5
-
Upload
yaya-kelautan-stitek -
Category
Documents
-
view
19 -
download
3
Transcript of 5
49 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Kajian Potensi Kawasan dan Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Lara
Untuk Pengembangan Ekowisata Bahari
Suitability and Potential Study of Coral Reef Ecosystem for Development of Marine Ecotourism
in Lara Island
Arip Bayu Adi*), Ahmad Mustafa**), dan Romy Ketjulan***)
Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan FPIK Universitas Haluoleo
Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232 e-mail: *[email protected], **[email protected], *** [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi kawasan Pulau Lara untuk pengembangan ekowisata bahari
dan kesesuaian ekosistem terumbu karang Pulau Lara untuk wisata snorkeling dan wisata diving. Berdasarkan
hasil penelitian dan analisis data citra menunjukkan bahwa Pulau Lara memiliki luas ± 3,11 ha dengan luas
ekosistem terumbu karangnya ± 5,02 ha. Potensi objek daya tarik wisata Pulau Lara berupa : panorama alam,
perairan jernih, pantai pasir putih, ekosistem terumbu karang, potensi tenaga kerja, dan ekonomi. Ekosistem
terumbu karang di kawasan Pulau Lara memiliki persentase penutupan karang sebesar 73,06% – 88,46% (Baik)
pada kedalaman 3 m dengan jumlah spesies ikan sebanyak 36 jenis dan sebesar 54,72% - 75,24% (Baik) pada
kedalaman 7 m dengan jumlah spesies ikan karang sebanyak 41 jenis. Ekosistem terumbu karang Pulau Lara
untuk peruntukan kegiatan ekowisata bahari khususnya wisata snorkeling dan wisata diving berada pada
kategori cukup sesuai (S2).
Kata kunci : Pulau Lara, terumbu karang, kesesuaian, dan ekowisata bahari
Abstract
This study aimed to analyze suitability and potential development of coral reef ecosystem in Lara Island for
marine ecotourism activities such as for snorkeling and diving. Based on the research and interpretation of
satellite image, it showed that Lara Island had approximately area 3.11 ha with extensive coral reefs ecosystems
± 5.02 ha. Potential objects of tourist attraction were panorama nature, clear waters, white sand beaches, coral
reef ecosystem, labor, and economy. Coral reef ecosystem at depth of 3 m covered 73.06%-88.46% (good) with
36 reef fish species, while at depth of 7 m covered 54.72%-75.24% (good) with 41 reef fish species. Suitable
analyses for ecotourism activities (snorkeling and diving) was in quite appropriate category (S2).
Keywords : Lara Island, coral reef, suitability, and marine ecotourism
Pendahuluan
Pulau Lara merupakan salah satu pulau
yang ada di Sulawesi Tenggara yang memiliki
ekosistem terumbu karang. Secara administrasi
Pulau Lara terletak di Kecamatan Moramo Utara
Kabupaten Konawe Selatan. Ekosistem terumbu
karang di pulau ini berpotensi untuk
dikembangkan menjadi objek wisata.
Ekosistem terumbu karang yang ada di
Pulau Lara saat ini juga dimanfaatkan sebagai
objek wisata. Wisata merupakan perjalanan ke
suatu tempat untuk sementara waktu guna untuk
memenuhi keinginan dan kepuasan diri. Menurut
Fandeli (2001) wisata adalah perjalanan atau
sebagai dari kegiatan tersebut yang dilakukan
secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati objek dan daya tarik wisata. Namun,
kegiatan wisata yang tidak bersifat konservatif
dan tidak dikelola dengan baik akan
menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan
yang menjadi objek wisata tersebut. Untuk itu
perlu adanya suatu bentuk wisata yang berbasis
pada kepada kelestarian lingkungan dan sosial
budaya masyarakat atau dikenal dengan
ekowisata bahari.
Ekowisata bahari merupakan bentuk
pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang
dikembangkan dengan pendekatan konservasi
(Ketjulan, 2011). Konsep ekowisata tidak
mengedepankan faktor pertumbuhan ekonomi,
melainkan menjaga keseimbangan antara
kegiatan pemanfaatan dan kelestarian sumber
daya (Yulianda, 2007). Lanjut Latupapua (2008)
mengatakan bahwa Ekowista merupakan
konsep dan istilah yang menghubungkan
Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 01 No. 01 (49 – 60) ISSN : 2303-3959
50 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
pariwisata dengan konservasi, ekowisata
sering dipahami sebagai pariwisata
berwawasan lingkungan, jenis wisata ini
merupakan salah bentuk pariwisata alternatif
yang menonjolkan tanggungjawab terhadap
lingkungan. Kegiatan pengembangan kawasan Pulau
Lara sebagai tujuan wisata bahari yang
dilakukan oleh pemerintah kabupaten Konawe
Selatan tentu saja akan membutuhkan data dan
informasi dalam pengembangannya agar
kegiatan pariwisata yang dilakukan berjalan
dengan baik dan tanpa merusak lingkungan.
Sesuai dengan pernyataan Tomboelu dkk. (2000)
mengatakan bahwa Dalam pengelolaan
sumber daya terumbu karang untuk kegiatan
wisata bahari harus adanya keseimbangan
antara konservasi dan ekonomi, sehingga
tidak terjadi konflik yang mengakibatkan
kerusakan sumber daya terumbu karang. Data dan informasi yang dibutuhkan yakni data
dan informasi tentang kondisi (potensi)
ekosistem terumbu karang yang ada sangat
penting. Untuk itu penelitian mengenai potensi
ekosistem terumbu karang Pulau Lara untuk
pengembangan ekowisata bahari penting untuk
dilakukan
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis potensi kawasan Pulau Lara untuk
pengembangan ekowisata bahari dan kesesuaian
ekosistem terumbu karang Pulau Lara untuk
wisata snorkeling dan wisata diving. Manfaat
dari hasil penelitian ini yakni diperolehnya data
mengenai kondisi ekosistem terumbu karang
Pulau Lara dan diharapkan dapat menjadi
rujukan semua pihak khususnya pemerintah
daerah dan masyarakat Pulau Lara dalam
pengembangan ekowisata di daerah tersebut.
Bahan dan metode
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April – Juni 2012. Lokasi penelitian bertempat
di kawasan perairan Pulau Lara Desa Wawatu
Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe
Selatan.
2. Penentuan Stasiun Penelitian
Penentuan titik stasiun dilakukan secara
sengaja (purposive sampling) yang didasarkan
pada pertimbangan bahwa lokasi stasiun yang
dipilih mewakili perairan kawasan Pulau Lara
secara keseluruhan Pengambilan data komunitas
karang dan ikan karang ditentukan secara
purposif sebanyak 3 titik, yang kemudian
koordinat titik tersebut ditetapkan dengan
bantuan GPS (Global Position System) (Gambar
1).
3. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi data tutupan komunitas karang, bentuk
pertumbuhan karang (lifeform), jenis ikan
karang, kedalaman perairan, kecepatan arus
perairan, kecerahan perairan, sosial ekonomi
masyarakat dan objek daya tarik wisata
(Tabel 1).
Tabel 1. Jenis data yang dibutuhkan, metode pengumpulan, peralatan yang digunakan dan
sumber data dalam penelitian
Komponen Data Metode Pengumpulan Data Alat/bahan yang digunakan
1 2 4
1. Tutupan komunitas karang
2. Jumlah lifeform
3. Jenis ikan karang
4. Kedalaman perairan
5. Kecepatan arus
6. Kecerahan perairan
7. Sosial ekonomi masyarakat
8. Objek daya tarik wisata
Survey dan interpretasi citra
Visual sensus
Visual sensus
Pengukuran di lapangan
Pengukuran di lapangan
Pengukuran di lapangan
Data sekunder
Wawancara kuisioner
SCUBA set, Data Satelit
SCUBA set
SCUBA set
Meter, GPS
Current meter
Sechhi disk
-
51 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Pulau Lara
Analisis Data
1. Analisi Potensi
Analisis luasan terumbu karang Pulau
Lara menggunakan data citra Alos tahun 2010
yang diolah dengan menggunakan program SIG
Arcview 3.3.
Persentase penutapan komunitas karang di
hitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (English, et al. 1997):
%Cover = Panjang total kelompok karang
Panjang Transek× 100%
Dengan demikian, dapat diketahui tingkat
kerusakan berdasarkan persentase penutupan
komunitas karang hidup. Kriteria persentase
tutupan komunitas karang yang digunakan,
berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 tentang
kriteria baku kerusakan terumbu karang dengan
kategori sebagai berikut:
1. Kategori rusak : 0 – 24.9 % ;
2. Kategori sedang : 25 – 49.9 %;
3. Kategori baik : 50 – 74.9 %;
4. Kategor baik sekali : 75 – 100 %.
St 3
St 3
St 1
St 3
St 2
P. Lara
52 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Pengambilan data kondisi terumbu karang
dan ikan karang dilakukan pada kedalaman 3
meter dan 10 meter. Dua kedalaman tersebut
dianggap mewakili kondisi terumbu karang
karena biasanya karang tumbuh dengan baik
dan keragaman jenis karang tinggi pada
kedalaman tersebut.
Analisis objek daya tarik wisata dan
sosial ekonomi masyarakat yang ada di Pulau
Lara dilakukan menggunakan analisis deskriptif
yang diolah dari hasil pengamatan dan
wawancara menggunakan kuisioner terhadap
masyarakat setempat dan pengunjung yang
pernah mengunjungi Pulau Lara serta data
sekunder yang didapat dari Desa yang berupa
dokumen-dokumen terkait dengan sosial
ekonomi masyarakat setempat.
2. Analisis Kesesuaian
Analisis kesesuaian wisata menggunakan
Matriks kesesuaian disusun berdasarkan
kepentingan setiap parameter untuk mendukung
kegiatan pada daerah tersebut. Matriks
kesesuaian untuk wisata bahari kategori wisata
snorkeling dan diving dapat dilihat pada Tabel 2
dan 3.
Tabel 2. Matriks kesesuaian lahan untuk ekowiisata bahari kategori wisata snorkeling
(Yulianda, 2007)
No Parameter Bo
bot
Kategori
S1 Skor
Kategori
S2 Skor
Kategori
S3 Skor
Kategori
N Skor
1 Kecerahan
perairan (%) 5 100 3 80 - <100 2 20 - <50 1 <20 0
2 Tutupan
karang (%) 5 >75 3 >50 - 75 2 25 - 50 1 <25 0
3 Jumlah
lifeform 3 >12 3 <7 - 12 2 4 - 7 1 <4 0
4 Jenis ikan
karang 3 >50 3 30 - 50 2 10 - <30 1 <10 0
5 Kec. Arus
(cm/dt) 1 0 - 15 3 >15 - 30 2 >30 - 50 1 >50 0
6 Kedalaman
karang (m) 1 1 - 3 3 >3 - 6 2 >6 - 10 1
>10
<1 0
7 Lebar
hamparan
karang (m)
1 >500 3 >100 - 500 2 20 - 100 1 <20 0
Keterangan : - Jumlah = Skor x bobot - Nilai maksimum = 57
Tabel 3. Matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata diving (Yulianda, 2007)
No Parameter Bo
bot
Kategori
S1 Skor
Kategori
S2 Skor
Kategori
S3 Skor
Kategori
N Skor
1 Kecerahan
perairan
(%)
5 >80 3 50 - 80 2 20 - <50 1 <20 0
2 Tutupan
karang (%) 5 >75 3 >50 - 75 2 25 - 50 1 <25 0
3 Jumlah
lifeform 3 >12 3 <7 - 12 2 4 - 7 1 <4 0
4 Jenis ikan
karang 3 >100 3 50 - 100 2 20 - 50 1 <20 0
5 Kedalaman
karang (m) 1 6 - 15 3 15 - 20 2 >20 - 30 1 >30 0
6 Arus
(cm/dt) 1 0 - 15 3 >15 - 30 2 >30 - 50 1 >50 0
Keterangan : - Jumlah = Skor x bobot - Nilai maksimum = 54
Analisis kesesuaian lahan dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian kawasan untuk
pengembangan wisata. Ini dilakukan untuk
melihat kemampuan suatu wilayah dalam
mendukung kegiatan yang dilakukan di
kawasan tersebut. Rumus yang digunakan
untuk kesesuaian wisata bahari menurut
Yulianda (2007) adalah sebagai berikut :
IKW = ∑[Ni/Nmaks] x 100%
53 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
dimana :
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata;
Ni = Nilai Parameter Ke-I (bobot x skor);
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori
wisata.
Dari hasil dari perhitungan indeks
kesesuaian wisata ini maka dapat dilihat kelas
kesesuaian kawasannya (Yulianda, 2007)
dengan kategori sebagai berikut:
1. Sangat sesuai (S1) : 83 – 100 % ;
2. Cukup sesuai (S2) : 50 – <83 % ;
3. Sesuai bersyarat (S3) : 17 – <50 % ;
4. Tidak sesuai (N) : <17 % .
Hasil
Secara geografis , pulau ini terletak antara
4006’05,7”-5
005’59,0’’ LS dan 122
040’04,7”-
122040’0,48” BT. Pulau ini terletak di dalam
Teluk Staring. Luas pulau ini ± 3,11 ha yang
ditumbuhi dengan pohon pisang, pohon asam,
pohon jeruk, kelapa, mangga, dan berbagai jenis
vegetasi liar.
Kondisi topografi Pulau Lara merupakan
pulau berbukit dan ditumbuhi hutan tropis
dengan tanaman keras yang masih alami. Pulau
ini di kelilingi dengan batu cadas dengan
kondisi pantai yang curam kecuali disisi sebelah
barat mempunyai pantai pasir putih dengan
panjang ± 160 m dan lebar sekitar 8 m.
Pulau Lara tidak memiliki penghuni,
masyarakat hanya datang ke perairan di sekitar
pulau ini untuk memancing. Saat ini Pulau Lara
juga sudah dijadikan sebagai salah satu tujuan
wisatawan lokal yang berasal dari kota kendari
untuk rekreasi, umumnya kegiatan yang mereka
lakukan di pulau ini yakni berenang, duduk-
duduk santai di pinggir pantai yang terletak di
sisi barat pulau sambil menikmati indahnya
hamparan laut dengan degradasi warna hijau
hingga kebiruan serta pemandangan Gunung
Moramo dengan hutannya yang masih alami
dan ada juga yang bersnorkeling.
Aksesibilitas ke Pulau Lara cukup mudah,
untuk menuju ke pulau ini dapat ditempuh
dalam waktu ± 15 menit dari Desa Wawatu
dengan menggunakan perahu bermotor
bermuatan 15 orang dengan biaya yang
ditawarkan Rp. 20.000,- per orang untuk setiap
penyebrangan. Sarana dan prasarana yang
menunjang kegiatan wisata di pulau ini masih
sangat minim, belum tersedia sumber air bersih,
dan rumah-rumah untuk menyimpan barang-
barang atau tempat bersantai juga belum ada.
1. Analisis Potensi
a. Objek daya tarik wisata
Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan dan juga hasil wawancara dengan
menggunakan kuisioner terhadap pengunjung
dan masyarakat yang pernah mengunjungi
Pulau Lara bahwa objek yang menjadi daya
tarik bagi mereka untuk mengunjungi Pulau
Lara yakni panorama alam di kawasan pulau
yang menawarkan berbagai macam objek mulai
dari suasana pulau, pantai berpasir putih, hingga
keindahan terumbu karangnya. Kondisi dari
objek daya tarik wisata yang ada di Pulau Lara
menurut para responden dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Pendapat responden mengenai kondisi objek daya tarik wisata pulau lara
No Objek Daya Tarik Wisata
Kondisi
Buruk sekali
(%)
Buruk
(%)
Sedang
(%)
Baik
(%)
Baik sekali
(%)
1 Panorama Alam
6,67 36,67 16,67 40,00
2 Perairan Jernih 6,67 6,67 23,33 46,67 23,33
3 Terumbu Karang 6,67 6,67 40,00 40,00 6,67
4 Pasir Putih
20,00 33,33 30,00 16,67
5 Vegetasi/tumbuhan darat 10,00 30,00 30,00 16,67 13,33
6 Keanekaragaman biota air 3,33 13,33 50,00 23,33 10,00
7 Cuaca 3,33 10,00 50,00 26,67 10,00
8 Padang Lamun 6,67 30,00 40,00 13,33 10,00
54 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
b. Ekosistem Terumbu Karang
Secara umum berdasarkan hasil
pengamatan terumbu karang di Pulau Lara
termasuk tipe terumbu karang tepi (fringing
reef), dari arah pantai menuju tubir membentuk
paparan (reef flat). Berdasarkan analisis dari
Citra Alos (2010) menggunakan ArcView 3.3
diperoleh total luasan karang di Pulau Lara
yaitu ± 5,02 ha.
Penelitian kondisi terumbu karang di
perairan pesisir Pulau Lara dilaksanakan di 3
(tiga ) stasiun pengamatan pada kedalaman 3
meter dan 7 meter. Hasil pendataan tutupan
biota dan substrat untuk masing-masing
kategori yaitu karang keras (hard coral), karang
mati (dead coral), algae, biota lain (other biota),
dan abiotik di setiap stasiun pada kedalaman 3
meter dan 7 meter.
Pada kedalaman 3 meter hard coral
memiliki tutupan rata-rata tertinggi yaitu
sebesar 80,9%, kemudian abiotik sebesar
9,31%, dan disusul dengan biota lain sebesar
7,49%, dead coral sebesar 3,45% dan terakhir
yang tidak ditemukan sama sekali pada ketiga
stasiun yakni algae. Sedangkan pada kedalaman
7 meter persentase tutupan biota dan substrat
pada hard coral lebih rendah dari pada
kedalaman 3 meter yakni dengan memiliki
tutupan rata – rata tertinggi hard coral yaitu
sebesar 64,82%, kemudian abiotik sebesar
26,57%, dan selanjutnya dead coral sebesar
6,40%, biota lain sebesar 6,02%, dan terakhir
algae dengan tutupan rata-rata terendah hanya
sebesar 1,36%. (Tabel 5 dan 6).
Jumlah jenis ikan karang yang
diidentifikasi pada kedalaman 3 meter dan 7
meter pada setiap titik pengamatan cukup
bervariasi. Pada kedalaman 3 meter jumlah jenis
ikan karang berkisar antara 17-27 jenis,
sedangkan pada kedalaman 7 meter jumlah jenis
ikan karang berkisar antara 19-22 jenis (Gambar
2).
Tabel 5. Persentase tutupan biota dan substrat pada kedalaman 3 meter
Stasiun Tutupan Biota dan Substrat (%)
Hard Coral Dead Coral Algae Biota Lain Abiotik
I 73,06 3,44 - 6,58 16,92
II 88,46 3,46 - 2,74 5,34
III 81,18 - - 13,14 5,68
Rata-rata 80,9 3,45 - 7,49 9,31
Tabel 6. Persentase tutupan biota dan substrat pada kedalaman 7 meter
Stasiun Tutupan Biota dan Substrat (%)
Hard coral Dead Coral Algae Biota Lain Abiotik
I 75,24 - - 0,68 24,08
II 64,50 6,40 - 7,02 22,08
III 54,72 - 1,36 10,36 33,56
Rata-rata 64,82 6,40 1,36 6,02 26,57
Gambar 2. Jumlah ikan karang di setiap stasiun pengamatan
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3
Ju
mla
h s
pes
ies
ika
n k
ara
ng
Stasiun Pengamatan
3 meter
7 meter
55 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
28.77%
66.67%
4.56%
Umur 0 - 15
Umur 16 – 55
Umur 55 dst
c. Sosial Ekonomi Masyarakat
Dari data Desa Wawatu tahun 2010 luas
wilayah Desa Wawatu 949,5 ha, dengan jumlah
penduduk sebanyak 1338 jiwa yang terdiri dari
319 kepala keluarga. Jika dilihat dari rasio
kelaminnya, jumlah penduduk laki-laki lebih
sedikit dari jumlah penduduk perempuan
(Gambar 3). Selain itu, data jumlah penduduk
menurut kategori umur juga sangat penting
untuk diketahui guna mengetahui jumlah
kelompok umur yang masih produktif yang
berada di kawasan tersebut (Gambar 4).
Menurut tingkat pendidikan penduduk di
Desa Wawatu yang berusia 7-56 tahun,
beberapa ada yang masih buta huruf karena
tidak pernah bersekolah dan ada juga yang
pernah bersekolah tetapi tidak tamat (Tabel 7).
Sedangkan berdasarkan mata pencaharian
pokoknya, penduduk Desa Wawatu dapat
dikelompokkan menjadi 5, yaitu petani,
nelayan, PNS/TNI, pengusaha kecil menengah,
dan karyawan swasta (Tabel 8).
Gambar 3. Jumlah penduduk Desa Wawatu berdasarkan jenis kelamin
Gambar 4. Persentase penduduk Desa Wawatu berdasarkan kelompok umur
Tabel 7. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Wawatu
No Pendidikan terakhir Persentase (%)
1 Tidak Pernah Sekolah 18.67
2 SD/Sederajat 41.52
3 SMP/Sederajat 27.28
4 SMA/Sederajat 10.57
5 D2 dan S1 1.96
Jumlah 100
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Laki-laki Perempuan
Ju
mla
h P
end
ud
uk
(O
ran
g)
56 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Tabel 8. Mata pencaharian pokok penduduk Desa Wawatu
No Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Petani 623 83.07
2 Nelayan 94 12.53
3 PNS/TNI 19 2.53
4 Pengusaha Kecil menengah 13 1.73
5 karyawan swasta 1 0.13
Jumlah 750 100
Pembahasan
1. Analisis Potensi
a. Objek Daya Tarik Wisata
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa objek
daya tarik wisata yang ada di Pulau Lara cukup
banyak dengan mayoritas responden mengatakan
kondisinya baik pada beberapa objek daya tarik
wisata seperti perairan jernih dan terumbu
karang, serta mayoritas responden juga
mengatakan baik sekali pada panorama alamnya.
Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan
dimana perairannya sangat jernih dan kondisi
terumbu karangnya masih cukup baik.
Panorama alam yang dapat dilihat saat
mengunjungi pulau ini juga sangat luar biasa,
ketika dalam perjalanan meunuju pulau ini
dimulai dari hamparan Perairan Teluk Staring
yang tenang dan memiliki degradasi warna yang
indah, dengan latar Pegunungan Laonti dan
Pegunungan Moramo yang dapat dilihat pada
pagi, siang hingga sore hari saat cuaca cerah.
Selama perjalanan menuju pulau, wisatawan
juga dapat menikmati jernihnya air laut dengan
dihiasi indahnya komunitas terumbu karang
yang dapat dilihat langsung dari atas perahu saat
cuaca cerah di pagi dan siang hari.
Cukup banyaknya objek daya tarik wisata
yang dapat dinikmati di Pulau Lara yang
memiliki kondisi yang baik yang merupakan
suatu potensi yang sangat baik sehingga
pengembangan pulau tersebut menjadi kawasan
ekowisata bahari cukup baik untuk dilakukan.
b. Ekosistem Terumbu Karang
Persentase tutupan komunitas karang
diperairan Pulau Lara rata-rata mencapai 80,9 %
di kedalam 3 meter dimana menurut Kepmeneg
LH No. 04 Tahun 2001 termasuk kedalam
kondisi baik sekali, dan 64,82 % pada
kedalaman 7 m dimana menurut Kepmeneg LH
No. 04 Tahun 2001 termasuk baik. Secara
keseluruhan jumlah lifeform yang ditemukan di
perairan Pulau Lara berjumlah 16 lifeform. Pada
kedalaman 3 m terdapat 15 lifeform, sedangkan
pada kedalaman 7 meter tedapat 11 lifeform.
Keanekaragaman bentuk pertumbuhan (lifeform)
karang yang berhasil diidentifikasi sebanyak 8
lifeform karang keras (Hard Coral), yakni
Acropora Branching (ACB), Acropora Tabulate
(ACT), Coral Branching (CB), Coral Encrusting
(CE), Coral Foliose (CF), Coral Masive (CM),
dan Coral Mushrom (CMR). Jenis lifeform
karang lainnya yang merupakan penyusun
ekosistem terumbu karang adalah Soft Coral
(SC), Alga Assemblage (AA), Sponge (SP), dan
Other (OT). Jenis ikan karang yang ditemukan
sebanyak 49 jenis, yang terdiri dari 16 famili.
Jenis lifeform karang juga penting untuk
diketahui dalam wisata bahari, hal ini sejalan
dengan pernyataan Plathong et al. (2000) dalam
wisata bahari jenis lifeform karang dibutuhkan
sebagai variasi yang dapat dinikmati di bawah
laut. Hal ini penting untuk diketahui untuk
mengetahui karakteristik dari masing-masing
daerah penyelaman karena setiap jenis lifeform
memiliki daya tarik yang berbeda. Selain itu
lifeform karang juga memiliki tingkat kerentanan
yang berbeda-beda terhadap kerusakan yang
dapat disebabkan oleh kegiatan snorkeling dan
diving.
Baiknya kondisi terumbu karang yang ada
di Pulau Lara merupakan suatu potensi yang
sangat besar bila pulau ini dikembangkan ebagai
objek wisata bahari karena menurut
Supriharyono (2007), terumbu karang
mempunyai nilai keindahan yang tak perlu
diragukan. Andalan utama wisata bahari yang
banyak dinikmati oleh wisatawan adalah
keindahan dan keunikan dari terumbu karang.
Terumbu karang dapat dimanfaatkan sebagai
objek wisata bahari karena memiliki nilai
estetika yang tinggi.
Tingginya persentase live hard coral cover
pada setiap stasiun pada kedalaman 7 m dan 3 m
juga sangat baik dalam mendukung
pengembangan wisata bahari di wilayah tersebut.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Williams dan
Polunin (2000) yang mengatakan bahwa
57 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Persentase live hard coral cover adalah
persentase dari jumlah karang keras hidup di
suatu lokasi, hal ini diketahui dapat berpengaruh
terhadap minat berekreasi wisatawan untuk
berkunjung ke suatu lokasi penyelaman. Lanjut
Shaffer dan Inglis (2000), mengatakan
bahwa semua komponen yang berhubungan
dengan karang dan ikan sangat
meningkatkan kepuasan pengunjung.
Selanjutnya dijelaskan bahwa yang paling
mempengaruhi kepuasan pengunjung adalah
jenis ikan karang, ukuran karang, dan
banyaknya jenis karang. Dari survey lapangan yang dilakukan
selama penelitian di Pulau Lara, kawasan Pulau
Lara memiliki beberapa spot-spot yang bisa
dijadikan lokasi untuk melakukan kegiatan
wisata bahari seperti snorkeling, diving,
mancing, berenang dan berperahu di pulau
tersebut. Lokasi yang direkomendasikan untuk
kegiatan snorkeling yakni dapat dilakukan pada
ketiga stasiun penelitian, namun spot yang
paling direkomendasikan pada saat cuaca cerah
dan perairan tenang yakni pada stasiun 3 karena
memiliki lebar hamparan karang yang paling
besar dengan kondisi karang yang baik. Pada
saat perairan tidak terlalu tenang stasiun 1 yang
baik untuk kegiatan snorkeling karena stasiun
ini berada di sebelah barat yang memiliki
perairan yang tetap tenang walaupun perairan
lain tidak begitu tenang karena terlindungi oleh
pulau. Kegiatan snorkeling ini juga harus
diawasi dan dikelola dengan baik karena
kegiatan ini dapat memberikan ancaman
terhadap ekosistem, hal ini didukung oleh
pernyataan Claudet et al., (2010) yang
mengatakan bahwa kegiatan snorkeling yang
terpusat disuatu area akan meningkatkan
ancaman terhadap habitat dan spesies di area
tersebut.
Lokasi yang direkomendasikan untuk
kegiatan diving dapat dilakukan pada daerah
tubir di setiap stasiun, namun spot yang paling
direkomendasikan yakni pada stasiun 2 dimana
pada stasiun ini dapat ditemukan nudibranch
yang merupakan organisme yang sering dicari
oleh para penyelam saat mereka menyelam
karena keindahannya. Namun, lokasi
penyelaman ini harus di kelola dan dijaga
dengan baik oleh pengelola maupun penyelam
agar tidak merusak terumbu karang yang ada, hal
ini didukung oleh pernyataan Tratalos dan
Austin (2001) bahwa kegiatan penyelaman
memberikan dampak yang signifikan terhadap
area yang menjadi daerah penyelaman, dimana
penutupan karang keras dan karang lunak
menjadi menurun serta banyak ditemukan
patahan karang dan karang mati, sehingga perlu
adanya pengelolaan yang lebih baik terhadap
kegiatan penyelaman di daerah yang menjadi
spot penyelaman. Untuk kegiatan berenang di
pulau ini dapat dilakukan pada stasiun 1 yang
memiliki perairan yang tenang dan memiliki
pantai berpasir untuk istirahat setelah berenang.
Bagi para wisatawan yang hobi
memancing di pulau ini kegiatan memancing
dapat dilakukan di sisi timur pulau yang
merupakan daerah yang sering dijadikan spot
memancing oleh nelayan dan letaknya berada di
luar dari wilayah daerah perlindungan laut
(DPL) Desa Wawatu yang ada di Pulau Lara.
Bagi wisatawan yang ingin berperahu dapat
dilakukan di sisi barat pulau, dan wisatawan
yang memiliki cukup tenaga juga dapat
berperahu mengelilingi pulau saat perairan
tenang dan cuaca cerah.
c. Sosial Ekonomi Masyarakat
Jika dilihat dari Gambar 2 jumlah
penduduk perempuan lebih banyak dari jumlah
penduduk laki-laki. Banyaknya jumlah
penduduk perempuan menjadi keuntungan bagi
Desa Wawatu, karena angkatan kerja perempuan
sangat mendukung dalam pengembangan dan
kegiatan ekowisata. Potensi peran serta tenaga
kerja perempuan dalam mendukung kawasan
wisata adalah dalam mengelola usaha kuliner
atau kerajinan dan cinderamata.
Data karakteristik penduduk Desa Wawatu
menunjukkan bahwa penduduk yang termasuk
dalam kelompok usia produktif sangat besar
yang dapat dilihat pada Gambar 4, hal ini dapat
menjadi keunggulan di kawasan Pulau Lara
karena ketersediaan sumber daya manusia yang
cukup banyak yang mendukung bagi kegiatan
ekowisata. Namun, masih rendahnya latar
belakang pendidikan penduduk yang dapat
dilihat pada Tabel 7 membuat adanya
keterbatasan pengetahuan, sehingga perlu
adanya upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia, misalnya dengan kegiatan pelatihan
dan pembekalan keterampilan bagi masyarakat
Desa Wawatu. Maka dari itu, pengembangan
kegiatan ekowisata di kawasan Pulau Lara yang
menjadi bagian dari wilayah Desa Wawatu
diharapkan dapat menyediakan lapangan
pekerjaan baru dan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Dari data yang ada pada Tabel 8 dapat
dilihat bahwa hanya sebagian kecil masyarakat
di Desa Wawatu yang mata pencaharian
pokoknya sebagai nelayan (12,53%). Mayoritas
mata pencaharian pokok penduduk sebagai
58 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
petani (83,07%) baik sebagai petani pengusaha
ataupun buruh tani. Hal ini didukung oleh
luasnya wilayah perkebunan di Desa Wawatu
yang mencapai 487 ha atau 51,29% dari luas
total desa. Dengan komoditas tanaman pangan
seperti padi, jagung, dan komoditas buah-buahan
seperti mangga dan kelapa, namun saat ini cukup
banyak petani atau buruh tani yang beralih
profesi sebagai pemecah batu.
Banyaknya jumlah petani dan nelayan
yang ada juga dapat diarahkan untuk mendukung
kegiatan pariwisata. Petani dapat mendukung
kegiatan pariwisata seperti dengan memulai
usaha kuliner sebagai usaha sampingan,
sedangkan nelayan dapat menjadi pemandu
wisata, serta sebagai pembawa perahu dan juga
dapat membuat usaha budidaya ikan yang hasil
dapat di jual ke wisatawan yang berkunjung.
d. Aspek Pendidikan dan Konservasi
Aspek pendidikan dan konservasi pada
ekowisata bahari merupakan aspek yang penting
karena ekowisata bukan hanya kegiatan yang
memanfaatkan jasa lingkungan tapi juga
memperhatikan pengelolaan kelestarian
lingkungan dan aspek pendidikan terhadap
lingkungan.
Dalam kaitannya dengan aspek pendidikan
kawasan Pulau Lara selama ini dijadikan sebagai
lokasi penelitian ekosistem terumbu karang.
Selain itu, Pulau Lara juga dijadikan sebagai
lokasi kunjungan lapangan (field trip) oleh
siswa-siswi SMA (Sekolah Menengah Atas) dari
kota Kendari. Kegiatan kunjungan lapangan
siswa – siswi SMA ini di Pulau Lara yaitu
pengenalan terhadap biota-biota laut yang ada di
pulau tersebut.
Pulau Lara berpotensi menjadi lokasi
pendidikan lingkungan yang diintegrasikan
dengan kegiatan ekowisata. Kegiatan seperti
pengenalan biota-biota laut seperti ikan-ikan
karang, kerang, kima, hingga ekosistem terumbu
karang dapat diilakukan di pulau ini. Bentuk
kegiatan lain yang dapat dilakukan dengan
membuat poster biota laut yang ada di pulau
tersebut, brosur dan kegiatan study tour ke
Pulau Lara.
Dalam aspek konservasi kawasan Pulau
Lara ditetapkan sebagai DPL (Daerah
Perlindungan Laut) desa Wawatu pada tahun
2011 dengan persetujuan bersama dari Badan
Permusyawaratan Desa Wawatu dengan Kepala
Desa Wawatu. Kegiatan yang boleh dilakukan
di DPL ini hanya berdasarkan Pasal 6 ayat 4 dari
Peraturan Desa mengenai DPL Desa Wawatu ini
yaitu kegiatan Penelitian, Pendidikan, dan
Wisata. Objek yang dilindungi dari penetapan
DPL Desa Wawatu ini yakni ekosistem terumbu
karang yang berada di dalam wilayah DPL
tersebut. Namun, hal ini belum begitu efektif
dalam melindungi ekosistem terumbu karang
yang ada. Kenyataannya, penggunaan bahan
peledak dalam melakukan penangkapan ikan di
sekitar Pulau Lara masih terjadi.
Kegiatan ekowisata di Pulau Lara baik
untuk dilakukan karena selain memperhatikan
kesejahteraan masyarakat juga yang terpenting
melindungi objek dari wisata itu yakni ekosistem
terumbu karang. Penetapan dive site juga baik
untuk dilakukan untuk menjaga wilayah-wilayah
tertentu agar tidak terganggu oleh kegiatan
wisata diving. Selain itu, peningkatan
pengawasan berbasis masyarakat diharapkan
dapat membantu dalam menjaga dan
menegakkan peraturan yang telah di buat dalam
Perda Desa Wawatu tentang DPL Desa Wawatu.
2. Kesesuaian Wisata
a. Kesesuaian untuk Wisata Snorkeling
Berdasarkan hasil perhitungan indeks
kesesuaian wisata yang disajikan pada Tabel 11
ketiga stasiun penelitian termasuk dalam
kategori S2 (cukup sesuai) yang berarti masih
ada beberapa faktor bagi kesesuaian wisata
tersebut yang masih minim dan menjadi faktor
pembatas bagi kesesuaian kawasan untuk
dijadikan kawasan wisata. Faktor yang masih
minim dan menjadi faktor pembatas pada setiap
stasiun yakni pada stasiun 1 parameter tutupan
karang, jenis ikan karang, dan lebar hamparan
karang, pada stasiun 2 dan 3 yakni parameter
jumlah lifeform, jenis ikan karang, dan lebar
hamparan karang. Keempat parameter tersebut
masih dapat ditingkatkan kualitasnya agar tidak
lagi menjadi faktor pembatas yaitu dengan
melakukan transplantasi terumbu karang untuk
meningkatkan tutupan karang, jumlah lifeform
dan lebar hamparan karangnya serta melakukan
pelarangan penangkapan ikan karang di sekitar
kawasan Pulau Lara untuk menjaga jumlah jenis
ikan karang yang ada di kawasan terumbu
karang tersebut.
b. Kesesuaian untuk Wisata Diving
Berdasarkan hasil perhitungan indeks
kesesuaian wisata yang disajikan pada Tabel 12
bahwa pada stasiun 1 termasuk kategori S1
(sangat sesuai) untuk kegiatan wisata diving
namun masih ada beberapa parameter yang
memiliki nilai dibawah standar kesesuaian
kawasan untuk kategori S1 yakni pada parameter
jumlah lifeform dan jenis ikan karang. Kedua
59 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
parameter ini masih bisa ditingkatkan
kualitasnya dengan melakukan transplantasi
terumbu karang yang dapat meningkatkan
jumlah lifeform dan melakukan pelarangan
penangkapan ikan karang dikawasan terumbu
karang Pulau Lara.
Pada stasiun 2 dan 3 termasuk kategori S2
(cukup sesuai) yang berarti masih ada beberapa
faktor bagi kesesuaian wisata tersebut yang
masih minim dan menjadi faktor pembatas bagi
kesesuaian kawasan untuk dijadikan kawasan
wisata. Faktor yang masih minim dan menjadi
faktor pembatas pada kedua stasiun tersebut
yakni parameter tutupan karang, jumlah lifeform,
dan jenis ikan karang. Sama halnya dengan
stasiun 1 peningkatan kualitas pada ketiga
parameter pada stasiun 2 dan 3 juga masih dapat
dilakukan seperti dengan melakukan
transplantasi terumbu karang dan pelarangan
penangkapan ikan karang di kawasan terumbu
karang Pulau Lara.
Tabel 11. Nilai indeks kesesuaian wisata snorkeling
Tabel 12. Nilai indeks kesesuaian wisata diving
No Parameter Bobot Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Hasil Skor Ni Hasil Skor Ni Hasil Skor Ni
1 Kecerahan
perairan (%) 5 100 3 15 100 3 15 100 3 15
2 Tutupan
karang (%) 5 75.24 3 15 64.1 2 10 54.72 2 10
3 Jumlah
lifeform 3 7 2 6 10 2 6 11 2 6
4 Jenis ikan
karang 3 20 1 3 22 1 3 19 0 0
5 Kec. Arus
(cm/dt) 1 2.35 3 3 3.77 3 3 3.77 3 3
6 Kedalaman
karang (m) 1 7 3 3 7 3 3 7 3 3
Total 45 40 37
Indeks kesesuaian wisata
(%)
83.33 74.07 68.52
Tingkat kesesuaian S1 S2 S2
No Parameter Bobot Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Hasil Skor Ni Hasil Skor Ni Hasil Skor Ni
1 Kecerahan
perairan (%) 5 100 3 15 100 3 15 100 3 15
2 Tutupan
karang (%) 5 73.06 2 10 81.2 3 15 81.18 3 15
3 Jumlah
lifeform 3 13 3 9 8 2 6 8 2 6
4 Jenis ikan
karang 3 17 1 3 19 1 3 19 1 3
5 Kec. Arus
(cm/dt) 1 2.35 3 3 3.77 3 3 3.77 3 3
6 Kedalaman
karang (m) 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3
7
Lebar
hamparan
karang (m)
1 26.85 1 1 52.1 1 1 52.06 1 1
Total 44 46 46
Indeks kesesuaian wisata (%) 77.19 80.7 80.7
Tingkat kesesuaian S2 S2 S2
60 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU
Dari data yang didapatkan dan pengamatan
di lapangan pengembangan ekowisata bahari di
Pulau Lara cukup potensial namun untuk
menjamin keberlanjutan kegiatan tersebut
perindungan terhadap ekosistem terumbu karang
yang menjadi obyeknya perlu untuk dilakukan.
Hal ini didukung oleh Arifin dkk. (2002) yang
menyatakan bahwa untuk menjamin kelangsungan
dan keberlanjutan kegiatan pariwisata bahari,
diperlukan perlindungan terhadap ekosistem
terumbu karang dan membentuk suatu blok
perlindungan. Lanjut Orams (2002) mengatakan
bahwa kegiatan ekowisata seharusnya tidak
didasarkan pada pertumbuhan, ukuran atau
keuntungan, melainkan kesuksesannya seharusnya
dilihat dari fokusnya terhadap keberlanjutan dan
kontribusi terhadap kesehatan dan kelangsungan
hidup lingkungan itu.
Simpulan
Pulau Lara memiliki luas ± 3,11 ha dengan
potensi ekosistem terumbu karangnya seluas ±
5,02 ha dengan Potensi kawasan di sekitar Pulau
Lara untuk pengembangan ekowisata berupa:
pemandangn alam, perairan jernih, terumbu
karang, ikan karang, dan potensi tenaga kerja.
Ekosistem terumbu karang di kawasan
Pulau Lara memiliki persentase penutupan karang
sebesar 73,06%-88,46% (baik) pada kedalaman 3
m dengan jumlah spesies ikan sebanyak 36 jenis
dan sebesar 54,72%-75,24% (baik) pada
kedalaman 7 m dengan jumlah spesies ikan
karang sebanyak 41 jenis.
Tingkat Kesesuaian ekosistem terumbu
karang Pulau Lara untuk peruntukan kegiatan
ekowisata bahari khususnya wisata snorkeling dan
wisata diving umumnya berada pada kategori
cukup sesuai (S2).
Persantunan
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Prof. Dr. Ir. La ode Muh. Aslan, M.Sc.,
dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Kepada dan staf Laboratorium Perikanan serta
teman-teman, atas bantuannya selama penelitian.
Daftar Pustaka
Arifin, T., Bengen, D.G., Pariwono, J.J. 2002.
Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Teluk
Palu untuk Pengembangan Pariwisaata
Bahari. Jurnal Pesisir dan Lautan, 4 (2): 25-
35.
Claudet, J., Lenfant, P., Schrimm, M., 2010.
Snorkelers Impact on Fish Communities and
Algae in a Temperate Marine Protected Area.
Journal Biodiversity and Conservation, 19 (6):
1649-1958.
English, S.C., Wilkinson, V., Baker, 1997. Survey
Manual for Tropical Marine Resources.
ASEAN-Australian Marina Science Project :
Living Coastal Resources. Australian Institute
of Marine Science, Townsville. Australia. 390
hal.
Fandeli, C., 2001. Pengertian dan Kerangka Daras
Pariwisata dalam Fandeli, C. (ed). 2001.
Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan
Alam. Editor Liberty. Yogyakarta. 35 hal.
Kepmeneg LH NO. 04 Tahun 2001 Tentang Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang. 11 hal.
Ketjulan, R., 2011. Daya Dukung Perairan Pulau
Hari sebagai Obyek Ekowisata Bahari. Jurnal
Aqua Hayati, 7 (3): 183-188.
Latupapua, Y.T., 2008. Studi Potensi Kawasan dan
Pengembangan Ekowisata di Tual Kabupaten
Maluku Tenggara. Jurnal Ichsan Gorontalo,3
(1): 1360-1375.
Orams, M.B., 2002. Marine Ecotourism as a
Potential Agent for Sustainable Development
in Koikoura, New Zeland. Journal of
Sustainable Development,5 (3): 338-352.
Plathong S., Inglis G.J., Huber M., 2000. Effects of
Self-Guide Snorkeling Trails on Corals in a
Tropical Marine Park. Journal Conservation
Biology, 14 (6): 1821-1830.
Shaffer SC., Inglish GJ., 2000. Influence of Social
Biophysical, and Managerial Condition on
Tourism Experiences Within the Great Barrier
Reef World Heritage Area. Journal
Environmental Management, 26 (1): 73-87.
Supriharyono, 2007. Pengelolaan Ekosistem
Terumbu Karang. Djambatan. Jakarta. 129
hal.
Tomboelu, N., Bengen, D.G., Nikijuluw, V.P.H.,
Idris, I., 2000. Analisis Kebijakan
Pengelolaan Sumber daya Terumbu Karang di
Kawasan Bunaken dan Sekitarnya. Jurnal
Pesisir dan Lautan, 3 (1): 51-67.
Tratalos, J.A.,Austin, T.J., 2001. Impact of
Recreational SCUBA Diving on Coral
Communities of The Caribbean Island of
Grand Cayman. Journal Biological
Conservation, 10 (1): 67-75.
Williams, I., Polunin, N., 2000. Differences between
protected and unprotected reefs of the western
Caribbean in attributes preferred by dive
tourist. Journal Environmental Conservation
27 (2): 382-391.
Yulianda, F., 2007. Ekowisata Bahari sebagai
Alternatif Pemanfaatan Sumber daya Pesisir
Berbasis Konservasi. Makalah Disampaikan
pada Seminar Sains 21 Februari 2007.
Departemen MSP. FPIK. IPB. Bogor. 19 hal.
61 Jurnal Mina Laut Indonesia, Januari 2013 @FPIK UNHALU