4. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS · Inventory (beginning) 132.822.565.000 Inventory (ending)...
Transcript of 4. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS · Inventory (beginning) 132.822.565.000 Inventory (ending)...
31 Universitas Kristen Petra
4. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Sampel
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 pengamatan. Jumlah tersebut
berasal dari 15 perusahaan yang bergerak di sektor barang konsumsi terutama
bidang farmasi, kosmetik dan keperluan rumah tangga dan peralatan rumah
tangga yang terdaftar di BEI dan melaporkan CSR antara tahun 2010 – 2013 serta
memiliki financial report yang lengkap dari tahun 2006-2014. Tabel 4.1
menunjukan secara lebih rinci tetang sampel yang digunakan.
Tabel 4.1 Hasil Seleksi Sampel
Kriteria Sampel Jumlah
1. Perusahaan telah terdaftar di BEI 68
2. Perusahaan yang tidak melaporkan CSR antara tahun
2010 – 2013
8
3. Perusahaan yang tidak memiliki financial report
yang lengkap dari tahun 2006-2014
0
Jumlah pengamatan yang memenuhi kriteria 60
4.1.2 CSR
Score CSR akan diukur dengan menggunakan kriteria pengukuran GRI versi
3.1 tahun 2011 yang terdiri dari 84 kriteria. Perusahaan akan mendapat nilai 1 jika
mengungkapkan item kriteria dalam G3.1 dan 0 jika sebaliknya. Pengukuran
dilakukan dengan menghitung jumlah total kriteria yang diungkapkan perusahaan
dibagi jumlah total kriteria yang ada dalam GRI versi 3.1 yaitu 84 kriteria. Berikut
contoh pengukuran score CSR DVLA 2013
32 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.2 Score CSR DVLA 2013
Kriteria Nilai
Ekonomi 7
Lingkungan 3
Produk 6
Tenaga Kerja 8
Hak Asasi Manusia 1
Masyarakat 2
Total nilai 27
Total kriteria CSR 84
Hasil bagi (27/84) 0.32
Total Score DVLA 2013 yaitu 27 ini kemudian dibagi dengan 84 (Total
kriteria GRI 3.1). Dengan pembulatan 2 angka dibelakang koma, maka hasilnya
adalah 0,32 yang menggambarkan bahwa DVLA telah melaporkan CSR 32% dari
84 kriteria GRI. Angka ini menunjukan bahwa DVLA pada tahun 2013 memiliki
CSR yang tinggi karena berada di atas rata-rata seluruh sampel perusahaan yaitu
0,24.
4.1.3 Earning Persistent (Persistensi Laba)
Earning persistent / Persistensi laba diukur dengan menggunakan rumus 2,2
yang menggunakan slope dari net income before extraordinary items pada tahun t
, net income before extraordinary items sebelum tahun t dengan menggunakan
earning per share perusahaan selama 5 tahun ke belakang. Apabila persistensi
laba (ɸ1,j) mendekati 1 hal ini menunjukkan bahwa laba perusahaan persisten jika
persistensi laba (ɸ1,j) mendekati 0 hal ini menunjukkan bahwa laba perusahaan
tidak persisten dan menunjukkan bahwa ada banyak komponen yang bersifat
transitory (sementara). Sebagai contoh perusahaan DVLA pada tahun 2013.
33 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.3 PL DVLA 2014
Tahun EPS t EPS t-1
2014 73 x
2013 112 112
2012 133 133
2011 108 108
2010 99 99
2009 x 64
SLOPE (EPS t, EPS t-1) 0,11
Dari hasil perhitungan rumus persistensi laba dari DVLA tahun 2013 adalah
sebesar 0,11. Angka ini menunjukan bahwa DVLA dari tahun 2009-2013
memiliki laba yang persistennya rendah karena berada di bawah rata-rata seluruh
sampel perusahaan yaitu 0,489.
4.1.4 Siklus Operasi
Siklus operasi diukur dengan menggunakan rumus 2,3 yaitu ln / natural
logaritma dari jumlah hari yang dibutuhkan perusahaaan untuk mendapatkan kas
dari piutang usaha ditambah jumlah hari yang dibutuhkan perusahaaan untuk
menjual inventory perusahaan. Semakin pendek siklus operasi semakin bagus pula
dampaknya bagi perusahaan. Sebagai contoh perusahaan DVLA pada tahun 2013.
34 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.4 SIOP DVLA 2013
Sales 1.101.684.170.000
Account Receivable (beginning) 390.002.690.000
Account Receivable (ending) 377.104.867.000
Rata-rata Account Receivable
(beginning+ending)/2
383.553.778.500
Account Receivable Turnover
(Sales/ Rata-rata Account
Receivable)
2,87
COGS 441.028.093.000
Inventory (beginning) 132.822.565.000
Inventory (ending) 206.681.880.000
Rata-rata Inventory
(beginning+ending)/2
169.752.222.500
Inventory Turnover (COGS/ Rata-
rata Inventory)
2,60
Siklus Operasi (360/ Account
Receivable Turnover) + (360/
Inventory Turnover)
264
LN (Siklus Operasi) 5,58
Dari hasil perhitungan rumus siklus operasi dari DVLA tahun 2013 adalah
sebesar 5,58 yang menggambarkan 265 hari. Angka ini menunjukan bahwa
DVLA tahun 2013 memiliki siklus operasi yang panjang karena berada di atas
rata-rata seluruh sampel perusahaan yaitu 5,1103 yang menggambarkan 166 hari.
4.1.5 Volatilitas Penjualan
Volatilitas penjualan diukur dengan menggunakan rumus 2,4 yaitu total
penjualan dibagi total asset yang dimiliki oleh perusahaan selama 5 tahun terakhir
kemudian dihitung standar deviasinya. Semakin tinggi standar deviasi
35 Universitas Kristen Petra
menggambarkan semakin tingginya volatilitas (Dechow dan Dichev, 2002).
Sebagai contoh perusahaan DVLA pada tahun 2013.
Tabel 4.5 VOLPEN DVLA 2013
Tahun Penjualan
2013 1.101.684.170.000
2012 1.087.379.869.000
2011 899.632.048.000
2010 869.405.028.000
2009 869.170.910.000
STDEV (2013-2009) 0,067
Dari hasil perhitungan rumus volatilitas penjualan dari DVLA tahun 2013
adalah sebesar 0,067. Angka ini menunjukan bahwa DVLA dari tahun 2009-2013
memiliki volatilitas penjualan yang rendah karena berada di bawah rata-rata
seluruh sampel perusahaan yaitu 0,12.
4.1.6 Volatilitas Arus Kas
Volatilitas arus kas diukur dengan menggunakan rumus 2,5 yaitu total arus
kas operasi dibagi total asset yang dimiliki oleh perusahaan selama 5 tahun
terakhir kemudian dihitung standar deviasinya. Semakin tinggi standar deviasi
menggambarkan semakin tingginya volatilitas (Dechow dan Dichev, 2002).
Sebagai contoh perusahaan DVLA pada tahun 2013.
36 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.6 VOLAK DVLA 2013
Tahun Arus Kas Operasi
2013 106.931.180.000
2012 119.207.439.000
2011 73.025.709.000
2010 130.614.145.000
2009 5.688.757.000
STDEV (2013-2009) 0,05
Dari hasil perhitungan rumus dengan menggunakan Microsoft Excel 2010
volatilitas arus kas dari DVLA tahun 2013 adalah sebesar 0,05. Angka ini
menunjukan bahwa DVLA dari tahun 2009-2013 memiliki volatilitas penjualan
yang rendah karena berada di bawah rata-rata seluruh sampel perusahaan yaitu
0,055.
4.1.7 Proporsi Laba Negatif
Proporsi laba negatif diukur dengan menggunakan rumus 2,6 yaitu dengan
melihat dari 5 tahun terakir berapa banyak laba negatif yang perusahaan dapatkan
kemudian hasilnya dibagi 5. Sebagai contoh perusahaan LMPI pada tahun 2013.
Tabel 4.7 PRONEG LMPI 2013
Tahun Operating Income
2013 -12.040.411.197
37 Universitas Kristen Petra
2012 2.340.674.019
2011 5.424.322.790
2010 2.794.104.212
2009 5.991.716.796
Laba Negatif (2013-2009) 1/5 = 0,2
Dari hasil perhitungan rumus proporsi laba negatif dari LMPI tahun 2013
adalah sebesar 0,2. Angka ini menunjukan bahwa LMPI dari tahun 2009-2013
memiliki proporsi laba negatif yang tinggi karena berada di atas rata-rata seluruh
sampel perusahaan yaitu 0,06.
4.1.8 Firm Size
Firm Size / Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan rumus 2,7 yaitu
logaritma 10 dari total asset yang dimiliki oleh perusahaan. Sebagai contoh
perusahaan DVLA pada tahun 2013 memiliki total asset sejumlah 1,19 triliun
rupiah.
Tabel 4.8 FSIZE DVLA 2013
Tahun Total Asset
2013 1.190.054.288.000
LOG (2013) 12,08
Dari hasil perhitungan rumus firm size dari DVLA tahun 2013 adalah
sebesar 12,08. Angka ini menunjukan bahwa DVLA memiliki firm size yang
besar karena berada di atas rata-rata seluruh sampel perusahaan yaitu 11,95.
4.1.9 Intensitas Persaingan
Intensitas persaingan diukur dengan menggunakan rumus 2,8 (HHI) yaitu
total penjualan perusahaan dibagi dengan total penjualan seluruh perusahaan di
subsektor yang sama kemudian dikuadratkan dan dijumlahkan. Semakin tinggi
38 Universitas Kristen Petra
angka hasil pengujian HHI (diatas 0,5) menunjukkan semakin rendah intensitas
persaingan yang terjadi .Sebagai contoh perusahaan DVLA pada tahun.
Tabel 4.9 IPER DVLA 2013
Tahun
Sales 1.101.684.170.000
Total sales semua perusahaan BEI di sektor farmasi
tahun 2013
33.848.467.446.444
Market Share (Sales /Total sales semua perusahaan
BEI di sektor farmasi tahun 2013)
0,032547535
Market Share ^ 2 0.001059342
HHI (Total Market Share ^ 2 dari semua
perusahaan BEI di sektor farmasi tahun 2013)
0,29
Dari hasil perhitungan rumus intensitas persaingan dari DVLA tahun 2013
adalah sebesar 0,29. Angka ini menunjukan bahwa DVLA memiliki intensitas
persaingan yang tinggi karena memiliki hasil di bawah 0.5.
4.1.10 Statistik Deskriptif
Seluruh data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan bantuan program
SPSS versi 22. Berikut hasil output statistik deskriptif atas data yang digunakan
dalam penelitian.
39 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.10 Statistik Deskriptif
Sumber : Hasil output SPSS
Nilai Valid N (listwise) pada tabel menunjukan bahwa dari 60 sampel yang
diteliti tidak ada kekosongan data pada semua variabel yang digunakan dalam
penelitian.
Data variabel PL (persistensi laba) mempunyai nilai terendah -2,29 dan
nilai tertinggi 1,52. Nilai rata-rata dari variabel PL sebesar 0,4898 dengan standar
deviasi 0,69983. Variabel PL merupakan variabel dengan sebaran data paling
renggang ditunjukan dengan standar deviasi yang terbesar dibandingkan dengan
variabel lainnya. Rata-rata variabel PL mempunyai nilai 0.4898 yang
menunjukkan bahwa perusahaan rata-rata dapat mempertahankan 48,98% labanya
dimasa depan
Data variabel SCSR (score CSR) mempunyai nilai terendah 0,11 dan nilai
tertinggi 0,37. Nilai rata-rata dari variabel SCSR sebesar 0,2440 dengan standar
deviasi 0,07205. Variabel SCSR memiliki variabel dengan sebaran datanya cukup
rapat ditunjukan dengan standar deviasi yang terkecil kedua dibandingkan dengan
variabel lainnya. Rata-rata variabel SCSR mempunyai nilai 0.2440 yang
menunjukkan bahwa perusahaan rata-rata dapat melaporkan 24,40% CSR dari 84
kriteria GRI.
Data variabel SIOP (siklus operasi) mempunyai nilai terendah 4,33 dan
nilai tertinggi 6,35. Nilai rata-rata dari variabel SIOP sebesar 5,1103 dengan
stadar deviasi 0,43307. Variabel SIOP merupakan variabel dengan sebaran data
40 Universitas Kristen Petra
yang cukup renggang ditunjukan dengan standar deviasi yang terbesar ketiga
dibandingkan dengan variabel lainnya. Rata-rata variabel SIOP mempunyai nilai
5,1103 yang menggambarkan 166 hari dan menunjukkan bahwa perusahaan rata-
rata membutuhkan 166 hari untuk mendapatkan kasnya kembali.
Data variabel VOLPEN (volatilitas penjualan) mempunyai nilai terendah
0,02 dan nilai tertinggi 0,33. Nilai rata-rata dari variabel VOLPEN sebesar 0,1207
dengan standar deviasi 0,07809. Variabel VOLPEN merupakan variabel dengan
sebaran data paling rapat ditunjukan dengan standar deviasi yang terkecil ketiga
dibandingkan dengan variabel lainnya. Rata-rata variabel VOLPEN mempunyai
nilai 0.1207 yang menunjukkan bahwa penjualan perusahaan rata-rata memiliki
volatilitas yang stabil.
Data variabel VOLAK (volatilitas arus kas) mempunyai nilai terendah -
0,01 dan nilai tertinggi 0,13. Nilai rata-rata dari variabel VOLAK sebesar 0,0550
dengan standar deviasi 0,02697. Variabel VOLAK merupakan variabel dengan
sebaran data paling rapat ditunjukan dengan standar deviasi yang terkecil
dibandingkan dengan variabel lainnya. Rata-rata variabel VOLAK mempunyai
nilai 0.0550 yang menunjukkan bahwa arus kas operasi perusahaan rata-rata
memiliki volatilitas yang stabil.
Data variabel PRONEG (proporsi laba negatif) mempunyai nilai terendah
0,00 dan nilai tertinggi 0,80. Nilai rata-rata dari variabel PRONEG sebesar 0,06
dengan standar deviasi 0,15316. Variabel PRONEG merupakan variabel dengan
sebaran data paling rapat ditunjukan dengan standar deviasi yang terkecil keempat
dibandingkan dengan variabel lainnya. Rata-rata variabel PRONEG mempunyai
nilai 0.06 yang menunjukkan bahwa perusahaan rata-rata mendapatkan 3 laba
negatif selama 2006-2013.
Data variabel FSIZE (firm size) mempunyai nilai terendah 10,93 dan nilai
tertinggi 13,10. Nilai rata-rata dari variabel FSIZE sebesar 11,9542 dengan
standar deviasi 0,58262. Variabel FSIZE merupakan variabel dengan sebaran data
paling renggang ditunjukan dengan standar deviasi yang terbesar kedua
dibandingkan dengan variabel lainnya. Rata-rata variabel FSIZE mempunyai nilai
11,9542 yang jika diperhatikan cukup dekat dengan nilai terendah dan tertinggi
41 Universitas Kristen Petra
perusahaan sehingga bisa disimpulkan bahwa ukuran-ukuran perusahan dalam
penelitian ini tidak memiliki perbedaan yang besar.
Data variabel IPER (persistensi laba) mempunyai nilai terendah 0,25 dan
nilai tertinggi 0,83. Nilai tengah dari variabel IPER sebesar 0,4345 dengan stadar
deviasi 0,21483. Variabel IPER merupakan variabel dengan sebaran data paling
renggang ditunjukan dengan standar deviasi yang terbesar keempat dibandingkan
dengan variabel lainnya. Rata-rata variabel IPER mempunyai nilai 0.4345 yang
menunjukkan bahwa tingkat persaingan antar perusahaan berdasarkan angka HHI
cukup tinggi karena berada di bawah 0,5.
4.1.11 Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum pengujian asumsi klasik dapat dilakukan, data akan terlebih
dahulu diregresikan secara linear. Tujuan dari proses regresi ini agar dapat
mengetahui nilai residual atau error yang diperlukan untuk melakukan uji asumsi
klasik. Ada empat uji yang dilakukan untuk memenuhi asumsi klasik yaitu
normalitas, autokorelasi, heteroskedastistas, dan multikolinearitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Nilai residu data memenuhi normalitas jika hasil signifikansi uji Kolmogorov-
Smirnov melebihi 5% atau 10%. Tabel 4.11 menunjukan hasil uji normalitas.
Tabel 4.11 Uji Kolmogorov-Smirnov
Sumber : Hasil output SPSS
42 Universitas Kristen Petra
Hasil pengolahan data pada tabel 4.11 menunjukan signifikansi uji
Kolmogorov-Smirnov adalah sebesar 0,200. Nilai tersebut lebih besar dari 10%
sehingga dapat dikatan nilai residu data telah terdistibusi normal.
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan melihat angka Durbin Watson (DW)
pada data penelitian. Suatu data dikatakan bebas autokorelasi jika memiliki nilai
DW minimal sebesar nilai du tabel dan maksimal sebesar nilai (4-du) tabel. Tabel
4.12 menunjukan nilai DW dari data penelitian.
Tabel 4.12 Nilai Durbin Watson
Sumber : Hasil output SPSS
Nilai tabel durbin watson pada � = 1%; n = 60; k = 5 adalah dL = 1,249
dan du = 1,598. Hasil pengolahan data pada tabel 4.11 menunjukan nilai Durbin
Watson sebesar 1,647, sehingga 1,598 < 1,647 < (4 - 1,598). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa data penelitian bebas dari autokorelasi.
3. Uji Heteroskedastistas
Uji heteroskedastistas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Seluruh
data variabel dapat dikatakan bebas dari heteroskedastistas jika seluruh variabel
mempunyai signifikansi yang lebih besar dari 10% atau 5%. Tabel 4.13
menunjukan hasil uji heteroskedastistas.
43 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.13 Uji Glejser
Sumber : Hasil output SPSS
Hasil pengolahan data pada tabel 4.13 menunjukan hampir semua variabel
mempunyai signifikansi lebih besar dari 10%. kecuali variabel SIOP dan
PRONEG Walaupun signifikansi variabel SIOP dan PRONEG lebih kecil dari
10%, tetapi signifikasi tersebut masih lebih besar dari 5%. Sehingga dapat
dikatakan variabel SCSR, SIOP, VOLPEN, VOLAK, PRONEG, FSIZE, dan
IPER bebas dari heteroskedastistas.
4. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai variance inflation factor
(VIF) dan tolerance. Data penelitian dikatakan bebas dari multikolinearitas jika
memiliki VIF kurang dari 10 dan tolerance lebih dari 0,1. Tabel 4.14 menunjukan
nilai VIF dan tolerance dari data penelitian.
44 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.14 Nilai VIF dan Tolerance
Sumber : Hasil output SPSS
Dari tabel 4.14 diatas, dapat dilihat bahwa seluruh variabel yaitu SCSR,
SIOP, VOLPEN, VOLAK, PRONEG, FSIZE, dan IPER mempunyai nilai VIF
kurang dari 10. Selain itu, semua variabel juga memiliki tolerance yang lebih dari
0,1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data penelitian bebas dari
multikolinearitas.
4.1.12 Pengujian Kelayakan Model Regresi
Suatu model regresi dinyatakan layak untuk digunakan dalam mengguji
hipotesis jika mempunyai signifikansi uji F lebih kecil dari 10% atau 5%. Tabel
4.15 menunjukan hasil uji F atas model regresi yang digunakan.
Tabel 4.15 Uji F
Sumber : Hasil output SPSS
45 Universitas Kristen Petra
Signifikansi uji F pada tabel 4.15 menunjukan hasil sebesar 0,1. Dengan
demikian, model regresi dinyatakan layak untuk digunakan menguji hipotesis
karena memiliki signifikansi 10%. Ketika suatu model regresi layak untuk
digunakan maka, nilai koefisien determinasi dari model tersebut dapat diyakini.
Tabel 4.16 menunjukan nilai koefisien determinasi atau R2 dari model regresi
dalam penelitian ini.
Tabel 4.16 Nilai Koefisien Determinasi
Sumber : Hasil output SPSS
Tabel 4.16 menunjukan nilai adjusted R square pada model regresi adalah
sebesar 0,09. Angka ini menunjukan bahwa PL dapat diprediksi sebesar 9% oleh
variabel SCSR, SIOP, VOLPEN, VOLAK, PRONEG, FSIZE, dan IPER secara
bersama-sama. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 91%, untuk memprediksinya
dibutuhkan variabel-variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.
4.1.13 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t, dengan tingkat
signifikansi yang digunakan adalah 10% atau 5%. Suatu variabel independen
secara parsial dapat dikatakan mempengaruhi variabel dependen jika memiliki
tingkat signifikansi lebih rendah dari 10% atau 5%. Tabel 4.17 menunjukan hasil
uji t parsial.
46 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.17 Uji T parsial
Sumber : Hasil output SPSS
Dari hasil uji t parsial pada tabel 4.17 dapat dilihat tingkat signifikansi
pengaruh variabel independen secara terpisah terhadap variabel dependen. SCSR
mempunyai tingkat signifikansi 0,431 dimana nilai ini berada di atas 0,1 yang
menunjukan SCSR tidak berpengaruh secara signifikan. SIOP mempunyai tingkat
signifikansi 0,021 dimana nilai ini berada di bawah 0,05 yang menunjukan SIOP
berpengaruh secara signifikan. VOLPEN mempunyai tingkat signifikansi 0,734
dimana nilai ini berada di atas 0,1 yang menunjukan VOLPEN tidak berpengaruh
secara signifikan. VOLAK mempunyai tingkat signifikansi 0,659 dimana nilai ini
berada di atas 0,1 yang menunjukan VOLAK tidak berpengaruh secara signifikan.
PRONEG mempunyai tingkat signifikansi 0,407 dimana nilai ini berada di atas
0,1 yang menunjukan PRONEG tidak berpengaruh secara signifikan. FSIZE
mempunyai tingkat signifikansi 0,682 dimana nilai ini berada di atas 0,1 yang
menunjukan FSIZE tidak berpengaruh secara signifikan. IPER mempunyai tingkat
signifikansi 0,855 dimana nilai ini berada di atas 0,1 yang menunjukan IPER tidak
berpengaruh secara signifikan.
Nilai koefisien pada masing-masing variabel lainnya menunjukan bahwa
setiap variabel tersebut naik 1 kali, maka besarnya PL akan meningkat sebesar
konstanta variabel tersebut. Dengan kondisi variabel independen lainnya = 0 atau
ceteris paribus.
47 Universitas Kristen Petra
4.2 Analisis
4.2.1 Temuan dan Interpretasi
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah CSR berpengaruh pada
persistensi laba di perusahaan yang bergerak di sektor barang konsumsi dalam
bidang farmasi, kosmetik dan keperluan rumah tangga dan peralatan rumah
tangga. Dari hasil uji t yang ditunjukan pada tabel 4.17, variabel SCSR mempnyai
nilai signifikansi diatas 0,1. Hal ini menunjukan pengungkapan persistensi laba
tidak dipengaruhi oleh CSR yang dilakukan oleh perusahaan meskipun memiliki
hubungan yang positif. Dengan demikian hipotesis pertama ditolak.
Variabel VOLPEN dan VOLAK seperti yang dapat di lihat pada tabel 4.16,
telah mempunyai hubungan yang negatif sesuai hipotesis namun kedua variabel
ini mempunyai nilai signifikansi uji t diatas 0,1. Hal ini berarti baik VOLPEN dan
VOLAK, tidak mempengaruhi persistensi laba meskipun memiliki hubungan yang
negatif. Kesimpulannya hipotesis ketiga dan keempat ditolak.
Variabel PRONEG, FSIZE dan IPER seperti yang dapat di lihat pada tabel
4.16, tidak hanya memiliki hubungan yang tidak sesuai dengan hipotesis namun
juga mempunyai nilai signifikansi uji t diatas 0,1. Hal ini berarti baik PRONEG,
FSIZE dan IPER tidak mempengaruhi persistensi laba. Kesimpulannya hipotesis
kelima, keenam, dan ketujuh ditolak.
Variabel SIOP seperti yang dapat di lihat pada tabel 4.17 telah mempunyai
hubungan yang negatif sesuai hipotesis. Variable ini juga mempunyai tingkat
signifikansi dibawah 0,05. Hal ini menunjukan bahwa siklus operasi mampu
memberikan pengaruh negatif terhadap persistensi laba. Kesimpulannya hipotesis
kedua diterima.
4.2.2 Kaitan Temuan dengan Pengetahuan atau Teori
Pengaruh CSR terhadap Persistensi Laba
Hasil penelitian hipotesis satu tidak konsisten dengan penelitian Riahi
dan Belkaoui (2004), Laksmana dan Yang (2009) dan Lassad dan
Khamaoussi (2012). Hasil hipotesis ini sesuai dengan Dunn dan Sainty
48 Universitas Kristen Petra
(2009) dan Iqbal et al (2012). Tidak adanya pengaruh ini disebabkan oleh
banyak hal diantaranya sebagai berikut :
1. Rata-rata pelaporan CSR dalam penelitian ini hanya 24,40% yang
menunjukkan dari 84 kriteria GRI hanya sekitar 20 kriteria yang
dilaporkan.
2. Masih barunya CSR di Indonesia yang baru diwajibkan pada
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 yaitu pada pasal 66 ayat 2c yang
berbunyi “laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”
dan pasal 74 yang berbunyi:
“(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah”.
Kedua pasal ini memang meminta perusahaan untuk melaporkan CSR
namun tidak secara detail menunjukkan apa saja yang perusahaan harus
laporkan dalam pelaporan CSRnya berbeda dengan guidelines GRI
3. Banyak perusahaan yang tidak serius menjalankan CSR dengan
Cuma ½ / 1 lembar.
49 Universitas Kristen Petra
50 Universitas Kristen Petra
4. Tidak ada sanksi yang tegas dari pemerintah (BAPEPAM / OJK)
jika perusahaan tidak melaporkan CSR.
5. Banyak pihak manajemen perusahaan-perusahaan di Indonesia
menganggap bahwa kebijakan atas CSR di Indonesia masih kurang tepat
dan terlalu sulit dilakukan. Hal ini terjadi karena kebijakan atas CSR di
Indonesia masih baru yaitu sejak tahun 2007 dan masih perlu banyak
peningkatan.
6. Hofland (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa masih
banyaknya stakeholder Indonesia baik pelanggan, karyawan dan lainnya
yang belum begitu memahami pentingnya CSR dengan baik. Para
pelanggan cenderung menerima produk yang diberikan perusahaan tanpa
memperhatikan kesesuaian produk dengan CSR. Tidak hanya pelanggan,
para karyawan pun cenderung menerima segala bentuk gaji, bonus,
kompensasi dan fasilitas lainnya tanpa memperhatikan kesesuaiannya
dengan CSR.
Karena hal-hal ini CSR di Indonesia masih belum dapat memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap persistensi laba meski telah mampu
memberikan pengaruh positif karenanya diharapkan di masa depan
peningkatan atas kebijakan atas CSR di Indonesia akan dapat memberikan
pengaruh yang lebih baik pada kinerja perusahaan.
Pengaruh Siklus Operasi terhadap Persistensi Laba
Hasil penelitian hipotesis dua konsisten dengan penelitian Dechow dan
Dichev (2002) dimana semakin panjang siklus operasi semakin negatif
dampaknya pada persistensi laba sehingga hipotesis dua ini diterima.
Siklus operasi yang panjang terbukti dapat menimbulkan uncertainty yang
menimbulkan kemungkinan kesalahan estimasi yang besar (Dechow dan
Dichev, 2002; Fanani, 2010). Kesalahan estimasi dalam siklus operasi ini
menjadi penyebaban banyaknya revisi atas laba perusahaan sehingga laba
menjadi fluktuatif dan memberikan pengaruh negatif pada persistensi laba.
Pengaruh Volatilitas Penjualan terhadap Persistensi Laba
51 Universitas Kristen Petra
Hasil penelitian hipotesis tiga tidak konsisten dengan penelitian
Dechow dan Dichev (2002) dan Fanani (2010) dimana semakin tinggi
volatilitas penjualan semakin negatif dampaknya pada persistensi laba.
Namun hasil hipotesis ini sesuai dengan Francis et al (2004).
Grafik 4.1 Perbandingan PL dan VOLPEN
Grafik garis diatas dengan jelas menunjukkan bagaimana nilai variabel
PL mengalami trend penurunan yang tinggi sementar variabel VOLPEN
memiliki nilai stabil. Perbedaan trend di antara keduanya inilah yang
mengakibatkan tidak adanya pengaruh diantara kedua variable ini. Selain
grafik di atas Francis et al (2004) dan Demerjian et al (2013) juga
menyatakan bahwa kebijakan yang datang dari manajer yang kurang baik
terkait penjualan akan berdampak pada laba yang tidak persisten.
Pengaruh Volatilitas Arus Kas terhadap Persistensi Laba
Hasil penelitian hipotesis empat tidak konsisten dengan penelitian
Dechow dan Dichev (2002), Ashley dan Yang (2004) dan Fanani (2010)
dimana semakin tinggi volatilitas arus kas semakin negatif dampaknya
pada persistensi laba. Namun hasil hipotesis ini sesuai dengan Francis et
al (2004) dan Laksmana dan Yang (2009) pada penelitiannya terkait
perusahaan yang tidak menerima penghargaan BCC.
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1 2 3 4
PL
VOLPEN
52 Universitas Kristen Petra
Grafik 4.2 Perbandingan PL dan VOLAK
Grafik garis diatas dengan jelas menunjukkan bagaimana nilai variabel
PL mengalami trend penurunan yang tinggi sementar variabel VOLAK
memiliki nilai stabil. Perbedaan trend di antara keduanya inilah yang
mengakibatkan tidak adanya pengaruh diantara kedua variable ini. Selain
grafik di atas Francis et al (2004) dan Demerjian et al (2013) juga
menyatakan bahwa kebijakan yang datang dari manajer yang kurang baik
terkait penggunaan kas perusahaan akan berdampak pada laba yang tidak
persisten.
Pengaruh Proporsi Laba Negatif terhadap Persistensi Laba
Hasil penelitian hipotesis lima tidak konsisten dengan Dechow dan
Dichev (2002), semakin tinggi proporsi laba negatif yang perusahaan
dapatkan akan memberikan dampak negatif pada persistensi laba. Namun
konsisten dengan Francis et al (2004) dan Laksamana dan Yang (2009).
Grafik 4.3 Perbandingan PL dan PRONEG
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1 2 3 4
PL
VOLAK
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1 2 3 4
PL
PRONEG
53 Universitas Kristen Petra
Grafik garis diatas dengan jelas menunjukkan bagaimana nilai variabel
PL mengalami trend penurunan yang tinggi sementar variabel PRONEG
memiliki nilai stabil. Perbedaan trend di antara keduanya inilah yang
mengakibatkan tidak adanya pengaruh diantara kedua variable ini.
Pengaruh Firm Size terhadap Persistensi Laba
Hasil penelitian hipotesis enam tidak konsisten dengan penelitian
Dechow dan Dichev (2002) dan Laksamana dan Yang (2009), semakin
tinggi firm size yang perusahaan dapatkan akan memberikan dampak
positif pada persistensi laba. Namun konsisten dengan Francis et al (2004).
Grafik 4.4 Perbandingan PL dan FSIZE
Grafik garis diatas dengan jelas menunjukkan bagaimana nilai variabel
PL mengalami trend penurunan yang tinggi sementar variabel FSIZE
memiliki nilai stabil. Perbedaan trend di antara keduanya inilah yang
mengakibatkan tidak adanya pengaruh diantara kedua variable ini. Besar
kecilnya sebuah perusahaan tidak selalu menjamin besarnya laba yang bisa
perusahaan dapatkan karena itu meskipun ukuran perusahaan besar tidak
menjamin perusahaan akan mendapatkan laba yang persisten (Baginski et
al, 1999).
Pengaruh Intensitas Persaingan terhadap Persistensi Laba
Hasil penelitian hipotesis tujuh tidak konsisten dengan penelitian
Roberts (1999). Semakin tinggi intensitas persaingan akan memberikan
dampak negatif pada persistensi laba.
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
1 2 3 4
PL
FSIZE
54 Universitas Kristen Petra
Grafik 4.5 Perbandingan PL dan IPER
Grafik garis diatas dengan jelas menunjukkan bagaimana nilai variabel
PL mengalami trend penurunan yang tinggi sementar variabel IPER
memiliki nilai stabil. Perbedaan trend di antara keduanya inilah yang
mengakibatkan tidak adanya pengaruh diantara kedua variable ini. Dalam
semua situasi persaingan baik rendah maupun tinggi, perusahaan akan
selalu berusaha untuk meningkatkan competitive advantage perusahaannya
dan keberhasilan mendapatkan competitive advantage inilah yang akan
menentukan besarnya laba yang perusahaan dapatkan (Baginski et al,
1999).
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1 2 3 4
PL
IPER