu yang optimun untukpemeliharaaan kepiting bakau adalah 26
sampai 32 oC, pH berkisar 7,5 sampai 8,5,
oksigen terlarut > 3 ppm, amonia < 0,1 ppm.
dan nitrit < 0,5 ppm. Dari telaah kualitas air
media penelitian tersebut di atas. dapat
dinyatakan bahwa kualitas air air di seluruh
wadah percobaan cukup baik dan layak dalam
mendukung kehidupan kepiting bakau.
Dengan demikian. dapat dinyatakan bahwa
tingkat kelangsungan hidup. laju
pertumbuhan bobot spesifik harian.
pertumbuhan lebar karapas dan efisiensi
pemanfaatan pakan kepiting bakau pada
percobaan ini semata-mata disebabkan oleh
efek osmotik dari salinitas media perlakuan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Salinitas media sangat nyata
mempengaruhi laju pertumbuhan bobot
spesifik harian dan produksi biomassa
kepiting bakau, tetapi tidak memepengaruhitingkat kelangsungan hidup kepiting bakau.
2. Salinitas 25 ppt meningkatkan laju
pertumbuhan bobot spesifik. pertumbuhan
lebar karapas dan produksi biomassa kepiting
bakau yang dipelihara selama 90 hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Catacutan. M.R. 2002. Growth and body
composition of juvenile mud crab. Scylla
serrata. fed different dietary protein and lipid
levels and protein to energy ratio.
Aquaculture. 208: 113-123.
2. Chen, J.C. and P. G. Chia. 1997.
Osmotic and ionic concentrations of Scylla
serrata (Forskal) subjected to different
salinity levels. Comp Biochem. Physiol., 17A
(2): 239-244.
3. Chen, J.C. and J.L. Lin. 1998. Osmotic
concentration and tissue water of Penaeus
chinensis juveniles reared at different
71
-
7/28/2019 88-95-1-PB
8/8
Karim Jurnal Protein
salinity and temperature levels . Aquaculture,
164: 173-181.
4. Ferraris. R. P.. F.D.P. Estepa. J.M. Ladja
and E.G. De Jesus. 1986.Effect of salinity on
the osmotic. chloride. total protein and
calcium concentration in the hemolymph of
the prawn. Penaeus monodon Fabricius.
Comp. Biochem. Physiol., 83A (4): 701-708.
5. Fratini, S. and M. Vannini. 2002. Genetic
differentiation in mud crab Scylla
serrata(Decapoda: Portunidae) within the
Indian Ocean. J. Exp. Mar. Biol. Ecol., 272:
103-116.
6. Gilles. R. and P. Pequeux. 1983.Interactions of chemical and osmotic
regulation with the environment. p: 109-177.
In F. J. Vernberg and W. B. Vernberg (eds.).
The Biology of crustacea, Vol. 8 :
Environmental adaptationts. Academic Press.
New York. pp : 109-177.
7. Hamasaki. K.. M.A. Suprayudi and T.
Takeuchi. 2002. Mass mortality during
metamorphosis to megalops in the seed
production of mud crab Scylla serrata
(Crustacea. Decapoda. Portunidae). Fish.Sci., 68 : 1226-1232.
8. Karim, M.Y., Arifin, dan K. Amri. 2002.
Kelangsungan hidup dan Pertumbuhan
Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskal)
yang dipelihara dalam kurungan di laut.
Lutjanus, Jurnal Teknologi Perikanan dan
Kelautan, Vol. 7 (2) : 130-137.
9. Kumlu, M., O.T. Eroldogan and B.
Saglamtimur. 2001. Effect of salinity and
added substrates on growth and survival of
Metapenaeus monoceros (Decapoda:
Penaeidae) post larvae. Aquaculture, 196:
177-188.
10. Perikanan, Balai Budidaya Air Payau,
Jepara. 30 hal.
11. Sheen, S.S. and SW Wu. 1999. The
effect of dietary lipid levels on the growthresponse of juvenil mud crab Scylla serrata.
Aquaculture, 175: 143153.
12. Steel, R. G. D.. dan J. H. Torrie. 1993.
Prinsip dan prosedur statistika. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. 748 hal.
13. Trino, A.T. and E.M. Rodriguez. 2002.
Pen culture of mud crab Scylla serrata in
tidal flats reforested with mangrove trees.
Aquaculture, 211: 125-134.
14. Wheaton FW. 1977. Aquacultural
Engineering. A Wiley-Interscience Publ,
John Wiley & Sons., New York.
72