87928139-06-kolom

43
Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 38 BAB V KOLOM 5.1 Pendahuluan Elemen struktur yang terkena beban tekan, tanpa memperhatikan apakah moden lentur juga bekerja, secara harafiah disebut sebagai batang tekan (Compression member), misalnya pada struktur rangka batang, struktur portal, rasuk pelengkung, dan sebagainya. Tetapi, dalam bab ini yang dimaksud dengan batang tekan adalah kolom. Fungsi kolom adalah meneruskan beban dari sistem lantai ke fondasi. Kolom beton bertulang mempunyai tulangan longitudinal, yang peralel dengan arah kerja beban, dan disusun menurut pola segiempat, bujur sangkar, atau lingkaran. Batasan 1-8% dari luas penampang kolom beton A g lazim digunakan untuk menentukan jumlah tulangan ini karena persentase yang lebih besar tidak ekonomis dan sering kali mempersulit pemasangannya. Tulangan ini umumnya diikat oleh tulangan melintang yang ditempatkan dalam interval tertentu, yang disebut tulangan sengkang. Sengkang berfungsi untuk mengurangi bahaya pecah (spliting) beton yang dapat mempengaruhi daktilitas kolom beton bertulang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penampang yang diberi tulangan melintang atau transversal, dalam bentuk sengkang ataupun spiral, akan meningkat kekuatan dan daktilitas betonnya. Lilitan melingkar atau spiral memberikan tekanan kekang (confine) di sekeliling penampang (lihat Gambar 5.1a). sedangkan sengkang biasa hanya memberikan gaya kekang (confine) di daerah sudut karena terarah luar (lihat Gambar 5.1b). meskipun tidak sebaik lilitan spiral, sengkang biasa dapat pula memberikan peningkatan kekuatan dan daktilitas beton. Gambar 5.1 Gaya kekang pada penampang kolom Penempatan sengkang yang relatif rapat dapat memperbaiki sifat beton, karena dapat memberikan pengekangan yang lebih baik pada beton (lihat Gambar 5.3). Dari hasil pengujian, terlihat bahwa pengekangan oleh sengkang segiempat hanya terjadi

Transcript of 87928139-06-kolom

Page 1: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 38

BAB V

KOLOM

5.1 Pendahuluan

Elemen struktur yang terkena beban tekan, tanpa memperhatikan apakah moden

lentur juga bekerja, secara harafiah disebut sebagai batang tekan (Compression member),

misalnya pada struktur rangka batang, struktur portal, rasuk pelengkung, dan sebagainya.

Tetapi, dalam bab ini yang dimaksud dengan batang tekan adalah kolom. Fungsi kolom

adalah meneruskan beban dari sistem lantai ke fondasi.

Kolom beton bertulang mempunyai tulangan longitudinal, yang peralel dengan

arah kerja beban, dan disusun menurut pola segiempat, bujur sangkar, atau lingkaran.

Batasan 1-8% dari luas penampang kolom beton Ag lazim digunakan untuk menentukan

jumlah tulangan ini karena persentase yang lebih besar tidak ekonomis dan sering kali

mempersulit pemasangannya. Tulangan ini umumnya diikat oleh tulangan melintang

yang ditempatkan dalam interval tertentu, yang disebut tulangan sengkang. Sengkang

berfungsi untuk mengurangi bahaya pecah (spliting) beton yang dapat mempengaruhi

daktilitas kolom beton bertulang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penampang yang

diberi tulangan melintang atau transversal, dalam bentuk sengkang ataupun spiral, akan

meningkat kekuatan dan daktilitas betonnya. Lilitan melingkar atau spiral memberikan

tekanan kekang (confine) di sekeliling penampang (lihat Gambar 5.1a). sedangkan

sengkang biasa hanya memberikan gaya kekang (confine) di daerah sudut karena terarah

luar (lihat Gambar 5.1b). meskipun tidak sebaik lilitan spiral, sengkang biasa dapat pula

memberikan peningkatan kekuatan dan daktilitas beton.

Gambar 5.1 Gaya kekang pada penampang kolom

Penempatan sengkang yang relatif rapat dapat memperbaiki sifat beton, karena

dapat memberikan pengekangan yang lebih baik pada beton (lihat Gambar 5.3). Dari

hasil pengujian, terlihat bahwa pengekangan oleh sengkang segiempat hanya terjadi

Page 2: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 39

pada bagian sudut, sedangkan sengkang spiral dapat lebih efektif memberikan

pengekangan pada semua bagian. Pengekangan yang diberikan oleh sengkang

segiempat dapat diperbaiki dengan menggunakan ikatan silang ataupun sengkang

overlap (Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Perbaikan sengkang segiempat

Gambar 5.3 Pengaruh jarak sengkang terhadap pengekangan beton

3.2 Pertimbangan Desain

Perencanaan suatu kolom terutama didasarkan pada kekuatan dan kekakuan

penampang lintangnya terhadap aksi beban aksial dan momen lentur. Kekuatan dalam

kombinasi beban aksial dan lentur ini harus memenuhi keserasian tegangan dan

regangan. Kekuatan rencana suatu beton bertulang dapat diperoleh dengan mengalikan

Page 3: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 40

kekuatan nominal dengan faktor reduksi φ. Nilai φ sebagaimana disarankan dalam SNI-

91 Pasal 3.2.3 adalah sebesar 0,70 untuk kolom dengan sengkang spiral dan 0,65 untuk

sengkang segiempat (lihat juga ACI-89 Pasal 9.3). Nilai faktor reduksi ini dapat

ditingkatkan bila beban aksial yang bekerja relatif kecil.

Regangan maksimum pada serat tekan keluar beton selalu diambil sebesar 0,003.

Ini berbeda dengan PBI-71 yang mengambil batasan sebesar 0,0035. Penggunaan

hubungan tegangan-regangan yang berbeda untuk beton dapat menghasilkan sedikit

perbedaan dalam nilai diabaikan dalam perhitungan.

Dalam PBI-71 terdapat batasan tentang eksentrisitas minimum guna

memperhitungkan ketidaktepatan sumbu kolom atau tidak konsentrisnya gaya aksial

yang bekerja. Penyebabnya, dalam praktek, beban luar aksial yang benar-benar

konsetris terhadap kolom bisa dikatakan tidak ada. Ketentuan ini tidak dalam SNI-91,

tetapi ditetapkan bahwa kekuatan penampang kolom yang terkena beban aksial dalam

kondisi tekan-murni (pure compression) harus diambil sebesar 0,85 atau 0,80% dari

kekuatan beban aksial murni P0.

Pn maks = 0,85P0 untuk kolom berspiral,

dan

Pn maks = 0,80P0 untuk kolom bersengkang.

Nilai persentase ini identik dengan kekuatan tekan pada rasio eksentrisitas e /h sebesar

0,05 dan 0,10 yang ditetapkan dalam PBI-71, dengan e adalah besar eksentrisitas beban,

dan h adalah tinggi penampangan kolom.

Gambar 3.4 Faktor reduksi kolom

Page 4: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 41

5.3 Kolom dengan Tulangan pada Dua Sisi

Bila suatu batang dibebani gaya aksial P dan momen M (lihat Gambar 3.5),

biasanya gaya aksial dan momen ini dapat digantikan oleh gaya P yang bekerja pada

eksentrisitase e = M / P. Pembebanan kedua tersebut bersifat statik ekivalen dengan

yang pertama dan prinsip ini juga berlaku pada kolom beton bertulang. Bila nilai ε

relatif kecil, seluruh penampang akan tertekan; dan bila nilai P ataupun ε relatif besar,

kegagalan akan terjadi dengan hancurnya beton yang disertai dengan pelelehan tulangan

tekan pada sisi yang lebih terbebani.

Gambar 5.5 Gaya pengganti

Page 5: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 42

Gambar 5.6 Beton eksentrisitas pada penampang dengan tulanganpada dua sisi

Tulangan tekan pada kolom beton yang dibebani eksentris pada tingkat beban

ultimit umumnya akan mencapai tegangan leleh, kecuali jika beban tersebut kecil, atau

menggunakan baja mutu tinggi, atau dimensi kolomnya relatif kecil. Sehingga,

umumnya, diasumsikan bahwa tulang baja tulangan tekan sudah leleh, kemudian baru

Page 6: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 43

regangannya diperiksa apakah memenuhi ketentuan ini. Dari Gambar 5.4 dengan ƒs′ =

ƒs dihasilkan:

Pu = 0,85 ƒc′ ab + As′ƒs (5.1)

Dengan mengambil momen terhadap tulangan tarik, dapat disusun persamaan:

Pu . e = 0,85 ƒc′ ab(d - + As′ƒs (5.2)

dengan e′ = eksentrisitas beban ultimit.

ƒc′ = kekuatan tekan beton silinder.

ƒy = tegangan leleh baja tulangan.

ƒs = tegangan pada baja tulangan tarik.

As = luas tulangan tarik.

As′ = luas tulangan tekan.

Dengan menyusun keseimbangan kondisi batas terhadap tulangan tarik, dapat

ditentukan titik sentroid plastis dari penampangan itu, sebagai:

0,85ƒc′ . bh ( d – ½ h) + As′ƒy (d – d ′) d″ = ––––––––––––––––––––––––––––––– (5.3) 0,85ƒc′ . bh + ( As + As′)ƒy Untuk kolom dengan beban eksentris seperti pada gambar 5.6,

Pu . e = 0,85ƒc′ ab(d – d″ – ½ a) + As′ƒy(d – d′ – d″) + Asƒsd″ (5.4)

Kondisi seimbang (balance failure):

0,003Es ab = β1cb = –––––––––––––β1d (5.5) 0.003Es + ƒy

dengan ƒs = ƒy dan β1 = 0,85

Substitusi nilai ab dan ƒs ke alam Pers. (3.1) dan (3.2) akan memperoleh beban aksial

dan momen lentur untuk kondisi keruntuhan-imbang.

Adanya variasi dalam nilai beban yang bekerja, ragam keruntuhan yang terjadi

mungkin saja bukan merupakan keruntuhan imbang. Kondisi ini yang disebut sebagai

keruntuhan tarik atau keruntuhan tekan berturut-turut dapat terjadi tergantung pada nilai

beban aksial yang bekerja pada penampangan tersebut. Sebagai contoh, keadaan

keruntuhan tarik (tension failure) akan berlaku bila Pu < Pb yang berarti juga εs > εy

atau c < cb. Tegangan pada tulangan tarik ƒs sama dengan tegangan leleh ƒy Keruntuhan

Page 7: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 44

tekan (compression failure) bila Pu > Pb yang berarti εs < εy atau c > cb. tegangan pada

tulangan tarik mesti ditentukan melalui persamaan:

a

ad −= 1

sβ 0,003 ε (5.6a)

dan

ƒs = εsEs = sEa

ad −1β 0,003 (5.6b)

Persamaan dalam pasal ini disusun berdasarkan asumsi bahwa baja tulangan tekan

sudah leleh, ƒs′ = ƒy Keadaan ini, harus diperiksa dengan melihat regangan pada baja

tulangan.

s

ys E

f

cd' - c 0,0003 ' >=ε (5.7a)

Jika beban tulangan belum leleh, yang regangannya lebih kecil daripada εy nilai ƒs′

harus ditentukan melalui diagram tegangannya, yang dapat dirumuskan sebagai:

a

daEc

dcf ss1

ssβ003,0 ' 0,0003 E' ' −

=−

== ε (5.7b)

Nilai ini kemudian disubstitusi ke dalam persamaan sebelumnya untuk menggantikan

tegangan pada baja tulangan tekan.

Untuk suatu penumpangan yang dimensi dan luas baja tulangannya telah

ditetapkan, dan dengan nilai gaya aksial maupun momen yang dibuat variabel, dapat

dibuat suatu diagram interaksi seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.7. diagram

interaksi adalah daerah batas yang menunjukkan ragam kombinasi beban yang dapat

ditahan oleh kolom tersebut secara aman.

Gambar 5.7 Diagram interaksi tipikal

Page 8: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 45

Contoh Soal

Sebuah penampang kolom segiempat yang berukuran 300 x 400 mm dengan

luas baja tulangan masing-masing 804 mm². Titik pusat tulangan ini terletak 60 mm dari

serat tepi. Tegangan leleh baja tulangan ini adalah 390 N/mm² dan modulus

elastisitasnya 200000 N/mm². Kekuatan tekan kubus beton tersebut adalah 20 N/mm².

Hitunglah rentang beban keruntuhan yang mungkin terjadi.

Penyelesaian

Diketahui: bkf = 20 Mpa (benda uji kubus)

yf = 390 MPa

sA = 'sA = 804 mm

sE = 200000 MPa

Maka, cf = 0,83 x 20 MPa = 16,6 MPa

d = 400 – 60 = 340 mm

(a) Keruntuhan imbang

Tulangan tarik telah leleh, ys ff = Asumsikan bahwa baja tulangan tekan juga telah

leleh.

mm 175 340 x 0,85 x 390 10 x 0,2 x 003,0

10 x 2,0 x 003,06

6

=+

=ba

dan mm 20685,0/ == bb ac

Page 9: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 46

Dari Pers. (5.1), dengan luas tulangan tekan dan tarik yang sama, gaya pada baja

tulangan saling meniadakan.

x 0,85 =bP 16,6 x 175 x 300 = 740,775 kN.

Letak sentriod plastis dapat ditentukan melalui Pers. (5.3). Perhatikan bahwa letak

sentroid ini berada di tengah-tengah penampang karena kedua luas baja tulangan adalah

sama, d″ = 140 mm.

Eksentrisitas gaya, eb = d – d″ - ½ ab = 112 mm

bbeP = 740,775 x 112 + 804 X 390 (340 – 60 – 140) + 804 X 390 X 140

= 170,76 kNm.

Dengan menggunakan Pers. (5.7), periksa tegangan pada baja tulangan tekan,

diperoleh:

0,00212 206

60 206 x 0,003 ' 0,003 ' =−

=−

=c

dcsε

0,00195 10 x 0,2

390 6 ===s

yy E

Karena yε '>sε baja tulangan tekan sudah meleleh sebagaimana diasumsikan.

(b) Keruntuhan tekan

Keruntuhan tekan terjadi bila .atau bbu aaPP >> Seandainya mm 20115,1 == baa ,

maka

ys ff mm2 / N 263 201

340 x 0,85 x 600 <==

Karena tulangan tekan sudah leleh ketika Pu = Pb′ tulangan ini pastilah meleleh untuk

gaya aksial yang lebih besar dari Pb.

ys ff ' =

Dengan menggunakan Pers. (5.1) diperoleh,

Pu = 0,85 x 16,6 x 201 x 300 + 804 x 390 – 804 x 263 N = 952,941 kN.

Dari Pers. (6.5),

ePu = [0,85 x 16,6 x 201 x 300 (200 – 0,5 x 201)]

+ [804 x 390(280 – 140)] + [804 x 263 x 140]

= 158,159 kNm.

Page 10: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 47

Ini memberikan titik F dalam Gambar 5.8.

(c) Tekan murni

Nilai Pu akan maksimum bile e mendekati nol. Dari Pers. (5.1) dengan mengabaikan

luas beton yang ditempati oleh baja tulangan, diperoleh:

Pu = 0,85 x 16,6 x 300 x 400 + 1608 x 390 = 2322 kN.

Ini diplot sebagai titik A dalam Gambar 6.10.

(d) Keruntuhan tarik

Keuntuhan ini akan terjadi bila Pu < Pb atau a < ab. Jika a = 0,85ab = 149 mm,

tegangan-tegangan pada baja tulangan dapat diperiksa berturut-turut melalui Pers. (6.7)

dan (6.8)

sε = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

149149 340 x 85,00003,0 = 0,00282 > yε

dan

sε = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

1496085,01490003,0 x = 0,00197 > yε

Baik baja tulangan tarik maupun tulangan tekan berada dalam kondisi leleh sehingga,

kN 630,717 N 149 x 300 x 20 x 16,6 x 0,85 ==uP

dan

ePu = 630,717 (200 – 0,5 x 149) + 2 x 804 x 390 x 140 = 166,951 kNm.

Menghasilkan titik E dalam Gambar 5.8.

Nilai batas akan tercapai bila 0 →uP dan ∞→e yang merupakan kondisi lentur murni.

(e) Lentur murni

Dalam kondisi ini, mungkin baja tulangan tekan tidak meleleh, ' ys ff < yang dari Pers.

(6.8).

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=a

af s60 x 0,85 600 '

Dengan mensubtitusikan nilai 'sf ini ke dalam Pers. (5.1), diperoleh:

Page 11: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 48

uP = [ ]a x 300 x 16,6 x 85,0 + ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

aa 51 600 x 804 – [ ]390 x 804

0 = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

+a

aa 51 400 482 4233 – 313 560

mm 59 jadi ;0581240 2 ==−+ aaa

Maka,

2mm / N 81 59

51 59 600 ' =⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=sf

Dengan mensubstitusi 'sf ini ke dalam Pers. (6.5), diperoleh:

ePu = [0,85 x 16,6 x 59 x 300 x (200 – 0,5 x 59)]

+ [804 x 81 x 140] + [804 x 390 x 140]

= 95,597 kNm

)( f Pembebanan tarik

Jika beban yang bekerja adalah beban tarik langsung, kekuatan kolom tersebut dengan

e = 0 dan dengan mengabaikan kekuatan tarik dari beton adalah:

kN. 627,12- 390 x 1608- ==−= yst fAPu

Ini diplot sebagai titik D.

Gambar 5.8 Diagram interaksi

Page 12: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 49

Contoh

Suatu penampang kolom beton bujur sangkar 508 mm diberi tulangan baja

simetris seluas 2581 2mm pada dua sisi kritisnya. Titik pusat masing-masing tulangan

terletak 63,5 mm dari tepi. Beton memiliki kekuatan tekan silinder 207 2kg/cm . Baja

memiliki modulus elastisitas 2,0 x 106 2kg/cm dan tegangan leleh 2750 2kg/cm . Beban

luar bekerja secara eksentris terhadap salah satu sumbu utama dari penampang tersebut.

Hitunglah rentang beban keruntuhan yang mungkin dan eksentrisitasnya.

Penyelesaian:

Hasil perkalian ruas kiri dari setiap persamaan dalam contoh soal ini tidaklah

tepat benar dengan hasil akhirnya, karena semua bilangan yang ada di ruas kiri

merupakan nilai konversi dari satuan psi ke MPa, sedangkan hasil akhir pada ruas kanan

adalah sebagaimana diberikan dalam buku Park & Pauley. Nilai 207 2kg/cm di atas

harus dikalikan dengan angka konversi sebesar 1/0,83 menghasilkan kekuatan tekan

kubus sekitar 250 2kg/cm .

dan mm, 63,5 ' MPa; 20,7 ' == dfc

5,63508' −=−= dhd

mm 444,5 =d

mm 508 =b

( a ) Keruntuhan imbang

Baja tulangan tarik meleleh, ys ff = Asumsikan bahwa tulangan tekan juga

meleleh.

Menggunakan Pers. (5.5):

mm 258,8 444,5 x 0,85 x 276 10 x 0,2 x 003,0

10 x 2,0 x 0,003 6

6

=+

=ab

Melalui Pers. (6.2):

bP = ysysbc fAfAbaf −+ ' . '85,8

= 0,85 x 20,7 x 258,8 x 508 + 0 = 2310 kN

Gaya aksial bP = 2310 kN kali faktor 0,70 = 1617 kN.

Page 13: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 50

Karena tulangan simetris, sumbu plasitis terletak di sumbu utama penampangan

(karenanya "d = 190,5 mm) sehingga

Momen:

bbeP = 2310(444,5 – 190,5 – 0,5 x 258,8 x 310

+ 2581 x 276 (444,5 – 63,5 – 190,5)

+ (258 x 276 x 190,5)

= 559 kNm kali factor 0,70 = 391,3 kNm.

Tegangan pada tulangan tekan:

0,00237 'εdan 0,00138; 10 x 0,2

276 ε s6 ===y

Dengan demikian, tulangan tekan sudah meleleh sebagaimana diasumsikan. Nilai bP

dan bbP ε menghasilkan titik B dalam Gambar 5.9.

(b) Keruntuhan tarik

Jika ysb ffPPu =< '

Sebagai contoh, misalkan . kN 1330 bu PP <=

Asumsi bahwa tulangan tekan juga leleh:

1 330 000 = 10,85 x 20,7 x a508

a = 149 mm dan mm 17585,0/149 ==c

Dari Pers. (6.7):

0,00138 0,00192 175

5,63175 x 003,0ε >=−

=s

Dengan demikian, tulangan tekan telah leleh sebagaimana diasumsikan. Melalui Pers.

(6.5) dengan "dd − = 254 mm dan a = 149 mm, diperoleh:

kNm 510 190,5 x 276 x 2581 x 2 149) x 5,0 000(254 330 1 =+−=ePu

Ini menghasilkan titik E dalam Gambar 5.9.

Gaya aksial .;0 ∞→= ePu

Pada kasus ini, karena ss AA ' = dan beton menahan sebagian gaya tekan, ys ff '< Dari

Pers. (5.7) dapat dinyatakan:

Page 14: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 51

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=a

aa

af s54600 10 x 0,2 x 5,63 x 85,0 0,003 ' 6

Dari Pers. (5.1), dengan mensubstitusi harga 'sf ini ke dalamnya, diperoleh:

0 = 0,85 x 20,7 x 276 x 258154 6000 508 −⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

+a

aa

0 = 935693,56 2 −+ aa

a = 60,66 mm

Dari Pers. (5.2) dan dengan menggunakan nilai 'sf diperoleh

Momen kNm. 289=ePu

Ini memberikan titik C dalam Gambar 5.9.

(d) Keruntuhan tekan

Jika ysbu ffPP <> '

Misalkan untuk harga . kN 3560 bu PP >=

Karena tulangan tekan telah meleleh ketika harga 'bu PP = tulangan ini akan meleleh

pada sebarang harga beban P yang lebih besar daripada harga tersebut. Tetapi, tulangan

tarik belum tentu leleh. Sehingga, dari Pers. (5.6), dihasilkan

MPa 377,8 10 x 2 x 444,5 x 85,0 003.0 5 ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=a

aa

afs

Dari Pers. (5.1) diperoleh:

3 560 000 = 0,85 x 20,7 x 508a + 2581 x 276 – 2581 x 600 ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

aa8,377

08,65455335,1452 =−− aa

a = 339 mm.

sf = 600 ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

3393398,377 = 68,7 mm

Dari Pers. (5.4) diperoleh:

ePu = [0,85 x 20,7 x 339 x 508(254 – 0,5 x 339)]

+ [2581 x 276 x 190,5] + [2581 x 68,7 x 190,5]

= 426 kN.

Ini memberikan titik F dalam Gambar 5.9.

Page 15: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 52

(e) Tekan murni

Sebagai limit, Pu menjadi maksimum jika e bernilai nol.

Sehingga, dari Pers. (5.2), dengan mengabaikan bagian beton yang digantikan oleh baja

tulangan, diperoleh

Pu = 5960 kN kali faktor 0,70 = 4172 kN.

(f) Pembebanan tarik

Bila beban luar adalah berupa tarikan dan bukan berupa gaya tekan, kekuatan tarik

kolom tersebut jika e = 0 dinyatakan sebagai berikut:

Pu = -Astfy = -5162 x 276 = -1420 kN kali faktor 0,70 = -994 kN.

Ini memberikan titik D dalam Gambar 5.9. (Tanda negatif menunjukkan gaya tarik.)

Hasil di atas diperoleh dengan mengabaikan kekuatan tarik beton.

Gambar 5.9 Diagram interaksi kolom beton bertulang yang dibebani eksentris

Page 16: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 53

3.4 Penampangan dengan Tulangan Terdistribusi

Bila eksentrisitas beban mempunyai harga kecil sehingga gaya aksial tekan

menjadi penentu, dan juga bila dikehendaki suatu kolom beton dengan penampangan

lintang yang lebih kecil, maka umumnya distribusi tulangan lebih baik dibuat merata di

sekeliling sisi penampangan tersebut (lihat Gambar 5.10). Untuk distribusi tulangan

semacam ini, baja tulangan yang terletak di bagian tengah penampang akan menerima

tegangan yang lebih kecil dibandingkan tulangan lainnya. Ketika kapasitas ultimit

kolom tersebut telah dicapai, tegangan pada baja tulangan tengah belum tentu mencapai

tegangan lelehnya, sedangkan baja tulangan yang berada di tepi kemungkinan besar

sudah leleh.

Gambar 5.10 Penampang dengan tulangan terdistribusi merata pada keempat sisinya

Analisis, ataupun diagram interaksi, untuk menampang dengan tulangan

terdistribusi dapat dilakukan seperti sebelumnya, juga dengan memperhatikan

keserasian regangan. Misal: penampangan dengan lima lapis tulangan (lihat Gambar

5.10) dengan gaya aksial tekan bekerja pada salah satu sumbu utamanya. Jarak masing-

masing tulangan terhadap serat beton yang tertekan id dapat ditentukan sebagai berikut :

Page 17: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 54

Untuk lapis pertama As1 : d1 = dc

kedua As2 : d2 = dc + 4

)2( cdh −

ketiga As3 : d3 = dc + 4

)2( 2 cdh −

keempat As4 : d4 = dc + 4

)2( 3 cdh −

kelima As5 : d5 = dc + 4

)2( 4 cdh −

dengan melihat bentuk persamaan tersebut, dapat dibuat suatu rumus umum untuk jarak

tulangan di sebagai:

)1 (N

)2( )1 ( −−−

+= cci

dhidd (5.8)

dengan i = nomor lapis tulangan.

N = banyaknya garis tulangan

Besarnya regangan yang terjadi pada lapis tulangan ke-i, dapat ditetapkan melalui

perbandingan segitiga, dengan regengan maksimum pada beton adalah 0,003. Dengan

demikian, untuk tulangan ke-i,

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ −

=cdc i

si)( 0,003 ε (5.9)

Sebagaimana sebelumnya, c adalah jarak sumbu netral terhadap serat terluar. Dengan

memperhatikan persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa harga siε akan negatif untuk

regangan tarik ataupun positif untuk regangan tekan.

Selanjutnya, tegangan pada lapis tulangan ke-i dapat dirumuskan menjadi:

sisi cdcf ε . /)0,003( −= (5.10)

Bila

ys

ysi ffsi

Ef

maka , ε =≥ (5.11)

ssisis

ysi

s

y EfEf

Ef

εε =−>> maka , (5.12)

Page 18: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 55

ysis

ysi ff

Ef

maka , ε =−≤ (5.13)

Gaya pada tulangan ke-i, menjadi

sisii AfP = (5.14)

Dengan mengacu pada Gambar 3.10, dapat disusun persamaan keseimbangan:

0 =Σ−− sisicn AfCP (5.15)

sisicn AfabfP Σ+= '85,0 (5.16)

Momen terhadap pusat plastisnya adalah:

ePn = Cc(½h – ½a) + ∑=

n

isisi Af

1

(½h – di) (5.17)

Perlu diperhatikan bahwa bila:

di < a, maka harga fsi = fsi – '85,0 cf

di > a, maka harga fsi = fsi

Contoh 1

Suatu penampang kolom dengan mutu beton 'cf = 27 MPa dan mutu baja

tulangan BJTD-40, menahan beban kerja 270 kN gaya aksial dan 200 kNm momen

lentur. Penampang tersebut diberi tulangan 16 D-19 yang didistribusikan pada keempat

sisinya. Periksalah apakah penampang kolom ini mampu menahan beban kerja tersebut.

Penyesuaian:

Mutu beton 'cf = 27 MPa

Mutu baja BJTD-40

D-19 dengan A = 283 2mm

Luas tulangan:

A1 = 5 x 283 = 1417 2mm

A2 = 2 x 283 = 566 2mm

A3 = A4 = 566 2mm

A5 = 1417 2mm

MPa 10 x 2 5=sE

Page 19: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 56

2mm 4532 =Σ sA

Beban kerja P = 270 kN

M = 200 kNm

Tabel 3.1 Tabulasi perhitungan dan .nini MP

Kondisi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) c ∞ 40 30 20 15 13 10 a 40 34 25,5 17 12,8 11,0 8,5

A tulangan

εs1 0,003 0,002625 0,0025 0,00225 0,001846 0,0015 0,0015 1417

εs2 0,003 0,0020625 0,00175 0,001125 0,00050 -0,000115 -0,00075 566

εs3 0,003 0,00150 0,00100 0 -0,00100 -0,001615 -0,00030 566

εs4 0,003 0,0009375 0,00025 -0,001125 -0,00250 -0,00334 -0,00525 566

εs5 0,003 0,000375 -0,00050 -0,00225 -0,00400 -0,005076 -0,00750 1417

Cs1 566,8 566,8 566,8 566,8 566,8 523,15 425,10 Cs2 226,4 226,4 198,10 127,35 56,60 13,02 -84,90 Cs3 226,4 169,8 113,20 0 -113,20 -182,82 -33,96 Cs4 226,4 106,1 28,30 -127,35 -226,40 -226,40 -226,40 Cs5 566,8 106,2 -141,70 -566,80 -566,80 -566,80 -566,80 Σ Csi 1812,8 1173,3 764,7 0 -283,0 -439,85 -486,96 unit kN 0,85fc’ab 3672,0 3121,2 2340,9 1560,6 1170 1009,8 780,3 unit kN Pn 5484,8 4296,5 3105,6 1560,6 887,0 567,0 293,3 kN Mn 0 171,75 289,9 368,6 350,38 327,9 280,47 kNm

Page 20: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 57

255 N/mm 10 x 2 MPa 10 x 2 ==sE

002,0/ ==Σ syy Ef

Negatif tarik ε =s

Cs dalam kN

Csi = Asifsi = Asi . εsiEs

Pn = ∑=

+n

siCabfc1 i

'85,0

Melalui Pers. (5.16), lihat Tabel 5.1: untuk kondisi (1) dengan C = ∞ dan a = 40 cm,

Pni = 1812,8 + (2 x 566,8) + (3 x 226,4) = 5484,8 kN

Sebagaimana diberikan dalam baris ke-2 terakhir dari tabel.

Mn = 0,85fc’ab . ½ (h – a) + siCΣ (½ h – di)

Negatif Csi = tension

Sedangkan perhitungan momennya adalah sebagai berikut:

1nM = 3672(200 – 200) + 566,8(200 – 50) + 226,4(200 – 125)

+ 226,4(200 – 200) – 226,4(200 – 125) – 566,8(200 – 50)

1nM = 0

2nM = 3121,2(200 – 170) + 566,8(200 – 50) + 226,4(200 – 125)

+ 169,8(200 – 200) – 106,1(200 – 125) – 106,2(200 – 50)

= 93 636 + 85 020 + 16 960 + 0 – 7957,5 – 15 930

2nM = 171 748 kNmm = 171,75 kNm

3nM = 2340,9(20 – 127) + 566,8(200 – 50) + 198,1(200 – 125)

+ 113,2(200 – 200) – 28,3(200 – 125) + 141,7(200 – 50)

= 170885,7 + 85 020 + 14857,5 + 0 – 2122,5 +21 255

3nM = 289,896 kNm

4nM = 1560,6(200 – 85) + 566,8(150) + 127,35(75) + 127,35(75)

+ 566,8(150)

= 179 469 + (85 020 + 9551)2

4nM = 368,6 kNm

5nM = 1170(200 64) + 566,8(200 – 50) + 56,6(200 – 125)

– 113,2(200 – 200) + 226,4(200 – 125) + 566,8(200 – 50)

Page 21: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 58

= 159 120 + 85 020 + 4245 + 16 980 + 85 020

5nM = 350,385 kNm

6nM = 1010(200 – 55) + 523,15(200 – 50) + 13,02(200 – 125)

+ 226,40(200 – 125) + 566,8(200 – 50)

= 146 450 + 78472,5 + 976,5 + 16 980 + 85 020

6nM = 327,899 kNm

7nM = 780,3(200 – 43) + 425,1(150) – 84,9(75)

+ 226,4(75) + 566,8(125)

= 122 507 + 63 765 + 6367,5 + 16 980 + 70 850

7nM = 280,469 kNm

Page 22: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 59

Contoh 2

Diketahui suatu kolom dengan tulangan 10D22, beban luar P akan bekerja dengan

eksentrisitas e terhadap terhadap sumbu-kuat. Material yang digunakan 'cf = 30 MPa

dan fy = MPa. Tentukanlah besar gaya aksial dan momen yang bersesuaian dengan titik

keruntuhan dengan sumbu netral terletak pada jarak c = 420 mm.

Penyelesaian:

Ketika beton mencapai regangan batas 0,003. Regangan pada masing-masing

tulangan dapat ditentukan berdasarkan perbandingan segitiga.

s1ε = 0,00267 (tekan)

s2ε = 0,00146 (tekan)

s3ε = 0,00025 (tekan)

s4ε = 0,00096 (tekan)

Tegangan pada tulangan dapat diperoleh dengan mengalikan regangan tersebut dengan

sE = 200 000 MPa.

1sf = 534 MPa ambil 1sf = 400 MPa

2sf = 292 MPa

3sf = 50 MPa

4sf = 192 MPa

Page 23: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 60

Untuk mutu beton 'cf 30 MPa, harga β1 = 0,85.

Tinggi blok tegangan segiempat ekivalen menjadi:

mm 357 420 x 0,85 ==a

Resultan tegangan tekan beton C = abfc '85,0

kN 2731 10 x 357 x 30 x 85,0 -3 ==C

Resultan tegangan pada baja tulangan sisi fACsi =

1sC = 1140 x 400 = 456 kN untuk lapis pertama

2sC = 760 x 292 = 222 kN untuk lapis kedua

3sC = 760 x 50 = 38 kN untuk lapis ketiga

4sT = 1140 x 192 = 219 kN untuk lapis keempat, tarikan

Gaya aksial dan momen yang bekerja pada penampang adalah:

Pn = 2731 + 456 + 222 + 38 – 219 = 3228 kN

Mn = 2731(600/2 – 357/2) + 456(600/2 – 45) + 222(300 – 215)

– 38(300 – 215) + 219(300 – 45)

Page 24: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 61

Mn = 519,581 kNm

Hasil ini sesuai dengan eksentrisitas e = 519,581/3228 = 0,161 m atau 161 mm dari

sumbu tengah penampang.

5.5 Bidang Interaksi Biaksial

Secara numerik, bidang interaksi biaksial disusun oleh satu seri titik-titik diskret

yang membentuk satu bidang runtuh tiga dimensi. Koordinat dari titik-titik tersebut

diperoleh dengan cara memutar suatu bidang regangan linear. Rumus yang diterapkan

pada Gambar 5.11 sesuai dengan SNI-91 dan pasal 10.3 ACI, Ultimate Strength

Design, dengan asumsi blok tegangan persegi dari Whitney. Diagram regangan linear

dengan nilai maksimum sebesar 0,003. Pada waktu membandingkan efek beban dengan

diagram interaksi, nilai gaya aksial dibatasi oleh:

0maks 80,0 PP = untuk kolom dengan sengkang

0maks 85,0 PP = untuk kolom dengan spiral

dengan

stystgc AfAAfP )('85,0 0 +−= (5.17)

Gaya aksial tarik dari kolom adalah:

Pt = Astfy (5.18)

Gambar 5.11 Model tegangan – regangan untuk beton dengan pengekang (Mander, Priestley, dan Park)

Page 25: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 62

Gambar 5.12 Bidang interaksi biaksial dan pembentukan bidang interaksi

Page 26: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 63

Kurva (1) dalam Gambar 5.12, diperoleh dari satu seri garis netral yang sejajar dengan

sumbu-x, dan kurva (n) didapat dari satu seri garis netral yang sejajar dengan sumbu-y.

Sedangkan, kurva (i) didapat dari satu seri garis netral yang membentuk sudut α dengan

sumbu-x.

Efek beban yang bekerja pada penampang kolom, yaitu yx MMP ,, diplot ke

dalam diagram interaksi ruang, seperti tampak dalam Gambar 5.13, sebagai titik R. Bila

titik R ini berada di dalam ruang diagram, berarti penampang kolom tersebut memadai;

bila titik R berada di luar ruang, penampang kolom tersebut memadai; bila titik R

berada di luar ruang, penampang kolom itu dalam keadaan overstress (tegangan

berlebihan).

Gambar 5.13 Gambaran geometrik rasio kapasitas kolom

nP = φ/uP

xM = φδδ )/M ( x2ssx2 +bxbx M

yM = φδδ )/M ( y2ssy2 +byby M (5.19)

Page 27: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 64

Garis (bektor OR bila diperpanjang akan memotong bidang atau garis batas diagram

interaksi, misal di titik F. Kapasitas kolom dapat dinyatakan menurut rasio:

OrORRK = (5.20)

Tiga kondisi dapat terjadi:

RK < 1, titik R berada di dalam ruang interaksi, berarti kolom mampu menahan efek

beban yang terjadi atau kapasitas kolom mencukupi.

RK < 1, titik R berada di bidang muka interaksi, kolom berada pada tegangan

kapasitasnya.

RK < 1, titik R berada di luar ruang interaksi, tegangan kolom melampaui tegangan

batas (overstress)

Rasio kapasitas pada dasarnya merupakan suatu faktor yang memberikan

gambara tentang kondisi tegangan kolom terhadap kapasitas kolom tersebut. Dengan

kata lain, jika pasangan gaya aksial dan momen dari suatu kolom dibagi dengan harga

rasio kapasitas, RK, akan menghasilkan titik yang jatuh pada batas bidang runtuhnya.

5.6 Bresler Reciprocal Method

Kolom persegi atau empat persegi panjang dengan batas intensitas momen lentur

yang bekerja tidak sama pada kedua sumbu utamanya, akan memerlukan jumlah

pembesian yang tidak sama untuk masing-masing arah tersebut. Metode pendekatan

untuk menganalisis penampang semacam ini dikembangkan oleh Boris Bresler,

sehingga disebut Bresler Ricprocal Method.

Berdasarkan metode ini, kapasitas kolom akibat lentur dua arah (biaxial

bending) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

uouyuxu P PPP

1 1 1 1−+= (5.21)

atau

nonynxn P PPP

1 1 1 1−+= (5.22)

dengan uP = kapasitas beban akibat lentur dua arah

uxP = kapasitas beban uniaksial, yaitu jika beban bekerja dengan eksentrisitas

Page 28: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 65

ye dan xe = 0.

uyP = kapasitas beban uniaksial, seandainya beban bekerja dengan eksentrisitas

xe dan ye = 0.

uoP = beban aksial murni dengan 0 == yx ee

Kekuatan uniaksial nonynxn PPPP ' dapat dihitung dengan menggunakan rumus

yang telah diberikan sebelumnya, atau dengan menggunakan tabel-tabel yang terdapat

dalam berbagai buku acuan. Persamaan Bresler ini dapat berlaku untuk semua kasus,

jika noPPn 0,10 > . Untuk noPPn 0,10 > adanya gaya aksial dapat diabaikan dan

penampang kolom tersebut dapat direncanakan menurut rumus berikut ini.

1,0 ≤+y

uy

x

ux

MM

MM (5.23)

atau

1,0 ≤+oy

uy

ox

nx

MM

MM (5.24)

dengan uxM = yueP adalah momen desain pada sumbu-x

uyM = xueP adalah momen desain pada sumbu-y

yx MM dan adalah momen kapasitas masing-masing pada sumbu-x dan sumbu-

y.

5.7 Bresler Load Contour Method

Pada motode ini, bidang runtuh sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.14

dipotong pada nilai konstan 'nP memberikan hubungan nynx MM dan Bentuk umum

takberdimensi untuk metode ini adalah:

1,0 21

=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛a

oy

nya

ox

nx

MM

MM (5.25)

Bresler membuktikan bahwa, pada persamaan tersebut, bilangan eksponen a

dapat mempunyai harga yang sama pada kedua sukunya ( 21 aa = ). Kemudian, Bresler

juga memberi indikasi bahwa nilai a bervariasi antara 1,15 dan untuk penampang

persegi panjang nilai a dapat dianggap 1,50. Untuk penampang bujur sangkar, harga a

Page 29: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 66

dapat bervariasi antara 1,50 dan 2,0, dengan harga rata-rata 1,75 dapat dipakai untuk

perencanaan. Untuk penampang bujur sangkar, jika pembesian dibuat secara merata

pada keempat sisinya, maka a dapat diambil 1,50.

1,0 5,15,1

=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

oy

ny

ox

nx

MM

MM (5.26)

Gambar 5.14 Bidang interaksi Pn, Mn

Gambar 5.15 Kurva interaksi

Page 30: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 67

5.8 Kolom Langsing

Pada uraian sebelumnya, hanya ditinjau dari kekuatan penampang kolom tanpa

memperhatikan pengaruh kelangsingan terhadap kekuatan.

Gambar 5.16 Faktor panjang tekuk

Page 31: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 68

Untuk kolom yang langsing, dibandingkan ukuran tinggi dari kolom ini, dapat

timbul momen sekunder akibat defleksi lateral dan bahaya tekuk. Adanya efek semacam

ini dapat menyebabkan reduksi kekuatan kolom, yang tergantung pada tinggi efek

kolom, ukuran penampang, rasio kelangsingan, dan kondisi ujung kolom.

Pada umumnya, suatu kolom dapat dibedakan menjadi:

(1) Kolom panjang dengan kelangsingan yang relatif besar, yang mungkin memerlukan

balok lateral.

(2) Kolom panjang dengan kelangsingan relatif seang, yang mungkin memerlukan

balok lateral.

(3) Kolom pendek dengan rasio kelangsingan yang cukup kecil.

Panjang Relatif Kolom Klu

Rasio kelangsingan l / r dapat dihitung secara tepat jika panjang efektif kolom diketahui.

Panjang efektif kolom merupakan fungsi dari dua faktor utama, yaitu:

(1) Panjang yang tidak didukung (unsupported length) lu’ yang harus menurut arah

sumbu-x dan sumbu-y. Nilai yang kritis harus dipilih.

(2) Panjang efektif K, yang merupakan rasio jarak dua titik yang memennya nol

terhadap panjang kolom yang tidak didukung.

Faktor K tergantung pada:

(1) Sistem struktur (frame) yang diberi perkuatan (misal dengan dinding geser atau

rangka kaku), harga K antara 0,50 hingga 1,0 (lihat ACI Pasal 10, 11, 12)

(2) Sistem struktur tanpa perkuatan, harga K antara 1,10 hingga 10,0.

3.9 Penggunaan Aglinment Chart dalam Menentukan Faktor K

Faktor kekangan ujung aψ dan :ψb

balok/kolom / ψ

IEIIEI

ΣΣ

= (5.29)

Pertama hitung aΨ untuk kekangan di ujung atas, kemudian bΨ untuk kekangan ujung

bawah. Lihat bagan dalam Gambar 5.17

(1) Rangka simetris, penampang persegi.

(2) Momen pada balok induk didistribusikan ke kolom sesuai dengan kekakuan

relatifnya.

Page 32: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 69

(3) Semua kolom akan mencapai beban kritisnya pada saat yang sama.

Gambar 5.17 Faktor panjang tekuk

Kekuatan batang EI

Untuk struktur beton bertulang, harga I bervariasi sepanjang bentang, tergantung pada

tingkat keretakan dan persentase pembesian. Untuk mudahnya, dapat diambil harga

estimasi berikut :

(1) Balok: penampang retak I = 0,50Ig.

(2) Kolom: Ig atau diambil EI = 0,2EcIg + EsIs

Dengan Ig adalah momen inersia dari pembesian dalam penampang tersebut.

Pembatasan Kelangsingan

(1) Kolom pendek

Suatu kolom dapat dinyatakan sebagai kolom pendek bila (lihat SNI-91 Pasal 3.3.11

butir 4):

b

bu

MM

rKl

2

112 34 −<

Page 33: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 70

Dengan bM 1 dan bM 2 adalah momen ujung berfaktor dari kolom, dengan bM 2 > bM 1 .

Bila bM1 dan bM 2 berharga positif, terjadi kelengkungan tunggal (single curvature) dan

bila berharga negatif terjadi kelengkungan ganda (double curvature).

(2) Bila kolom mengalami pembebanan sehingga momen di bentang lebih besar

daripada momen di ujung, maka rasio bM 1 / bM 2 akan mendekati 1. demikian juga, bila

tidak ada momen di ujung-ujung.

1,0 2

1 ≈b

b

MM (5.31)

Sehingga, koefisien 1,0. =mC

Gambar 5.18 Kelengkungan tunggal dan kelengkungan ganda

(3) Bila faktor memon kolom = 0 atau e = min' / ePM uu harga bM 2 harus dihitung

dengan eksentrisitas minimum,

mm. dalam ),0,03 (15 min hdenganhe +=

Sehingga, uM = bM 2 = )03,015( hPu +

Ini serupa dengan Pasal 10.11.5.4 ACI.

Dengan mine = (0,6 + 0,03h), h adalah ukuran kolom dalam arah momen yang ditinjau

dalam satuan inci.

(4) Untuk kolom pada struktur kerangka tanpa sistem penopang (unbrace frame),

rasio efek kelangsingan dapat diabaikan bila harga

Page 34: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 71

22 <r

Klu

Lihat juga ACI Pasal 10.11.4.2. Sedangkan untuk kolom dengan uKl > 100

harus dianalisis dengan memperhitungkan pengaruh beban aksial, variasi momen inersia

pada kekakuan kolom dan pada momen jepit ujungnya, pengaruh lendutan terhadap

momen dan gaya, dan pengaruh lamanya pembebanan.

5.10 Metode Pembesaran Momen

Pada umumnya, kolom akan mengalami defleksi lateral yang mengakibatkan

terjadinya momen sekunder.

' MMM a +=

Dengan aM = momen yang bekerja

'M = momen sekunder

Untuk mengestimasi besar momen akhir ,M faktor pembesaran momen δ harus harus

dimasukkan, dengan harga δ > 1,0.

Langkah-langkah menghitung faktor δ adalah sebagai berikut:

(1) Tentukan apakah sistem merupakan sistem berpenopang (braced) atau

takberpenopang (unbraced), dan ambil nilai lu dan δ yang sesuai.

(2) Hitung kekakuan batang, ambil yang terbesar dari dua persamaan berikut ini:

βd

2,0

+

+=

IIEIE

EI ssgc (SNI 3.3.10)

atau

βd

4,0

+=

IIE

EI gc

dengan cE = 4700√(fc’) MPa.

Es = 2 x 510 MPa.

Ig = momen inersia bruto dengan mengabaikan As.

Is = momen inersia baja tulangan.

β = rasio faktor maksimum beban mati terhadap faktor maksimum beban

total; misal βd = 1,2D/(1,2D + 1,6L)

(3) Hitunglah beban tekuk Euler, melalui rumus :

Page 35: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 72

2)(

uKlEIPc π

=

Dalam hal ini, gunakan nilai ulKEI ,, dari langkah (1) dan (2) di atas.

(4) Hitung nilai mC yang akan digunakan untuk faktor pembesaran momen.

Untuk braced freme:

0,4 0,4 0,6 2

1 ≥⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+=

b

bm M

MC

dengan bb MM 21 <

Sedangkan untuk kasus lainnya, misal kolom dengan beban tranversal dan braced

frame, harga Cm = 1,0.

(5) Hitung faktor pembesaran momen δb.

1,0 )/( 1

δ ≥−

=cu

mb PP

dan

1,0 )/( 1

δ >ΣΣ−

=cu

ms PP

Nilai δb dan δs adalah berturut-turut pembesaran momen untuk struktur braced frame

dan unbraced frame (sway). Nilai Pc diambil dari langkah (3) di atas. uPΣ dan cPΣ

adalah hasil penjumlahan dari semua kolom dalam satu tingkat. Untuk rangka yang

tidak ditahan terhadap goyangan ke samping, kedua nilai δb dan δs haruslah dihitung.

Untuk rangka yang ditahan terhadap goyangan ke samping, δs harus diambil sebesar

1,0.

(6) Rencanakan kolom dengan menggunakan beban aksial terfaktor Pu dan

ssbbc MMM 22 δ δ +=

M2b dan M2s adalah momen berfaktor ujung kolom yang terbesar akibat beban yang

menghasilkan no sideway dan sideway. Perhatikan bahwa untuk braced frame, M2s = 0

sehingga suku kedua dari persamaan tersebut bernilai nol juga.

Page 36: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 73

5.11 Analisis Orde Kedua

Pada analisis orde kedua (second order analysis), persamaan keseimbangan

dirumuskan berdasarkan struktur yang telah berdeformasi. Karena analis ini mengarah

pada hubungan beban dan pergeseran yang tak linear, beban yang digunakan dalam

analisis adalah beban yang menyebabkan kondisi keruntuhan. Sehingga, lendutan dan

efek dari analisis orde kedua tergantung pada asumsi kekakuan dari elemen-elemen

batang yang ditinjau pada kondisi keruntuhan dan dengan memperhatikan perilaku tak

linear.

Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung tentang metode pembesaran

momen, ACI Pasal 10, 11, yang cukup baik dan mudah untuk rangka tanpa penopang

sangat sulit karena memerlukan pendekatan rumus-rumus, grafik, untuk menentukan

panjang efektif kolom yang diturunkan dari kondisi ideal yang belum tentu sesuai

dengan kenyataan.

Dengan adanya komputer dan berbagai aplikasinya, perhatian terhadap analisis

orde kedua yang lebih rasional semakin meningkat. Analisis P–∆, dengan efek defleksi

lateal terhadap momen, gaya aksial, dan fefleksi lateral kembali, dapat dihitung secara

langsung. Hasil yang berupa momen dan defleksi yang telah mencakup efek

kelangsingan, bersifat tak linear.

Sebagaimana dalam uraian sebelumnya, pembesaran momen untuk struktur

rangka tanpa penopang dirumuskan sebagai hasil penjumlahan momen pada efek tanpa

goyangan (non-sway effect) dan efek goyangan (sway effect).

ssbbc MMM 22 δ δ +=

Suku pertama dari persamaan di atas adalah hasil dari efek tanpa-goyangan dan suku

kedua adalah hasil dari efek goyangan. Persamaan ini dapat diubah menjadi;

keduaordec MMM 2bb δ +=

dengan Morde kedua adalah momen yang didapat dari perhitungan langsung efek sway.

ACI Pasal 10.10.7 maupun R.10.10.1 menganjurkan penggunaan analisis orde

kedua atau analisis P–∆, yang memasukkan pengaruh defleksi goyangan (sway

deflection) ke dalam gaya aksial dan momen dari struktur portal yang ditinjau. Analisis

orde kedua yang disyaratkan dalam ACI Pasal 10.11.43 untuk diterapkan pada semua

elemen batang tekan bila nilai lu/r > 100. Bila analisis ini digunakan, pengaruh gaya

aksial dan momen dan gaya, serta efek dari durasi beban, harus dicakup dalam analisis.

Page 37: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 74

Pada umumnya, momen yang diperoleh dari analisis orde kedua lebih mendekati

nilai momen yang sebenarnya, dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan metode

pembesaran momen. Untuk struktur yang dapat bergoyang (sway) atau portal yang

diberi penopang sangat ringan, keadaan optimum (mungkin juga ekonomis) dapat

dicapai dengan penggunaan analisis orde kedua.

Lebih lanjut, ACI Commentary R.10.10.1 memberi beberapa pertimbangan

sehubungan dengan perencanaan batang tekan, yang isinya dikutip di bawah ini.

Pertimbangan berikut ini harus dipandang minimum untuk analisis struktur yang

memadai untuk perencanaan batang-batang tekan, menurut Pasal 10.10.1:

(1) Hubungan momen-kelengkungan yang realistik atau rotasi momen-ujung harus

digunakan untuk memberikan nilai defleksi dan momen-sekunder yang akurat. Karena

desain kolom dan pertimbangan stabilitas ditinjau pada kondisi batas ultimat (ultimate

limit state), nilai kekakuan yang dipakai dalam suatu analisis elastis harus dapat

mewakili kondisi ini. Di samping nilai yang lebih akurat, juga memadai untuk

mengambil nilai EI sebagai:

)/2,1 2,0( csptgc EEIE + untuk menghitung kekakuan kolom.

gc IE5,0 untuk menghitung kekakuan balok.

(2) Pengaruh rotasi fondasi pada deformasi lateal harus ditinjau.

(3) Efek beban aksial terhadap kekuatan dan carry-over factor untuk kolom-kolom

yang sangat langsing (lu > 45) juga harus ditinjau.

(4) Pada struktur portal yang menahan beban-beban lateral, seperti misalnya pada

bangunan yang menahan reaksi horizontal akibat struktur pelengkung (arch) ataupun

gaya-gaya gempa horizontal tak seimbang, dan pada struktur portal dengan beban-beban

mati tak seimbang dapat meningkatkan perbedaan perpendekan (differential shortening)

pada kedua sisi bangunan yang menyebabkan fefleksi lateral, efek rangkak (creep)

harus diperhitungkan.

(5) Momen maksimum pada batang-batang tekan harus ditentukan dengan meninjau

pengaruh defleksi lateral dari portal tersebut dan defleksi dari batang tekan itu sendiri.

Analisis P-∆ Inteaktif

Perhitungan gaya-gaya goyangan (sway force) untuk kasus beban kombinasi

relatif sederhana. Aya lateral dan vertikal Pu dikerjakan pada struktur dan perpindahan

Page 38: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 75

relatif ∆i pada setiap tingkat dihitung dengan analisis elastik orde satu, dan dengan

mengabaikan efek P–∆, seperti diperlihatkan pada Gambar di bawah. Gaya geser

tingkat akibat gaya vertikal (P–∆ effect) pada tingkat ke-i, dapat dihitung sebagai:

i

iii h

PH ∆Σ=

dengan iP = jumlah gaya aksial pada semua kolom pada tingkat ke-i

∆i = 1+− ii uu yaitu drift pada tingkat ke-i

hi = tinggi tingkat ke-i.

Pada suatu lantai ke-i gaya goyang adalah gaya hasil penjumlahan gaya geser

tingkat dari kolom di atas dan di bawah lantai. Gaya goyangan kemudian ditambahkan

ke dalam gaya lateral di masing-masing tingkat; total dan momen orde kedua pada

struktur tersebut dapat dihitung kembali dengan siklus ke-2 dari analisis orde pertama.

Page 39: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 76

Bila kekakuan batang memadai, pada umumnya hanya diperlukan satu atau dua

siklus saja. Contoh sistematik analisis struktur tiga lantai dapat dilihat dalam tabel

berikut ini. Perhatikan bahwa untuk memudahkan perhitungan dengan metode interaktif

ini, level 1 dari struktur diambil pada tingkat atas bangunan, dan bukan pada level

bawah.

Tabel 5.2 Beban bekerja dan displasemen orde pertama Level Tinggi

tingkat (h)

Gaya gravitasi

(Σ P)

Gaya lateral (H1)

Gaya geser tingkat (Σ H1)

Displasemen lateral (U1)

Storey drift (∆i)

1 h1 P1 H1 H1 U1 ∆1 = U1 – U2 2 h2 P1 + P2 H2 H1 + H2 U2 ∆2 = U2 – U3 3 h3 P1 + P2 + P3

H3 H1 + H2 + H3 U3 ∆3 = U3 …

Tabel 5.3 Metode P-∆ interaksi (siklus ke-1)

Level (ΣP)∆i/hi ΣHi + (ΣP)∆i/hi

Modifikasi gaya

lateral (H2)

Modifikasi displasemen

lateral

Modifikasi storey drift (∆2)

1 (P1)∆1/hi H1 + (P1)∆1/h1 2 (P1 + P2)∆2/h2 H2 + (P1 + P2)∆2/h2 3 (P1 + P2 + P3)∆3/h3 H1 + H2 H1 + (P1 + P2 + P3)∆3/h3

(Analisis orde pertama)

Hasil modifikasi ∆2 dipakai untuk analisis tahap ke-2

Tabel 5.4 Metode P–∆ interaktif (siklus ke-2).

Level (ΣP)∆i/hi ΣH2 + (ΣP)∆2/hi

Modifikasi gaya

lateral (H2)

Modifikasi displasemen

lateral (H3)

Modifikasi storey drift (∆2)

1 Cara perhitungannya dilakukan seperti Tabel 6.3, 2 tetapi dengan menggunakan nilai ∆ yang telah dimodifikasi. 3

Analisis P–∆ Secara Langsung

Metode interaktif yang telah diterangkan, mempunyai keuntungan yaitu mudah

untuk dimengerti dan mudah diaplikasikan pada komputer sederhana. Tetapi, untuk

struktur tinggi yang langsing, mungkin diperlukan beberapa siklus untuk menghasilkan

Page 40: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 77

konvergensi. Beberapa penulis, antara lain Feg (1966), Parme (1966), dan Golburg

(1973) menganjurkan bahwa defleksi total orde kedua, ∆21, pada tingkat ke-i dari

struktur yang elastik dapat dihitung dengan rumus:

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Σ

∆Σ−

∆=∆

ii

iii

hHP 1

1i2

1

dengan H = gaya geser pada tingkat yang ditinjau.

iP = total gaya aksial kolom pada tingkat ke-i.

∆1i = drift pada antai ke-i dengan teori orde ke-1.

∆2i = drift pada antai ke-i dengan teori orde ke-2.

hi = tinggi tingkat ke-i.

Urutan analisisnya adalah sebagai berikut:

(1) Lakukan analisis teori orde pertama untuk mendapatkan ∆i tiap tingkat.

(2) Lakukan hitungan teori orde kedua dengan menggunakan

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Σ

∆Σ−

∆=∆

ii

iii

hHP 1

1i2

1

(3) Hitung gaya goyangan (sway force) seperti yang telah dijelaskan dalam uraian

terdahulu, dengan menggunakan defleksi goyangan (drift), ∆2i.Gaya tersebut

dapat positif atau negatif.

(4) Lakukan analisis ulang dengan teori orde pertama dari struktur (frame) akibat

gaya vertikal dan horizontal ditambah dengan gaya goyangan (sway force)

yang diperoleh dari langkah ketiga, memberikan gaya (geser/aksial) dan

momen orde kedua.

Gaya teoritis maksimum dari tingkat ke-i dapat dicari bila harga ∆2i mendekati tak

hingga, yaitu bila:

1 jika 12 =

Σ∆Σ

∞=∆ii

iii hH

P

Metode Batang Penopang Negatif

Pada tahun 1975, Nixon et al memperlihatkan bahwa penyelesaian langsung

untuk momen-momen dan defleksi orde kedua dapat dilakukan dengan menggunakan

program komputer analisis struktur yang standar (program yang berdasarkan teori orde

Page 41: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 78

pertama), yaitu dengan cara menyelipkan suatu batang penopang diagonal fiktif dengan

luas penampang yang negatif. Batang ini disiapkan pada setiap tingkat.

Luas batang pengaku ini bisa diperoleh dengan cara memeriksa matriks

kekakuan dari kolom, misalnya dari kolom pada Gambar di bawah ini. Seandainya

program komputer dengan orde pertama digunakan untuk menganalisis portal pada

Gambar a dan c, matriks kekakuan untuk kolom pada lantai ke-i harus mengandung

semua sukulipkan batang-batang penopang (bracing) seperti dalam Gambar a, program

akan menyusun sebuah matriks kekakuan seperti Pers. (6.43) yang sesuai dengan derajat

kebebasannya (d.o.f), lihat Gambar b.

Luas yang diperlukan untuk batang fiktif untuk tingkat ke-i diperoleh dengan cara

menyamakan

i

i

oi

i

hP

LEA Σ

= cos i2 α

sehingga:

Page 42: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 79

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ Σ−=

i2 cos

αE

LhPAi oi

i

i

Persamaan slope deflection untuk kolom dalam Gambar c adalah:

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ++−+=

i

i

i

ibt

it h

uhu

hEIM 1 6 6 2θ θ4

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ++−+=

i

i

i

ibt

ib h

uhu

hEIM 1 6 6 4θ θ2

Dari keseimbangan statik:

i

iitt h

UUPMMF 1) ( ) ( b +−Σ−+=

dan

tb FF −=

Persamaan ini merupakan persamaan matriks kekakuan orde kedua dari kolom

dengan persamaan keseimbangan yang didasarkan pada bentuk defleksinya. ΣPi sama

dengan jumlah gaya aksial kolom pada tingkat ke-i. Luas yang dihasilkan dari

Persamaan tersebut pada umumnya sangat kecil dan berharga negatif. Perlu

diperhatikan bahwa pada umumnya adanya suatu batang akan bersifat memperkaku

struktur, sedangkan dalam pembahasan ini suatu batang sisipan dengan luas penampang

negatif dapat membuat struktur menjadi lebih fleksibel.

Analisis dengan sistem ini akan memberikan hasil langsung untuk defleksi dan

momen-momen, tetapi nilai gaya aksial kolom akan sedikit mengalami kesalahan

karena adanya komponen vertikal dan horizontal dari batang diagonal fiktif tadi. Namun,

kesalahan ini dapat dikoreksi dengan mudah melalui cara statika. Perlu pula diketahui

bahwa, efek vertikal ini dapat direduksi dengan cara menyisipkan batang fiktif

sepanjang mungkin yang dapat dimasukkan pada tingkat yang ditinjau. Sedangkan

komponen horizontal pada tingkat yang ditinjau tersebut pada dasarnya bersifat konstan.

Substitusi dari persamaan-persamaan tersebut menghasilkan matrik sebagai berikut:

Page 43: 87928139-06-kolom

Arifien Nursandah-Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS 80

θ

θ

12 12 6 6

12 12 6 6

6 6 4 4

6 6 2 4

1

b

t

3322

3322

22

22

⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢

⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ Σ−⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛ Σ+−

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ Σ+−⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛ Σ−−−

=

⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢

+i

i

iiiiii

iiiiii

iiii

iiii

b

t

b

t

U

U

hP

hEI

hP

hEI

hEI

h

hP

hEI

hP

hEI

hEI

h

hEI

hEI

hEI

hEI

hEI

hEI

hEI

hEI

F

F

M

M