5

13
49 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU Kajian Potensi Kawasan dan Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Lara Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari Suitability and Potential Study of Coral Reef Ecosystem for Development of Marine Ecotourism in Lara Island Arip Bayu Adi*), Ahmad Mustafa**), dan Romy Ketjulan***) Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan FPIK Universitas Haluoleo Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232 e-mail: *[email protected], **[email protected], *** [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi kawasan Pulau Lara untuk pengembangan ekowisata bahari dan kesesuaian ekosistem terumbu karang Pulau Lara untuk wisata snorkeling dan wisata diving. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data citra menunjukkan bahwa Pulau Lara memiliki luas ± 3,11 ha dengan luas ekosistem terumbu karangnya ± 5,02 ha. Potensi objek daya tarik wisata Pulau Lara berupa : panorama alam, perairan jernih, pantai pasir putih, ekosistem terumbu karang, potensi tenaga kerja, dan ekonomi. Ekosistem terumbu karang di kawasan Pulau Lara memiliki persentase penutupan karang sebesar 73,06% 88,46% (Baik) pada kedalaman 3 m dengan jumlah spesies ikan sebanyak 36 jenis dan sebesar 54,72% - 75,24% (Baik) pada kedalaman 7 m dengan jumlah spesies ikan karang sebanyak 41 jenis. Ekosistem terumbu karang Pulau Lara untuk peruntukan kegiatan ekowisata bahari khususnya wisata snorkeling dan wisata diving berada pada kategori cukup sesuai (S2). Kata kunci : Pulau Lara, terumbu karang, kesesuaian, dan ekowisata bahari Abstract This study aimed to analyze suitability and potential development of coral reef ecosystem in Lara Island for marine ecotourism activities such as for snorkeling and diving. Based on the research and interpretation of satellite image, it showed that Lara Island had approximately area 3.11 ha with extensive coral reefs ecosystems ± 5.02 ha. Potential objects of tourist attraction were panorama nature, clear waters, white sand beaches, coral reef ecosystem, labor, and economy. Coral reef ecosystem at depth of 3 m covered 73.06%-88.46% (good) with 36 reef fish species, while at depth of 7 m covered 54.72%-75.24% (good) with 41 reef fish species. Suitable analyses for ecotourism activities (snorkeling and diving) was in quite appropriate category (S2). Keywords : Lara Island, coral reef, suitability, and marine ecotourism Pendahuluan Pulau Lara merupakan salah satu pulau yang ada di Sulawesi Tenggara yang memiliki ekosistem terumbu karang. Secara administrasi Pulau Lara terletak di Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Ekosistem terumbu karang di pulau ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata. Ekosistem terumbu karang yang ada di Pulau Lara saat ini juga dimanfaatkan sebagai objek wisata. Wisata merupakan perjalanan ke suatu tempat untuk sementara waktu guna untuk memenuhi keinginan dan kepuasan diri. Menurut Fandeli (2001) wisata adalah perjalanan atau sebagai dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Namun, kegiatan wisata yang tidak bersifat konservatif dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan yang menjadi objek wisata tersebut. Untuk itu perlu adanya suatu bentuk wisata yang berbasis pada kepada kelestarian lingkungan dan sosial budaya masyarakat atau dikenal dengan ekowisata bahari. Ekowisata bahari merupakan bentuk pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi (Ketjulan, 2011). Konsep ekowisata tidak mengedepankan faktor pertumbuhan ekonomi, melainkan menjaga keseimbangan antara kegiatan pemanfaatan dan kelestarian sumber daya (Yulianda, 2007). Lanjut Latupapua (2008) mengatakan bahwa Ekowista merupakan konsep dan istilah yang menghubungkan Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 01 No. 01 (49 60) ISSN : 2303-3959

Transcript of 5

Page 1: 5

49 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

Kajian Potensi Kawasan dan Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Lara

Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari

Suitability and Potential Study of Coral Reef Ecosystem for Development of Marine Ecotourism

in Lara Island

Arip Bayu Adi*), Ahmad Mustafa**), dan Romy Ketjulan***)

Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan FPIK Universitas Haluoleo

Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232 e-mail: *[email protected], **[email protected], *** [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi kawasan Pulau Lara untuk pengembangan ekowisata bahari

dan kesesuaian ekosistem terumbu karang Pulau Lara untuk wisata snorkeling dan wisata diving. Berdasarkan

hasil penelitian dan analisis data citra menunjukkan bahwa Pulau Lara memiliki luas ± 3,11 ha dengan luas

ekosistem terumbu karangnya ± 5,02 ha. Potensi objek daya tarik wisata Pulau Lara berupa : panorama alam,

perairan jernih, pantai pasir putih, ekosistem terumbu karang, potensi tenaga kerja, dan ekonomi. Ekosistem

terumbu karang di kawasan Pulau Lara memiliki persentase penutupan karang sebesar 73,06% – 88,46% (Baik)

pada kedalaman 3 m dengan jumlah spesies ikan sebanyak 36 jenis dan sebesar 54,72% - 75,24% (Baik) pada

kedalaman 7 m dengan jumlah spesies ikan karang sebanyak 41 jenis. Ekosistem terumbu karang Pulau Lara

untuk peruntukan kegiatan ekowisata bahari khususnya wisata snorkeling dan wisata diving berada pada

kategori cukup sesuai (S2).

Kata kunci : Pulau Lara, terumbu karang, kesesuaian, dan ekowisata bahari

Abstract

This study aimed to analyze suitability and potential development of coral reef ecosystem in Lara Island for

marine ecotourism activities such as for snorkeling and diving. Based on the research and interpretation of

satellite image, it showed that Lara Island had approximately area 3.11 ha with extensive coral reefs ecosystems

± 5.02 ha. Potential objects of tourist attraction were panorama nature, clear waters, white sand beaches, coral

reef ecosystem, labor, and economy. Coral reef ecosystem at depth of 3 m covered 73.06%-88.46% (good) with

36 reef fish species, while at depth of 7 m covered 54.72%-75.24% (good) with 41 reef fish species. Suitable

analyses for ecotourism activities (snorkeling and diving) was in quite appropriate category (S2).

Keywords : Lara Island, coral reef, suitability, and marine ecotourism

Pendahuluan

Pulau Lara merupakan salah satu pulau

yang ada di Sulawesi Tenggara yang memiliki

ekosistem terumbu karang. Secara administrasi

Pulau Lara terletak di Kecamatan Moramo Utara

Kabupaten Konawe Selatan. Ekosistem terumbu

karang di pulau ini berpotensi untuk

dikembangkan menjadi objek wisata.

Ekosistem terumbu karang yang ada di

Pulau Lara saat ini juga dimanfaatkan sebagai

objek wisata. Wisata merupakan perjalanan ke

suatu tempat untuk sementara waktu guna untuk

memenuhi keinginan dan kepuasan diri. Menurut

Fandeli (2001) wisata adalah perjalanan atau

sebagai dari kegiatan tersebut yang dilakukan

secara sukarela serta bersifat sementara untuk

menikmati objek dan daya tarik wisata. Namun,

kegiatan wisata yang tidak bersifat konservatif

dan tidak dikelola dengan baik akan

menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan

yang menjadi objek wisata tersebut. Untuk itu

perlu adanya suatu bentuk wisata yang berbasis

pada kepada kelestarian lingkungan dan sosial

budaya masyarakat atau dikenal dengan

ekowisata bahari.

Ekowisata bahari merupakan bentuk

pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang

dikembangkan dengan pendekatan konservasi

(Ketjulan, 2011). Konsep ekowisata tidak

mengedepankan faktor pertumbuhan ekonomi,

melainkan menjaga keseimbangan antara

kegiatan pemanfaatan dan kelestarian sumber

daya (Yulianda, 2007). Lanjut Latupapua (2008)

mengatakan bahwa Ekowista merupakan

konsep dan istilah yang menghubungkan

Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 01 No. 01 (49 – 60) ISSN : 2303-3959

Page 2: 5

50 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

pariwisata dengan konservasi, ekowisata

sering dipahami sebagai pariwisata

berwawasan lingkungan, jenis wisata ini

merupakan salah bentuk pariwisata alternatif

yang menonjolkan tanggungjawab terhadap

lingkungan. Kegiatan pengembangan kawasan Pulau

Lara sebagai tujuan wisata bahari yang

dilakukan oleh pemerintah kabupaten Konawe

Selatan tentu saja akan membutuhkan data dan

informasi dalam pengembangannya agar

kegiatan pariwisata yang dilakukan berjalan

dengan baik dan tanpa merusak lingkungan.

Sesuai dengan pernyataan Tomboelu dkk. (2000)

mengatakan bahwa Dalam pengelolaan

sumber daya terumbu karang untuk kegiatan

wisata bahari harus adanya keseimbangan

antara konservasi dan ekonomi, sehingga

tidak terjadi konflik yang mengakibatkan

kerusakan sumber daya terumbu karang. Data dan informasi yang dibutuhkan yakni data

dan informasi tentang kondisi (potensi)

ekosistem terumbu karang yang ada sangat

penting. Untuk itu penelitian mengenai potensi

ekosistem terumbu karang Pulau Lara untuk

pengembangan ekowisata bahari penting untuk

dilakukan

Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis potensi kawasan Pulau Lara untuk

pengembangan ekowisata bahari dan kesesuaian

ekosistem terumbu karang Pulau Lara untuk

wisata snorkeling dan wisata diving. Manfaat

dari hasil penelitian ini yakni diperolehnya data

mengenai kondisi ekosistem terumbu karang

Pulau Lara dan diharapkan dapat menjadi

rujukan semua pihak khususnya pemerintah

daerah dan masyarakat Pulau Lara dalam

pengembangan ekowisata di daerah tersebut.

Bahan dan metode

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

April – Juni 2012. Lokasi penelitian bertempat

di kawasan perairan Pulau Lara Desa Wawatu

Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe

Selatan.

2. Penentuan Stasiun Penelitian

Penentuan titik stasiun dilakukan secara

sengaja (purposive sampling) yang didasarkan

pada pertimbangan bahwa lokasi stasiun yang

dipilih mewakili perairan kawasan Pulau Lara

secara keseluruhan Pengambilan data komunitas

karang dan ikan karang ditentukan secara

purposif sebanyak 3 titik, yang kemudian

koordinat titik tersebut ditetapkan dengan

bantuan GPS (Global Position System) (Gambar

1).

3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini

meliputi data tutupan komunitas karang, bentuk

pertumbuhan karang (lifeform), jenis ikan

karang, kedalaman perairan, kecepatan arus

perairan, kecerahan perairan, sosial ekonomi

masyarakat dan objek daya tarik wisata

(Tabel 1).

Tabel 1. Jenis data yang dibutuhkan, metode pengumpulan, peralatan yang digunakan dan

sumber data dalam penelitian

Komponen Data Metode Pengumpulan Data Alat/bahan yang digunakan

1 2 4

1. Tutupan komunitas karang

2. Jumlah lifeform

3. Jenis ikan karang

4. Kedalaman perairan

5. Kecepatan arus

6. Kecerahan perairan

7. Sosial ekonomi masyarakat

8. Objek daya tarik wisata

Survey dan interpretasi citra

Visual sensus

Visual sensus

Pengukuran di lapangan

Pengukuran di lapangan

Pengukuran di lapangan

Data sekunder

Wawancara kuisioner

SCUBA set, Data Satelit

SCUBA set

SCUBA set

Meter, GPS

Current meter

Sechhi disk

-

Page 3: 5

51 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Pulau Lara

Analisis Data

1. Analisi Potensi

Analisis luasan terumbu karang Pulau

Lara menggunakan data citra Alos tahun 2010

yang diolah dengan menggunakan program SIG

Arcview 3.3.

Persentase penutapan komunitas karang di

hitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (English, et al. 1997):

%Cover = Panjang total kelompok karang

Panjang Transek× 100%

Dengan demikian, dapat diketahui tingkat

kerusakan berdasarkan persentase penutupan

komunitas karang hidup. Kriteria persentase

tutupan komunitas karang yang digunakan,

berdasarkan Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 tentang

kriteria baku kerusakan terumbu karang dengan

kategori sebagai berikut:

1. Kategori rusak : 0 – 24.9 % ;

2. Kategori sedang : 25 – 49.9 %;

3. Kategori baik : 50 – 74.9 %;

4. Kategor baik sekali : 75 – 100 %.

St 3

St 3

St 1

St 3

St 2

P. Lara

Page 4: 5

52 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

Pengambilan data kondisi terumbu karang

dan ikan karang dilakukan pada kedalaman 3

meter dan 10 meter. Dua kedalaman tersebut

dianggap mewakili kondisi terumbu karang

karena biasanya karang tumbuh dengan baik

dan keragaman jenis karang tinggi pada

kedalaman tersebut.

Analisis objek daya tarik wisata dan

sosial ekonomi masyarakat yang ada di Pulau

Lara dilakukan menggunakan analisis deskriptif

yang diolah dari hasil pengamatan dan

wawancara menggunakan kuisioner terhadap

masyarakat setempat dan pengunjung yang

pernah mengunjungi Pulau Lara serta data

sekunder yang didapat dari Desa yang berupa

dokumen-dokumen terkait dengan sosial

ekonomi masyarakat setempat.

2. Analisis Kesesuaian

Analisis kesesuaian wisata menggunakan

Matriks kesesuaian disusun berdasarkan

kepentingan setiap parameter untuk mendukung

kegiatan pada daerah tersebut. Matriks

kesesuaian untuk wisata bahari kategori wisata

snorkeling dan diving dapat dilihat pada Tabel 2

dan 3.

Tabel 2. Matriks kesesuaian lahan untuk ekowiisata bahari kategori wisata snorkeling

(Yulianda, 2007)

No Parameter Bo

bot

Kategori

S1 Skor

Kategori

S2 Skor

Kategori

S3 Skor

Kategori

N Skor

1 Kecerahan

perairan (%) 5 100 3 80 - <100 2 20 - <50 1 <20 0

2 Tutupan

karang (%) 5 >75 3 >50 - 75 2 25 - 50 1 <25 0

3 Jumlah

lifeform 3 >12 3 <7 - 12 2 4 - 7 1 <4 0

4 Jenis ikan

karang 3 >50 3 30 - 50 2 10 - <30 1 <10 0

5 Kec. Arus

(cm/dt) 1 0 - 15 3 >15 - 30 2 >30 - 50 1 >50 0

6 Kedalaman

karang (m) 1 1 - 3 3 >3 - 6 2 >6 - 10 1

>10

<1 0

7 Lebar

hamparan

karang (m)

1 >500 3 >100 - 500 2 20 - 100 1 <20 0

Keterangan : - Jumlah = Skor x bobot - Nilai maksimum = 57

Tabel 3. Matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata diving (Yulianda, 2007)

No Parameter Bo

bot

Kategori

S1 Skor

Kategori

S2 Skor

Kategori

S3 Skor

Kategori

N Skor

1 Kecerahan

perairan

(%)

5 >80 3 50 - 80 2 20 - <50 1 <20 0

2 Tutupan

karang (%) 5 >75 3 >50 - 75 2 25 - 50 1 <25 0

3 Jumlah

lifeform 3 >12 3 <7 - 12 2 4 - 7 1 <4 0

4 Jenis ikan

karang 3 >100 3 50 - 100 2 20 - 50 1 <20 0

5 Kedalaman

karang (m) 1 6 - 15 3 15 - 20 2 >20 - 30 1 >30 0

6 Arus

(cm/dt) 1 0 - 15 3 >15 - 30 2 >30 - 50 1 >50 0

Keterangan : - Jumlah = Skor x bobot - Nilai maksimum = 54

Analisis kesesuaian lahan dilakukan

untuk mengetahui kesesuaian kawasan untuk

pengembangan wisata. Ini dilakukan untuk

melihat kemampuan suatu wilayah dalam

mendukung kegiatan yang dilakukan di

kawasan tersebut. Rumus yang digunakan

untuk kesesuaian wisata bahari menurut

Yulianda (2007) adalah sebagai berikut :

IKW = ∑[Ni/Nmaks] x 100%

Page 5: 5

53 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

dimana :

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata;

Ni = Nilai Parameter Ke-I (bobot x skor);

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori

wisata.

Dari hasil dari perhitungan indeks

kesesuaian wisata ini maka dapat dilihat kelas

kesesuaian kawasannya (Yulianda, 2007)

dengan kategori sebagai berikut:

1. Sangat sesuai (S1) : 83 – 100 % ;

2. Cukup sesuai (S2) : 50 – <83 % ;

3. Sesuai bersyarat (S3) : 17 – <50 % ;

4. Tidak sesuai (N) : <17 % .

Hasil

Secara geografis , pulau ini terletak antara

4006’05,7”-5

005’59,0’’ LS dan 122

040’04,7”-

122040’0,48” BT. Pulau ini terletak di dalam

Teluk Staring. Luas pulau ini ± 3,11 ha yang

ditumbuhi dengan pohon pisang, pohon asam,

pohon jeruk, kelapa, mangga, dan berbagai jenis

vegetasi liar.

Kondisi topografi Pulau Lara merupakan

pulau berbukit dan ditumbuhi hutan tropis

dengan tanaman keras yang masih alami. Pulau

ini di kelilingi dengan batu cadas dengan

kondisi pantai yang curam kecuali disisi sebelah

barat mempunyai pantai pasir putih dengan

panjang ± 160 m dan lebar sekitar 8 m.

Pulau Lara tidak memiliki penghuni,

masyarakat hanya datang ke perairan di sekitar

pulau ini untuk memancing. Saat ini Pulau Lara

juga sudah dijadikan sebagai salah satu tujuan

wisatawan lokal yang berasal dari kota kendari

untuk rekreasi, umumnya kegiatan yang mereka

lakukan di pulau ini yakni berenang, duduk-

duduk santai di pinggir pantai yang terletak di

sisi barat pulau sambil menikmati indahnya

hamparan laut dengan degradasi warna hijau

hingga kebiruan serta pemandangan Gunung

Moramo dengan hutannya yang masih alami

dan ada juga yang bersnorkeling.

Aksesibilitas ke Pulau Lara cukup mudah,

untuk menuju ke pulau ini dapat ditempuh

dalam waktu ± 15 menit dari Desa Wawatu

dengan menggunakan perahu bermotor

bermuatan 15 orang dengan biaya yang

ditawarkan Rp. 20.000,- per orang untuk setiap

penyebrangan. Sarana dan prasarana yang

menunjang kegiatan wisata di pulau ini masih

sangat minim, belum tersedia sumber air bersih,

dan rumah-rumah untuk menyimpan barang-

barang atau tempat bersantai juga belum ada.

1. Analisis Potensi

a. Objek daya tarik wisata

Berdasarkan hasil pengamatan di

lapangan dan juga hasil wawancara dengan

menggunakan kuisioner terhadap pengunjung

dan masyarakat yang pernah mengunjungi

Pulau Lara bahwa objek yang menjadi daya

tarik bagi mereka untuk mengunjungi Pulau

Lara yakni panorama alam di kawasan pulau

yang menawarkan berbagai macam objek mulai

dari suasana pulau, pantai berpasir putih, hingga

keindahan terumbu karangnya. Kondisi dari

objek daya tarik wisata yang ada di Pulau Lara

menurut para responden dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Pendapat responden mengenai kondisi objek daya tarik wisata pulau lara

No Objek Daya Tarik Wisata

Kondisi

Buruk sekali

(%)

Buruk

(%)

Sedang

(%)

Baik

(%)

Baik sekali

(%)

1 Panorama Alam

6,67 36,67 16,67 40,00

2 Perairan Jernih 6,67 6,67 23,33 46,67 23,33

3 Terumbu Karang 6,67 6,67 40,00 40,00 6,67

4 Pasir Putih

20,00 33,33 30,00 16,67

5 Vegetasi/tumbuhan darat 10,00 30,00 30,00 16,67 13,33

6 Keanekaragaman biota air 3,33 13,33 50,00 23,33 10,00

7 Cuaca 3,33 10,00 50,00 26,67 10,00

8 Padang Lamun 6,67 30,00 40,00 13,33 10,00

Page 6: 5

54 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

b. Ekosistem Terumbu Karang

Secara umum berdasarkan hasil

pengamatan terumbu karang di Pulau Lara

termasuk tipe terumbu karang tepi (fringing

reef), dari arah pantai menuju tubir membentuk

paparan (reef flat). Berdasarkan analisis dari

Citra Alos (2010) menggunakan ArcView 3.3

diperoleh total luasan karang di Pulau Lara

yaitu ± 5,02 ha.

Penelitian kondisi terumbu karang di

perairan pesisir Pulau Lara dilaksanakan di 3

(tiga ) stasiun pengamatan pada kedalaman 3

meter dan 7 meter. Hasil pendataan tutupan

biota dan substrat untuk masing-masing

kategori yaitu karang keras (hard coral), karang

mati (dead coral), algae, biota lain (other biota),

dan abiotik di setiap stasiun pada kedalaman 3

meter dan 7 meter.

Pada kedalaman 3 meter hard coral

memiliki tutupan rata-rata tertinggi yaitu

sebesar 80,9%, kemudian abiotik sebesar

9,31%, dan disusul dengan biota lain sebesar

7,49%, dead coral sebesar 3,45% dan terakhir

yang tidak ditemukan sama sekali pada ketiga

stasiun yakni algae. Sedangkan pada kedalaman

7 meter persentase tutupan biota dan substrat

pada hard coral lebih rendah dari pada

kedalaman 3 meter yakni dengan memiliki

tutupan rata – rata tertinggi hard coral yaitu

sebesar 64,82%, kemudian abiotik sebesar

26,57%, dan selanjutnya dead coral sebesar

6,40%, biota lain sebesar 6,02%, dan terakhir

algae dengan tutupan rata-rata terendah hanya

sebesar 1,36%. (Tabel 5 dan 6).

Jumlah jenis ikan karang yang

diidentifikasi pada kedalaman 3 meter dan 7

meter pada setiap titik pengamatan cukup

bervariasi. Pada kedalaman 3 meter jumlah jenis

ikan karang berkisar antara 17-27 jenis,

sedangkan pada kedalaman 7 meter jumlah jenis

ikan karang berkisar antara 19-22 jenis (Gambar

2).

Tabel 5. Persentase tutupan biota dan substrat pada kedalaman 3 meter

Stasiun Tutupan Biota dan Substrat (%)

Hard Coral Dead Coral Algae Biota Lain Abiotik

I 73,06 3,44 - 6,58 16,92

II 88,46 3,46 - 2,74 5,34

III 81,18 - - 13,14 5,68

Rata-rata 80,9 3,45 - 7,49 9,31

Tabel 6. Persentase tutupan biota dan substrat pada kedalaman 7 meter

Stasiun Tutupan Biota dan Substrat (%)

Hard coral Dead Coral Algae Biota Lain Abiotik

I 75,24 - - 0,68 24,08

II 64,50 6,40 - 7,02 22,08

III 54,72 - 1,36 10,36 33,56

Rata-rata 64,82 6,40 1,36 6,02 26,57

Gambar 2. Jumlah ikan karang di setiap stasiun pengamatan

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3

Ju

mla

h s

pes

ies

ika

n k

ara

ng

Stasiun Pengamatan

3 meter

7 meter

Page 7: 5

55 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

28.77%

66.67%

4.56%

Umur 0 - 15

Umur 16 – 55

Umur 55 dst

c. Sosial Ekonomi Masyarakat

Dari data Desa Wawatu tahun 2010 luas

wilayah Desa Wawatu 949,5 ha, dengan jumlah

penduduk sebanyak 1338 jiwa yang terdiri dari

319 kepala keluarga. Jika dilihat dari rasio

kelaminnya, jumlah penduduk laki-laki lebih

sedikit dari jumlah penduduk perempuan

(Gambar 3). Selain itu, data jumlah penduduk

menurut kategori umur juga sangat penting

untuk diketahui guna mengetahui jumlah

kelompok umur yang masih produktif yang

berada di kawasan tersebut (Gambar 4).

Menurut tingkat pendidikan penduduk di

Desa Wawatu yang berusia 7-56 tahun,

beberapa ada yang masih buta huruf karena

tidak pernah bersekolah dan ada juga yang

pernah bersekolah tetapi tidak tamat (Tabel 7).

Sedangkan berdasarkan mata pencaharian

pokoknya, penduduk Desa Wawatu dapat

dikelompokkan menjadi 5, yaitu petani,

nelayan, PNS/TNI, pengusaha kecil menengah,

dan karyawan swasta (Tabel 8).

Gambar 3. Jumlah penduduk Desa Wawatu berdasarkan jenis kelamin

Gambar 4. Persentase penduduk Desa Wawatu berdasarkan kelompok umur

Tabel 7. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Wawatu

No Pendidikan terakhir Persentase (%)

1 Tidak Pernah Sekolah 18.67

2 SD/Sederajat 41.52

3 SMP/Sederajat 27.28

4 SMA/Sederajat 10.57

5 D2 dan S1 1.96

Jumlah 100

0

100

200

300

400

500

600

700

800

Laki-laki Perempuan

Ju

mla

h P

end

ud

uk

(O

ran

g)

Page 8: 5

56 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

Tabel 8. Mata pencaharian pokok penduduk Desa Wawatu

No Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Petani 623 83.07

2 Nelayan 94 12.53

3 PNS/TNI 19 2.53

4 Pengusaha Kecil menengah 13 1.73

5 karyawan swasta 1 0.13

Jumlah 750 100

Pembahasan

1. Analisis Potensi

a. Objek Daya Tarik Wisata

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa objek

daya tarik wisata yang ada di Pulau Lara cukup

banyak dengan mayoritas responden mengatakan

kondisinya baik pada beberapa objek daya tarik

wisata seperti perairan jernih dan terumbu

karang, serta mayoritas responden juga

mengatakan baik sekali pada panorama alamnya.

Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan

dimana perairannya sangat jernih dan kondisi

terumbu karangnya masih cukup baik.

Panorama alam yang dapat dilihat saat

mengunjungi pulau ini juga sangat luar biasa,

ketika dalam perjalanan meunuju pulau ini

dimulai dari hamparan Perairan Teluk Staring

yang tenang dan memiliki degradasi warna yang

indah, dengan latar Pegunungan Laonti dan

Pegunungan Moramo yang dapat dilihat pada

pagi, siang hingga sore hari saat cuaca cerah.

Selama perjalanan menuju pulau, wisatawan

juga dapat menikmati jernihnya air laut dengan

dihiasi indahnya komunitas terumbu karang

yang dapat dilihat langsung dari atas perahu saat

cuaca cerah di pagi dan siang hari.

Cukup banyaknya objek daya tarik wisata

yang dapat dinikmati di Pulau Lara yang

memiliki kondisi yang baik yang merupakan

suatu potensi yang sangat baik sehingga

pengembangan pulau tersebut menjadi kawasan

ekowisata bahari cukup baik untuk dilakukan.

b. Ekosistem Terumbu Karang

Persentase tutupan komunitas karang

diperairan Pulau Lara rata-rata mencapai 80,9 %

di kedalam 3 meter dimana menurut Kepmeneg

LH No. 04 Tahun 2001 termasuk kedalam

kondisi baik sekali, dan 64,82 % pada

kedalaman 7 m dimana menurut Kepmeneg LH

No. 04 Tahun 2001 termasuk baik. Secara

keseluruhan jumlah lifeform yang ditemukan di

perairan Pulau Lara berjumlah 16 lifeform. Pada

kedalaman 3 m terdapat 15 lifeform, sedangkan

pada kedalaman 7 meter tedapat 11 lifeform.

Keanekaragaman bentuk pertumbuhan (lifeform)

karang yang berhasil diidentifikasi sebanyak 8

lifeform karang keras (Hard Coral), yakni

Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate

(ACT), Coral Branching (CB), Coral Encrusting

(CE), Coral Foliose (CF), Coral Masive (CM),

dan Coral Mushrom (CMR). Jenis lifeform

karang lainnya yang merupakan penyusun

ekosistem terumbu karang adalah Soft Coral

(SC), Alga Assemblage (AA), Sponge (SP), dan

Other (OT). Jenis ikan karang yang ditemukan

sebanyak 49 jenis, yang terdiri dari 16 famili.

Jenis lifeform karang juga penting untuk

diketahui dalam wisata bahari, hal ini sejalan

dengan pernyataan Plathong et al. (2000) dalam

wisata bahari jenis lifeform karang dibutuhkan

sebagai variasi yang dapat dinikmati di bawah

laut. Hal ini penting untuk diketahui untuk

mengetahui karakteristik dari masing-masing

daerah penyelaman karena setiap jenis lifeform

memiliki daya tarik yang berbeda. Selain itu

lifeform karang juga memiliki tingkat kerentanan

yang berbeda-beda terhadap kerusakan yang

dapat disebabkan oleh kegiatan snorkeling dan

diving.

Baiknya kondisi terumbu karang yang ada

di Pulau Lara merupakan suatu potensi yang

sangat besar bila pulau ini dikembangkan ebagai

objek wisata bahari karena menurut

Supriharyono (2007), terumbu karang

mempunyai nilai keindahan yang tak perlu

diragukan. Andalan utama wisata bahari yang

banyak dinikmati oleh wisatawan adalah

keindahan dan keunikan dari terumbu karang.

Terumbu karang dapat dimanfaatkan sebagai

objek wisata bahari karena memiliki nilai

estetika yang tinggi.

Tingginya persentase live hard coral cover

pada setiap stasiun pada kedalaman 7 m dan 3 m

juga sangat baik dalam mendukung

pengembangan wisata bahari di wilayah tersebut.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Williams dan

Polunin (2000) yang mengatakan bahwa

Page 9: 5

57 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

Persentase live hard coral cover adalah

persentase dari jumlah karang keras hidup di

suatu lokasi, hal ini diketahui dapat berpengaruh

terhadap minat berekreasi wisatawan untuk

berkunjung ke suatu lokasi penyelaman. Lanjut

Shaffer dan Inglis (2000), mengatakan

bahwa semua komponen yang berhubungan

dengan karang dan ikan sangat

meningkatkan kepuasan pengunjung.

Selanjutnya dijelaskan bahwa yang paling

mempengaruhi kepuasan pengunjung adalah

jenis ikan karang, ukuran karang, dan

banyaknya jenis karang. Dari survey lapangan yang dilakukan

selama penelitian di Pulau Lara, kawasan Pulau

Lara memiliki beberapa spot-spot yang bisa

dijadikan lokasi untuk melakukan kegiatan

wisata bahari seperti snorkeling, diving,

mancing, berenang dan berperahu di pulau

tersebut. Lokasi yang direkomendasikan untuk

kegiatan snorkeling yakni dapat dilakukan pada

ketiga stasiun penelitian, namun spot yang

paling direkomendasikan pada saat cuaca cerah

dan perairan tenang yakni pada stasiun 3 karena

memiliki lebar hamparan karang yang paling

besar dengan kondisi karang yang baik. Pada

saat perairan tidak terlalu tenang stasiun 1 yang

baik untuk kegiatan snorkeling karena stasiun

ini berada di sebelah barat yang memiliki

perairan yang tetap tenang walaupun perairan

lain tidak begitu tenang karena terlindungi oleh

pulau. Kegiatan snorkeling ini juga harus

diawasi dan dikelola dengan baik karena

kegiatan ini dapat memberikan ancaman

terhadap ekosistem, hal ini didukung oleh

pernyataan Claudet et al., (2010) yang

mengatakan bahwa kegiatan snorkeling yang

terpusat disuatu area akan meningkatkan

ancaman terhadap habitat dan spesies di area

tersebut.

Lokasi yang direkomendasikan untuk

kegiatan diving dapat dilakukan pada daerah

tubir di setiap stasiun, namun spot yang paling

direkomendasikan yakni pada stasiun 2 dimana

pada stasiun ini dapat ditemukan nudibranch

yang merupakan organisme yang sering dicari

oleh para penyelam saat mereka menyelam

karena keindahannya. Namun, lokasi

penyelaman ini harus di kelola dan dijaga

dengan baik oleh pengelola maupun penyelam

agar tidak merusak terumbu karang yang ada, hal

ini didukung oleh pernyataan Tratalos dan

Austin (2001) bahwa kegiatan penyelaman

memberikan dampak yang signifikan terhadap

area yang menjadi daerah penyelaman, dimana

penutupan karang keras dan karang lunak

menjadi menurun serta banyak ditemukan

patahan karang dan karang mati, sehingga perlu

adanya pengelolaan yang lebih baik terhadap

kegiatan penyelaman di daerah yang menjadi

spot penyelaman. Untuk kegiatan berenang di

pulau ini dapat dilakukan pada stasiun 1 yang

memiliki perairan yang tenang dan memiliki

pantai berpasir untuk istirahat setelah berenang.

Bagi para wisatawan yang hobi

memancing di pulau ini kegiatan memancing

dapat dilakukan di sisi timur pulau yang

merupakan daerah yang sering dijadikan spot

memancing oleh nelayan dan letaknya berada di

luar dari wilayah daerah perlindungan laut

(DPL) Desa Wawatu yang ada di Pulau Lara.

Bagi wisatawan yang ingin berperahu dapat

dilakukan di sisi barat pulau, dan wisatawan

yang memiliki cukup tenaga juga dapat

berperahu mengelilingi pulau saat perairan

tenang dan cuaca cerah.

c. Sosial Ekonomi Masyarakat

Jika dilihat dari Gambar 2 jumlah

penduduk perempuan lebih banyak dari jumlah

penduduk laki-laki. Banyaknya jumlah

penduduk perempuan menjadi keuntungan bagi

Desa Wawatu, karena angkatan kerja perempuan

sangat mendukung dalam pengembangan dan

kegiatan ekowisata. Potensi peran serta tenaga

kerja perempuan dalam mendukung kawasan

wisata adalah dalam mengelola usaha kuliner

atau kerajinan dan cinderamata.

Data karakteristik penduduk Desa Wawatu

menunjukkan bahwa penduduk yang termasuk

dalam kelompok usia produktif sangat besar

yang dapat dilihat pada Gambar 4, hal ini dapat

menjadi keunggulan di kawasan Pulau Lara

karena ketersediaan sumber daya manusia yang

cukup banyak yang mendukung bagi kegiatan

ekowisata. Namun, masih rendahnya latar

belakang pendidikan penduduk yang dapat

dilihat pada Tabel 7 membuat adanya

keterbatasan pengetahuan, sehingga perlu

adanya upaya peningkatan kualitas sumber daya

manusia, misalnya dengan kegiatan pelatihan

dan pembekalan keterampilan bagi masyarakat

Desa Wawatu. Maka dari itu, pengembangan

kegiatan ekowisata di kawasan Pulau Lara yang

menjadi bagian dari wilayah Desa Wawatu

diharapkan dapat menyediakan lapangan

pekerjaan baru dan dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat.

Dari data yang ada pada Tabel 8 dapat

dilihat bahwa hanya sebagian kecil masyarakat

di Desa Wawatu yang mata pencaharian

pokoknya sebagai nelayan (12,53%). Mayoritas

mata pencaharian pokok penduduk sebagai

Page 10: 5

58 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

petani (83,07%) baik sebagai petani pengusaha

ataupun buruh tani. Hal ini didukung oleh

luasnya wilayah perkebunan di Desa Wawatu

yang mencapai 487 ha atau 51,29% dari luas

total desa. Dengan komoditas tanaman pangan

seperti padi, jagung, dan komoditas buah-buahan

seperti mangga dan kelapa, namun saat ini cukup

banyak petani atau buruh tani yang beralih

profesi sebagai pemecah batu.

Banyaknya jumlah petani dan nelayan

yang ada juga dapat diarahkan untuk mendukung

kegiatan pariwisata. Petani dapat mendukung

kegiatan pariwisata seperti dengan memulai

usaha kuliner sebagai usaha sampingan,

sedangkan nelayan dapat menjadi pemandu

wisata, serta sebagai pembawa perahu dan juga

dapat membuat usaha budidaya ikan yang hasil

dapat di jual ke wisatawan yang berkunjung.

d. Aspek Pendidikan dan Konservasi

Aspek pendidikan dan konservasi pada

ekowisata bahari merupakan aspek yang penting

karena ekowisata bukan hanya kegiatan yang

memanfaatkan jasa lingkungan tapi juga

memperhatikan pengelolaan kelestarian

lingkungan dan aspek pendidikan terhadap

lingkungan.

Dalam kaitannya dengan aspek pendidikan

kawasan Pulau Lara selama ini dijadikan sebagai

lokasi penelitian ekosistem terumbu karang.

Selain itu, Pulau Lara juga dijadikan sebagai

lokasi kunjungan lapangan (field trip) oleh

siswa-siswi SMA (Sekolah Menengah Atas) dari

kota Kendari. Kegiatan kunjungan lapangan

siswa – siswi SMA ini di Pulau Lara yaitu

pengenalan terhadap biota-biota laut yang ada di

pulau tersebut.

Pulau Lara berpotensi menjadi lokasi

pendidikan lingkungan yang diintegrasikan

dengan kegiatan ekowisata. Kegiatan seperti

pengenalan biota-biota laut seperti ikan-ikan

karang, kerang, kima, hingga ekosistem terumbu

karang dapat diilakukan di pulau ini. Bentuk

kegiatan lain yang dapat dilakukan dengan

membuat poster biota laut yang ada di pulau

tersebut, brosur dan kegiatan study tour ke

Pulau Lara.

Dalam aspek konservasi kawasan Pulau

Lara ditetapkan sebagai DPL (Daerah

Perlindungan Laut) desa Wawatu pada tahun

2011 dengan persetujuan bersama dari Badan

Permusyawaratan Desa Wawatu dengan Kepala

Desa Wawatu. Kegiatan yang boleh dilakukan

di DPL ini hanya berdasarkan Pasal 6 ayat 4 dari

Peraturan Desa mengenai DPL Desa Wawatu ini

yaitu kegiatan Penelitian, Pendidikan, dan

Wisata. Objek yang dilindungi dari penetapan

DPL Desa Wawatu ini yakni ekosistem terumbu

karang yang berada di dalam wilayah DPL

tersebut. Namun, hal ini belum begitu efektif

dalam melindungi ekosistem terumbu karang

yang ada. Kenyataannya, penggunaan bahan

peledak dalam melakukan penangkapan ikan di

sekitar Pulau Lara masih terjadi.

Kegiatan ekowisata di Pulau Lara baik

untuk dilakukan karena selain memperhatikan

kesejahteraan masyarakat juga yang terpenting

melindungi objek dari wisata itu yakni ekosistem

terumbu karang. Penetapan dive site juga baik

untuk dilakukan untuk menjaga wilayah-wilayah

tertentu agar tidak terganggu oleh kegiatan

wisata diving. Selain itu, peningkatan

pengawasan berbasis masyarakat diharapkan

dapat membantu dalam menjaga dan

menegakkan peraturan yang telah di buat dalam

Perda Desa Wawatu tentang DPL Desa Wawatu.

2. Kesesuaian Wisata

a. Kesesuaian untuk Wisata Snorkeling

Berdasarkan hasil perhitungan indeks

kesesuaian wisata yang disajikan pada Tabel 11

ketiga stasiun penelitian termasuk dalam

kategori S2 (cukup sesuai) yang berarti masih

ada beberapa faktor bagi kesesuaian wisata

tersebut yang masih minim dan menjadi faktor

pembatas bagi kesesuaian kawasan untuk

dijadikan kawasan wisata. Faktor yang masih

minim dan menjadi faktor pembatas pada setiap

stasiun yakni pada stasiun 1 parameter tutupan

karang, jenis ikan karang, dan lebar hamparan

karang, pada stasiun 2 dan 3 yakni parameter

jumlah lifeform, jenis ikan karang, dan lebar

hamparan karang. Keempat parameter tersebut

masih dapat ditingkatkan kualitasnya agar tidak

lagi menjadi faktor pembatas yaitu dengan

melakukan transplantasi terumbu karang untuk

meningkatkan tutupan karang, jumlah lifeform

dan lebar hamparan karangnya serta melakukan

pelarangan penangkapan ikan karang di sekitar

kawasan Pulau Lara untuk menjaga jumlah jenis

ikan karang yang ada di kawasan terumbu

karang tersebut.

b. Kesesuaian untuk Wisata Diving

Berdasarkan hasil perhitungan indeks

kesesuaian wisata yang disajikan pada Tabel 12

bahwa pada stasiun 1 termasuk kategori S1

(sangat sesuai) untuk kegiatan wisata diving

namun masih ada beberapa parameter yang

memiliki nilai dibawah standar kesesuaian

kawasan untuk kategori S1 yakni pada parameter

jumlah lifeform dan jenis ikan karang. Kedua

Page 11: 5

59 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

parameter ini masih bisa ditingkatkan

kualitasnya dengan melakukan transplantasi

terumbu karang yang dapat meningkatkan

jumlah lifeform dan melakukan pelarangan

penangkapan ikan karang dikawasan terumbu

karang Pulau Lara.

Pada stasiun 2 dan 3 termasuk kategori S2

(cukup sesuai) yang berarti masih ada beberapa

faktor bagi kesesuaian wisata tersebut yang

masih minim dan menjadi faktor pembatas bagi

kesesuaian kawasan untuk dijadikan kawasan

wisata. Faktor yang masih minim dan menjadi

faktor pembatas pada kedua stasiun tersebut

yakni parameter tutupan karang, jumlah lifeform,

dan jenis ikan karang. Sama halnya dengan

stasiun 1 peningkatan kualitas pada ketiga

parameter pada stasiun 2 dan 3 juga masih dapat

dilakukan seperti dengan melakukan

transplantasi terumbu karang dan pelarangan

penangkapan ikan karang di kawasan terumbu

karang Pulau Lara.

Tabel 11. Nilai indeks kesesuaian wisata snorkeling

Tabel 12. Nilai indeks kesesuaian wisata diving

No Parameter Bobot Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Hasil Skor Ni Hasil Skor Ni Hasil Skor Ni

1 Kecerahan

perairan (%) 5 100 3 15 100 3 15 100 3 15

2 Tutupan

karang (%) 5 75.24 3 15 64.1 2 10 54.72 2 10

3 Jumlah

lifeform 3 7 2 6 10 2 6 11 2 6

4 Jenis ikan

karang 3 20 1 3 22 1 3 19 0 0

5 Kec. Arus

(cm/dt) 1 2.35 3 3 3.77 3 3 3.77 3 3

6 Kedalaman

karang (m) 1 7 3 3 7 3 3 7 3 3

Total 45 40 37

Indeks kesesuaian wisata

(%)

83.33 74.07 68.52

Tingkat kesesuaian S1 S2 S2

No Parameter Bobot Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Hasil Skor Ni Hasil Skor Ni Hasil Skor Ni

1 Kecerahan

perairan (%) 5 100 3 15 100 3 15 100 3 15

2 Tutupan

karang (%) 5 73.06 2 10 81.2 3 15 81.18 3 15

3 Jumlah

lifeform 3 13 3 9 8 2 6 8 2 6

4 Jenis ikan

karang 3 17 1 3 19 1 3 19 1 3

5 Kec. Arus

(cm/dt) 1 2.35 3 3 3.77 3 3 3.77 3 3

6 Kedalaman

karang (m) 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3

7

Lebar

hamparan

karang (m)

1 26.85 1 1 52.1 1 1 52.06 1 1

Total 44 46 46

Indeks kesesuaian wisata (%) 77.19 80.7 80.7

Tingkat kesesuaian S2 S2 S2

Page 12: 5

60 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU

Dari data yang didapatkan dan pengamatan

di lapangan pengembangan ekowisata bahari di

Pulau Lara cukup potensial namun untuk

menjamin keberlanjutan kegiatan tersebut

perindungan terhadap ekosistem terumbu karang

yang menjadi obyeknya perlu untuk dilakukan.

Hal ini didukung oleh Arifin dkk. (2002) yang

menyatakan bahwa untuk menjamin kelangsungan

dan keberlanjutan kegiatan pariwisata bahari,

diperlukan perlindungan terhadap ekosistem

terumbu karang dan membentuk suatu blok

perlindungan. Lanjut Orams (2002) mengatakan

bahwa kegiatan ekowisata seharusnya tidak

didasarkan pada pertumbuhan, ukuran atau

keuntungan, melainkan kesuksesannya seharusnya

dilihat dari fokusnya terhadap keberlanjutan dan

kontribusi terhadap kesehatan dan kelangsungan

hidup lingkungan itu.

Simpulan

Pulau Lara memiliki luas ± 3,11 ha dengan

potensi ekosistem terumbu karangnya seluas ±

5,02 ha dengan Potensi kawasan di sekitar Pulau

Lara untuk pengembangan ekowisata berupa:

pemandangn alam, perairan jernih, terumbu

karang, ikan karang, dan potensi tenaga kerja.

Ekosistem terumbu karang di kawasan

Pulau Lara memiliki persentase penutupan karang

sebesar 73,06%-88,46% (baik) pada kedalaman 3

m dengan jumlah spesies ikan sebanyak 36 jenis

dan sebesar 54,72%-75,24% (baik) pada

kedalaman 7 m dengan jumlah spesies ikan

karang sebanyak 41 jenis.

Tingkat Kesesuaian ekosistem terumbu

karang Pulau Lara untuk peruntukan kegiatan

ekowisata bahari khususnya wisata snorkeling dan

wisata diving umumnya berada pada kategori

cukup sesuai (S2).

Persantunan

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Prof. Dr. Ir. La ode Muh. Aslan, M.Sc.,

dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Kepada dan staf Laboratorium Perikanan serta

teman-teman, atas bantuannya selama penelitian.

Daftar Pustaka

Arifin, T., Bengen, D.G., Pariwono, J.J. 2002.

Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Teluk

Palu untuk Pengembangan Pariwisaata

Bahari. Jurnal Pesisir dan Lautan, 4 (2): 25-

35.

Claudet, J., Lenfant, P., Schrimm, M., 2010.

Snorkelers Impact on Fish Communities and

Algae in a Temperate Marine Protected Area.

Journal Biodiversity and Conservation, 19 (6):

1649-1958.

English, S.C., Wilkinson, V., Baker, 1997. Survey

Manual for Tropical Marine Resources.

ASEAN-Australian Marina Science Project :

Living Coastal Resources. Australian Institute

of Marine Science, Townsville. Australia. 390

hal.

Fandeli, C., 2001. Pengertian dan Kerangka Daras

Pariwisata dalam Fandeli, C. (ed). 2001.

Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan

Alam. Editor Liberty. Yogyakarta. 35 hal.

Kepmeneg LH NO. 04 Tahun 2001 Tentang Kriteria

Baku Kerusakan Terumbu Karang. 11 hal.

Ketjulan, R., 2011. Daya Dukung Perairan Pulau

Hari sebagai Obyek Ekowisata Bahari. Jurnal

Aqua Hayati, 7 (3): 183-188.

Latupapua, Y.T., 2008. Studi Potensi Kawasan dan

Pengembangan Ekowisata di Tual Kabupaten

Maluku Tenggara. Jurnal Ichsan Gorontalo,3

(1): 1360-1375.

Orams, M.B., 2002. Marine Ecotourism as a

Potential Agent for Sustainable Development

in Koikoura, New Zeland. Journal of

Sustainable Development,5 (3): 338-352.

Plathong S., Inglis G.J., Huber M., 2000. Effects of

Self-Guide Snorkeling Trails on Corals in a

Tropical Marine Park. Journal Conservation

Biology, 14 (6): 1821-1830.

Shaffer SC., Inglish GJ., 2000. Influence of Social

Biophysical, and Managerial Condition on

Tourism Experiences Within the Great Barrier

Reef World Heritage Area. Journal

Environmental Management, 26 (1): 73-87.

Supriharyono, 2007. Pengelolaan Ekosistem

Terumbu Karang. Djambatan. Jakarta. 129

hal.

Tomboelu, N., Bengen, D.G., Nikijuluw, V.P.H.,

Idris, I., 2000. Analisis Kebijakan

Pengelolaan Sumber daya Terumbu Karang di

Kawasan Bunaken dan Sekitarnya. Jurnal

Pesisir dan Lautan, 3 (1): 51-67.

Tratalos, J.A.,Austin, T.J., 2001. Impact of

Recreational SCUBA Diving on Coral

Communities of The Caribbean Island of

Grand Cayman. Journal Biological

Conservation, 10 (1): 67-75.

Williams, I., Polunin, N., 2000. Differences between

protected and unprotected reefs of the western

Caribbean in attributes preferred by dive

tourist. Journal Environmental Conservation

27 (2): 382-391.

Yulianda, F., 2007. Ekowisata Bahari sebagai

Alternatif Pemanfaatan Sumber daya Pesisir

Berbasis Konservasi. Makalah Disampaikan

pada Seminar Sains 21 Februari 2007.

Departemen MSP. FPIK. IPB. Bogor. 19 hal.

Page 13: 5

61 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU