77 - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/abstrak022012.pdfyang dioperasikan dengan tangan pada kedua...

12

Transcript of 77 - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/abstrak022012.pdfyang dioperasikan dengan tangan pada kedua...

77

Technical Paper

Analisis Antropometri terhadap Ruang Kendali Traktor Roda Empat Buatan Jepang ‘K’ dan Eropa ‘N’

Anthropometry Analysis of Workstation Four Wheel Tractor Made in Japan ‘K’ and Europe ‘N’

Rhamdani Mardiansyah1 dan Mad Yamin2

Abstract

Ergonomics approach is needed to analyze the use of tractors to meet safety standards and operator comfort. The purpose of this study was to analyze the suitability of the control component layout on four-wheel tractors made in Japan ‘K’ and European ‘N’ with male farmers in Sub-district Jetis, Ponorogo, and make recommendations on the optimum workspace for control devices placement. Anthropometric data used were secondary data from previous studies, totaling 60 samples. Tractor dimension measurement was done using a variety of measurement tools. Measurement results were referenced for 3D CAD modeling. Furthermore, by referring to the data percentile 5, 50, and 95 a drawing was made to determine the suitability of the operator working position by natural range of motion which is secure against the tested operator workspace. The results show that the layout of hand controls on both tractor ‘K’ and ‘N’ were appropriate for the dimension of the average 50th and 95th percentile male farmers. Placement pedal of tractor ‘K’ was in conformity with the anthropometric data referenced, while the tractor ‘N’ need to be adjusted to the 5th

percentile operator. It was noted that the tractors had been designed with good ergonomics rules in the selection of tractor color and provision of symbols and text label for the control devices.

Keywords: anthropometry, four wheeled tractor, workspace, operator, control devices.

Abstrak

Pendekatan ergonomi diperlukan untuk menganalisis penggunaan traktor guna memenuhi standar keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi operatornya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian tata letak komponen kendali pada traktor roda empat buatan Jepang ‘K’ dan Eropa ‘N’ dengan petani pria di Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, serta memberikan rekomendasi ruang kerja yang optimum dari penempatan alat kendalinya. Data antropometri yang digunakan adalah data sekunder hasil penelitian sebelumnya, berjumlah 60 sampel. Pengukuran dimensi traktor dilakukan dengan menggunakan berbagai alat pengukuran. Hasil Pengukuran dijadikan acuan pemodelan CAD 3D. Selanjutnya dengan mengacu pada data persentil ke-5, 50, dan 95 dilakukan penggambaran untuk mengetahui kesesuaian posisi kerja operator berdasarkan Selang Alami Gerakan (SAG) yang aman terhadap ruang kerja operator yang diuji. Hasil analisis menunjukkan bahwa desain tata letak alat kendali yang dioperasikan dengan tangan pada kedua traktor ‘K’ dan ‘N’ sudah sesuai untuk ukuran rata-rata persentil ke-50 dan 95 petani pria di Kecamatan Jetis. Penempatan pedal pada traktor ‘K’ sudah sesuai dengan data antropometri yang diacu, sedangkan pada traktor ‘N’ perlu disesuaikan kembali bagi operator persentil 5. Dari analisis ergonomi, diketahui bahwa kedua jenis traktor telah menerapkan kaidah ergonomi dengan baik dalam pemilihan warna traktor dan pemberian simbol maupun teks untuk label alat kendali.

Kata Kunci: antropometri, traktor roda empat, ruang kerja, operator, alat kendali.Diterima: 23 Maret 2012; Disetujui:16 Juli 2012

1 Mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, [email protected] Dosen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga Bogor

Pendahuluan

Penerapan mekanisasi sangat penting untuk menunjang kegiatan pertanian apalagi didukung dengan kemajuan teknologi, saat ini teknologi yang ada telah menghasilkan berbagai alat dan mesin pertanian dalam jumlah banyak. Data pada tahun

2001 bersumber dari Lisyanto (2002) mencatat jumlah pemakaian untuk berbagai jenis alsintan berjumlah 2.279.325 unit. Namun demikian tidak semua teknologi alat dan mesin pertanian yang dihasilkan dapat diadopsi untuk digunakan dalam kegiatan pertanian di Indonesia. Hal ini disebabkan karakteristik dari pertanian pada negara sumber

83

Pendahuluan

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin pesat, menuntut manusia untuk dapat berkembang sesuai dengan arus percepatan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Dalam hal pembudidayaan serta perawatan tanaman, kegiatan pemupukan dan pengendalian hama

merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Pemupukan menurut pengertian khusus ialah pemberian bahan yang dimaksudkan untuk menyediakan hara bagi tanaman. Tujuan utama pemupukan adalah menjamin ketersediaan hara secara optimum untuk mendukung pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil panen (Nasih, 2010). Selain itu, peranan pestisida

Technical Paper

Uji Performansi Getaran Mekanis dan Kebisingan Mist BlowerYanmar MK 150-B

Performance Test of Mechanical Vibration and Noise of Yanmar Mist Blower MK 150-B

Ahmad Noval Irvani1 dan Mad Yamin2

Abstract

Noise and vibration caused by mist blower can cause interference and psychological health of the operator. The purposes of this study were measure and analyze the mechanical vibration and noise levels received by the operator when operating the mist blower, determine the optimal duration of use per day for operators and compare the level of fatigue experienced by the two operators of mist blower. Vibration measurements performed on three axes, namely the X, Y, and Z on the engine and the control level, at the rotation speed of the motor of 1915, 4009, and 7227 rpm. The results showed that at the engine, the vibration acceleration has a range of 1.51 m/s2 - 9.25 m/s2. While the average vibration acceleration in mist blower control level has a range of 0.1 m/s2 - 3.16 m/s2. Based on the analysis, the safe limit on the use of mist blower at motor rotation speed of 1915 and 4009 rpm was 1 hour, and at rotation speed of 7227 rpm was 25 minutes. Avarage noise level at 1915 rpm rotation speed was 75.50 dB(A). At the motor rotation speed of 4009 and 7227 rpm, the average noise level was 87.66 dB(A) and 100.97 dB(A). Limits on the safe use at motor rotation speed of 1915, 4009, and 7227 rpm as compared to the vibration and noise of each were 1 hour, 1 hour, and 24 minutes.

Keyword: mist blower, noise, vibration, operator, safe usage limits.

Abstrak

Kebisingan dan getaran yang ditimbulkan oleh mist blower dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan psikologis dari operator. Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur dan menganalisis tingkat getaran mekanis dan kebisingan yang diterima operator saat mengoperasikan mist blower, menentukan lama pemakaian optimal per hari bagi operator mist blower dan membandingkan tingkat keletihan yang dialami dua operator mist blower. Pengukuran getaran dilakukan pada tiga sumbu yaitu sumbu X, Y, dan Z pada engine dan tuas kendali, pada kecepatan putaran motor 1915, 4009, dan 7227 rpm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada engine, percepatan getarannya memiliki kisaran rata-rata 1.51 m/s2 - 9.25 m/s2. Sedangkan percepatan getaran rata-rata pada tuas kendali mist blower memiliki kisaran 0.1 m/s2 - 3.15 m/s2. Berdasarkan analisis, batas aman penggunaan mist blower pada kecepatan putaran motor 1915 dan 4009 rpm adalah selama 1 jam, dan pada kecepatan putaran motor 7227 rpm adalah selama 25 menit. Tingkat kebisingan rata-rata pada kecepatan putaran motor 1915 rpm adalah 75.50 dB(A). Pada kecepatan putaran motor 4009 dan 7227 rpm, tingkat kebisisngan rata-ratanya yaitu 87.66 dB(A) dan 100.97 dB(A). Batas penggunaan aman pada kecepatan putaran motor 1915, 4009, dan 7227 rpm setelah dibandingkan dengan getaran dan kebisingan masing-masing adalah 1 jam, 1 jam, dan 24 menit.

Kata Kunci: mist blower, kebisingan, getaranDiterima:11 Maret 2012; Disetuji: 26 Juli 2012

1 Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Email: [email protected] Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Email: [email protected]

91

Pendahuluan

Aplikasi pupuk daun yang mengandung nutrisi mikro atau pupuk organik terbukti meningkatkan pertumbuhan tebu, produktivitas tebu, rendemen dan mutu nira (Sangplung et al., 1978; Jamro et al., 2002; Shahid et al., 2011). Pabrik Gula Subang telah mencoba mengaplikasikan pupuk daun cair untuk tanaman tebu di seluruh areal kebunnya seluas 4000

ha. Penyemprotan dilakukan menggunakan spayer tipe gendong dengan pompa manual. PG Subang dibagi dalam tiga rayon: Rayon Pasir Bungur, Rayon Pasir Muncang, dan Rayon Manyingsal. Untuk Rayon Pasir Bungur dan Rayon Pasir Muncang, trailer tangki air, pengisian air, serta bahan pupuk daun disiapkan di pabrik (Pasir Bungur), sedangkan untuk Rayon Manyingsal semua keperluan disiapkan di pusat Rayon Manyingsal. Dalam setiap

Technical Paper

Kinerja Sprayer Bermotor dalam Aplikasi Pupuk Daundi Perkebunan Tebu

Working Performance of Motor Sprayer on Foliar Fertilizer Applicationin a Sugarcane Plantation

Wawan Hermawan1

Abstract

Foliar fertilizer application on sugarcane plantations using a knapsack sprayer was ineffective in spraying liquid foliar fertilizer evenly across the surface of the leaf. To improve its performance, a knapsack power sprayer was modified and tested, for a better comfort and effectiveness of the liquid foliar fertilizer application. The motor sprayer was modified by replacing its big fluid tank with a smaller fluid tank of the manual sprayer. The nozzle pipe was modified in such a way to be used in spraying two rows of sugarcane in one pass. The modified motor sprayers were tested in sugarcane plantation for applying the foliar fertilizer. The test results showed that the motor sprayers could spray the fluid fertilizer in more effective and uniform spraying than that of the manual sprayer. Spraying using high pressure of the motor sprayer could spray the foliar fertilizer to the leaf surface uniformly. The droplet size was more tiny, and could reach the entire leaf of the sugarcane. The operators like to use the modified motor sprayer. The average working capacity of the power sprayer was 0.4 ha/ hour per man.

Keywords: motor sprayer, modification, sugarcane, fluid fertilizer, working performance

Abstrak

Aplikasi pupuk daun di perkebunan tebu menggunakan sprayer manual tipe gendong, tidak efektif menyemprotkan cairan pupuk daun secara merata ke seluruh permukaan daun. Untuk memperbaiki kinerjanya, maka telah dilakukan percobaan aplikasi sprayer bermotor yang dimodifikasi, sesuai kebutuhan kenyamanan dan efektivitas penyemprotannya. Sprayer bermotor dimodifikasi dengan mengganti tangki cairannya yang terlalu besar, menggunakan tangki cairan dari sprayer tipe gendong manual yang berukuran lebih kecil. Selain itu, batang nosel diperbaiki ukurannya dan arah semprotnya agar dapat digunakan menyemprot di dua sisi barisan tanaman dalam satu lintasan penyemprotan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kinerja sprayer bermotor hasil modifikasi lebih baik dari kinerja sprayer bermotor sebelum modifikasi dan lebih baik dari kinerja sprayer tipe gendong manual. Hasil semprotan sprayer bermotor dengan tekanan yang lebih tinggi, mampu menyemprotkan cairan pupuk ke permukaan daun secara merata. Butiran semprotan lebih halus, dan daun yang tersemprot lebih banyak. Operator juga menyukai penggunaan sprayer bermotor hasil modifikasi tersebut. Kapasitas kerja rata-rata dengan sprayer bermotor adalah 0.4 ha/jam per orang.

Kata kunci: sprayer bermotor, modifikasi, tebu, pupuk cair, kinerjaDiterima: 3 Mei 2012; disetujui: 16 September 2012

1 Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, PO Box 122 Bogor, e-mail: [email protected]

99

Technical Paper

Studi Waktu (Time Study) pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawitdi Perkebunan Sari Lembah Subur, Riau

Time Study on The Activity of Oil Palm Harvesting at Sari Lembah Subur Plantations, Riau

Kurnia Ayu Putranti1, Sam Herodian2 dan M. Faiz Syuaib3

Abstract

To increase the productivity of oil palm harvesting work, method or how it works is needs to be studied through the time study. The purposes of this study were ti determine the elements of work on oil palm harvesting activities based on the uniformity of the pattern of work, and determine the stsndard working time on a number of elements involved in oil palm harvesting activities. Measurement results in Sari Lembah Subur Plantations showed that the standard time to identify the cluster (Ve) on the terrace topography (T), dry land (K), the height of tree of less than 3 meters (H1) was 3.21 seconds, Ve on TK, trees height of 3-6 meters (H2) was 2.39 seconds, Ve on flat topography (F)-K-H1 is 3.45 seconds, Ve for F-K-H2 was 4.59 seconds, Ve at wetland of F-(B)-H1 was 4.27 seconds. Standar time to cut bunches and midrib (Cu) in the TK-D was 29.86 seconds, Cu at T-E1 was 38.47 seconds, Cu at T-C-E2 was 57.91 seconds, Cu on the FK-D was 14.19 seconds, Cu on the FK-E1 was 25.88 seconds, Cu on FK-E2 was 21.06 seconds, Cu in FB-D was 21.13 seconds. Standar time for chopping and move midrib was 9.53 seconds. Time to collect scattered fruits was ranged of 20.32 - 51.75 seconds. Standard time to load bunches to the transporter was 3.75 seconds. Standard time for moving the loaded tranporter was 13.52 seconds

Keywords : harvesting, oil palm, standar time, elements of work

Abstrak

Untuk meningkatkan produktivitas pekerjaan pemanenan sawit, perlu dikaji metode atau cara kerjanya melalui studi terhadap waktu (time study). Tujuan penelitian ini adalah menentukan elemen-elemen kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit berdasarkan pola leseragaman kerja, dan menentukan waktu baku pada sejumlah elemen kerja yang terlibat dalam aktivitas pemanenan kelapa sawit. Hasil pengukuran di Perkebunan Sari Lembah Subur menunjukkan bahwa waktu baku untuk mengidentifikasi tandan (Ve) pada topografi teras (T), lahan kering (K), ketinggian pohon kurang dari 3 meter (H1) adalah sebesar 3.21 detik, Ve pada T-K, ketinggian pohon 3-6 meter (H2) sebesar 2.39 detik, Ve pada topografi flat (F)-K-H1 sebesar 3.45 detik, Ve pada F-K-H2 sebesar 4.59 detik, Ve pada F-lahan basah (B)-H1 sebesar 4.27 detik. Waktu baku untuk memotong tandan dan pelepah (Cu) pada T-K-Dodos (D) sebesar 29.86 detik, Cu pada T-K-E1 (egrek) sebesar 38.47 detik, Cu pada T-K-E2 sebesar 57.91 detik, Cu pada F-K-D sebesar 14.19 detik, Cu pada F-K-E1 sebesar 25.88 detik, Cu pada F-K-E2 sebesar 21.06 detik, Cu pada F-B-D sebesar 21.13 detik. Waktu baku untuk mencacah dan memindahkan pelepah adalah 9.53 detik. Waktu baku untuk memungut brondolan berkisar 20.32 - 51.75 detik. Waktu baku untuk memuat tandan ke angkong sebesar 3.75 detik. Waktu baku untuk perpindahan dengan membawa angkong dan tandan sebesar 13.52 detik.

Kata Kunci : pemanenan, kelapa sawit, waktu baku

Diterima:07 April 2012; Disetujui:14 Agustus 2012

1 Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor, Email : [email protected] Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor, Email : [email protected] Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor, Email : [email protected]

Pendahuluan

Pemanenan kelapa sawit merupakan salah satu kegiatan yang penting pada pengelolaan tanaman kelapa sawit. Cara panen mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi. Pemanenan merupakan suatu sistem kerja yang terdiri dari komponen-komponen

yaitu manusia, mesin dan peralatan, lingkungan kerja. Sistem kerja terbaik didapat dengan pengukuran kerja yang mencakup pengukuran waktu, pengukuran tenaga, pengukuran psikologi, dan pengukuran sosiologi. Suatu sistem kerja dapat diukur kinerjanya dengan menggunakan kriteria ongkos, kualitas, kuantitas, maupun waktu.

107

Pendahuluan

Latar BelakangDi Indonesia banyak terdapat hasil bumi yang

melimpah terutama hasil pertanian yang tidak tergantung dengan musim dan salah satu contohnya adalah kacang tanah. Selain tersedia melimpah di alam, kacang tanah juga merupakan bahan pangan yang cukup digemari dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Kacang tanah diolah untuk menghasilkan berbagai makanan yang beraneka ragam seperti permen, bumbu, selai, makanan ringan dan sebagainya. Hal itu menyebabkan permintaan

akan kebutuhan kacang tanah dari waktu ke waktu semakin meningkat. Kacang tanah atau bahasa latinnya Arachis hypoghea merupakan salah satu tanaman palawija yang sudah lama dikenal petani kita sebagai tanaman produksi. Kacang tanah mengandung sumber protein nabati yang cukup penting dalam menu makanan kedua di Indonesia setelah kacang kedelai. Bahan pangan ini terutama digunakan untuk tujuan konsumsi selain juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan bahan baku industri. Bidang industri membutuhkan kacang tanah sebagai bahan baku untuk pembuatan keju, mentega, minyak, selai, permen atau makanan ringan (Kemala, 2008 dan Woodroof, 1983).

Technical Paper

Rancang Bangun Alat Pengupas Kulit AriKacang Tanah (Arachishypogaea) Tipe Engkol

Design of Crank Type Epidermis Peeler for Peanuts (Arachis hypogaea)

Agus Sutejo1 dan Adithya Rakhmat Prayoga2

Abstract

One cause of reduced productivity of peanut husk is peeled peeling process is still done manually, using the power of man. To overcome this, a system designed to cuticle peeling peanuts which facilitates mechanical stripping process peanut husk. Peeling epidermis is mechanically done by using two rubber-covered rollers are designed to be able to peel the peanut husk easily. Having conducted research, produced peeler bean husk, which consists of, Hopper, stringer system, the framework, dirt thrower fan/epidermis, and hoppers expenses. From the test results from test 10 times, each repetition is about 100 grams paring the results obtained about 70% whole shelled peanuts. Or can be calculated with engine capacity of about 35 kg/hr with a percentage split of about 35%, it is because the rubber on the roll is less balanced/less flashlight, so the workmanship is required with appropriate accuracy by using a lathe.

Keywords: peanuts, roll stripper, fan separator, peeler

Abstrak

Salah satu penyebab yang menghambat produktivitas pengupasan kulit ari kacang tanah adalah karena proses pengupasan masih dilakukan secara manual , DENGAN menggunakan tenaga manusia. Untuk mengatasi hal tersebut, sistem ini dibuat untuk mengupas kulit ari kacang tanah dengan proses pemisahan kulit ari kacang tanah secara mekanik. Pemisahkan kulit ari dilakukakn secara mekanik dengan menggunakan dua roller yang dilapisi karet, yang didesain agar bisa mengupas kulit ari dengan mudah. Melalui penelitian yang telah dilakukan, pembuatan pemisah kulit ari kacang tanah terdiri dari bagian hopper (mulut pemasukan), bagian sistem pengupas, rangka mesin, kipas pelempar kulit ari, dan hopper penampung. Dari hasil pengujian 10 kali ulangan, dengan jumlah 100 gr setiap pengulangan, didapatkan 70% kulit ari kacang tanah terkupas. Atau jika dihitung, dihasilkan kapasitas mesin sebesar 35 kg/jam dan persentase pemisahan 35%, itu karena karet pada roller tidak terlalu seimbang, sehingga pekerja membutuhkan akurasi yang tepat dengan mengunakan mesin pemotong.

Kata kunci: kacang tanah, roll stripper, kipas separator, peelerDiterima: 20 April 2012;Disetujui: 20 Agustus 2012

1 Staff Pengajar Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Email: [email protected] Mahasiswa S-1 Program Studi Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,Institut Pertanian Bogor

115

Technical Paper

Kajian Dasar Mekanisme Pemisah Biji Buah Asam (Tamarindus indica Leguminosaesp) dalam Rangka Perancangan Prototipe

Mesin Pengolah Asam Tanpa Biji

Basic Study of Tamarine Seed Separator Mechanism to Design the Prototype of Seedless Tamarind (Tamarindus indica sp) Processing Machine

Husen Asbanu1, Sam Herodian2 dan Sutrisno3

Abstract

The process of fruit and seed separation on Tamarind is a challenge for agricultural mechanization technology that must be solved. The purpose of this study is to develop a basic study of the Tamarind fruit separation mechanism (Tamarindus indica sp) as a part of design process on Tamarind seedless processing machine. Initial design of Tamarind seeds separation machine was made by studying the work of slashing unit and seed separation unit. Tamarind seedless processing machine consist of slicer and peeler. The slicer function is to slice the fruit before it sent into peeler unit which contains two cylindrical peeler. The peeler unit installed parallel so it let through the fruit pulp but still hold the Tamarind seeds that had been separated by the separator unit. Tamarind seeds separation prototype model has been succesfully made. Model testing was done by measuring the rotary speed of spindle peelers on 1065 rpm which considered work effectively for the test load of 100 grams, 200 grams and 300 grams. Further, shaft torque measurements in the process of peeling showed a significant increase in value and it is proportional to the increase in load level for all treatments. Greatest torque happened at 890 rpm rotation speed with a value of 1.45 Nm at 300 gram load. While the rotary speed of 1220 rpm produce 1.17 Nm torque at 300 grams load.

Keywords : basic study, performance, tamarind, seed separator.

Abstrak

Pemisahan biji dan daging buah asam merupakan tantangan dalam pemecahan masalah saat ini yaitu teknologi mekanisasi atau mesin pertanian. Penelitian ini bertujuan membuat suatu kajian dasar mekanisme pemisahan biji buah asam (Tamarindus indica sp) dalam rangka perancangan mesin pengolah asam tanpa biji. Model awal dari alat mesin pemisah biji asam dengan mempelajari konsep perancangan terhadap kinerja unit penyayat dan pemisah biji asam. Perancangan awal bagian pemisahan biji dan daging buah terdiri dari unit penyayatan untuk menyayat buah asam sebelum buah asam ke unit pengupas yang terdiri dari dua buah silinder pengupas. Unit pengupas dipasang sejajar sehingga mampu melewatkan daging yang terpisah dan tetap menahan biji asam yang akan dipisahkan dengan unit pemisah biji. Model prototipe awal dari alsin pemisah biji asam telah berhasil dibuat, pada uji model dilakukan pengukuran kecepatan putar dari poros pengupas pada rpm 1065 yang efektif pada tingkat beban yang diuji yaitu pada 100 gram, 200 gram, dan 300 gram. Pengukuran torsi pengupasan menunjukan nilai torsi terjadi peningkatan yang cukup signifikan dengan naiknya tingkat beban untuk semua perlakuan, nilai torsi terbesar terjadi pada kecepatan putar 890 rpm dengan nilai torsi sebesar 1,45 Nm pada tingkat beban yang diberikan sebesar 300 gram. Sedangkan pada kecepatan putar 1220 rpm nilai torsi yang terjadi adalah 1,17 Nm dengan tingkat beban yang di berikan sebesar 300 gram.

Kata Kunci : kajian dasar, kinerja, buah asam, pemisah biji

Diterima: 25 April 2012;Disetujui: 24 Agustus 2012

1 Mahasiswa pasca sarjana IPB. Email: [email protected] Staf pengajar Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB. Email: [email protected] Staf pengajar Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB. Email: [email protected]

121

Technical Paper

Evaluasi Metode Penman-Monteith dalam MendugaLaju Evapotranspirasi Standar (ET0) di Dataran Rendah

Propinsi Lampung, Indonesia

Evaluation of Penman-Monteith Method in Estimating Standard Evapotranspiration (ET0) in Lowland Area of Lampung Province, Indonesia

Tumiar Katarina Manik1, R. Bustomi Rosadi2 dan Agus Karyanto3

Abstract

Evapotranspiration is an important factor in estimating crops water use and then irigation schedule. Direct measurement of evapotranspiration is difficult since it is influenced by many factors. Estimation methods are developed for estimating evapotranspiration rate from meteorological data. One method which is recommended by FAO is Penman-Monteith Method (P-M). To evaluate whether this method could be accurately used in Lampung a comparison had been conducted with evaporation measurement on two climate stations in Lampung, Branti and Masgar with data set from 2006-2008. The result for Branti showed that observation data was lower than P-M for ET > 4 mm and higher for ET < 4; while for Masgar evaporation observation always higher than P-M. In general P-M was 1.09 times higher than observation in Branti and 0.89 lower in Masgar. Correlation coefficients between P-M and observation were low (r = 0.3 for Branti and r = 0.5 for Masgar). Two possible reasons for the disagrrement were first, there was an error in measuring water level on the evaporation pan, this showed by the fact that observed evaporation has low coefficient correlation with all meteorological data which have direct impact on evaporation (air temperature and humidity, wind speed and radiation); second, CROPWAT converted shunshine duration to be the radiation intensity with linear approach while field data showed that sunshine duration did not relate linearly with radiation intensity.

Key words: Irrigation, evapotranspiration, estimation, Penmann-Monteith, CROPWAT

Abstrak

Evapotranspirasi adalah unsur utama dalam menghitung kebutuhan air tanaman yang kemudian menjadi dasar dalam penjadualan irigasi. Evapotranspirasi dipengaruhi banyak faktor sehingga pengukurannya secara langsung tidak mudah, karena itu dikembangkan banyak model pendugaan untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu model yang direkomendasikan FAO adalah metode Penman-Monteith (P-M). Untuk mengetahui apakah metode ini tepat juga digunakan di Propinsi Lampung perlu dilakukan pengujian dengan membandingkan hasil pengamatan langsung (2006-2008) yang dilakukan di dua stasiun pengamatan di Lampung yaitu Branti dan Masgar. Hasil pengamatan di Branti rata-rata lebih rendah dari hasil metode P-M pada laju ET > 4 mm, dan lebih tinggi untuk laju ET < 4 mm; sedangkan untuk stasiun Masgar menunjukkan laju ET hasil pengamatan selalu lebih tinggi dari pada hasil perhitungan metode P-M. Hasil metode P-M secara rata-rata 1.09 kali lebih tinggi dari pengamatan Branti dan 0.89 kali lebih rendah dari pengamatan Masgar. Koefisien korelasi antara metode pendugaan dan pengamatan langsung rendah (r = 0.3 untuk Branti dan 0.5 untuk Masgar). Ketidak cocokan ini dapat disebabkan pertama karena ketidak cermatan dalam mengukur penurunan muka air pada panci evaporasi yang terlihat dari rendahnya koefisien korelasi evaporasi pengamatan dengan semua unsur iklim yang berkaitan erat dengan evaporasi (suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi; kedua karena CROPWAT menggunakan data lama penyinaran yang dikonversikan secara linier menjadi intansitas radiasi sedangkan dalam pengamatan langsung hubungan antara lama penyinaran dan intensitas radiasi tidak linier.

Kata kunci: irigasi, evapotranspirasi, pendugaan, Penman-Monteith, CROPWAT

Diterima: 05 Mei 2012; Disetujui:10 September 2012

1 Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas [email protected] Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.3 Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

129

Pendahuluan

Produksi biji kakao Indonesia terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain tidak terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Persyaratan mutu yang diatur pemerintah meliputi karakteristik biji kakao, kadar air, bobot biji, kadar kulit dan kadar lemak. Persyaratan yang diinginkan ini dapat diperoleh dengan penerapan teknologi fermentasi dan pengeringan yang tepat. Fermentasi kakao akan menghasilkan cita rasa yang lebih baik (Sulystiowati dan Yusianto, 1998).

Bagi industri makanan dan minuman coklat, mutu biji kakao merupakan persyaratan mutlak. Dengan demikian bagi produsen atau eksportir sebaiknya mutu biji kakao menjadi perhatian agar posisi bersaing (bargaining position) menjadi lebih baik dan keuntungan dari harga jual menjadi optimal. Bagi pengusaha, mutu berarti dapat

memberikan kepuasan kepada pelanggan tanpa banyak memerlukan biaya yang tinggi (Mulato dan Widyotomo, 2003).

Salah satu tahapan penting dalam penanganan pasca panen kakao adalah proses fermentasi. Penanganan pasca panen kakao dimulai sejak pemetikan buah, fermentasi sampai pengeringan dan pengemasan. Proses fermentasi berlangsung secara alamiah selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui untuk mempersiapkan biji kakao basah menjadi biji kakao kering bermutu tinggi dan layak dikonsumsi. Fermentasi biji kakao akan menumbuhkan cita rasa, aroma dan warna, karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi, dan biologi di dalam biji kakao.

Pada proses pengeringan harus diperhatikan suhu udara pengeringan. Suhu udara pengeringan selain akan berpengaruh terhadap waktu pengeringan, juga berpengaruh terhadap mutu bahan yang akan dikeringkan. Suhu pengeringan yang akan digunakan 40OC, 50OC dan 60OC.

Technical Paper

Kajian Fermentasi dan Suhu Pengeringan padaMutu Kakao (TheobromacacaoL.)

Study of Fermentation and Drying Temperature in Cacao Quality (Theobroma cacao L.)

Rita Hayati1, Yusmanizar2, Mustafril2, Harir Fauzi3

Abstract

A study on the Fermentation and drying temperature in cacao quality was carried out. From result of research was fermentation 8 day at temperature 60OC representing best treatment from all treatment. However accelerate drying the higher content 1.32%/hours and the decrease amount equal to 0.39%/hours. The best colour of quality cacao was produced using the fermentation (8 day) and drying temperature (40OC). It met the standard attributes rating the higher the texture was fermentation (4 day) and drying temperature (60OC). However the fermentation 6 day and drying temperature 60OC with high panelist acceptance.

Keywords: fermentation, temperature, drying, cacao

Abstrak

Kajian fermentasi dan suhu pengeringan terhadap mutu kakao telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi 8 hari pada suhu 60OC merupakan perlakuan terbaik dari semua perlakuan. Namun laju pengeringan lebih tinggi 1.32%/jam dan jumlah penurunan sebesar 0.39%/ jam. Warna terbaik kualitas kakao yang diproduksi menggunakan fermentasi (8 hari) dan suhu pengeringan (40OC), tetapi nilai atribut tertinggi adalah atribut tekstur yang ditemukan pada fermentasi (4 hari) dan suhu pengeringan (60OC), bagaimanapun penerimaan panelis tertinggi didapati pada perlakuan fermentasi 6 hari dan suhu pengeringan 60OC.

Katakunci: fermentasi, temperatur, pengeringan, kakao.

Diterima: 16 April 2012; Disetujui: 24 Agustus 2012

1 Fakultas Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Email: [email protected] Staf Pengajar Departemen Teknik Pertanian, Universitas Syiah Kuala Darussalam Aceh.3 Alumni Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

137

Pendahuluan

Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang

memiliki komoditi pertanian yang sangat beragam. Salah satunya ada di komoditas hortikultura, yang saat ini sangat diminati dan mulai digemari adalah jamur tiram. Jamur memiliki syarat tumbuh dengan suhu 16-22OC dan kelembaban 80-90%, Jawa Barat merupakan sentra jamur masih berada di daerah dataran tinggi seperti Lembang, Cisarua, Pangalengan, dan Cipanas, daerah ini merupakan daerah yang sangat ideal untuk tumbuhan jamur tiram. Sedangkan daerah yang lain selain daerah ideal masih ada lahan yang bisa dan berpotensi untuk menjadi tempat budidaya namun terbentur oleh faktor lingkungan, untuk dapat tumbuh dengan baik diperlukan lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan. Adapun factor

lingkungan yang sangat berpengaruh di sekitar tanaman, kelembaban relatif, kelembaban media tanam, kecepatan angin, suhu media tanam, dan unsur hara.

Berdasarkan fakor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram dari tahap tumbuh buah sampai panen yaitu suhu dan kelembaban, pada penelitian sebelumnya menurut Daryani (1999) disebutkan bahwa hasil panen pada suhu 17OC sebesar 391 gram lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 19OC sebesar 379.69 gram dan 21OC sebesar 362 gram. Dari data dapat dilihat bahwa jamur senang pada suhu yang rendah. Pada penelitiannya Daryani menggunakan mesin pendingin, sehingga suhu yang diatur dapat stabil, namun penggunaan mesin pendingin memerlukan biaya dan energi yang besar.

Jika dilihat dari berbagai produk olahan jamur tiram dilihat dari segi usaha maka peluang usaha

Technical Paper

Pengendalian Suhu Ruang pada Budidaya Jamur Tiramdengan Karung Goni Basah

Temparature Control In Oyester Mushroom Cultivation with Wet Gunny Sack

Manunggal Ajie Putranto1 dan Mad yamin2

Abstract

A study was conducted in order to know the difference oyster mushroom yields on two room condition, i.e. with wet gunny sack and without wet gunny sack. In this study wet gunny sacks were used as a coolant. A water pipe was installed to moisten the gunny sacks which are stored on the sidelines of the shelves, and watering was done automatically using a timer every 15 minutes. After some time without wet gunny sack. However, the relatif humidity was not much different. Yields for 75 bag-log mushrooms on room condition of cooled with wet gunny sack was 23.5 kg, while those cooling was 16.7 kg.

Keywords: gunny sacks, oyster mushroom, watering, temperature, yields,

Abstrak

Sebuah penelititan dilakukan untuk mengetahui perbedaan hasil dari jamur tiram pada dua kondisi ruang, yaitu yang didinginkan dengan karung goni basah dan yang tidak didinginkan, Pada penelitian ini, karung goni digunakan sebagai media pendingin ruang budidaya jamur. Pipa air dipasang pada sisi-sisi rak untuk membasahi karung, dan pembasahannya dilakukan secara otomatis menggunakan pewaktu setiap 15 menit. Setelah beberapa waktu pembasahan, terjadi perbedaan nyata pada suhu ruang dengan karung goni basah dan suhu ruang tanpa karung goni basah. Namun, kelembaban relativenya tidak berbeda nyata. Hasil panen jamur pada 75 bag-log pada kondisi ruang yang didinginkan dengan karung goni basah adalah 23.5 kg, sementara yang tidak didinginkan hasilnya 16.7 kg.

Kata kunci: karung goni, jamur tiram, pembasahan, suhu, hasil

Diterima: 24 Mei 2012; Disetujui: 17 September 2012

1 Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 856 92072834, e-mail: [email protected];

2 Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB, Email: [email protected]

143

Technical Paper

Kajian Penanganan Bahan dan Metode Pengeringan terhadapMutu Biji dan Minyak Jarak Pagar (JatrophacurcasL.)

Handling and Drying Method of Jatropha curcas Lfor Quality Measurement of Dried Seed and Castor Oil

Verra Mellyana1, Usman Ahmad2 dan Sri Widowati3

Abstract

Energy is consumed in many sectors such as industry, transportation, and household. Most of the source of energy nowadays are obtained from fosil, which is predicted available for less than 10-15 upcoming years, and should be replaced by renewable energy. One of potential renewable energy to considered is Jatropha, a plant with seeds containing oil that can be processed into biodiesel. As a part of plant, fruit of Jatropha should be treated properly after harvest to maintain its oil in the seeds, so that good physical and chemical properties of the oil extracted from the seed can be obtained. This research is aim to develop method of handling of the harvested Jatropha fruits, including its drying, to maintain quality of the seeds and oil resulted from extraction. Different combinations of preparation (fresh, seed and steamed seed) and drying (temperature of 50, 60, 70OC and natural sun drying), have been investigated. The results showed that the best treatment was seed drying at 70OC with the drying time of 4.83 hour, oil rate of 40.06%, and oil yield of 28.59%. Quality of the seeds which fulfilled Standard National Indonesia (SNI) 01-1677-1989 were broken seed (0.57%), cracked seed (0.20 %), foreign object (0%), moisture content (6.08%). However, the highest oil extraction (40.06%) was not satisfy SNI 01-1677-1989. This case, quality of castor oil which qualified SNI 01-1904-1990 were oil moisture content (0.23%) and acid value (0.33 mg KOH/g), but refractive index (1.6209), iod number (54.31) and saponification number (67.30) were unqualified.

Keywords : jatropha, drying, seed, castor oil

Abstrak

Energi digunakan pada berbagai sektor seperti industri, transportasi dan rumah tangga. Sebagian besar sumber energi saat ini diperoleh darifosil, yang diperkirakan tersedia untuk kurang dari 10-15 tahun mendatang, dan harus digantikan oleh energi terbarukan. Salah satu energi terbarukan yang potensial untuk dipertimbangkan adalah jarak pagar, tanaman dengan biji yang mengandung minyak yang dapat diolah menjadi biodiesel. Sebagai bagian dari tanaman, buah Jatropha harus diperlakukan dengan baik setelah panen untuk mempertahankan minyakdalam biji, sehingga diperoleh hasil ekstraksi minyak dengan mutu fisik dan kimia yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode penanganan panen dari buah Jatropha, termasuk pengeringan, untuk mempertahankan kualitas biji dan minyak hasil ekstraksi. Kombinasi yang berbeda mulai dari penanganan bahan (buah segar, biji dan biji hasil pengukusan) dan proses pengeringan (suhu 50, 60, 70OC dan pengeringan matahari alami), telah diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah biji yang dikeringkan pada suhu 70OC dengan waktu pengeringan tercepat (4.83 jam), kadar minyak 40.06%, serta rendemen minyak tertinggi (28.59%). Mutu biji telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-1677-1989 diantaranya biji rusak (0.57%), bijipecah(0.20%), benda asing(0%), kadar air(6.08%). Akan tetapi kadar minyak (40.06%) yang merupakan kadar minyak tertinggi dari semua perlakuan ini masih belum memenuhi SNI01-1677-1989. Sedangkan mutu minyak yang memenuhi SNI01-1904-1990adalah kadar air minyak(0.23%) dan bilangan asam(0.33 mgKOH/g) dan yang tidak memenuhi adalah rata-rata indeks bias(1.6209), bilangan iod(54.31) dan bilangan penyabunan(67.30).

Kata kunci: jatropha, pengeringan, biji, minyak jarakDiterima: 18 Juni 2012; Disetujui: 29 September 2012

1 Staf Teknis pada Balai Besar Pelatihan Pertanian Binuang-Kalimantan Selatan. Departemen Pertanian 2 Staf Pengajar pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.3 Peneliti Utama pada Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor