87928139-06-kolom
-
Upload
abrotherfact -
Category
Documents
-
view
179 -
download
0
Transcript of 87928139-06-kolom
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 38
BAB V
KOLOM
5.1 Pendahuluan
Elemen struktur yang terkena beban tekan, tanpa memperhatikan apakah moden
lentur juga bekerja, secara harafiah disebut sebagai batang tekan (Compression member),
misalnya pada struktur rangka batang, struktur portal, rasuk pelengkung, dan sebagainya.
Tetapi, dalam bab ini yang dimaksud dengan batang tekan adalah kolom. Fungsi kolom
adalah meneruskan beban dari sistem lantai ke fondasi.
Kolom beton bertulang mempunyai tulangan longitudinal, yang peralel dengan
arah kerja beban, dan disusun menurut pola segiempat, bujur sangkar, atau lingkaran.
Batasan 1-8% dari luas penampang kolom beton Ag lazim digunakan untuk menentukan
jumlah tulangan ini karena persentase yang lebih besar tidak ekonomis dan sering kali
mempersulit pemasangannya. Tulangan ini umumnya diikat oleh tulangan melintang
yang ditempatkan dalam interval tertentu, yang disebut tulangan sengkang. Sengkang
berfungsi untuk mengurangi bahaya pecah (spliting) beton yang dapat mempengaruhi
daktilitas kolom beton bertulang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penampang yang
diberi tulangan melintang atau transversal, dalam bentuk sengkang ataupun spiral, akan
meningkat kekuatan dan daktilitas betonnya. Lilitan melingkar atau spiral memberikan
tekanan kekang (confine) di sekeliling penampang (lihat Gambar 5.1a). sedangkan
sengkang biasa hanya memberikan gaya kekang (confine) di daerah sudut karena terarah
luar (lihat Gambar 5.1b). meskipun tidak sebaik lilitan spiral, sengkang biasa dapat pula
memberikan peningkatan kekuatan dan daktilitas beton.
Gambar 5.1 Gaya kekang pada penampang kolom
Penempatan sengkang yang relatif rapat dapat memperbaiki sifat beton, karena
dapat memberikan pengekangan yang lebih baik pada beton (lihat Gambar 5.3). Dari
hasil pengujian, terlihat bahwa pengekangan oleh sengkang segiempat hanya terjadi
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 39
pada bagian sudut, sedangkan sengkang spiral dapat lebih efektif memberikan
pengekangan pada semua bagian. Pengekangan yang diberikan oleh sengkang
segiempat dapat diperbaiki dengan menggunakan ikatan silang ataupun sengkang
overlap (Gambar 5.2).
Gambar 5.2 Perbaikan sengkang segiempat
Gambar 5.3 Pengaruh jarak sengkang terhadap pengekangan beton
3.2 Pertimbangan Desain
Perencanaan suatu kolom terutama didasarkan pada kekuatan dan kekakuan
penampang lintangnya terhadap aksi beban aksial dan momen lentur. Kekuatan dalam
kombinasi beban aksial dan lentur ini harus memenuhi keserasian tegangan dan
regangan. Kekuatan rencana suatu beton bertulang dapat diperoleh dengan mengalikan
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 40
kekuatan nominal dengan faktor reduksi φ. Nilai φ sebagaimana disarankan dalam SNI-
91 Pasal 3.2.3 adalah sebesar 0,70 untuk kolom dengan sengkang spiral dan 0,65 untuk
sengkang segiempat (lihat juga ACI-89 Pasal 9.3). Nilai faktor reduksi ini dapat
ditingkatkan bila beban aksial yang bekerja relatif kecil.
Regangan maksimum pada serat tekan keluar beton selalu diambil sebesar 0,003.
Ini berbeda dengan PBI-71 yang mengambil batasan sebesar 0,0035. Penggunaan
hubungan tegangan-regangan yang berbeda untuk beton dapat menghasilkan sedikit
perbedaan dalam nilai diabaikan dalam perhitungan.
Dalam PBI-71 terdapat batasan tentang eksentrisitas minimum guna
memperhitungkan ketidaktepatan sumbu kolom atau tidak konsentrisnya gaya aksial
yang bekerja. Penyebabnya, dalam praktek, beban luar aksial yang benar-benar
konsetris terhadap kolom bisa dikatakan tidak ada. Ketentuan ini tidak dalam SNI-91,
tetapi ditetapkan bahwa kekuatan penampang kolom yang terkena beban aksial dalam
kondisi tekan-murni (pure compression) harus diambil sebesar 0,85 atau 0,80% dari
kekuatan beban aksial murni P0.
Pn maks = 0,85P0 untuk kolom berspiral,
dan
Pn maks = 0,80P0 untuk kolom bersengkang.
Nilai persentase ini identik dengan kekuatan tekan pada rasio eksentrisitas e /h sebesar
0,05 dan 0,10 yang ditetapkan dalam PBI-71, dengan e adalah besar eksentrisitas beban,
dan h adalah tinggi penampangan kolom.
Gambar 3.4 Faktor reduksi kolom
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 41
5.3 Kolom dengan Tulangan pada Dua Sisi
Bila suatu batang dibebani gaya aksial P dan momen M (lihat Gambar 3.5),
biasanya gaya aksial dan momen ini dapat digantikan oleh gaya P yang bekerja pada
eksentrisitase e = M / P. Pembebanan kedua tersebut bersifat statik ekivalen dengan
yang pertama dan prinsip ini juga berlaku pada kolom beton bertulang. Bila nilai ε
relatif kecil, seluruh penampang akan tertekan; dan bila nilai P ataupun ε relatif besar,
kegagalan akan terjadi dengan hancurnya beton yang disertai dengan pelelehan tulangan
tekan pada sisi yang lebih terbebani.
Gambar 5.5 Gaya pengganti
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 42
Gambar 5.6 Beton eksentrisitas pada penampang dengan tulanganpada dua sisi
Tulangan tekan pada kolom beton yang dibebani eksentris pada tingkat beban
ultimit umumnya akan mencapai tegangan leleh, kecuali jika beban tersebut kecil, atau
menggunakan baja mutu tinggi, atau dimensi kolomnya relatif kecil. Sehingga,
umumnya, diasumsikan bahwa tulang baja tulangan tekan sudah leleh, kemudian baru
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 43
regangannya diperiksa apakah memenuhi ketentuan ini. Dari Gambar 5.4 dengan ƒs′ =
ƒs dihasilkan:
Pu = 0,85 ƒc′ ab + As′ƒs (5.1)
Dengan mengambil momen terhadap tulangan tarik, dapat disusun persamaan:
Pu . e = 0,85 ƒc′ ab(d - + As′ƒs (5.2)
dengan e′ = eksentrisitas beban ultimit.
ƒc′ = kekuatan tekan beton silinder.
ƒy = tegangan leleh baja tulangan.
ƒs = tegangan pada baja tulangan tarik.
As = luas tulangan tarik.
As′ = luas tulangan tekan.
Dengan menyusun keseimbangan kondisi batas terhadap tulangan tarik, dapat
ditentukan titik sentroid plastis dari penampangan itu, sebagai:
0,85ƒc′ . bh ( d – ½ h) + As′ƒy (d – d ′) d″ = ––––––––––––––––––––––––––––––– (5.3) 0,85ƒc′ . bh + ( As + As′)ƒy Untuk kolom dengan beban eksentris seperti pada gambar 5.6,
Pu . e = 0,85ƒc′ ab(d – d″ – ½ a) + As′ƒy(d – d′ – d″) + Asƒsd″ (5.4)
Kondisi seimbang (balance failure):
0,003Es ab = β1cb = –––––––––––––β1d (5.5) 0.003Es + ƒy
dengan ƒs = ƒy dan β1 = 0,85
Substitusi nilai ab dan ƒs ke alam Pers. (3.1) dan (3.2) akan memperoleh beban aksial
dan momen lentur untuk kondisi keruntuhan-imbang.
Adanya variasi dalam nilai beban yang bekerja, ragam keruntuhan yang terjadi
mungkin saja bukan merupakan keruntuhan imbang. Kondisi ini yang disebut sebagai
keruntuhan tarik atau keruntuhan tekan berturut-turut dapat terjadi tergantung pada nilai
beban aksial yang bekerja pada penampangan tersebut. Sebagai contoh, keadaan
keruntuhan tarik (tension failure) akan berlaku bila Pu < Pb yang berarti juga εs > εy
atau c < cb. Tegangan pada tulangan tarik ƒs sama dengan tegangan leleh ƒy Keruntuhan
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 44
tekan (compression failure) bila Pu > Pb yang berarti εs < εy atau c > cb. tegangan pada
tulangan tarik mesti ditentukan melalui persamaan:
a
ad −= 1
sβ 0,003 ε (5.6a)
dan
ƒs = εsEs = sEa
ad −1β 0,003 (5.6b)
Persamaan dalam pasal ini disusun berdasarkan asumsi bahwa baja tulangan tekan
sudah leleh, ƒs′ = ƒy Keadaan ini, harus diperiksa dengan melihat regangan pada baja
tulangan.
s
ys E
f
cd' - c 0,0003 ' >=ε (5.7a)
Jika beban tulangan belum leleh, yang regangannya lebih kecil daripada εy nilai ƒs′
harus ditentukan melalui diagram tegangannya, yang dapat dirumuskan sebagai:
a
daEc
dcf ss1
ssβ003,0 ' 0,0003 E' ' −
=−
== ε (5.7b)
Nilai ini kemudian disubstitusi ke dalam persamaan sebelumnya untuk menggantikan
tegangan pada baja tulangan tekan.
Untuk suatu penumpangan yang dimensi dan luas baja tulangannya telah
ditetapkan, dan dengan nilai gaya aksial maupun momen yang dibuat variabel, dapat
dibuat suatu diagram interaksi seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.7. diagram
interaksi adalah daerah batas yang menunjukkan ragam kombinasi beban yang dapat
ditahan oleh kolom tersebut secara aman.
Gambar 5.7 Diagram interaksi tipikal
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 45
Contoh Soal
Sebuah penampang kolom segiempat yang berukuran 300 x 400 mm dengan
luas baja tulangan masing-masing 804 mm². Titik pusat tulangan ini terletak 60 mm dari
serat tepi. Tegangan leleh baja tulangan ini adalah 390 N/mm² dan modulus
elastisitasnya 200000 N/mm². Kekuatan tekan kubus beton tersebut adalah 20 N/mm².
Hitunglah rentang beban keruntuhan yang mungkin terjadi.
Penyelesaian
Diketahui: bkf = 20 Mpa (benda uji kubus)
yf = 390 MPa
sA = 'sA = 804 mm
sE = 200000 MPa
Maka, cf = 0,83 x 20 MPa = 16,6 MPa
d = 400 – 60 = 340 mm
(a) Keruntuhan imbang
Tulangan tarik telah leleh, ys ff = Asumsikan bahwa baja tulangan tekan juga telah
leleh.
mm 175 340 x 0,85 x 390 10 x 0,2 x 003,0
10 x 2,0 x 003,06
6
=+
=ba
dan mm 20685,0/ == bb ac
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 46
Dari Pers. (5.1), dengan luas tulangan tekan dan tarik yang sama, gaya pada baja
tulangan saling meniadakan.
x 0,85 =bP 16,6 x 175 x 300 = 740,775 kN.
Letak sentriod plastis dapat ditentukan melalui Pers. (5.3). Perhatikan bahwa letak
sentroid ini berada di tengah-tengah penampang karena kedua luas baja tulangan adalah
sama, d″ = 140 mm.
Eksentrisitas gaya, eb = d – d″ - ½ ab = 112 mm
bbeP = 740,775 x 112 + 804 X 390 (340 – 60 – 140) + 804 X 390 X 140
= 170,76 kNm.
Dengan menggunakan Pers. (5.7), periksa tegangan pada baja tulangan tekan,
diperoleh:
0,00212 206
60 206 x 0,003 ' 0,003 ' =−
=−
=c
dcsε
0,00195 10 x 0,2
390 6 ===s
yy E
fε
Karena yε '>sε baja tulangan tekan sudah meleleh sebagaimana diasumsikan.
(b) Keruntuhan tekan
Keruntuhan tekan terjadi bila .atau bbu aaPP >> Seandainya mm 20115,1 == baa ,
maka
ys ff mm2 / N 263 201
340 x 0,85 x 600 <==
Karena tulangan tekan sudah leleh ketika Pu = Pb′ tulangan ini pastilah meleleh untuk
gaya aksial yang lebih besar dari Pb.
ys ff ' =
Dengan menggunakan Pers. (5.1) diperoleh,
Pu = 0,85 x 16,6 x 201 x 300 + 804 x 390 – 804 x 263 N = 952,941 kN.
Dari Pers. (6.5),
ePu = [0,85 x 16,6 x 201 x 300 (200 – 0,5 x 201)]
+ [804 x 390(280 – 140)] + [804 x 263 x 140]
= 158,159 kNm.
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 47
Ini memberikan titik F dalam Gambar 5.8.
(c) Tekan murni
Nilai Pu akan maksimum bile e mendekati nol. Dari Pers. (5.1) dengan mengabaikan
luas beton yang ditempati oleh baja tulangan, diperoleh:
Pu = 0,85 x 16,6 x 300 x 400 + 1608 x 390 = 2322 kN.
Ini diplot sebagai titik A dalam Gambar 6.10.
(d) Keruntuhan tarik
Keuntuhan ini akan terjadi bila Pu < Pb atau a < ab. Jika a = 0,85ab = 149 mm,
tegangan-tegangan pada baja tulangan dapat diperiksa berturut-turut melalui Pers. (6.7)
dan (6.8)
sε = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
149149 340 x 85,00003,0 = 0,00282 > yε
dan
sε = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
1496085,01490003,0 x = 0,00197 > yε
Baik baja tulangan tarik maupun tulangan tekan berada dalam kondisi leleh sehingga,
kN 630,717 N 149 x 300 x 20 x 16,6 x 0,85 ==uP
dan
ePu = 630,717 (200 – 0,5 x 149) + 2 x 804 x 390 x 140 = 166,951 kNm.
Menghasilkan titik E dalam Gambar 5.8.
Nilai batas akan tercapai bila 0 →uP dan ∞→e yang merupakan kondisi lentur murni.
(e) Lentur murni
Dalam kondisi ini, mungkin baja tulangan tekan tidak meleleh, ' ys ff < yang dari Pers.
(6.8).
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=a
af s60 x 0,85 600 '
Dengan mensubtitusikan nilai 'sf ini ke dalam Pers. (5.1), diperoleh:
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 48
uP = [ ]a x 300 x 16,6 x 85,0 + ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
aa 51 600 x 804 – [ ]390 x 804
0 = ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+a
aa 51 400 482 4233 – 313 560
mm 59 jadi ;0581240 2 ==−+ aaa
Maka,
2mm / N 81 59
51 59 600 ' =⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=sf
Dengan mensubstitusi 'sf ini ke dalam Pers. (6.5), diperoleh:
ePu = [0,85 x 16,6 x 59 x 300 x (200 – 0,5 x 59)]
+ [804 x 81 x 140] + [804 x 390 x 140]
= 95,597 kNm
)( f Pembebanan tarik
Jika beban yang bekerja adalah beban tarik langsung, kekuatan kolom tersebut dengan
e = 0 dan dengan mengabaikan kekuatan tarik dari beton adalah:
kN. 627,12- 390 x 1608- ==−= yst fAPu
Ini diplot sebagai titik D.
Gambar 5.8 Diagram interaksi
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 49
Contoh
Suatu penampang kolom beton bujur sangkar 508 mm diberi tulangan baja
simetris seluas 2581 2mm pada dua sisi kritisnya. Titik pusat masing-masing tulangan
terletak 63,5 mm dari tepi. Beton memiliki kekuatan tekan silinder 207 2kg/cm . Baja
memiliki modulus elastisitas 2,0 x 106 2kg/cm dan tegangan leleh 2750 2kg/cm . Beban
luar bekerja secara eksentris terhadap salah satu sumbu utama dari penampang tersebut.
Hitunglah rentang beban keruntuhan yang mungkin dan eksentrisitasnya.
Penyelesaian:
Hasil perkalian ruas kiri dari setiap persamaan dalam contoh soal ini tidaklah
tepat benar dengan hasil akhirnya, karena semua bilangan yang ada di ruas kiri
merupakan nilai konversi dari satuan psi ke MPa, sedangkan hasil akhir pada ruas kanan
adalah sebagaimana diberikan dalam buku Park & Pauley. Nilai 207 2kg/cm di atas
harus dikalikan dengan angka konversi sebesar 1/0,83 menghasilkan kekuatan tekan
kubus sekitar 250 2kg/cm .
dan mm, 63,5 ' MPa; 20,7 ' == dfc
5,63508' −=−= dhd
mm 444,5 =d
mm 508 =b
( a ) Keruntuhan imbang
Baja tulangan tarik meleleh, ys ff = Asumsikan bahwa tulangan tekan juga
meleleh.
Menggunakan Pers. (5.5):
mm 258,8 444,5 x 0,85 x 276 10 x 0,2 x 003,0
10 x 2,0 x 0,003 6
6
=+
=ab
Melalui Pers. (6.2):
bP = ysysbc fAfAbaf −+ ' . '85,8
= 0,85 x 20,7 x 258,8 x 508 + 0 = 2310 kN
Gaya aksial bP = 2310 kN kali faktor 0,70 = 1617 kN.
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 50
Karena tulangan simetris, sumbu plasitis terletak di sumbu utama penampangan
(karenanya "d = 190,5 mm) sehingga
Momen:
bbeP = 2310(444,5 – 190,5 – 0,5 x 258,8 x 310
+ 2581 x 276 (444,5 – 63,5 – 190,5)
+ (258 x 276 x 190,5)
= 559 kNm kali factor 0,70 = 391,3 kNm.
Tegangan pada tulangan tekan:
0,00237 'εdan 0,00138; 10 x 0,2
276 ε s6 ===y
Dengan demikian, tulangan tekan sudah meleleh sebagaimana diasumsikan. Nilai bP
dan bbP ε menghasilkan titik B dalam Gambar 5.9.
(b) Keruntuhan tarik
Jika ysb ffPPu =< '
Sebagai contoh, misalkan . kN 1330 bu PP <=
Asumsi bahwa tulangan tekan juga leleh:
1 330 000 = 10,85 x 20,7 x a508
a = 149 mm dan mm 17585,0/149 ==c
Dari Pers. (6.7):
0,00138 0,00192 175
5,63175 x 003,0ε >=−
=s
Dengan demikian, tulangan tekan telah leleh sebagaimana diasumsikan. Melalui Pers.
(6.5) dengan "dd − = 254 mm dan a = 149 mm, diperoleh:
kNm 510 190,5 x 276 x 2581 x 2 149) x 5,0 000(254 330 1 =+−=ePu
Ini menghasilkan titik E dalam Gambar 5.9.
Gaya aksial .;0 ∞→= ePu
Pada kasus ini, karena ss AA ' = dan beton menahan sebagian gaya tekan, ys ff '< Dari
Pers. (5.7) dapat dinyatakan:
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 51
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=a
aa
af s54600 10 x 0,2 x 5,63 x 85,0 0,003 ' 6
Dari Pers. (5.1), dengan mensubstitusi harga 'sf ini ke dalamnya, diperoleh:
0 = 0,85 x 20,7 x 276 x 258154 6000 508 −⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
+a
aa
0 = 935693,56 2 −+ aa
a = 60,66 mm
Dari Pers. (5.2) dan dengan menggunakan nilai 'sf diperoleh
Momen kNm. 289=ePu
Ini memberikan titik C dalam Gambar 5.9.
(d) Keruntuhan tekan
Jika ysbu ffPP <> '
Misalkan untuk harga . kN 3560 bu PP >=
Karena tulangan tekan telah meleleh ketika harga 'bu PP = tulangan ini akan meleleh
pada sebarang harga beban P yang lebih besar daripada harga tersebut. Tetapi, tulangan
tarik belum tentu leleh. Sehingga, dari Pers. (5.6), dihasilkan
MPa 377,8 10 x 2 x 444,5 x 85,0 003.0 5 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=a
aa
afs
Dari Pers. (5.1) diperoleh:
3 560 000 = 0,85 x 20,7 x 508a + 2581 x 276 – 2581 x 600 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
aa8,377
08,65455335,1452 =−− aa
a = 339 mm.
sf = 600 ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
3393398,377 = 68,7 mm
Dari Pers. (5.4) diperoleh:
ePu = [0,85 x 20,7 x 339 x 508(254 – 0,5 x 339)]
+ [2581 x 276 x 190,5] + [2581 x 68,7 x 190,5]
= 426 kN.
Ini memberikan titik F dalam Gambar 5.9.
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 52
(e) Tekan murni
Sebagai limit, Pu menjadi maksimum jika e bernilai nol.
Sehingga, dari Pers. (5.2), dengan mengabaikan bagian beton yang digantikan oleh baja
tulangan, diperoleh
Pu = 5960 kN kali faktor 0,70 = 4172 kN.
(f) Pembebanan tarik
Bila beban luar adalah berupa tarikan dan bukan berupa gaya tekan, kekuatan tarik
kolom tersebut jika e = 0 dinyatakan sebagai berikut:
Pu = -Astfy = -5162 x 276 = -1420 kN kali faktor 0,70 = -994 kN.
Ini memberikan titik D dalam Gambar 5.9. (Tanda negatif menunjukkan gaya tarik.)
Hasil di atas diperoleh dengan mengabaikan kekuatan tarik beton.
Gambar 5.9 Diagram interaksi kolom beton bertulang yang dibebani eksentris
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 53
3.4 Penampangan dengan Tulangan Terdistribusi
Bila eksentrisitas beban mempunyai harga kecil sehingga gaya aksial tekan
menjadi penentu, dan juga bila dikehendaki suatu kolom beton dengan penampangan
lintang yang lebih kecil, maka umumnya distribusi tulangan lebih baik dibuat merata di
sekeliling sisi penampangan tersebut (lihat Gambar 5.10). Untuk distribusi tulangan
semacam ini, baja tulangan yang terletak di bagian tengah penampang akan menerima
tegangan yang lebih kecil dibandingkan tulangan lainnya. Ketika kapasitas ultimit
kolom tersebut telah dicapai, tegangan pada baja tulangan tengah belum tentu mencapai
tegangan lelehnya, sedangkan baja tulangan yang berada di tepi kemungkinan besar
sudah leleh.
Gambar 5.10 Penampang dengan tulangan terdistribusi merata pada keempat sisinya
Analisis, ataupun diagram interaksi, untuk menampang dengan tulangan
terdistribusi dapat dilakukan seperti sebelumnya, juga dengan memperhatikan
keserasian regangan. Misal: penampangan dengan lima lapis tulangan (lihat Gambar
5.10) dengan gaya aksial tekan bekerja pada salah satu sumbu utamanya. Jarak masing-
masing tulangan terhadap serat beton yang tertekan id dapat ditentukan sebagai berikut :
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 54
Untuk lapis pertama As1 : d1 = dc
kedua As2 : d2 = dc + 4
)2( cdh −
ketiga As3 : d3 = dc + 4
)2( 2 cdh −
keempat As4 : d4 = dc + 4
)2( 3 cdh −
kelima As5 : d5 = dc + 4
)2( 4 cdh −
dengan melihat bentuk persamaan tersebut, dapat dibuat suatu rumus umum untuk jarak
tulangan di sebagai:
)1 (N
)2( )1 ( −−−
+= cci
dhidd (5.8)
dengan i = nomor lapis tulangan.
N = banyaknya garis tulangan
Besarnya regangan yang terjadi pada lapis tulangan ke-i, dapat ditetapkan melalui
perbandingan segitiga, dengan regengan maksimum pada beton adalah 0,003. Dengan
demikian, untuk tulangan ke-i,
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
=cdc i
si)( 0,003 ε (5.9)
Sebagaimana sebelumnya, c adalah jarak sumbu netral terhadap serat terluar. Dengan
memperhatikan persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa harga siε akan negatif untuk
regangan tarik ataupun positif untuk regangan tekan.
Selanjutnya, tegangan pada lapis tulangan ke-i dapat dirumuskan menjadi:
sisi cdcf ε . /)0,003( −= (5.10)
Bila
ys
ysi ffsi
Ef
maka , ε =≥ (5.11)
ssisis
ysi
s
y EfEf
Ef
εε =−>> maka , (5.12)
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 55
ysis
ysi ff
Ef
maka , ε =−≤ (5.13)
Gaya pada tulangan ke-i, menjadi
sisii AfP = (5.14)
Dengan mengacu pada Gambar 3.10, dapat disusun persamaan keseimbangan:
0 =Σ−− sisicn AfCP (5.15)
sisicn AfabfP Σ+= '85,0 (5.16)
Momen terhadap pusat plastisnya adalah:
ePn = Cc(½h – ½a) + ∑=
n
isisi Af
1
(½h – di) (5.17)
Perlu diperhatikan bahwa bila:
di < a, maka harga fsi = fsi – '85,0 cf
di > a, maka harga fsi = fsi
Contoh 1
Suatu penampang kolom dengan mutu beton 'cf = 27 MPa dan mutu baja
tulangan BJTD-40, menahan beban kerja 270 kN gaya aksial dan 200 kNm momen
lentur. Penampang tersebut diberi tulangan 16 D-19 yang didistribusikan pada keempat
sisinya. Periksalah apakah penampang kolom ini mampu menahan beban kerja tersebut.
Penyesuaian:
Mutu beton 'cf = 27 MPa
Mutu baja BJTD-40
D-19 dengan A = 283 2mm
Luas tulangan:
A1 = 5 x 283 = 1417 2mm
A2 = 2 x 283 = 566 2mm
A3 = A4 = 566 2mm
A5 = 1417 2mm
MPa 10 x 2 5=sE
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 56
2mm 4532 =Σ sA
Beban kerja P = 270 kN
M = 200 kNm
Tabel 3.1 Tabulasi perhitungan dan .nini MP
Kondisi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) c ∞ 40 30 20 15 13 10 a 40 34 25,5 17 12,8 11,0 8,5
A tulangan
εs1 0,003 0,002625 0,0025 0,00225 0,001846 0,0015 0,0015 1417
εs2 0,003 0,0020625 0,00175 0,001125 0,00050 -0,000115 -0,00075 566
εs3 0,003 0,00150 0,00100 0 -0,00100 -0,001615 -0,00030 566
εs4 0,003 0,0009375 0,00025 -0,001125 -0,00250 -0,00334 -0,00525 566
εs5 0,003 0,000375 -0,00050 -0,00225 -0,00400 -0,005076 -0,00750 1417
Cs1 566,8 566,8 566,8 566,8 566,8 523,15 425,10 Cs2 226,4 226,4 198,10 127,35 56,60 13,02 -84,90 Cs3 226,4 169,8 113,20 0 -113,20 -182,82 -33,96 Cs4 226,4 106,1 28,30 -127,35 -226,40 -226,40 -226,40 Cs5 566,8 106,2 -141,70 -566,80 -566,80 -566,80 -566,80 Σ Csi 1812,8 1173,3 764,7 0 -283,0 -439,85 -486,96 unit kN 0,85fc’ab 3672,0 3121,2 2340,9 1560,6 1170 1009,8 780,3 unit kN Pn 5484,8 4296,5 3105,6 1560,6 887,0 567,0 293,3 kN Mn 0 171,75 289,9 368,6 350,38 327,9 280,47 kNm
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 57
255 N/mm 10 x 2 MPa 10 x 2 ==sE
002,0/ ==Σ syy Ef
Negatif tarik ε =s
Cs dalam kN
Csi = Asifsi = Asi . εsiEs
Pn = ∑=
+n
siCabfc1 i
'85,0
Melalui Pers. (5.16), lihat Tabel 5.1: untuk kondisi (1) dengan C = ∞ dan a = 40 cm,
Pni = 1812,8 + (2 x 566,8) + (3 x 226,4) = 5484,8 kN
Sebagaimana diberikan dalam baris ke-2 terakhir dari tabel.
Mn = 0,85fc’ab . ½ (h – a) + siCΣ (½ h – di)
Negatif Csi = tension
Sedangkan perhitungan momennya adalah sebagai berikut:
1nM = 3672(200 – 200) + 566,8(200 – 50) + 226,4(200 – 125)
+ 226,4(200 – 200) – 226,4(200 – 125) – 566,8(200 – 50)
1nM = 0
2nM = 3121,2(200 – 170) + 566,8(200 – 50) + 226,4(200 – 125)
+ 169,8(200 – 200) – 106,1(200 – 125) – 106,2(200 – 50)
= 93 636 + 85 020 + 16 960 + 0 – 7957,5 – 15 930
2nM = 171 748 kNmm = 171,75 kNm
3nM = 2340,9(20 – 127) + 566,8(200 – 50) + 198,1(200 – 125)
+ 113,2(200 – 200) – 28,3(200 – 125) + 141,7(200 – 50)
= 170885,7 + 85 020 + 14857,5 + 0 – 2122,5 +21 255
3nM = 289,896 kNm
4nM = 1560,6(200 – 85) + 566,8(150) + 127,35(75) + 127,35(75)
+ 566,8(150)
= 179 469 + (85 020 + 9551)2
4nM = 368,6 kNm
5nM = 1170(200 64) + 566,8(200 – 50) + 56,6(200 – 125)
– 113,2(200 – 200) + 226,4(200 – 125) + 566,8(200 – 50)
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 58
= 159 120 + 85 020 + 4245 + 16 980 + 85 020
5nM = 350,385 kNm
6nM = 1010(200 – 55) + 523,15(200 – 50) + 13,02(200 – 125)
+ 226,40(200 – 125) + 566,8(200 – 50)
= 146 450 + 78472,5 + 976,5 + 16 980 + 85 020
6nM = 327,899 kNm
7nM = 780,3(200 – 43) + 425,1(150) – 84,9(75)
+ 226,4(75) + 566,8(125)
= 122 507 + 63 765 + 6367,5 + 16 980 + 70 850
7nM = 280,469 kNm
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 59
Contoh 2
Diketahui suatu kolom dengan tulangan 10D22, beban luar P akan bekerja dengan
eksentrisitas e terhadap terhadap sumbu-kuat. Material yang digunakan 'cf = 30 MPa
dan fy = MPa. Tentukanlah besar gaya aksial dan momen yang bersesuaian dengan titik
keruntuhan dengan sumbu netral terletak pada jarak c = 420 mm.
Penyelesaian:
Ketika beton mencapai regangan batas 0,003. Regangan pada masing-masing
tulangan dapat ditentukan berdasarkan perbandingan segitiga.
s1ε = 0,00267 (tekan)
s2ε = 0,00146 (tekan)
s3ε = 0,00025 (tekan)
s4ε = 0,00096 (tekan)
Tegangan pada tulangan dapat diperoleh dengan mengalikan regangan tersebut dengan
sE = 200 000 MPa.
1sf = 534 MPa ambil 1sf = 400 MPa
2sf = 292 MPa
3sf = 50 MPa
4sf = 192 MPa
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 60
Untuk mutu beton 'cf 30 MPa, harga β1 = 0,85.
Tinggi blok tegangan segiempat ekivalen menjadi:
mm 357 420 x 0,85 ==a
Resultan tegangan tekan beton C = abfc '85,0
kN 2731 10 x 357 x 30 x 85,0 -3 ==C
Resultan tegangan pada baja tulangan sisi fACsi =
1sC = 1140 x 400 = 456 kN untuk lapis pertama
2sC = 760 x 292 = 222 kN untuk lapis kedua
3sC = 760 x 50 = 38 kN untuk lapis ketiga
4sT = 1140 x 192 = 219 kN untuk lapis keempat, tarikan
Gaya aksial dan momen yang bekerja pada penampang adalah:
Pn = 2731 + 456 + 222 + 38 – 219 = 3228 kN
Mn = 2731(600/2 – 357/2) + 456(600/2 – 45) + 222(300 – 215)
– 38(300 – 215) + 219(300 – 45)
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 61
Mn = 519,581 kNm
Hasil ini sesuai dengan eksentrisitas e = 519,581/3228 = 0,161 m atau 161 mm dari
sumbu tengah penampang.
5.5 Bidang Interaksi Biaksial
Secara numerik, bidang interaksi biaksial disusun oleh satu seri titik-titik diskret
yang membentuk satu bidang runtuh tiga dimensi. Koordinat dari titik-titik tersebut
diperoleh dengan cara memutar suatu bidang regangan linear. Rumus yang diterapkan
pada Gambar 5.11 sesuai dengan SNI-91 dan pasal 10.3 ACI, Ultimate Strength
Design, dengan asumsi blok tegangan persegi dari Whitney. Diagram regangan linear
dengan nilai maksimum sebesar 0,003. Pada waktu membandingkan efek beban dengan
diagram interaksi, nilai gaya aksial dibatasi oleh:
0maks 80,0 PP = untuk kolom dengan sengkang
0maks 85,0 PP = untuk kolom dengan spiral
dengan
stystgc AfAAfP )('85,0 0 +−= (5.17)
Gaya aksial tarik dari kolom adalah:
Pt = Astfy (5.18)
Gambar 5.11 Model tegangan – regangan untuk beton dengan pengekang (Mander, Priestley, dan Park)
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 62
Gambar 5.12 Bidang interaksi biaksial dan pembentukan bidang interaksi
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 63
Kurva (1) dalam Gambar 5.12, diperoleh dari satu seri garis netral yang sejajar dengan
sumbu-x, dan kurva (n) didapat dari satu seri garis netral yang sejajar dengan sumbu-y.
Sedangkan, kurva (i) didapat dari satu seri garis netral yang membentuk sudut α dengan
sumbu-x.
Efek beban yang bekerja pada penampang kolom, yaitu yx MMP ,, diplot ke
dalam diagram interaksi ruang, seperti tampak dalam Gambar 5.13, sebagai titik R. Bila
titik R ini berada di dalam ruang diagram, berarti penampang kolom tersebut memadai;
bila titik R berada di luar ruang, penampang kolom tersebut memadai; bila titik R
berada di luar ruang, penampang kolom itu dalam keadaan overstress (tegangan
berlebihan).
Gambar 5.13 Gambaran geometrik rasio kapasitas kolom
nP = φ/uP
xM = φδδ )/M ( x2ssx2 +bxbx M
yM = φδδ )/M ( y2ssy2 +byby M (5.19)
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 64
Garis (bektor OR bila diperpanjang akan memotong bidang atau garis batas diagram
interaksi, misal di titik F. Kapasitas kolom dapat dinyatakan menurut rasio:
OrORRK = (5.20)
Tiga kondisi dapat terjadi:
RK < 1, titik R berada di dalam ruang interaksi, berarti kolom mampu menahan efek
beban yang terjadi atau kapasitas kolom mencukupi.
RK < 1, titik R berada di bidang muka interaksi, kolom berada pada tegangan
kapasitasnya.
RK < 1, titik R berada di luar ruang interaksi, tegangan kolom melampaui tegangan
batas (overstress)
Rasio kapasitas pada dasarnya merupakan suatu faktor yang memberikan
gambara tentang kondisi tegangan kolom terhadap kapasitas kolom tersebut. Dengan
kata lain, jika pasangan gaya aksial dan momen dari suatu kolom dibagi dengan harga
rasio kapasitas, RK, akan menghasilkan titik yang jatuh pada batas bidang runtuhnya.
5.6 Bresler Reciprocal Method
Kolom persegi atau empat persegi panjang dengan batas intensitas momen lentur
yang bekerja tidak sama pada kedua sumbu utamanya, akan memerlukan jumlah
pembesian yang tidak sama untuk masing-masing arah tersebut. Metode pendekatan
untuk menganalisis penampang semacam ini dikembangkan oleh Boris Bresler,
sehingga disebut Bresler Ricprocal Method.
Berdasarkan metode ini, kapasitas kolom akibat lentur dua arah (biaxial
bending) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.
uouyuxu P PPP
1 1 1 1−+= (5.21)
atau
nonynxn P PPP
1 1 1 1−+= (5.22)
dengan uP = kapasitas beban akibat lentur dua arah
uxP = kapasitas beban uniaksial, yaitu jika beban bekerja dengan eksentrisitas
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 65
ye dan xe = 0.
uyP = kapasitas beban uniaksial, seandainya beban bekerja dengan eksentrisitas
xe dan ye = 0.
uoP = beban aksial murni dengan 0 == yx ee
Kekuatan uniaksial nonynxn PPPP ' dapat dihitung dengan menggunakan rumus
yang telah diberikan sebelumnya, atau dengan menggunakan tabel-tabel yang terdapat
dalam berbagai buku acuan. Persamaan Bresler ini dapat berlaku untuk semua kasus,
jika noPPn 0,10 > . Untuk noPPn 0,10 > adanya gaya aksial dapat diabaikan dan
penampang kolom tersebut dapat direncanakan menurut rumus berikut ini.
1,0 ≤+y
uy
x
ux
MM
MM (5.23)
atau
1,0 ≤+oy
uy
ox
nx
MM
MM (5.24)
dengan uxM = yueP adalah momen desain pada sumbu-x
uyM = xueP adalah momen desain pada sumbu-y
yx MM dan adalah momen kapasitas masing-masing pada sumbu-x dan sumbu-
y.
5.7 Bresler Load Contour Method
Pada motode ini, bidang runtuh sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.14
dipotong pada nilai konstan 'nP memberikan hubungan nynx MM dan Bentuk umum
takberdimensi untuk metode ini adalah:
1,0 21
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛a
oy
nya
ox
nx
MM
MM (5.25)
Bresler membuktikan bahwa, pada persamaan tersebut, bilangan eksponen a
dapat mempunyai harga yang sama pada kedua sukunya ( 21 aa = ). Kemudian, Bresler
juga memberi indikasi bahwa nilai a bervariasi antara 1,15 dan untuk penampang
persegi panjang nilai a dapat dianggap 1,50. Untuk penampang bujur sangkar, harga a
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 66
dapat bervariasi antara 1,50 dan 2,0, dengan harga rata-rata 1,75 dapat dipakai untuk
perencanaan. Untuk penampang bujur sangkar, jika pembesian dibuat secara merata
pada keempat sisinya, maka a dapat diambil 1,50.
1,0 5,15,1
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
oy
ny
ox
nx
MM
MM (5.26)
Gambar 5.14 Bidang interaksi Pn, Mn
Gambar 5.15 Kurva interaksi
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 67
5.8 Kolom Langsing
Pada uraian sebelumnya, hanya ditinjau dari kekuatan penampang kolom tanpa
memperhatikan pengaruh kelangsingan terhadap kekuatan.
Gambar 5.16 Faktor panjang tekuk
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 68
Untuk kolom yang langsing, dibandingkan ukuran tinggi dari kolom ini, dapat
timbul momen sekunder akibat defleksi lateral dan bahaya tekuk. Adanya efek semacam
ini dapat menyebabkan reduksi kekuatan kolom, yang tergantung pada tinggi efek
kolom, ukuran penampang, rasio kelangsingan, dan kondisi ujung kolom.
Pada umumnya, suatu kolom dapat dibedakan menjadi:
(1) Kolom panjang dengan kelangsingan yang relatif besar, yang mungkin memerlukan
balok lateral.
(2) Kolom panjang dengan kelangsingan relatif seang, yang mungkin memerlukan
balok lateral.
(3) Kolom pendek dengan rasio kelangsingan yang cukup kecil.
Panjang Relatif Kolom Klu
Rasio kelangsingan l / r dapat dihitung secara tepat jika panjang efektif kolom diketahui.
Panjang efektif kolom merupakan fungsi dari dua faktor utama, yaitu:
(1) Panjang yang tidak didukung (unsupported length) lu’ yang harus menurut arah
sumbu-x dan sumbu-y. Nilai yang kritis harus dipilih.
(2) Panjang efektif K, yang merupakan rasio jarak dua titik yang memennya nol
terhadap panjang kolom yang tidak didukung.
Faktor K tergantung pada:
(1) Sistem struktur (frame) yang diberi perkuatan (misal dengan dinding geser atau
rangka kaku), harga K antara 0,50 hingga 1,0 (lihat ACI Pasal 10, 11, 12)
(2) Sistem struktur tanpa perkuatan, harga K antara 1,10 hingga 10,0.
3.9 Penggunaan Aglinment Chart dalam Menentukan Faktor K
Faktor kekangan ujung aψ dan :ψb
balok/kolom / ψ
IEIIEI
ΣΣ
= (5.29)
Pertama hitung aΨ untuk kekangan di ujung atas, kemudian bΨ untuk kekangan ujung
bawah. Lihat bagan dalam Gambar 5.17
(1) Rangka simetris, penampang persegi.
(2) Momen pada balok induk didistribusikan ke kolom sesuai dengan kekakuan
relatifnya.
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 69
(3) Semua kolom akan mencapai beban kritisnya pada saat yang sama.
Gambar 5.17 Faktor panjang tekuk
Kekuatan batang EI
Untuk struktur beton bertulang, harga I bervariasi sepanjang bentang, tergantung pada
tingkat keretakan dan persentase pembesian. Untuk mudahnya, dapat diambil harga
estimasi berikut :
(1) Balok: penampang retak I = 0,50Ig.
(2) Kolom: Ig atau diambil EI = 0,2EcIg + EsIs
Dengan Ig adalah momen inersia dari pembesian dalam penampang tersebut.
Pembatasan Kelangsingan
(1) Kolom pendek
Suatu kolom dapat dinyatakan sebagai kolom pendek bila (lihat SNI-91 Pasal 3.3.11
butir 4):
b
bu
MM
rKl
2
112 34 −<
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 70
Dengan bM 1 dan bM 2 adalah momen ujung berfaktor dari kolom, dengan bM 2 > bM 1 .
Bila bM1 dan bM 2 berharga positif, terjadi kelengkungan tunggal (single curvature) dan
bila berharga negatif terjadi kelengkungan ganda (double curvature).
(2) Bila kolom mengalami pembebanan sehingga momen di bentang lebih besar
daripada momen di ujung, maka rasio bM 1 / bM 2 akan mendekati 1. demikian juga, bila
tidak ada momen di ujung-ujung.
1,0 2
1 ≈b
b
MM (5.31)
Sehingga, koefisien 1,0. =mC
Gambar 5.18 Kelengkungan tunggal dan kelengkungan ganda
(3) Bila faktor memon kolom = 0 atau e = min' / ePM uu harga bM 2 harus dihitung
dengan eksentrisitas minimum,
mm. dalam ),0,03 (15 min hdenganhe +=
Sehingga, uM = bM 2 = )03,015( hPu +
Ini serupa dengan Pasal 10.11.5.4 ACI.
Dengan mine = (0,6 + 0,03h), h adalah ukuran kolom dalam arah momen yang ditinjau
dalam satuan inci.
(4) Untuk kolom pada struktur kerangka tanpa sistem penopang (unbrace frame),
rasio efek kelangsingan dapat diabaikan bila harga
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 71
22 <r
Klu
Lihat juga ACI Pasal 10.11.4.2. Sedangkan untuk kolom dengan uKl > 100
harus dianalisis dengan memperhitungkan pengaruh beban aksial, variasi momen inersia
pada kekakuan kolom dan pada momen jepit ujungnya, pengaruh lendutan terhadap
momen dan gaya, dan pengaruh lamanya pembebanan.
5.10 Metode Pembesaran Momen
Pada umumnya, kolom akan mengalami defleksi lateral yang mengakibatkan
terjadinya momen sekunder.
' MMM a +=
Dengan aM = momen yang bekerja
'M = momen sekunder
Untuk mengestimasi besar momen akhir ,M faktor pembesaran momen δ harus harus
dimasukkan, dengan harga δ > 1,0.
Langkah-langkah menghitung faktor δ adalah sebagai berikut:
(1) Tentukan apakah sistem merupakan sistem berpenopang (braced) atau
takberpenopang (unbraced), dan ambil nilai lu dan δ yang sesuai.
(2) Hitung kekakuan batang, ambil yang terbesar dari dua persamaan berikut ini:
βd
2,0
+
+=
IIEIE
EI ssgc (SNI 3.3.10)
atau
βd
4,0
+=
IIE
EI gc
dengan cE = 4700√(fc’) MPa.
Es = 2 x 510 MPa.
Ig = momen inersia bruto dengan mengabaikan As.
Is = momen inersia baja tulangan.
β = rasio faktor maksimum beban mati terhadap faktor maksimum beban
total; misal βd = 1,2D/(1,2D + 1,6L)
(3) Hitunglah beban tekuk Euler, melalui rumus :
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 72
2)(
uKlEIPc π
=
Dalam hal ini, gunakan nilai ulKEI ,, dari langkah (1) dan (2) di atas.
(4) Hitung nilai mC yang akan digunakan untuk faktor pembesaran momen.
Untuk braced freme:
0,4 0,4 0,6 2
1 ≥⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=
b
bm M
MC
dengan bb MM 21 <
Sedangkan untuk kasus lainnya, misal kolom dengan beban tranversal dan braced
frame, harga Cm = 1,0.
(5) Hitung faktor pembesaran momen δb.
1,0 )/( 1
δ ≥−
=cu
mb PP
Cφ
dan
1,0 )/( 1
δ >ΣΣ−
=cu
ms PP
Cφ
Nilai δb dan δs adalah berturut-turut pembesaran momen untuk struktur braced frame
dan unbraced frame (sway). Nilai Pc diambil dari langkah (3) di atas. uPΣ dan cPΣ
adalah hasil penjumlahan dari semua kolom dalam satu tingkat. Untuk rangka yang
tidak ditahan terhadap goyangan ke samping, kedua nilai δb dan δs haruslah dihitung.
Untuk rangka yang ditahan terhadap goyangan ke samping, δs harus diambil sebesar
1,0.
(6) Rencanakan kolom dengan menggunakan beban aksial terfaktor Pu dan
ssbbc MMM 22 δ δ +=
M2b dan M2s adalah momen berfaktor ujung kolom yang terbesar akibat beban yang
menghasilkan no sideway dan sideway. Perhatikan bahwa untuk braced frame, M2s = 0
sehingga suku kedua dari persamaan tersebut bernilai nol juga.
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 73
5.11 Analisis Orde Kedua
Pada analisis orde kedua (second order analysis), persamaan keseimbangan
dirumuskan berdasarkan struktur yang telah berdeformasi. Karena analis ini mengarah
pada hubungan beban dan pergeseran yang tak linear, beban yang digunakan dalam
analisis adalah beban yang menyebabkan kondisi keruntuhan. Sehingga, lendutan dan
efek dari analisis orde kedua tergantung pada asumsi kekakuan dari elemen-elemen
batang yang ditinjau pada kondisi keruntuhan dan dengan memperhatikan perilaku tak
linear.
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung tentang metode pembesaran
momen, ACI Pasal 10, 11, yang cukup baik dan mudah untuk rangka tanpa penopang
sangat sulit karena memerlukan pendekatan rumus-rumus, grafik, untuk menentukan
panjang efektif kolom yang diturunkan dari kondisi ideal yang belum tentu sesuai
dengan kenyataan.
Dengan adanya komputer dan berbagai aplikasinya, perhatian terhadap analisis
orde kedua yang lebih rasional semakin meningkat. Analisis P–∆, dengan efek defleksi
lateal terhadap momen, gaya aksial, dan fefleksi lateral kembali, dapat dihitung secara
langsung. Hasil yang berupa momen dan defleksi yang telah mencakup efek
kelangsingan, bersifat tak linear.
Sebagaimana dalam uraian sebelumnya, pembesaran momen untuk struktur
rangka tanpa penopang dirumuskan sebagai hasil penjumlahan momen pada efek tanpa
goyangan (non-sway effect) dan efek goyangan (sway effect).
ssbbc MMM 22 δ δ +=
Suku pertama dari persamaan di atas adalah hasil dari efek tanpa-goyangan dan suku
kedua adalah hasil dari efek goyangan. Persamaan ini dapat diubah menjadi;
keduaordec MMM 2bb δ +=
dengan Morde kedua adalah momen yang didapat dari perhitungan langsung efek sway.
ACI Pasal 10.10.7 maupun R.10.10.1 menganjurkan penggunaan analisis orde
kedua atau analisis P–∆, yang memasukkan pengaruh defleksi goyangan (sway
deflection) ke dalam gaya aksial dan momen dari struktur portal yang ditinjau. Analisis
orde kedua yang disyaratkan dalam ACI Pasal 10.11.43 untuk diterapkan pada semua
elemen batang tekan bila nilai lu/r > 100. Bila analisis ini digunakan, pengaruh gaya
aksial dan momen dan gaya, serta efek dari durasi beban, harus dicakup dalam analisis.
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 74
Pada umumnya, momen yang diperoleh dari analisis orde kedua lebih mendekati
nilai momen yang sebenarnya, dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan metode
pembesaran momen. Untuk struktur yang dapat bergoyang (sway) atau portal yang
diberi penopang sangat ringan, keadaan optimum (mungkin juga ekonomis) dapat
dicapai dengan penggunaan analisis orde kedua.
Lebih lanjut, ACI Commentary R.10.10.1 memberi beberapa pertimbangan
sehubungan dengan perencanaan batang tekan, yang isinya dikutip di bawah ini.
Pertimbangan berikut ini harus dipandang minimum untuk analisis struktur yang
memadai untuk perencanaan batang-batang tekan, menurut Pasal 10.10.1:
(1) Hubungan momen-kelengkungan yang realistik atau rotasi momen-ujung harus
digunakan untuk memberikan nilai defleksi dan momen-sekunder yang akurat. Karena
desain kolom dan pertimbangan stabilitas ditinjau pada kondisi batas ultimat (ultimate
limit state), nilai kekakuan yang dipakai dalam suatu analisis elastis harus dapat
mewakili kondisi ini. Di samping nilai yang lebih akurat, juga memadai untuk
mengambil nilai EI sebagai:
)/2,1 2,0( csptgc EEIE + untuk menghitung kekakuan kolom.
gc IE5,0 untuk menghitung kekakuan balok.
(2) Pengaruh rotasi fondasi pada deformasi lateal harus ditinjau.
(3) Efek beban aksial terhadap kekuatan dan carry-over factor untuk kolom-kolom
yang sangat langsing (lu > 45) juga harus ditinjau.
(4) Pada struktur portal yang menahan beban-beban lateral, seperti misalnya pada
bangunan yang menahan reaksi horizontal akibat struktur pelengkung (arch) ataupun
gaya-gaya gempa horizontal tak seimbang, dan pada struktur portal dengan beban-beban
mati tak seimbang dapat meningkatkan perbedaan perpendekan (differential shortening)
pada kedua sisi bangunan yang menyebabkan fefleksi lateral, efek rangkak (creep)
harus diperhitungkan.
(5) Momen maksimum pada batang-batang tekan harus ditentukan dengan meninjau
pengaruh defleksi lateral dari portal tersebut dan defleksi dari batang tekan itu sendiri.
Analisis P-∆ Inteaktif
Perhitungan gaya-gaya goyangan (sway force) untuk kasus beban kombinasi
relatif sederhana. Aya lateral dan vertikal Pu dikerjakan pada struktur dan perpindahan
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 75
relatif ∆i pada setiap tingkat dihitung dengan analisis elastik orde satu, dan dengan
mengabaikan efek P–∆, seperti diperlihatkan pada Gambar di bawah. Gaya geser
tingkat akibat gaya vertikal (P–∆ effect) pada tingkat ke-i, dapat dihitung sebagai:
i
iii h
PH ∆Σ=
dengan iP = jumlah gaya aksial pada semua kolom pada tingkat ke-i
∆i = 1+− ii uu yaitu drift pada tingkat ke-i
hi = tinggi tingkat ke-i.
Pada suatu lantai ke-i gaya goyang adalah gaya hasil penjumlahan gaya geser
tingkat dari kolom di atas dan di bawah lantai. Gaya goyangan kemudian ditambahkan
ke dalam gaya lateral di masing-masing tingkat; total dan momen orde kedua pada
struktur tersebut dapat dihitung kembali dengan siklus ke-2 dari analisis orde pertama.
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 76
Bila kekakuan batang memadai, pada umumnya hanya diperlukan satu atau dua
siklus saja. Contoh sistematik analisis struktur tiga lantai dapat dilihat dalam tabel
berikut ini. Perhatikan bahwa untuk memudahkan perhitungan dengan metode interaktif
ini, level 1 dari struktur diambil pada tingkat atas bangunan, dan bukan pada level
bawah.
Tabel 5.2 Beban bekerja dan displasemen orde pertama Level Tinggi
tingkat (h)
Gaya gravitasi
(Σ P)
Gaya lateral (H1)
Gaya geser tingkat (Σ H1)
Displasemen lateral (U1)
Storey drift (∆i)
1 h1 P1 H1 H1 U1 ∆1 = U1 – U2 2 h2 P1 + P2 H2 H1 + H2 U2 ∆2 = U2 – U3 3 h3 P1 + P2 + P3
H3 H1 + H2 + H3 U3 ∆3 = U3 …
Tabel 5.3 Metode P-∆ interaksi (siklus ke-1)
Level (ΣP)∆i/hi ΣHi + (ΣP)∆i/hi
Modifikasi gaya
lateral (H2)
Modifikasi displasemen
lateral
Modifikasi storey drift (∆2)
1 (P1)∆1/hi H1 + (P1)∆1/h1 2 (P1 + P2)∆2/h2 H2 + (P1 + P2)∆2/h2 3 (P1 + P2 + P3)∆3/h3 H1 + H2 H1 + (P1 + P2 + P3)∆3/h3
(Analisis orde pertama)
Hasil modifikasi ∆2 dipakai untuk analisis tahap ke-2
Tabel 5.4 Metode P–∆ interaktif (siklus ke-2).
Level (ΣP)∆i/hi ΣH2 + (ΣP)∆2/hi
Modifikasi gaya
lateral (H2)
Modifikasi displasemen
lateral (H3)
Modifikasi storey drift (∆2)
1 Cara perhitungannya dilakukan seperti Tabel 6.3, 2 tetapi dengan menggunakan nilai ∆ yang telah dimodifikasi. 3
Analisis P–∆ Secara Langsung
Metode interaktif yang telah diterangkan, mempunyai keuntungan yaitu mudah
untuk dimengerti dan mudah diaplikasikan pada komputer sederhana. Tetapi, untuk
struktur tinggi yang langsing, mungkin diperlukan beberapa siklus untuk menghasilkan
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 77
konvergensi. Beberapa penulis, antara lain Feg (1966), Parme (1966), dan Golburg
(1973) menganjurkan bahwa defleksi total orde kedua, ∆21, pada tingkat ke-i dari
struktur yang elastik dapat dihitung dengan rumus:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛Σ
∆Σ−
∆=∆
ii
iii
hHP 1
1i2
1
dengan H = gaya geser pada tingkat yang ditinjau.
iP = total gaya aksial kolom pada tingkat ke-i.
∆1i = drift pada antai ke-i dengan teori orde ke-1.
∆2i = drift pada antai ke-i dengan teori orde ke-2.
hi = tinggi tingkat ke-i.
Urutan analisisnya adalah sebagai berikut:
(1) Lakukan analisis teori orde pertama untuk mendapatkan ∆i tiap tingkat.
(2) Lakukan hitungan teori orde kedua dengan menggunakan
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛Σ
∆Σ−
∆=∆
ii
iii
hHP 1
1i2
1
(3) Hitung gaya goyangan (sway force) seperti yang telah dijelaskan dalam uraian
terdahulu, dengan menggunakan defleksi goyangan (drift), ∆2i.Gaya tersebut
dapat positif atau negatif.
(4) Lakukan analisis ulang dengan teori orde pertama dari struktur (frame) akibat
gaya vertikal dan horizontal ditambah dengan gaya goyangan (sway force)
yang diperoleh dari langkah ketiga, memberikan gaya (geser/aksial) dan
momen orde kedua.
Gaya teoritis maksimum dari tingkat ke-i dapat dicari bila harga ∆2i mendekati tak
hingga, yaitu bila:
1 jika 12 =
Σ∆Σ
∞=∆ii
iii hH
P
Metode Batang Penopang Negatif
Pada tahun 1975, Nixon et al memperlihatkan bahwa penyelesaian langsung
untuk momen-momen dan defleksi orde kedua dapat dilakukan dengan menggunakan
program komputer analisis struktur yang standar (program yang berdasarkan teori orde
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 78
pertama), yaitu dengan cara menyelipkan suatu batang penopang diagonal fiktif dengan
luas penampang yang negatif. Batang ini disiapkan pada setiap tingkat.
Luas batang pengaku ini bisa diperoleh dengan cara memeriksa matriks
kekakuan dari kolom, misalnya dari kolom pada Gambar di bawah ini. Seandainya
program komputer dengan orde pertama digunakan untuk menganalisis portal pada
Gambar a dan c, matriks kekakuan untuk kolom pada lantai ke-i harus mengandung
semua sukulipkan batang-batang penopang (bracing) seperti dalam Gambar a, program
akan menyusun sebuah matriks kekakuan seperti Pers. (6.43) yang sesuai dengan derajat
kebebasannya (d.o.f), lihat Gambar b.
Luas yang diperlukan untuk batang fiktif untuk tingkat ke-i diperoleh dengan cara
menyamakan
i
i
oi
i
hP
LEA Σ
= cos i2 α
sehingga:
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 79
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ Σ−=
i2 cos
αE
LhPAi oi
i
i
Persamaan slope deflection untuk kolom dalam Gambar c adalah:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ ++−+=
i
i
i
ibt
it h
uhu
hEIM 1 6 6 2θ θ4
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ ++−+=
i
i
i
ibt
ib h
uhu
hEIM 1 6 6 4θ θ2
Dari keseimbangan statik:
i
iitt h
UUPMMF 1) ( ) ( b +−Σ−+=
dan
tb FF −=
Persamaan ini merupakan persamaan matriks kekakuan orde kedua dari kolom
dengan persamaan keseimbangan yang didasarkan pada bentuk defleksinya. ΣPi sama
dengan jumlah gaya aksial kolom pada tingkat ke-i. Luas yang dihasilkan dari
Persamaan tersebut pada umumnya sangat kecil dan berharga negatif. Perlu
diperhatikan bahwa pada umumnya adanya suatu batang akan bersifat memperkaku
struktur, sedangkan dalam pembahasan ini suatu batang sisipan dengan luas penampang
negatif dapat membuat struktur menjadi lebih fleksibel.
Analisis dengan sistem ini akan memberikan hasil langsung untuk defleksi dan
momen-momen, tetapi nilai gaya aksial kolom akan sedikit mengalami kesalahan
karena adanya komponen vertikal dan horizontal dari batang diagonal fiktif tadi. Namun,
kesalahan ini dapat dikoreksi dengan mudah melalui cara statika. Perlu pula diketahui
bahwa, efek vertikal ini dapat direduksi dengan cara menyisipkan batang fiktif
sepanjang mungkin yang dapat dimasukkan pada tingkat yang ditinjau. Sedangkan
komponen horizontal pada tingkat yang ditinjau tersebut pada dasarnya bersifat konstan.
Substitusi dari persamaan-persamaan tersebut menghasilkan matrik sebagai berikut:
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 80
θ
θ
12 12 6 6
12 12 6 6
6 6 4 4
6 6 2 4
1
b
t
3322
3322
22
22
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ Σ−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ Σ+−
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ Σ+−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ Σ−−−
−
−
=
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+i
i
iiiiii
iiiiii
iiii
iiii
b
t
b
t
U
U
hP
hEI
hP
hEI
hEI
h
hP
hEI
hP
hEI
hEI
h
hEI
hEI
hEI
hEI
hEI
hEI
hEI
hEI
F
F
M
M