57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... ·...

8
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019 474 Analisa Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Habitat Perairan Laut Dangkal Di Nusa Lembongan, Bali Water Column Correction Analysis for Mapping of Shallow Marine Waters in Nusa Lembongan, Bali I Dewa Made Krisna Putra Astaman 1*) , Kuncoro Teguh Setiawan 2) , Gathot Winarso 2) , dan Ety Parwati 2) 1) Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana 2) Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN *)E-mail : [email protected] ABSTRAK - Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk studi pemetaan sumberdaya alam seperti pemetaan habitat perairan laut dangkal. Penggunaan data citra satelit untuk identifikasi objek dibawah permukaan air memerlukan suatu proses koreksi kolom air. Proses koreksi kolom air perlu dilakukan karena pantulan panjang gelombang dari suatu objek yang diterima oleh sensor selalu melalui lapisan kolom air tertentu. Koreksi kolom air dari citra satelit bertujuan untuk mengurangi pengaruh gangguan pantulan objek dari habitat dasar perairan dangkal yang diakibatkan oleh kolom air. Teknik koreksi kolom air yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan tiga pasangan band dari Citra SPOT-7 yaitu pasangan B1B2 , B1B3 dan B2B3. Proses koreksi tersebut dengan menggunakan Algoritma Lyzenga, 1981. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisa pengaruh koreksi kolom air dengan menggunakan tiga pasangan band dari Citra SPOT-7 untuk pemetaan habitat perairan laut dangkal. Lokasi penelitian dilaksanakan di Nusa Lembongan, Bali. Data yang digunakan adalah citra SPOT-7 akuisisi Tahun 2018. Teknik klasifikasi menggunakan maximum likelihood untuk membedakan obyek habitat perairan laut dangkal. Hasil penelitian menunjukkan ketiga pasang band Citra SPOT-7 mampu membedakan objek karang hidup, karang mati, lamun, makro alga, pecahan karang dan pasir. Kata kunci: koreksi kolom air, Nusa Lembongan, SPOT-7, klasifikasi maximum likelihood ABSTRACT - Remote sensing technology is one technology that can be used for mapping natural resources such as mapping shallow marine waters. The use of satellite image data to identify objects under the water surface requires a correction process for the water column. The process of correction of the water column needs to be done because the reflection of the wavelength of an object received by the sensor is always through a certain layer of water column. Correction of the water column from satellite imagery aims to reduce the influence of object reflection disturbances from shallow water base habitats caused by the water column. The water column correction technique carried out in this study used three band pairs of SPOT-7 images, namely pairs B1B2, B1B3 and B2B3. The correction process uses the Lyzenga Algorithm, 1981. The purpose of this study was to analyze the effect of water column correction by using three pairs of bands from Citra SPOT-7 for mapping shallow marine waters. The research location was carried out in Nusa Lembongan, Bali. The data used is acquisition SPOT-7 imagery in 2018. The classification technique uses a maximum likelihood to distinguish shallow marine habitat objects. The results showed that the three pairs of Citra SPOT-7 bands were able to distinguish objects from live coral, dead coral, seagrass, macro algae, rubble and sand. Keywords: correction of water column, Nusa Lembongan, SPOT-7, maximum likelihood classification 1. PENDAHULUAN Perairan laut dangkal merupakan salah satu wilayah yang mempunyai dinamika yang tinggi dan memiliki peranan penting baik secara ekologi maupun ekonomi (Setyawan dkk., 2014). Menurut Mustika (2013) Perairan dangkal pada laut tropis memiliki beberapa macam ekosistem antara lain, terubu karang, padang lamun, pasir, lumpur dan hutan mangrove, dimana ekosistem-ekosistem tersebut saling berinteraksi

Transcript of 57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... ·...

Page 1: 57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... · 2020. 6. 4. · 57_Sinasinderaja2019_Full Makalah_Fin.docx Author: Pusfatja Created

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

474

Analisa Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Habitat Perairan LautDangkal Di Nusa Lembongan, Bali

Water Column Correction Analysis for Mapping of Shallow Marine Watersin Nusa Lembongan, Bali

I Dewa Made Krisna Putra Astaman1*), Kuncoro Teguh Setiawan2), Gathot Winarso2), danEty Parwati2)

1) Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana2) Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN

*)E-mail : [email protected]

ABSTRAK - Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk studi pemetaansumberdaya alam seperti pemetaan habitat perairan laut dangkal. Penggunaan data citra satelit untuk identifikasi objekdibawah permukaan air memerlukan suatu proses koreksi kolom air. Proses koreksi kolom air perlu dilakukan karenapantulan panjang gelombang dari suatu objek yang diterima oleh sensor selalu melalui lapisan kolom air tertentu.Koreksi kolom air dari citra satelit bertujuan untuk mengurangi pengaruh gangguan pantulan objek dari habitat dasarperairan dangkal yang diakibatkan oleh kolom air. Teknik koreksi kolom air yang dilakukan pada penelitian inimenggunakan tiga pasangan band dari Citra SPOT-7 yaitu pasangan B1B2 , B1B3 dan B2B3. Proses koreksi tersebutdengan menggunakan Algoritma Lyzenga, 1981. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisa pengaruhkoreksi kolom air dengan menggunakan tiga pasangan band dari Citra SPOT-7 untuk pemetaan habitat perairan lautdangkal. Lokasi penelitian dilaksanakan di Nusa Lembongan, Bali. Data yang digunakan adalah citra SPOT-7 akuisisiTahun 2018. Teknik klasifikasi menggunakan maximum likelihood untuk membedakan obyek habitat perairan lautdangkal. Hasil penelitian menunjukkan ketiga pasang band Citra SPOT-7 mampu membedakan objek karang hidup,karang mati, lamun, makro alga, pecahan karang dan pasir.

Kata kunci: koreksi kolom air, Nusa Lembongan, SPOT-7, klasifikasi maximum likelihood

ABSTRACT - Remote sensing technology is one technology that can be used for mapping natural resources such asmapping shallow marine waters. The use of satellite image data to identify objects under the water surface requires acorrection process for the water column. The process of correction of the water column needs to be done because thereflection of the wavelength of an object received by the sensor is always through a certain layer of water column.Correction of the water column from satellite imagery aims to reduce the influence of object reflection disturbancesfrom shallow water base habitats caused by the water column. The water column correction technique carried out inthis study used three band pairs of SPOT-7 images, namely pairs B1B2, B1B3 and B2B3. The correction process usesthe Lyzenga Algorithm, 1981. The purpose of this study was to analyze the effect of water column correction by usingthree pairs of bands from Citra SPOT-7 for mapping shallow marine waters. The research location was carried out inNusa Lembongan, Bali. The data used is acquisition SPOT-7 imagery in 2018. The classification technique uses amaximum likelihood to distinguish shallow marine habitat objects. The results showed that the three pairs of CitraSPOT-7 bands were able to distinguish objects from live coral, dead coral, seagrass, macro algae, rubble and sand.

Keywords: correction of water column, Nusa Lembongan, SPOT-7, maximum likelihood classification

1. PENDAHULUAN

Perairan laut dangkal merupakan salah satu wilayah yang mempunyai dinamika yang tinggi danmemiliki peranan penting baik secara ekologi maupun ekonomi (Setyawan dkk., 2014). Menurut Mustika(2013) Perairan dangkal pada laut tropis memiliki beberapa macam ekosistem antara lain, terubu karang,padang lamun, pasir, lumpur dan hutan mangrove, dimana ekosistem-ekosistem tersebut saling berinteraksi

Page 2: 57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... · 2020. 6. 4. · 57_Sinasinderaja2019_Full Makalah_Fin.docx Author: Pusfatja Created

Analisa Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Habitat Perairan Laut Dangkal Di Nusa Lembongan, Bali (Astaman, I.D.M.K., dkk.)

475

satu dengan yang lainnya. Terumbu karang dan lamun sebagai komponen utama penyusun ekosistemtersebut berfungsi sebagai sumber plasma nutfah dan biodiversitas bagi kehidupan laut, tempat mencarimakan, tempat bertelur dan berpijah bagi banyak biota laut, perlindungan pantai dari gelombang, penstabilsedimen, penjernih air, penyerap karbon, sumber material untuk farmasi dan industri serta pariwisata(Laffoley dan Grimsditch, 2009). Dinamika yang tinggi pada habitat perairan laut dangkal idealnya selaludiikuti dengan pembaharuan informasi sehingga didapatkan gambaran wilayah yang sesuai dengankenyataan.

Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk studipemetaan sumberdaya alam seperti pemetaan habitat perairan laut dangkal dengan bantuan citra satelit.Penggunaan teknologi penginderaan jauh untuk studi pemetaan habitat perairan dangkal sendiri mempunyaibanyak kelebihan, jika dibandingkan dengan cara konvensional menggunakan metode survei in situ yangsecara spasial hanya dapat mencakup wilayah sempit. Selain itu, penggunaan teknologi penginderaan jauhjuga dapat menghasilkan informasi secara luas dan relatif lebih murah dan dapat menjangkau daerah yangsulit didatangi manusia (Silfiani, 2011).

Teknologi penginderaan jauh sudah banyak digunakan dan dikembangkan untuk memetakan habitatperairan laut dangkal. Algoritma berbasis piksel yang lazim digunakan untuk pemetaan habitat perairan lautdangkal adalah koreksi kolom air atau yang dikenal juga dengan Depth Invariant Index (DII) yangdikembangkan oleh Lyzenga (1978, 1981). Algoritma ini juga telah banyak digunakan untuk memetakanhabitat perairan laut dangkal di perairan Indonesia (Siregar, 2010; Pramudya dkk, 2014; Putra dan Khakhim,2014; Kemala, 2017; Desa, 2017; Prawoto da Hartono, 2018). Penggunaan koreksi kolom air untuk studipemetaan habitat perairan laut dangkal perlu dilakukan karena pantulan panjang gelombang dari suatu objekyang diterima oleh sensor selalu melalui lapisan kolom air tertentu, sehingga penggunaan koreksi kolom airini diharapkan mampu mengurangi pengaruh gangguan pantulan objek dari habitat dasar perairan dangkalyang diakibatkan oleh kolom air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa koreksi kolom air unntukpemetaan habitat perairan laut dangkal di Nusa Lembongan, Bali.

2. METODE

2.1 Lokasi PenelitianKegiatan penelitian ini berlokasi di pesisir Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten

Klungkung, Provinsi Bali pada koordinate 8o42’00’’ – 8o39’20’’ LS dan 115o25’20’’ – 155o28’40’’ BT(Gambar 1). Survei lapangan dilaksanakan pada bulan Febuari 2019, kemudian dilanjutkan denganpengolahan data citra satelit yang dilaksanakan pada bulan Maret – April 2019 di Pusat PemanfaatanPenginderaan Jauh (Pusfatja) LAPAN dan Laboratorium GIS dan Remote Sensing, Fakultas Kelautan danPerikanan Universitas Udayana.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Page 3: 57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... · 2020. 6. 4. · 57_Sinasinderaja2019_Full Makalah_Fin.docx Author: Pusfatja Created

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

476

2.2 Alat dan BahanAlat yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer, software SAGA GIS, software Envi,

software Quantum GIS, GPS, ADS serta kamera underwater. Sedangkan bahan yang digunakan adalah citraSPOT-7 yang sudah terkoreksi geometri yang diperoleh di Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh(Pustekdata) LAPAN. Adapun spesifikasi dari alat dan bahan yang digunkan pada penelitian ini dapat dilihatpada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi alat dan bahan

2.3 Survei LapanganSurvei lapangan dilakukan sebagai acuan dalam pembuatan training area, dimana hasil dari training

area tersebut kemudian akan dijadikan sebagai acuan dalam menentukan nilai koefisien atenuasi danmembuat klasifikasi terbimbing (supervised classification). Metode sampling yang dipilih adalah randomsampling yakni pengamatan data lapang diambil secara acak. Pengambilan posisi dari titik pengamatandicatat menggunakan GPS (Global Positioning System) yang disertai dengan foto objek dasar perairan.

2.4 Prosedur Pengolahan DataProsedur pengolahan data dalam peneltian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu (1) pra pengolahan yang terdiri

atas koreksi radiometri, pemotongan citra (cropping), dan masking citra serta (2) pengolahan data yangterdiri atas transformasi citra dan interpretasi citra. Kedua tahapan tersebut dilakukan guna memperolehsebaran habitat periaran dangkal dari citra SPOT-7 berdasarkan data survei lapangan. Adapun rincian daritahapan tersebut, yaitu sebagai berikut:

Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Data

Page 4: 57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... · 2020. 6. 4. · 57_Sinasinderaja2019_Full Makalah_Fin.docx Author: Pusfatja Created

Analisa Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Habitat Perairan Laut Dangkal Di Nusa Lembongan, Bali (Astaman, I.D.M.K., dkk.)

477

2.4.1 Pra PengolahanPra pengolahan citra merupakan langkah awal dalam pengolahan citra satelit. Tahapan pra pengolahan

citra ini meliputi koreksi radiometri, pemotongan citra (cropping), dan masking citra. Koreksi radiometripada penelitian ini menggunakan metode Dark Pixel Substraction (DPS). Koreksi ini dimaksudkan untukmemperbaiki kualitas dari citra akibat gangguan di atmosfer, seperti hamburan dari awan (haze) atau objekyang lainnya. Asumsi dari metode Dark Pixel Substraction ini adalah jika tidak ada gangguan dari atmosfer,maka nilai digital (DN) minimum pada liputan suatu citra pasti akan ditemui pixel yang bernilai 0, sehinggaapabila nilai DN minimum pada liputan citra tidak sama dengan 0 maka dipastikan citra tersebut mengalamigangguan dari atmosfer (LIPI, 2014). Adapun persamaan tersebut, yaitu sebagai berikut (LIPI, 2014).

NP’ = NP – NPmin........................................................................................................................................ (1)

Keterangan:NP’ = Nilai pixel hasil koreksiNP = Nilai pixel citra pada saluran tertentuNPmin = Nilai pixel minimum

Citra hasil koreksi radiometri kemudian di potong atau cropping sesuai dengan wilayah penelitian.Pemotongan citra atau cropping merupakan suatu tahapan pra pengolahan citra yang bertujuan untukmembatasi daerah pemetaan atau penelitian sehingga, akan memudahkan dalam menganalisis data. Setelahproses cropping dilakukan, kemudian dilanjutkann dengan proses masking citra. Masking merupakan prosespemisahan antara objek kajian dengan yang tidak termasuk dalam wilayah pengamatan. Proses maskingdilakukan pada wilayah darat (pulau) dan laut dalam. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu pada saatproses klasifikasi. Proses masking citra dilakukan dengan mendigitisasi secara manual batas area laut dalam,perairan laut dangkal, dan daratan dari hasil transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index).Transformasi NDVI menghasilkan batas yang tegas antara perairan laut dalam, perairan laut dangkal dandaratan (Eris, 2017).

2.4.2 Pengolahan DataProses pengolahan citra terdiri atas transformasi citra dan intrepretasi citra. Transformasi citra pada

penelitian ini menggunakan metode koreksi kolom air atau yang dikenal juga dengan Depth Invariant Index(DII) yang dikembangkan oleh Lyzenga (1981), dimana dalam pengolahannya dimaksudkan untukmendapatkan informasi objek dibawah permukaan air, karena informasi yang didapatkan dari citra awalmasih tercampur dengan informasi lain seperti kedalaman air, kekeruhan, dan pergerakan mukak air.Pembentukan citra baru dengan metode algoritma ini dilakukan dengan menggabungkan dua band sinartampak. Pada penelitian ini, penggabungan dua band sinar tampak yang digunakan pada koreksi kolom air,yaitu menggunakan kombinasi band blue – green (B1B2), blue – red (B1B3), dan green – red (B2B3) padacitra SPOT-7. Adapun persamaan yang digunakan, yaitu sebagai berikut (Lyzenga 1981; Green dkk., 2000).

Depth – Invariant Indexij = 𝑙𝑛 (𝐿𝑖) −𝑘𝑖

𝑘𝑗𝑙𝑛 𝐿𝑗 ................................................................................ (2)

𝑘𝑖

𝑘𝑗= 𝑎 + 𝑎2 + 1 ; 𝑎 =

𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑑 𝑘𝑖 − 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑑 𝑘𝑗

2 × 𝑐𝑜𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑑 𝑘𝑖𝑘𝑗...............................................................................(3)

Keterangan:Li = nilai digital pada band iLj = nilai digital pada band jki/kj = rasio koefisien atenuasi pada pasangan band i dan j

Nilai koefisien atenuasi pada perhitungan koreksi kolom air diperoleh dengan membuat training areaatau region of interest (ROI) pada daerah yang diasumsikan memiliki subtrat dasar yang bersifat homogendan dapat ditemukan di beberapa perbedaan kedalaman. Citra hasil transformasi yang sudah melewatitahapan koreksi kolom air, kemudian dilanjutkan dengan tahapan interpretasi citra. Proses utama dalaminterpretasi adalah klasifikasi citra. Dalam penelitian ini, proses klasifikasi dilakukan secara digital denganklasifikasi terbimbing (Supervised Classification), dimana pengambilan sampel pada tiap nilai digitaldikelompokkan berdasarkan klasifikasi tertentu yang selanjutnya dijadikan dasar oleh algoritma untukperhitungan klasifikasi nilai digital (Jensen, 1996). Algoritma yang digunakan, yaitu Maximum Likelihood.

Page 5: 57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... · 2020. 6. 4. · 57_Sinasinderaja2019_Full Makalah_Fin.docx Author: Pusfatja Created

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

478

Prinsip dari klasifikasi ini, yaitu mengelompokkan atau mengkelaskan piksel pada citra menjadi beberapakelas tertentu berdasarkan statistik sampel piksel (training area) atau region of interest yang dibuatbersumber dari data pengamatan lapangan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Koreksi kolom air merupakan proses tahapan penting dalam mengidentifikasi objek yang beradadibawah permukaan air. Keberadaan objek yang sama namun dalam posisi kedalaman berbeda bisamemberikan nilai reflektansi yang berbeda dari suatu citra satelit SPOT-7. Citra satelit SPOT-7 memiliki 3band visibel yaitu band biru (B1), band hijau (B2) dan band merah (B3). Dari ke 3 band tersebut dibuat 3pasang kombinasi band untuk penentuan koefisien atenuasi dalam proses koreksi kolom air. Pasanganpertama adalah B1B2, pasangan kedua adalah B1B3 dan pasangan ketiga adalah B2B3. Selanjutnya dihitung nilai koefisien atenuasi dari ketiga pasangan band tersebut yang hasilnya di tunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Koefisien Atenuasi (ki/kj) Pada Masing-Masing Kombinasi Band

B1B2 B1B3 B2B3

0.727780397 1.111954519 1.53568708

Citra hasil koreksi kolom air kemudian diklasifikasikan secara terbimbing (supervised classification)menggunakan algoritma maximum likelihood dengan sampel piksel (training area) yang berjumlah sebanyak420. Hasil dari klasifikasi identifikasi habitat perairan laut dangkal dari tiga kombinasi tersebut ditampilkanpada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5. Seacara umum hasil dari klasifikasi indentifikasi habitatperairan laut dangkal pada ketiga kombinasi menunjukkan pola sebaran habitat yang hampir sama, dimanahabitat karang hidup dan karang mati banyak tersebar pada daerah reef flat, reef crest hingga reef slope.Kemudian habitat perairan laut dangkal yang ditemukan setelah karang hidup dan karang mati adalahpecahan karang (rubble), makro alga, dan lamun, sedangkan subtrat pasir hanya terdapat sedikit di sebelahutara pulau Nusa Lembongan dan sebagian lagi tersebar di Selat Ceningan.

Gambar 3. Peta Tematik 6 Kelas Habitat Perairan Laut Dangkal Transformasi Lyzenga B1B2

Page 6: 57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... · 2020. 6. 4. · 57_Sinasinderaja2019_Full Makalah_Fin.docx Author: Pusfatja Created

Analisa Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Habitat Perairan Laut Dangkal Di Nusa Lembongan, Bali (Astaman, I.D.M.K., dkk.)

479

Gambar 4. Peta Tematik 6 Kelas Habitat Perairan Laut Dangkal Transformasi Lyzenga B1B3

Gambar 5. Peta Tematik 6 Kelas Habitat Perairan Laut Dangkal Transformasi Lyzenga B2B3

Berdasarkan tiga peta tematik habitat perairan laut dangkal, selanjutnya dapat dihitung luas setiap kelashabitat melalui analisis GIS (Geographic Information System) (Tabel 3). Luasan tutupan objek dasarperairan hasil klasifikasi kombinasi B1B2 menunjukkan tutupan kelas karang mati merupakan kelas yangmemiliki luasan yang paling tinggi diantara kelas yang lainnya, yaitu sebesar 136,106 ha (31%) dari totalkeseluruhan tutupan habitat dasar perairan laut dangkal di pesisir Nusa Lembongan. Sedangkan pada hasilklasifikasi kombinasi B1B3 dan B2B3 menunjukkan kelas pecahan karang (rubble) memiliki luasan yangpaling tinggi, dengan luasan area sebesar 137,245 ha (31%) unntuk kombinasi B1B3 dan 113,970 ha (26%)untuk kombinasi B2B3. Sementara itu, untuk tutupan kelas yang paling rendah pada ketiga kombinasitersebut adalah subtrat pasir dengan presentase luasan area yang sama, yaitu sebesar 8% dari total seluruh

Page 7: 57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... · 2020. 6. 4. · 57_Sinasinderaja2019_Full Makalah_Fin.docx Author: Pusfatja Created

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

480

tutupan habitat perairan laut dangkal, sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga kombinasi tersebut mampumemisahkan obyek pasir dengan baik.

Secara umum dari ketiga kombinasi yang digunakan didapatkan hasil luasan total habitat perairan lautdangkal di Nusa Lembongan, Bali sebesar 444,219 ha. Luasan total yang didapatkan tersebut terbilang lebihbesar dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Pramudya (2014) menggunakan citra satelit Landsat8, yang memperoleh luasan total sebesar 4.080.600 m2 atau sebesar 408,06 ha yang terdiri dari 3 kelashabitat, yaitu terumbu karang, vegetasi, dan subtart dasar. Perbedaan luasan tersebut terjadi karena resolusispasial dari citra satelit SPOT-7 dan citra satelit Landsat 8 yang berbeda, dimana citra satelit SPOT-7memiliki resolusi spasial sebesar 6 meter untuk multispektral dan 1,5 meter untuk pankromatik, sedangkancitra satelit Landsat 8 memiliki resolusi spasial sebesar 30 meter untuk multispektral dan 15 meter untukpankromatik. Perbedaan resolusi spasial ini akan berkaitan dengan ukuran piksel, sehingga akanmenyebabkan perbedaan luasan area habitat dasar perairan dangkal. Menurut Prahasta (2009) dalam Kemala(2018) menyatakan bahwa ukuran piksel yang relatif kecil akan menggambarkan bagian permukaan bumisecara detail dan halus, sedangkan ukuran piksel yang relatif besar akan menggambarkan bagian daripermukaan bumi agak kasar. Selain itu, berbedanya luasan area yang dihasilkan juga dikarenakan bedanyacakupan area yang digunakan pada saat proese masking citra.

Tabel 3. Luasan Setiap Kelas Tutupan Objek Berdasarkan Hasil Transformasi Lyzenga

Kelas HabitatB1B2 B1B3 B2B3

Luasan (ha) Persentase Luasan (ha) Persentase Luasan (ha) Persentase

Terumbu Karang 60,408 14% 74,142 17% 94,002 21%

Makro Alga 73,523 17% 48,312 11% 69,511 16%

Lamun 57,031 13% 55,727 13% 57,762 13%

Pasir 36,173 8% 37,718 8% 35,619 8%

Karang Mati 136,106 31% 91,076 21% 73,355 17%

Pecahan Karang 80,888 18% 137,245 31% 113,970 26%

Total 444,219 100% 444,219 100% 444,219 100%

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa ketiga pasang band pada citrasatelit SPOT-7 mampu membedakan objek karang hidup, karang mati, lamun, makro alga, pecahan karang(rubble) dan pasir dengan luasan total habitat sebesar 444,219 ha.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Peneliti Kelompok Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir danLaut Pusfatja, LAPAN yang telah memberikan saran dan masukan serta bimbingan dalam pengerjaanpenelitian ini. Selain itu, penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Pusat Teknologi dan DataPenginderaan Jauh (Pustekdata), LAPAN atas data yang telah penulis gunakan.

6. DAFTAR PUSTAKA

[LIPI] Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2014). Panduan Teknis Pemetaan HabitatDasar Perairan Laut Dangkal. Jakarta : COREMAP CTI LIPI.

Desa, P. R. (2017). Klasifikasi Habitat Bentik Menggunakan Citra SPOT-7 Di Perairan Dangkal Pulau Harapan DanPulau Kelapa, Kepulauan Seribu. (Skripsi). Program Studi Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Eris, I. A. (2017). Aplikasi Citra Sentinel-2A Untuk Pemetaan Habitat Bentik Di Wilayah Taman Nasional BaluranKabupaten Situbondo. (tugas akhir). Program Studi Diploma Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis,Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Page 8: 57 Sinasinderaja2019 Full Makalah Finsinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2019/prosiding/57... · 2020. 6. 4. · 57_Sinasinderaja2019_Full Makalah_Fin.docx Author: Pusfatja Created

Analisa Koreksi Kolom Air Untuk Pemetaan Habitat Perairan Laut Dangkal Di Nusa Lembongan, Bali (Astaman, I.D.M.K., dkk.)

481

Green, E. P., Mumby, P. J., Edwards, A. J., dan Clark, C. D. (2000). Remote sensing handbook for tropical coastalmanagement (ectracts). Paris (FR): UNESCO Pub.

Jensen., dan John, R. (1996). Introductory Digital Image Processing: A Remote Sensing Perspective. New Jersey (US):Prentice-Hall Inc.

Kemala, S. S. (2018). Pemetaan Habitat Bentik Dari Citra SPOT-7 Dan Sentinel 2-A Di Pulau Opak, Kepulauan Seribu.Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-5 Tahun 2018, 317-326.

Laffoley, D., dan Grimsditch, G. (2009). The management of natural coastal carbon sinks. Gland, Switzerland (CH) :IUCN.

Lyzenga, D. R. (1978). Passive Remote Sensing Techniques for Mapping Water Depth and Bottom Features. AppliedOptics, 17(3), 379-383.

Lyzenga, D. R. (1981). Remote Sensing of Bottom. Reflectance and Water Attenuation Parameters in Shallow WaterUsing Aircraft and Landsat Data. International Jurnal Remote Sensing, 2(1), 71-82.

Mustika, A. A. (2013). Pemetaan Habitat Dasar Perairan Dangkal Pulau Panggang dan Sekitarnya denganMenggunakan Citra Worldview-2. (Skripsi). Program Studi Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prahasta, E. (2009). Sistem informasi geografis konsep-konsep dasar (perspektif geodesi dan geomatika). Bandung :Informatika.

Pramudya, F. S., Wikantika, K., dan Windupranata, W. (2014). Satellite-Based Benthic Habitat Mapping UsingLANDSAT 8 in Nusa Lembongan and Nusa Ceningan Island. Faculty of Earth Science and Technology. InstitutTeknologi Bandung.

Prawoto, C. D., dan Hartono. (2018). Pemetaan Habitat Bentik dengan Citra Multispektral Sentinel-2A Di PerairanPulau Menjangan Kecil Dan Menjangan Besar, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal Bumi Indonesia, 7(3).

Putra, F. M. G., dan Khakhim, N. (2014). Pemetaan Habitat Bentik Menggunakan Citra QuickBird Di Sebagian PulauKemujan, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal Bumi Indonesia, 3(2).

Setyawan, I. E., Seregar V. P., Pramono G. H., dan Yuwono D. M. (2014). Pemetaan Profil Habitat dasar PerairanDangkal Berdasarkan Bentuk Topografi: Studi kasus Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Jakarta. MajalahIlmiah Globe, 16(2), 125-132.

Silfiani. (2011). Pemetaan Lamun Dengan Menggunakan Citra Satelit Alos di Perairan Pulau Pari. (Skripsi). ProgramStudi Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Siregar, V. (2010). Pemetaan Substrat Dasar Perairan Dangkal Karang Congkak Dan Lebar Kepulauan SeribuMenggunakan Citra Satelit Quickbird. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2(1), 19-30.