kajian aspek-aspek yang mempengaruhi penyediaan air bersih ...
7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL · mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang...
Transcript of 7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL · mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang...
7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL
7.1 Pendahuluan
Air adalah sumberdaya alam yang penting untuk memenuhi hajat hidup
orang banyak. Masalah kekurangan jumlah air maupun kualitas air dapat
menimbulkan dampak pada kesehatan, sosial maupun ekonomi. Berdasarkan
temuan penelitian Anwar et.al. (2004) permintaan air di wilayah perkotaan lebih
besar daripada suplainya dan ketersediaan air telah mengalami decreasing
return to scale. Pola ekosistem berubah dengan berubahnya variabel-variabel
penyusunnya terhadap waktu atau bersifat dinamis. Perubahan tersebut
menghasilkan kinerja sistem atau mekanisme kerja yang dapat diamati
perilakunya melalui pemodelan.
Dalam mempelajari serta mengevaluasi sumberdaya air di suatu daerah,
segi kuantitas dan kualitas merupakan dua hal yang harus diketahui, karena
kedua hal tersebut merupakan ukuran yang harus dipertimbangkan dalam
pemanfaatan sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya air tersebut harus
mempertimbangkan segi kuantitas dan kualitas, sesuai dengan tujuan
pemanfaatannya. Model adalah penyederhanaan sistem di alam yang dapat
digunakan untuk memudahkan pengambilan keputusan (Suratmo, 2002).
Menurut Soedijono (1995), model merupakan gambaran suatu obyek yang
disusun dengan tujuan mengenali perilaku obyek dengan cara mencari
keterkaitan antara unsur-unsurnya, mengadakan pendugaan untuk memperbaiki
keadaan obyek serta untuk mengadakan optimisasi obyek. Fungsi suatu model
adalah menggambarkan semirip mungkin keadaan obyek yang diamati sesuai
dengan tujuan penyusunan model. Melalui model orang dapat mengadakan
percobaan terhadap model tanpa mengganggu obyek dan dapat membuat
gambaran masa depan.
Muhammadi dkk. (2001), mengelompokkan model menjadi model ikonik,
model kuantitatif dan model kualitatif. Model ikonik adalah model yang
mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya
dapat diperbesar atau diperkecil, sehingga dapat diadakan percobaan untuk
mengetahui gejala atau proses yang ditirukan (Eriyatno, 1998; Winardi, 1999;
Muhammadi dkk., 2001). Model kuantitatif adalah model berbentuk rumus-rumus
matematika dan statistik, sedangkan model kualitatif atau model analog adalah
model berbentuk gambar atau diagram yang pada umumnya meminjam sistem
77
lain yang mempunyai sifat sama dengan obyek. Model kualitatif atau analog
dapat lebih menampilkan sifat dinamik obyeknya.
Kota Tarakan sebagai salah satu wilayah kepulauan hingga saat ini
sedang giat melaksanakan pembangunan diberbagai sektor. Di dalarn proses
melaksanakan pembangunan yang bertujuan untuk pengembangan daerah
perkotaan, pemerintah Kota Tarakan dalam hal ini sebagai pemrakarsa kegiatan
menghadapi beberapa kendala atau permasalahan dalam pelaksanaan program
tersebut. Beberapa kendala atau permasalahan yang hingga kini memerlukan
pemecahan baik secara pendekatan persuasif maupun dengan mengadakan
kegiatan fisik, antara lain : (1) Tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat cepat
dalarn kurun waktu yang sangat pendek dengan penyebaran di wilayah kota
yang tidak merata (2) Masih terdapat daerah pemukiman penduduk yang
dibawah standar (kumuh) dalam jumlah dan luas yang cukup besar, (3)
Penyediaan sarana dan prasarana kota yang masih belum seimbang dengan
jumlah penduduk, (4) Kurang koordinasi antara pihak-pihak terkait dalam hal ini
pemerintah daerah dalam merumuskan suatu kegiatan pembangunan dan
pengembangan kota, (5) Sumber daya manusia.
Dengan meningkatnya pertumbuhan perekonomian dan bidang lainnya
maka memacu pertumbuhan penduduk di Kota Tarakan tersebut. Seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk di Kota Tarakan sudah tentu kebutuhan akan air
bersih untuk masyarakat semakin meningkat. Kebutuhan akan air bersih adalah
kebutuhan pokok bagi masyarakat Kota Tarakan sehingga pemerintah sudah
seharusnya menyediakan kebutuhan akan air bersih untuk masyarakat Kota
Tarakan guna mendukung kesejahteraan masyarakat Kota Tarakan.
Untuk menyediakan kebutuhan air bersih penduduk Kota Tarakan, maka
dibutuhkan suatu pendekatan melalui sistem dinamik sehingga didapat model
penyediaan air bersih Kota Tarakan yang diharapkan dapat membantu
pemerintah daerah dalam menanganani permasalahan khususnya air bersih di
Kota Tarakan.
7.2 Metode Analisis Model Penyediaan Air Bersih Pulau Kecil
7.2.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam menyusun model
penyediaan air bersih berkelanjutan di Kota Tarakan berupa data primer dan
data sekunder yang diperoleh dari responden dan pakar terpilih. Data primer
78
yang diperlukan berupa faktor-faktor penting dalam penyediaan air bersih di Kota
Tarakan. Hal ini didapat melalui wawancara dengan responden dan para pakar
terpilih. Data primer yang diperlukan berupa data yang berkaitan dengan
kendala, kebutuhan dan lembaga yang terlibat dalam penyediaan air bersih Kota
Tarakan. Sedangkan data sekunder yang diperlukan adalah jumlah penduduk,
jumlah unit hotel dan industri, luas wilayah, curah hujan dan kapasitas layanan
PDAM.
7.2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penyusunan model penyediaan air
bersih secara berkelanjutan di Kota Tarakan dilakukan melalui diskusi,
wawancara dan kuisioner dan survey lapangan. Selain itu juga dilakukan studi
kepustakaan dan dokumen dari instansi-instansi terkait penyediaan air bersih
Kota Tarakan.
7.2.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penyediaan air bersih secara
berkelanjutan di Kota Tarakan adalah sistem dinamik dengan bantuan software
Powersim Constructor v2.5. Tahapan-tahapan dalam sistem dinamik meliputi
analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, simulasi model dan
validasi model. Dalam analisis sistem dinamik ini akan dikaji dua sub model, yaitu
sub model kebutuhan air bersih dan sub model penyediaan air bersih.
a. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap
pelaku yang terlibat dalam penyediaan air bersih. Berdasarkan kajian,
stakeholder yang terlibat dalam penyediaan air bersih dan masing-masing
kebutuhannya dapat dilihat dalam Tabel 14.
Tabel 14 Analisis kebutuhan aktor dalam pegelolaan air bersih Kota Tarakan.
No Aktor/Stakeholder Kebutuhan
1 Masyarakat pengguna air 1. Terpenuhinya kebutuhan air bersih 2. Tarif air yang terjangkau 3. Kualitas air bersih yang baik
2 Dinas dan instansi pemerintah
1. Tidak terjadi kelangkaan air pada musim kemarau
2. Dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat
3. Terjaganya kualitas DAS
79
4. Pendapatan daerah meningkat 5. Kebijakan dalam penyediaan air bersih
3 PDAM Tarakan 1. Biaya operasional yang murah 2. Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
air 3. Dapat mencapai keuntungan yang layak
bagi perusahaan 4. Terjaminnya air baku secara kuantitas dan
kualitas
4 Lembaga swadaya masyarakat
1. Terjaminnya kesetaraan dalam pemenuhan air bersih masyarakat
2. Tidak terjadi konflik kepentingan dalam pemanfaatan air bersih
3. Good governance
5 Perguruan tinggi 1. Kemitraan dengan perguruan tinggi dalam penyediaan air bersih
2. Hasil kajian yang aplikatif
b. Formulasi Masalah
Menurut Eriyatno (2003), formulasi masalah disusun dengan cara
mengevaluasi keterbatasan sumberdaya yang dimiliki (limited of resources) dan
atau adanya konflik atau perbedaan kepentingan (conflict of interest) diantara
pemangku kepentingan.
Berdasarkan analisis kebutuhan dan kondisi air bersih Kota Tarakan saat
ini, permasalahannya diformulasikan sebagai berikut :
1. Jumlah pertambahan penduduk yang terus meningkat dengan jangka waktu
yang pendek dan penyebarannya yang tidak merata.
2. Masih terdapat daerah permukiman kumuh dengan kondisi dibawah standar
dengan jumlah yang sangat besar.
3. Prasarana dan sarana air bersih yang belum seimbang dengan pertumbuhan
penduduk, dan tingginya kebocoran PDAM.
4. Pencemaran sumber air baku akibat buangan dari domestic/non-domestik,
dan intrusi air laut. Sehingga air tanah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan
langsung sebagai air bersih.
5. Pemanfaatan air bersih yang tidak memperhatikan kaidah konservasi
lingkungan, dimana masih terjadi perubahan fungsi lahan yang cukup
signifikan.
6. Belum terbentuk mekanisme kerjasama pemerintah daerah secara terpadu
dalam penyediaan air bersih. Sehingga penyediaan yang terjadi masih bersifat
parsial dan saling lempar tanggung jawab.
80
c. Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rangkaian hubungan antara
pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus
dipecahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan identifikasi
sistem adalah untuk memberikan gambaran tentang hubungan antara faktor-
faktor yang saling mempengaruhi dalam kaitannya dengan pembentukan suatu
sistem. Hubungan antar faktor digambarkan dalam bentuk diagram lingkar
sebab-akibat (causal loop), kemudian dilanjutkan dengan interpretasi diagram
lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box). Dalam menyusun kotak gelap,
jenis informasi dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu peubah input, peubah
output dan parameter-parameter yang mebatasi struktur sistem. Gambaran
diagram kotak gelap dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33 Diagram kotak gelap (black box) sistem penyediaan air bersih di
Kota Tarakan
d. Validasi Model
Terdapat dua pengujian dalam validasi model yaitu uji validasi struktur
dan uji validasi kinerja. Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan
pada pemeriksaan kebenaran logika pemikiran, sedangkan uji validasi kinerja
81
lebih menekankan pemeriksaan yang taat data empiris. Model yang baik adalah
yang memenuhi kedua syarat tersebut yaitu logis-empiris (logico-empirical).
Uji validasi struktur bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana
keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Uji ini dibedakan atas dua
jenis yaitu validasi konstruksi dan kestabilan struktur. Validasi konstruksi adalah
keyakinan terhadap konstruksi model diterima secara akademis, sedangkan
kestabilan struktur adalah keberlakuan atau kekuatan (robustness) struktur
dalam dimensi waktu (Muhammadi et al., 2001).
Uji validasi kinerja bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana
kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata sehingga
memenuhi syarat sebagai model ilmiah dengan yang taat fakta, yaitu dengan
melihat apakah perilaku output model sesuai dengan perilaku data empiris.
Penyimpangan terhadap output model dengan data empiris dapat diketahui
dengan uji statistik yaitu menguji penyimpangan rata-rata absolutnya (AME :
Absolute Means Error) dan penyimpangan variasi absolutnya (AVE : Absolute
Variation Error). Batas penyimpangan yang dapat diterima berkisar antara 5 –
10% (Muhammadi et al., 2001). Adapun rumus untuk menghitung nilai AME dan
AVE seperti di bawah ini :
Rumus AME (Absolute Means Error) = (Si – Ai) / Ai x 100% …….………(1)
Si = Si / N dan Ai = Ai / N
dimana : S = Nilai simulasi A = Nilai aktual N = Interval waktu pengamatan
Rumus AVE (Absolute Variation Error) = (Ss – Sa) / Sa x 100% ………..(2)
Ss = ((Si - Si)2) / N dan Sa = ((Ai - Ai)2) / N
dimana : Sa = Deviasi nilai aktual Ss = Deviasi nilai simulasi N = Interval waktu pengamatan
e. Uji Kestabilan Model
Uji kestabilan model pada dasarnya merupakan bagian dari uji validasi
struktur. Uji ini dilakukan untuk melihat kestabilan atau kekuatan (robustness)
model dalam dimensi waktu. Model dikatakan stabil apabila struktur model
agregat dan disagregat memiliki kemiripan. Caranya adalah dengan menguji
struktur model agregat yang diwakili oleh sub-sub model yang ada.
82
f. Uji Sensitivitas Model
Uji sensitivitas merupakan respon model terhadap suatu stimulus.
Respon ini ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan/atau kinerja model.
Stimulus diberikan dengan memberikan perlakuan tertentu pada unsur atau
struktur model.
7.3 Model Penyediaan Air Bersih Pulau Tarakan
Model yang dibangun dalam penyediaan air bersih di pulau kecil dengan
wilayah studi di Kota Tarakan terdiri dari 2 (dua) sub model yaitu sub model
kebutuhan air bersih dan sub model ketersediaan air bersih. Perilaku model
dinamik penyediaan air bersih di pulau kecil di Kota Tarakan dianalisis dengan
menggunakan program powersim constructor version 2.5. Simulasi model
dilakukan pada masing-masing kecamatan di Kota Tarakan yaitu Kecamatan
Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Utara dan Tarakan Tengah. Analisis
dilakukan selama 29 tahun, dimulai pada tahun 2001 dan berakhir pada tahun
2030. Waktu 29 tahun ini diharapkan dapat memberikan gambaran
perkembangan kebutuhan air bersih untuk masa jangka panjang, dan
disesuaikan dengan RTRW Kota Tarakan 2006-2029.
7.3.1 Sub Model Kebutuhan Air Bersih
Sub model kebutuhan air bersih ini mendeskripsikan kebutuhan air bersih
dari beberapa sektor kebutuhan yaitu kebutuhan masyarakat (domestik), k
ebutuhan industri dan kebutuhan hotel. Kebutuhan domestik dipengaruhi oleh
beberapa variabel yaitu jumlah penduduk, laju pertambahan penduduk,
kebutuhan standar air bersih penduduk serta kebijakan hemat air (reduce).
Kebutuhan air bersih industri dipengaruhi oleh jumlah industri, laju pertumbuhan
industri, kebutuhan standar industri dan kebijakan reduce, reuse dan recycle.
Kebutuhan air bersih perhotelan dipengaruhi oleh jumlah hotel, laju pertumbuhan
hotel, kebutuhan standar hotel dan kebijakan reduce dan reuse. Hubungan
antara pertumbuhan penduduk, perhotelan dan industri dapat dilihat pada
Gambar 34.
Standar kebutuhan air rumah tangga berdasarkan kriteria jumlah
penduduk dan jenis kota sehingga diperlukan data jumlah penduduk dan jenis
kota. Jumlah penduduk yang akan digunakan dalam standar ini adalah jumlah
penduduk yang menetap pada satu wilayah. Adapun standar yang digunakan
dalam klasifikasi kebutuhan air rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 15.
83
Perhitungan proyeksi jumlah penduduk, hotel dan industri di Kota Tarakan
dapat dihitung menggunakan Metode Geometrik dengan persamaan berikut ini :
…………………………………………………………… ( 3 )
dimana :
Pn = jumlah populasi pada tahun ke n; P0 = jumlah populasi pada tahun awal
r = laju pertumbuhan; n = jumlah interval tahun.
Tabel 15 Standar kebutuhan air rumah tangga No Jumlah Penduduk Jenis Kota Kebutuhan Air (l/hari) Mutu Air
1 < 2.000.000 Metropolitan >210 2 1.000.000 – 2.000.000 Metropolitan 150 - 210 3 500.000 – 1.000.000 Besar 120 - 150 Kelas Satu 4 100.000 – 500.000 Besar 100 - 120 5 20.000 – 100.000 Sedang 90 - 100 6 3.000 – 20.000 Kecil 60 - 90
Sumber : Departemen permukiman dan prasarana wilayah, 2007.
Kebutuhan air untuk industri adalah kebutuhan air untuk proses industri
termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja, industri dan pendukung kegiatan
industri (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2007). Klasifikasi
industri diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air industri. Adapun
klasifikasi industri apat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Klasifikasi industri berdasarkan jumlah tenaga
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Klasifikasi
1 – 4 5 – 19 20 – 99 >100
Industri kerajinan rumah tangga Industri kecil
Industri sedang Industri besar
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2007.
Kebutuhan air pekerja industri merupakan kebutuhan air domestik yang
telah disesuaikan dengan kebutuhan pekerja pabrik. Kebutuhan air untuk industri
dapat diklasifikasikan sesuai pada Tabel 17.
Tabel 17 Kebutuhan air untuk proses industri No Jenis Industri Jenis Proses Industri Kebutuhan Air (l/hari) Mutu Air
1 Industri Rumah Tangga
Belum ada Rekomendasi. Dapat disesuaikan dengan kebutuhan air rumah tangga.
2 Industri Kecil
3 Industri Sedang
Minuman Ringan Industri es Kecap
1.600 – 11.200.000 18.000 – 67.000 12.000 – 97.000
Kelas Satu
4 Industri Besar Minuman ringan Industri Pembekuan ikan dan biota perairan lainnya
65.000 – 78.000 225.000 – 1.350.000
5 Industri Tekstil Proses Penyediaan Tekstil 400 – 700 l/kapita/hari
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2007.
84
Struktur model kebutuhan air bersih ini dapat dilihat pada Gambar 35 dan
persamaan model dinamis pada Lampiran 5. Beberapa data awal dan asumsi-
asumsi yang digunakan dalam sub model ini pada kondisi eksisting antara lain :
1. Kebutuhan standar air bersih penduduk sebesar 150 liter/orang/hari,
kebutuhan standar hotel 50.000 liter/unit/hari dan kebutuhan standar industri
sebesar 100.000 liter/unit/hari. Kebutuhan standar penduduk berdasarkan
atas Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.18 Tahun 2007, sedangkan
kebutuhan standar hotel didapat melalui wawancara langsung kepada
pengelola hotel dengan asumsi kamar terpenuhi sebesar 80%, dan tidak
dibedakan antara hotel berbintang dan hotel melati. Kebutuhan standar hotel
per hari sebesar 50.000 liter. Kebutuhan standar industri tidak dibedakan atas
industri besar dan kecil dan didapat dari wawancara langsung dengan
pengelola industri, sebesar 100.000 liter per hari, angka ini masih sesuai
dengan standar Kepmen PU tahun 2007.
2. Jumlah penduduk Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan
Tengah dan Tarakan Utara masing-masing sebesar 41.302 jiwa, 21.805 jiwa,
46.458 jiwa, dan 8.089 jiwa pada tahun 2001 (BPS Kota Tarakan 2009).
3. Pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun Kecamatan Tarakan Barat
sebesar 9%, Kecamatan Tarakan Timur 13%, Kecamatan Tarakan Tengah
4% dan Kecamatan Tarakan Utara 14% (BPS Kota Tarakan 2009).
4. Jumlah hotel tercatat di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan
Tengah masing-masing sebesar 10 buah, 4 buah, 7 buah dan tidak ada hotel
(0) di Tarakan Utara pada tahun 2001 (BPS Kota Tarakan 2009).
5. Pertumbuhan perhotelan rata-rata per tahun Kecamatan Tarakan Barat
sebesar 2%, Kecamatan Tarakan Timur 2%, Kecamatan Tarakan Tengah 4%
dan Kecamatan Tarakan Utara 2%. Didapat melalui trial and error dari
simulasi model yang dicocokkan dengan kondisi eksisting dari tahun 2001-
2009. Walaupun Kecamatan Tarakan Utara belum memiliki hotel, namun
dalam penelitian ini diasumsikan pada beberapa tahun kedepan akan
dibangun beberapa hotel seiring dengan perkembangan wilayah.
6. Jumlah industri tercatat di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan
Tengah dan Tarakan Utara masing-masing sebesar 139 unit, 36 unit, 123 unit
dan 15 unit pada tahun 2001 (BPS Kota Tarakan 2009).
7. Pertumbuhan sektor industri rata-rata per tahun Kecamatan Tarakan Barat
sebesar 1%, Kecamatan Tarakan Timur 1%, Kecamatan Tarakan Tengah 1%
85
dan Kecamatan Tarakan Utara 2%. Didapat melalui trial and error dari
simulasi model yang dicocokkan dengan kondisi eksisting dari tahun 2001-
2009.
8. Belum diberlakukannya kebijakan hemat air pada masing-masing sektor
kebutuhan.
Berdasarkan Gambar 34 dapat dilihat bahwa kebutuhan sektor domestik
dipengaruhi oleh variable pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi laju
pertumbuhan penduduk maka jemlah penduduk juga akan semakin tinggi. Hal ini
mengakibatkan kebutuhan air bersih untuk domestik menjadi meningkat.
Sehingga dengan mengalikan jumlah penduduk dengan standar kebutuhan air
bersih didapat kebutuhan air bersih sektor domestic. Dengan cara yang sama
dilakukan juga pada sektor perhotelan dan industri. Dalam sub model ini
ditambahkan juga kebijakan hemat air dengan variable reduce untuk kebutuhan
penduduk, reduce and reuse untuk sektor perhotelan dan reduce, reuse and
recycle pada sektor industri, sebagai kebijakan untuk meningkatkan efisiensi air
bersih.
Gambar 34 Causal loop sub model kebutuhan air bersih
86
Gambar 35 Struktur sub model kebutuhan air bersih
7.3.2 Sub Model Ketersediaan Air Bersih
Sub model ketersediaan ini mendeskripsikan ketersediaan air bersih yang
berasal dari sumber alam yaitu air tanah/sumur dan pelayanan PDAM.
Ketersediaan air bersih dari alam dipengaruhi oleh besarnya koefisien run off
masing-masing tutupan lahan, curah hujan, luas lahan dan luas catchment area.
Sedangkan ketersediaan air dari sektor pelayanan PDAM dihitung berdasarkan
kapasitas instalasi pengolahan air (IPA) PDAM. Keterkaitan antar variable
ketersediaan air dapat dilihat pada Gambar 36.
Gambar 36 Causal loop sub model ketersediaan air bersih
87
Ketersediaan air tanah dapat ditingkatkan dengan menaikan imbuh air
tanah dengan melakukan upaya-upaya reboisasi pada lahan hutan, pembuatan
terasering pada lahan lading/tegakan, pembuatan sumur resapan pada lahan
permukiman dan pembuatan sistem intensifikasi pada lahan tambak. Upaya
konservasi ini dilakukan untuk menurunkan koefisien run off masing-masing land
use sehingga imbuhan air tanah menjadi meningkat. Jadi, semakin tinggi upaya
konservasi maka koefisien run off akan semakin kecil dan imbuhan air tanah
akan meningkat. Nilai koefisien run off pada masing-masing land use dapat
dilihat pada Tabel 18. Imbuhan air tanah yang dipakai sebagai air bersih
diasumsikan sebanyak 40%, dan sisanya berupa cadangan air tanah. Namun
upaya konservasi ini juga harus memperhitungkan biaya konservasi pada
masing-masing land use. Dalam hal ini biaya konservasi pada masing-masing
land use berupa data asumsi berupa nilai masukan (input).
Koefisien run off pada masing-masing lahan dikumulatifkan sehingga
menjadi koefisien run off kumulatif menggunakan persamaan (4). Persamaan-
persamaan lain yang digunakan dalam perhitungan ketersediaan air bersih pada
sub model ketersediaan air bersih ini adalah :
∑
∑ ……………… (4)
……………..…...………….………… (5)
……………..………………………… (6)
………………………………… (7)
dimana :
C = koefisien run off kumulatif Ci = koefisien run off lahan i Ai = luas lahan i (ha) RO = Run Off (m
3/thn)
I = curah hujan tahunan (mm/thn)
A = luas daerah tangkapan (ha) G = imbuhan air tanah (m
3/thn)
P = volume hujan (m3/thn)
E = evaporasi (m3/thn)
IKA = indeks ketersediaan air bersih
Ketersediaan air dari pelayanan PDAM dapat ditingkatkan dengan cara
melakukan uprating instalasi pengolahan air (IPA) PDAM eksisting atau membuat
instalasi pengolahan air bersih mikro (IPAB Mikro) pada masing-masing wilayah
yang kekurangan pelayanan air bersih. Pada sub model ini dibandingkan antara
penambahan ketersediaan air dengan cara uprating IPA dan pembuatan IPAB
Mikro. Rincian biaya uprating dan IPAB Mikro dapat dilihat pada Lampiran 6 s/d
7. Berdasarkan biaya uprating dan biaya pemasangan IPAB Mikro tersebut
88
didapat biaya dan jumlah unit IPAB Mikro yang dibutuhkan oleh Kota Tarakan
untuk menambah kekurangan air pada tiap tahun. Biaya ini akan bervariasi pada
masing-masing kecamatan, tergantung jumlah kekurangan air yang akan
disediakan. Dengan diketahuinya biaya penambahan air bersih tersebut, maka
dapat dijadikan usulan kebijakan sebagai alternatif dalam pemilihan sistem
penyediaan air bersih di Kota Tarakan. Pelayanan air bersih perpipaan ini sesuai
MDG’s tahun 2015 harus dapat melayani 80% kebutuhan air bersih masyarakat.
Sehingga pelayanan air bersih oleh PDAM (perpipaan) ditargetkan terlayani
80%, dan sisanya terlayani oleh air tanah/sumur.
Tabel 18 Nilai koefisien run off masing-masing land use
Tataguna lahan C Tataguna lahan C
Perkantoran
Daerah pusat kota
Daerah sekitar kota
Perumahan
Rumah tunggal
Rumah susun, terpisah
Rumah susun,
bersambung
Pinggiran kota
Daerah Industri
Kurang padat industri
Padat Industri
Taman, kuburan
0,7-0,95
0,5-0,7
0,3-0,5
0,4-0,6
0,6-0,75
0,25-0,4
0,5-0,8
0,6-0,9
0,1-0,25
Tanah Lapang
Berpasir, datar, 2%
Berpasir, agak rata, 2-7%
Berpasir, miring, 7%
Tanah berat, datar, 2%
Tanah berat, agak rata, 2-7%
Tanah berat, miring, 7%
Tanah Pertanian, 0-30%
Tanah kosong
Rata
Kasar
Ladang Garapan
Tanah berat, tanpa vegetasi
0,05-0,10
0,10-0,15
0,15-0,20
0,13-0,17
0,18-0,22
0,25-0,35
0,30-0,60
0,20-0,50
0,30-0,60
Sumber : U.S Forest Service, 1980 dalam Asdak, C (2007)
Sub model ketersediaan air bersih ini juga menghitung neraca air bersih
dan indeks ketersediaan air bersih (IKA). Neraca air bersih yaitu selisih dari air
yang tersedia dengan kebutuhan total air bersih pada setiap tahun. Sedangkan
IKA adalah perbandingan ketersediaan air bersih dengan kebutuhan air bersih
pada setiap tahun. Diharapkan IKA memiliki nilai ≥ 1 pada setiap tahunnya.
Dengan demikian, ketersediaan air bersih Kota Tarakan lebih besar dari
kebutuhannya, sehingga tidak terjadi krisis air. Diagram alir sub model
ketersediaan air bersih dapat dilihat pada Gambar 37 dan persamaan model
dinamis ketersediaan air bersih selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Beberapa data awal dan asumsi yang dipergunakan dalam sub model
ketersediaan air bersih ini adalah :
1. Luas daerah tangkapan air Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur,
Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 2.789 ha, 5.801
ha, 5.554 ha, 10.936 ha. Dengan total wilayah sebesar 25.080 ha.
89
2. Luas lahan permukiman di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur,
Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 414 ha, 328 ha,
397 ha, dan 237 ha (Citra Satelit Landsat TM 05 tahun 2008).
3. Luas lahan hutan di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan
Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 448 ha, 2516 ha, 3652 ha,
dan 7861 ha (Citra Satelit Landsat TM 05 tahun 2008).
4. Luas lahan tegakan/lading di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur,
Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 1396 ha, 2688
ha, 1505 ha dan 2557 ha (Citra Satelit Landsat TM 05 tahun 2008).
5. Luas lahan tambak di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan
Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 531 ha, 269 ha, 0 ha dan
281 ha.
6. Koefisien run off eksisting sebagai batas atas pada lahan permukiman,
tegalan, hutan dan tambak masing-masing adalah 0,75, 0,35, 0,4 dan 0,7.
Sedangkan pada batas bawah adalah 0,3, 0,2, 0,2 dan 0,2.
7. Curah hujan rata-rata tahunan Kota Tarakan adalah 3705,65 mm/thn.
8. Evaporasi rata-rata tahunan Kota Tarakan adalah 1700 mm/thn.
9. Biaya sumur resapan sebesar Rp500.000,00/ha, reboisasi sebesar
Rp1.500.000,00/ha, terasering Rp1.000.000,00/ha dan intensifikasi tambak
Rp5.000.000,00/ha.
10. Biaya uprating IPA PDAM sebesar Rp.1.159,5/m3, biaya pemasangan IPAB
Mikro Rp643,00/m3.
11. Asumsi pemakaian air tanah dari imbuhan air tanah adalah 40%, dan
sebanyak 30% air tanah tidak bisa dimanfaatkan karena pencemaran dan
intrusi air laut.
12. Ketersediaan air bersih terdiri atas ketersediaan air bersih dari imbuhan air
tanah (alami) dan pelayanan perpipaan PDAM.
91
7.4 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Barat
7.4.1 Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Barat
Proyeksi kebutuhan air bersih berdasarkan jumlah penduduk, hotel dan
industri pada Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 19. Pada awal
tahun 2001, jumlah penduduk, hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan
Barat masing-masing tercatat 41.302 jiwa, 10 buah hotel dan 139 unit industri.
Jumlah kebutuhan air bersih per tahun masing-masing sektor tersebut yaitu
2.261.284,5 m3, 182.500 m3 dan 5.073.500 m3. Analisis dilakukan selama 30
tahun dari 2001-2030, sehingga diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan
industri masing-masing menjadi 502.735 jiwa, 18 hotel dan 185 unit industri.
Dengan demikian, jumlah kebutuhan air bersih pada tahun 2030 menjadi
27.524.766,7 m3 untuk kebutuhan penduduk, 324.091,66 m3 untuk kebutuhan
hotel dan 6.770.605,42 m3 untuk kebutuhan industri.
Tabel 19 Proyeksi jumlah penduduk (jiwa), hotel dan industri (unit) serta
kebutuhan air bersih di Tarakan Barat (m3)
92
Berdasarkan hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di
Kecamatan Tarakan Barat, pada tahun 2001, ketersediaan air bersih sebesar
35.987.520 m3. Ketersediaan ini terus menurun, sehingga pada akhir simulasi,
tahun 2030, proyeksi ketersediaan air bersih menjadi 14.330.735 m3.
Ketersediaan dan neraca air bersih di Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat
pada Tabel 20. Tingginya tingkat kebutuhan air bersih di kecamatan Tarakan
Barat menyebabkan terjadinya kekurangan air bersih dimulai pada tahun 2017
dan pada akhir tahun simulasi kekurangan air bersih sebesar 20.288.729 m3.
Tabel 20 Ketersediaan dan neraca air bersih Tarakan Barat (m3)
Ketersediaan air bersih Kota Tarakan didapatkan dari imbuhan air tanah
sehingga menjadi ketersediaan alami, dan layanan perpipaan PDAM. Imbuhan
air tanah yang dimaksud pada penelitian ini adalah imbuhan air tanah yang
berasal dari curah hujan saja, dan belum memperhitungkan imbuh air tanah yang
berasal dari aliran air tanah dari satuan hidrologi didekatnya. Salah satu cara
meningkatkan imbuhan air tanah adalah meningkatkan imbuhan air tanah
93
dengan cara mengurangi bagian hujan yag menjadi run off. Imbuhan air tanah
yang cenderung terus menurun menunjukkan komposisi luasan lahan hutan,
tegakan, pemukiman dan tambak yang kurang baik. Hal ini menyebabkan
koefisien run off di Kecamatan Tarakan Barat menjadi lebih tinggi (0,501),
sehingga aliran limpasan menjadi tinggi. Tingginya aliran limpasan menyebabkan
imbuhan air tanah menurun sehingga cadangan air tanah menjadi menurun.
Proyeksi kebutuhan dan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat dapat
dilihat pada Gambar 38.
Gambar 38 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih Tarakan Barat (m3)
Pada Gambar 38 dapat dilihat bahwa Kecamatan Tarakan Barat sangat
berpotensi mengalami krisis air bersih. Hal ini ditunjukkan dengan semakin
menurunnya ketersediaan air bersih (supply) dan meningkatnya kebutuhan air
bersih. Tingginya kekurangan air bersih pada tahun 2030 yaitu sebesar
20.288.729 m3, membutuhkan perhatian yang serius, Untuk itu perlu diterapkan
kebijakan penghematan air sesegera mungkin. Penerapan kebijakan konservasi
air bersih melalui pembuatan sumur resapan di daerah permukiman, reboisasi di
lahan hutan, terasering di lahan lading/tegakan dan pembuatan tambak sistem
intensif, merupakan langkah yang perlu diambil oleh stakeholder Kota Tarakan
sehingga krisis air di Tarakan Barat dapat dihindari. Produktifitas layanan PDAM
di Tarakan Barat juga perlu ditingkatkan. Hal ini sangat berpengaruh, karena
rendahnya layanan air bersih perpipaan menyebabkan masyarakat dan industi
menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih. Akibat penambangan air
tanah yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah
mengakibatkan intrusi air laut. Selain itu juga dapat menyebabkan penurunan
muka tanah.
94
7.4.2 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih Tarakan Barat
Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Tarakan Barat dilakukan
dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga,
seperti tersaji pada Tabel 21.
Tabel 21. Skenario penyediaan air bersih Tarakan Barat Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri
0% 0% 0%
10% 10% 10%
10% 10% 10%
Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif
5% 5% 2% 0%
10% 5% 2% 0%
10% 10% 3% 0%
Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani
Kondisi
eksisting
60%
80%
Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat
pada Gambar 39. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih
skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar 7.517.284,5 m3 pada
tahun 2001 dan terus meningkat menjadi 34.619.463,7 m3 pada tahun 2030.
Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar
7.517.284,5 m3, terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya
kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk,
hotel dan industri dikurangi masing-masing 10%, maka terjadi pengurangan
kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya 12.942.855,9 m3 menjadi
11.648.570,3 m3. Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi
(2030) kebutuhan air bersih menjadi 31.157.517,4 m3.
Gambar 39 Proyeksi Kebutuhan air bersih Tarakan Barat (m3)
95
Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat
pada Gambar 40. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variabel
skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan
ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting (supply) menjadi kondisi suplai_1,
suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih
sebesar 14.330.735 m3 bertambah menjadi 29.406.707 m3 pada skenario satu,
42.783.240,1 m3 pada skenario dua dan 51.666.411,9 m3 pada skenario tiga.
Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat dari kebijakan konservasi untuk
meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan
PDAM. Pada skenario satu, ketersediaan air bersih bertambah akibat adanya
pembuatan sumur resapan sebesar 5% lahan permukiman per tahun, reboisasi
sebesar 5% lahan hutan per tahun dan terasering 2% lahan tegakan per tahun.
Ketersediaan air bersih skenario dua lebih tinggi dari skenario satu karena
pembuatan sumur resapan lebih banyak dari skenario satu yaitu sebesar 10%
lahan permukiman per tahun. Sedangkan skenario tiga menghasilkan
ketersediaan air yang lebih tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan
sebesar 10% lahan permukiman per tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 10%
lahan hutan per tahun dan terasering sebesar 3% lahan tegakan per tahun.
Gambar 40 Simulasi ketersediaan air bersih di Tarakan Barat (m3)
Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi
dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan
sumur resapan Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 22.
Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu, pada awal
96
tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp10.350.000,00 dan diakhir
tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp175.950.000,00.
Pembuatan sumur resapan pada skenario dua dan tiga membutuhkan biaya
sebesar Rp20.700.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan
Rp315.900.000,00 pada akhir tahun simulasi (2030).
Tabel 22 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Barat (Rp.)
Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Barat
dapat dilihat pada Tabel 23. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan
dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp.33.600.000,-
dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp.571.200.000,-
. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp.67.200.000,-
pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp.1.142.400.000,- pada akhir
tahun simulasi (2030).
Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakan/ladang Kecamatan
Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 24. Kebutuhan biaya reboisasi pada
skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu
sebesar Rp.27.920.000,,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya
sebesar Rp.474.640.000,-. Terasering pada skenario tiga membutuhkan biaya
sebesar Rp.41.880.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan
Rp.711.960.000,- pada akhir tahun simulasi (2030).
97
Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan
untuk tidak dilakukan (0%). Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang
sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam
meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Barat tidak melakukan
pembuatan tambak intensif.
Tabel 23 Kebutuhan biaya reboisasi Tarakan Barat (Rp.)
Tabel 24 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Barat (Rp.)
98
Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air
bersih Kecamatan Tarakan Barat adalah peningkatan kapasitas pelayanan
perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat (domestic). Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada
skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60% penduduk terlayani dan 80%
penduduk terlayani. Pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan
peningkatan kapasitas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas
layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 41. Ketersedian air bersih melalui
layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar 5.987.520 m3
sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60%
penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus
bertambah dimulai pada tahun 2020 menjadi 6.278.449,81 m3 dan pada tahun
2030 menjadi 14.863.374 m3. Pada skenario tiga, supaya 80% penduduk
mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah
dimulai pada tahun 2017 menjadi 6.464.153,63 m3 dan pada tahun 2030 menjadi
19.817.832 m3.
Gambar 41 Peningkatan layanan perpipaan Tarakan Barat
Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 (dua)
alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu
meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan
alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro (IPAB
Mikro) di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan.
99
Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 25 dan Tabel 26.
Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM,
sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas
layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60% kebutuhan air
bersih penduduk (domestic), dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2020
sebesar Rp337.333.109,95 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan
biaya sebesar Rp10.291.552.716,77. Biaya peningkatan kapasitas IPA/uprating
PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80%
kebutuhan air bersih penduduk (sesuai MDG’s) yaitu sebesar Rp552.656.690,91
pada tahun 2017 dan Rp16.036.246.769,03 pada tahun 2030.
Tabel 25 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM di
Tarakan Barat (Rp.)
Pada Tabel 26, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan
cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani
60% kebutuhan air bersih penduduk (skenario dua) sebesar Rp187.067.865,20
pada tahun 2020 sebanyak 2 unit dan Rp5.707.174.124,09 pada tahun 2030
dengan total 57 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80% kebutuhan air
bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar
Rp306.475.422,39 pada tahun 2017 sebanyak 3 unit dan Rp8.892.890.618,79
pada tahun 2030 dengan total 89 unit terpasang.
100
Tabel 26 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Tarakan Barat (Rp.)
Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Barat
adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 42 dan Indeks Ketersediaan Air
Bersih (IKA) pada Tabel 27. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air
bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan
adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan
perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang
diharapkan adalah ≥ 1.
Gambar 42 Neraca air bersih Tarakan Barat
Pada Tabel 27, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada
kondisi eksisting dan pada tahun 2017 terjadi krisis air bersih, sehingga pada
tahun 2030 terjadi kekurangan air bersih (defisit) sebesar 20.288.729 m3. Begitu
101
pula halnya dengan neraca air skenario satu, akan terjadi krisis air bersih pada
tahun 2019 dan masih terjadi defisit air bersih pada tahun 2030 sebesar
5.212.756,7 m3. Berbeda halnya pada skenario dua dan tiga, terjadi peningkatan
air bersih yang cukup baik. Simulasi neraca air skenario dua, menunjukkan
peningkatan yang baik dimulai dari tahun 2017 sehingga pada tahun 2030 masih
terdapat kelebihan air bersih (surplus) sebesar 11.625.722,8 m3. Sedangkan
pada simulasi skenario tiga, peningkatan air bersih juga terjadi sejak tahun 2017
sehingga masih terdapat surplus air bersih sebesar 20.508.894,5 m3.
Tabel 27 Neraca air bersih Tarakan Barat (m3)
Pada Tabel 28, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga
terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih.
Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi (2030) pada kondisi eksisting,
skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 0,414, 0,849, 1,37 dan 1,66.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan
102
air bersih hanya mampu memenuhi 41,4% kebutuhan air bersih. Ketersediaan air
menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 84,9% kebutuhan
air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu
melayani 100% kebutuhan air bersih dan masih surplus sebesar 37% dari
kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi skenario tiga
mampu melayani 100% kebutuhan air bersih dan masih surplus sebesar 66%
dari kebutuhan air bersih.
Tabel 28 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Tarakan Barat
7.5 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Timur
7.5.1 Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Timur
Proyeksi jumlah penduduk, hotel dan indusrti pada Kecamatan Tarakan
Timur dapat dilihat pada Tabel 29. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk,
hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Timur masing-masing tercatat
21.805 jiwa, 4 buah hotel dan 36 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per
tahun masing-masing sektor tersebut yaitu 1.193.823,75 m3, 73.000 m3 dan
1.314.000 m3. Analisis dilakukan selama 30 tahun dari 2001-2030, sehingga
103
diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi
754.798 jiwa, 7 hotel dan 48 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan
air bersih pada tahun 2030 menjadi 41.325.210,6 m3 untuk kebutuhan penduduk,
129,636,7 m3 untuk kebutuhan hotel dan 1.753.538 m3 untuk kebutuhan industri.
Tabel 29 Proyeksi jumlah penduduk (jiwa), hotel dan industri (unit) serta
kebutuhan air bersih (m3) di Tarakan Timur
Hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan
Timur, pada tahun 2001, ketersediaan air bersih sebesar 52.612.736 m3.
Ketersediaan ini terus menurun, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030,
proyeksi ketersediaan air bersih menjadi 39.651.841,1 m3. Ketersediaan dan
neraca air bersih di Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 30.
Ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur cenderung lebih baik dari
Kecamatan Tarakan Barat, walaupun terus mengalami penurunan, namun tetap
dalam kondisi aman dan krisis air diperkirakan terjadi pada tahun 2030, dengan
jumlah kekurangan air bersih sebesar 3.556.544,2 m3.
104
Tabel 30 Ketersediaan dan neraca air bersih Tarakan Timur (m3)
Kecamatan Tarakan Timur mengalami hal serupa dengan Kecamatan
Tarakan Barat, namun masih dalam kondisi yang relatif aman. Pada Gambar 43
ditunjukkan kebutuhan dan ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur.
Koefisien run off pada kondisi eksisting di Tarakan Timur sebesar 0,412 lebih
kecil bila dibandingkan dengan koefisien run off kecamatan Tarakan Barat.
Penurunan imbuhan air tanah juga terjadi akibat masih tingginya aliran run off.
Pada tahun 2030 baru terjadi kekurangan air dan dapat menyebabkan krisis air
bersih pada tahun-tahun berikutnya. Penurunan ketersediaan air juga
diakibatkan oleh layanan PDAM yang kurang memadai. Tercukupinya
ketersediaan air bersih pada tahun-tahun sebelum tahun 2030, dikarenakan
masyarakat, industri dan hotel masih memanfaatkan air tanah sebagai sumber
air bersih. Untuk itu, di Kecamatan Tarakan Timur perlu segera diberlakukan
kebijakan konservasi air bersih dan peningkatan layanan air bersih perpipaan.
105
Gambar 43 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur
7.5.2 Simulasi Skenario Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Timur
Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Tarakan Timur dilakukan
dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga,
seperti tersaji pada Tabel 31. Skenario satu dapat diartikan bahwa variable-
variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau
terjadi sedikit perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada
tercapainya kinerja sistem atau perkembangan. Skenario dua diartikan sebagai
perubahan beberapa variable yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana
perubahan variabel tersebut dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik
daripada skenario satu. Sedangkan skenario tiga diartikan bahwa perubahan
yang terjadi akan menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario
sebelumnya.
Tabel 31. Skenario penyediaan air bersih Kota Tarakan Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri
0% 0% 0%
10% 10% 10%
10% 10% 10%
Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif
5% 5% 2% 0%
10% 5% 2% 0%
10% 10% 3% 0%
Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani
Kondisi
eksisting
60%
80%
106
Variabel-variabel yang berpengaruh dalam kinerja sistem tersebut
meliputi (1) kebijakan perilaku hemat air, yaitu kebijakan reduse, reuse dan
recycle, (2) kebijakan untuk meningkatkan air tanah melalui konservasi, yaitu
pembuatan sumur resapan di permukiman, reboisasi pada lahan hutan,
terasering pada lahan lading/tegakan, dan pembuatan tambak sistem intensif, (3)
kebijakan untuk menaikan pelayanan air perpipaan melalui peningkatan
kapasitas pelayanan PDAM.
Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat
pada Gambar 44. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih
skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar 2.580.823,75 m3
pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi 43.208.385,4 m3 pada tahun
2030. Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar
2.580.823,75 m3, terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya
kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk,
hotel dan industri dikurangi masing-masing 10%, maka terjadi pengurangan
kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya 7.437.249,84 m3 menjadi
6.693.524,85 m3. Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi
(2030) kebutuhan air bersih menjadi 38.887.546,8 m3.
Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat
pada Gambar 45. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variable
skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan
ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting (supply) menjadi kondisi suplai_1,
suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih
sebesar 39.651.841,1 m3 bertambah menjadi 62.829.540,3 m3 pada skenario
satu, 84.924.460,7 m3 pada skenario dua dan 101.846.713 m3 pada skenario
tiga.
Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat kebijakan konservasi untuk
meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan
PDAM. Pada skenario satu, ketersediaan air bersih bertambah akibat adanya
pembuatan sumur resapan sebesar 5% lahan permukiman per tahun, reboisasi
sebesar 5% lahan hutan per tahun dan terasering 2% lahan tegakan per tahun.
Ketersediaan air bersih skenario dua lebih tinggi dari skenario satu karena
pembuatan sumur resapan lebih banyak dari skenario satu yaitu sebesar 10%
lahan permukiman per tahun.
107
Gambar 44 Proyeksi Kebutuhan air bersih Tarakan Timur
Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih tinggi
lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 10% lahan permukiman per
tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 10% lahan hutan per tahun dan terasering
sebesar 3% lahan tegakan per tahun. Peningkatan ketersediaan air bersih ini
membutuhkan biaya konservasi dan biaya peningkatan kapasitas layanan
PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Kecamatan Tarakan Barat
dapat dilihat pada Tabel 32. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada
skenario satu, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar
Rp.8.200.000,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar
Rp.139.400.000,-. Pembuatan sumur resapan pada skenario dua dan tiga
membutuhkan biaya sebesar Rp.16.400.000,- pada awal tahun kebijakan
konservasi (2013) dan Rp.278.800.000,- pada akhir tahun simulasi (2030).
Tabel 32 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Tarakan Timur (Rp.)
108
Gambar 45 Simulasi ketersediaan air bersih di Tarakan Timur
Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Timur
dapat dilihat pada Tabel 33. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan
dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp.62.900.000,-
dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar
Rp1.069.300.000,00. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar
Rp125.800.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan
Rp2.138.600.000,00 pada akhir tahun simulasi (2030). Konservasi lahan tambak
melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan (0%). Hal
ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga
membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan
ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Timur tidak melakukan pembuatan
tambak intensif.
Tabel 33 Kebutuhan biaya reboisasi Tarakan Timur (Rp.)
109
Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakan/ladang Kecamatan
Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 34. Kebutuhan biaya terasering pada
skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu
sebesar Rp.26.880.000,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya
sebesar Rp.456.960.000,-. Terasering pada skenario tiga membutuhkan biaya
sebesar Rp.40.320.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan
Rp.685.440.000,- pada akhir tahun simulasi (2030).
Tabel 34 Kebutuhan biaya terasering Tarakan Timur (Rp.)
Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air
bersih Kecamatan Tarakan Timur adalah peningkatan kapasitas pelayanan
perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat (domestic). Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada
skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60% penduduk terlayani dan 80%
penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan
peningkatan kapastas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas
layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 46. Ketersedian air bersih melalui
layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar 2.612.736 m3
sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60%
penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus
bertambah dimulai pada tahun 2012 menjadi 2.747.605,29 m3 dan pada tahun
2030 menjadi 22.315.613.73 m3.
Pada skenario tiga, supaya 80% penduduk mendapatkan pelayanan
perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2010
110
menjadi 2.869.037,29 m3 dan pada tahun 2030 menjadi 29.754.151,64 m3. Untuk
meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 (dua) alternatif kegiatan
peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas
IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan alternatif kedua yaitu
membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro (IPAB Mikro) di lokasi dekat
permukiman dan sumber sumber air permukaan. Kebutuhan biaya peningkatan
kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 35 dan Tabel 36.
Gambar 46 Peningkatan layanan perpipaan Tarakan Timur
Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM,
sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas
layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60% kebutuhan air
bersih penduduk (domestic), dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2012
sebesar Rp156.380.937,1 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya
sebesar Rp22.845.486.724,33.
Tabel 35 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM di Tarakan Timur (Rp.)
111
Biaya peningkatan kapasitas IPA/uprating PDAM pada skenario tiga
sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80% kebutuhan air bersih
penduduk (sesuai MDG’s) yaitu sebesar Rp297.181.344,88 pada tahun 2010 dan
Rp31.470.471.429,77 pada tahun 2030.
Tabel 36 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Tarakan
Timur (Rp.)
Pada Tabel 36, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan
cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani
60% kebutuhan air bersih penduduk (skenario dua) sebesar Rp.86.720.950,89
pada tahun 2012 sebanyak 1 unit dan Rp.12.668.950.378,39 pada tahun 2030
dengan total 127 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80% kebutuhan air
bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp.
164.801.728,99 pada tahun 2010 sebanyak 2 unit dan Rp.17.451.930.253,86
pada tahun 2030 dengan total 175 unit terpasang.
Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur
adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 47 dan Indeks Ketersediaan Air
Bersih (IKA) pada Tabel 37. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air
bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan
adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan
perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang
diharapkan adalah ≥ 1.
Pada Tabel 37, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada
kondisi eksisting dan pada tahun 2030 terjadi krisis air bersih dengan
kekurangan air bersih (defisit) sebesar 3.556.544,2 m3. Begitu pula halnya
112
dengan neraca air skenario satu, ketersediaan air bersih terus menurun tetapi
tidak terjadi krisis sampai pada tahun 2030, air bersih surplus sebesar
19.621.154,9 m3. Berbeda halnya pada skenario dua dan tiga, terjadi
peningkatan air bersih yang cukup baik. Simulasi neraca air skenario dua,
menunjukkan peningkatan yang baik dimulai dari tahun 2017 sehingga pada
tahun 2030 masih terdapat kelebihan air bersih (surplus) sebesar 46.036.913,8
m3. Pada simulasi skenario tiga, peningkatan air bersih juga terjadi sejak tahun
2016 sehingga masih terdapat surplus air bersih sebesar 62.959.165,9 m3.
Gambar 47 Neraca air bersih Tarakan Timur (m3)
Pada Tabel 38, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga
terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih.
Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi (2030) pada kondisi eksisting,
skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 0.918, 1.45, 2.18 dan 2.62.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan
air bersih hanya mampu memenuhi 91.8% kebutuhan air bersih (defisit).
Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani
100% kebutuhan air bersih dan masih surplus sebesar 45% dari kebutuhan air
bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani
218% dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi
skenario tiga mampu melayani 262% dari kebutuhan air bersih.
113
Tabel 37 Neraca air bersih Tarakan Timur (m3)
Tabel 38 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Tarakan Timur
114
7.6 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Tengah
7.6.1 Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Tengah
Proyeksi jumlah penduduk, hotel dan indusrti pada Kecamatan Tarakan
Tengah dapat dilihat pada Tabel 39. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk,
hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Tengah masing-masing tercatat
46.458 jiwa, 7 buah hotel dan 123 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per
tahun masing-masing sektor tersebut yaitu 2.543.575,5 m3, 127.750 m3 dan
4.489.500 m3. Analisis dilakukan selama 30 tahun dari 2001-2030, sehingga
diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi
144.886 jiwa, 22 hotel dan 164 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan
air bersih pada tahun 2030 menjadi 7.932.525,43 m3 untuk kebutuhan penduduk,
398.407,72 m3 untuk kebutuhan hotel dan 5.991.255,2 m3 untuk kebutuhan
industri.
Tabel 39 Proyeksi jumlah penduduk (jiwa), hotel dan industri (unit) serta kebutuhan air bersih (m3) di Tarakan Tengah
115
Hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan
Tengah dapat dilihat pada Tabel 40. Pada tahun 2001, ketersediaan air bersih
sebesar 41.959.552 m3. Berbeda dengan kecamatan sebelumnya, ketersediaan
air bersih terus meningkat dan cenderung konstan pada tahun 2016, sehingga
pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi ketersediaan air bersih menjadi
42.874.985 m3. Ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah
cenderung lebih baik dari Kecamatan Tarakan Barat dan Tarakan Timur. Namun,
walaupun ketersediaan air terus meningkat tetapi neraca air tetap berkurang
akibat tingginya kebutuhan air bersih. Pada akhir simulasi, jumlah air yang tersisa
sebesar 28.552.796,7 m3 dan cenderung terus menurun.
Tabel 40 Ketersediaan dan neraca air bersih di Tarakan Tengah (m3)
Pada kecamatan ini, ketersediaan air alami terlihat meningkat dan
cenderung konstan pada tahun 2016 seperti tersaji pada Gambar 48. Koefisien
run off di Tarakan Tengah sebesar 0,392. Rendahnya koefisien run off pada
wilayah kecamatan ini disebabkan oleh luasan hutan yang cukup besar yaitu
116
3652 ha. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas daerah resapan, maka
koefisien run off akan semakin kecil, sehingga debit run off menjadi kecil. Selain
itu, kebutuhan air bersih di kecamatan ini paling rendah dibandingkan kecamatan
yang lain. Hal ini juga mempengaruhi proyeksi ketersediaan air bersih. Namun,
dari pelayanan air bersih perpipaan, masih sangat kurang. Hal ini disebabkan
kapasitas layanan IPA PDAM Kampung Satu masih minim yaitu 90 liter/detik.
Sehingga penyediaan air bersih masih sangat bergantung dari air tanah/sumur.
Gambar 48 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih Tarakan Tengah
7.6.2 Simulasi Skenario Penyediaan Air Bersih di Tarakan Tengah
Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Tarakan Tengah dilakukan
dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga,
seperti tersaji pada Tabel 41. Skenario satu dapat diartikan bahwa variable-
variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau
terjadi sedikit perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada
tercapainya kinerja sistem atau perkembangan. Skenario dua diartikan sebagai
perubahan beberapa variable yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana
perubahan variable tersebut dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik
daripada skenario satu. Sedangkan skenario tiga diartikan bahwa perubahan
yang terjadi akan menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario
sebelumnya.
117
Tabel 41 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri
0% 0% 0%
10% 10% 10%
10% 10% 10%
Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif
1% 1% 1% 0%
1% 1% 1% 0%
2% 2% 2% 0%
Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani
Kondisi
eksisting
60%
80%
Variabel-variabel yang berpengaruh dalam kinerja sistem tersebut
meliputi (1) kebijakan perilaku hemat air, yaitu kebijakan reduse, reuse dan
recycle, (2) kebijakan untuk meningkatkan air tanah melalui konservasi, yaitu
pembuatan sumur resapan di permukiman, reboisasi pada lahan hutan,
terasering pada lahan lading/tegakan, dan pembuatan tambak sistem intensif, (3)
kebijakan untuk menaikan pelayanan air perpipaan melalui peningkatan
kapasitas pelayanan PDAM. Variabel pada skenario model penyediaan air bersih
di Kecamatan Tarakan Tengah lebih kecil bila dibandingkan dengan kecamatan
sebelumnya. Hal ini karena air bersih alami lebih tinggi dari total kebutuhan air,
sehingga variable peubah untuk kebijakan konservasi tidak perlu terlalu tinggi.
Namun variable peningkatan pelayanan perpipaan perlu ditingkatkan, sesuai
dengan peningkatan pelayanan di kecamatan lain.
Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat
pada Gambar 49. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih
skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar 7.160.825.5 m3 pada
tahun 2001 dan terus meningkat menjadi 14.322.188,3 m3 pada tahun 2030.
Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar
7.160.825.5 m3, terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya
kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk,
hotel dan industri dikurangi masing-masing 10%, maka terjadi pengurangan
kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya 9.557.423,1 m3 menjadi
8.601.680,79 m3. Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi
(2030) kebutuhan air bersih menjadi 12.889.969,5 m3.
118
Gambar 49 Proyeksi Kebutuhan air bersih Tarakan Tengah
Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat
pada Gambar 50. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variable
skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan
ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting (suplai) menjadi kondisi suplai_1,
suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih
sebesar 42.874.985 m3 bertambah menjadi 49.310.833,6 m3 pada skenario satu,
51.634.845,3 m3 pada skenario dua dan 59.498.548,5 m3 pada skenario tiga.
Gambar 50 Proyeksi Ketersediaan air bersih Tarakan Tengah
Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat kebijakan konservasi untuk
meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan
PDAM. Pada skenario satu dan dua, ketersediaan air bersih bertambah akibat
119
adanya pembuatan sumur resapan sebesar 1% lahan permukiman per tahun,
reboisasi sebesar 1% lahan hutan per tahun dan terasering 1% lahan tegakan
per tahun. Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih
tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 2% lahan permukiman per
tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 2% lahan hutan per tahun dan terasering
sebesar 2% lahan tegakan per tahun.
Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi
dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan
sumur resapan Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 42.
Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu dan dua, pada
awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp.1.985.000,- dan diakhir
tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp.33.745.000,-. Pembuatan
sumur resapan pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp.3.970.000,-
pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp.67.490.000,- pada akhir
tahun simulasi (2030).
Tabel 42 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Tengah (Rp.)
Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Tengah
dapat dilihat pada Tabel 43. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan
dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp.18.260.000,-
dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp.310.420.000,.
Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp.36.520.000,- pada
awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp.620.840.000,- pada akhir tahun
simulasi (2030).
120
Tabel 43. Kebutuhan biaya reboisasi Tarakan Tengah (Rp.)
Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakan/ladang Kecamatan
Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 44. Kebutuhan biaya terasering pada
skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu
sebesar Rp.7.525.000,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya
sebesar Rp15.050.000,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan
Rp.255.850.000,- pada akhir tahun simulasi (2030). Konservasi lahan tambak
melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan (0%). Hal
ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga
membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan
ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Tengah tidak melakukan pembuatan
tambak intensif.
Tabel 44. Kebutuhan biaya terasering Tarakan Tengah (Rp.)
121
Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air
bersih Kecamatan Tarakan Tengah adalah peningkatan kapasitas pelayanan
perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat (domestic). Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada
skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60% penduduk terlayani dan 80%
penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan
peningkatan kapastas layanan perpipaan.
Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada
Gambar 51. Ketersedian air bersih melalui layanan perpipaan PDAM pada
skenario satu konstan sebesar 1.959.552 m3 sepanjang tahun simulasi.
Sedangkan pada skenario dua, supaya 60% penduduk mendapatkan pelayanan
perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2008
menjadi 2.008.303,10 m3 dan pada tahun 2030 menjadi 4.283.563,73 m3. Pada
skenario tiga, supaya 80% penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka
produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2001 menjadi 2.034.860,4
m3 dan pada tahun 2030 menjadi 5.711.418,31 m3.
Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 (dua)
alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu
meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan
alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro (IPAB
Mikro) di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan.
Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 45 dan Tabel 46.
Gambar 51 Peningkatan layanan perpipaan di Tarakan Tengah
122
Tabel 45 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM di Tarakan Tengah (Rp.)
Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM,
sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas
layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60% kebutuhan air
bersih penduduk (domestic), dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2008
sebesar Rp55.526.900,45 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya
sebesar Rp2.694.691.601,12. Biaya peningkatan kapasitas IPA/uprating PDAM
pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80% kebutuhan
air bersih penduduk (sesuai MDG’s) yaitu sebesar Rp87.320.089,8 pada tahun
2001 dan Rp4.350.288.982,82 pada tahun 2030.
Pada Tabel 46, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan
cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani
60% kebutuhan air bersih penduduk (skenario dua) sebesar Rp83.000.513,03
pada tahun 2009 sebanyak 1 unit dan Rp1.494.339.542,49 pada tahun 2030
dengan total 15 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80% kebutuhan air
bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp
100.759.910,69 pada tahun 2002 sebanyak 1 unit dan Rp2.412.450.035,32 pada
tahun 2030 dengan total 24 unit terpasang.
123
Tabel 46 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Tarakan Tengah (Rp.)
Pada Tabel 47, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada
semua skenario, namun tidak terjadi defisit air bersih. Surplus air bersih pada
tahun 2030 pada skenario eksisting, satu, dua dan tiga, masing-masing adalah
28.552.796 m3, 34.998.645,3 m3, 38.744.875,8 m3 dan 46.608.579 m3.
Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan
Tengah adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 52 dan Indeks
Ketersediaan Air Bersih (IKA) pada Tabel 35. Neraca air bersih menunjukkan
sisa ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan.
Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun.
IKA menunjukkan perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih,
kondisi yang diharapkan adalah ≥ 1.
125
Tabel 48 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) di Tarakan Tengah
Pada Tabel 48, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga
terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih.
Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi (2030) pada kondisi eksisting,
skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 2.99, 3.44, 4.01 dan 4.62.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan
air bersih hanya mampu memenuhi 299% kebutuhan air bersih. Ketersediaan air
menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 344% kebutuhan
air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu
melayani 401% dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan
simulasi skenario tiga mampu melayani 462% dari kebutuhan air bersih.
7.7 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Utara
7.7.1 Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Utara
Proyeksi jumlah penduduk, hotel dan industri pada Kecamatan Tarakan
Utara dapat dilihat pada Tabel 49. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk,
hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Utara masing-masing tercatat
8.089 jiwa, 1 buah hotel dan 15 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per
tahun masing-masing sektor tersebut yaitu 442.872,75 m3, 18.250 m3 dan
126
547.500 m3. Analisis dilakukan selama 30 tahun dari 2001-2030, sehingga
diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi
361.523 jiwa, 2 hotel dan 27 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan
air bersih pada tahun 2030 menjadi 19.793.365,7 m3 untuk kebutuhan penduduk,
32.409,17 m3 untuk kebutuhan hotel dan 972.274,97 m3 untuk kebutuhan
industri.
Hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan
Utara dapat dilihat pada Tabel 50. Pada tahun 2001, suplai air bersih sebesar
40.762.048 m3. Menyerupai proyeksi ketersediaan air pada kecamatan Tarakan
Tengah, ketersediaan air bersih terus meningkat dan cenderung konstan pada
tahun 2021, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi suplai air bersih
menjadi 88.234.236,9 m3. Ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara
cenderung lebih baik dari Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur dan Tarakan
Tengah. Namun, walaupun ketersediaan air terus meningkat tetapi neraca air
tetap berkurang akibat tingginya kebutuhan air bersih. Pada akhir simulasi,
jumlah air yang tersisa sebesar 67.436.187,1 m3 dan cenderung terus menurun.
Tabel 49 Proyeksi jumlah penduduk (jiwa), hotel dan industri (unit) serta
kebutuhan air bersih (m3) di Tarakan Utara
127
Pada Gambar 53, terlihat jumlah ketersediaan air yang sangat besar
dibandingkan dengan kebutuhan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara. Hal ini
disebabkan karena luasan hutan di Tarakan Utara paling luas dibandingkan
kecamatan yang lain yaitu sebesar 7861 ha. Berdasarkan hasil simulasi,
didapatkan nilai koefisien run off Tarakan Utara sebesar 0,379. Hal ini
menunjukkan bahwa hutan mempunyai peranan yang sangat tinggi dalam
konservasi air bersih. Semakin luas hutan, maka koefisien runoff menjadi
semakin kecil, sehingga imbuhan air tanah menjadi besar. Kondisi ini harus terus
dipertahankan sehingga krisis air bersih dapat dihindari.
Tabel 50 Ketersediaan dan neraca air bersih di Tarakan Utara (m3)
128
Gambar 53 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih di Tarakan Utara
7.7.2 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Utara
Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Kota Tarakan dilakukan
dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga,
seperti tersaji pada Tabel 51.
Tabel 51 Skenario penyediaan air bersih Kota Tarakan
Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri
0% 0% 0%
10% 10% 10%
10% 10% 10%
Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif
1% 1% 1% 0%
1% 1% 1% 0%
2% 2% 2% 0%
Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani
Kondisi
eksisting
60%
80%
Skenario satu dapat diartikan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh
pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau terjadi sedikit perubahan dari
keadaan eksisting yang mengarah pada tercapainya kinerja sistem atau
perkembangan. Skenario dua diartikan sebagai perubahan beberapa variabel
yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan variable tersebut
dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario satu.
Sedangkan skenario tiga diartikan bahwa perubahan yang terjadi akan
129
menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario sebelumnya.
Variabel-variabel yang berpengaruh dalam kinerja sistem tersebut meliputi (1)
kebijakan perilaku hemat air, yaitu kebijakan reduse, reuse dan recycle, (2)
kebijakan untuk meningkatkan air tanah melalui konservasi, yaitu pembuatan
sumur resapan di permukiman, reboisasi pada lahan hutan, terasering pada
lahan lading/tegakan, dan pembuatan tambak sistem intensif, (3) kebijakan untuk
meningkatkan pelayanan air bersih perpipaan PDAM. Variabel-variabel tersebut
dimasukkan sebagai input dalam pemodelan sistem dan dilakukan di masing-
masing kecamatan Kota Tarakan. Pada kondisi eksisting, seperti halnya kondisi
di Kecamatan Tarakan Tengah, terlihat ketersediaan air di Tarakan Utara cukup
baik, sehingga variable peubah yang disimulasikan relatif kecil.
Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat
pada Gambar 54. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih
skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar 1.008.622,75 m3
pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi 20.7498.049,8 m3 pada tahun
2030. Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar
1.008.622,75 m3, terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya
kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk,
hotel dan industri dikurangi masing-masing 10%, maka terjadi pengurangan
kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya 3.164.297,33 m3 menjadi
2.847.867,66 m3. Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi
(2030) kebutuhan air bersih menjadi 18.718.244,8 m3.
Gambar 54 Proyeksi Kebutuhan air bersih di Tarakan Utara
130
Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat
pada Gambar 55. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variabel
skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan
ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting (supply) menjadi kondisi suplai_1,
suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih
sebesar 88.234.236,9 m3 bertambah menjadi 99.491.725,9 m3 pada skenario
satu, 109.418.095 m3 pada skenario dua dan 124.238.390 m3 pada skenario tiga.
Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat kebijakan konservasi untuk
meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan
PDAM. Pada skenario satu dan dua, ketersediaan air bersih bertambah akibat
adanya pembuatan sumur resapan sebesar 1% lahan permukiman per tahun,
reboisasi sebesar 1% lahan hutan per tahun dan terasering 1% lahan tegakan
per tahun. Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih
tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 2% lahan permukiman per
tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 2% lahan hutan per tahun dan terasering
sebesar 2% lahan tegakan per tahun.
Gambar 55 Proyeksi Ketersediaan air bersih di Tarakan Utara
Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi
dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan
sumur resapan Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 52.
Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu dan dua, pada
awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp1.185.000,00 dan
diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp20.145.000,00.
Pembuatan sumur resapan pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar
131
Rp2.370.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan
Rp40.290.000,00 pada akhir tahun simulasi (2030).
Tabel 52 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Utara (Rp.)
Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Utara
dapat dilihat pada Tabel 53. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan
dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar
Rp39.305.000,00 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar
Rp668.185.000,00. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar
Rp78.610.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan
Rp1.336.370.000,00 pada akhir tahun simulasi (2030).
Tabel 53 Kebutuhan biaya reboisasi di Tarakan Utara (Rp.)
132
Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakan/ladang Kecamatan
Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 54. Kebutuhan biaya terasering pada
skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu
sebesar Rp12.785.000,00 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya
sebesar Rp217.345.000,00. Kebutuhan biaya terasering skenario tiga,
Rp25.570.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan
Rp434.690.000,00 pada akhir tahun simulasi (2030).
Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan
untuk tidak dilakukan (0%). Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang
sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam
meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Utara tidak melakukan
pembuatan tambak intensif.
Tabel 54 Kebutuhan biaya terasering di Tarakan Utara
Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air
bersih Kecamatan Tarakan Tengah adalah peningkatan kapasitas pelayanan
perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat (domestic). Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada
skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60% penduduk terlayani dan 80%
penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan
peningkatan kapastas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas
layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 56. Ketersedian air bersih melalui
layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar 762.048 m3
133
sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60%
penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus
bertambah dimulai pada tahun 2010 menjadi 864.119,63 m3 dan pada tahun
2030 menjadi 10.688.417,45 m3. Pada skenario tiga, supaya 80% penduduk
mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah
dimulai pada tahun 2007 menjadi 777.674,85 m3 dan pada tahun 2030 menjadi
14.251.223,27 m3.
Gambar 56 Peningkatan layanan perpipaan di Tarakan Utara
Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 (dua)
alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu
meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan
alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro (IPAB
Mikro) di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan.
Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 55 dan Tabel 56.
Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM,
sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas
layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60% kebutuhan air
bersih penduduk (domestic), dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2010
sebesar Rp118.352.055,74 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan
biaya sebesar Rp11.509.625.380,48. Biaya peningkatan kapasitas IPA/uprating
PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80%
kebutuhan air bersih penduduk (sesuai MDG’s) yaitu sebesar Rp18.119.332,24
pada tahun 2007 dan Rp15.640.698.725,98 pada tahun 2030.
134
Tabel 55 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM Tarakan Utara (Rp.)
Pada Tabel 56, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan
cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani
60% kebutuhan air bersih penduduk (skenario dua) sebesar Rp.66.632.058,51
pada tahun 2010 sebanyak 1 unit dan Rp.6.382.655.558,13 pada tahun 2030
dengan total 64 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80% kebutuhan air
bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar
Rp.80.054.364,36 pada tahun 2007 sebanyak 1 unit dan Rp.8.673.539.698,84
pada tahun 2030 dengan total 87 unit terpasang.
Tabel 56 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro (Rp.) dan
jumlah terpasang (unit) di Tarakan Utara
135
Pada Tabel 57, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada
semua skenario, namun tidak terjadi defisit air bersih. Surplus air bersih pada
tahun 2030 pada skenario eksisting, satu, dua dan tiga, masing-masing adalah
67.436.187,07 m3, 78.693.676,1 m3, 90.699.850,5 m3 dan 105.520.145 m3.
Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara
adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 57 dan Indeks Ketersediaan Air
Bersih (IKA) pada Tabel 58. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air
bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan
adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan
perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang
diharapkan adalah ≥ 1.
Tabel 57 Neraca air bersih di Tarakan Utara (m3)
136
Gambar 57 Neraca air bersih Tarakan Utara
Pada Tabel 58, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga
terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih.
Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi (2030) pada kondisi eksisting,
skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 4.24, 4.78, 5.85 dan 6.64.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan
air bersih mampu memenuhi 424% kebutuhan air bersih. Ketersediaan air
menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 478% kebutuhan
air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu
melayani 585% dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan
simulasi skenario tiga mampu melayani 664% dari kebutuhan air bersih.
Tabel 58 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) di Tarakan Utara
137
7.8 Uji Validasi Model
Secara garis besar uji validasi model dapat dilakukan dalam dua bentuk
yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja.
7.8.1 Uji Validasi Struktur
Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pemeriksaan
kebenaran logika pemikiran atau dengan kata lain apakah struktur model yang
dibangun sudah sesuai dengan teori. Secara logika, terlihat bahwa pertumbuhan
penduduk yang semakin meningkat akan diikuti oleh peningkatan kebutuhan air
bersih. Pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh persentase pertambahan
penduduk. Begitu pula halnya dengan pertumbuhan sektor industri dan
perhotelah. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan air bersih
mengikuti pola pertumbuhan kurva sigmoid dimana pada suatu waktu tertentu
akan menemui titik keseimbangan (stable equibilirium) sesuai dengan konsep
limits to growth (Meadows, 1985).
Ketersediaan air bersih (suplai) diperoleh dari air bersih alami dan
pelayanan air bersih perpipaan. Air bersih alami diperoleh dari imbuhan air tanah.
Untuk meningkatkan imbuhan air tanah, maka koefisien run off (aliran limpasan)
harus diperkecil. Semakin kecil koefisien run off, maka aliran limpasan akan
semakin kecil dan imbuhan air tanah semakain meningkat. Untuk memperkecil
koefisen run off, dilakukan kegiatan konservasi seperti pembuatan sumur
resapan, terasering pada lahan tegakan/lading, reboisasi pada lahan hutan dan
pembuatan tambak intensif. Semakin besar persentase kegiatan konservasi,
maka koefisien run off pada masing-masing lahan akan semakin kecil. Namun
persentase konservasi ini juga berpengaruh terhadap biaya konservasinya.
Semakin tinggi persentase konservasi, maka dibutuhkan biaya konservasi yang
tinggi pula.
Ketersediaan air bersih lainnya diperoleh dari pelayanan air bersih
perpipaan (PDAM). Pelayanan PDAM ditentukan oleh persentase pelayanan air
bersih. Dalam rangka menuju Millenium Development Goal’s 2015, ditargetkan
pelayanan air bersih perpipaan masyarakat sebesar 80% terlayani. Untuk
mencapai layanan tersebut, maka diperlukan peningkatan kapasitas layanan
perpipaan dengan menggunakan 2 (dua) alternatif penyediaan, yaitu penyediaan
melalui sistem perpipaan PDAM dan pembangunan IPAB Mikro. Dari masing-
masing alternatif penyediaan ini diperoleh biaya peningkatan kapasitas
pelayanan. Sehingga semakin besar kebutuhan air bersih masyarakat,
138
membutuhkan biaya pelayanan air bersih yang besar. Dengan melihat hasil
simulasi model dinamik berdasarkan struktur model yang telah dibangun yang
sesuai konsep teori empiric seperti diuraikan diatas, maka model penyediaan air
bersih secara berkelanjutan di pulau kecil Kota Tarakan dapat dikatakan valid
secara empirik.
7.8.2 Uji Validasi Kinerja
Uji validasi kinerja merupakan aspek pelengkap dalam metode berpikir
sistem. Tujuan dari validasi ini untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja
model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata, sehingga model yang
dibuat memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta (Muhammadi et al.,
2001). Uji validasi kinerja dilakukan dengan cara memvalidasi kinerja model
dengan data empiris. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji statistic seperti
uji penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual (Absolute Means
Error = AME) dan uji penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual
(Absolute Variation Error = AVE), dengan batas penyimpangan yang dapat
diterima maksimal 10%.
Dalam uji validasi kinerja, dapat digunakan satu atau beberapa komponen
(variable) baik pada komponen utama (main model) maupun komponen yang
terkait (co-model) (Barlas, 1996). Dalam penelitian ini digunakan uji validasi
kinerja AME dengan menggunakan data aktual jumlah penduduk yaitu tahun
2001 sampai tahun 2009.
Berdasarkan hasil perhitungan uji validasi kinerja pada model ini,
diperoleh nilai AME dan AVE lebih kecil dari 10% yaitu sebesar 0.098% - 9,3%
(AVE) dan 0,049% - 8,31% (AME), sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini
memiliki kinerja yang baik, relatif tepat dan dapat diterima secara ilmiah. Adapun
hasil perhitungan uji validasi kinerja AME dan AVE dan jumlah penduduk
simulasi dan aktual seperti pada Tabel 59.
7.8.3 Uji Sensitifitas Model
Uji sensitifitas dilakukan untuk melihat respon model terhadap suatu
stimulus (Muhammadi, et al.,2001). Respon ini ditunjukkan dengan perubahan
perilaku dan/atau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan
intervensi tertentu pada unsur atau struktur model.
139
Tabel 59 Hasil Perhitungan nilai AVE, AME dan Jumlah Penduduk dalam uji validasi kinerja
(a) Kecamatan Tarakan Barat
(b) Kecamatan Tarakan Timur
(c) Kecamatan Tarakan Tengah
(d) Kecamatan Tarakan Utara
140
Hasil uji sensitifitas ini adalah dalam bentuk perubahan perilaku dan/atau
kinerja model sehingga dapat diketahui efek intervensi yang diberikan terhadap
satu atau lebih unsur atau model tersebut. Adapun contoh perubahan perilaku
kinerja model berdasarkan intervensi yang diberikan dapat dilihat pada Gambar
53 sampai 56 dimana pada gambar-gambar tersebut terlihat besarnya
perubahan dari setiap perubahan satu atau lebih unsur di dalam model tersebut.
Pada Gambar 56 misalnya, dengan memberikan intervensi dengan
meningkatkan input persentase pelayanan air bersih, maka air bersih perpipaan
juga akan semakin meningkat. Hal ini terlihat dengan semakin tajamnya
perubahan kurva dari skenario satu ke skenario dua dan tiga. Dengan adanya
perubahan air bersih perpipaan pada setiap pertambahan tahun dapat
disimpulkan bahwa model sangat sensitive terhadap intervensi yang diberikan.
7.9 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemodelan dinamis yang telah dilakukan, hasil
simulasi setiap komponen menunjukkan kurva pertumbuhan positif naik
mengikuti kurva eksponensial seperti terlihat pada pertambahan jumlah
penduduk, industri dan hotel. Meningkatnya pertumbuhan tersebut menyebabkan
meningkatnya kebutuhan air bersih pada masing-masing sektor tersebut.
Kebutuhan air bersih pada masing-masing kecamatan berbeda
tergantung variabel jumlah penduduk, industri dan hotel. Begitu pula halnya
dengan ketersediaan air bersih pada masing-masing kecamatan juga berbeda,
tergantung variabel luasan lahan tutupan dan Instalasi Pengolahan Air PDAM.
Oleh karena itu, skenario yang diterapkan pada masing-masing kecamatan juga
berbeda satu sama lainnya. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan
dan ketersediaan air bersih pada masing-masing kecamatan. Kecamatan
Tarakan Barat dan Tarakan Timur memiliki potensi krisis air bersih, ditandai
dengan terjadinya defisit air bersih dalam rentang waktu simulasi. Kecamatan
Tarakan Utara dan Tarakan Tengah tidak memiliki potensi defisit air bersih
selama rentang waktu simulasi. Namun pelayanan air bersih perpipaan di seluruh
kecamatan Kota Tarakan tidak memenuhi kebutuhan air bersih secara kuantitas,
sehingga perlu ditingkatkan dengan peningkatan pelayanan.
Peningkatan ketersediaan air bersih melalui konservasi pada masing-
masing land use, menunjukkan hasil peningkatan imbuhan air tanah yang
signifikan. Semakin tinggi persentase konservasi pada land use, maka semakin
141
tinggi juga imbuhan air tanah yang dihasilkan. Namun tetap memperhatikan
faktor biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan konservasi tersebut. Begitu pula
pada pelayanan air bersih perpipaan, semakin tinggi persentase pelayanan yang
diinginkan maka semakin besar pula biaya yang dibutuhkan.
Untuk meningkatkan perubahan kinerja model maka skenario yang perlu
dilakukan untuk masing-masing kecamatan di Kota Tarakan adalah skenario dua,
dengan melakukan intervensi yang lebih besar dari kondisi eksisting terhadap
variabel kunci yang berpengaruh dalam model, namun tetap mempertimbangkan
ketersediaan biaya yang dibutuhkan.