45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

56
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau pendekatan transalveolar. Tindakan ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari kita lakukan sebagai dokter gigi Pencabutan bersifat irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi. Karenanya kita perlu waspada dan diharapkan mampu mengatasi kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. 1 Respon pasien tertentu dianggap sebagai kelanjutan yang normal dari pembedahan yaitu perdarahan , rasa sakit dan edema. Tetapi apabila berlebihan , perlu dipikirkan lagi apakah termasuk morbiditas yang biasa atau komplikasi. Komplikasi digolongkan menjadi intraoperatif, segera sesudah operasi dan jauh sesudah operasi. Pencegahannya tergantung pada pemeriksaan riwayat, pemeriksaan menyeluruh, foto rontgen yang memadai, dan formula rencana pembedahan.Tanpa memandang pengalaman operator, kesempurnaan persiapan dan ketrampilan, komplikasi masih bisa terjadi pada situasi perawatan tertentu. Karena itu komplikasi tertentu kadang-kadang tidak terhindarkan. Sebagian

Transcript of 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

Page 1: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan

dengan tang, elevator, atau pendekatan transalveolar. Tindakan ekstraksi gigi

merupakan suatu tindakan yang sehari-hari kita lakukan sebagai dokter gigi

Pencabutan bersifat irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi.

Karenanya kita perlu waspada dan diharapkan mampu mengatasi kemungkinan-

kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.1

Respon pasien tertentu dianggap sebagai kelanjutan yang normal dari

pembedahan yaitu perdarahan , rasa sakit dan edema. Tetapi apabila berlebihan ,

perlu dipikirkan lagi apakah termasuk morbiditas yang biasa atau komplikasi.

Komplikasi digolongkan menjadi intraoperatif, segera sesudah operasi dan jauh

sesudah operasi. Pencegahannya tergantung pada pemeriksaan riwayat,

pemeriksaan menyeluruh, foto rontgen yang memadai, dan formula rencana

pembedahan.Tanpa memandang pengalaman operator, kesempurnaan persiapan

dan ketrampilan, komplikasi masih bisa terjadi pada situasi perawatan tertentu.

Karena itu komplikasi tertentu kadang-kadang tidak terhindarkan. Sebagian besar

komplikasi disebabkan oleh kesadaran pembedahan, adalah tidak akurat dan

merupakan kesalahan pengertian.2,3

1.2 Tujuan penulisan

Mengetahui komplikasi yang terjadi pada intraoperatif, segera sesudah

operasi dan jauh sesudah operasi ekstraksi gigi serta penatalaksanaannya.

Page 2: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

2

1.3 Manfaat Penulisan

Makalah ini disusun untuk menambah wawasan pembaca tentang

komplikasi yang terjadi pada intraoperatif, segera sesudah operasi dan jauh

sesudah operasi ekstraksi gigi serta penatalaksanaannya.

BAB 2

Page 3: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komplikasi Intraoperatif

2.1.1 Perdarahan

Salah satu komplikasi yang mungkin dapat terjadi saat ekstraksi gigi adalah

perdarahan. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa perdarahan saat

ekstraksi dapat terjadi karena faktor lokal maupun karena faktor sistemik. Sebagai

seorang dokter gigi, kita dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan kemampuan

yang memadai dalam melakukan pencegahan dan penatalaksanaannya.2,4,5,6

Etiologi perdarahan:

1. Faktor lokal

Setelah tindakan ekstraksi gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh

darah, hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platelet plug

(gumpalan darah) yang meliputi luka, disebabkan karena adanya interaksi antara

trombosit, faktor-faktor koagulasi dan dinding pembuluh darah. Selain itu juga

ada vasokonstriksi pembuluh darah. Luka ekstraksi juga memicu clotting cascade

dengan aktivasi thromboplastin, konversi dari prothrombin menjadi thrombin, dan

akhirnya membentuk deposisi fibrin.

Perdarahan pasca ekstraksi gigi biasanya disebabkan oleh faktor lokal, tetapi

kadang adanya perdarahan ini dapat menjadi tanda adanya penyakit

hemoragik.4,5,6

2. Faktor Sistemik

a. Hipertensi

Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor,

pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat,

pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila

kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor,

darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca

ekstraksi. Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia

mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat

Page 4: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

4

pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga dapat menyebabkan

perdarahan.4,5,6

b. Hemofilli

Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor

VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX.

Sedangkan pada von Willebrand’s disease terjadi kegagalan pembentukan

platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan.4,5,6

c. Diabetes Mellitus

Bila DM tidak terkontrol, akan terjadi gangguan sirkulasi perifer, sehingga

penyembuhan luka akan berjalan lambat, fagositosis terganggu, PMN

akan menurun, diapedesis dan kemotaksis juga terganggu karena

hiperglikemia sehingga terjadi infeksi yang memudahkan terjadinya

perdarahan.4,5,6

d. Malfungsi Adrenal

Ditandai dengan pembentukan glukokortikoid berlebihan (Sindroma

Cushing) sehingga menyebabkan diabetes dan hipertensi.4,5,6

e. Pemakaian obat antikoagulan

Pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan (heparin dan walfarin)

menyebabkan PT dan APTT memanjang. Perlu dilakukan konsultasi

terlebih dahulu dengan internist untuk mengatur penghentian obat-obatan

sebelum pencabutan gigi.4,5,6

Penatalaksanaan Perdarahan perioperatif

Pencegahan kemungkinan komplikasi perdarahan karena faktor-faktor sistemik

a. Anamnesis yang baik dan riwayat penyakit yang lengkap

Kita harus mampu menggali informasi riwayat penyakit pasien yang memiliki

tendensi perdarahan yang meliputi :

bila telah diketahui sebelumnya memiliki tendensi perdarahan

mempunyai kelainan-kelainan sistemik yang berkaitan dengan gangguan

hemostasis (pembekuan darah)

pernah dirawat di RS karena perdarahan

Page 5: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

5

spontaneous bleeding, misalnya haemarthrosis atau menorrhagia dari

penyebab kecil

riwayat keluarga yang menderita salah satu hal yang telah disebutkan di

atas, dihubungkan dengan riwayat penyakit dari pasien itu sendiri

mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti antikoagulan atau aspirin

Penyebab sistemik seperti defisiensi faktor pembekuan    

herediter,misalnya von Willebrand’s syndrome dan hemofilia

Kita perlu menanyakan apakah pasien pernah diekstraksi sebelumnya, dan

apakah ada riwayat prolonged bleeding (24-48 jam) pasca ekstraksi. Penting

untuk kita ketahui bagaimana penatalaksanaan perdarahan pasca ekstraksi gigi

sebelumnya. Apabila setelah diekstraksi perdarahan langsung berhenti dengan

menggigit tampon atau dengan penjahitan dapat disimpulkan bahwa pasien tidak

memiliki penyakit hemoragik. Tetapi bila pasca ekstraksi gigi pasien sampai

dirawat atau bahkan perlu mendapat transfusi maka kita perlu berhati-hati akan

adanya penyakit hemoragik.4,5,6

Bila ada riwayat perdarahan dalam (deep haemorrhage) didalam otot,

persendian atau kulit dapat kita curigai pasien memiliki defek pembekuan darah

(clotting defect). Adanya tanda dari purpura pada kulit dan mukosa mulut seperti

perdarahan spontan dari gingiva, petechiae.4,5,6

Apabila riwayat kesehatan menunjukkan kecurigaan pada penyakit tertentu,

sebaiknya menghubungi dokter yang merawat sebelumnya, sebelum melakukan

perawatan. Bermacam-macam tes laboratorium bisa mengkornfirmasikan/

menyingkirkan masalah atau mengidentifikasikan bagian khusus yang

menyebabkan kegagalan mekanisme pembentukan beku darah yang terganggu,

perawatan adalah merupakan kerjasama antara dokter gigi dan dan dokter umum.2

Tabel 1 Tes Koagulasi

Page 6: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

6

Jenis Tes Nilai Normal Kegunaan

Waktu Perdarahan 2-7 menit Mengamati fungsi vascular dan platelet,

deteksi penyakit Wilebrand

Hitung Platelet 150.000-400.000/mm3 Deteksi trombositosis, trombositopenia

Waktu Protrombin 12-14 detik Lebih lama berkaitan dengan defisiensi

factor-faktor I,II,V,VII, X. Mungkin

abnormal pada penyakit hati, defisiensi

vitamin K, terapi warfarin sodium

(Coumadin), penggunaan aspirin, dan anti-

radang non-steroid lain.

Paruh waktu

tromboplastin

60-70 detik Lebih lama, bila ada defisiensi factor

pembekuan darah kecuali factor VII

hemophilia.

b. Menghindari Pembuluh darah

Pengetahuan mengenai anatomi merupakan jaminan terbaik untuk

menghadapi kejadian yang tidak diharapkan yaitu perdarahan pada arteri atau

vena. Region-regio risiko tinggi adalah palatum dengan a. palatine mayor,

vestibulum bukal molar bawah dengan a. fasialis, margo jalanan dari a. buccalis

dan region apical molar ketiga yang terletak dekat dengan a. alveolaris inferior.

Region mandibula anterior juga merupakan sumber perdarahan karena

vaskularisasinya sangat melimpah. Keadaan patologi kadang-kadang juga

mengakibatkan risiko perdarahan, missal; hemangioma dan malformasi

arterovenous adalah yang paling berbahaya. Secara umum, adanya lesi yang

tumbuh dengan cepat adalah potensial berbahaya karena pertumbuhan tersebut

memerlukan banyak suplai darah.

c. Tindakan untuk mengontrol perdarahan

Penanganan awal yang kita lakukan adalah melakukan penekanan langsung

dengan tampon kapas atau kassa pada daerah perdarahan supaya terbentuk bekuan

darah yang stabil. Sering hanya dengan melakukan penekanan, dengan tangan

atau tekanan tidak langsung dengan perban.

Page 7: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

7

Jika ternyata perdarahan belum berhenti, dapat kita lakukan penekanan

dengan tampon yang telah diberi anestetik lokal yang mengandung

vasokonstriktor (adrenalin). Lakukan penekanan atau pasien diminta menggigit

tampon selama 10 menit dan periksa kembali apakah perdarahan sudah berhenti.

Bila perlu, dapat ditambahkan pemberian bahan absorbable gelatine sponge dan

Surgicel yang diletakkan di alveolus.4,5,6

Perdarahan yang sangat deras misalnya pada terpotongnya arteri, maka kita

lakukan klem dengan hemostat lalu lakukan ligasi, yaitu mengikat pembuluh

darah dengan benang atau dengan kauterisasi. Apabila tersedia, dapat digunakan

elektokoagulasi dari pembuluh yang diklem sehingga tidak perlu diikat untuk

perdarahan dari pembuluh darah yang kecil, atau rembesan.

Bila perdarahan dari jaringan keras (seperti arteri inferior dental atau vena),

untuk mengikat pembuluh darah sangat sulit. Tekanan dengan memasukkan

ribbon gauze dengan varnish Whitehead dapat dilakukan untuk mengatasi

perdarahan dari jaringan keras. Perdarahan pada pembuluh darah kecil di jaringan

keras dapat diberikan Bone Wax, dengan kompresi alveolar dengan alat tumpul

seperti bchisel atau gauge.2,4,5,6,7

Bahan-bahan hemostatik2:

Sepon gelatin penyerap (Gelfoam) yang menyerap darah dari aksi kapiler dan

menimbulkan beku darah.

Selulosa yang dioksidasi (Surgicel), yang secara fisik mempercepat

pembentukan bekuan darah.

Hemostat kolagen mikrofibrilar (Avitene, Helistat), yang memicu agregasi

platelet.

Trombin hewan topical (Trombinar, Trombostat) yang membekukan

fibrinogen dengan segera. Jangan melakukan penyuntikan.

Malam tulang (malam tawon) yang diletakkan pada daerah perdarahan di

tulang.

Page 8: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

8

Gambar 1: Penanganan perdarahan

2.1.2 Fraktur

Fraktur bisa mengenai akar gigi, gigi tetangga, atau gigi antagonis, restorasi,

prosesus alveolaris, dan kadang-kadang mandibula. Semua fraktur yang dapat

dihindarkan mempunyai etiologi yang sama; yaitu tekanan yang berlebihan atau

tidak terkontrol atau keduanya. Cara terbaik unuk menghindari fraktur disamping

tekanan terkontrol adalah dengan menggunakan gambar sinar-X sebelum

melakukan pembedahan. Akar yang mengalami delaserasi atau getas atau yang

dirawat endodontic sering mengharuskan dilakukannya perubahan pada rencana

pembedahan, biasanya dimulai dari prosedur pencabutan dengan tang (close

prosedure) sampai melakukan pembukaan flap. Apabila sesudah dilakukan

pencabutan dengan tang menggunakan tekanan terkontrol tidak terjadi luksasi dan

dilatasi alveolus, ini menunjukkan perlunya dilakukan pembedahan. Pengenalan

adanya fraktur biasanya secara klinik dan mudah terlihat, kecuali untuk fraktur

mandibula. Apabila ini terjadi pada waktu dilakukan pencabutan dengan tang,

atau pembedahan biasanya melibatkan gigi molar ke tiga. Meskipun garis fraktur

bisa dilihat pada film periapikal, ketidakberadaannya bukan selalu nerarti tidak

terjadi fraktur. Jika masih ada keraguan bisa dilakukan panoramic, atau film

Page 9: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

9

ekstraoral yang lain. Kegagalan mendapatkan gambar sinar-X dari bagian yang

dicurigai, merupakan kelalaian yang serius.2

a. Fraktur pada akar

Komplikasi fraktur pada akar paling sering trejadi saat dilakukan pencabutan

gigi dan kadang-kadang tidak dapat dihindarkan jika operatornya masih

kurang berpengalaman. Fraktur pada gigi dapat disebabkan karena pemberian

tekanan yang berlebihan atau gigi yang akan dicabut memiliki akar yang

divergen yang secara mekanis susah dilakukan pencabutan. Pada gigi yang

non-vital sangat rapuh dan mudah dipatahkan.

Saat komplikasi ini terjadi, keputusan harus dibuat, antara ingin mengambil

fraktur akar atau meninggalkan. Jika frakturnya sebesar kurang dari 3 mm

pada gigi yang vital dan tidak dapat dipisahkan dengan periodontal attachment

maka bisa ditinggalkan dan tidak perlu dilakukan pengambilan fraktur akar.

Sebelum keputusan ini diambil, harus dilakukan gambar radiografi untuk

memastikan ukuran akar dan tidak berhubungan dengan secondary patologi.

Pasien diberitahu mengenai pertimbangan risiko/manfaat yang mendasari

keputusan tersebut.7

Pengeluaran dengan pembedahan: pendekatan yang biasa dilakukan untuk

mengeluarkan patahan ujung akar atau frakmen adalah dengan pembedahan.

Pertama-tama bisa diusahakan dahulu dengan pendekatan konservatif dari

alveolus dengan root picks, elevator cryer atau file saluran akar. Pilihan lain

adalah pembuatan flap, tulang diambil secara konservatif untuk mendapatkan

jalan masuk ke akar.2

Tulang bisa dipotong dengan elevator kecil, elevator periostel, atau instrument

plastic. Elevator gigi yang lurus dan kecil atau kadang-kadang elevator

periosteal yang kecil digunakan untuk memisahkan akar dari alveolus. Jika hal

tersebut tidak berhasil dan sulit mengarahkan tekanan secara benar, maka

dibuat suatu lubang kaitan pada akar untuk insersi elevator. Seperti prosedur

flap, operasi diikuti dengan irigasi saline steril dan pemeriksaan bagian yang

dioperasi sebelum melakukan penghalusan tulang dan penjahitan.2

Page 10: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

10

b. Fraktur gigi sebelahnya dan antagonis

Fraktur pada gigi atau restorasi didekatnya, kebanyakan merupakan akibat

terlalu kuatnya tekanan yang dikenakan melalui elevator. Suatu elevator yang

tertumpu pada gigi atau restorasi didekatnya bisa menggoyahkan gigi tersebut

atau restorasi bisa lepas. Pada tumpatan yang lepas selama ekstraksi

dikhawatirkan masuk ke dalam soket dan dapat menyebabkan komplikasi

sekunder. Cedera pada gigi antagonis biasanya akibat dari pencabutan

eksplosif, yaitu gigi terungkit secara tidak diperkirakan dari alveolus akibat

tekanan berlebih kearah oklusal atau sejajar. Perawatannya bersifat individual,

mulai dari replantasi gigi yang tercabut tidak sengaja, membuat restorasi

sementara atau menyemenkan kembali mahkota prostetik atau inlai.

Pencegahan didasarkan pada penggunaan pinch grasp dan tekanan

terkontrol.2,7

c. Fraktur prosesus alveolaris

Fraktur minor: fraktur prosesus alveolaris yang ringan adalah terikutnya

bagian tulang bukal/fasial maksila bersama akr pada pada waktu dilakukan

pencabutan dengan tang. Hal tersebut disebabkan oleh tekanan yang besar

pada prosesus alveolaris yang tipis.

Cara penanganannya dengan menggunakan ronguer untuk mengambil tulang-

tulang tajam didekatnya dan menggunkan bone file untuk menghaluskan tepi-

tepi tulang. Mukoperiosteum diatasnya perlu dijahit bila sangat terpisah

dengan tulangnya.

Fraktur mayor: radiograf bisa membantu memperkirakan fratur mayor pada

prosesus alveolaris rahang ats. Apabila sinus hiperareasi dan prosesus alveolar

ekstrusi, jembatan tulang yang teringgal antara lantai sinus dan puncak linger

kebanyakan setipis kertas. Kondisi ini menunjukkan perlunya pembedahan

tanpa lebih dulu mencabut menggunakan tang. Pada kasus terjelek, alveolus

molar atas mungkin fraktur total, kadang-kadang melibatkan seluruh

tuberositas dan dasar antral. Tulang yang terpisah dari periosteum atau suplai

darahnya mudah menjadi nekrosis. Karena itu, suatu pendekatan konservatif

Page 11: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

11

yang dapat melindungi periosteum kalau memungkinkan dipilih. Umumnya

gerakan dari tuberositas bisa dideteksi sebelum dikeluarkan dan pencabutan

ditunda. Prosedur ditunda dan gigi atau gigi-gigiyang terlibat displinting dan

kalau bisa dibebaskan dari oklusi. Karena sinus maksilaris cedera hingga batas

tertentu, maka kasus ini memerlukan pemberian antibiotic spectrum yang luas

dan dekongestan sistemik. Pencabutan diselesaikan setelah beberapa saat

(biasanya 6-8 minggu) melalui pembedahan. Jika prosesus alveolaris atau

tuberositas terangkat pada waktu pencabutan, maka gigi dikeluarkan dengan

pembedahan dan tulang dikembalikan pada daerah yang fraktur sebagai graft

bebas. Jika ini dilakukan, maka penjahitan mukoperiosteum harus dilakukan,

karena sebagian besar dasar sinus maxilaris harus diganti.

d. Fraktur mandibula

Dalam penelitian Arrigoni dan Lambrecht yang menganalisis 3,980

pencabutan gigi molar tiga, ditemukan angka komplikasi sebesar 0,29%.

Insiden tertinggi terjadi pada pasien berusia 25 tahun, dengan usia rata-rata 40

tahun. Karena memiliki tekanan mastikasi yang lebih besar, pria cenderung

mengalami late fracture. Fraktur intraoperatif terjadi akibat instrumentasi yang

tidak tepat dan tekanan yang berlebihan pada tulang. Elevator yang

diinsersikan pada bagian mesial molar ketiga baik yang erupsi atau impaksi,

dan ditekan dengan kekuatan yang besar kearah distal atau disto-oklusal

menjadikan mandibula terancam fraktur. Mandibula cukup lemah dibagian

molar ketiga yang merupakan pertemuan badan dan prosesus alveolar yang

berat dan ramus yang tipis.2,8

Penatalaksanaan fraktur mandibula

Pendekatan tertutup dan terbuka, ada dua cara penatalaksanaan, pada teknik

tertutup, reduksi fraktur dan immobilisasi mandibula dicapai dengan cara

menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada prosedur terbuka

bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan dan segmen di reduksi dan di

fiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat atau plat.teknik terbuka

dan tertutup tidaklah selalu dilakukan sendiri-sendiri terkadang dilakukan

Page 12: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

12

secara kombinasi.dasar pemikiran perawatan yang baik adalah  respons

fleksible, yakni kemauan dan kemampuan untuk menggunakan teknik yang

ada (alat-alat yang diperlukan), dengan profesionalitas yang memadai.9,10

Periode imobilisasi

Periode stabilisasi fiksasi diperlukan untuk memastikan perbaikan fungsi

sepenuhnya adalah berbeda-beda, tergantung dari letak fraktur, ada atau

tidaknya gigi yang tertinggal pada garis fraktur, umur pasien dan ada tidaknya

infeksi. Dalam lingkungan yang menguntungkan terbentuknya persatuan

secara klinis yang stabil rata-rata secara teratur tercapai sesudah 3 miggu

sehingga pada saat itu fiksasi bisa dilepas.2,9,10

Pada fraktur korpus madibula suplai darah ke tempat fraktur sangat berarti.

Tempat vaskularisasi endosteal relatif miskin seperti halnya pada rahang yang

sudah berumur, dan terutama daerah simfisis, pengobatan bertendensi jadi

lebih lama. Sebaliknya kayanya suplai darah dan aktivitas osteoblastik yang

melimpah pada mandibula yang sedang tumbuh pada anak memastikan akan

terjadi persatuan yang cepat.Sebuah fraktur simfisis pada pasien yang sudah

berumur 40 tahun yang giginya terdapat pada garis fraktur tetap dipertahankan

memerlukan waktu 6 minggu untuk imobilisasi (dasar 3 minggu + 1 minggu

untuk tempat yang kurang menguntungkan + 1 minggu untuk umur yang

diijinkan + 1 minggu untuk yang ditinggalkan pada garis fraktur). 9,10

Metode Imobilisasi

Metode imobilisasi pada mandibula apabila terdapat gigi dikategorikan dalam

2 golongan, tergantung dari:

a.fiksasi yang diterapkan pada gigi-gigi

1.pengawatan gigi (dental wiring) kemugkinan dapat: a.langsung dan b.

Eyelet

Pengawatan gigi geligi digunakan bila pasien memiliki seperangkat gigi

yang mempunyai bentuk sesuai, baik sempurna maupun hampir sempurna.

Banyak perbedaan pendapat mengenai jenis kekuatan (gauge) kawat yang

dipakai, tetapi kawat lunak anti karat berdiameter 0,45 mm efektif. Kawat

Page 13: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

13

ini memerlukan tarikan sebelum dipakai atau sebaiknya di renggangkan

kira-kira 10%. Kalau hal ini tidak dilakukan maka kawat akan menjadi

kendor sesudah dipasang beberapa hari. Harus berhati-hati agar jangan

sampai regangan berlebih karena kawat menjadi keras dikerjakan dan

mudah rusak

Pengawatan langsung yang paling sering digunakan adalah sistem eyelet,

pada sistem ini kawat dipilinkan satu sama lain untuk membentuk loop,

kedua ujung kawat di lewatkan ruang interproksimal, dengan loop tetap

disebelah bukal. Salah satu ujung kawat dilewatkan di sebelah distal dari

gigi distal dan kembalinya di bawah atau melalui loop, sedangkan ujung

lainnya ditelusupkan pada celah interproksimal mesial dari gigi distal.

Kedua ujung kawat dipilinkan satu sama lain, dipotong dan dilipat pada

aspek mesial gigi mesial. Akhirnya loop dikencangkandengan cara

memilinnya.9,10

Beberapa eyelet bisa di tempatkan pada gigi posterior untuk mendapatkan

tempat perlekatan kawat atau elastik yang digunakan untuk fiksasi

maksilo-mandibular. Sistem eyelet tidak rumit dan mudah dilakukan ini

ideal untuk penangan kasus dengan cepat yang membutuhkan stabilitas

sementara, atau apabila durasi anastesi harus dikurangi. Empat eyelet,

dengan fiksasi maksilomandibular yang baik sering mendapatkan hasil

immobilisasi mandibular yang memuaskan untuk merawat fraktur

subkondilar unilateral dengan pergeseran hanya sedikit.2

2.berlengkung

3.splin kap

B. fiksasi langsung pada tulang

2.1.3 Perforasi sinus/ oroantral fistula

Tindakan pencabutan gigi-gigi posterior rahang atas terutama pada gigi

molar dan premolar yang tidak hati-hati dan penggunaan elevator dengan tekanan

yang berlebihan ke arah superior dalam upaya pengambilan fragmen atau ujung

Page 14: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

14

akar gigi molar dan premolar kedua atas melaui alveolus dapat menyebabkan

terbentuknya lubang antara prossesus alveolaris dengan antrum.2

Oroantral fistula yang terjadi segera setelah tindakan pencabutan, apabila

kecil dan segera dilakukan perawatan dengan cepat dan benar cenderung sembuh

spontan karena adanya proses pembekuan darah yang mampu menutup

pembukaan yang terjadi.11

Oroantral fistula yang tidak segera ditangani, sehingga lubang yang

terbentuk bertahan lebih lama, maka traktus akan mengalami epitelisasi, daerah

rongga mulut seringkali mengalami proliferasi jaringan granulasi atau jaringan

ikat dan jika berlanjut dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan dipercepat pada

pencabutan gigi yang mengalami infeksi periapikal. Perawatan yang tidak benar,

menyebabkan infeksi dapat menyebar ke arah sinus melaui lubang oroantaral

sehingga dapat menyebabkan terjadinya sinusitis maksilaris.2

Secara umum, tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah agar tidak

terjadi oroantral fistula adalah dengan melakukan foto rontgen terlebih dahulu

sebelum tindakan pencabutan gigi untuk mengetahui posisi akar gigi posterior

rahang atas yang letaknya dekat dengan antrum dan untuk mengetahui ada atau

tidaknya penyakit periapikal pada jaringan disekitar ujung akar gigi. Pengontrolan

tekanan yang diberikan pada instrumen dan tindakan yang selalu berhatihati

multak dilakukan sehingga terjadinya oroantral fistula dapat dihindari.12

Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk penutupan oroantral

fistula. Pemilihan metode dibuat berdasarkan cara yang telah dilakukan dalam

setiap kasus tertentu, dengan mengobservasi prinsip dasar pembedahan yang

diperlukan.13

Daerah kerusakan dan adanya suatu oroantral fistula dapat dilakukan

penutupan dengan pembuatan flap. Penentuan desain flap perlu dipertimbangkan

agar suplai darah tetap memadai untuk menghindari terjadinya nekrosis dan

hilangnya jaringan oleh karena hilangnya sirkulasi darah yang sempurna. Flap

harus bebas dari semua perlekatan periosteal agar dapat berotasi atau berubah

letak untuk menutupi kerusakan yang terjadi tanpa membuat tekanan pada

Page 15: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

15

jaringan. Flap harus di desain agar garis sutura tidak diletakkan di daerah

perforasi dan semua margin yang diperlukan dapat diperoleh dan dipertahankan

dengan cara penjahitan.13

Beberapa prosedur yang disarankan untuk menutup oroantral fistula yang

terjadi diantaranya adalah:14,15

Penutupan oroantral fistula yang terletak di antara gigi dilakukan

dengan insisi melibatkan mukoperiosteum di daerah distal gigi di

anterior kemudian melewati daerah oroantral fistula dilanjutkan ke

daerah mesial gigi di posterior. Insisi juga di lakukan pada daerah

palatal. Setelah itu dilakukan pengurangan tinggi tulang alveol daerah

yang mengalami pembukaan kemudian tepi mukosa yang di insisi

diangkat dan disatukan kemudian dilakukan penjahitan. Luka pada

bagian palatal dibiarkan terbuka untuk mempercepat penyembuhan.

Oroantral fistula yang terjadi pada daerah yang tidak bergigi

(kehilangan tuberositas maksilaris) yang tidak sengaja setelah

pencabutan dapat dilakukan dengan pengurangan pada dinding bukal

dan palatal agar terjadi adaptasi flap jaringan lunak bukal dan palatal.

Flap jaringan lunak dibentuk secara konservatif agar membentuk suatu

garis kemudian flap dijahit.13

Flap bukal merupakan prosedur yang sederhana.Flap bukal dapat

dikombinasikan dengan prosedur Caldwell-luc yang digunakan

sebagai jalan masuk ke sinus maksilaris bila diperlukan.15 Kelebihan

teknik ini adalah mudah di mobilisasi, keterampilan yang minimun

dan waktu yang diperlukan lebih singkat. Sedangkan kekurangannya

adalah penyatuan jaringan pada flap bukal tidak baik sehingga

disarankan untuk penutupan oroantral fistula yang kecil.13

Jaringan yang membentuk lingkaran perifer dari fistula dieksisi dan

sisa jaringan mukosa palatal di de-epitelisasi untuk memberikan

vaskularisasi yang baik pada daerah yang mengalami kerusakan agar

dapat memperlebar flap dan memudahkan penjahitan kemudian

Page 16: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

16

dilakukan insisi divergen atau melebar melalui mukoperiosteum dibuat

pada pembukaan oroantral ke superior sampai pada mukobukal fold,

dan insisi dari flap ini diangkat untuk pembukaan alveolus lateral

dibawahnya. Melalui insisi periosteal ini dilakukan pengurangan

ketebalan untuk memperpanjang dan mengendorkan flap dan

dilakukan penjahitan. Penggunaan antibiotik dan dekongestan

diindikasikan setelah prosedur diatas untuk mempertahankan

kesehatan antrum dengan mencegah infeksi dan memberikan drainase

secara fisiologis.15

Teknik flap palatal dilakukan dengan melibatkan insisi dan

pengambilan flap mukoperiosteal dan dijahit pada jaringan de-

epitelisasi yang sudah disiapkan. Perlu perhatian yang lebih terhadap

desain flap agar dapat terjadi rotasi dan posisi yang benar. Flap palatal

yang didesain dengan baik adalah tebal dan memiliki suplai darah

yang sempurna yang diperlukan untuk penyembuhan. Prosedur

tersebut mengakibatkan terbukanya tulang palatal dimana perlu

dilakukan dresing sampai terbentuknya jaringan granulasi.15 Kelebihan

teknik ini adalah lebih mudah dibentuk untuk menutup kerusakan yang

terjadi karena mukosa palatal lebih tebal dan lebih padat serta

penyatuan dari flap palatal lebih baik sehingga flap palatal lebih

dipilih untuk fistula yang kambuh dan lebih besar sedangkan

kekurangannya adalah prosedur pembedahannya lebih sulit.11 Adapun

tahapan yang dilakukan adalah melakukan eksisi lingakaran jaringan

lunak pada oroantral fistula kemudian dibuat desain flap palatal

dengan ketebalan penuh mengikutsertakan arteri palatine dalam flap

sehingga dapat ikut terotasi selanjutnya dilakukan pemutaran dan

penjahitan dari flap.15

Page 17: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

17

Gambar 2: Pembuatan bukal flap

Terlepas dari teknik penutupan yang digunakan, keberhasilan penutupan

oroantral fistula tergantung pada pengontrolan infeksi sinus, pengambilan

jaringan sinus yang berpenyakit dan drainase nasal yang memadai. Infeksi sinus

harus dikontrol sebelum pembedahan melalui pemberian antibiotik spectrum luas,

dekongestan dan tetes hidung.6 Aliran antara oroantral dapat di hindari dengan

pembuatan basis akrilik yang sesuai yang dapat menutupi kerusakan yang terjadi

tanpa masuk kedalamnya.5 Jaringan sinus yang berpenyakit seperti adanya polip

dihilangkan melalui prosedur Caldwell-Luc dan drainase melalui pembuatan

jendela nasoantral pada meatus nasalis inferior.2

Dapat diambil satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya oroantral fistula adalah dengan pengambilan foto rontgen terlebih

dahulu sebelum pencabutan gigi dikerjakan, tindakan yang selalu berhati-hati

dalam melakukan pencabutan, melakukan tes tiup dan kumur setelah pencabutan

untuk mendeteksi apakah terjadi kecelakaan terbukanya antrum atau tidak,

sehingga bila terjadi dapat segera diketahui dan dilakukan perawatan dengan

cepat dan benar serta komplikasi yang lebih parah dapat dihindari.12

2.1.4 Pergeseran ke dalam mandibula

Pergeseran mandibula biasanya hanya melibatkan gigi molar, sedangkan

kanalis mandibularis dan ruang submandibularis adalah bagian yang sering

mengalami pergeseran ini. Ujung akar molar ketiga baik yang sudah

Page 18: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

18

erupsi/impaksi sering sangat dekat letaknya terhadap tulang kortikal dari bundle

neuromuscular canalis alveolar inferior, seperti terbukti dari seringnya laserasi.

Film periapikal prabedah akan mengungkapkan kondisi ini. Apabila terdapat

dilaserasi maka diperlukan pengeluaran molar ketiga yang menjadi masalah dan

mengungkit akarnya dengan sangat hati-hati. Radiograf sangat membantu untuk

menentukan adanya ujung akar yang tergeser sangat dalam ke ruang

submandibula adalah jarang.2

Penatalaksanaan pergeseran mandibula: pasien diberitahu tentang

keadaan yang ada dan dirujuk. Pada kasus pergeseran ke dalam canalis alveolaris

inferior, pengeluaran harus dilakukan segera sedangkan pada kasus pergeseran ke

dalam ruang submandibularis, pembedahan biasanya ditunda untuk

memungkinkan terjadinya fibrosis dulu, sehingga terjadi imobilisasi frakmen

akar. Pendekatan ke arah canalis adalah dengan flap mukoperiosteal bukal yang

cukupbesar dan kemudian melalui alveolus dan dekortikasi lateral ke bukal

(pengambilan segmen datarn bukal). Dekortikasi memberikan jalan masuk yang

bagus dan memungkinkan dekompresi, atau memperbaiki saraf yang cedera.

Ruang submandibula biasanya dicapai dengan membuat flap envelope lingual

yang cukup besar direfleksikan dari secvikal gigi. M.Mylohyoideus disisihkan

sementara sambil memperhatikan n. lingualis.2

2.1.5 Empisema

Empisema merupakan suatu keadaan terkumpulnya udara dalam jaringan

atau organ secara patologis. Empisema yang terjadi pada daerah subkutan dapat

terjadi bila udara masuk ke daerah subkutan kemudian terperangkap di jaringan

ikat longgar. Udara yag terperangkap sering terbatas hanya pada daerah kepala

dan leher saja, namun penyebaran yang lebih luas dapat terjadi sampai ke daerah

parafaringeal dan retrofaringeal. Kondisi ini sangat berotensi untuk meluas ke

mediastinum samapai ke rongga thorak.16,17

Etiologi: empisema pada daerah kepala dan leher dapat terjadi karena

pembedahan molar tiga atau rupturnya barier intra oral. Pada tahun 1957

Shovelton mengklasifikasikan penyebab empisema subkutan sebagai berikut:18,19

Page 19: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

19

Udara yang dikeluarkan langsung pada saat pengambilan tulang dan

pemotongan gigi dengan bur, pemakaian semprotan udara bertekanan,

penyemprotan sinus dengan hydrogen perioksida, banyaknya laserasi

jaringan pada saat odontektomi (kesalahan operator).

Selama pembedahan pasien sering berkumur keras, sering batuk

selama atau setelah pembedahan terutama dengan mulut tertutup,

meniup terompet atau balon setelah pembedahan/perawatan (kesalahan

pasien).

Banyaknya kasus empisema yang terjadi akibat penggunaan high

speed turbine.16,17,18

Empisema yang terjadi dapat disertai infeksi sekunder karena masuknya

flora normal yang ada di rongga mulut ke dalam jaringan ikat longgar. Laporan

penelitian Cunliffe dan Ali dkk, mengatakan adanya bakteri yang terdapat di

dalam kompresor yaitu pseudomonas aerogenosa 15-24% dan Legionella

pneumophilia. Legionella pneumophilia ini dihubungkan dengan keberadaan

amuba. Dari sejumlah sampel yang diambil ternyata 12% ditemukan amuba.

Selain udara yang dapat menyebabkan empisema yang terjadi karena

terperangkapnya udara dalam jaringan dan infeksi sekunder disebabkan oleh

dorongan udara yang dapat menimbulkan komplikasi sekunder yang tidak

terduga.16,17,18

Penatalaksanaan: pada empisema subkutan, selama atau setalah pembedahan

tidak ada perawatan aktif yang diperlukan, tetapi perlu diyakinkan pasien agar

tidak takut dan gelisah. Pada kondisi awal kita dapat memberikan pertolongan

berupa:

Pipi ditekan dengan jari untuk mengeluarkan udara di jaringan.

Penggunaan tampon pada luka, dalam hal ini flap tidak dijahit dengan

rapat.

Penggunaan kompres es pada muka untuk mencegah pembengkakan

berlanjut.

Pengambilan udara dengan alat suntik (needle puncture).

Page 20: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

20

Yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan adanya emboli udara bahkan

masuknya mikroorganisme ke dalam ruang jaringan. Bila terjadi gangguan

pernapasan dianjurkan untuk dilakukan trakheotomi.

Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan medikamentosa berupa

antibiotic, analgetik serta bed rest. Dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai seminggu

pembengkakan akan berkurang secara menyeluruh karena udara diserap secara

spontan dan terjadi penyembuhan.16,18

2.1.6 Laserasi Gingiva dan luka bakar

Cedara jaringan lunak yang paling umum adalah lecet (luka sobek) dan luka

bakae/abrasi. Lecet sering diakibatkan oleh retraksi berlebihan dari flap yang

kurang besar. Sobeknya mukosa sering terjadi pada tempat yang tak diharapkan

yaitu pada tepi tulang, atau pada tempat penyambungan tepo-tepi flap.

Komplikasi ini bisa dihindari dengan membuat flap yang lebih besar dan

menggunkanan retraksi yang ringan saja. Lecet akibat elevator, scalpel, dan

istrumen putar sangatlah jarang terjadi. Lecet dapat dihindari dengan perhatian

yang cermat dari operator dan asistennya. Sesudah memberitahu pasien,

penjahitan dilakukan jika diindikasikan. Luka bakar/ abrasi sering merupakan

akibat dari tertekannya bibir yabg dalam keadaan teranestesi oleh pegangan

handpieces lurus. Luka pada bibir dihindari dengan melakukan kerjasama yang

baik dengan asisten pada waktu operasi. Luka bakar labial bisa diatasi dengan

aplikasi salep antibiotic atau steroid, yaitu bacitracin, atau bethamethasone

(valisone).2

2.1.7 Cedera saraf

Kerusakan saraf sangat mungkin terjadi pada tindakan operasi gigi molar

tiga impaksi dengan frekuensi berkisar 0,5-5% .20 Saraf yang sering cedera

selama pencabutan dan pembedahan gigi adalah divisi ketiga dari N. trigeminus.

Pada umumnya kerusakan saraf akan mengalami perbaikan secara spontan

terutama saraf alveolaris inferior karena terletak dalam kanalis mandibula

sehingga ujung-ujung saraf yang rusak dapat dengan lebih baik mendekat secara

spontan.

Page 21: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

21

Saraf alveolaris inferior : Jejas pada saraf alveolaris inferior terjadi

secara primer karena hubungan anatominya dengan gigi molar tiga

bawah. Posisi keduanya dapat ditentukan secara radiografi dengan foto

panoramik. Secara statistik, faktor yang berhubungan dengan insidensi

kerusakan saraf alveolaris inferior pada waktu tindakan pengangkatan

gigi molar tiga adalah full bony impaction, impaksi horizontal,

pengggunaan bur, apeks gigi pada atau dibawah neurovasculer bundle,

bundle terlihat pada waktu tindakan dan perdarahan yang banyak pada

waktu waktu operasi. 20 Faktor lain adalah umur pasien karena makin tua

maka semakin sulit tindakan.

Saraf lingualis: Kerusakan saraf lingualis lebih sulit diterangkan dan

lebih mengganggu pasien karena akan menyebabkan sensasi rasa yang

abnormal dan lebih sulit mengalami perbaikan. Diseksi anatomi

menunjukan variasi posisi saraf lingualis dan dapat melintas pada daerah

retromolar pad. Dengan demikian saraf ini dapat mengalami kerusakan

oleh elevasi flap dan retraksi, pengeluaran folikel dan penjahitan. Tidak

seperti pada saraf alveolaris inferior, maka pada kerusakan saraf

lingualis teknik operasi memegang peran penting. Flap harus didesign

lebih kearah bukal sehingga dapat menghindari retromolar pad. Flap

ligual jangan dielevasi, jangan memakai lingual bone-splitting

technique, dan jangan melakukan kuretase secara agresif serta jahitan

pada lingual harus ditempatkan superfisial.20

Saraf mentalis: paling sering cedera pada pembuatan flap bukal di region

premolar bawah. Cabang n. mentalis mudah terpotong selama

pembuatan flap atau megalami cedera regangan akibat retraksi. Pada

rahang tak bergigi, kondisi atropik, yang merupakan akibat sekunder

dari dehisense tulang, n. alveolaris inferior, n. lingualis dan n. mentalis

mungkin terletak superficial, menempel pada basis mandibula.2

Page 22: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

22

Evaluasi kerusakan saraf

Bila terjadi kerusakan saraf, maka daerah yang mengalami sensasi abnormal

harus didokumentasikan sehingga perbaikan saraf dapat dicatat dengan akurat.

Demikian pula dengan sensasi rasa pada lidah (Manis, asin, pahit, asam).  Terapi

yang dapat diberikan untuk regenerasi saraf adalah methy cobalt, vitamin B

kompleks dan fisioterapi.

Follow up dilakukan secara periodik. Perbaikan saraf dimulai 6-8 minggu

dan selesai 6-9 bulan. Terdapat pula kemungkinan terjadi perbaikan 18 bulan-24

bulan. Follow up yang dianjurkan adalah evaluasi tiap 2 minggu selama 2 bulan,

evaluasi tiap 6 minggu untuk 6 bulan berikut, evaluasi tiap 6 bulan selama 2 tahun

dan evaluasi tahunan untuk tahun berikutnya. Kerusakan saraf dapat pula

disebabkan oleh hematoma dan fibrosis akibat penyuntikan anestesi lokal.20,21

2.2 Kelanjutan dan komplikasi pasca-Pencabutan

2.2.1 Perdarahan

Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24

jam pertama sesudah pencabutan atau pembedahan gigi. Penekanan oklusal

dengan menggunkan kasa jalan terbaik untuk mengontrolnya dan dapat

merangsang pembentukan bekuan darah yang stabil. Apabila perdarahan cukup

banyak, lebih dari 1 unit (450 ml) pada 24 jam pertama pada pasien dewasa, harus

dilakukan tindakan segera untuk mengontrol perdarahan. Periksalah pasien

sesegera mungkin. Tenangkan pasien, periksalah tanda-tanda vital (denyut nadi,

pernapasan, tekanan darah). Jika pasien syok, misalnya diaforetik (berkeringat)

dengan denyut yang lemah, dan cepat serta pernapasan yang dangkal dan cepat,

disertai dengan turunnya tekanan darah, atau kondisi pasien sedang akan menuju

syok, maka diperlukan transportasi secepatnya menuju ke rumah sakit yang

mempunyai fasilitas yang memadai untuk mengatasi hal tersebut.2

Perdarahan pasca ekstraksi umumnya disebabkan oleh faktor lokal, seperti :

trauma yang berlebihan pada jaringan lunak

mukosa yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi

Page 23: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

23

tidak dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien

tindakan pasien seperti penekanan soket oleh lidah dan kebiasaan

menghisap-hisap

kumur-kumur yang berlebihan

memakan makanan yang keras pada daerah ekstraksi

Yang pertama harus kita lakukan adalah tetap bersikap tenang dan jangan

panik. Berikan penjelasan pada pasien bahwa segalanya akan dapat diatasi dan

tidak perlu khawatir. Alveolar oozing adalah normal pada 12-24 jam pasca

ekstraksi gigi. Penanganan awal yang kita lakukan adalah melakukan penekanan

langsung dengan tampon kapas atau kassa pada daerah perdarahan supaya

terbentuk bekuan darah yang stabil. Sering hanya dengan melakukan penekanan,

perdarahan dapat diatasi.4,5,6

Jika ternyata perdarahan belum berhenti, dapat kita lakukan penekanan

dengan tampon yang telah diberi anestetik lokal yang mengandung

vasokonstriktor (adrenalin). Lakukan penekanan atau pasien diminta menggigit

tampon selama 10 menit dan periksa kembali apakah perdarahan sudah berhenti.

Bila perlu, dapat ditambahkan pemberian bahan absorbable gelatine sponge

(alvolgyl / spongostan) yang diletakkan di alveolus serta lakukan penjahitan

biasa.2,5

Bila perdarahan belum juga berhenti, dapat kita lakukan penjahitan pada

soket gigi yang mengalami perdarahan tersebut. Teknik penjahitan yang kita

gunakan adalah teknik matras horizontal dimana jahitan ini bersifat kompresif

pada tepi-tepi luka. Benang jahit yang digunakan umumnya adalah silk 3.0,

vicryl® 3.0, dan catgut 3.0.

perdarahan yang sangat deras misalnya pada terpotongnya arteri, maka kita

lakukan klem dengan hemostat lalu lakukan ligasi, yaitu mengikat pembuluh

darah dengan benang atau dengan kauterisasi.

Pada perdarahan yang masif dan tidak berhenti, tetap bersikap tenang dan

siapkan segera hemostatic agent seperti asam traneksamat. Injeksikan asam

traneksamat secara intravena atau intra muskuler.4,5,6

Page 24: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

24

2.2.2 Nyeri

Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara pemberian

obat/kerja sama pasien. Rasa sakit pada pada awal pencabutan gigi, terutama

sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi, dapat sangat

mengganggu. Orang dewasa sebaiknya mulai meminum pengontrol rasa sakit

sesudah makan tetapi sebelum timbulnya rasa sakit. Pada delapan jam pertama

setelah pembedahan, dosis dewasa untuk obat analgesic non-narkotik/narkotik

dapat dilipatgandakan. Meskipun control nyeri tidak menimbulkan masalah pada

anak-anak, baik karena sifatnya atau sifat dari prosedur yang dialaminya,

suspense pediatric yang berisi agen anrkotik atau kombinasi

non-narkotik/narkotik dapat digunakan. Lebih sering dosis resep yang diberikan

lebih rendah dari yang seharusnya ketimbang lebih tinggi karena sifat hati-hati

yang timbul akibat seringnya penyalahgunaan obat. Meneruskan penggunaan

analgesic narkotik sesudah 24 jam atau 48 jam pasca-pencabutan, tidak

dianjurkan. Pasien dengan hati-hati diarahkan unuk mengurangi dosis analgesic

secara bertahap, misalnya dari dosis awal obat narkotik/non narkotik yang tinggi

di kurangi menjadi dosis yang lebih rendah, dan kemudian disusul dengan obat

analgesic non-narkotik yang tinggi dan akhirnya dosis yang lebih rendah dari obat

yang sama.2

2.2.3 Edema

Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan

pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera.

Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu

mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama baik pada pasien yang sama

atau berbagai pasien. Usaha-usaha untuk mengontrol edema mencangkup termal

(dingin), fisik (penekanan), dan obat-obatan.2

Aplikasi dingin selama 24 jam pertama sesudah pembedahan biasanya

bermanfaat.

Page 25: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

25

Penekanan dilakukan dengan sebungkus es pada region fasial maupun

servical. Pembalut tekanan biasanya digunakan pada pembedahan oral

mayor untuk membatasi terjadinya edema maupun hematoma.

Obat yang paling sering digunakan adalah jenis steroid yang diberikan

secara parenteral, oral atau topical sebagai pembalut alveolar. Absorsi

sistemik yang cukup besar dari steroid yang diaplikasikan secara topical

juga ditemukan kerusakan. Walaupun pembengkakan pasca bedah

mengganggu estetik tetapi hanya sementara, biasanya pada kebanyakan

pasien sampai 7-20 hari.2

Gambar 3: Penekanan dilakukan dengan sebungkus es pada region fasial

2.2.4 Reaksi terhadap obat

Reaksi alergi obat terhadap analgesic bisa terjadi, tetapi relative jarang.

Yang umum adalah alergi aspirin yang termanifestasi sebagai ruam kulit

(urtikaria), angiodema atau asma. Reaksi alergi yang akut terhadap antibiotic

(umumnya penisilin), dapat mematikan. Apabila diperhatikan obat berpotensi

merangsang reaksi alergi, pasien dianjurkan untuk menghentikan pemakaian obat

sesegera mungkin. Pasien yang menunjukkan tanda-tanda reaksi yang

mencurigakan sebaiknya sesegera mungkin dibawa ketempat fasilitas perawatan

yang lebih lengkap. Respon alergi sejati dapat diatasi dengan antihistamin

(dyphenhidramin, 50 mg secara oral atau intramuskular), epinefrin (0,3 ml dari

larutan 1:1000 subkutan atau intramuskular), dan steroid (hydrocortisone, 50-100

Page 26: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

26

mg intramuskular). Reaksi alergi paling baik dicegah dengan jalan memeriksa

riwayat paien selengkapnya.2

2.3 Komplikasi Beberapa Saat setelah operasi

2.3.1 Dry Socket

Setelah pencabutan gigi terbentuk bekuan darah di tempat pencabutan, di

mana bekuan ini terbentuk oleh jaringan granulasi, dan akhirnya terjadi

pembentukan tulang secara perlahan-lahan. Bila bekuan darah ini rusak maka

pemulihan akan terhambat dan menyebabkan sindroma klinis yg disebut alveolar

osteitis (dry socket). Alveolar osteitis ini terjadi karena adanya perubahan

plasminogen menjadi plasmin yang menyebabkan fibrinolisis pada bekuan darah

di soket bekas pencabutan.

Gambar 4: Dry socket

Etiologi:

Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada saat

ekstraksi (ekstraksi dengan komplikasi), dokter gigi yang kurang berhati-hati,

penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid, dan suplai darah (suplai

Page 27: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

27

darah di rahang bawah lebih sedikit daripada rahang atas). Kurangnya irigasi saat

dokter gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket. Gerakan

menghisap dan menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera setelah

pencabutan dapat mengganggu dan merusak bekuan darah.

Selain itu, kontaminasi bakteri adalah faktor penting, oleh karena itu, orang

dengan kebersihan mulut yang buruk lebih beresiko mengalami dry socket paska

pencabutan gigi. Demikian juga pasien yang menderita gingivitis (radang gusi),

periodontitis (peradangan pada jaringan penyangga gusi), dan perikoronitis

(peradangan gusi di sekitar mahkota gigi molar tiga yang impaksi).

Gambaran klinis

Daerah paska pencabutan yang mengalami dry socket awalnya terisi oleh

bekuan darah yang berwarna keabu-abuan yang kotor, kemudian bekuan ini

hilang dan meninggalkan soket tulang yang kosong (dry socket). Tulang

terekspos dan sangat sensitif. Penderita biasanya mengeluhkan sakit yang parah,

dan dapat timbul bau tak sedap. Hal ini dapat terjadi kurang dari 24 jam setelah

gigi dicabut, namun dapat juga terjadi 3-4 hari paska pencabutan. Kadang-kadang

dapat terjadi pembengkakan dan limfadenopati.

Frekuensi alveolar osteitis lebih tinggi pada rahang bawah dan di gigi

daerah belakang (posterior). Dry socket dapat saja terjadi pada setiap pencabutan

gigi namun lebih sering terjadi pada saat pencabutan gigi molar tiga impaksi.

Kemungkinan terjadinya dry socket paling besar pada kelompok umur 40 tahun.

Penatalaksanaan

Bila pasien mengeluhkan rasa sakit paska pencabutan gigi, perlu dilakukan

pemeriksaan radiograf untuk mengetahui apakah ada ujung akar yang tertinggal

atau ada benda asing.

Dry socket adalah suatu reaksi peradangan, namun dapat terinfeksi oleh

bakteri. Oleh karena itu, tidak setiap kejadian dry socket membutuhkan perawatan

dengan antibiotik. Hal penting dalam perawatan dry socket adalah irigasi. Irigasi

dilakukan dengan larutan saline, atau hidrogen peroksida 3 % bila sudah terjadi

infeksi. Palpasi yang hati-hati dengan menggunakan aplikator kapas membantu

Page 28: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

28

dalam menentukan sensitivitas. Pembalut obat-obatan dimasukkan ke dalam

alveolus. Pembalut diganti sesudah 24-48 jam., kemudian diirigasi dan diperiksa

lagi. Kadang-kadang diperlukan resep analgesic.

Tabel 2. Pembalut obat-obatanSalep benzocaine Salep acrithesin Pasta BIPP

Benzocaine Augenol 5% Benzocaine 1%

Minyak cengkeh 6% Cholrobutanol 8% Bismuth subnitrate 20%

Hyd. Wool fat 25% Benzocaine Iodoform 40%

Petrolum 63% Aquaphor Petrolum 39%

Preparat Komersial

Pasta Sultan’s Dry socket: guaiacol, balsam peru, eugenol, dan chlorobutanol

Pembalut D.S: kasa radiopak dijenuhkan dengan eugenol dalam petroleum putihCatatan: kasa biasa berukuran ¼ atau ½ inci digunakan dan dianjurkan untuk pembalut obat-obatan. Iodoform tidak dianggap sebagai bahan bakterisidal yang efektif dan mempunyai rasa yang tidak enak.

Proses penyembuhan dilai secara obyektif dan subyektif. Berkurangnya rasa

sakit dan granulasi dengan epitelisasi ulang yang perlahan menggunakan tanda-

tanda resolusi yang paling nyata. Jika terlihat nanah, maka diperlukan terapi

antibiotic dan kultur. Kebanyakan dry socket sembuh sesudah 4-5 hari. Persistensi

yang berkepanjangan, yaitu sampai lebih dari 10 hari, kemungkinan adanya

osteitis akut atau osteomielitis.

Pada perawatan dry socket yang timbul 2-3 bulan sesudah pencabutan.

Kondisi ini dimanifestasikan sebagai sepsis dan kegagalan pembentukan bekuan

darah yang terjadi bersama proses penyembuhan mukosa. Secara klinis, dry

socket yang tertunda termanifestasi berupa pembengkakan dari daerah operasi

yang sedang mengalami penyembuhan. Penatalaksaannya dengan jalan membuka

kembali daerah pencabutan dibantu dengan anestesi local, kuretase ringan dan

irigasi, diikuti dengan pengisian longgar menggunakan pembalut obat-obatan.

Terapi antibiotic misalnya penisilin atau bila alergi eritromisin diberikan segera.

Diperlukan pula penggantian pembalut setiap 24-48 jam sampai 2-3 kali. Apabila

infeksi sudah terkontrol, biasanya ada suatu cacat menetap yang besar pada

mukosa yang menimbulkan kendala dalam pembersihan mulut. Menganjurkan

Page 29: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

29

pasien melakukan irigasi sendiri dirumah dengan menggunakan spuit disposable

10 ml, sering meningkatkan upaya kebersihan selam di rumah.2

Pencegahan:

Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lebih beresiko mengalami dry

socket saat pencabutan. Oleh karena itu sebaiknya tindakan pencabutan

dijadwalkan pada hari di mana kadar estrogen rendah (yaitu saat tidak ada

suplementasi estrogen, sekitar hari ke-22 hingga 28 dari siklus menstruasi).Irigasi

yang baik selama tindakan pencabutan juga dapat mencegah terjadinya dry

socket.Beberapa penelitian menganjurkan pemakaian obat kumur chlorhexidine

0.12 % segera setelahpencabutan dan 7 hari paska pencabutan dapat mencegah

terjadinya dry socket.

2.3.2 Hematoma

Dapat terjadi sedikit echymosis setelah pencabutan gigi terutama pada

penderita usia lanjut. Pada hematoma terlihat luka memar pada jaringan.

Pembengkakan dapat juga terjadi pada hematoma jika pada daerah tersebut

mengalami banyak perdarahan dan lunak disentuh. Temperature tubuh dapat

meningkat.

Gambar 5: hematoma dalam rongga mulut

Pada hematoma yang besar, perawatannya dapa diberikan antibiotic untuk

mencegah infeksi pada clot/ bekuan darah. Aspirasi tidak pada tempatnya pada

pasien terlihat dalam beberapa jam pada sebelum pembentukan bekuan darah.

Page 30: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

30

Pasien harus diinformasikan bahwa pembengkakan akan menunjukkan perubahan

warna dan terlihat luka memar dan akan menyebar hingga leher. Bila terdapat

echymosis dan hematoma dapat diatasi dengan kompres es pada hari pertama dan

selanjutnya dengan terapi panas.14

2.3.3 Trismus

Trismus merupakan susahnya membuka mulut setelah ekstraksi gigi sering

terjadi. Trismus dapat disebabkan oleh edema pasca bedah. Hal ini didukung

pendapat Osmani, edema sekitar bekas pembedahan molar ketiga akan

meyebabkan perubahan jaringan sekitarnya dan muskulus pengunyahan

mengalami kontraksi sehingga akan menimbulkan trismus. Menurut Vriezen,

trismus terjadi bukan karena meningkatnya volume dari muskulus karena edema

dan infiltrate tetapi lebih disebabkan karena reaksi atas rasa sakit yang disebabkan

oleh gerakan rahang.22,23

Gambar 6: salah satu perawatan pada trismus

Page 31: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

31

Pembukaan intersisal biasanya tidak lebih dari 15-20 mm. reduksi rentang

gerakan mandibula yang serupa terjadi pada spasme otot yang akut atau kelainan

susunan internal dari sendi temporomandibular yang aku, kemungkinan ini harus

ikut dipertimbankan. Jika terbukti ada infeksi, yaitu adanya pembengkakan, nyeri,

demam, lemas maka diperlukan antibiotic. Trismus yang persisten kadang-kadang

terjadi sesudeh hilangnya selulitis yang luas, tap bisa juga terjadi karena anestesi

blok mandibula tanpa melibatkan tindakan pembedahan. Apabila tidak ada bukti-

bukti infeksi akut, maka perawatan dilakukan dengan aplikasi panas, pemijatan

dan latihan penggunan tongue blade untuk memperbaiki hubungan intersisal

(beberapa tongue blade setebal celah intersisal dimasukkan sekaligus kemudian

untuk meningkatkan lebar intersisal dilkukan latihan dengan memasukkan blade

tambahan yang berlaku sebagai pengungkit sehingga bisa merenggangkan otot-

oto yang terlibat).2

2.3.4 Infeksi

Pencegahan infeksi dapat didasrkan atas potensi penyebaran infeksi,

kemungkinan bakteremia atau keduanya, pencabutan suatu gigi yang melibatkan

prose infeksi akut, yaitu perikoronitis atau abses, bisa mengganggu proses

pembedahan. Terapi antibiotic yang sesuai (kadar penisilin terapetik dalam darah

dicapai 1 jam sesudah pemberian secara oral) dan apabila diindikasikan, insisi dan

drainase digunakan untuk mengontrol keadaan akut. Apabila akan segera

dilakukan pembedahan, pengontrolan rasa sakit dengan anestesi local, menunggu

1 jam sesudah pemberian antibiotic akan member manfaat sebagai pelindung

sebelum dilakukan insisi abses, drainase atau pencabutan gigi. 2

Infeksi pasca-bedah, abses atau selulitis bisa terjadi pada awal atau bersama-

sam dengan edema. Diagnosis banding ditentukan dengan adanya fakta bahwa

infeksi biasanya diikuti oleh peningkatan rasa nyeri, lemas, dan demam.

Perkembangan fluktuan merupakan tanda yang jelas dari adanya penanahan dan

sering memerlukan aspirasi jarum untuk mengkonfirmasikannya diikuti dengan

insisi dan drainase. Studi laboratorium juga sangat membantu dalam menentukan

diagnosis, dimana leukositosis dan meningkatnya laju sedimentasi eritrosit (ESR)

Page 32: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

32

biasanya menunjukkan adanya infeksi. Apabila ada tanda-tanda tersebut, maka

perlu dilakukan tindakan untuk merawat infeksi, yaitu terapi antibiotic serta

tindakan pembedahan dan terapi pendukung.2

BAB 3

PENUTUP

Page 33: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

33

3.1 Kesimpulan

Tindakan ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari kita

lakukan sebagai dokter gigi Pencabutan bersifat irreversible dan terkadang

menimbulkan komplikasi.

Komplikasi digolongkan menjadi intraoperatif, segera sesudah operasi dan

jauh sesudah operasi. Penatalaksanaan dari sebagian besar komplikasi baik

intraoperatif, segera sesudah operasi dan jauh sesudah operasi merupakan bagian dari

pekerjaan seorang dokter gigi. Beberapa kejadian bisa ditangani baik dengan jalan

rujukan, misalnya, perdarahan akut atau berkepanjangan, pergeseran gigi atau

frakmrn akar dan cedera saraf.

4.2 Saran

Dengan adanya tulisan ini dokter gigi diharapkan lebih menguasai tentang

pencegahan, pengenalan dan penatalaksanaan komplikasi ekstraksi gigi baik

intraoperatif, segera sesudah operasi dan jauh sesudah operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 34: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

34

1. Santoso T.I, Poedjiastoeti W, Ariawan D. 2010. Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi,

Pencegahan dan Penatalaksanaannya. Available in http://www.pdgi

online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=592&Itemid=1.

Diakses 15 November 2010.

2. Pedersen, GW. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC.

3. Rendra. 2007. Penanganan Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi. Available in

http://psmkgi.org/forums/showthread.php?t=284. Diakses 15 November 2010.

4. Scully C. and Cawson, RA. 1998. Medical Problems in Dentistry. 4th ed. London.:

Wright.

5. Malame, SF. 2000. Medical Emergencies in the Dental Office. 5th ed. .; St.Louis:

Mosby, Inc.

6.   Hawkesford, JE. and Banks, JG. 1994. Maxillofacial and Dental Emergencie.

Oxford: Oxford University Press.

7. Moore, JR. 1985. Surgery Of the Mouth and Jaws. London: Balckwell Scientific

Publicatins. Pp: 395-408.

8. Dhini. 2010. Komplikasi Langka Akibat Pembedahan Gigi Molar Tiga. Available

in http://doktergigimuda.com/?p=16. Diakses 16 November 2010.

9. Banks,P. 1992. Fraktur Pada Mandibula Menurut Killey. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

10. Mathong, Robert H. et al. 1995. Trauma of the Nose and Paranasal Sinuses.

United States of Amerika: Thieme.

11. Yilmas, Suslu, Gursel. 2003. Treatment of Oroantral Fistula: Experience with 27

Cases. Amer J of Otolaryngol; 24:4. Pp: 221-3.

12. Surjanto. 2000. Problem dan Penanganan Oroantral Fistula. Maj Ked Gigi; 33:

2.pp: 68-71.

13. McCarthy. 1967. Emergencies in Dental Practice. Philadelphia, London: WB.

Sounders Co. pp: 438-40

Page 35: 45565487 Komplikasi Peri Dan Pasca Operative

35

14. Kruger, GO. 1967. Oral and Maxillofacial Surgery. 6th ed. Toronto: The C.V.

Mosby Co. pp:335-7

15. Steiner and Thomson. 1977. Oral Surgery and Anesthesia. Philadelphia: WB.

Sounders Co. pp: 356-9

16. Rusdy. H and Nurwiyadh. 2008. Empisema sebagai komplikasi pembedahan

molar tiga bawah dengan menggunakan high speed turbine. Dentika Dental Journal;

13:1. pp: 90-92.

17. Fruhauf J, Weinke R, Pilger U. 2005. Soft tissue cervifacial emphysema after

dental treatment. Arch Derm; 141. pp: 1437-40.

18. Mather AJ, Stoykewyeh AA, Curan JB. 2006. Cervicofacial adan mediastinal

emphysema complicating a dental procedure. J Can Dent Assoc; 6. pp:565-8.

19. Pedlar J, Frame Jw. 2001. Oral and maxillofacial surgery in surgical

endodontics. WB Saunders. pp: 81-5

2o. Pogrel, MA. 1990. Complications of third molar surgery. Oral and maxillofacial

surgery clinics of North America.

21. Zwerner T, Fehrenbach MJ, Emmons M, Tiedemann MA. 2004. Mosby’s Dental

Dictionary. India: Elsevier.

22. Soemartono. 2003. Penggunaan mouth gage sederhana untuk perawatan trismus

pasca pencabutan gigi. Majalah Kedokteran Gigi; Edisi Khusus Temu Ilmiah

Nasional III:323.

23. Asmordjo, Muchlis. 1992.. Hubungan antara pembengkakan pipi dengan trismus

pasca odontektomi impaksi gigi molar ketiga. Semarang: Kumpulan Makalah ilmiah

Kongres PDGI XVIII; h. 521.