5. Bab III Stratigrafi
-
Upload
chrizt-anak-batu -
Category
Documents
-
view
146 -
download
6
Transcript of 5. Bab III Stratigrafi
31
BAB III
STRATIGRAFI
3.1. Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi
Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo, Sulawesi, skala 1 : 250.000
(Djuri dan Sudjatmiko, 1974 ; Djuri dkk, 1998, Edisi Kedua )
Pada Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo
(Djuri dan Sudjatmiko, 1974 ; Djuri dkk, 1998, Edisi Kedua ) dijumpai beberapa
formasi batuan yang berdasarkan urutan stratigrafinya formasi batuan tertua
daerah ini adalah Formasi Lamasi yang berumur Oligosen, terdiri dari aliran lava
bersusunan basaltik hingga andesitik, breksi vulkanik, batupasir dan batulanau,
setempat-setempat mengandung feldspatoid. Kebanyakan batuan terkersikkan
dan terkloritisasi serta tidak dijumpai adanya fosil, dengan tebal tidak kurang dari
500 m (Djuri dkk, 1998, Edisi Kedua).
Di atas Formasi Lamasi diendapkan secara tidak selaras Formasi Salowajo
yang terdiri dari batugamping dan napal yang tersisip, setempat mengandung
batupasir gampingan berwarna abu-abu sampai kehitaman. Juga terdiri dari breksi
dan konglomerat, pada umumnya fosil foraminifera yang dijumpai berumur dari
Miosen Awal hingga Miosen Tengah ( Djuri dkk, 1998 ).
31
Daerah Penelitian
32
Gambar 3.1. Peta Geologi Lembar Majene Dan Bagian Barat Palopo (Djuri,Sudjatmiko, S. Bachri Dan Sukido , 1998, Edisi Kedua)
Gambar 3.2 Kolom Stratigrafi Regional Lembar Majene dan Palopo bagian Barat ( Djuri, Simandjuntak, S.Bachri dan Sukido, 1998 )
33
3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian
Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian
didasarkan pada litostratigrafi tidak resmi, yang bersendikan ciri fisik yang dapat
diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi,
keterdapatan fosil, posisi stratigrafi dan hubungan antara satuan batuan, serta
dapat terpetakan pada sekala 1 : 25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Pembagian satuan batuan pada daerah penelitian yaitu didasarkan pada
lithostratigrafi tidak resmi dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan yang diurutkan
dari satuan termuda ke satuan tertua yaitu :
Satuan batugamping
Satuan batulempung karbonatan
Satuan basal porfiri
Masing-masing satuan batuan akan diuraikan mulai dari satuan batuan
tertua sampai satuan batuan termuda. Pembahasan dari tiap-tiap satuan batuan
menyangkut dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi, lingkungan
pembentukan dan umur, serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan di
sekitarnya.
3.2.1 Satuan basal porfiri
Satuan basal porfiri merupakan satuan tertua pada daerah penelitian,
pembahasan mengenai satuan basal porfiri ini meliputi uraian mengenai dasar
penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik
34
megaskopis dan mikroskopis, lingkungan pembentukan, umur dan hubungan
stratigrafi dengan satuan batuan lainnya.
3.2.1.1 Dasar Penamaan
Dasar penamaan satuan ini adalah berdasarkan pada litostratigrafi tidak
resmi yang didasarkan atas ciri litologi, keseragaman litologi, kandungan mineral,
dan penyebaran litologi yang mendominasi secara lateral, dan dapat terpetakan
dalam sekala peta 1:25.000.
Penamaan litologi batuan dari satuan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan mikroskopis. Penamaan secara
megaskopis ditentukan berdasarkan komposisi mineral yang dapat teramati
langsung oleh mata dengan menggunakan klasifikasi Fenton, 1940. Sedangkan
penamaan secara mikroskopis yaitu menggunakan mikroskop polarisasi untuk
melakukan pengamatan secara mendetail terhadap kandungan mineral
menggunakan klasifikasi Travis, 1955.
3.2.1.2 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan basal porfiri ini menempati sekitar 69.17% dari luas keseluruhan
daerah penelitian yaitu dengan luas penyebaran sekitar 28,52 km2. Penyebaran
satuan ini meliputi bagian Barat Laut hingga Tenggara pada daerah Salo Lombok
dan menyebar dari Utara ke Selatan sepanjang anak sungai Salo Talorong, Salo
Arangan, dan Salo Barabba. Satuan basal porfiri ini tersingkap segar sepanjang
sungai utama yaitu Salo Lombok .
35
Berdasarkan perhitungan ketebalan satuan basal porfiri pada penampang
sayatan geologi A – B, maka tebal satuan ini adalah sekitar 650 m.
3.2.1.3 Ciri Litologi
Kenampakan megaskopis yang dijumpai dilapangan dari basal porfiri ini
yaitu dalam keadaan segar berwarna abu–abu kehijauan sedangkan dalam keadaan
lapuk berwarna abu-abu kecoklatan, kristalinitas hipokristalin, granularitas
porfiritik, bentuk subhedral-anhedral dengan relasi inequigranular, struktur
masive, komposisi mineral plagioklas, piroksin, serta massa dasar. (Foto 3.1 )
Kenampakan petrografis (Foto 3.2), pada sayatan tipis dengan nomor
sayatan BB/GC/68 dan BB/GC/02 memperlihatkan warna kuning kecoklatan,
warna interferensi abu–abu kehitaman, tekstur hipokristalin, granularitas
porfiritik, bentuk subhedral–euhedral, ukuran mineral antara (< 0,1–1,4 mm),
tersusun atas mineral Plagioklas (Bitownit) (25–40%), Piroksin (Diopsit) (7-10 %)
, Biotit (5-10 %) , Mineral Opak (5-7%) serta massa dasar afanitik (20-33%)
dengan nama batuan Basal porfiri ( Travis, 1955), pemerian petrografis
terlampir.
ab
d
e
c
36
Foto 3.1 Singkapan basal porfiri pada Salo Lombok yang difoto relatif ke arah N 290 0 E pada Stasiun 68
Foto3.2 Fotomikrograf basal porfiri pada sayatan BB/GC/68 yang memperlihatkan adanya mineral plagioklas (a), piroksin (b), Biotit (c) mineral opak (d), massa dasar (e)
37
3.2.1.4 Lingkungan Pembentukan dan Umur
Satuan Basal porfiri pada daerah penelitian memiliki ciri fisik dalam
keadaan segar berwarna abu–abu kehijauan sedangkan dalam keadaan lapuk
berwarna abu-abu kecoklatan. Berdasarkan ciri-ciri fisik litologi satuan ini dan
penyebaran geografisnya maka satuan basal porfiri ini dapat disebandingkan
dengan Formasi Lamasi, sehingga lingkungan pembentukan dari satuan basal
porfiri ini yaitu lingkungan darat.
Penentuan umur satuan basal porfiri ini ditentukan berdasarkan data-data
yang dijumpai dilapangan serta kesebandingan terhadap stratigrafi regional daerah
penelitian yaitu batuan gunungapi Lamasi (Tolv) yang dicirikan lava bersusunan
basal, setempat mengandung feldspatoid, sebagian besar terkloritisasi dan
terbreksikan yang diketahui berumur Oligosen, sehingga dapat diketahui bahwa
umur dari satuan basal porfiri pada daerah penelitian adalah Oligosen.
3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara satuan basal porfiri dengan satuan yang berada
diatasnya yaitu satuan batulempung karbonatan dilihat dari lingkungan
pembentukan yang berbeda dan adanya selang waktu pembentukan batuan, maka
hubungan stratigrafinya adalah hubungan ketidakselarasan.
3.2.2 Satuan batulempung karbonatan
Pembahasan tentang satuan batulempung karbonatan pada daerah
penelitian berupa meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan
ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan mikroskopis, umur,
38
lingkungan pengendapan dan hubungan stratigrafi dengan satuan lainnya pada
daerah penelitian.
3.2.2.1 Dasar Penamaan
Dasar penamaan satuan ini yaitu berdasarkan litostratigrafi tidak resmi
yang didasarkan pada ciri litologi, keseragaman gejala litologi dan ukuran butir,
kandungan mineral, dan penyebaran batuan yang mendominasi secara lateral,
serta dapat terpetakan dalam peta bersekala 1: 25.000.
Penamaan litologi dari satuan batulempung karbonatan ini dilakukan
dengan dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan mikroskopis.
Penamaan secara megaskopis ditentukan berdasarkan ukuran butir yang dapat
teramati langsung oleh mata dilapangan dengan memakai klasifikasi Wentworth,
1922. Sedangkan penamaan secara mikroskopis menggunakan mikroskop
polarisasi untuk mengetahui kandungan mineral secara lebih spesifik
menggunakan klasifikasi Pettijohn 1956.
3.2.2.2 Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batulempung karbonatan ini menempati sekitar 25 % dari luas
keseluruhan daerah penelitian yaitu dengan luas penyebaran sekitar 10,274 km2.
Penyebaran satuan ini meliputi bagian Selatan daerah penelitian yang memanjang
relatif dari Barat ke Timur desa Lombok sampai dusun Pandreng.
Berdasarkan perhitungan ketebalan satuan batulempung karbonatan pada
penampang sayatan geologi A – B, maka tebal satuan ini adalah sekitar 550 m.
39
3.2.2.3 Ciri Litologi
Satuan ini terdiri dari batulempung karbonatan dan sisipan batugamping
pasiran. Satuan batulempung karbonatan ini memiliki kenampakan lapangan
dalam keadaan segar berwarna abu – abu dan dalam keadaan lapuk berwarna
kuning kecoklatan, tekstur klastik halus, ukuran butir lempung, bersifat
karbonatan, struktur berlapis (N1250E/250), nama batuan Batulempung karbonatan
(Foto 3.3). Kondisi singkapan di lapangan umumnya dijumpai dalam keadaan
segar pada anak sungai Salo Paung, Salo Maula dan Salo Likkua di daerah
penelitian.
Kenampakan petrografis pada sayatan tipis dengan nomor sayatan
GC/BL/46 (Foto 3.4), memperlihatkan warna kuning kecoklatan, tekstur klastik,
komposisi material terdiri dari mineral lempung (70–80%), mineral karbonat (10-
15%), mineral opak (2–3%), fosil (1-2%), nama batuan Calcareous claystone
(Pettijohn 1956), pemerian petrografis terlampir.
Foto 3.3 Singkapan Batulempung karbonatan pada salo Paung difoto ke arah N 2300 E (Stasiun 46)
a
b c
d
40
Kenampakan batugamping pasiran dilapangan di jumpai dalam bentuk
sisipan pada batulempung karbonatan dengan kedudukan N1240E/270 (Foto 3.5)
memiliki ciri fisik berwarna putih keabu–abuan dalam keadaan segar, dan
berwarna kuning kecoklatan dalam keadaan lapuk, tekstur klastik, ukuran butir
pasir sedang, struktur berlapis.
Hasil analisis petrografis batugamping pasiran pada sayatan tipis dengan
nomor sayatan GC/BG/64 (Foto 3.6) memperlihatkan warna kuning kecoklatan,
tekstur grain supported, komponen penyusunnya terdiri dari grain berupa skeletal
grain mikrofosil dan nonskeletal berupa mineral kalsit (40-45%) mud berupa
mineral karbonat ( 35- 40%) dan impuritis berupa mineral opak (5-7%)
Foto 3.4 Fotomikrograf batulempung karbonatan dengan nomor sayatan GC/BL/46, memperlihatkan komposisi material berupa mineral lempung (a) material karbonat (b), mineral opak (c), fosil foraminifera (d)
41
Foto 3.6 Fotomikrograf batugamping pasiran dengan nomor sayatan GC/BG/64, memperlihatkan grain mikrofosil (mf), mineral kalsit (ks), mud (md), mineral opak (mo)
Foto 3.5 Singkapansalo
mf
ks
mo
md
42
3.2.2.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur
Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan batulempung karbonatan
ini didasarkan pada keterdapatan fosil bentonik yang dijumpai serta ciri fisik dari
batuan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi pada fosil foraminifera
bentonik yang dijumpai pada litologi batulempung karbonatan menunjukkan fosil
Cibicides lobatulus ( Walker and Jacob ), Elphidium sagra ( d’Orbigny ), dan
Textularia bermudezi Cushman and Todd dalam jumlah yang banyak( Lihat Foto
3.7).
Berdasarkan klasifikasi menurut Boltovskoy, 1976 kandungan fosil
bentonik yang ada pada batulempung karbonatan tersebut menunjukkan
lingkungan pengendapan dari satuan batulempung karbonatan yaitu Middle neritic
dengan kedalaman berkisar 30 – 100 meter ( Tabel 3.1 )
a b c
Foto 3.7 Fosil bentonik pada batulempung karbonatan pada stasiun 46 yaitu ; Elphidium sagra ( d’Orbigny ) (a), Cibicides lobatulus ( Walker and Jacob) (b), Textularia bermudezi Cushman and Todd (c),
43
Tabel 3.1 Lingkungan pengendapan batulempung karbonatan ( Klasifikasi Boltovskoy, 1976 )
Nama Fosil
Inte
rtid
alzo
ne
Inne
r ne
riti
c
Mid
dle
neri
tic
Out
er
neri
tic
Upp
er a
nd
mid
dle
bath
yal
zone
Low
er
bath
yal
zone
Cibicides bernettii BermudezElphidium sagra ( d’Orbigny )
Textularia bermudezi Cushman and
Todd
Kedalaman 0-30
30-
100
100-
130
130-
1000
1000
-30
00
Penentuan umur Satuan batulempung karbonatan menggunakan penentuan
umur relatif dengan melihat kandungan fosil plantonik yang dijumpai pada
batulempung yang ditunjukkan pada zonasi Blow, 1969 ( Postuma, 1971).
Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi dijumpai adanya fosil
plantonik berupa Globigerina praebulloides BLOW, Globigerina venezuelana
HEDBERG, Globorotalia fohsi CUSHMAN and ELLISOR, Globorotalia
menardii, Sphaerodinella subdehiscens BLOW, Orbulina universa D’ORBIGNY
( Foto 3.8 )
dcba
Foto 3.8 Fosil plantonik pada batulempung karbonatan yaitu ; Globorotalia menardii (a), Globigerina venezuelana HEDBERG (b), Globigerina praebulloides BLOW (c), Orbulina universa D’ORBIGNY (d)
44
Tabel 3.2 Penentuan umur satuan batulempung karbonatan berdasarkan fosil plantonik menurut Blow. 1969 ( Postuma,1971)
OL
IGO
SE
N MIOSEN
PL
IOS
EN
QU
AR
TE
R
KANDUNGANFOSIL PLANKTONIKAwal Tengah Akhir
Globorotalia menardii
Globigerina venezuelana HEDBERG
Orbulina universa D’ORBIGNY
N1
N2
N3
N4
N5
N6
N7
N8
N9
N10
N11
N12
N13
N14
N15
N16
N17
N18
N19
N20
N21
N22
N23
ZONASI BLOW, 1969
Berdasarkan keterdapatan fosil plantonik maka umur dari satuan
batulempung karbonatan yaitu Miosen Tengah bagian Tengah - Miosen Akhir
ditandai dengan pemunculan fosil Globorotalia menardii dan pemusnahan fosil
Globigerina venezuelana HEDBERG atau dapat disebandingkan dengan zonasi
BLOW, 1969 yaitu pada zonasi N.12 – N.18 yang ditandai dengan pemunculan
Globorotalia (G) fohsi dan pemusnahan Globorotalia tumida ( Tabel 3.2 )
3.2.2.5 Hubungan Stratigrafi
Penentuan hubungan stratigrafi antara satuan batulempung karbonatan
pada daerah penelitian didasarkan pada ciri fisik dan umur batuan . Berdasarkan
hasil penelitian dapat tentukan bahwa hubungan stratigrafi antara satuan
batulempung karbonatan dengan satuan batuan yang lebih tua yaitu basal porfiri
45
adalah ketidakselarasan. Sedangkan hubungan stratigrafi satuan batulempung
karbonatan dengan satuan batugamping yang lebih muda adalah selaras .
3.2.3 Satuan batugamping
Pembahasan tentang satuan batugamping pada daerah penelitian berupa
meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi
meliputi karakteristik megaskopis dan mikroskopis, umur, lingkungan
pengendapan dan hubungan stratigrafi dengan satuan lainnya pada daerah
penelitian.
3.2.3.1 Dasar Penamaan
Dasar penamaan satuan ini yaitu berdasarkan litostratigrafi tidak resmi
yang didasarkan pada ciri litologi, keseragaman gejala litologi dan ukuran butir,
kandungan mineral, dan penyebaran batuan yang mendominasi secara lateral,
serta dapat terpetakan dalam peta berskala 1: 25000.
Penamaan litologi dari satuan batugamping ini dilakukan dengan dua cara
yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan mikroskopis. Penamaan secara
megaskopis ditentukan berdasarkan ukuran butir yang dapat teramati langsung
oleh mata dilapangan. Sedangkan penamaan secara mikroskopis dilakukan
dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk mengamati sifat optik dari
komposisi mineral dan material yang menyusun batuan menggunakan klasifikasi
batuan karbonat menurut Dunham, 1962 ( Sam Boggs, 1991 ) yaitu berdasarkan
komponen penyusun dan tekstur batugamping.
46
3.2.3.2 Penyebaran dan Ketebalan
Penyebaran satuan batugamping ini menempati 5,83% dari luas
keseluruhan daerah penelitian, dengan luas penyebaran sekitar 2,28 km2. Satuan
batugamping ini memiliki penyebaran meliputi bagian Barat Daya daerah
penelitian. Satuan batugamping ini tersingkap dalam keadaan segar sepanjang
anak sungai Salo Paung.
Ketebalan satuan batugamping ini diperoleh dari perhitungan ketebalan
pada penampang geologi A – B yaitu ± 525 m.
3.2.3.3 Ciri Litologi
Kenampakan lapangan dari batugamping pada stasiun 49 memperlihatkan
warna segar abu – abu, dalam keadaan lapuk berwarna coklat kehitaman, tekstur
klastik, struktur berlapis ( Foto 3.9 ). Struktur berlapis dengan tebal perlapisan 13-
20 cm, jurus perlapisan yaitu N1250E dengan kemiringan perlapisan bervariasi 290
hingga 380. Struktur sedimen berupa convolute laminasi ( Foto 3.10 )
47
Analisis petrografis dilakukan pada sayatan tipis batugamping pada
stasiun 49 dan 63 ( GC/BG/49 dan GC/BG/63 ). Hasil analisis petrografis pada
sayatan tipis batugamping pada stasiun 49 (Foto 3.11) memperlihatkan warna
kuning kecoklatan, tekstur grain supported , komponen penyusunnya terdiri dari
grain berupa skeletal grain mikrofosil dan nonskeletal berupa mineral kalsit (45-
55%), mud berupa mineral karbonat ( 35-40%) dan impuritis berupa mineral opak
( 3 -5%), nama batuan Packstone ( Dunham,1962 ).
Kenampakan batugamping pada stasiun 63 (Foto 3.12 ) dengan nomor
sayatan GC/BG/63 pada sayatan tipis memperlihatkan warna kuning kecoklatan,
tekstur grain supported, komponen penyusunnya terdiri dari grain yang berupa
Foto 3.9 Singkapan batugamping pada Salo Paung difoto ke arah N 2850 E pada stasiun 49
Foto 3. 10 Struktur sedimen convolute laminasi difoto ke arah N 300 0 E pada stasiun 63
48
fosil dan mineral kalsit ( 75-80%), dan mud berupa mineral karbonat ( 20-25%),
nama batuan Grainstone ( Dunham, 1962)
Foto 3.11 Fotomikrograf batugamping pada stasiun 49 dengan nomor sayatan GC/BG/49, memperlihatkan mineral kalsit (ks) , mikrofosil (mf) dan mud (md)
ks
mf
md
Foto 3.12 Fotomikrograf batugamping pada stasiun 63 dengan nomor sayatan GC/BG/63, memperlihatkan mineral kalsit (ks), fosil( f) dan mud (md)
f
md
ks
49
3.2.3.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur
Penentuan lingkungan pengendapan satuan batugamping ini didasarkan
pada ciri fisik litologi, struktur sedimen dan kandungan fosil bentonik yang
dijumpai. Berdasarkan sifat fisik batuan yang berkomposisi karbonat,dan struktur
sedimen convolute laminasi yang menunjukkan bahwa material terendapkan pada
daerah dengan sistem arus turbidit yang merupakan lingkungan dimana terjadinya
percepatan transportasi yang mengindikasikan bahwa daerah tersebut merupakan
daerah continental slope (Sam Boggs, 1991), serta hasil analisis
mikropaleontologi pada batugamping stasiun 63 dijumpai adanya fosil bentonik
yaitu Elphidium sagra ( d’Orbigny ), Cibicides lobatulus ( Lihat Foto 3.13 ),
maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan satuan ini yaitu pada
middle neritic atau kedalamannya sekitar 30 – 130 meter ( Boltovskoy, 1976).
a b
Foto 3.13 Fosil bentonik pada stasiun 63 berupa Elphidium sagra ( d’Orbigny )(a), Cibicides lobatulus (b)
50
Penentuan umur dari satuan batugamping ini didasarkan pada penentuan
umur relatif dengan menggunakan fosil plantonik yang dijumpai menurut Blow,
1969 dalam Postuma 1971. Fosil foraminifera yang dijumpai pada satuan
batugamping ini yaitu Orbulina bilobata, Globorotalia menardii, Sphaerodinella
subdehiscens BLOW, Globigerina venezuelana HEDBERG ( Lihat Foto 3.14)
Foto 3.14 Kandungan fosil plantonik pada satuan batugamping berupa Globigerina venezuelana HEDBERG (a), Sphaerodinella subdehiscens BLOW (b), Orbulina bilobata (c), Globorotalia menardii (d)
Berdasarkan keterdapatan fosil plantonik maka umur dari satuan
batugamping yaitu Miosen Atas – Pliosen ditandai dengan pemunculan fosil
Sphaerodinella subdehiscens BLOW dan pemusnahan fosil Globigerina
venezuelana HEDBERG atau dapat disebandingkan dengan zonasi BLOW,
1969 yaitu pada zonasi N.16 – N.18 yang ditandai dengan pemunculan
Globorotalia acostaensis dan pemusnahan Globorotalia tumida – Sphaerodinella
subdehiscens ( Tabel 3.3 )
a b dc
51
Tabel 3.3 Penentuan umur satuan Batugamping berdasarkan fosil plantonik menurut Blow, 1969 ( Postuma,1971)
OL
IGO
SE
N MIOSEN
PL
IOS
EN
QU
AR
TE
R
KANDUNGANFOSIL PLANKTONIK
Bawah Tengah Atas
Globorotalia menardii
Globigerina venezuelana HEDBERG
Sphaerodinella subdehiscens BLOW
Orbulina bilobata
N1
N2
N3
N4
N5
N6
N7
N8
N9
N10
N11
N12
N13
N14
N15
N16
N17
N18
N19
N20
N21
N22
N23
ZONASI BLOW, 1969
3.2.3.5 Hubungan Stratigrafi
Penentuan hubungan stratigrafi antara satuan batugamping dengan satuan
batulempung karbonatan yang lebih tua didasarkan pada umur kandungan fosil.
Berdasarkan umur kandungan fosil antara kedua satuan tersebut, maka hubungan
stratigrafi antara kedua satuan tersebut adalah selaras.
52
Kol
om S
trat
igra
fi D
aera
h P
enel
itia
n S
ekal
a T
idak
Seb
enar
nya