511

8
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9 427 KOMPONEN TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KARAT Puccinia polysora Underw (UREDINALES: PUCCINIACEAE) PADA TANAMAN JAGUNG Burhanuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penyakit karat yang disebabkan oleh jamur Puccinia polysora Underw Puccinia sorghi Schweinitz merupakan salah satu jenis penyakit penting pada tanaman jagung yang menempati urutan kedua setelah penyakit bulai di Indonesia. Jamur ini pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1891 dan diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1950-an, telah menyebar di seluruh sentra produksi jagung di Indonesia. Jamur ini menyerang tanaman jagung pada fase pertumbuhan generatif hingga masa panen, terutama pada bagian daun tanaman dan apabila tingkat serangan berat maka serangan mencapai seludang daun dan tongkol, hal ini biasanya terjadi pada varietas jagung yang rentan. Gejala penyakit karat dominan tampak pada daun tanaman jagung dibanding dengan bagian tanaman lainnya. Pada tanaman dewasa yaitu daun yang sudah tua terdapat titik- titik noda yang berwarna kecoklatan seperti karat serta terdapat serbu yang berwarna kuning kecoklatan, serbuk ini kemudian menjadi bermacam-macam bentuk. Kehilangan hasil akibat penyakit karat antara 45%-70%. Pengendalian penyakit karat dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mananam varietas tahan, pengaturan waktu tanam, dan penggunaan bahan kimia (fungisida). Penggunaan fungisida dalam pengendalian penyakit karat pada tanaman jagung dianjurkan pada saat intesitas serangan lebih besar dari 21% dengan fungisida yang mengandung bahan aktif captafol, triadimefon, mancozeb dan carbendazim. Kata kunci : Jagung, penyakit karat, pengendalian PENDAHULUAN Salah satu faktor penyebab rendahnya hasil jagung di Indonesia adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Direktorat Perlindungan Tanaman melaporkan bahwa pada periode 1978-1981 rata-rata areal pertanaman jagung yang rusak oleh hama dan penyakit sebesar 57.871 ha dengan intensitas serangan mencapai 26,5% (Sudjono, 1988). Penyakit karat yang disebabkan oleh jamur Puccinia polysora Underw (Sudjono, 1988) dan Puccinia sorghi Schweinitz merupakan salah satu jenis penyakit penting pada tanaman jagung yang menempati urutan kedua setelah penyakit bulai di Indonesia (BPS, 1989; Sudjono, 1987; Sumartini dan Hardaningsih, 1995). Spesies P. polysora Underw dominan menyerang tanaman jagung di Sulawesi Selatan. Jamur ini menyerang tanaman jagung pada fase pertumbuhan generatif hingga masa panen terutama pada bagian daun tanaman (Sumartini, 1990 dan 1990a), dan apabila tingkat serangan berat maka serangan mencapai seludang daun dan tongkol, hal ini biasanya terjadi pada varietas jagung yang rentan. Di Indonesia, penyakit karat merupakan penyakit yang endemis, sering menjadi penyebab utama rendahnya hasil di beberapa daerah sentra produksi jagung di Indonesia (Sumartini, 1992). Kehilangan hasil akibat penyakit karat cukup besar. Di Amerika Serikat kehilangan hasil mencapai 45% (Roduel et al., 1988), di Nigeria sebesar 50% (van der Plank, 1969; Shurtleff, 1980), dan lebih besar lagi di Afrika mencapai 70% (Holliday, 1980). Pengendalian penyakit karat dapat dilakukan dengan berbagai cara

description

KLINTAN

Transcript of 511

Page 1: 511

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9  

427  

KOMPONEN TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KARAT Puccinia polysora Underw (UREDINALES: PUCCINIACEAE)

PADA TANAMAN JAGUNG

Burhanuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

Abstrak. Penyakit karat yang disebabkan oleh jamur Puccinia polysora Underw Puccinia sorghi Schweinitz merupakan salah satu jenis penyakit penting pada tanaman jagung yang menempati urutan kedua setelah penyakit bulai di Indonesia. Jamur ini pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1891 dan diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1950-an, telah menyebar di seluruh sentra produksi jagung di Indonesia. Jamur ini menyerang tanaman jagung pada fase pertumbuhan generatif hingga masa panen, terutama pada bagian daun tanaman dan apabila tingkat serangan berat maka serangan mencapai seludang daun dan tongkol, hal ini biasanya terjadi pada varietas jagung yang rentan. Gejala penyakit karat dominan tampak pada daun tanaman jagung dibanding dengan bagian tanaman lainnya. Pada tanaman dewasa yaitu daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna kecoklatan seperti karat serta terdapat serbu yang berwarna kuning kecoklatan, serbuk ini kemudian menjadi bermacam-macam bentuk. Kehilangan hasil akibat penyakit karat antara 45%-70%. Pengendalian penyakit karat dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mananam varietas tahan, pengaturan waktu tanam, dan penggunaan bahan kimia (fungisida). Penggunaan fungisida dalam pengendalian penyakit karat pada tanaman jagung dianjurkan pada saat intesitas serangan lebih besar dari 21% dengan fungisida yang mengandung bahan aktif captafol, triadimefon, mancozeb dan carbendazim. Kata kunci : Jagung, penyakit karat, pengendalian

PENDAHULUAN

Salah satu faktor penyebab rendahnya hasil jagung di Indonesia adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Direktorat Perlindungan Tanaman melaporkan bahwa pada periode 1978-1981 rata-rata areal pertanaman jagung yang rusak oleh hama dan penyakit sebesar 57.871 ha dengan intensitas serangan mencapai 26,5% (Sudjono, 1988).

Penyakit karat yang disebabkan oleh jamur Puccinia polysora Underw (Sudjono, 1988) dan Puccinia sorghi Schweinitz merupakan salah satu jenis penyakit penting pada tanaman jagung yang menempati urutan kedua setelah penyakit bulai di Indonesia (BPS, 1989; Sudjono, 1987; Sumartini dan Hardaningsih, 1995). Spesies P. polysora Underw dominan menyerang tanaman jagung di Sulawesi Selatan. Jamur ini menyerang tanaman jagung pada fase pertumbuhan generatif hingga masa panen terutama pada bagian daun tanaman (Sumartini, 1990 dan 1990a), dan apabila tingkat serangan berat maka serangan mencapai seludang daun dan tongkol, hal ini biasanya terjadi pada varietas jagung yang rentan.

Di Indonesia, penyakit karat merupakan penyakit yang endemis, sering menjadi penyebab utama rendahnya hasil di beberapa daerah sentra produksi jagung di Indonesia (Sumartini, 1992). Kehilangan hasil akibat penyakit karat cukup besar. Di Amerika Serikat kehilangan hasil mencapai 45% (Roduel et al., 1988), di Nigeria sebesar 50% (van der Plank, 1969; Shurtleff, 1980), dan lebih besar lagi di Afrika mencapai 70% (Holliday, 1980). Pengendalian penyakit karat dapat dilakukan dengan berbagai cara

Page 2: 511

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9  

428  

seperti menanam varietas tahan, pengaturan waktu tanam, dan penggunaan bahan kimia (fungisida).

Dalam tulisan ini akan diuraikan secara singkat tentang sebaran, gejala, inang anternatif, faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan komponen teknologi pengendalian penyakit karat pada tanaman jagung.

SEBARAN PENYAKIT KARAT

Penyakit karat pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1891, kemudian pada tahun 1940 ditemukan di Karibia, sembilan tahun kemudian yaitu pada tahun 1949 ditemukan di Afrika Barat (Semangun, 1991). Selanjutnya, pada tahun 1966 jamur P. polysora ini ditemukan di Asia yaitu di Thailand dan Filipina (Kranz et al., 1977). Khusus di Indonesia diperkirakan masuk sekitar tahun 1950-an (Semangun, 1991), dan telah menyebar luas di seluruh daerah yang menanam jagung di Indonesia (Anonim, 1988; Johntson, 1961). Laporan lainnya menyebutkan bahwa penyakit karat ini terdapat di Malaysia, Filipina, Papua Nugini (Benigno dan Quebral, 1977; Giatgong, 1980; Shaw, 1963; Singh, 1980). Berdasarkan laporan-laporan tersebut, maka Shurtleff (1980) menyimpulkan bahwa penyakit karat pada tanaman jagung tersebar luas di semua daerah penanaman jagung di dunia meliputi Eropa, Rusia, Amerika, Afrika, Australia, dan Asia baik yang beriklim tropik maupun subtropik.

Wakman (1988) melaporkan adanya serangan penyakit karat pada pertanaman jagung di Kabupaten Jeneponto dan Sinjai Sulawesi Selatan dengan tingkat serangan masih relatif rendah yaitu antara 1-5%. Kemudian pada musim hujan 1989/1990 penyakit karat dilaporkan menyerang pertanaman jagung di Kebun Percobaan Muneng Jawa Timur (Sumartini, 1992), selanjutnya pada tahun 1992 dilaporkan menyerang pertanaman jagung di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta (Sudjono dan Sukmana, 1995). Selanjutnya, Djafar (1995) menyatakan bahwa penyakit karat ini merupakan salah satu jenis penyakit tanaman jagung yang potensil di Sumatera Selatan. Pada periode tahun 2004-2006, penyakit karat telah dilaporkan menyerang tanaman jagung di Kabupaten Luwu Timur, Bone dan Bantaeng Sulawesi Selatan dengan luas serangan rata-rata 13,33 ha per tahun (BPTPH Sulawesi Selatan, 2005, 2006, dan 2007) .

GEJALA PENYAKIT

Gejala penyakit karat dominan tampak pada daun tanaman jagung dibanding dengan bagian tanaman lainnya (Gambar 1). Pada tanaman dewasa yaitu daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna kecoklatan seperti karat serta terdapat serbu yang berwarna kuning kecoklatan, serbuk ini kemudian menjadi bermacam-macam bentuk. Kranz et al. (1997) mengemukakan bahwa pada permukaan atas dan bawah daun terdapat bercak kecil atau seperti bisul, bentuknya bulat sampai lonjong berwarna coklat kemerahan ukuran 2 mm. Bercak ini menghasilkan spora yang disebut teliospora (Gambar 2), tersebar pada permukaan daun dan akan berubah warna menjadi hitam kecoklatan setelah teliospora berkembang. Karena banyaknya teliospora yang terbentuk menyebabkan permukaan bagian atas daun menjadi kasar. Pada tingkat serangan berat daun menjadi kering.

Page 3: 511

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9  

429  

INANG ALTERNATIF Penyakit karat, selain menyerang tanaman jagung juga dapat menyerang Teosinte (Euclaena mexicana), Tripsacum lanceolatum, T. pilosum, Erianthus alopecoroides (Laundon and Waterson, 1964; Schieber, 1975; Shurtleff, 1980; Bushnell and Roelfs, 1984). Tanaman-tanaman tersebut dapat menjadi tempat bertahan penyakit karat selama tanaman jagung belum ada di lapangan dan berpotensi sebagai penyebar penyakit pada musim tanam berikutnya. Apabila ditemukan tanaman-tanaman tersebut di atas disekitar pertanaman jagung maka segera dimusnahkan. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT

Penyebaran penyakit karat dipengaruhi oleh terbetuknya urediospora. Jamur ini tidak dapat bertahan hidup pada jaringan mati karena tidak dapat hidup sebagai saprofit. Berkembang sangat baik pada suhu 27-280 C dan kelembaban udara yang tinggi serta jenis varietas/tanaman tertentu. Kelembaban udara yang tinggi akan meningkatkan serangan penyakit karat (Sudjono dan Sukmana, 1995). Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan Pakki (1998) bahwa intensitas serangan penyakit karat lebih tinggi di Batukaropa yang kelembaban udaranya lebih tinggi dibandingkan dengan di Lanrang yang relatif lebih rendah kelembaban udaranya.

Faktor lainnya adalah perbedaan topografi. Pada ketinggian di atas 1.220 meter dari permukaan laut, perkembangan penyakit terhambat dan sebaliknya perkembangan penyakit sangat baik pada ketinggian di bawah 900 meter dari permukaan laut (Anonim,1977). KOMPONEN TEKNOLOGI PENGENDALIAN PENYAKIT KARAT

Pengendalian penyakit karat dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menanam varietas tahan, pengaturan waktu tanam, dan penggunaan bahan kimia (fungisida).

Gambar 1. Gejala serangan P. sorghi (CPC, 2005) 

Gambar 2. Teliospora P. sorghi (CPC, 2005) 

Page 4: 511

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9  

430  

Menanam Varietas Tahan Pengendalian penyakit dengan menanam varietas tahan merupakan cara yang

mudah penerapannya bagi petani, biayanya murah dan ramah terhadap lingkungan. Menanam varietas tahan dimaksudkan untuk menekan serangan penyakit sehingga tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi atau kehilangan hasil relatif kecil. Schieber (1977) menyatakan bahwa menanam varietas tahan adalah merupakan satu-satunya cara pengendalian penyakit karat. Russel (1978) memandang cara ini adalah paling efektif dan efisien dari cara pengendalian lainnya, asalkan sifat ketahanannya tidak berkaitan dengan produktivitas dan kualitas hasil rendah. Selama periode tahun 2003-2009 telah dilepas varietas jagung bersari bebas dan jagung hibrida tahan terhadap penyakit karat (Tabel 3). Varietas-varietas tersebut dianjurkan untuk digunakan dalam pengendalian penyakit karat pada tanaman jagung, dan juga dapat dijadikan sebagai sumber gen ketahanan dalam perakitan varietas unggul tahan penyakit karat di masa yang akan datang. Tabel 3. Varietas-varietas jagung bersari bebas dan hibrida tahan penyakit karat yang

dirilis tahun 2000-2008 di Indonesia

Varietas

Tahun dirilis

Umur (hr)

Rata-rata Produksi

(t/ha)

Potensi hasil (t/ha)

Reaksi terhadap

karat BERSARI BEBAS Palakka 2003 95-100 6,0 8,0 T Sukmaraga 2003 110 6,0 8,5 T Srikandi Putih-1 2004 105-110 5,9 8,1 T Srikandi Kuning-1 2004 105-110 5,4 7,9 T HIBRIDA Pioneer-21 2003 95-117 6,1 13,3 T Bisi-16 2004 107-135 9,2 13,4 T Bisi-18 2004 100-125 9,1 12,0 T NK82 2004 92 9,379 11,095 T NK88 2004 95 9,675 11,631 T DK-2 2004 98 9,14 11,62 T DK-3 2004 98 9,25 11,94 T Bisi-222 2009 102-130 10,38 13,65 T Bisi-818 2009 102-135 10,05 13,97 T Bisi-816 2009 101-131 10,44 13,65 T Pertiwi 1 2009 100 9,38 12,83 T Pertiwi 2 2009 101 9,66 13,66 T Pertiwi 3 2009 103 9,64 13,74 T Makmur 4 2009 79 6,9 10,9 T AS 1 2009 79 7,1 10,0 T Keterangan: T = Tahan. Sumber: Balitsereal (2005); Puslitbangtan (2009) Waktu Tanam Tepat

Pengaturan waktu tanam bertujuan untuk menghindari masa kritis tanaman dari serangan penyakit. Timbulnya berbagai serangan penyakit erat kaitannya dengan kualitas dan fase pertumbuhan tanaman di lapangan. Menanam pada waktu yang tepat secara serempak pada suatu hamparan yaitu pada saat sumber inokulum penyakit masih relatif

Page 5: 511

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9  

431  

rendah atau belum ada di lapangan dapat memperkecil dan memperpendek distribusi sumber inokulum (Manwan 1977; Palti 1981).

Pengendalian penyakit dengan cara menanam pada waktu yang tepat merupakan salah satu komponen pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, tidak menimbulkan efek samping terhadap pathogen, musuh alami, dan ramah terhadap lingkungan. Namun sampai saat ini informasi mengenai fluktuasi keberadaan penyakit karat di sentra-sentra produksi jagung di Indonesia masih sangat terbatas jumlahnya sehingga penerapannya belum sepenuhnya dilaksanakan. Indikatornya masih sering ditemukan fase pertumbuhan tanaman jagung yang bervariasi, terdiri dari berbagai fase umur tanaman pada suatu hamparan. Kondisi seperti tersebut sangat mendukung timbulnya berbagai jenis penyakit karena selalu tersedia sumber makanan di lapangan sepanjang tahun.

Pada umumnya petani menanam jagung biasanya hanya berdasarkan ketersediaan air dan kesempatan mereka, tetapi belum memperhitungkan masalah penyakit yang pada waktu-waktu tertentu akan muncul di pertanaman. Penyakit yang disebabkan oleh jamur/cendawan dapat berkembang dengan baik pada kondisi suhu rendah dan kelembaban (RH) yang relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menghindari tanaman jagung dari serangan penyakit karat sebaiknya menanam pada awal musim hujan, terutama di lahan tegal. Pertanaman jagung yang agak lambat biasanya mendapat serangan yang lebih berat (Semangun 1991). Menurut Sudjono dan Sukmana (1995) intensitas serangan penyakit karat sangat tinggi pada pertanaman jagung yang ditanam pada periode bulan Desember sampai Januari. Kimiawi

Dalam konsep PHT, penggunaan bahan kimia untuk pengendalian penyakit tanaman merupakan alternatif terakhir atau digunakan apabila tidak dapat diatasi dengan cara lainnya. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pengendalian penyakit di tingkat petani pada umumnya masih dominan menggunakan pestisida (bahan kimia). Biasanya petani menggunakan pestisida hanya berdasarkan jenis yang tersedia di pasaran (kios-kios saprodi) dimana mereka berdomisili tanpa memperhitungkan secara selektif.

Jenis-jenis pestisida yang direkomendasikan untuk pengendalian penyakit yang disebabkan oleh jamur masih sangat terbatas jumlahnya dibandingkan dengan pestisida untuk pengendalian hama pada tanaman jagung. Penggunaan pestisida yang kurang tepat baik jenis, takaran maupun cara dan waktu aplikasinya dapat berpengaruh buruk terhadap organisme bukan sasaran termasuk terhadap lingkungan, serta bisa dikatakan pemborosan biaya saja. Hasil pengujian Sumartini (1992) menunjukkan bahwa penyemprotan fungisida yang memiliki bahan aktif Mancozeb dan Carbendazim, konsentrasi 2g/l dengan interval waktu penyemprotan 10 hari sejak tanaman 7 hari setelah tanam juga efektif menekan serangan penyakit karat pada jagung Galur Harapan Mojosari, masing-masing dari 21% menjadi 14,31% dan 17,09%. Fungisida Dithane M 45 mengandung bahan aktif Mencozeb, berupa fungisida kontak yang berspektrum luas, cara kerja fungisida tersebut menghambat enzim-enzim patogen termasuk enzim P. polysora pada tanaman jagung (Sumartini 1990a). Sedangkan fungisida yang mengandung bahan aktif Carbendazim yaitu Delsene MX-200, berupa fungisida sistemik, cara kerjanya menghambat DNA (Van der Plank 1969). Selain itu, Irriani (1994) melaporkan bahwa fungisida dengan bahan aktif Captafol dan Triadimefon efektif menekan serangan penyakit karat pada tanaman jagung berturut-turut 14,37 % dan 18,0 %.

Cara pengendalian penyakit di tingkat petani pada umumnya dilakukan secara berkala sejak tanaman mereka masih muda hingga tanaman menghasilkan tongkol dengan selang waktu penyemprotan tidak menentu serta tanpa memperhitungkan jenis dan tingkat serangan penyakit di pertanaman. Tindakan yang demikian tersebut hanya

Page 6: 511

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9  

432  

merupakan pemborosan biaya dan dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap patogen dan lingkungan.

Salah satu cara untuk mengurangi frekuensi pemberian fungisida dalam pengendalian penyakit karat pada tanaman jagung adalah menggunakan fungisida yang memiliki efektivitas tinggi dan diaplikasikan berdasarkan tingkat kerusakan tanaman yang diperkirakan akan menimbulkan kerugian secara ekonomi. Oleh karena itu, fungisida digunakan bila perlu atau aplikasi dilakukan apabila tingkat serangan penyakit pada tanaman mencapai ambang kendali. Sumartini (1992) menyatakan bahwa tanaman jagung yang terserang penyakit karat P. polysora dengan intensitas serangan hingga 21% tidak mempengaruhi hasil biji pipilan kering jagung. Hasil yang dicapai pada tingkat serangan 21% secara statistik tidak berbeda nyata dengan hasil dari perlakuan yang disemprot dengan berbagai jenis fungisida selama fase pertumbuhan tanaman dengan selang waktu aplikasi 10 hari. Dengan demikian, aplikasi fungisida dianjurkan pada saat intensitas serangan penyakit karat lebih besar 21%.

KESIMPULAN

Penyakit karat telah menyebar luas di sentra-sentra produksi jagung di Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan, tetapi intensitas serangannya masih relatif rendah dan belum sampai pada taraf yang merugikan secara ekonomi, namun perlu diwaspadai terjadinya outbreak.

Telah tersedia beberapa varietas jagung bersari bebas dan jagung hibrida yang tahan terhadap penyakit karat. Varietas-varietas tersebut dapat digunakan untuk pengendalian penyakit karat dan dapat pula dijadikan sebagai sumber ketahanan dalam perakitan varietas unggul jagung tahan penyakit karat di masa yang akan datang.

Untuk menghindari terjadinya serangan penyakit karat yang tinggi, maka penanaman jagung sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan secara serempak pada suatu hamparan.

Penggunaan fungisida dalam pengendalian penyakit karat pada tanaman jagung dianjurkan pada saat intesitas serangan lebih besar dari 21% dengan fungisida yang mengandung bahan aktif captafol, triadimefon, mancozeb dan carbendazim.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1977. Compendium of Corn Disease. The Am. Phytopathological Soc. USA. 105 p. Anonim. 1988. Daftar Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting yang dilaporkan telah terdapat

di dalam Wilayah Republik Indonesia. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta, 138 hal. Balitsereal. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Edisi empat. Badan Litbang Pertanian.

Balitsereal. 114 hal. Benigno, D.R.A., and F.C. Quebral. 1977. Host Index of Plant Diseases in Philippines. Univ.

Philippines, Coll. Agric. Los Banos, 183 hal. Biro Pusat Statistik. 1989. Survei Pertanian, Luas dan Intensitas Serangan Jasad Pengganggu Padi

dan Palawija di Indonesia. Jakarta, Indonesia, 239 hal. CPC. 2005. Crop Protection Compendium (CPC) 2005 Edition. Djafar, Z. R. 1995. Penyakit pada tanaman pangan di Sumatera Selatan. Kongres Nasional XIII

dan Seminar Ilmiah PFI, 25-27 September 1995, Mataram. Giatgong, P. 1980. Host Index of Plant Diseases in Thailand. 2d. Ed. Min. Agric. Coop., Dept.

Agric.Bangkok, 118 hal. Irriani, E. 1994. Efikasi fungisida Captafol dan Triadimefon untuk mengendalikan penyakit karat

pada jagung. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1993. Balittan Malang: 167-171.

Page 7: 511

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9  

433  

Johntson, A.1961. A Preliminary Plant Disease Survey in Netherlands New Guinea. Bull. Dept. Econ. Affairs, Agric. Series 4, 55 hal.

Kranz J., H. Schmutterrer, and W. Kock. 1977. Disease, Pest, and Weeds in Tropical Crops. Paul Parey, Berlin. 666p.

Laundon G. F., and Waterston J. M. 1964. Puccinia polysora. CMI Description of Pathogenic Fungi and Bacteria, No. 4. Wallingford, UK: CAB International

Manwan, I. 1977. Status pengelolaan hama tanaman padi dan palawija di Indonesia. Simposium I Peranan Hasil-hasil Penelitian Padi dan Palawija dalam Pembangunan, Maros.

Pakki, S. 1998. Kajian penyakit karat (P. polysora) pada dua lokasi pertanaman jagung di Sulawesi Selatan. Makalah disampaikan pada Pertemuan Tahunan XI, PFI. Komda Sulawesi Selatan.

Palti, J. 1981. Cultural Practice and Infection Crops Disease. Spering-Verlag, New York. Puslitbangtan. 2009. Deskripsi Varietas Unggul Palawija 1918-2009. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 330 hal. Roduel R. A., Gene E. Scot and Stanley B. King. 1988. Maize yield losses cause by viticola.

Indian Phytopathology 39(6)812-814. Russel, G. E. 1978. Plant breeding for pest and disease resistance. Worth Butter, London, 458 p.

Schieber, E. 1975. Puccinia polysora. Rust found on Tripsacum laxum in the jungle of Chiapas, Mexico. Plant Disease Reporter, 59(7):625-626. View Abstract.

Schieber, E. 1977. Puccinia sorgi, P. ploysera, Physopella zeae. P. 164-166. In. J. Kranz, H. Shumutterer and W. Koch. 1977. Disease, Pest, and Weeds in Tropical Crops. West Germany.

Shaw, Doroty E. 1963. Plant Pathogens and other Microorganisms in Papua New Guinea. Dept. Agric. Stock. Fish., Port Moresby, Res. Bull. 1, 82 hal.

Singh, K.G. 1980. A Checklist of Host and Diseases in Malaysia. Min. Agric., Malaysia, 280 hal. Shurtleff MC, 1980. A compendium of corn diseases. 2nd Edition. St. Paul, Minnesota, USA:

American Phytopathological Society.Sim TIV, 1980. Southern rust of corn recognized in Kansas. Plant Disease, 64(5):500; [1 fig.]; 2 ref. View Abstract

Semangun, H. 1989. Ekologi pathogen tropika dan pemanfatannya dalam pengendalian penyakit tumbuhan. Prosiding Kongres Nasional X dan Seminar Ilmiah PFI, 14-16 Nopember 1989. Denpasar. Hal. 1-11.

Semangun, H. 1991. Penyakit Panyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hal.

Shurtleff. 1980. Compendium of Corn Disease. 2nd. The Am. Phytopathology Soc. USA. 105 p. Sudjono, M. S. 1987. Kajian penyakit karat pada tanaman pangan. Hal. 70-72. Dalam. M.

Machmud dan Juwanto, H. (ed.) Gatra Penelitian Penyakit Tumbuhan dalam Pengendalian Secara Terpadu. Risalah Seminar Ilmiah PFI, 29-31 Oktober 1985. Jakarta.

Sudjono, M. S. 1988. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Hal. 205-241. Dalam. Subandi, M. Syam, dan A. Wdjono (ed.), Jagung. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman pangan, Bogor.

Sudjono, M. S., dan Sukmana. 1995. Pengaruh masa tanam jagung terhadap penyakit dan hasil di Kecamatan Playen, kabupaten Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta. Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI, 25-27 September 1995. Mataram.

Sumartini. 1990. Teknik Pelaksanaan Percobaan Tanaman Pangan. Balittan Malang. Hal. 54-57. Sumartini. 1990a. Ketahanan varietas jagung terhadap penyakit bercak daun, Drechslera sp., dan

karat P. polysora. Hasil Penelitian Balittan Malang Tahun 1989/1990. 126 hal. Sumartini. 1992. Pengendalian penyakit bercak daun dan karat pada jagung secara kimiawi.

Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1991. Balittan Malang: 31-35. Sumartini dan S. Hardaningsih. 1995. Penyakit-penyakit jagung dan pengendaliannya. Pengenalan

Hama dan Penyakit Tanaman Jagung serta Pengendaliannya. Monografi Balittan Malang (13):17-40.

Van der Plank, J. E. 1969. Disease Resistance in Plant. Academic Press Inc. London:156-158. Wakman, W. 1988. Survei penyakit pada tanaman palawija di Sulawesi Selatan. Laporan Hasil

Penelitian Penyakit Tanaman 1987/1988. Balittan Maros:49-60.

Page 8: 511

Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009 ISBN :978-979-8940-27-9  

434  

Bushnell, W. L., and Aan, P. R. 1984. The Cereal Rust. Vol. 1: Orgins, Specificity, Structure, and Physiology. Academic Press. 546 p.

Sumber: Kumpulan skripsi Universitas Lampung. www.skripsi.unila.ac.idKumpulan Skripsi Universitas Lampung. JAGUNG (Zea mays L.)TERHADAP PENYAKIT KARAT (Puccinia polysora U.) DAUN JAGUNG ... Penyakit karat daun jagung merupakan salah satu penyakit penting pada ...skripsi.unila.ac.id