4 Lapsus Edh
-
Upload
nurrahma-putrie-hapsari -
Category
Documents
-
view
73 -
download
10
description
Transcript of 4 Lapsus Edh
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala atau Traumatic Brain Injury (cedera otak traumatik)
umumnya didefinisikan sebagai kelainan non-degeneratif dan non-kongenital
yang terjadi pada otak sebagai akibat adanya kekuatan mekanik dari luar yang
berisiko menyebabkan gangguan temporer atau permanen dalam hal fungsi
kognitif, fisik dan fungsi psikososial dengan disertai penurunan atau hilangnya
kesadaran.
Dari berbagai sumber hampir selalu menunjukkan bahwa cedera
merupakan penyebab utama kematian pada pasien berusia kurang dari 45 tahun.
Dari beberapa kasus cedera ini, hampir 50% nya merupakan kasus cedera kepala
atau cedera bagian tubuh lainnya yang disertai pula oleh cedera kepala.
Cedera kepala adalah suatu kejadian yang sampai saat ini merupakan
pembunuh nomor satu didunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang.
Angka kematian yang tinggi ini adalah merupakan akumulasi kematian oleh sebab
cedera primer (dampak langsung dari cedera kepala) atau oleh sebab cedera
skunder (dampak runtutan mekanisme perburukan karena cedera primer). Sekitar
40% dari angka kematian tersebut adalah angka yang “avoidable” atau yang
seharusnya kematian dapat dicegah bila tindakan pertolongan yang cepat dan tepat
dengan sarana yang memadai.
Berdasarkan kelompok umur, beberapa sumber menunjukkan bahwa usia
yang paling banyak mengalami cedera kepala adalah 15-24 tahun. Cedera kepala
1
pada kelompok usia ini umumnya karena kecelakaan lalu lintas. Sedangkan untuk
kelompok usia diatas 65 tahun, penyebab utama terjadinya cedera adalah jatuh.
Untuk anak usia kurang dari 2 tahun, cedera terutama disebabkan karena jatuh
dari kursi, meja dan sebagainya. Cedera pada kelompok ini umumnya tidak
sampai mengakibatkan cedera otak yang berat. Anak usia 10-15 tahun umumnya
mengalami cedera kepala akibat kecelakaan olahraga atau kegiatan permainan
sehari-hari.
Pada cedera kepala dapat terjadi perlukaan dan perdarahan ekstrakranial
maupun perdarahan intrakranial. Termasuk dalam perlukaan dan perdarahan
ekstrakranial yaitu laserasi kulit kepala, subgaleal hematom, sefalhematoma, dan
cedera pada wajah. Pada perdarahan intrakranial meliputi hematoma epidural,
hematoma subdural, hematoma subaraknoid, hematoma intraserebri, higroma, dan
hematoma intraventrikuler.
Di Negara-negara berkembang berkisar antara 200-
300/100.000 populasi per tahun2,3,4. Data dari Traumatic Coma Data
Bank (TCDB) didapatkan bahwa kematian akibat cedera kepala lebih
kurang 17 per 100.000 orang pada pasien yang tidak dirawat di
rumah sakit, dan lebih kurang 6 per 100.000 orang pada pasien
yang dirawat di rumah sakit 2. Cedera primer otak berupa Intracranial
Space Occupying Lession yaitu hematoma, baik hematoma epidural
(EDH) maupun hematoma subdural sekitar 20-40%.
2
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. Mashuri
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Umur : 43 tahun
Status : Menikah
Alamat : Sukorejo-Pasuruan
MRS Tanggal : 19-01-2015
4
II. KELUHAN UTAMA
ANAMNESIS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Ketika jalan kaki pasien ditabrak pick-up kejadian hari minggu, jam 17.30
WIB pasien dibawa ke Puskesmas dan sempat pingsan, sadar ketika subuh. Pasien
dibawa ke IGD RSUD Bangil jam 10.30, dalam keadaan pasien sadar, mual
muntah (+), nyeri kepala (+), pingsan (-), amnesia (-), keluar darah dari hidung (-),
keluar darah dari telinga (-), kejang (-).
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan alergi disangkal
Riwayat operasi sebelumnya (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
Airway : Bebas Paten
Breathing : Sesak (-), retraksi (-), deviasi trakea (-), gerak dada
simetris +/+
Circulation : TD110/80 mmHg, nadi 80x/menit, RR 24x/menit, akral
hangat (+), perdarahan (-)
Disability : GCS 15 (E4M6V5), PBI 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Eksposure : Hematom di regio parietal
Secondary survey
Keadaan sakit : Tampak lemah
Kesadaran : Composmentis, GCS : 4-5-6
Tanda vital : TD : 110/80 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit(reguler)
Respirasi : 24 kali/ menit
Suhu : 37,1oC
5
Kepala/ Leher
Kepala : Vulnus appertum (-), hematom et regio
parietal.
Leher : peningkatan JVP (-) pembesaran KGB (-).
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
palpebrae tidak edem kanan dan kiri, refleks
cahaya (+/+), PBI (3mm/3mm)
Telinga : simetris, serumen minimal, sekret tidak ada,
perdarahan (-)
Hidung : simetris, sekret tidak ada, perdarahan (-)
Mulut : mukosa bibir kering, tidak anemis, tidak
sianosis, perdarahan (-)
Toraks
Paru-paru
Inspeksi : bentuk normal simetris, gerak napas
normal, retraksi tidak ada, jejas (-)
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan terdesak ke kiri dan kiri
normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal, bising (-), murmur (-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, distensi (-), jejas (-)
Palpasi : turgor cepat kembali, hepar/lien/massa tidak
teraba
Perkusi : timpani (+),
Auskultasi : bising usus (+) normal.
6
Inguinal, genital, anus : tidak ada kelainan
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Capp.Refill ≤2”/ ≤2” ≤2”/ ≤2”
Neurologis : superior inferior
Motorik 5 / 5 5 / 5
Sensorik
Raba + / + + / +
Nyeri + / + + / +
Tulang Belakang
Tidak ada deformitas, kifosis, lordosis, dan skoliosis
RESUME
Nama : Tn. M
Subjektif
Keluhan Utama : Muntah
Uraian : Ketika jalan kaki pasien ditabrak pick-up kejadian
hari minggu, jam 17.30 WIB pasien dibawa ke
Puskesmas dan sempat pingsan, sadar ketika subuh.
Pasien dibawa ke IGD RSUD Bangil jam 10.30,
dalam keadaan pasien sadar, mual muntah (+), nyeri
kepala (+), pingsan (-),amnesia (-), keluar darah dari
hidung (-), keluar darah dari telinga (-), kejang (-).
Objektif
Kepala : Hematom et regio parietal.
7
Mata : PBI (3mm/3mm), reflek cahaya +/+
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas
Atas : Pitting edem (-/-), hangat
Bawah : Pitting edem (-/-), hangat
Neurologis superior inferior
Motorik 5 5 / 5 5 5 5 / 5 5
Sensorik + / + + / +
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium
Pemeriksaan 19 Januari 2015 23 Januari 2015 27 Januari 2015
HEMATOLOGI
Hemoglobin (g/dl) 15.2 14.5 13.4
Lekosit (/ul) 8,400 7,800 7,400
Eritrosit (juta/ul) 5.54 4.87 4.83
Hematokrit (vol%) 44,7 37,2 39,1
Trombosit (/ul) 277,000 290,000 356,000
RDW-CV (%) 12,6 12.7 12.6
MCV,MCH,MCHC
MCV (fl) 80.7 80.7 80.9
MCH (pg) 27.4 27.3 27.7
MCHC (%) 34.0 35.6 34.3
HITUNG JENIS
Neutrofil (%) 78.7 77.0 62.1
Limfosit (%) 12.5 24.5 26.1
MID (%) 8.8 9.5 11.8
Neutrofil # (ribu/ul) 6.60 5.80 4.60
Limfosit # (ribu/ul) 1.10 1.50 1.90
MID # (ribu/ul) 0.70 0.50 0.90
KIMIA DARAH
SGOT (U/I) 33,8 33,8 33,8
SGPT (U/I) 60 60,3 60,3
8
BUN (mg/dL) 13 13 13
Creatinin (mg/dL) 1.0 1.0 1.0
Natrium (mmol/I) 144,6 142,7 143,7
Kalium (mmol/I) 3.7 3.4 3.533
Clorida (mmol/I) 104,2 104,7 102,7
Calsium 1,1 1,1 1,213
GDA (mg/dL) 131 134 129
2. CT Scan
9
DIAGNOSIS KERJA
CKR + ICH EDH fronto parietal (S) + Fraktur linier fronto parietal (S) +
Scalp Hematoma + Contusio Fraktur (S)
PROGNOSIS
Dubia ad Vitam : Dubia ad bonam
10
Dubia ad Sanactionam : Dubia ad bonam
Dubia ad Functionam : Dubia ad bonam
PENATALAKSANAAN
19 Januari 2015 20 Januari 2015 21 Januari 2015IVFD RD5 1500cc / jam Head up 30° Alih rawat HCUInj Ceftriaxon 2x1g iv O2 nasal 8lpm Tx lanjut Inj Ketorolac 3x30mg IVFD RD5 1500cc / jam Inj Penitoin 500mg dalam PZ 100cc
maintenance 3x100mgInj Ranitidi n 2x1ampul Diet cair O2 masker 8lpmInj Piracetam 3x 1ampul Inj Ketorolac 3x30mg Inj Omeprazole 1x40mg Inj Ondansentron 3x4mg Inj Ranitidin 2x50mg iv WB 1 kolfMasuk Ruangan Bedah Inj Ondansentron 3x4mg Loading manitol 200cc maintenance 4x100 cc
Bila TD >100mmHgInj citicolin 2x500mg
22 Januari2015 23-25 Januari 2015
KIE keluarga untuk operasi Tx lanjut
Instruksi post Op :
- - Cek DL, SE, GDA
- - Tx Lanjut
- -Obs.VS, GCS, tanda2 peningkatan TIK, Luka op,
produksi drain
26 Januari 2015 27 Januari 2015 28 Januari 2015
Head up 30° Tx lanjut Diet Lunak
O2 nasal 4lpm Antasida 3x1 sendok
Tx lanjut Bladder training : kateter
evaluasi BAK
Diet cair Mobilisasi duduk
Inj Santagesik 3x1g Obs. VS, GCS, Tanda2
11
peningkatan TIK
Balance cairan
Obs. VS, GCS, Tanda2
peningkatan TIK
Nama/ Macam Operasi 22 Januari 2015 : Craniotomy evakuasi EDH +
dekompresi
Follow up
Pemeriksaan Post Op Day (POD)
I II III IV V VI
Subyektif
Nyeri kepala + + + + < <
Mual / Muntah +/+ +/- -/- +/- -/- +/-
Obyektif
TD (mmHg) 130/90 130/90 145/88 117/67 130/90 120/80
N (x/menit) 65 75 71 78 85 80
RR (x/menit) 21 22 23 20 20 20
T (Celcius) 36,6 37 36,8 36,6 36,7 36,7
GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6
Pupil Isokor isokor Isokor isokor isokor isokor
Reflek cahaya +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Drain + + + - - -
NGT + + - - - -
DC/ Produksi Urine +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Mobilisasi + + + + + +
Assesment
Post op Craniotomy evakuasi EDH + dekompresi a/I CKR + ICH EDH
fronto parietal (S) + Fraktur linier fronto parietal (S) + Scalp Hematoma +
Contusio Fraktur (S)
Planning
Head up 30 + + + + + +
12
IVFD RD5 2000 cc/24 jam + + + + + +
Inj Ceftriaxon 2x1g + + + + + +
Inj Ketorolac 3x30mg + + + + + +
Inj Omeprazole 1x40mg + + + + + +
Inj Penitoin 3x100 mg + + + + + +
Inj Citicolin 2x500mg + + + + + +
Inj Manitol 4x100cc bila TD
>100mmHg
+ + + + + +
Diet cair - - - + + +
Antasida 3x1sendok - - - - - +
13
BAB III
PEMBAHASAN
A. Cedera Kepala
Dalam mengklasifikasikan cedera kepala dapat dibagi berdasarkan
keadaan klinis dan kelainan patologis. Klasifikasi keadaan klinis yaitu kesadaran
pasien yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu :
1. Cedera kepala ringan (CKR) jumlah score 14-15
2. Cedera kepala sedang (CKS) jumlah score 9-13
3. Cedera kepala berat (CKB) jumlah score 3-8
Pengklasifikasian kedua yaitu berdasarkan kelainan atau kerusakan
patologis yang terbagi dalam kerusakan primer dan kerusakan skunder.
1. Cedera kepala primer
Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu
terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan dapat mengenai jaringan kulit
sampai otak, dalam bentuk laserasi kulit kepala, perdarahan, fraktur, dan
kerusakan jaringan otak. Kerusakan primer ini dapat bersifat lokal maupun
difus.
Kerusakan Fokal : yaitu kerusakan jaringan yang bersifat fokal, yang
terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian lainya relatif
14
tidak terganggu. Kelainan ini umumnya bersifat makroskopis. Kerusakan
yang terjadi dapat berupa :
- Perlukaan dan perdarahan ekstrakranial
- Fraktur tulang kepala
- Perdarahan intrakranial
- Kontusio dan laserasi serebri
Kerusakan difus : yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi
menyeluruh dari otak, dan umumnya bersifat mikroskopis.
- Cedera aksonal difusa (diffuse axonal injury)
- Diffuse vascular injury
2. Cedera kepala sekunder
Cedera kepala sekunder adalah kelainan atau kerusakan yang terjadi
setelah terjadinya trauma/benturan dan merupakan akibat dari peristiwa yang
terjadi pada kerusakan primer. Penyebab terjadinya cedera kepala skunder ini
dapat bersifat intrakranial atau bisa juga sistemik. Kelainan ini dapat muncul
dalam hitungan menit namun dapat pula baru muncul dalam beberapa hari
kemudian. Beberapa literatur memasukkan kelainan yang terjadi sebagai
rangkian dari kelainan patologis yang terjadi, sedangkan beberapa literatur
lain menyebutnya sebagai komplikasi. Kelainan yang terjadi anatara lain :
- Gangguan sistemik akibat hipoksia dan hipotensi
- Edema serebral
- Herniasi jaringan otak
- Peningkatan tekanan intrakranial/ hipertensi intrakranial
- Infeksi
15
- Emboli lemak
- Hidrosefalus
- Fistula cairan serebrospinalis
B. Subgaleal Hematoma
Pada cedera yang tidak merobek lapisan kulit, namun menyebabkan
pembuluh darah pada lapisan jaringan ikat longgar di bawah kulit kepala pecah
akan menyebabkan terkumpulnya darah, yang disebut sebagai subgaleal
hematoma. Dalam keadaan ini darah terkumpul diantara lapisan galea dan tulang
tengkorak, dan menyebabkan adanya penonjolan keluar pada kepala. Keadaan ini
merupakan hematoma yang paling sering dijumpai pada kasus cedera kepala
sehari-harinya. Perlu diwaspadai terhadap kemungkinan terjadinya fraktur
depressed yang tertutup, yang kadang tidak mudah dibedakan tanpa pemeriksaan
penunjang.
Dalam penanganan kasus subgaleal hematoma, dianjurkan untuk segera
memberikan kompres dingin pada lokasi benjolan. Hal ini dilakukan dengan
asumsi tindakan tersebut dapat membantu terjadinya vasokontriksi pembuluh
darah yang pecah, sehingga perdarahan akan berhenti. Selain itu, untuk subgaleal
hematoma yang relatif kecil, tidak dianjurkan untuk melakukan intervensi apa-apa
secara invansif, karena kelainan akan hilang sendiri dalam beberapa hari.
Untuk hematoma yang besar, ada pendapat yang menganjurkan untuk
dilakukan insisi atau aspirasi untuk mengeluarkan cairan darah dan selanjutnya
dipasang pembalut yang menekan untuk mencegah penumpukan darah kembali.
16
Namun banyak juga ahli yang tidak menganjurkan cara ini, dengan pertimbangan
tindakan tersebut justru akan memberika resiko terjadinya resiko infeksi.
C. Hematoma Epidural
Epidural hematom atau dapat disebut juga ekstradural hematom adalah
keadaan dimana terjadi penumpukkan darah diantara durameter dan tabula interna
tulang tengkorak. Keadaan ini dapat terjadi karena trauma tumpul pada kepala
yang mengakibatkan terjadinya fraktur linier. Lokasi yang paling sering adalah di
bagian temporal atau temporoparietal (70%) dan sisanya di bagian frontal,
oksipital dan fossa serebri posterior.
Sumber perdarahan yang paling lazim adalah dari cabang arteri meningea
media akibat fraktur yang terjadi di bagian temporal tengkorak. Namun
kadangkala dapat pula dari arteri atau vena lain, atau bahkan keduanya.
Hematoma yang sumber perdarahannya dari vena, umumnya tidak besar sebab
tekanan yang ditimbulkan tidak besar. Hal ini berbeda dengan sumber perdarahan
dari arteri yang bertekanan kuat, yang bahkan mampu mendesak perlekatan
durameter pada tulang tengkorak.
Walaupun umumnya tulang tengkorak mangalami fraktur (80%), namun
dapat pula kasus dimana tidak didapatkan fraktur, terutama pada kelompok
penderita anak-anak. Pada keadaan ini benturan yang terjadi tidak cukup kuat
unutk menyebabkan robeknya pembuluh darah di permukaan dalam saat tulang
melekuk ke dalam. Hematoma epidural yang tidak disertai fraktur tulang
17
tengkorak akan memiliki kecenderungan lebih berat, karena peningkatan tekanan
intrakranial akan lebih cepat terjadi.
Perdarahan ini jarang pada pasien usia diatas 60 tahun, kemungkinan
karena duramater melekat lebih kuat ke tabula interna. Hal ini pula menerangkan
mengapa kebanyakan hematoma epidural terjadi di bagian temporal karena pada
lokasi tersebut perlekatan duramater pada tulang tengkorak lebih lemah dibanding
pada lokasi lainnya. Sedangkan pada anak dan bayi lebih sering terjadi hematoma
epidural bifrontal yang berasal dari vena. Beberapa literatur mengatakan
hematoma epidural relatif jarang terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan
tampaknya hal ini disebabkan karena pada usia tersebut tulang tengkorak relatif
lebih lentur dari orang dewasa.
Secara klinis, bisa terjadi beberapa macam perjalanan manifestasi klinis.
Pasien dapat saja tetap sadar; atau tetap tidak sadar; atau sadar lalu menjadi tidak
sadar; atau tidak sadar lalu menjadi sadar; atau tidak sadar beberapa waktu
(periode lucid interval) tetapi kemudian tidak sadar lagi.
Gangguan kesadaran yang terjadi langsung setelah cedera umumnya bukan
karena terjadinya hematoma epidural melainkan karena teregangnya serat-serat
formatio retikularis didalam batang otak. Mekanisme ini merupakan mekanisme
yang sama terjadi pada hilangnya kesadaran saat terjadi komosio cerebri. Setelah
beberapa saat, dimana hematoma yang terjadi telah mencapai sekitar 50cc barulah
gejala neurologis akibat hematoma bermanifestasi. Gejala neurologis ini muncul
tgerutama karena efek penekanan massa terhadap jaringan otak bukan efek
terjadinya iskemik jaringan otak. Penekanan hematoma menyebabkan
pendorongan otak dan menimbulkan herniasi yang menekan batang otak.
18
Hematoma yang terjadi didaerah temporal akan menyebabkan gejala
neurologis yang cukup progresif. Pasien akan semakin menurun kesadarannya,
seperti hendak tidur terus tetapi tidak dapat dibangunkan. Hematoma yang
semakin besar akan mendorong jaringan otak ke bawah, ke arah insisura tentotii
sehingga terjadi herniasi jaringan otak yang menekan nervus okulomotorius pada
sisi yang sama. Sebagai dampaknya, akan terjadi penyempitan pupil beberapa saat
yang kemudian pelebaran pupil, pada mata yang ipsilateral dengan hematoma
yang tidak lagi berespon terhadap cahaya, dan terjadilah anisokoria. Defisit
neurologis lainnya yang dapat dijumpai dapat berupa hemiparesis, kejang muntah,
dan pada pemeriksaan fisik dapat pula dijumpai refleks babinsky kontralateral
yang positif.
Hematoma yang terjadi di daerah frontal selain menimbulkan keluhan
nyeri, juga kerap disertai gangguan mental. Jika hematoma terjadi pada fossa
posterior, manifestasi sakit kepala dan kaku kuduk akan dijumpai. Selain itu,
dapat pula terjadi gangguan fungsi serebelum. Pada benturan yang mengenai
bagian oksipital, perlu diwaspadai terjadinya hematoma epidural infratentorial
akibat robeknya sinus vena pada dura. Dalam keadaan ini tanda fokal dapat tidak
dijumpai, namun pasien akan mengalami penurunan kesadaran.
Diagnosa hematoma epidural didasarkan pada tanda klinis dan hasil CT-
Scan kepala, yang merupakan pemeriksaan terpilih untuk memastikan diagnosa.
Pada pemeriksaan dengan CT Scan kepala, hematoma epidural akan tampak
gambaran massa hiperdensa dengan bentuk bikonveks (double convex sign) atau
adapula yang menyebutnya gambaran foorball shaped yang secara tipikal terletak
dibagian temporal tengkorak.
19
Hematoma epidural yang progresif membesar perlu penanganan operatif
untuk mengeluarkan hematoma dan menghentikan perdarahan secepatnya. Bila
tidak dilakukan, dapat berakibat fatal karena tekanan intrakranial yang semakin
tiunggi, yang dapat menyebabkan herniasi jaringan otak dan aliran darah ke otak
terhenti. Bila tindakan operatif dapat dilakukan segera, sebelum berbagai defisit
neurologis terjadi, maka kesembuhan total dapat diharapkan untuk diperoleh.
Namun bila volume hematoma kurang dari 30cc dan tidak bertambah
besar, operasi tidak mutlak dilakukan. Bekuan darah yang ada dapat diharapakan
mencair dan sedikit demi sedikit diserap. Sel-sel makrofag akan memfagositosis
dan membawanya masuk ke dalam pembuluh darah. Namun tentunya dalam
melakukan perawatan konservatif ini harus dilakukan pemantauan secara ketat,
termasuk dengan menggunakan pemeriksaan ulang CT scan kepala.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahjoepramono EJ. Cedera Kepala. 2005. Jakarta : FKUI
2. Salinas P. Closed head trauma. In: Penar PL, Talavera F
editors. Traumatic brain injury. May 2006. Available from:URL:
http://www.emedicine.com/med/to p ic3403.htm
3. Hidayat S., 2010, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi ketiga, Jong W.D. Jakarta:
penerbit buku kedokteran EGC
4. Bernath David, 2009, Head Injury, www.e-medicine.com
5. Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah.
Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta
21