69127274 Metallogenic Province Abah
-
Upload
ahmad-fannan -
Category
Documents
-
view
149 -
download
12
description
Transcript of 69127274 Metallogenic Province Abah
KERANGKA TEKTONIK KAITANNYA DENGAN
METALLOGENIC PROVINCE DI INDONESIA
1. PENDAHULUAN
Penyebaran mineral ekonomis di Indonesia ini tidak merata. Seperti halnya
penyebaran batuan, penyebaran mineral ekonomis sangat dipengaruhi oleh tatanan
geologi indonesial yang kompleks. Tatanan geologi di Indonesia dipengaruhi kondisi
tektonik sehingga dengan demikian distribusi mineral dalam bentuk metallogenik
province di Indonesia sangat dipengaruhi oleh setting tektonik. Setting tektonik di
Indonesia telah dapat dijelaskan dengan pendekatan teori tektonik lampeng (plate
tectonic teori). Dalam membahas metallogenic province dengan kaitannya dengan
kerangka tektonik di Indonesia akan diuraikan dengan membahas terlebih dahulu
mengenai teori tektonik lempeng, kerangka tektonik di Indonesia dan selanjutnya
mengenai metallgenik province di Indonesia.
Indonesia merupakan kepulauan yang dinamik yang terbentuk akibat pertumbuhan 3
lempeng Lempeng Eurasia, Lempeng India-australia dan lempeng pasifik.
Pergerakan tektonik convergence, spreading, subduction, obduction, collision dll di
Indonesia dimulai pada masa Carbon (10 Ma) yang selanjutnya diikuti oleh proses
intrusi magmatik, pembentukan batuan piroklastik dan batuan sediment seiring
pembentukan volcano magmatik arc. Busur kepulauan Indonesia yang juga bias
didefinisikan sebagai Cenozoic volcano plutonic arc memiliki bentangan sepanjang
9000 km dan sebagian besar dari bentangan tersebut memiliki potensi sumberdaya
mineral. Volcano magmatic arc atau umumnya disebut busur magmatik yang
merupakan produk dari proses tektonik, memiliki kaitan yang erat dengan
pembentukan proses-proses mineralisasi di kerak bumi. Mineral logam pada
umumnya terbentuk di Busur magmatik tersebut. Batuan – batuan yang terbentuk
pada Busur magmatik khususnya yang berasosiasi dengan mineralisasi terdiri dari
1
Asep Bahtiar
batuan vulkanik, batuan intrusif, batuan sediment dan sebagian kecil complex
ophiolite. Proses yang lama dan berkesinambungan hasil dari aktifitas tektonik di
Indonesia menghasilkan Indonesia memilki sumber daya alam khususnya
sumberdaya mineral yang berlimpah seperti timah, tembaga, emas, perak, nikel,
bauksit, besi dan lain-lain.
Teori tektonik lempeng merupkan revolusi dalam Geoscience yang merubah
pengertian umum tentang dinamika bumi. Lempeng tektonik atau disebut juga
lempeng lithosfer merupkan lempengan yang berbentuk tidak beraturan yang
merupakan batuan padat. Terdapat 2 jenis lempeng utama yaitu lempeng/kerak
benua dan lempeng/kerak samudera selain itu juga terdapat lempeng yang
merupakan kombinasi dari kedua jenis tersebut. Lempeng memiliki variasi ukuran
antara beberapa ratus samapi ribuan kilometer. Ketebalan lempeng juga memeliki
variasi yang luas yaitu antara 15 km sampai 200 Km (sumber USGS). Lempeng atau
kerak tersebut saling mengapung yang merupkan manifestasi komposisi kedua jenis
lempeng tersebut. Kerak benua memiliki komposisi utama batuan granit yang disusun
oleh mineral-mineral ringan seperti kuarsa dan feldspar. Sementara itu, Komposisi
utama kerak samudera adalah batuan basaltik yang lebih padat dan berat. Variasi
ketebalan lempeng merupakan sebagian kompensasi alamiah terhadap ketidak
seimbangan berat dan density dari kedua tipe lempeng/kerak tersebut. Dikarenakan
batuan lempeng benua lebih ringan maka kerak di bawah lempeng lebih tebal (sekitar
100 km) dibanding kerak di bawah lempeng samudera yang hanya memiliki
ketebalan 5 km. Lempeng-lempeng di seluruh dunia telah diidentifikasi seperti
diperlihatkan pada gambar 1.
2
Gambar 1. Plate boundary (sumber Press and Siever, 1998 dalam Satyana A.H,
2005)
Teori tektonik lempeng menerangkan bahwa lempeng-lempeng di kerak bumi saling
bergerak diakibatkan arus konveksi di dalam astenosphere. Pergerakan lempeng
dibagi menjadi 3 jenis pergerakan utama :
convergence dimana 2 lempeng saling bertemu,
divergence (dimana 2 lempeng saling menjauh),
transform (dimana 2 lempeng bergerak berlawan secara sliding).
Pertemuan lempeng-lempeng yang saling berinteraksi tersebut disebut plate margin.
Terdapat 3 tipe plate margins :
Tipe destruktif yang saling menghancurkan antara lain plates collision, plate
subduction. Umumnya tipe ini diakibatkan pergerakan lempeng yang
convergence.
Tipe konstruktif akibat pergerakan divergence contohnya pembentukan lantai
samudera di area MOR (mid oceanic ridge)
Tipe Konservatif atau tidak ada penambahan atau penghancuran, pergerakan
transform.
3
2. MINERALISASI DALAM KERANGKA TEKTONIK LEMPENG
Pergerakan konvergence antara kerak benua dan kerak samudera mengakibatkan
terbentuknya zona subduksi. Pergerakan antar lempeng di zona subduksi
mengakibatkan terjadinya partial melting yang bergerak ke atas melalui zona-zona
lemah akibat kondisi destruktif pada kerak benua. Produk dari proses ini
menghasilkan terbentuknya volcanic-magmatic range atau volacanic Magmatic arc.
Gambar 2. Subduksi dan pembentukan magmatik arc
Pembentukan mineral logam sangat berhubungan dengan aktivitas magmatisme dan
vulkanisme yang berlangsung secara intensif di busur magmatik. Mineralisasi di
busur magmatik menghasilkan mineral tembaga, emas perak, timah, seng, timbal,
mercury dan molybdenum. Tipe mineralsasi yang terbetuk pada magmatic arc ini
umumnya tipe porfiri dan hydrothermal. Selain itu lempeng tektonik yang berinteraksi
yaitu lempeng benua yang berkomposisi granitik serta lempeng samudera yang
bersifat basaltik masing-masing menjadi host dalam pembentukan mineral
berdasarkan komposisi mineral tersebut. Komposisi lempeng samudera yang bersifat
ultra mafic (ophiolite) merupakan sumber pembentukan mineral-mineral yang
berasosiasi dengan batuan ultramafic seperti nikel, chrom dan besi magmatik.
4
Lempeng benua yang memiliki komposisi utama granitik merupakan sumber
pembawa mineralisasi bagi timah, tungsten, bismuth dan tembaga dengan tipe
deposit vein contact metamorphic. Akibat proses orogenesa di vulkanik-magmatic arc
maka terbentuk cekungan muka busur dan cekungan belakang busur tempat proses
mineralisasi yang berhubungan dengan sedimantasi.
Gambar 3. Tektonik lempeng dan mineral deposit
Dalam mineralisasi pada magmatik arc selain magma sebagai sumber mineralisasi
faktor lain yang berperan yaitu adanya media permeble sebagai bukaan bagi fluida
magma menuju permukaan dan sebagai bukaan bagi fluida air untuk dapat
berinterksi dengan larutan magma atau larutan sisa magma. Media permeable
tersebut bisa berupa rekahan-rekahan dan patahan yang bersifat dilational (bukaan).
Aktifitas tektonik pada suatu konvergence margin akan membentuk suatu zona akresi
yang dipengaruhi oleh tektonik yang kuat. Busur magmatik pada proses kejadiannya
umumnya mengikuti pola-pola dilational. Splay dan jog pada mekanisme patahan
merupakan kondisi dilational untuk memerangkap intrusi porfiri pada magmatik arc.
5
Gambar 4. Pembentukan volcanic arc dalam kondisi konvergent dan divergent
6
3. GEOTEKTONIK INDONESIA
Indonesia merupakan kepulauan yang dinamik yang terbentuk akibat pertumbuhan 3
lempeng Lempeng Eurasia, Lempeng India-australia dan Lempeng Pasifik (Gambar
6). Pergerakan tektonik convergence, spreading, subduction, obduction, collision dll
di Indonesia dimulai pada masa Carbon (10 Ma) yang selanjutnya diikuti oleh proses
intrusi magmatik, pembentukan batuan piroklastik dan batuan sediment seiring
pembentukan volcano magmatik arc.
Model tektonik lempeng di indonesia secara umum merupakan pola konvergen
dimana jalur subduksi selalu diikuti oleh busur magmatik. Model tektonik lempeng
Indonesia dalam satu pola konvergen telah dibuat oleh Hamilton (1970) dan Katili
(1971) (gambar 8).
Gambar 5. Kawasan indonesia berada di sendi 3 lempeng kerak bumi raksasa Eurasia, India-austalia dan pasifik
7
Model tektonik lempeng di indonesia secara umum merupakan pola konvergen
dimana jalur subduksi selalu diikuti oleh busur magmatik. Model tektonik lempeng
Indonesia dalam satu pola konvergen telah dibuat oleh Hamilton (1970) dan Katili
(1971) (gambar 8).
Sistem busur subduksi Sumatera dibentuk oleh penyusupan lempeng samudra di
bawah lempeng benua. Lempeng benua tebal dan tua ini meliputi busur volkanik
berumur Perm, Kapur dan Tersier (Katili, 1973). Sedimen elastis sangat tebal
menyusup di subduksi Sumatera (Hamilton, 1973) dan sedimen yang tebal didorong
ke atas membentuk rangkaian kepulauan. Batuan magmatik yang dibentuk di atas
zona Benioff selalu mempunyai karakter asam dan menengah.
Gambar 6. tektonik Indonesia
8
Sistem subduksi Jawa dibentuk oleh subduksi lempeng samudra di bawah lempeng
benua. Lempeng ini tipis dan berumur muda, serta seluruhnya hampir terdiri dari
batuan volkano-plutonik berumur Tersier (Katili, 1973). Beberapa ignimbrit dijumpai di
Jawa. Batuan magmatik pada umumnya memiliki komposisi menengah.
Sistem subduksi Timor menunjukkan karakter yang berbeda. Dua fase yang berbeda
dapat dirincikan dalam perkembangan busur Banda. Pada tahap awal, lempeng
samudra India-Australia disusupkan dibawah lempeng samudra Banda. Tahap
berikutnya diikuti oleh subduksi lempeng benua Australia ke zona subduksi busur
Banda, sebagai akibat gerakan menerus lempeng Australia ke utara. Hasil dari
penurunan zona subduksi aktif ini adalah tidak adanya gunungapi aktif di pulau Alor,
Wetar dan Romang. Batuan magmatis yang dibentuk di atas zona Benioff Timor
cenderung menengah dan basa. Lempeng di sini tipis dan muda dan diapit oleh
lempeng benua.
Busur Sumatera, Jawa dan Banda menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh
elemen-elemen lempengnya. Lempeng yang tua dan tebal akan membentuk
rangkaian pulau-pulau besar dengan sifat gunungapi asam sampai menengah,
sedang lempeng yang muda dan tipis akan membentuk pulau-pulau kecil dengan
sifat gunungapi menengah sampai basa.
Dalam zona subduksi Tersier di Kalimantan barat-laut jarang ditemukan elemen-
elemen eugeosinklin seperti ofiolit, rijang, lempung merah. Flish berumur Kapur Atas
- Eosen Atas yang berkembang sedikit atau tidak mengandung rijang dan ofiolit,
sehingga menunjukkan adanya subduksi sangat miring (Haile, 1972). Zona subduksi
kapur di Jawa Tengah yang menerus ke Pegunungan Meratus di Kalimantan
menunjukkan karakteristik dari batuan bancuh tipe Fransiscan (Sukendar, 1974) dan
bentuknya yang mengarah ke subduksi Lempeng Samudra India-Australia.
Busur luar non-volkanik Indonesia ditafsirkan sebagai zona subduksi Tersier
(Hamilton, 1970; Katili, 1973), dengan berbagai jenis petro-tektonik yang dapat
9
dibedakan. Pulau-pulau di pantai barat Sumatera ditandai oleh flish tebal dengan
sedikit ofiolit. Di pulau Timor, Seram, Buru dan Buton, sejumlah besar material
sedimen klastik ditemukan. Sedimen Plio-Pleistosen hampir seluruhnya mempunyai
karakter sedimen dan sedikit ofiolit.
Zona Subduksi Tersier dari Sulawesi Timur menunjukkan bahwa lapisan tipis
sedimen pelagis mengisi palung. Hal yang sama terjadi di sekitar Halmahera dan
pulau kecil disekitarnya.
10
4. METALLOGENIK PROVINCE DI INDONESIA
Kepulauan Indonesia dengan 13,000 pulau memanjang 5,200 km terdiri dari
keberadaan busur Vulkanik zaman kenozoikum yang lokasinya menempaiti 15 %
dari vulkanik aktif di Indonesia. Busur Kenozoikaum mempunyai panjang 9,000 km,
dimana 80% diketahui sebagai pembawa mineral deposit (Carlile and Mitchell, 1994).
Halmahera dan Irian Jaya dapat diperkirakan sebagai bagian dari sirkum Pasifik,
sedangkan sisanya merupakan kompleks konvergen sepanjang timurlaut lempeng
Indian – Australia (Hamilton, 1979).
Bersamaan dengan subduksi lain, Type I/magnetite – seri vulkanik – busur plutonik
dihasilkan pada zaman kenozoikum, dan didominasi oleh Cu phorfiri dan emas
epithermal Au. Pengaruh pembentukan metal ini menutup kemungkinan hubungan
dari sabuk mineral yang lain: Irian Jaya merupakan provinsi penghasil Cu – Au di
Papua New Guinea. Sulawesi Utara bisa jadi merupakan provinsi penghasil Cu – Au,
kemenerusan kearah barat daya dari Phillipina (Mindanau timur) (Carlile and
Kirkegaard, 1985). Keberadaan Mineralisasi di kalimantan Barat terletak di Bau Arah
Serawak (Malaysia Timur).
Busur Kenozoikum Indonesia, sebagian, dalam kerak kraton, di Sumatra tengah dan
kepulauannya, termasuk kedalam sabuk barat daya Sn Asia. Ditempat lain,
bagaimanapun juga, busur – busur lebih tua dan muncul di seting kerak samudra
(Carlile and Mitchell, 1994). Semua Au dan Cu – Au di Indonesia berumur Mio – Plio
(Carlile and Mitchell, 1994), dalam busur kepulauan daerah pasifik barat (Sillitoe,
1989).
11
12
Gambar Gambar 7. 7.
Lokasi Lokasi prospek prospek mineral mineral utama utama
di di indonesi indonesi
aa
Busur kepulauan Indonesia yang juga bisa didefinisikan sebagai Cenozoic volcano
magmatic arc memiliki bentangan sepanjang 9000 km dan 80 % bentangan tersebut
memiliki potensi sumberdaya mineral. Volcano magmatic arc atau umumnya disebut
busur magmatik yang merupakan produk dari proses tektonik, memiliki kaitan yang
erat dengan pembentukan proses-proses mineralisasi di kerak bumi. Mineral logam
pada umumnya terbentuk di Busur magmatik tersebut. Batuan – batuan yang
terbentuk pada Busur magmatik khususnya yang berasosiasi dengan mineralisasi
terdiri dari batuan vulkanik, batuan intrusif, batuan sediment dan sebagian kecil
complex ophiolite. Proses yang lama dan berkesinambungan hasil dari aktifitas
tektonik di Indonesia menghasilkan Indonesia memilki sumber daya alam khususnya
sumberdaya mineral yang berlimpah seperti timah, tembaga, emas, perak, nikel,
bauksit, besi dan lain-lain.
Carlile dan Mitchell (1994), berdasarkan data-data mutakhir Simanjuntak (1986),
Sikumbang (1990), Cameron (1980), Adimangga dan Trail (1980), memaparkan
busur-busur magmatik seluruh Indonesia sebagai dasar eksplorasi mineral.
Teridentifikasikan 15 busur magmatik, 7 diantaranya membawa jebakan emas dan
tembaga, dan 8 lainnya belum diketahui.
Busur yang menghasilkan jebakan mineral logam tersebut adalah :
Busur magmatik Aceh,
Busur magmatik Sumatera-Meratus,
Busur magmatik Sunda-Banda,
Busur magmatik Kalimantan Tengah,
Busur magmatik Sulawesi-Mindanau Timur,
Busur magmatik Halmahera Tengah,
Busur magmatik Irian Jaya.
13
14
Gambar Gambar 8. 8.
Sumbu Sumbu utama utama busur busur
magmat magmatik dan ik dan blok blok
crustal crustal di di
Indones Indonesiaia
Busur yang belum diketahui potensi sumberdaya mineralnya adalah
Paparan Sunda,
Borneo Barat-laut,
Talaud,
Sumba-Timor,
Moon-Utawa dan
dataran Utara Irian Jaya.
Cebakan tersebut merupakan hasil mineralisasi utama yang umumnya berupa
porphyry copper-gold mineralization, skarn mineralization, high sulphidation
epithermal mineralization, gold-silver-barite-base metal mineralization, low
sulphidation epithermal mineralization dan sedimen hosted mineralization. Distribusi
cebakan mineral emas-tembaga-perak dapat dilihat pada gambar 9.
Cebakan emas dapat terjadi di lingkungan batuan plutonik yang tererosi, ketika
kegiatan fase akhir magmatisme membawa larutan hidrotermal dan air tanah. Proses
ini dikenal sebagai proses epitermal, karena terjadi di daerah dangkal dan suhu
rendah. Proses ini juga dapat terjadi di lingkungan batuan vulkanik
(volcanic hosted rock) maupun di batuan sedimen (sedimen hosted rock), yang lebih
dikenal dengan skarn. Contoh cukup baik atas skarn terdapat di Erstberg (Sudradjat,
1999). Skarn Erstberg berupa roofpendant batugamping yang diintrusi oleh
granodiorit. Sebaran skarn dikontrol oleh oleh struktur geologi setempat. Sebagai
sebuah roofpendant, zona skarn bergradasi dari metasomatik contact sampai
metamorphic zone (Zuharlan, 1993).
15
16
Gambar Gambar 9. Data 9. Data keterda keterdapatan patan emas- emas-perak perak
17
Gambar Gambar 10. 10.
Data Data keterda keterdapatan patan emas- emas-perak perak
Konsep cebakan emas epitermal merupakan hal baru yang memberikan perubahan
signifikan pada potensi emas Indonesia. Cebakan yang terbentuk secara epitermal ini
terdapat pada kedalaman kurang dari 200 m, dan berasosiasi dengan batuan
gunungapi muda berumur kurang dari 70 juta tahun. Sebagian besar host rock
merupakan batuan vulkanik, dan hanya beberapa yang merupakan sediment hosted
rock. Cebakan emas epitermal umumnya terbentuk pada bekas-bekas kaldera dan
daerah retakan akibat sistem patahan.
Proses mineralisasi dalam di lingkungan batuan vulkanik ini dikenal sebagai sistem
porfiri (porphyry). Contoh baik atas porfiri terdapat di kompleks Grasberg di Papua,
dengan mineralisasi utama bersifat disseminated sulfide dengan mineral bijih utama
kalkopirit yang banyak pada veinlet (MacDonald, 1994). Contoh lain terdapat di
Pongkor dan Cikotok di Jawa Barat, Batu Hijau di Sumbawa, dan Ratatotok di
Minahasa.
Lingkungan lain adalah kondisi gunungapi di daerah laut dangkal. Air laut yang
masuk ke dalam tubuh bumi berperan membawa larutan mineral ke permukaan dan
mengendapkannya. Contoh terbaik atas proses ini terjadi di Pulau Wetar, yang
menghasilkan mineral barit.
Proses pengkayaan batuan karena pelapukan dikenal dengan nama pengkayaan
supergen. Batuan granitik yang lapuk akan menghasilkan mineral pembawa
aluminium, antara lain bauxit. Proses ini sangat berhubungan dengan keberadaan
jalur magmatik, berupa subduksi pada lempeng benua bersifat asam, sehingga
menghasilkan batuan bersifat asam. Contoh pelapukan granit ini antara lain terjadi di
Kalimantan Barat, Bangka, belitung dan Bintan.
Peridotit terbentuk di lingkungan lempeng samudera yang akan kaya mineral berat
besi, nikel, kromit, magnesium dan mangan. Keberadaannya di permukaan
disebabkan oleh lempeng benua Pasifik yang terangkat ke daratan oleh proses
18
obduksi dengan lempeng benua Eurasia, yang kemudian “disebarkan” oleh sesar
Sorong (Katili, 1980) sebagai pulau-pulau kecil di berada di kepulauan Maluku.
Pelapukan akan menguraikan batuan ultrabasa tersebut menjadi mineral terlarut dan
tak terlarut. Air tanah melarutkan karbonat, kobalt dan magnesium, serta membawa
mineral besi, nikel, kobalt, silikat dan magnesium silikat dalam bentuk koloid yang
mengendap. Endapan kaya nikel dan magnesium oksida disebut krisopas, dan
cebakan nikel ini disebut saprolit. Proses pelapukan peridotit akan menghasilkan
saprolit, batuan yang kaya nikel. Pelapukan ini terjadi di sebagian kepulauan Maluku,
antara lain di pulau Gag, Buton dan Gebe (Sudrajat, 1999).
Busur vulkanik Jawa merupakan bagian dari busur vulkanik Sunda-Banda yang
membentang dari Sumatera hingga Banda, sepanjang 3.700 km yang dikenal banyak
mengandung endapan bijih logam (Carlile & Mitchell, 1994). Batuan vulkanik hasil
kegiatan gunungapi yang berumur Eosen hingga sekarang merupakan penyusun
utama pulau Jawa. Terbentuknya jalur gunungapi ini merupakan hasil dinamika
subduksi ke arah utara lempeng Samudera Hindia ke Lempeng Benua Eurasia (Katili,
1989) yang berlangsung sejak jaman Eosen (Hall, 1999). Kerak kontinen yang
membentuk tepi benua aktif (active continent margin) mempengaruhi kegiatan
vulkanisme Tersier Jawa bagian barat, sedang kerak samudera yang membentuk
busur kepulauan (island arc) mempengarui kegiatan vulkanisme Tersier Jawa bagian
Timur (Carlle and Mitchel, 1994).
Jalur penyebaran gunungapi di Indonesia terdiri dari jalur gunungapi tua (Tersier) dan
muda (Kwarter), yang sejajar dengan jalur penunjaman. Kegiatan vulkanisma Tersier
terjadi dalam dua perioda, yaitu perioda Eosen Akhir – Miosen Awal yang sebagian
besar berafinitas toleitik dan perioda Miosen Akhir – Pliosen yang sebagian besar
berafinitas alkali kapur K tinggi (Soeria-Atmadja dkk, 1991) beberapa batuan
berafinitas shosonitik terdapat di Pacitan dan Jatiluhur (Sutanto, 1993). Berdasarkan
pentarikhan umur dengan menggunakan metoda K/Ar, batuan volkanik Tersier tertua
terdapat di Pacitan dengan umur 42,7, juta tahun, sedang termuda terdapat di Bayah
dengan umur 2,65 juta tahun (Soeria-Atmadja, 1991). Kegiatan vulkanisma umumnya
19
menghasilkan komposisi batuan bersifat andesitik. Beberapa singkapan batuan beku
bersifat dasitik terdapat di beberapa tempat, misalnya intrusi dasit Ciemas Jawa
Barat dan granodiorit Meruberi Jawa Timur serta retas-retas basalt yang banyak
terdapat di Kulonprogo Yogyakarta dan Pacitan Jawa Timur (Soeria-Atmadja, 1991;
Sutanto, 1993; Paripurno dan Sutarto, 1996). Pola ritmik ini terjadu karena adanya
perubahan Sudut Penunjaman. Sutanto (1993) mengelompokkan batuan vulkanik
Jawa berdasarkan waktu terbentuknya, yaitu batuan-batuan vulkanik yang terbentuk
oleh (1) Eosen-Oligosen awal, (2) vulkanisme Eosen-Miosen Akhir, (3) vulkanisme
Eosen Akhir – Miosen Awal, (4) vulkanisme Miosen Tengah – Pliosen, serta (5)
vulkanisme Kwarter. Batuan-batuan volkanik Tersier di atas dikenal sebagai batuan
vulkanik kelompok Andesit Tua (van Bemmerlen, 1933), yang saat ini lebih dikenal
dengan nama Formasi Jampang, Formasi Cikotok dan Formasi Cimapag untuk
wilayah Jawa Barat; Formasi Gabo, Formasi Totogan, untuk wilayah Kebumen dan
sekitarnya; Formasi Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran,
Formasi Semilir, untuk kawasan Gunungsewu dan sekitarnya; serta Formasi
Kaligesing, Formasi Dukuh, Formasi Giripurwo untuk wilayah Kulonprogo dan
sekitarnya; serta di Jawa Timur dikenal dengan nama Formasi Besole, Formasi
Mandalika dan Formasi Arjosari.
Proses hidrotermal di Jawa yang terdapat mulai dari Pongkor Jawa Barat sampai
Sukamade Jawa Timur. Sebagian besar cebakan merupakan tipe low sulphidation
epithermal mineralization. Tipe lain berupa volcanogenic massive sulphide
mineralization, misalnya terdapat di Cibuniasih; sedang tipe veins assosiated with
porphyry system misalnya terdapat di Ciomas, dan sediment hosted mineralization
hanya terdapat di beberapa tempat, misalnya di Cikotok.
Secara umum cadangan yang terdapat di Jawa bagian barat lebih besar dibanding
yang terdapat di Jawa bagian timur. Cadangan terbesar di Jawa bagian barat
terdapat di Pongkor dengan kadar rata-rata 17,4 (Sumanagara dan Sinambela, 1991)
dan jumlah cadangan lebih dari 98 ton Au dan 1026 Ag (Milesi dkk, 1999).
20
Vulkanisme yang terkait dengan mineralisasi umumnya menunjukkan umur yang
relatif muda, Miosen Tengah – Pliosen. Pentarikhan pada beberapa urat di Pongkor
menunjukkan umur 2,7 juta tahun, di Cirotan menujukkan umur 1,7 juta tahun, serta
di Ciawitali menujukkan umur 1,5 juta tahun. Di Cirotan urat-urat tersebut memotong
ignimbrit riodasit berumur 9,5 juta tahun yang diintrusi oleh mikrodiorit berumur 4,5
juta tahun (Milesi dkk., 1994). Di Pongkor urat-urat tersebut berada pada lingkungan
vulkanik kaldera purba yang terdiri dari batuan tufa breksi, piroklastika dan lava
bersusunan andesit-basalt yang diintrusi oleh andesit, dasit dan basalt (Sumanagara
dan Sinambela, 1991).
Selain emas dan perak di indonesia juga terdapat mineral timah. Pembentukan
mineral timah berasosiasi dengan sabuk granit yang membentang dari daratan di
Indochina, Thailand, Malaysia yang selanjutnya ke Pulau Sumatera. Deposit nikel
pada umumnya berupa lateritik yang terdistribusi di Sulawesi, Maluku, Halmahera,
Gebe, Gag, Waigeo dan Irian. Deposit tersebut dihasikan dari pelapukan batuan ultra
basic sebagai bagian dari lempeng pasifik yang merupakan kerak samudera.
21
22
Gambar Gambar 11. Data 11. Data keterda keterdapatan patan nikel nikel