86635567-gawat-darurat-onkologi
-
Upload
dr-edi-hidayat -
Category
Documents
-
view
67 -
download
0
Transcript of 86635567-gawat-darurat-onkologi
Referat Sub Bagian Bedah OnkologiBagian / SMF Ilmu Bedah FKUP / RS Perjan Hasan Sadikin BandungOleh : Dicky S, Imam, Agung
KEGAWAT DARURATAN
DI BIDANG ONKOLOGI
Pendahuluan
Keadaan gawat darurat yang terjadi pada pasien onkologi adalah suatu hal yang
kompleks, sehingga memerlukan penanganan multi disipliner. Penatalaksanaan gawat
darurat penderita di bidang onkologi dipengaruhi oleh ketepatan, umur penderita,
keadaan umum, tipe tumor, ekstensi, staging, harapan hidup dari penderita sendiri dan
keluarganya. Keadaan gawat darurat di bidang onkologi dapat dikelompokan menjadi
metabolok dan non metabolik.
I. Non Metabolik
1. Obstruksi Vena Cava Superior
Merupakan suatu keadaan yang diakibatkan oleh obstruksi aliran darah yang
melalui vena cava superior (VCS).
Epidemiologi dan etiologi
a. Keganasan (78% - 86%)
• Kanker paru (65%). Paling sering adalah small cell
carcinoma (38%), squamous cell carcinoma (14%), lain-lain (9%).
• Limfoma maligna, sekitar 10% penyebab obstruksi.
Paling sering kasus high grade histologi.
• Keganasan mediastinal primer lainnya (10%) seperti
thymoma dan germ cell tumor, metastase (terutama dari ca mammae).
b. Lesi jinak (12%)
• Fibrosis mediastinum
• Fibrosis mediastinum idiopatik
• Histoplasmosis, actinomycosis
• Infeksi tuberculosa dan pyogenic
1
• Riedel’s throiditis, retroperitoneal
fibrosis, sclerosing cholangitis dan Peyronie’s disease
• Setelah radioterapi di mediastinum
• Trombosis vena cava
Keteterisasi vena sentral yang lama, pemasangan
pace maker transvenous, balloning catheter arteri pulmonal,
peritoneal venous shunting
Polycytemia vera, paroxysmal nocturnal
haemoglobinuri
Behcet’s syndrome
idiopatik
• Tumor mediastinum jinak
• Aneurisma aorta atau a.subclavia
• Tumor dermoid, teratoma, thymoma
• Goiter, sarcoidosis
Patogenesis
a. Obstruksi dan trombosis
Pertumbuhan tumor di mediastinum menekan VCS sehingga collaps.
Trombosis disebabkan stasis atau invasi tumor, juga bertanggung jawab
terhadap onset akut sindroma VCS.
b. Sirkulasi kolateral
Obstruksi vena cava yang disebabkan keganasan lebih cepat membentuk
sirkulasi kolateral. Jika obstruksi terjadi diatas vena azygos, bagian
obstruksi vena cava superior akan terlihat mengalihkan drainage ke sistem
azygos. Obstruksi v.azygos lebih sering karena keganasan yang berasal di
bawahnya.
c. Inkompeten katup vena juguralis
interna
Jarang terjadi, merupakan kasus emergensi yang mematikan. Penderita akan
meninggal dalam beberapa jam atau hari jika tidak diterapi segera karena
terjadi edema cerebri.
2
Diagnosis
Umumnya berdasarkan penemuan klinis dan adanya massa di mediastinum.
• Gejala
Muncul 2 minggu sebelum didiagnosis pada 20% kasus dan lebih dari 8
minggu pada 20% kasus lainnya.
a. Gejala tersering adalah mengeluh sesak napas (63%),
wajah dan leher bengkak (50%), badan dan ekstemitas bengkak (18%),
batuk (24%), rasa penuh dan tertekan di kepala serta nyeri kepala
walaupun jarang timbul, nyeri dada (15%), lakrimasi, nyeri menelan
(9%), halusinasi dan kejang jarang terjadi.
b. VCS sindroma obstruksi mungkin berhubungan dengan
kompresi sumsum tulang belakang, biasanya meliputi daerah vertebra
cervical bagian bawah dan vertebra thoracal bagian atas. VCS sindroma
dengan compresi spinal cord harus dipikirkan pada pasien yang
mengeluh nyeri punggung atas.
• Pemeriksaan fisik
Umumnya ditemukan distensi vena di dinding thorak (65%), distensi vena-
vena leher dan edema wajah (55%), tachypneu (40%), plethora wajah dan
sianosis (19%), edema ekstremitas superior (10%), paralisis pita suara dan
Horner’s sindroma (3%). Vena fossa cubiti tidak collaps jika lengan
diletakan lebih tinggi dari jantung. Pada funduscopy vena retina mungkin
dilatasi. Dullnes di atas sternum mungkin ada, stridor dan koma merupakan
tanda lebih lanjut.
• Radiografi
a. Foto thoraks tampak pelebaran mediastinum superior (64%),
efusi pleura (26%), massa di hillus kanan (12%), infiltrat difuse bilateral
(7%), kardiomegali (6%), kalsifikasi paratrakeal (5%), massa di
mediastinum anterior (3%), normal (16%).
b. CT scan dada dengan kontras akan terlihat daerah pin point
obstruksi, derajat oklusi dan adanya kolateral.
3
c. Superior venocavogram menunjukan letak obstruksi secara
tepat
d. MRI daerah vertebra cervical dan thoracal atas harus
diplanning pada pasien dengan VCS dan nyeri punggung atas.
• Diagnosis histologis
Terapi
• Suportif
Koreksi obstruksi, oksigenasi pada hipoksia, pemberian kortikosteroid untuk
mengurangi edema otak dan mengurangi obstruksi karena reaksi inflamasi
karena tumor atau karana radioterapi tahap awal. Pemberian diuretik
mungkin membantu.
• Stenting
Penempatan self expanding metal endoprotesis secara percutaneus
mengurangi obstruksi secara nyata
• Radioterapi
Total dosis bervariasi antara 3000-5000 cGy, tergantung dari kondisi pasien
dan beratnya gejala, letak anatomi serta tipe histologis tumor
• Respon. Kebanyakan 3-7 hari, respon
komplit pada 75% pasien limfoma dan 24% pada carcinoma paru.
• Median survival rata-rata 10 bulan
untuk SLCL dan 3-5 bulan untuk tipe kanker paru lainnya
• Relaps lokal dan rekurensi sydroma ini
15-20% tetapi jarang untuk pasien limfoma
• Antikoagulan dan anti fibrinolitik jarang, kecuali
diberikan stent
• Dekompresi secara bedah pada kasus VCS akut
obstruksi dan inkompeten katup jugulovenous yang dilakukan rekonstruksi
atau bypass dengan menggunakan v.saphena graft atau saphenoaxillary graft
yang dapat dilakukan dengan anestesi lokal
2. Kompresi Medulla Spinalis
Menyebabkan penekanan ke epidural. Setiap penderita kanker yang mengeluh
nyeri punggung atau kelainan neurologis spinal dengan cauda equina sindroma
4
perlu segera di evaluasi dan terapi. Distribusi 10% di cervical, 70% di thoracal,
20% di lumbosacral, 46% melibatkan satu vertebra, 26% beberapa vertebra,
28% bersifat multiple. Epidural metastasis dilaporkan sebesar 9-30% dari
seluruh kasus. Tumor metastasis berasal dari kanker paru, keganasan mammae,
prostat, limfoma, myeloma
Mekanisme
Paling sering ekstensi langsung tumor dari corpus vertebra ke ruang epidural
(kompresi langsung). Tumor lain seperti limfoma dan neuroblastoma masuk
melalui foramen intravertebra. Akibat sekunder terhadap penekanan pembuluh
darah menyebabkan infark dan perubahan yang irreversibel. Penyebaran
langsung ke sumsum tulang belakang amat jarang. Pada pemeriksaan post
mortem ditemukan 75% kolaps pada corpus vertebra dan 25% sisanya berupa
ekstensi tumor epidural.
Gejala
Manifestasi klinik berupa nyeri punggung yang diikui gejala radikulopati dan
myelopati. Nyeri lokal dirasakan beberapa minggu atau bulan. Gejala radikuler
jika keadaan berlanjut tetapi masih awal. Setelah kompresi nyata maka gejala
menjadi semakin cepat memberat. Midline atau paravertebra back pain
merupakan keluhan utama pada 90% kasus. Nyeri tumpul dan nyeri tulang
belakang biasanya ada. Radikulopati, nyeri pada dermatom, juga sensasi dan
motorik pada daerah roots saraf yang terkena. Mielopati akibat progresi
penyakitnya tergantung level yang terkena, bilateral mielopati bisa
menyebabkan kelamahan atau kekakuan dari ekstremitas bawah, kehilangan
fungsi berkemih dan BAB.
Pemeriksaan
a. Foto plain : loss of pedicle, lesi
destruksi, kolaps corpus vertebra
b. Bone scan : bila foto plain masih
meragukan dan masih curiga
c. MRI : akurat untukmelihat derajat
kompresi
5
d. Myelografi : jika MRI tidak dapat
dilakukan, bila kontras terblok diperlukan dari kedua daerah dari kompresi
dan cairan serebrospinal sekaligus diperiksa etiologinya
e. Punksi lumbal : hanya pada pasien
dengan kompresi epidural jika hanya diduga adanya konkomitan meningeal
diseminasi dari tumor
Terapi
Pemberian kortikosteroid, dexamethason 10 mg i.v. diikuti 4 mg tiap 6 jam
membantu mengurangi nyeri dan mengurang gejala neurologis, dimulai
secepatnya walaupun studi diagnosis belum ditegakan. Radioterapi, terapi
primer bukan hanya mengurangi massa tumor tetapi juga mengurangi nyeri.
Terutama untuk yang sensitif terhadap radiasi dosis antara 3000-4000 cGy
untuk 2-4 minggu.
3. Gawat darurat Urologi
• Obstruksi uropati
Terjadi karena sumbatan oleh penekanan atau invasi tumor dan bila terjadi
bilateral keadaan jadi lebih gawat
Penyebab
• Invasive
transitional ca bladder
• Metastasis dari
payudara, paru-paru dan GIT
• Sarcoma, tumor
testis, prostat dan limfoma
Dapat terjadi pada sepanjang ureter proximal sampai distal, buli-buli dan
urethra
Mekanisme
o Mekanik : sumbatan langsung massa tumor dan merupakan
yang paling sering
6
o Neurofisiologis : metastasis tumor otak atau spinal cord
menyebabkan gangguan pusat miksi
Gejala
Nyeri pada flank, mual, muntah, hematuri, BAK menetes sampai overflow
incontinence, azotemia
Terapi
Diversi urine
• Perdarahan saluran
kemih
Dapat mikroskopik sampai gross hematuri
Terjadi pada:
o Tumor primer traktus urinarius : renal cell ca, transitional
cell ca, ginjal, ureter, buli, dan urethra serta prostat
o Metastasis ca cervic serta keganasan GIT bawah
o Sistitis hemoragika akiba agen sitotoksik
Terapi
• Bila pasien dapat BAK tanpa ada bekuan darah maka
tidak ada tindakan khusus
• Bila banyak bekuan darah dilakukan kateterisasi dan
irigasi dengan NaCl fisiologis
• Pada sistitis hemoragika selain irigasi kontinu juga
dilakukan koreksi anemia, trombositopenia dan gangguan faktor
pembekuan darah
• Formalin intravesikal
• Gagal ginjal akut
Penyebab
• Agen kemoterapi
7
• Tumor lysis sindroma
• Kontras radiologis
• Drugs induced renal failure seperti aminoglikosid
• Dehidrasi
• Syok septik
• Akut bilateral hydroneprosis
Penyebab tersering adalah obat kanker terutama cisplatin. Insidensi 1-2%
dan meningkat pada pasien yang diare berat, dehidrasi, gangguan ginjal
sebelumnya
Penanganan
o Menyesuaikan dosis cisplatin 20-50 mg/m2 dibantu cairan 1-
2 liter bila diuresis sampai dengan 100 cc/jam, 50 mg/m2 dibantu dengan
cairan 2-3 liter bila diuresis > 100 cc/jam
o Menghentikan obat nefrotoksis
o hemodialisis
II. Metabolik
Hiperkalsemia (HK)
Merupakan keadaan yang paling sering mengancam kehidupan pada penderita
kanker dengan angka kejadian 15-30 kasus per 100.000 penderita. Insidensi
bervariasi tergantung dari jenis kankernya, tertinggi pada myeloma dan kanker
payudara, jarang pada kanker colon, prostat, dan small cell ca paru.
Dibedakan antara HK primer dan sekunder (akibat penyakit kanker). Pada yang
primer terjadi secara kronis dan lama tidak timbul gejala, sedangkan yang sekunder
gejala timbul lebih cepat dan disertai penurunan berat badan. Pada umumnya
peningkatan kadar immunoreactive parathyroid hormone (PTH) terutama
peningkatan kadar PTH related protein dapat untuk menyingkirkan HK primer.
Gejala klinik
Penderita HK dapat menyingkirkan gejala klinik yang sangat bervariasi tergantung
dari organ yang terlibat dan tidak berhubungan dengan kadar kalsium serum.
Contoh pasien yang mengalami peningkatan kadar kalsium serum ringan (12-13
mg/dl) dapat terjadi gejala yang cukup hebat bilaterjadi secara akut. Sedangkan
8
pasien dengan carcinoma paratiroid dapat toleran terhadap kadar kalsium serum >14
mg/dl dengan gejala yang minimal. Faktor lain yang mempengaruhi beratnya gejala
seperti umur, keadaan umum, tempat metastase dan fungsi ginjal atau hepar.
Gejala awal yang paling sering timbul adalah fatique, konstipasi, nausea dan
poliuria. Sedangkan gejala yang lebih lanjut dapat terjadi stupor bahkan koma.
Patofisiologis
Pendapat lama mengatakan hiperkalsemia sekunder pada kanker dihubungkan
dengan ada tidaknya destruksi pad tulang oleh sel kanker (lokal osteolitik
hiperkalsemia) dan ditandai dengan mekanisme mediator humoral. Namun bukti
sekarang menunjukan bahwa hiperkalsemi terjadi akibat adanya mediasi oleh faktor
yang dilepaskan oleh sel kanker yang menyebabkan resorbsi kalsium tulang. Faktor
ini juga merangsang responsi kalsium di tubulus ginjal.
Penatalaksanaan
Meskipun terapi terbaik adalah menangani penyakit dasarnya, hiperkalsemia paling
sering timbul pada pasien dengan kanker lanjut yang mengalami kegagalan terapi
sitostatik. Terapi secara langsung ditujukan untuk menurunkan kadar kalsium serum
dengan cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui urine atau menurunkan
resorbsi kalsium tulang dengan cara menghambat osteoclast. Bila memungkinkan,
immobilisasi harus diminimalisasi karena akan meningkatkan kadar kalsium serum.
Obat-obatan yang menghambat ekskresi kalsium melalui urine dan yang
menurunkan renal blood flow, diet dan obat yang mengandung kalsium tinggi,
vitamin D, vitamin A atau retinoid harus dihentikan.
Penderita hiperkalsemia dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pasien yang tidak
memerlukan dan yang memerlukan penanganan segera dirumah sakit.
Outpatient Inpatient Serum calcium < 12 mg/dl Serum calcium ≥ 12 mg/dlNo significant nausea Nausea or vomitingAble to ingest fluids DehydrationFatique Altered mental statusNormal renal function Renal insufficiencyStable cardiac rhythm Cardiac arythmiaMild constipation Obstipation, ileusCompanion for supervision Lives alone
9
Access to EMG care Limited access to medical care
Penanganan penderita di rumah sakit
Penderita diberikan rehidrasi melalui infus. Furosemid diberikan bila diuresis
kurang atau bila terdapat retensi cairan. Kebanyakan pasien hiperkalsemia (≥ 12
mg/dl) tidak mendapatkan reaksi yang memuaskan dengan terapi cairan intravena
saja. Pamidronate, first line therapy harus diberikan segera setelah rehidrasi dimulai
dan diuresis adekuat tercapai. Pasien yang tidak memberikan respon terhadap
pemberian dua pamidronat infus (diberikan terpisah 48-72 jam) dapat diberikan
terapi tambahan gallium nitrat.
Untuk pasien dengan kadar kalsium ≥ 15 mg/dl atau dengan gejala yang berat dapat
diberi tambahan calcitonin (8 u/kg i.m. tiap 6 jam selama 2-3 hari) untuk
menghasilkan suatu hipokalsemia akut. Kortikosteroid dapat diberikan bila penyakit
dasarnya respon terhadap steroid. Mithramycin dapat diberikan pada pasien (tanpa
adanya gangguan fungsi ginjal, hepar, trombositopenia) yang tidak berespon
terhadap pamidronat dan gallium nitrat. Hemodialisis secepatnya dipertimbangkan
pada pasien hiperkalsemia dengan gagal ginjal (terutama pada penderita myeloma)
Hyperuricemia
Asam urat terbentuk dari katalisis hipoxanthine dan xanthine oleh xanthine
oksidase. Gagal ginjal terjadi ketika urine menjadi supersaturasi oleh urat dan
kristal asam urat yang terbentuk di distal tubulus dan collecting system. Komplikasi
ginjal dan arthritis merupakan akibat terpenting dari hyperuricemia akut dan kronik.
Kelainan timbul paling sering pada neoplasma hematologi, terutama leukemia, high
grade lymphoma dan penyakit myeloproliferatif. Nefropati urat akut juga
dilaporkan terjadi sesudah kemoterapi pada tumor solid.
Terapi
Pengenalan pasien dengan resiko hyperuricemia sepatutnya dilakukan dan
pencegahan dilakukan sebelum dilakukan terapi sitotoksik. Obat yang cenderung
meningkatkan kadar asam urat atau yang menyebabkan urine menjadi asam (thiazid
atau salisilat) sebaiknya dikurangi. Semua pasien harus diberikan hidrasi intravena
untuk mengkoreksi cairan intravaskuler dan output urine. Peningkatan volume urine
akan menurunkan kadar urat urine dan juga meminimalisasi problem terhadap
10
kelarutan urat. Furosemid dapat diberikan untuk menjaga diuresis yang adekuat
selama kadar elektrolit dan hidrasi terus dipantau. Alkalinisasi dapat dinilai dengan
menjaga pH urine ≥ 7. Bicnat diberikan intravena (50-100 mmol/L)untuk menjaga
alkalinisasi. Acetazolamid dapat diberikan untuk menambah efek alkalinisasi.
Allopurinol bekerja dengan cara menghambat xanthin oksidase sehingga akan
meningkatkan kadar xanthin dan hypoxanthin dalam plasma dan urine. Pada
keadaan akut dapat diberikan dosis 300-900 mg. Dosis obat yang dimetabolisme
oleh xanthin oksidase (seperti 6-mercaptopurine) harus diturunkan.
Tumor Lysis Syndrome (TLS)
Terjadi sebagai hasil dari pelepasan isi intraseluler ke dalam aliran darah dengan
akibat meningkatkan ancaman terhadap kehidupan. Sindroma ini ditandai dengan
hiperuricemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hipocalsemia. Hiperkalemia
menyebabkan aritmia cordis yang mematikan. Hiperfosfatemia mungkin
mengakibatkan gagal ginjal. Kadar fosfor dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal dan selanjutnya penurunan ekskresi kalium dan fosfat. Hipokalsemia yang
merupakan hasil dari hiperfosfatemia dapat menyebabkan kram, aritmia cordis dan
tetani
TLS umumnya terjadi pada kanker dengan tumor burden besar dan high proliferatif
fraction yang sensitif terhadap terapi sitotoksik. Kelainan ini terjadi seperti pada
high grade limfoma, leukemia dengan leukosit yang tinggi dan solid tumor (jarang)
Terapi
Penderita yang mempunyai resiko harus diidentifikasi sebelum dimulai kemoterapi.
Bila mungkin hidrasi intravena diberikan 24-48 jam sebelum kemoterapi dan
kelainan asam basa serta gangguan elektrolit dikoreksi. Kadar elektrolit, asam urat,
fosfor, kalsium dan kreatinin harus dipantau selama 3-4 hari setelah kemoterapi.
Hiperkalemia (serum K ≥ 5 mg/dl)harus diterapi dengan sodium potasium exchange
resin oral (kayexalat 15 gr per oral/6 jam) atau harus diterapi dengan kombinasi
terapi glukosa dengan insulin. Bila fungsi ginjal menurun secara akut, dapat
dipertimbangkan hemodialisa untuk mengkontrol kadar kalium, kalsium, fosfat, dan
asam urat. Dosis obat anti neoplastik mungkin membutuhkan modifikasi
(diturunkan) ada gagal ginjal.
11
Lactic acidosis
Jarang terjadi namun potensial untuk menjadi komplikasi yang parah. Dibagi
menjadi 2 tipe. Tipe A terjadi dari kegagalan mengirim oksigen ke jaringan perifer,
dan umumnya terlihat pada keadaan sepsis dan syok. Tipe B dihubungkan dengan
keadaan berbagai penyakit seperti diabetes, gagal ginjal, hepar, infeksi dan kanker.
Keadaan ini ditandai dengan turunnya pH arteri (< 7,37) sekunder dari penumpukan
laktat di dalam darah (> 2mEq/L). Gangguan ini akibat dari peningkatan produksi
laktat dan penurunan penggunaannya. Laktat merupakan metabolit dari piruvat dan
diproduksi dalam reaksi sitolitik yang dikatalisis oleh laktat dehidrogenase.
Dalam penelitian dikatakan bahwa dari 25 kasus asidosis laktat dengan penyakit
dasarnya kanker, 2/3 berhubungan dengan leukemia dan limfoma. Terjadinya
bersamaan dengan progresifitas penyakitnya pada kanker darah, sedang pada pasien
dengan tumor solid sejalan dengan adanya metastasis ke hepar. Secara tipikal pasien
asidosis laktat ditandai dengan hiperventilasi dan hipotensi. Gejala klinik
nonspesifik seperti takikardia, kelemahan, nausea, stupor merupakan tanda dari
memburuknya asidosis. Laboratorium ditandai dengan memburuknya pH darah,
selisih kadar anion yang melebar dan bikarbonat serum yang rendah. Terapi dengan
natrium bikarbonat masih kontraversi.
Hipoglikemia
Paling sering terjadi pada tumor insulin producting islet cell. Pada tumor non
insulin producting islet cell terjadi pada tumor mesenkim (fibrosarcoma,
leiomyoma, rhabdomyosarcoma, liposarcoma, mesothelioma). Gejala klasik
hipoglikemia (kelemahan, pusing, diaporesis,dan mual) merupakan gejala
nonspesifik dan mungkin terjadi secara perlahan. Pada fase permulaan, gejala
memburuk di waktu pagi hari dan mambaik setelah makan, gejala lain yang
mungkin timbul berupa kejang, koma, dan defisit neurologis fokal atau difus.
Patofisiologis
Mekanisme terjadinya hipoglikemia yang berhubungan dengan kanker diajukan
sebagai berikur:
• Sekresi dari insulin like substance
12
• Konsumsi glukosa oleh sel tumor yang melampaui produksinya di
hepar
• Kegagalan dari mekanisme counterregulation yang mencegah
terjadinya hipoglikemia (seperti reduksi dari kadar growth hormon)
Telah dapat dideteksi substance nonsupressible insuline like activities dalam serum
pasien dengan hipoglikemia yang dibagi menjadi 2 kelas. Pertama berat molekul
relatif rendah, bersifat larut dalam asam etanol dengan komposisi terdiri dari 4
peptida, insulin like GF (IGF-1, IGF-2, somatomedin A dan C). Kelas dua dengan
berat molekul tinggi yang menggumpal dalam asam etanol.
IGF seperti halnya proinsulin terikat pada protein di sirkulasi dan memediasi
aktifitas biologisnya setelah mengikatnya pada reseptor permukaan sel reseptor
khusus. IGF ini tidak bereaksi dengan antibodi anti insulin dan hanya memilik 1-2%
dari aktifitas insulin. Insulin sendiri memiliki afinitas yang rendah terhadap reseptor
IGF-1, namun tidak terhadap IGF-2. IGF tampaknya bertindak sebagai GF untuk
beberapa tumor dan telah diusulkan sebagai target pada terapi anti kanker.
Percepatan penggunaan glukosa oleh tumor yang besar mungkin juga berhubungan
dengan hipoglikemia pada tumor. Diperkirakan bahwa 1 kg tumor menggunakan
50-200 mg glukosa per hari. Dengan kemampuan hepar memproduksi glukosa 700
mg per hari, secara teori akan terjadi kegagalan dalam pencegahan terjadinya
hipoglikemia. Bagaimanapun pasien dengan tumor yang besar (beberapa kg)
disertai metastase ke hepar merupakan kombinasi keadaan yang mempercepet
terjainga hipoglikemia. Kegagalan fungsi hepar akan menurunkan kemampuan
glikolisis dan glukoneogenesis.
Terapi
Pada hipoglikemia ringan dapat diatasi dengan meningkatkan fekuensi makan. Pada
pasien dengan gejala lanjut atau yang tidak dapat diprediksi, pemberian
kortikosteroid atau glukagon mungkin akan mengurangi gejala. Infus glukosa
diberikan sementara terapi lain dijalankan (operasi, kemoterapi, radiasi). Pemberian
glukagon secara infus kontinua menggunakan pompa portable memberikan hasil
yang memuaskan.
Adrenal failure
13
Insufisiensi adrenocortical akibat metastase adalah kurang umum terjadi. Lebih
umum terjadi akibat iatrogenic bedah, terapi menggunakan inhibitor steroid seperti
aminoglutethimide, terapi kortikosteroid kronik dan kadang karena perdarahan
adrenal. Dalam suatu studi, penderita tumor dengan metastasis ke kelenjar adrenal
dan terjadi pembesaran kelenjar adrenal sebanyak 19% terjadi insufisiensi adrenal.
Pada penelitian yang terpisah dari 15 pasien sepaetiganya mengalami insufisiensi
adrenal dengan gejala lanjut seperti mual, anoreksia dan hipotensi orthostatik. CT-
scan den tes ACTH berguna sebagai pemeriksaan diagnostik.
Gejala klinik
Tanda dan gejala yang klasik seperti kelemahan, berat badan turun, hiperpigmentasi
dan hipotensi postural. Salah satu dari gejala ini hampir selalu ada dan onset nya
tanpa disadari. Sering terdapat asidosis ringan, hiponatemi, dan hipokalsemia.
Terapi
Penggantian glukokortikoid fisiologis dapat dengan cara pemberian cortison acetat
(25 mg pagi dan 12,5 mg sore). Selama terjadinya stres (prosedur operatif, infeksi)
mungkin memerlukan dosis double atau tripel. Kadang pengganti mineralokortikoid
(0,05 - 0,1 fludrocortison) perlu ditambahkan pada cortison asetat.
14
Daftar pustaka
1. Yaholom J., Fuller BG., Heiss JD., Oldfield EH.,
Warrell RP., Walther MM.
Oncologic Emergency De Vita VT, editors. In cancer : Principle & Practice of
Oncology Philadelphia. Lippincott Raven. 2001: 1609-1651.
2. Feig BW., Berger DH., Fuhrrnan GM., The M.D.
Andreson Surgical Oncology Handbook, 2nd edition, Lippincott William &
Wilkins, Philadelphia, 1999.
3. Schwartz., Shires., Spencer. Principles of Surgery,
7th edition, McGraw Hill Inc, 2005.
15