4. ANALISIS DATA 4.1 Profil Informan 4.1.1 Informan 1 : Yani · 44 Universitas Kristen Petra 4....
Transcript of 4. ANALISIS DATA 4.1 Profil Informan 4.1.1 Informan 1 : Yani · 44 Universitas Kristen Petra 4....
44 Universitas Kristen Petra
4. ANALISIS DATA
4.1 Profil Informan
4.1.1 Informan 1 : Yani
Yani adalah seorang wanita ketrunan etnis Tionghoa kelahiran tahun 1954
dan besar di Tarakan. Ia merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara. Ia memiliki
dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Tahun ini Yani genap berumur
62 tahun. Yani dididik dengan ajaran agama Konghuchu dan diajarkan untuk rajin
beribadah di Klenteng. Hubungan Yani dengan kedua orang tua maupun saudara-
saudaranya sangat dekat dan akrab.
Setelah tamat SMA, Yani memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah dan
memilih untuk mengembangkan hobinya di bidang kecantikan. Yani mengaku
sejak kecil dirinya suka segala sesuatu yang berhubungan dengan makeup dan
rambut. Untuk mendukung hal tersebut Yani bekerja di salah satu salon yang
terkenal di Tarakan pada saat itu.
Sekarang Yani menghabiskan waktunya sebagai ibu rumah tangga dan
tinggal bersama anak pertamanya. Untuk mengalihkan dari rasa bosan, Yani pergi
bersama kakaknya yang rumahnya hanya satu kompleks dengannya atau pergi
dengan anak dan cucunya. Jika anak pertamanya pergi untuk mengurus pekerjaan
di luar kota, Yani tinggal bersama anak keduanya. Yani mengakui tidak bisa
tinggal jauh dengan anak keduanya karena sering rindu dengan cucunya.
4.1.2 Informan 2 : Joni
Joni adalah seorang pria keturunan campuran Cina-Jawa kelahiran tahun
1958 dan besar di Surabaya. Ia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Sejak
kecil Joni dididik dengan ajaran Kristen dan termasuk anak yang taat beragama.
Tahun ini Joni genap berusia 58 tahun. Sejak kecil Joni memiliki hobi memancing
dan sangat suka Chinese food.
Sejak kecil Joni gemar berjualan barang. Pada saat Sekolah Dasar (SD),
Joni membawa barang-barang untuk dijual ke teman-temannya. Sehingga tamat
SMA, Joni memilih untuk langsung bekerja menjadi sales. Joni tipe orang yang
suka berkomunikasi dan bertemu dengan banyak orang.
45 Universitas Kristen Petra
Sekarang Joni harus tinggal menetap di Bali untuk mengurus
pekerjaannya. Pekerjaannya yang mengalami kegoncangan memaksa Joni untuk
tinggal berjauhan lagi dari istri dan anaknya. Dalam satu tahun Joni bertemu
dengan Yani sekitar 2x. Jika Joni tidak sempat ke Surabya, maka Yani yang akan
mengunjungi Joni terutama mendekati hari besar keagamaan seperti Paskah dan
Natal sekalian berlibur bersama keluarga.
4.1.3 Gambaran umum keluarga Yani dan Joni
Pada saat berumur 28 tahun, tepatnya pada tahun 1984, Yani
memperingati tahun baru China di rumah neneknya. Saat itu Yani mendapat tugas
untuk mempersiapkan hidangan untuk saudara-saudara yang datang berkunjung.
Ditempat itulah pertama kali Yani bertemu dengan Joni. Joni merupakan pria
berumur 24 tahun yang saat itu sedang melakukan tugas dinasnya di Tarakan.
Selama di Tarakan Joni tinggal bersama sepupu Yani. Tepat saat tahun baru China
itulah Joni diajak temannya yang juga merupakan sepupu Yani untuk merayakan
hari besar pagi etnis Tionghoa.
Setelah acara selesai, ketertarikan Joni kepada Yani semakin besar.
Hampir setiap malam Joni ditemani oleh temannya (yang juga merupakan sepupu
Yani) pergi berkunjung ke rumah Yani. Sampai suatu ketika Joni memberanikan
diri untuk pergi sendiri mulai mengungkapkan cinta. Yani pun menerima cinta
Joni dan sejak saat itu mereka mulai berpacaran.
Hubungan mereka berdua harus dipisahkan oleh jarak karena Joni harus
kembali ke Surabaya karena tuntutan pekerjaan. Mereka berdua menjaga
komunikasi dengan saling berkirim surat untuk awalnya. Setelah itu Yani memilih
untuk menjaga komunikasi dengan menggunakan telepon. Karena jaman belum
terlalu berkembang, Yani harus pergi ke wartel untuk bisa telepon. Percakapan
meliputi seputar aktivitas yang terjadi hari itu dan percakapan romantis untuk
melepas rindu.
Selama berpacaran, Yani bertemu dengan Joni kurang lebih sekitar 4 kali.
Kunjungan Joni ke Tarakan tidak bisa di prediksi karena sesuai dengan dinas
kantornya. Biasanya Joni menetap di Tarakan maksimal 1 minggu. Waktu itulah
yang digunakan kedua pasangan ini untuk bertemu. Akhirnya setelah 1 tahun
46 Universitas Kristen Petra
berpacaran, Yani dan Joni memutuskan untuk menikah. Saat itu umur Yani 29
tahun dan umur Joni 25 tahun.
Setelah menikah, kedua pasangan ini menetap di Tarakan. Joni
mengusahakan untuk pulang satu bulan sekali untuk bertemu dengan Yani.
Komunikasi hanya bisa dilakukan melalui telepon rumah dengan durasi kurang
lebih 30 menit dan membahas kegiatan yang terjadi selama hari itu. Akhirnya,
setelah emnpat tahun menikah, Yani dan Joni memutuskan untuk pindah ke
Surabaya.
Selang satu tahun menikah, Yani mengandung anak pertama. Pada proses
kelahirannya anak tersebut meninggal dunia karena sakit dan ada gangguan di
tubuhnya. Sekitar dua tahun kemudian Yani mengandung lagi dan memiliki anak
laki-laki. Saat ini anak tersebut sudah berumur 29 tahun. Setelah itu Yani dan Joni
dikaruniai anak perempuan yang saat ini berumur 27 tahun.
Memasuki tahun pernikahan yang ke-sepuluh, Yani dan Joni mulai
berpikir untuk membuka usaha sendiri. Mereka berdua memikirkan untuk
membangun usaha bersama-sama tanpa perlu menjalani LDR (Long Distance
Relationship) lagi. Setelah melewati proses pemikiran dan banyak pertimbangan,
Joni membuka usaha sendiri yang memiliki bidang yang sama dengan
pekerjaannya dahulu. Selain karena sudah adanya pengalaman di bidang itu,
koneksi juga sudah terbuka sehingga lebih mudah untuk merintis dari awal.
Awal-awal merintis usaha, Joni banyak menghabiskan waktu di Surabaya.
Setelah itu, Joni harus memperlebar usahanya dan mulai keliling ke luar pulau.
Kedua pasangan ini harus rela menjalin hubungan jarak jauh lagi. Paling cepat dua
bulan sekali Joni kembali ke Surabaya untuk bertemu dengannya dan kedua
anaknya. Komunikasi masih dilaukan memalui telepon. Sibuknya pekerjaan
membuat komunikasi tidak sesering dulu. Dalam satu minggu, 3-4 kali Joni dan
Yani saling telepon dan menanyakan kabar. Yani mengaku sebagian besar, dia
duluan yang telepon karena sangat ingin tahu keadaan suaminya.
Saat ini Joni tinggal di Bali untuk mengurus pekerjaannya. Pekerjaannya
yang semakin maju membuatnya harus menetap lebih lama di Bali. Terhitung 3
tahun sudah pasangan ini tinggal di dua pulau yang berbeda. Setiap pertengahan
tahun dan akhir tahun, Yani, anaknya dan cucunya mengunjungi Joni di Bali
47 Universitas Kristen Petra
sekaligus pergi berlibur. Jika ada urusan lain, Joni yang balik mengunjungi Yani
di Surabaya.
4.1.4 Informan 3: Marsha
Marsha adalah seorang wanita ketrunan etnis Tionghoa kelahiran tahun
1964 dan besar di Surabaya. Ia merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Tahun
ini Yani genap berumur 52 tahun. Marsha dan keluarganya merupakan penganut
agama Budha yang sangat taat terhadap agama. Walaupun tidak seberapa religius,
Marsha mengaku tetap pergi ke tempat ibadah dan memperingati hari besar
keagamaan. Setelah mengenal Bryan, Marsha pun memutuskan untuk pindah ke
kepercayaan suaminya dan melaksanakan upacara dan pemberkatan nikah secara
Kristen.
Sebagai anak pertama, Marsha dididik sebagai anak yang disiplin dan
dituntut untuk menjadi teladan yang baik bagi adik-adiknya. Marsha pun tumbuh
menjadi anak yang mandiri dan tidak mudah menggantungkan orang lain. Ia juga
memiliki sifat yang cepat dalam mengerjakan segala sesuatu dan berpegang pada
prinsip untuk tidak menunda pekerjaan.
Sebelumnya Marsha adalah ibu rumah tangga. Semenjak ditinggal bekerja
di luar negri oleh suaminya, kini Marsha menyibukkan diri sebagai guru di
sekolah dekat rumahnya, guru les, aktivis gereja dan ibu rumah tangga. Setiap
pagi Marsha menyiapkan sarapan untuk anak perempuannya. Setelah itu ia
berangkat mengajar di sekolah. Setiap hari Selasa, Rabu, dan Kamis sepulang
mengajar, Marsha segera pulang ke rumah karena harus mengajar anak yang les.
Sisa waktunya dipakai untuk mengurus rumah, datang ke pertemuan-pertemuan
ibadah seperti Doa Malam, Pengajaran Alkitab dan lain-lain. Selain itu Marsha
aktif sebagai anggota paduan suara di gereja.
4.1.5 Informan 4: Bryan
Bryan adalah seorang pria ketrunan etnis Tionghoa kelahiran tahun 1965
dan besar di Malang. Ia merupakan anak terakhir dari 5 bersaudara. Tahun ini
Bryan genap berumur 51 tahun. Karena rentang umur yang cukup jauh dengan
kakak-kakaknya, Bryan termasuk anak yang paling disayangi oleh orang tua dan
48 Universitas Kristen Petra
kakaknya. Hal ini pulalah yang membuat Bryan sangat patuh dengan masukan
atau nasihat yang diberikan kakaknya. Sejak orang tuanya meninggal, bagi Bryan
kakaknya sudah dianggap seperti orang tua yang nasihat dan masukannya sangat
perlu untuk diperhatikan.
Sejak kecil Bryan sangat suka berolahraga. Beberapa lomba pernah
diikutinya. Olahraga yang paling digemarinya adalah bersepeda. Setelah lulus
STM, Bryan pindah ke Surabaya menyusul kakaknya untuk mencari pekerjaan.
Tanpa disangka di Surabaya inilah Bryan menemukan pasangan hidupnya.
Sekarang Bryan tinggal di Turki sebagai seorang Chef masakan Jepang.
Dengan sistem kerja kontrak, Bryan tidak dapat berhenti sesuai dengan
keinginannya. Setelah masa kontrak habis, Bryan memutuskan untuk kembali ke
Surabaya untuk berkumpul bersama keluarganya. Bryan mengakui sudah cukup
waktu yang dia habiskan untuk bekerja di luar negri. Selain sudah mencukupi
secara finansial, dia merasa cukup pengalamannya tinggal di negara orang. Kini
keinginannya adalah kembali berkumpul menggantikan tahun-tahun yang telah
hilang.
4.1.6 Gambaran umum keluarga Marsha dan Bryan
Marsha dan teman-temannya senang merencanakan pergi bersama. Suatu
ketika teman baik Marsha mengajak adiknya yang bernama Bryan dan mulai
mengenalkan kepadanya. Saat itulah Bryan mulai tertarik kepada Masrha.
Menurut Bryan Marsha adalah seorang yang baik, mandiri, menyenangkan jika
diajak bertukar pikiran. Sejak saat itu juga Marsha dan Bryan sering bertemu saat
acara jalan bersama teman-teman.
Benih asmara muncul diantara mereka berdua. Akhirnya Marsha dan
Bryan mulai memasuki tahap yang lebih dalam. Bryan mengajak Marsha pergi
jalan-jalan berdua dan saat itulah Bryan mulai mengutarakan perasaannya. Belum
genap satu tahun mereka saling mengenal, Marsha dan Bryan memutuskan untuk
menjalin hubungan yang lebih serius dan berpacaran.
Pada jaman itu, handphone belum ada dan telepon masih sangat jarang.
Awal-awal untuk berkomunikasi Marsha maupun Bryan harus pergi ke wartel
untuk telepon. Setelah berapa tahun akhirnya mereka memiliki telepon rumah dan
49 Universitas Kristen Petra
mulai menggunakannya untuk berkomunikasi. Dalam satu minggu sekitar 2x
mereka bertemu dan pergi bersama. Pada masa pacaran itulah mereka berdua
mengenal sifat satu sama lain. Marsha mengaku di masa-masa inilah karakternya
semakin dibentuk untuk sabar dan dewasa. Banyak perbedaan diantara mereka
berdua apalagi Bryan merupakan anak paling kecil yang sering dimanja oleh
orang tua dan kakak-kakaknya. Tapi akhirnya setelah 5 tahun berpacaran, Marsha
memantapkan hati untuk menikah dengan Bryan. Alasannya sederhana yaitu dia
melihat bahwa Bryan orang yang setia. Hal ini bisa dilihat dari sikap Bryan
terhadap lawan jenis. Bryan sangat menghormati lawan jenis dan tidak melakukan
tindakan macam-macam seperti menggoda atau sebagainya.
Pasangan ini dikaruniai anak perempuan yang sekarang berumur 22 tahun.
Setelah beberapa tahun menikah, Marsha dan Bryan ini mulai mengalami
kesusahan finansial. Bryan memilih untuk jual beli sparepart mobil dan motor.
Tetapi dalam usahanya Bryan banyak ditipu orang. Mereka membeli barang tapi
tidak membayar bahkan ada yang melarikan diri. Bryan harus menanggung
banyak kerugian dan mulaai terlilit hutang. Ketika pasangan ini mulai putus asa
dengan keadaannya, teman baik Bryan mengajaknya untuk ke Amerika dan
bekerja disana. Kedua pasangan ini membutuhkan satu tahun untuk bergumul
menghadapi masalah ini. Marsha tahu dengan jelas jika dia membiarkan Bryan
pergi, dia harus berpisah jarak yang sangat jauh, perbedaan waktu yang cukup
ekstrim, dan tidak dapat bertemu dengannya dalam jangka waktu yang lama.
Akhirnya demi kehidupan yang lebih baik, pasangan ini setuju untuk hidup
sementara terpisah jarak. Bryan nekat berangkat bersama dua orang temannya
sebagai pekerja ilegal.
Selama di Amerika komunikasi dilakukan menggunakan telepon. Sebagian
besar Bryan yang telepon terlebih dahulu karena harganya lebih murah. Hari
Minggu dipilih sebagai hari komunikasi mereka yang intens karena pada hari itu
Bryan biaya teleponnya sangat murah bahkan terkadang gratis.
Pada masa awal berpisah dengan Bryan, Marsha mengaku sangat stress
dan sempat down. Beberapa kali Marsha harus melewati malam dengan tangisan.
Di masa itulah Marsha mengaku semakin mendekatkan diri dengan Tuhan.
Akhirnya Marsha memutuskan untuk menyibukkan diri sebagai aktifis gereja
50 Universitas Kristen Petra
untuk mengalihkan pikiran negatif. Beberapa pembicaraan miring sempat
menerjang Marsha, tapi semuanya itu disikapi dengan respon cuek. Marsha tidak
mau komentar atau omongan orang lain mengendalikan dirinya.
Setelah sepuluh tahun berlalu, Bryan memutuskan pulang ke Surabaya.
Selama di Surabaya Bryan banyak menghabiskan waktu dengan keluarga dan
teman-teman. Selama di Surabaya itu Bryan mendapat tawaran bekerja di Turki
sebagai Chef dengan sistem kontrak. Bryan memutuskan untuk berangkat dan
mulai menyiapkan segala keperluannya. Sampai saat ini Bryan masih di Turki
untuk melakukan pekerjaannya.
4.2 Setting Penelitian
4.2.1 Informan 1 : Yani
Pada hari Jumat, 16 September peneliti menghubungi Yani untuk
menjelaskan waktu bertemu dan membuat janji wawancara. Akhirnya wawancara
pertama dilakukan pada hari Senin, 19 September 2016 pukul 15.30 di rumah
Yani yang terletak di kompleks perumahan daerah Surabaya Barat. Sesampainya
disana peneliti disambut hangat oleh Yani. Yani menyuguhkan beberapa makanan
dan menawarkan minuman.
Rumah Yani sangat bersih, tertata rapi dan cukup besar untuk dihuni 2
orang (Yani dan anak laki-lakinya). Yani mempunyai taman yang cukup luas.
Disana peneliti melihat beberapa macam tanaman dan pot. Ternyata Yani suka
merawat tanaman. Ini juga yang membuat rumah Yani tampak asri dan dingin.
Masuk lebih dalam, peneliti masuk ke kamar di sebelah kanan yang biasanya
digunakan sebagai kamar tamu. Kamar ini juga sering digunakan untuk anak
perempuannya yang datang berkunjung bersama cucunya. Masuk lebih dalam lagi
peneliti melihat kamar 2 kamar yaitu kamarnya dan kamar anak laki-lakinya.
Tepat disebelah kamar ada wastafel dan kamar mandi. Di bagian kiri, peneliti
melihat meja makan kecil, kulkas, dan dispenser. Masuk sedikit lebih dalam,
peneliti melihat dapur dan ruangan kecil terbuka untuk menjemur pakaian. Dekat
dengan tempat menjemur, peneliti melihat kandang anjing. Ternyata Yani
memelihara 7 anjing. Yani dan anak laki-lakinya sangat suka anjing.
51 Universitas Kristen Petra
Setelah melihat rumah, peneliti mulai mengajukan beberapa pertanyaan
meengenai Yani dan keluarganya. Selain itu peneliti juga berkenalan dengan anak
pertama dan keduanya yang saat itu kebetulan datang ke rumah. Keluarga Yani
adalah keluarga yang hangat.
Wawancara kedua dilakukan pada hari Sabtu, 24 September 2016 pukul
sepuluh pagi di rumahnya. Siang itu Yani yang seorang diri di rumah sedang
membersihkan rumah. Peneliti memutuskan untuk membantu Yani menyapu
ruang tamu sebelum memulai wawancara sambil berbincang mengenai hal-hal
ringan yang terjadi di sekitar. Seperti berita yang sering diberitakan di televisi dan
hal lainnya. Setelah suasana semakin cair, peneliti melakukan wawancara.
Wawancara ketiga dilakukan pada hari Senin, 17 Oktober 2016 sekitar
pukul setengah dua belas siang di rumah Yani. Peneliti berkenalan dengan anak
pertama peneliti dan anak kedua yang pada saat itu sedang berkunjung ke
rumahnya. Peneliti berada di sana sekitar 3 jam untuk wawancara dan berbincang
ringan dengan Yani. Peneliti juga sempat berbincang dengan anak kedua dan
sempat menanyakan beberapa hal terkait dengan penelitian. Peneliti juga meminta
ijin kepada Yani untuk observasi dan merekam pembicaraan Yani dan Joni.
Peneliti berhasil merekam beberapa kali percakapan antara Yani dan Joni.
Tetapi keduanya tidak mengijinkan hasil rekaman untuk ditranskrip dan
dimasukkan dalam hasil skripsi. Sehingga peneliti mencatat garis besar
pembicaraan dan menuliskannya dalam bentuk deskripsi. Untuk melengkapi
beberapa data yang masih kurang, peneliti menggunakan via percakapan telepon
untuk berkomunikasi dengan Yani.
Setelah itu peneliti mendiskusikan sekali lagi bagian mana saja yang bisa
dituliskan dalam skripsi dan menunjukkan hasil yang sudah dituliskan kepada
Yani sebagai bukti bahwa peneliti sudah menuliskan sesuai dengan kesepakatan.
4.2.2 Informan 2 : Joni
Peneliti meminta nomor handphone Joni melalui istrinya, Yani. Peneliti
melakukan contact pertama kali menggunakan WhatsApp Messenger pada hari
Selasa tanggal 1 November 2016. Tiga hari kemudian tepatnya tanggal 4
52 Universitas Kristen Petra
November 2016 peneliti mengirimkan pesan yang berisi perkenalan diri, maksud
dan tujuan wawancara, dan memberi penjelasan singkat mengenai skripsi.
Selanjutnya peneliti membuat janji untuk telepon menggunakan WhatsApp
call untuk bertanya lebih detail hingga data berhasil dikumpulkan. Semua data
yang diperlukan berhasil terkumpul pada hari Selasa tanggal 8 November 2016.
4.2.3 Informan 3 : Marsha
Awalnya peneliti menghubungi marsha melalui Gladys. Setelah peneliti
mendapatkan nomor handphone, akhirnya wawancara pertama baru dilakukan
pada hari Senin, 3 Oktober 2016. Peneliti bertemu dengan Dewi di salah satu cafe
di Surabaya Barat.
Marsha merupakan wanita yang ramah tapi tidak banyak bicara. Wanita
yang datang dengan baju yang rapi dan casual ini ternyata sangat menyukai kopi.
Setelah menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan, peneliti mulai melakukan
wawancara. Pada hari pertama peneliti banyak bertanya mengenai diri Marsha
sendiri.
Wawancara kedua dilakukan pada hari Jumat, 8 Oktober 2016 pukul 11
pagi. Peneliti datang ke rumah Marsha. Dari luar rumah tersebut tampak rapi dan
sepi. Sekilas terlihat seperti tidak ada penghuninya. Peneliti memencet bel dan
segera Marsha membuka. Dari luar tercium bau masakan yang harum. Ternyata
Marsha sedang memasak sesuatu dan letak dapur sangat dekat dengan pintu
masuk. Peneliti dipersilahkan duduk terlebih dahulu dan Marsha melanjutkan
masaknya sebentar. Di ruang tamu peneliti melihat banyak sekali foto keluarga
terutama foto wisuda anak semata wayangnya. Ruang tamu tersebut tampak rapi
dan teratur. Di di dekat pintu masuk terdapat rak sepatu yang rapi tersusun.
Rumah Marsha memiliki 2 lantai. Semua kamar tidur berada di lantai dua. Pada
saat datang kesana Marsha seorang diri baru pulang dari aktivitas gereja. Anaknya
sudah pergi bekerja pagi tadi.
Tidak lama kemudian, Marsha keluar sambil membawakan suguhan
minuman. Setelah itu peneliti lanjut berbincang dengan Marsha. Setelah bercerita
panjang lebar, peneliti menyadari bahwa Marsha orang yang bijaksana, hangat
dan suka bercerita.
53 Universitas Kristen Petra
Wawancara kedua dilakukan pada hari Jumat 18 November 2016 pada
pukul 11.30 siang di ruang tamu. Peneliti bertanya mengenai beberapa hal dan
meminta ijin untuk melakukan observasi selama beberapa hari. Setelah itu peneliti
mulai mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh Marsha selama 2 hari (masing-
masing setengah hari).
Wawancara ketiga dilakukan pada hari Jumat, 29 Oktober 2016. Peneliti
bertanya mengenai beberapa pertanyaan. Karena susah menentukan jadwal
telepon dengan Bryan, peneliti meminta ijin untuk membaca chat yang dilakukan
oleh Marsha dan Bryan. Setelah itu Marsha berbaik hati untuk memberikan
screenshot sebanyak 10 kali kepada peneliti sebagai bahan observasi.
Selama Bulan Oktober hingga November, peneliti banyak melakukan
aktivitas chating dengan Marsha. Hal ini dilakukan sebab Marsha orang yang
sangat sibuk dan hanya bisa melakukan wawancara setiap hari Jumat saja.
Setelah itu peneliti mendiskusikan sekali lagi bagian mana saja yang bisa
dituliskan dalam skripsi dan menunjukkan hasil yang sudah dituliskan kepada
Yani sebagai bukti bahwa peneliti sudah menuliskan sesuai dengan kesepakatan.
4.2.4 Informan 4 : Bryan
Pada hari Selasa tanggal 1 November 2016, peneliti mengirimkan email
pertama kepada Bryan. Setelah beberapa hari tidak ada tanggapan, hari Jumat
tanggal 4 November 2016, peneliti datang berkunjung ke rumah Marsha untuk
wawancara sekaligus menanyakan cara lain untuk menghubungi Bryan. Akhirnya,
Marsha berinisiatif untuk membantu menghubungi Bryan.
Peneliti mulai melakukan komunikasi dengan Bryan menggunakan
WhatsApp Messenger pada hari Senin, 7 November 2016. Karena pekerjaannya
yang cukup padat, Bryan tidak bisa langsung membalas pesan tersebut bahkan
setelah hari berlalu. Akhirnya pada hari Jumat tanggal 11 November 2016,
peneliti selesai mengumpulkan data yang diperlukan.
54 Universitas Kristen Petra
4.3 Temuan Data
4.3.1 Relationship Maintenance dalam Dimensi Positif
Dimensi ini melibatkan perilaku seperti bersikap riang, menjadi sopan, dan
menahan diri dari kritik. Seperti tersenyum saat berkomunikasi dengan pasangan,
mengatakan betapa berharganya pasangan untuk mereka, dan tidak pernah
mengeluh mengenai hubungan.
Sikap Positif harus dimulai dari dalam diri sendiri. Menurut Marsha, kalau
dalam hatinya teguh dan berusaha menjaga, maka hal-hal negatif diluar sana tidak
bisa mempengaruhi. Jika pun mempengaruhi, tidak akan banyak. Hal ini terjadi
ketika Bryan pergi ke Amerika dan tidak pulang-pulang, banyak sekali berita
miring tentangnya.
“Ai cuek orangnya. Ai ya denger aja. Tapi nggak mau gampang
terpengaruh. “Loh kamu nggak takut suamimu diluar sana ada godaan
apa apa gitu ta?”
“Ya tak iya ai tak sneyumi. Soalnya Ai itu yakin dia orangnya nggak
sembarangan. Kan sudah kenal”
Marsha tidak mau pikiran negatif menyiksa dirinya apalagi dia tahu bahwa Bryan
tidak bisa pulang dalam waktu singkat. Dan untuk berkomunikasi lewat telepon
pun juga terbatas. Marsha tidak ingin waktu-waktu berharganya yang seharusnya
digunakan untuk saling bertanya kabar atau mengungkapkan rasa sayang
digunakan untuk „menginterogasi‟ suaminya yang belum tentu terjadi. Bisa saja
itu karena pemikiran Marsha sendiri.
4.3.1.1 Gestur tubuh positif saat melihat pasangan
Dimensi positif bisa dilihat dari raut muka maupun gestur tubuh. Pada saat
melakukan wawancara, beberapa kali peneliti melihat Yani yang tersenyum saat
membicarakan mengenai Joni. Air mukanya terlihat gembira sambil beberapa
menerawang mengembalikan memori di masa lalu. Di tengah wawancara, Yani
pamit untuk mengangkat telepon sejenak. Dan ketika kembali raut wajah Yani
semakin sumringah. Ternyata baru saja dia menermia telepon dari Joni.
55 Universitas Kristen Petra
Yani menjelaskan bahwa dalam berhubungan, sikap positif sangat
diperlukan.
“Positif kan harus dari dalam dulu gaby. Kalau positif dari dalam terus
kan orang yang diajak ngomong jadi ikutan positif”
4.3.1.2 Pasangan tidak sering mengeluh terhadap keadaan masing-masing
Yani mengakui bahwa dalam perjalanan hidup bersama Joni beberapa kali
dia mengeluh karena keadaan yang tidak bisa bertemu. Bahkan jika tidak diatasi,
keluhan Yani berujung kepada kecurigaan yang berlebihan. Karena itu Yani
berusaha menyiasatinya dengan berbagai cara salah satunya berpikiran positif
sambil terus menjaga kualitas dan kuantitas komunikasi.
Sedangkan untuk pasangan kedua, Marsha mengatakan bahwa diantara
mereka Bryan lah yang paling sering mengeluh soal hubungan. Bryan sering
mengeluh lelah dan ingin segera kembali berkumpul dengan anaknya. Bryan
menyadari banyak waktu yang tidak bisa dihabiskan dengan putrinya. Dia tidak
bisa mengikuti perkembangan anaknya secara baik. Tapi kedua pasangan ini
selalu berusaha mengembalikan segala sesuatunya kepada Tuhan. Marsha
menyadari bahwa mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah. Tidak ada cara
lain selain menjalani. Meski demikian, Marsha tidak anti terhadap keluhan. Bagi
Marsha, mendengar keluhan menjadikannya semakin mahir menjadi pendengar
yang baik dan membuatnya mengerti apa yang dirasakan Bryan. Saat-saat seperti
inilah yang digunakan untuk menguatkan satu sama lain.
"Namanya manusiawi ya itu ya semua kalau kita ditinggal jauh sama
keluarga ya seperti gitu. Tapi ya sudah lah namanya perjalanan hidup itu
kan mungkin rencana ya sudah dari Tuhan mungkin dibuat seperti itu. Ya
Ai terima aja. Dijalani aja sudah. Nggak usah mengeluh. Kalau mengeluh
tambah nggak selsai dan terasa berat. Dijalani berserah aja. Kan ada
Tuhan."
56 Universitas Kristen Petra
4.3.1.3 Pasangan saling menghargai satu sama lain
Marsha menjelaskan bahwa salah satu cara bersikap positif adalah dengan
menghargai pasangan. Ungkapan betapa berharganya pasangan ini lebih banyak
dirasakan dengan perbuatan dibandingkan dengan kata-kata. Hal ini terlihat dari
perhatian Marsha terhadap Bryan dengan mengirimkan segala kebutuhan dan hal-
hal kesuakaan Bryan yang tidak ada disana). Berusaha menyelesaikan semuanya
sendiri untuk mengurangi beban pikiran Bryan. Sebaliknya Bryan banyak
mengirimkan barang-barang yang sangat diinginkan oleh Marsha
4.3.2 Relationship maintenance dalam Dimensi Keterbukaan (Openess)
Dimensi ini menceritakan bagaimana pasangan secara eksplisit membahas
sifat dari hubungan mereka. Dengan keterbukaan, orang merefleksikan untuk
memelihara hubungan mereka dengan berdiskusi mengenai tujuan akhir
berhubungan, pengakuan terhadap perasaan mereka mengenai hubungan, bertanya
bagaimana perasaan pasangan meengenai hubungan.
4.3.2.1 Pasanagan berdiskusi sebelum mengambil keputusan
Bagi Yani, penting sekali untuk selalu mendiskusikan sesuatu bersama
sebelum mengambil keputusan.
“Cukup terbuka Gaby. Kalau ada sesuatu pasti diceritakan kok. Ai juga
kalau ada apa-apa pasti bicara dengan dia”.
Dalam proses berkomunikasi, pasangan ini cukup terbuka ketika berdiskusi
mengenai tujuan akhir berhubungan terutama bisa berkumpul lagi bersama dengan
Joni. Yani sangat berharap Joni bisa menetap di Surabaya dan memindahkan
pekerjaannya. Apalagi anak pertama Yani dan Joni akan segera menikah. Yani
sangat ingin kembali tinggal satu atap dengan Joni. Beberapa kali mereka sempat
membahas apakah Joni yang harus kembali atau Yani yang menyusul ke Bali.
“Ai kan semakin tua Gaby. Apalagi habis ini Willy akan menikah. Kan
pasti waktu sama ai makin jarang. Ai ini nggak suka sendirian. Jadi ya
57 Universitas Kristen Petra
sempet diskusi-diskusi gitu sama susuk. Kalau nggak ya ai yang pindah ke
Bali setelah Willy menikah.”
Keinginan itu masih dibicarakan oleh keduanya. Yani mengaku sampai saat ini
masih belum menemukan jawabannya. Bagi Yani pindah ke kota lain bukan hal
yang mudah. Yani mengaku sering merindukan cucu pertamanya.
“Ai itu suka kangen sama Shiery. Kan dari kecil ai yang rawat kalau
maminya sibuk kerja. Terus harus pindah lagi ke tempat lain. Kan disana
ai nggak ada kenal siapa-siapa.”
“Nggak bisa langsung pindah Gaby. Ai juga perlu bergumul dan berdoa
sama Tuhan bagusnya seperti apa.”
“Ya kalau ai sih berharpnya bisa kumpul semua di satu kota gitu. Kan
susuk sudah tua jadi ya sudah lah waktunya menikmati hidup.”
Sama halnya dengan pasangan kedua. Pasangan ini juga berdiskusi dalm
hal tahapan atau tujuan akhir berhubungan. Bagi Marsha dan Bryan, tujuan akhir
hubungan mereka adalah berkumpul bersama keluarga. Tak jarang pasangan ini
berdiskusi mengenai kontrak kerja di Turki. Marsha menjeaskan bahwa
memutuskan tinggal di Turki atau kembali ke Surabaya tidaklah mudah. Mereka
berdua harus menghitung dengan jeli apa yang menjadi kebutuhan mereka kelak.
Kehilangan 60% penghasilan, fasilitas, tunjangan, dan sebagainya juga masuk
dalam pehitungan dan pertimbangan mereka.
Bagi pasangan ini cara termudah untuk mengambil keputusan adalah
dengan melihat faktor pendorong atau motivasi awal melakukan sesuatu. Awalnya
Bryan memutuskan pergi ke Amerika adalah untuk mencari pekerjaan dan
penghasilan yang lebih baik. Ternyata sepuluh tahun berlalu, Bryan kembali
dengan kesuksesan. Kesuksesan lain didapat saat menerima tawaran di Turki.
Seharusnya semua tujuan awal sudah tercapai. Karena itu setelah kontrak tahunan
ini habis, Bryan memiliki keputusan bulat untuk pulang dan kembali ke Surabaya.
Marsha menambahkan bahwa keterbukan bukan sekedar masalah hari ini
mengalami apa, pergi bersama siapa, apa yang disukai dari pasangan, adakah hal
58 Universitas Kristen Petra
yang mengganjal hati saja. Tapi lebih jauh adalah hubungan jangka panjang.
Marsha menilai bahwa tinggal terpisah lebih lama lagi bukanlah pilihan yang
baik. Mempertahankan kedekatan sebagai suami istri bukan hal yang mudah jika
bertahun-tahun tidak bertemu. Diperlukan usaha ekstra untuk tidak canggung.
Untuk itu, secara rutin, mereka sering membahas bagaimana hubungan ke depan
dan apa yang dirasakan pasangan. Hal ini juga untuk mengurangi kebosanan dan
keinginan untuk melakukan tindakan yang tidak diinginkan. Bryan sendiri
mengaku tidak ada waktu yang presisi dalam membahas hubungan ini. Apapun
yang menjadi ganjalan atau pemikiran, bebas diungkapkan oleh pasangan.
“Tidak ada waktu yang pasti. Kalau ada masalah dibicarakan. Jika tidak
ada ya membahas hal lainnya.”
Selain dalam hal hubungan, dalam hal keuangan pun tidak pernah
disembunyikan. Masalah keuangan biasanya disampaikan secara transparan.
Marsha menjelaskan bahwa Bryan akan mengirimkan jumlah uang yang sama
atau bahkan lebih. Biasanya Marsha akan bertanya dari mana uang lebihnya
berasal dan Bryan menjelaskan. Inilah salah satu yang disukai Bryan saat bekerja
di luar negri adalah bonus atau tips yang banyak.
“Dia kirim ai uang. Hampir nggak pernah terlambat. Berapa jumlahnya
pasti dia jelaskan. Kenapa kok lebih kenapa kok kurang. Kadang ya
uangnya itu dibuat belanja oleh-oleh atau barang yang ai atau Gladys
inginkan.”
Bagi Marsha dan Bryan, hal ini penting dilakukan selain untuk mengurangi rasa
curiga, kedua pasangan ini bisa saling kontrol keuangan masing-masing.
“Dia itu boros. Suka beli-beli. Apalagi beli barang untuk Gladys. Tapi
kadang suka beli yang nggak penting. Nah kalau dia cerita kan bisa tau
bisa sama-sama kasih masukan. Bisa kontrol bersama gitu.”
59 Universitas Kristen Petra
4.3.2.2 Pasangan saling terbuka dengan perasaan satu sama lain
Pasangan ini membuka pikiran dan perasaannya satu sama lain. Bryan
sering menceritakan apapun yang terjadi di Amerika maupun Turki. Walaupun
tidak ditanya, Bryan berinisiatif untuk berbagi kepada Marsha baik hal yang
menyenangkan maupun yang menyebalkan. Biasanya Bryan akan mengirimkan
foto-foto kemana dan dengan siapa dia pergi kepada Marsha. Barulah saat telepon
Bryan menceritakan semua kepada Marsha apa yang dialaminya saat itu.
“Kalau waktu off dia jalan-jalan sama temen-temennya. Sering kirim foto.
Dia cerita terus ai dengerin”
Marsha melakukan hal yang sama. Marsha menjelaskan walaupun mampu
melakukan semua tugasnya sendiri, dia tetap akan menceritakan semuanya kepada
Bryan. Sebagai suaminya, Marsha merasa Bryan berhak tau apapun yang dia
lakukan. Masrha menambahkan justru saat-saat seperti ini bisa menjadi evaluasi
baginya. Apakah dia melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan, kedepan
harus berbuat seperti apa, hal-hal apa yang bisa diperbaiki dari kesalahan tersebut.
Bryan menambahkan bahwa hal ini merupakan waktu yang sangat baik untuk
mendekatkan diri satu sama lain.
“Dia yang sering, soalnya dia dulu hampir tiap hari itu telpon. Kadang itu
bingung apa yang harus dibicarain. Kalo ai kan paling anak, pelayanan
nggak ada yang lain. Dia cerita hari-harinya terus temen-temennya
gimana”
Marsha maupun Bryan terbiasa mengungkapkan hal apa yang tidak ia
sukai dengan memikirkan cara yang tepat.
“Iya terbuka banget. Cuma ya susuk kan lebih banyak di luar negri, jadi
komunikasinya ya terbatas. Jadi ya pokoknya sedikit aja ngomongnya
jadinya. Karena kan jaraknya jauh. Jadi ngomongnya nggak seperti kita
ngomong bener-bener”
60 Universitas Kristen Petra
Selain itu, mereka berusaha untuk mengungkapkan perasaan ketika ada hal yang
tidak disukai. Salah satunya terjadi pada saat Marsha sedang hamil muda. Bryan
mulai terpengaruh kebiasaan buruk teman-temannya yaitu suka dengan dunia
malam dan diskotik. Seringkali Marsha ditinggal sendrian di rumah hingga larut
malam. Tak jarang Bryan pulang dalam keadaan mabuk. Hal ini membuat Marsha
sangat jengkel.
“Oh pernah. Dulu waktu hamil itu, itu kan dia kan orangnya gampang
terpengaruh. Ya susuk itu. Kalau temenhya baik ya baik, tapi kalau
temennya jelek ya jelek. Dia ikut jelek. Waktu hamil itu kan Ai suka
ditinggal karena dia punya temen itu suka itu pergi diskotik. Jadi ai itu
kadang itu kalau dia pergi itu ya Ai nangis sendiri. Tapi ai bisanya Cuma
berdoa sama Tuhan. Mohon kekuatan sama Tuhan. Datang pulang gitu
mabuk. Nah itu temennya. Ehh Ai itu sudah ngomongin. Jadi ai kalau dia
dateng ya sudah ai diemin aja. Terus ai nasihatin. Ya dijawab iya iya gitu
aja.”
Jika menurut pada keinginan dan emosinya, Marsha akan marah pada saat itu
juga. Tetapi Marsha berusaha menjernihkan pikiran dan memilih untuk tidur.
Keesokan paginya barulah Marsha mengeluarkan apa yang tidak dia sukai dari
sikap Bryan.
Marsha sendiri bukan tipe orang yang suka ribut atau mempermasalahkan
suatu hal. Dia mengaku sejak pacaran hingga menikah, dia berusaha
mengutarakan pendapatnya walaupun konsekuensi terburuknya harus menghadapi
pertengkaran yang besar. Tapi baginya, komunikasi yang baik dimulai dari saling
terbuka satu sama lain. Sejak saat itulah Marsha mencoba terus untuk
mengeluarkan apa yang menjadi isi hatinya pada saat dan momen yang tepat.
Marsha menjelaskan bagian tersusah bukan saat mengeluarkan apa yang
mengganjal di hatinya tetapi memilih momen, waktu, kata-kata yang tepat untuk
mengatakannya. Pasangan ini berusaha mewujudkan keterbukaan tanpa
mengundang pertengkaran.
61 Universitas Kristen Petra
4.3.2.3 Pasangan membahas kualitas hubungan dan terbuka satu sama lain
Yani mengaku bahwa menjalani kehidupan rumah tangga bukan hal yang
mudah. Cinta bukan satu-satunya hal yang mampu dijadikan landasan. Bagi Yani,
cinta adalah penghantar utama sedangkan untuk membuat hubungan kuat,
dibutuhkan komitmen yang kuat pula. Bagi yani hal yang paling dia pelajari
dalam kehidupan rumah tangga adalah memaafkan dan terus menajaga
keterbukaan kepada pasangan. Hal inilah yang membuat Yani berhasil melewati
masa sulit dengan Joni.
Berbicara soal pengakuan, Yani mulai menerawang bercerita bahwa dalam
rumah tangganya sempat terjadi kegoncangan yang cukup besar. Sejak pacaran
hingga hampir lima belas tahun menikah, Yani sangat terbiasa dengan hubungan
jarak jauh. Yani berpikir bahwa rumah tangga akan baik-baik saja dengan pola
komunikasi yang sudah ada. Tapi siapa yang menyangka, Yani sering mendapat
gangguan dari pihak luar seperti telepon dan lain sebagainya. Hal ini membuat
kepercayaan Yani kepada Joni perlahan goyang. Yani mulai merasa ada yang
tidak beres dalam rumah tangganya dan benar saja beberapa lama kemudian Yani
harus menghadapi kenyataan bahwa dalam rumah tangganya muncul orang ketiga.
Sempat beberapa kali pasangan ini bertengkar hebat karena hal tersebut.
Yani yang diliputi rasa curiga berusaha menekan rasa penasaran hingga suatu hari
Yani tidak mampu lagi menahan dan meledaklah emosinya. Saat itu terjadi
pertengkaran hebat diantara keduanya. Disaat pasangan itu sama-sama dipiluti
emosi yang besar, pasangan ini memilih untuk tidak berkomunikasi bahkan Bryan
sempat tidak pulang ke rumah selama satu bulan.
“Ai merasa saat itu sudah akhir dari segalanya Gaby. Ai sudah kecewa
dan beberapa kali berpikir untuk bercerai saja. Tapi kalau bercerai selalu
kepikiran anak-anak. Ai nggak mau gagal menjadi contoh pernikahan
yang baik atau kasih trauma ke anak-anak.”
Pada saat Yani mulai menerawang dan kembali mengenang masa-masa itu tanpa
disadari air matanya mulai menetes.
62 Universitas Kristen Petra
“Sampai sekarang ai ini bersyukur sama Tuhan bisa melalui itu semua.
Keluarga tetap utuh dan semuanya baik-baik saja. Ai sadar bahwa berapa
lama menikah tidak bisa menjamin apapun. Hati manusia itu licik Gaby.
Bisa berubah tanpa disadari.”
Setelah melalui pergumulan yang panjang, Joni mulai menghubungi Yani dan
akhirnya mereka bertemu membicarakan semua ini. Joni meminta maaf dan
mengakui kesalahannya. Joni menceritakan semua yang terjadi dengan penuh
penyesalan. Yani pun meminta waktu sejenak untuk berpikir ulang dan
menenangkan diri. Joni berusaha menghormati keputusan Yani.
Selam proses menenenagkan diri, Yani selalu merasa sebagai korban. Dia
merasa dijahati oleh suaminya. Tapi perkataan salah satu konselor di gerejanya
mulai mengubah hatinya dan mulai menerima Joni kembali. Yani memetik
pelajaran berharga bahwa didalam hubungan pernikahan selalu ada hukum sebab
akibat. Permasalahan besar selalu dimulai dari hal kecil. Kesalahan kecil yang
tidak diselesaikan akan terus berguling maju hingga menjadi besar dan menjalar
kemana-mana. Yani sadar bahwa dirinya juga salah karena tidak memperhatikan
Joni lebih lagi dan tidak menyadari adanya keretakan komunikasi yang terjadi
diantara keduanya. Dan semua itu dimulai dari keterbukaan yang sangat sedikit.
Yani mengaku tidak mengerti apapun tentang pekerjaan Joni. Apa yang
terjadi dan bagaimana prosesnya terjadi. Yani juga mengakui ketika bertanya
mengenai pekerjaan bukan karena sungguh-sungguh ingin mengetahui tetapi lebih
ke arah mencari topik pembicaraan atau basa-basi saja. Dia tidak benar-benar
memaknai ucapannya. Tanpa disadari hal inilah yang membuat Joni akhirnya
malas bercerita mengenai pekerjaan dengan Yani. Joni merasa bahwa tidak ada
manfaat juga untuk menceritakan kepada Yani. Tidak hanya soal pekerjaan tetapi
juga masalah keuangan. Hal ini bertahun-tahun terjadi hingga tanpa disadari mulai
merusak hubungan diantara mereka berdua.
Sejak masalah tersebut, Yani dan Joni berusaha untuk satu sama lain
mengenai hubungan. Salah satunya mengenai hal keuangan. Hal kecil pun
63 Universitas Kristen Petra
berusaha diungkapkan baik hal yang tidak disukai maupun yang disukai. Melalui
masalah itu juga Yani mengaku lebih mengenal siapa Joni sebenarnya.
“Gini Gaby. Awalnya ai berpikir sudah lama menikah dan pacaran sudah
kenal susuk itu orangnya gimana kan Gabu. Tapi waktu itu konselor
bilang ke Ai ketika berhenti berusaha megenal satu sama lain itu awal
dari permasalahan. Dan Ai merasa kesalahannya terletak disana Gaby.
Sudah sama-sama kenal kan Gaby. Jadi ya gitu sudah nggak bisa
menghormati lagi satu sama lain. Semuanya dianggap ah biasa gitu
terus.”
Hal lain yang membuat pasangan ini pantang untuk bercerai adalah perjanjian
nikah yang sudah diucapkan satu sama lain beberapa tahun yang lalu. Bagi Yani
maupun Joni janji pernikahan yang mereka buat itu mampu menjadi penawar
ketika sudah ingin melakukan tindakan-tindakan ekstrim dalam pernikahan.
Yani menjelaskan bahwa tidak ada waktu yang presisi untuk membahas
hubungan. Ada yang mengganjal langsung diungkapkan supaya nggak terlalu
lama.
4.3.3 Relationship maintenance dalam Dimensi Kepastian (Assurance)
Dimensi ini membahas bahwa dengan kepastian, komunikator
menunjukkan bahwa mereka setia, menekankan komitmen dalam hubungan
mereka, dan jelas menyiratkan bahwa hubungan mereka memiliki masa depan.
Berkaitan dengan kepastian ada aktivitas komunikasi yang mampu
membuat pasangan menjadi terhibur yang terdiri dari ucapan yang menawarkan
dukungan emosional, pertanyaan mengenai keadaan pikiran, tanggapan mengenai
topik dengan referensi yang relevan, ucapan yang menawarkan metode untuk
mengatasi keadaan emosional, ucapan yang menunjukkan pengertian dalam
mengatasi keadaan emosional, hingga menawarkan pernyataan terhadap suatu
masalah.
64 Universitas Kristen Petra
4.3.3.1 Pasangan melakukan tindakan menghibur untuk meyakinkan
pasangan mengenai hubungan mereka
Sejak masa pacaran, Yani melihat bahwa Joni merupakan orang yang
mampu mendampinginya seumur hidup. Hal ini diperjelas bahwa selama masa
mudanya, berkali-kali Yani dijodohkan oleh orang lain tetapi tidak ada yang pas
di hatinya. Ketika Joni datang, yani merasakan sesuatu yang berbeda. Dan setelah
melewati proses pacaran, Yani semakin mantap memilih Joni sebagai suaminya.
Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, Yani juga melakukan aktifitas
menghibur seperti yang dijelaskan di bagian atas. Yani bertanya kepada Bryan
bagaimana pekerjaannya di Bali dan mulai menceritakan. Sesekali Joni mengeluh
kelelahan karena umurnya yang sudah tua. Yani menjelaskan bahwa sudah
saatnya Joni pensiun dan mengalihkan usahanya kepada Willy. Tetapi Joni keras
kepala tidak mau melakukannya. Joni akan mengalihkan kepada Willy ketika
usahanya keadaannya lebih stabil. Joni tidak ingin membebani Willy dengan
keadaan perusahaannya yang sekarang.
"Iya tau maksudnya papa baik. Tapi anak-anak sudah mandiri. Nggak
usah terlalu dipaksakan seperti dulu. Yang penting kita bahagia".
Hal ini juga yang menjadi pertimbangan bagi Yani apakah ia harus menyusul ke
Bali atau Joni saja yang pulag ke Surabaya. Yani tidak tega melihat kondisi Joni
yang semakin kurus dan tidak terawat. Hingga sekarang hal ini menjadi
pergumulan bagi Yani dan Joni. Joni juga sempat mengalami gangguan tidur
karena memikirkan apa yang menimpa keluarganya.
"Iya dulu juga sempat nggak isa tidur. Coba sambil baca aja atau
melakukan apa gitu. Kalau masih sakit kepala minum obat aja. Yang ada
efek ngantuknya"
Baik Yani maupun Joni mengusahakan memiliki kehidupan yang lebih pasti.
Dalam waktu dekat, pasangan ini akan mengambil keputusan. Yani mengaku akan
mempersiapkan kepindahannya ke Bali.
65 Universitas Kristen Petra
“Dulu kan pertimbangannya karena ada anak-anak di sini. Kasihan siapa
yang urus Gaby. Apalagi Willy kan belum menikah. Tapi sekarang Ai lihat
sudah bisa ditinggal. Walau nanti pasti kangen ya sama Shierry. Tapi
susuk lebih butuh ai.”
“Masing nggak tau sih. Mau dipikirkan lagi yang mateng jangan sampai
salah langkah.”
4.3.3.2 Pasangan menunjukkan perasaan setia kepada pasangan
Sejak masa pacaran, Marsha mengakui bahwa Bryan adalah sosok yang
setia dengan pasangan. Hal itu banyak dibuktikan dengan perilaku non verbal dan
perkataan Bryan terhadap lawan jenis. Selain itu, selama 5 tahun Marsha menilai
bahwa Bryan adalah sosok yang bertanggung jawab dan bisa diandalkan. Karena
itulah Marsha memilih untuk memasuki jenjang pernikahan bersama Bryan.
Berkaitan dengan kepastian, Marsha dan Bryan melakukan aktivitas
komunikasi. Pada saat di Turki, Bryan sempat sakit dan tidak sembuh-sembuh.
Beberapa kali Bryan mengeluh pada Marsha ingin segera pulang ke Surabaya.
Tapi Bryan tidak bisa melakukannya karena Bryan sudah terikat kontrak kerja di
Turki. Beberapa kali Marsha memberikan dukungan emosional agar Bryan dapat
lebih tenang dan tidak terlalu banyak beban pikiran.
"Kamu jangan capek-capek. Istirahat aja. Besok mama coba kirim obat.
Kalau masih nggak sembuh ke dokter aja daripada makin parah."
Keesokan harinya Marsha pergi ke apotik dan membeli obat-obatan yang ada
untuk dikirimkan ke Turki. Marsha menjelaskan bahwa Bryan bukan tipe orang
yang suka berganti obat. Jika sudah percaya dengan satu obat, dia akan terus
menggunakannnya. Sayangnya obat tersebut tidak ada di Turki.
Tidak hanya itu, Marsha juga bertanya apakah Bryan sedang banyak
pikiran. Marsha mengenal Bryan bukanlah orang yang mudah sakit apalagi dalam
jangka waktu yang lama. Marsha ingin mengetahui apakah ada faktor lain yang
membuat Bryan seperti itu. Bryan mengaku pada saat itu dia sedang ada salah
66 Universitas Kristen Petra
paham dengan salah satu atasannya dan itu sangat mengganggu pikiran dan
pekerjaannya. Apalagi pada saat itu didukung dengan keadaan udara Turki yang
tidak bagus. Hal inilah yang mengakibatkan kondisi Bryan drop. Di saat-saat
seperti itu, marsha menyarankan agar Bryan mengambil cuti dan segera pergi ke
dokter. Selain digunakan untuk istirahat dan menenangkan diri. Bryan pun
melakukan hal yang sama terhadap Marsha. Setiap kali dia mengeluh, Bryan
berusaha untuk membuatnya merasa aman dengan ucapan yang sangat simpati
dan menghibur. Hal ini mampu menenangkan keadaan pikiran Marsha. Hal ini
pulalah yang membuat Marsha sering merindukan Bryan.
4.3.4 Relationship Maintenance dalam Dimensi Jaringan Sosial (Social
Network)
Jaringan sosial menjelaskan bahwa pasangan yang sudah menikah
menggunakan sosial media lebih banyak dibandingkan dengan pasangan yang
berpacaran. Hal ini terjadi karena pasangan yang sudah menikah mengalami
peningkatan dalam melakukan kegiatan bersama dan lingkaran sosial umum.
4.3.4.1 Menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan pasangan
Pasangan ini banyak menggunakan sosial media untuk berkomunikasi
dengan pasangan. Pada awal pergi ke Amerika pasangan ini menggunakan yahoo
messenger untuk berkomunikasi sambil telepon. Setelah teknologi semakin maju,
pasangan ini beralih ke Facebook, BBM, dan WhatssApp.
“Ai dulu pakai line. Oh nggak pakai itu apa messenger itu.”
“Iya. Terus sempet ya pakai FB. Awalnya kan itu. Dulu kan bbm nggak
berapa ya. Ya terakhir-terakhir itu sudah pakai bbm tapi sudah nggak.
Susuk nggak suka pakai BBM makanya lebih pilih pakai line. Papanya itu
suka pakai messenger. Waktu disini baru pakai line, kalau BBM dia nggak
mau. Terus terakhir ya whatsapp”
Marsha menjelaskan Facebook awalnya banyak digunakan untuk chat sambil
melihat-lihat foto yang diunggah disana. Setelah itu banyak menggunakan
67 Universitas Kristen Petra
WhatssApp untuk chat. Jika diluar hari Minggu, biasanya telepon menggunakan
WhatsApp karena menurut Marsha suaranya lebih jelas terdengar. Begitu pula jika
mengirim rekaman. Jika sama-sama sibuk dan tidak bisa telepon, pasangan ini
sesekali menggunakan Voice Message yang ada untuk saling memberi kabar.
Untuk video call, biasanya menggunakan Line karena menurut Marsha kualitas
gambarnya lebih bagus, lancar, dan praktis.
Meski banyak menggunakan sosial media, Marsha lebih suka telepon
secara langsung.
“Yang penting jangan pakai sms atau tulisan. Sering salah paham.”
Untuk menyelesaikan atau membicarakan masalah yang serius, Marsha lebih suka
menggunakan telepon. Hal ini dapat mengurangi salah paham. Salah paham
karena salah menggunakan nada dalam membaca pesan beberapa kali terjadi.
Dalam hal ini Marsha mengaku bahwa dirinya yang sering salah menanggapi.
“Ai pikir dia pakai nada yang agak tinggi gitu ya. Kan terkesan marah.
Terus ai pas lagi ngomel ada Gladys. Gladys tanya „Apa ma kok marah-
marah‟ ya ai cerita terus tunjukkan ke Gladys. Lucu ya pas itu dia bilang
marah-marahnya di bagian mana. Ai tunjukkan itu terus ya dia ketawa.
Dia baca pakai nadanya. Sejak itu ya sadar ternyata bisa banyak
nadanya. Bisa dibaca nada marah bisa dibaca nada biasa saja.”
Sejak mengetahui hal itu, Marsha jadi lebih berhati-hati dalam membaca. Marsha
menjelaskan aktivitasnya yang padat membuatnya lelah dan jika ada sesuatu yang
tidak berkenan di hatinya semakin mudah memicu emosinya keluar. Jika Marsha
dalam keadaan yang seperti itu, dia memilih untuk tidak membaca pesan yang
ditulis oleh Bryan. Dia akan mengambil waktu sejenak untuk beristirahat, ketika
rasa lelahnya sudah mereda dia baru akan membalas pesan itu.
“Kalau lagi banyak acara gitu ya ai nggak balas dulu. Atau ai bilang
sebentar masih di gereja. Nah nanti waktu sampai rumah ai duduk dulu
68 Universitas Kristen Petra
atau melakukan apa dulu yang buat santai terus baru di balas. Kalau
sudah kesel ya ai balas langsung suruh dia telepon.”
Marsha menambahkan cara inilah yang digunakan oleh mereka berdua untuk
mengatasi kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
“Kadang kalau dipikir gitu ya lucu. Dia bilang kok balesnya nggak enak
apa ada masalah. Ai bingung perasaan ya biasa aja. Langsung ai balik
tanya rasanya yang ada masalah itu kamu. Gitu”
“Iya hampir semuanya benar. Kan biasanya ketiknya ya gitu-gitu aja.
Kok kali ini sensi jawabnya. Biasanya capek atau banyak pikiran. Setelah
ditanya ya akhirnya cerita.”
Bagi pasangan ini terkadang hal-hal seperti ini baik untuk melatih kepekaan dan
semakin tanggap dengan keadaan pasangan.
“Kalau sudah gitu ya jangan satunya ikutan panas juga. Nggak jadi peka
adanya ya ribut.”
Berbeda dengan pasangan pertama, Bagi Yani, jaringan sosial dengan fitur
chat, video call dan lainnya bukanlah hal yang menarik. Justru Yani lebih suka
menggunakan telepon biasa. Alasannya sederhana, Yani tidak suka repot. Pada
jamannya, jaringan sosial belum ada sehingga Yani harus belajar lagi
menggunakannya. Baginya hal ini cukup ribet dan menyita waktu. Yani lebih suka
menggunakan telepon biasa karena praktis. Selain itu lebih puas untuk melakukan
komunikasi. Tidak perlu mengetik atau terganggu karena sinyal yang tidak bagus.
Joni sangat menghargai keputusan Yani untuk tidak menggunakan
jaringan sosial dalam berkomunikasi walaupun Joni sendiri bisa
menggunakannya. Joni mengaku memang terasa lebih puas jika menggunakan
telepon. Meskipun harus rutin mengisi pulsa, tapi hal itu tidak menjadi masalah
baginya.
69 Universitas Kristen Petra
“Saya menggunakan telepon”
“Lebih praktis. Suaranya jernih tidak putus-putus”
Yani menjelaskan bahwa keadaan seperti ini melatihnya untuk lebih
percaya terhadap Joni. Yani tidak bisa membuka ataupun mengoperasikan sosial
media sehingga tidak mengerti dengan siapa Joni melakukan komunikasi dan
topik apa yang sedang dibicarakan. Meski begitu, setiap kali bertemu terkadang
Joni menunjukkan dan berbagi berita yang ada di sana.
“Dia yang cerita lagi ngobrol sama siapa terus ngomong apa gitu. Ai ya
lihat tulisannya. Jadi dia ya cerita-cerita sendiri gaby. Kadang kita ya
tertawa bersama kalau ada hal yang lucu atau cerita apa yang dikatakan
siap misalnya begitu.”
“Nggak tau ya Gaby. Kok ai ini nggak tertarik sama seperti itu. Enak
seperti ini sudah. Lebih nyaman damai. Jadi nggak banyak yang cari atau
ganggu. Kalau butuh ya tinggal ngomong lewat telepon. Kalau sudah
selesai ya sudah.”
Jika Joni ingin mengirimkan foto atau gambar, biasanya dikirimkan ke
handphone anak pertamanya. Tapi hal ini sangat jarang sekali. Joni mengaku lebih
suka menceritakan dan mendeskripsikan dengan kata-kata daripada mengirim
foto. Sedangkan Yani mengatakan pernah melakukan video call itupun bersama-
sama dengan anaknya.
4.3.4.2 Pasangan cenderung menutup diri dari pergaulan sosial disekitarnya
Yani merasa bahwa jarak yang memisahkan kedua pasangan ini membuat
pengaruh terhadap hubungan dan komunikasi dengan teman-teman. Yani
mengaku lebih menutup diri dari perkumpulan. Hal ini dikarenakan kebanyakan
teman di Surabaya adalah teman Joni. Yani merupakan tipe yang pendiam jika
tidak terlalu akrab dengan orang lain.
“Jarang ya Gaby. Kalau Cuma kumpul biasa nggak pernah seingat ai.”
70 Universitas Kristen Petra
“Apa ya. Nggak mau aja. Buat apa juga. Lagipula nggak enak kalau
ditanya-tanya. Sudah nggak dekat juga. Kebanyakan teman susuk”.
Meski demikian, Yani mengaku hubungan dengan sesama keluarga masih
terjalin baik. Yani masih bersedia untuk melakukan aktivitas atau kegiatan dengan
teman atau keluarganya.
“Oh masih Gaby. Kalau sama keluarga susuk masih. Kan ai juga dekat
dengan adiknya.”
“Datang Gaby. Kalau ada undangan pernikahan ai datang. Kemarin
waktu saudaranya susuk meninggal ai juga datang.”
Sama halnya dengan Yani dan Joni, Marsha mengakui lebih jarang
berkumpul dengan teman dan keluarga. Jika ada undangan pernikahan anak dari
teman Bryan, Marsha akan berdiskusi dulu dengan Bryan apakah harus datang
atau tidak. Berapa jumlah uang yang harus diberikan. Biasanya Marsha meminta
anak perempuannya untuk menemani. Hal yang sama juga dilakukan kepada
saudara. Marsha mengakui walau hubungan dengan saudara Bryan cukup dekat
mengingat kakak Bryan yang mengenalkannya pada Bryan.
“Iya ngomong. Pasti ngomong. Dia bilang “Datengo. Nanti kasih angpao
berapa” gitu. Mesti bilang. Terus diskusi perlu datang apa nggak. Kalau
nggak dekat itu malas Gaby.”
Marsha mengakui agak malas jika menghadiri pesta pernikahan yang bukan teman
dekatnya atau memang teman Bryan. Tetapi Marsha tetap menyempatkan diri
untuk datang mewakili Bryan hanya saja dia tidak mengikuti acara hingga selesai.
Di pertengahan acara dia pulang.
Karena memiliki teman-teman dari kumpulan yang sama, Marsha
mengaku masih ikut pergi bersama jika ada acara kumpul-kumpul.
“Kalau sama yang teman satu kumpulan sih ikut. Kalau yang lain nggak.”
71 Universitas Kristen Petra
“Iya dekat karena kan dulu satu kumpulan. Otomatis temannya dia, teman
ai juga. Jadi masih nyaman. Nyambung gitu. Kalau yang teman susuk
Cuma tau aja tapi nggak pernah kumpul. Kalau pergi kayaknya pernah ya
tapi ya pas susuk pulang itu.”
4.3.5 Relationship Maintenance dalam Dimensi Pembagian Tugas (Sharing
Task)
Tahap ini sangat menekankan pada saling berbagi tugas, atau melakukan
pembagian satu pekerjaan dalam hubungan.
4.3.5.1 Pasangan mengetahui dan bertanggung jawab terhadap tugas
masing-masing
Yani dan Joni tidak pernah melakukan diskusi kesepakatan pembagian
tugas. Yani menjelaskan bahwa apapun yang bisa Joni lakukan, akan dilakukan
semua agar tidak menyusahkan Yani.
“Susuk itu orangnya perhatian sekali Gaby. Sayang sama keluarga sama
anak-anak. Pokoknya mbelani orangnya Gaby. Pulang kerja capek-
capek gitu kalau minta apa pasti langsung dibelikan. Apa yang belum
beres kalau masih kuat ya dia yang selesaikan”.
Jika Joni tidak ada di rumah, Yani berusaha menyelesaikan sendiri, seperti
belanja kebutuhan rumah tangga, membayar tagihan (listrik, air, telepon), dan
sebagainya. Yani mengaku bahwa dia tidak suka melakukan segala sesuatunya
sendiri sehingga Yani mengajak kakaknya untuk menemani. Ketika anak-anaknya
sudah dewasa, yani biasanya meminta anak-anak untuk menemaninya pergi”.
“Ai nggak suka kalau pergi sendirian. Biasanya ya minta tolong Willy
untuk belikan. Atau kalau ai harus ikut ya minta dia temani ai”.
“Oh kalau pas kecil ya ai sendiri. Tapi kalau cece bisa nemeni biasanya
sama cece. Sekalian pergi Gaby. Cuma kalau cece nggak bisa ya mau
nggak mau harus urus sendiri”.
72 Universitas Kristen Petra
Yani mengaku bahwa untuk urusan anak-anak, Joni berusaha
mendahulukannya dan menyempatkan untuk menyelesaikannya bagi mereka. Hal
ini dilakukan Joni untuk bisa dekat dengan anaknya.
“Iya ai antar sekolah. Masuk sekolah tapi kalau ada papanya ya sama
papanya. Ai kadang nunggui juga.”
Sejak ditinggal pergi oleh Bryan, Marsha harus membiasakan diri untuk
mengurus segala sesuatunya sendiri. Marsha menjelaskan bahwa tidak ada
perjanjian khusus atau diskusi untuk membagi tugas. Semuanya terjadi secara
alami dengan berjalannya waktu. Bagi Marsha apapun yang bisa dia lakukan akan
dilakukan bahkan sebisa mungkin segera selesai. Hal ini terjadi karena sejak kecil
sebagai anak sulung, Marsha sudah dididik mandiri dan mampu menjadi contoh
bagi adik-adiknya. Daripada harus menunggu dan menunda, Marsha memilih
menyelesaikannya. Di satu pihak dia merasa tidak terbeban semakin banyak
karena tugas yang harus di selesaikan, di pihak lain Marsha merasa sudah sangat
membantu Bryan mengatasi tugas rumah tangga. Pada titik inilah Marsha merasa
sudah menjalankan tugas utamanya sebagai seorang istri yaitu penolong suami.
Marsha menjelaskan seperti pada saat hendak pindah rumah. Marsha
harus mengurus mulai surat-surat hingga perpindahan barang sendirian saja.
Setiap kali telepon Marsha akan melapor kepada Bryan bagaimana proses
perpindahannya apakah berjalan dengan lancar atau tidak. Sesekali Bryan
menanyakan kelancaran pindahan rumah tersebut.
“Ya iya. Ai yang ngurus. Ya surat pindah, ya apa gitu, ya ngurus
sendiri”
“Iya soalnya ya udah kebiasaan itu tadi, Gaby. Dulu waktu jaman papa
saya yang ngurusin ya saya, jadi ya makanya biasa.”
“He‟eh. Paling papanya cuma udah diurusin belum? Oh iya nanti besok
tak urus”
73 Universitas Kristen Petra
Ketika Bryan kembali ke Indonesia pun, segala urusan tetap dilakukan
oleh Marsha. Marsha mengaku bahwa Bryan cenderung tidak mau membantu
mengurus urusan yang ada di Surabaya. Biasanya Bryan hanya bertanya dan
mengingatkan saja. Jika harus Bryan yang melakukan, biasanya dia meminta
Marsha untuk mendampinginya. Menurut Marsha sikap Bryan ini dikarenakan
terlalu lama tinggal di luar negri dan sudah tidak terbiasa lagi mengurus berbagai
macam urusan yang berkaitan dengan rumah tangga. Alhasil bahkan hal kecil pun
sebagian besar dilakukan oleh Marsha.
“Sampai sekarang ya ai yang urus. Dia nggak mau. Terima beres gitu.”
“Loh iyaa. Sampai sekarang pun ya ai yang urus. Kan ada yang tukang
listrik nyasar alamat. Pas itu ya ai ya nggak lihat ya namanya. “Buk
belum bayar” apa apa gitu mau diputus. Ai mikir loh sudah bayar kok
mau di putus. Terus tak lihat alamatnya ternyata salah. Nomor 23. Ya
langsung ai taruh di nomer 23 situ. Di rumahnya yang bersangkutan.”
“Iya. Kemarin aja loh ai cerita soal listrik gitu dia tanya “Lah kamu
sudah bayar apa belum?” “Ya sudah. Sudah tak bayar tanggal 10 itu kan
jatuh tempo. Waktuya bayar”. Wong ke bank ada urusan gitu ya ai
sendiri yang nganu kok. Nggak mau snediri.”
“Iya nggak mau. Ya udah kebiasaan ya. Sampai sekarang. Meskipun
buka rekening gitu ya sendiri aja lo udah nggak mau. Minta di
barengi.”
Untuk urusan yang terkait dengan pekerjaan Bryan seperti mengurus Visa,
kelengkapan surat-surat untuk bekerja di luar negri dan sebagainya, dilakukan
sendiri oleh Bryan. Marsha mengaku tidak ikut campur terhadap urusan tersebut.
Marsha hanya bertanya untuk mengetahui dan membantu mengingatkan saja.
Marsha mengaku bukannya tidak peduli terhadap urusan suaminya, hanya
pasangan ini merasa jika fokus megerjakan tugasnya sendiri-sendiri hasilnya akan
lebih maksimal dan efisien. Pasangan ini percaya bahwa satu sama lain bisa
mengerjakan sendiri bagiannya.
74 Universitas Kristen Petra
4.3.6 Romantic Relationship dalam Dimensi Gairah
Dalam hal ini, gairah tidak termasuk dalam konteks perasaan seksual saja,
tetapi juga termasuk pada perasaan yang luar biasa, spiritual dan daya tarik.
4.3.6.1 Pasangan terbuka dalam mengutarakan hasrat seksual
Sejak pacaran, pasangan ini sudah terbiasa hidup berjauhan karena adanya
faktor pekerjaan. Pada awal-awal hubungan, Yani mengaku tidak mengalami
kesulitan dalam hal yang berhubungan dengan gairah seksual. Hal ini disebabkan
karena sejak awal pernikahan, mereka membiasakan untuk memiliki waktu berdua
terutama ketika Joni pulang bekerja. Waktu berdua secara khusus ini digunakan
untuk mendekatkan diri secara intim. Bahkan Yani mengaku pada awal-awal
pernikahan Yani sengaja berdandan dan mengenakan baju tidur lebih terbuka dari
biasanya untuk menyenangkan Joni.
Tidak hanya dari segi penampilan, Yani berusaha menyenangkan hati Joni.
Bagi Yani ini merupakan salah satu bentuk untuk menjaga gairah diantara mereka.
Ketika pulang kerja dalam keadaan lelah, Yani akan menghindari bahkan hal-hal
kecil yang tidak disukai Joni. Usia pernikahan yang bertambah juga membantu
Yani untuk peka kapan waktunya untuk bermanja-manaja, kapan waktunya untuk
diam. Yani menjelaskan bahwa Joni mudah terpancing jika Yani mampu
membuatnya nyaman.
Yani mengaku setelah permasalahan besar dengan pihak ketiga, pasangan
ini berusaha untuk menjaga gairah diantara mereka dan menyemptkan untuk
berhubungan intim. Tidak hanya itu, pasangan ini juga berusaha
mengkomunikasikan kenyamanan dalam hubungan tersebut. Intinya setiap ada
waktu, mereka berusaha untuk melakukan kontak fisik mulai dari yang ringan
hingga semakin intens.
Selama menjalani hubungan jarak jauh dengan Joni, Yani mengaku tidak
pernah bertukar foto nakal atau video call dengan Joni. Alasannya sudah jelas
karena Yani tidak bisa dan tidak suka menggunakan sosial media. Dengan wajah
merona Yani mengakui sempat beberapa kali melakukan „telepon nakal‟ dengan
Joni dan biasanya dilakukan pada malam hari. Dalam telepon ini biasanya Joni
75 Universitas Kristen Petra
bercerita mengenai fantasinya dan biasanya request kepada Yani untuk melakukan
atau mengenakan sesuatu saat mereka bertemu.
Berbeda dengan pasangan kedua, yaitu Marsha dan Bryan. Tinggal
berjauhan beda benua membuat kedua pasangan ini sempat mengalami penurunan
gairah dimana terjadinya kecanggungan saat bertemu dengan pasangan. Sepuluh
tahun tinggal berjauhan, tidak pernah bertemu, dan tidak adanya komunikasi tatap
muka, membuat hubungan Marsha dan Bryan mengalami kecanggungan.
“Ya waktu jemput di bandara agak canggung, Gladys gitu juga merasa
asing. Ngomongnya nggak lancar seperti di telepon, ketemu langsung jadi
grogi, ya kayak gitu. Tapi kebanyakan dia yang tanya, ai njawab, dia
tanya ai njawab. Karna ya itu apa lama nggak ketemu ya.”
Marsha mengakui bahwa canggung terus bukanlah hal yang baik. Untuk itu harus
segera dicari penyelesaiannya. Sehingga baik Marsha maupun Bryan berusaha
keras menghabiskan banyak waktu bersama seperti keluar bersama. Pada awal-
awal kedatangannya, Bryan sendiri jarang menghabiskan waktu bersama teman-
teman dan memilih untuk menghabiskan waktu bersama keluarga terlebih dahulu.
Bryan sendiri mengakui bahwa keluarga adalah prioritas utamanya.
“Yaa yaa makanya itu. Dia kan sering di rumahya ngobrol-ngobrol
bareng. Terus kalau pergi selalu bertiga, sama-sama. Ya dia pokoknya
kalau bisa itu. Kalau bisa waktunya untuk keluarga, dia jarang keluar
sama temen-temennya. Dia tipenya memang suka di rumah dari pada
jalan-jalan.”
Bukan hanya sebatas menghabiskan waktu bersama saja, Marsha dan
Bryan juga mulai memperbaiki exceptional emotional satu sama lain. Sudah
terbiasa tinggal di negara yang memiliki perbedaan waktu ekstrim juga menjadi
masalah terutama saat menjelang tidur.
76 Universitas Kristen Petra
“Terus awal-awal tidurnya itu kan jetlag gitu ya, jadi waktu malem dia
tidur ai bangun. Jadi ai ya terganggu juga. Jadi dia bangun ya nonton
Tvnya di luar. Ya dia ya apa ya ai ya nggak isa tidur.
“Iya. Yang kemarin itu pulang dari Turki ya gitu juga, kan beda 6 jam to
tapi ya lumayan ya gitu juga dia. jadi dia belum ngantuk dia jadi nonton
TV di luar. Soalnya nggak kebiasaan.”
Bagi Marsha waktu menjelang tidur adalah waktu yang terbaik untuk
memulihkan hubungan terutama hubungan intim yang terjalin diantara mereka
berdua. Kedua pasangan ini setuju mungkin hal ini tidak berdampak pada
hubungan jangka pendek tetapi bisa berakibat buruk pada hubungan jangka
panjang. Gairah merupakan hal yang abstrak dan tidak ada tolak ukur khusus
untuk melihatnya. Tanpa terasa gairah satu sama lainh bisa padam dan membuka
celah untuk melakukan hal-hal yang tidak baik.
“Ya gitulah. Biasanya dia sebelum tidur terus sering ajak ngobrol lalu
lebih bicara yang saying-sayang gitu terus ya seperti itu. Yang jelas usaha
untuk mendekatkan diri lebih intim dan dalam.”
Tidak hanya ketertarikan secara fisik jasmani saja, kedua pasangan ini juga
terus bersama memiliki kerinduan yang kuat dalam segi spiritual. Marsha
meyakini jika keduanya dekat dengan Tuhan, hubungan akan berjalan dengan
semakin baik. Karena itu selain usaha dari manusia, mereka melibatkan Tuhan
dalam segala sesuatu. Marsha sering mengajak Bryan untuk berdoa dan pergi
gereja ersama untuk menguatkan iman mereka terhadap godaan yang berasal dari
dalam diri sendiri maupun dari orag lain.
“Iya makanya itu. Nggk usah yang jauh ya, yang deket aja yang tiap hari
ketemu aja bisa lo mau berbuat yak an bisa, nggk usah yang jauh, apalagi
yang jauh tapi kita punya iman yang kuat yah kita serahkan sama
Tuhan.Jadi Tuhan yang bantu untuk tahan hawa nafsu dan keinginan-
keinginan yang bukan pada tempatnya.”
77 Universitas Kristen Petra
“iya, puji Tuhan lah. Selama dia berapa lama itu. Sampe tahun berapa ya
dia pulang itu nggk ada masalah ya.”
Dengan kata lain, gairah mereka juga diletakkan di tangan Tuhan sehingga tidak
ada pikiran-pikiran yang tidak patut dipikirkan. Untuk mengatasi hal itu, mereka
berdua sepakat untuk menyibukkan diri dan mengelilingi diri mereka dengan
orang-orang yang baik seperti Marsha yang memilih untuk sibuk sebagai aktivis
gereja. Secara gamblang Marsha mengakui hal ini mampu mengalihkan
keinginannya untuk merasakan perasaan dicintai secara langsung dan kontak fisik
yang lebih mendalam.
4.3.7 Romantic Relationship dalam Dimensi Komitmen
Komitmen adalah niat untuk tetap menjalin sebuah hubungan. Komitmen
sendiri terdiri dari beberapa bentuk. Bahkan terkadang, komitmen adalah dasar
yang harus dilakukan dari dalam diri seseorang atau pasangan. Dalam komitmen
terdiri dari enam dimensi yaitu mempersepsi masa depan yang mengntungkan,
mengidentifikasi sebuah hubungan, mengamati alternatif menarik yang lebih
sedikit, kemauan untuk mengerahkan usaha dalam menajlin hubungan, investasi
lebih dalam sebuah hubungan , bekerja bersama dalam menghadapi masalah, dan
menunjukkan komitmen.
Selain beberapa hal yang dijabarkan diatas, berbagai penelitian
menunjukkan bahwa komitmen dapat ditunjukkan dengan beberapa katagori
berikut yaitu memberikan kasih saying, memberikan dukungan, memelihara
integritas, saling bersahabat, melakukan usaha untuk berkomunikasi,
menunjukkan rasa hormat, menciptakan masa depan yang berhubungan,
menciptakan atmosfer positif dalam sebuah hubungan, bekerja bersama dalam
menghadapi masalah, dan menunjukkan komitmen itu sendiri.
4.3.7.1 Pasangan saling menguasahakan untuk mencapai masa depan yang
lebih baik
Dimensi pertama yang dibahas dalam dimensi komitmen adalah
mempersepsi masa depan yang menguntungkan. Dimensi ini secara spesifik
78 Universitas Kristen Petra
membahas masa depan dari sebuah hubungan itu sendiri. Bisa fokus dalam
jangka panjang atau jangka pendek.
Dalam menjalin hubungan, Marsha dan Bryan juga melewati tahapan ini.
Hal ini terlihat saat mereka berdiskusi rencana untuk bekerja di Amerika. Hal ini
berawal ketika usaha Bryan mengalami kemacetan karena terlilit hutang dan
banyak ditipu orang. Perputaran uang mengalami kemacetan sedangkan
kebutuhan rumah tangga terus berputar. Beberapa lama setelah itu muncul
tawaran untuk bekerja di Amerika. Bagi pasangan yang tidak pernah hidup
terpisah, pilihan ini bukan keputusan yang mudah. Butuh kurang lebih satu tahun
untuk memikirkannya secara matang. Selama waktu pergumulan itu, Marsha
banyak mendekatkan diri kepada Tuhan dan meminta jawaban Tuhan agar tidak
sampai terjadi salah melangkah dan mengambil keputusan.
“Nggak. Di Surabaya dia cuma apa jual beli sparepart gitu lo, sparepart
mobil atau kendaraan gitu. Terus kan banyak apa ditipu orang akhirnya
kemudian ada yang ajak ke Amerika, sama temennya waktu itu bertiga
dia pergi, itu mulai Gladys umur 3 tahun”
“ya berat ya namanya kan keluarga yak lo bisa kita kumpul, tapi
namanya kita ada maksud lain, kalo bisa kan punya hidup yang lebih
baik. Soalnya di sini kan ya gitu banyak ditipu orang. Nagih-nagih nggak
bayar nggak bayar gitu lo. Ambil-ambil barang akhirnya ya putus asa
kerja apa lagi yang ada ya modal juga kan kurang. Akhirnya ya itu ada
yang ajak ke Amerika. Disana kan pake dollar gajinya nahh gitu.
Awalnya kaya gitu, pertama ya berat ya tapi klo ditahan-tahan kita di
sini itu juga gimana kalo kita nggk ada modal juga susah juga.
Pendidikannya dia itu STM kan dulu cari kerja susah. Kalau kerja ikut
orang kan susah yang mau STM. Jadi akhirnya dengan berat hati.”
“Nggak lama sihh. Sampek ehh kira-kira 1 tahun yaa. Jadi ya bergumul,
saya kan juga sering ke gereja, jadi saya itu puji Tuhan doa gimana solusi
nya gitu. Terus ya gimana lagi yak lo di sini terus lama-lama kan juga
percuma nggak ada hasilnya. Ya itu bertiga kemudian sama temennya itu
79 Universitas Kristen Petra
diajak, temennya itu juga punya pergumulan yang sama gitu lo. Akhirnya
waktu Gladys umur 3 tahun itu pergi.”
Untuk tinggal berjauhan bukanlah hal yang mudah. Harus rela
meninggalkan istri, anak dan tinggal berjauhan. Sebagai imigran gelap, Bryan
tidak bisa memutuskan untuk pulang dan kembali lagi sesuka hatinya. Jika sudah
memutuskan untuk kembali ke Indonesia, Bryan tidak bisa balik ke Amerika
untuk bekerja.
“Nggk pernah soalnya kan ilegal. Ilegal kan kalo pulang nggk bisa
kembali. Tambah kenapa-kenapa nanti urusnya susah.”
“Iya sudah nggak bisa kan. Di blacklist. Jadi ya di sana cari uang
sebanyak-banyaknya lalu baru pulang. Soalnya klo sudah pulang nggk
bisa kembali.”
Karena hal ini jugalah banyak sekali komentar yang kurang baik membanjiri
Marsha. Banyak teman-teman yang mengatakan jika terlalu lama di sana dan
hidup berpisah kemungkinan untuk selingkuh semakin besar dan lain sebagainya.
Tapi Marsha memilih cuek dan berpegang pada pendiriannya bahwa semua ini
dilakukan untuk masa depan yang lebih baik dan memilih untuk menyerahkan
hubungan rumah tangganya kepada Tuhan. Marsha percaya bahwa pasti ada
sesuatu yang indah di balik semua ini.
“Ai cuek orangnya. Ai ya denger aja. Tapi nggak mau gampang
terpengaruh. “Loh kamu nggak takut suamimu diluar sana ada godaan
apa apa gitu ta?”
“Ya tak iya ai tak senyumi. Soalnya ai itu yakin dia orangnya nggak
sembarangan. Kan sudah kenal”
“Tuhan itu pasti menjaga. Saya ya sudah berdoa aja sama Tuhan untuk
menguatkan kami berdua. Pasti dijauhkan dari hal-hal buruk. Percaya
kok kalau susuk nggak akan selingkuh. Saya kenal dia.”
80 Universitas Kristen Petra
Pada awalnya Bryan memiliki rencana untuk bekerja di Amerika hanya 2-
3 tahun saja. Tetapi kedua pasangan ini melihat sesuatu yang menguntungkan bagi
keluarga mereka terutama dari segi finansial. Hal ini jugalah yang membuat kedua
pasangan ini bertahan untuk fokus pada komitmen awal hingga akhirnya
mengurungkan niat untuk pulang ke Indonesia lebih awal.
“Dulu awalnya pergi kesana bilangnya “Aku mau pergi berapa taun aja
terus pulang”. Maunya sih gitu. Tapi kok enak disana. Ya ai ya bilang
kalo sana kan dollar terus kerjaan ya dihargai gitu daripada di sini.
Kalau bisa kan ya nggak papa kesempatan. Maksudnya kalau masih kuat
kerja ya mendingan disana. “Iya kamu lek disini nanti kamu malah susah.
Disini kan cari kerja juga susah”. Akhirnya ya itu ya yang buat
bertahan”.
Hal itu jugalah yang membuat Bryan pergi lagi ke Turki untuk memulai
kontrak kerjanya sebagai seorang Chef. Bryan melihat bahwa mampu menambah
penghasilan karena sangat menjanjikan. Selain itu, sangat bagus untuk menunjang
jenjang karir Bryan. Akhirnya pasangan ini sepakat untuk harus terpisah jarak
karena hal tersebut.
Selain itu, banyak hal yang menjadi pertimbangan bagi kedua pasangan ini
seperti salah satunya rencana untuk pindah rumah sekaligus investasi jangka
panjang. Ketika keadaan finansial keluarga ini sudah stabil, Bryan megusulkan
untuk pindah ke rumah yang lebih baik. Pada tahun itu perkembangan Surabaya
Barat belum terlalu maju dan harga tanah di daerah sana masih lebih murah.
Sebelum ke Amerika Bryan yang hobi bersepeda ini sering keliling bersama
teman-temannya ke daerah Citraland. Setelah melewati beberapa pertimbangan
kedua pasangan ini memutuskan untuk pindah rumah.
“Dia kan sebelumnya sudah tau daerah Citraland. Waktu Citraland dulu
masi sepi susuk suka sepedaan sama teman-temannya, dia punya
komunitas sepeda. Dia senang daerah sini”
81 Universitas Kristen Petra
“Dia yang ngomong duluan. Terus ai yang cari, carinya kan ngga cepet.
Terus ketemu, ai fotokan terus dia suka. Pokoknya dipercayakan ke ai”
Hal ini menunjukkan sekalipun tinggal berjauhan, pasangan ini tetap memikirkan
masa depan yang bermanfaat untuk masing-masing pasangan. Marsha berharap
agar saat Bryan kembali pulang, dia mampu menikmati keadaan dan suasana
rumah yang amat baik. Jadi kerja keras Bryan dan pengorbanan mereka selama ini
terbayarkan.
4.3.7.2 Pasangan memiliki fokus pada hubungan sentral
Selanjutnya, untuk menjaga komitmen tetap utuh, pasangan ini juga
berusaha mengerti satu sama lain dan tidak egois. Salah satu caranya dengan
fokus kepada hubungan sentral dimana mengganti kata „saya‟ dengan kata „kita‟.
Dalam hal ini, segala sesuatu harus berpusat pada hubungan sentral bukan lagi
masing-masing pribadi. Bagi mereka yang sudah lama pisah di tempat yang juah
hal ini bukanlah perkara yang mudah. Waktu yang sudah berlalu menuntut mereka
untuk memulai lagi sikap pengertian satu sama lain.
“Ya makanya itu harus salah satu mengalah. Nah kita harus sering-
sering intropeksi diri. Ya kalau bisa itu ya mengalah. Setiap masalah itu
harus segera diselesaikan. Nggak boleh sama-sama keras. Dia keras ya
ai nggak boleh keras. Harus salah satu aja. Kalau ai sih ya gitu.
Prinsipnya harus mikirnya harus yang pakai pikiran yang dingin .Kita
harus mengerti kalau bukan tentang hidup ai atau hidup dia aja.
Tentang kita. Jangan yang apa yang panas. Jadi waktu kalau ada cekcok
gitu ya mending lebih baik salah satu diem. Jadi kalau kita bantah nggak
ini. Nah ai ini kebanyakan ai ini. Dia kan terus suka ngomong gitu ya
ganti ai yang diem. Kadang ai yang ngomong ya dia yang diam. Jadi ada
saling pengertian lah.”
Bagi mereka berdua untuk mewujudkan hubungan yang fokus pada hubungan
sentral, harus mampu menekan ego masing-masing dan mempunyai sikap
82 Universitas Kristen Petra
toleransi. Hingga akhirnya, Marsha menjelaskan bahwa menekan ego itu sampai
pada titik dimana kebahagiaan pasangan itulah yang nomor satu. Ketika pasangan
bisa bahagia, otomatis diri juga akan berbahagia.
“Iya. Makanya harus sering koreksi diri itu supaya pengertian satu sama
lain bisa dilakukan. Kalau sudah menikah kita itu jadi satu. Bukan aku
kamu tapi ai bagian dari susuk, susuk bagian dari ai.”
4.3.7.3 Pasangan memiliki usaha lebih untuk menjaga kualitas komunikasi
Pasangan ini juga mengakui diperlukannya usaha dalam menjalini
hubungan apalagi jarak yang jauh. Bicara soal usaha, waktu dianggap paling tepat
untuk mewakilinya. Waktu tersebut digunakan dan dihabiskan untuk hal-hal yang
paling berkomitmen untuk dilakukan bahkan terkadang membutuhkan
pengorbanan. Bagi mereka berdua, waktu berkomunikasi adalah saat-saat yang
paling penting teruama pada bulan-bulan awal perpisahan mereka. Perbedaan
waktu yang cukup ekstrim tidak bisa menjadi penghalang sekalipun butuh
beberapa penyesuaian. Bryan sendiri sering lupa jika perbedaan waktu yang ada
terpaut cukup jauh. Karena itulah tidak sadar Bryan telepon padahal di Indonesia
waktu menunjukkan pukul 12 malam. Akibatnya Marsha sering mengalami sakit
kepala karena terbangun di malam hari dan berlanjut hingga terkena vertigo.
“Iya. awalnya itu setiap hari, terus kemudian paling seminggu 3x gitu,
sama kan ai yang bingung dia belum bisa sesuaikan waktu ya, ai malem-
malem di telpon dikira dia disana pagi, jadi dia masi bingung nganu
waktu, jadi ai malem-malem mesti kaget. Kan bedanya 12 jam toh.”
“Iya bener. Jadi bayangin sana jam 5 pagi, sini jam 5 sore. Jadi disana
12 siang, sini 12 malem. Pas telpon itu Ai itu sering kaget dikirain ada
apa. Tapi berjalannya waktu dia bisa nyesuain. Setelah berapa bulan dia
nggak pernah telepon malem-malem.”
“Iya, di sana jam berapa? Jam 12 siang. Disini lho jam 12 malam. Jadi ai
sampek kena vertigo. Sering vertigo.”
“Iya, kan kaget, malem-malem gitu telpon kaget”
83 Universitas Kristen Petra
“Iya. Di sana dia kan kerjanya pagi, kadang malem juga ada kerja gitu
lembur”
Sekalipun waktu yang berbeda jauh dan sering mengalami sakit kepala, hal ini
tidak membuat Marsha menyerah dalam menjalin komunikasi. Marsha sering
mengingatkan Bryan mengenai perbedaan waktu yang ada. Di pihak Bryan, dia
selalu berusaha mengingat dan menghitung perbedaan waktu sebelum menelepon.
Walaupun sering lupa, hal ini tidak dijadikan masalah besar bagi mereka berdua
karena saat komunikasi termasuk waktu yang berkualitas bagi kedua pasangan ini.
Selain itu, rindu yang tak terbendung atau terlalu bersemangat untuk menceritakan
sesuatu menjadi alasan utama Bryan yang sering lupa pada waktu.
Tidak berhenti pada titik saling pengertian saja, Marsha dan Bryan harus
melakukan investasi baik waktu, tenaga, dan hal lain demi menjaga hubungan
keduanya agar tetap baik. Jelas kedua pasangan itu tidak bisa melakukan
komunikasi tatap muka. Sebagian besar komunikasi melalui via telepon dimana
untuk melakukannya butuh usaha dan biaya yang tidak murah. Karena itu
sebagian besar selalu Bryan yang telepon terlebih dahulu karena biayanya lebih
murah. Hari Minggu dipilih sebagai waktu komunikasi yang paling intens karena
di tempat Bryan setiap hari Minggu biaya telepon lebih murah bahkan gratis.
“Ya smsnya nggk sih. Ehh kalau sms biasa paling cuma 1000 mungkin ya
jaman dulu. Kebanyakan susuk yang telpon ke saya. Ai kalo telepon ke
sana kan mahal, kalo dari sana kan nggak. Apalagi kalo minggu itu
katanya free di sana.
“ Iya nggk bayar, jadi telepon sepuasnya nggk bayar”
Untuk menghindari kesalahpahaman yang muncul, kedua pasangan ini lebih suka
menggunakan telepon dari pada via chat atau sms. Bagi Marsha, teks bisa
multitafsir. Dia lebih suka langsung telepon untuk menghindari asumsi pribadi
dan meminimalisir segala bentuk miskomunikasi.
84 Universitas Kristen Petra
“Karena kan jaraknya jauh. Jadi ngomongnya nggak seperti kita
ngomong bener-bener. Ya lewat telepon sih tapi telepon kan nggak enak.
Nggak leluasa. Nggak sebebas seperti tatap muka. Jadi kadang ya mau
video call tapi sinyalnya ini susah. Apalagi daerah Citraland gini. Kalau
sudah gitu juga ini loh kuotanya sering habis kan. “
“Ai kalau sms itu kayaknya nggak enak gitulo. Enak langsung telpon
langsung ngomong. Gara-gara itu susuknya harus lebih sering teleponj ai.
Nah akhirnya susuknya juga jarang sms.”
“Oh ya langsung. Kan signalnya di rumah jelek. Jadi kalau kadang
nggak diangkat dia biasaya sms “telepon kok nggak diangkat?” gitu.
Terus ai bilang “Oh iya di charge, atau oh iya lagi jalan-jalan. Kalau pas
jalan-jalan gitu kan nggak mungkin ya. Kadang ai bilang signalnya. Terus
ya akhirnya ai keluar gitu. Di Citraland kan susah sinyal. Kadang ya
capek kalau mesti keluar terus. Makanya kadang ya bolak balik ganti
provider.”
Marsha dan Bryan menyadari bahwa rasa curiga adalah gerbang awal
hancurnya sebuah komitmen. Untuk itu segala sesuatu harus dipastikan terlebih
dahulu. Bukan dengan persepsi atau asumsi sendrii tetapi dengan kenyataan yang
ada. Untuk itu sebelum melakukan komitmen harus dilandasi dengan pengenalan
yang baik satu sama lain dan saling percaya. Hal ini tidak mudah. Mereka berdua
harus membangun semuanya sejak awal pacaran.
“Oh nggak ada. Nggak ada janjian sih. Cuman mungkin ya anu ya dari
sendiri. Memang sudah jodohnya kali ya. Walaupun ya apa gitu ya tetep
bertahan. Terus waktu pacaran ya sudah anu itu apa kenal baik. Ya pas
lima tahun itu sudah tau baik jeleknya semua. Dipakai buat saling kenal
terus ya intropeksi diri.”
“Ya nggak gampang. Apalagi kalau bicara soal mau ai sama mau dia kan
beda. Terus dari kecil semuanya beda kan nggak isa sama. itulah
makanya kita harus itu intorpeksi diri.”
85 Universitas Kristen Petra
Marsha mengaku sejak awal pacaran tidak ada perjanjian khusus mengenai hal ini.
Semua berjalan secara alami dan berawal dari diri pribadi dengan cara intropeksi
diri. Saling pengertian adalah kunci untuk menjalin komitmen tetap utuh. Jika ada
salah satu diantara mereka yang melupakannya atau membuat pasangannya sedih,
memaafkan adalah jalan yang dipilih. Marsha lebih memilih untuk banyak
bersabar dan menerima. Baginya, pilihannya lima tahun yang lalu tidak akan
mengubah apapun. Pilihan hanya bisa dilakukan sekali dan apapun yang terjadi
Marsha bertekad untuk menerima keadaan suaminya beserta kelebihan dan
kekurangannya. Termasuk kekurangan yang sangat mengganggunya sekalipun.
Hal ini jugalah yang membuat mereka berdua bertahan sekalipun dua orang teman
yang sama-sama pergi ke Amerika waktu itu memutuskan untuk bercerai.
“Iya he‟eh. Jadi kan sudah tahu gimana orangnya kan ya itu nggak
mungkin lah, semua itu manusia ya manusia itu kan nggak ada yang
sempurna tapi kalau kita serahkan kita tetep perlu kepercayaan. Kita
percaya, dia percaya. Memang banyak temen-temennya yang 2 itu
akhirnya sama istrinya cerai. Yang satu nggk cerai cuma renggang, terus
yang laki di sana juga ada simpanan gitu.”
Bukan hanya investasi dalam bentuk yang sudah dijabarkan diatas,
beberapa kali Bryan harus memberikan waktu bersama teman-temannya dan
memilih untuk berdiam di kamar hanya demi mendengar kata-kata romantis dari
istrinya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Marsha. Bagi mereka ini merupakan
investasi jangka panjang.
“Orang melihat mungkin sederhana ya. Karena oh kok Cuma telepon.
Tapi bagi kami hal ini tak ternilai. Bayangkan harus melewatkan apa ya
istilahnya ya waktu refreshing ya hanya untuk telepon ai. Bagi saya
mungkin hasilnya ngga terlalu terasa sekarang tapi itu baik untuk ke
depan.”
“Iya dong. Kalau lagi marah atau nggak enak, ingat perjuangannya
sampai seperti itu membuat marah itu bisa hilang”
86 Universitas Kristen Petra
Bryan juga berusaha berhemat, mengeluarkan uang seperlunya untuk membeli
barang yang diinginkan istri dan anaknya. Semua hal ini dilakukan agar rasa
sayang yang tidak bisa terungkap karena bentangan jarak yang memisahkan bisa
tersalurkan saat nanti mereka bertemu.
Bagi Marsha dan Bryan yang tinggal berjauhan, cara mengungkapkan
kasih sayang mereka adalah dengan berusaha perhatian dan tanggap memenuhi
kebutuhan satu sama lain. Contohnya dalam hal kesehatan dan obat-obatan. Ada
beberapa tipe obat yang tidak dijual di Amerika maupun di Turki. Bryan sendiri
tipe orang yang susah untuk beralih ke merk obat tertentu. Karena itu cara satu-
satunya adalah dengan mengirimkan obat-obatan dari Indonesia.
Tidak hanya obat-obatan saja, Bryan seringkali mengirimkan barang-
barang untuk anak dan istrinya. Di tempat negara Bryan bekerja, barang-barang
yang dijual jauh lebih murah dibandingkan di Indonesia apalagi mendekati hari
natal atau pergantian musim. Cara inilah yang digunkan Bryan untuk
mengungkapkan perasaan sayang kepada keluarga.
Sekalipun sibuk tenggelam dalam kegiatan masing-masing, kedua
pasangan ini tidk pernah lupa hari ulang tahun masing-masing. Biasanya Bryan
akan memberi selamat melalui sms atau menyempatkan diri telepon dan
memberikan kado untuk anak dan istrinya. Meski demikian tidak dapat dipungkiri
jika terkadang salah satu diantara mereka lupa mengucapkan selamat ulang tahun.
Tapi hal itu tidak mau dipermasalahkan agar tidak ribut pada akhirnya. Mereka
berdua mempunyai cara yang unik untuk mengingatklan pasangan jika ada hari
tertentu yang mereka lupakan.
“Oh anu sering lupa hehhee. Sering lupa sih. Cuma kalau ulang tahunnya
ehhhh. Sering lupa ya. Kalau ulang tahun ai atau anak gitu masih inget.
Tapi kalau ulang tahun kayak perkawinan gitu dia lupa.”
“Nggak. Nggak masalah sih ai. Biasanya ya nanti sms.”
“Dulu awal-awalnya masih di Amerika itu dia awalnya kirim boneka
Barbie. Nah Gladys itu kan suka. Kan seneng. Terus setelah itu sudah
87 Universitas Kristen Petra
umur berapa gitu nggak. Paling ya kirim kartu ucapan aja. Atau ai lagi
kepingin apa gitu ya dia nanti kirim pas ulang tahun sebagai hadiah”
“Iya. Kalau dia tau ai kepengennya apa terus lagi ada disana ya dia
belikan. Dia orangnya baik ngga pelit.”
Jika lagi di Indonesia, hari-hari penting seperti ini dimanfaatkan untuk merekatkan
kembali hubungan yang renggang dengan cara pergi menghabiskan waktu
bersama di luar. Atau terkadang makan di rumah dan mengundang saudara-
saudara untuk datang.
“Iya. Paling ya keluar makan gitu. Kalau nggak ya undang saudara-
saudara ke rumah. Yang penting kumpul-kumpul”
4.3.7.4 Pasangan toleransi dan menghargai kesibukan masing-masing
Bagi Marsha, melakukan kesibukan yang disukainya dapat menjadi
pengalihan terbaik dalam menjalani kesehariannya seorang diri. Untuk itu, Masrha
memutuskan untuk melibatkan diri dalam berbagai macam aktivitas gereja terasuk
mengajar sekolah minggu, menjadi anggota paduan suara, hingga menjadi guru di
sekolah milik gerejanya tersebut. Semua kesibukan ini sudah ia jalani dan nikmati
selama 10 tahun. Saat suaminya pulang dari Amerika dan tinggal beberapa waktu
di Indonesia, kegiatan Marsha ini menjadi masalah bagi hubungan mereka berdua
karena Bryan jarang bertemu dengannya. Marsha pun harus merelakan hal yang
disukainya tersebut untuk membangun kembali komunikasi yang sudah tidak lagi
intens akibat tinggal berjauhan dalam waktu yang cukup lama. Meski demikian,
tindakan yang dilakukan Marsha ini bukan karena terpaksa. Walaupun awalnya
sedih harus beradaptasi kembali dan mengurangi hal yang disukainya, bagi
Marsha semuanya akan terbayar ketika bisa menghabiskan lebih banyak waktu
bersama dengan Bryan dan anaknya.
“Ya tetep, soalnya ai kan sebelumnya sudah ngomong. Ngajar kan ai
ngomong. Kalau dia bolehkan ya ai ngajar, kalau nggak ya ai nggak
jalan. Jadi walaupun ada dia ai tetep pelayanan. Cuma kadang ai ya
88 Universitas Kristen Petra
kadang kalau terlalu sering di gereja ada ya perasaan ngomel kayak
“sering ke gereja, udah kamu sana tidur di gereja aja”, ya udah ai Cuma
sama senyum aja nggak dibuat serius. Tapi ya tetep nggak pernah
ngelarang sih. Cuma kok tiap hari kesana terus. Soalnya kadang pagi di
gereja, sore di gereja gitu. Kadang ai ya membatasi diri ya soalnya kan
kasihan nggak bisa ketemu. Biasanya Rabu malem dateng, ai nggak
dateng kalau susuk ada di rumah. Karna juga ya ai juga merasa masa
dia disini ai tinggal terus. Soalnya sampai dia ngomong kayak gitu. Kan
dia disini Waktu itu kan dia juga di sini Cuma sementara, jadi ai
kurangin. Cuma tetep boleh sih dia nggak ngelarang. Cuma ya gitu,
kesadaran ai sendiri aja. Kita harus memiliki waktu yang berkualitas juga.
Memang ai lebih suka bekerja daripada di rumah. Tapi sekarang kan
bukan tentang ai aja tapi tentang kita. Jadi kalau susuk nggak suka ya
harus jadi bahan pertimbangan.”
Bryan pun menyadari bahwa apa yang dilakukan Marsha ini semata-mata untuk
eksistensi diri dimana apa yang dilakukan adalah hal yang disukainya. Karena itu
pulalah Bryan berusaha untuk maklum dan membiarkan istri melakukan apa yang
disukai sebagai hiburan.
4.3.7.5 Pasangan tidak menunda dalam penyelesaian konflik
Dalam menjalin sebuah hubungan juga pasti ada yang namanya konflik.
Pasangan ini memiliki cara tersendrii untuk menangani konflik yang muncul.
Sejak awal, Marsha menyadari sikap Bryan yang keras tidak bisa dilawan dengan
cara yang keras juga. Ketika emosi mulai memuncak, Marsha memilih untuk
tenang sampai keadaan sudah dingin. Setelah itu baru dibicarakan baik-baik.
Pada awal kehamilannya, Bryan mulai memiliki kebiasaan pergi ke
diskotik setiap malam. Hal ini terjadi karena pengaruh buruk teman-temannya.
Marsha sangat membenci hal ini dan tak jarang dia menangis sendiri setiap
malam. Tapi konflik yang terjadi ini mampu diatasi dengan baik. Ketika Bryan
pulang dengan keadaan setengah sadar, Marsha memilih untuk menahan amarah
dan tidur. Keesekan pagi ketika keadaan sudah agak tenang, Marsha baru
89 Universitas Kristen Petra
mengeluarkan unek-uneknya dan mengomel. Hal ini mampu meredam
pertengkaran hebat yang terjadi diantara mereka.
“Ya makanya itu harus salah satu mengalah. Nah kita harus sering-sering
intropeksi diri. Ya kalau bisa itu ya mengalah. Setiap masalah itu harus
segera diselesaikan. Nggak boleh sama-sama keras. Dia keras ya kita
nggak boleh keras. Harus salah satu aja. Kalau ai sih ya gitu. Prinsipnya
harus mikirnya harus yang pakai pikiran yang dingin . Jangan yang apa
yang panas. Jadi waktu kalau ada cekcok gitu ya mending lebih baik
salah satu diem. Jadi kalau kita bantah nggak ini. Nah ai ini kebanyakan
ai ini. Dia kan terus suka ngomong gitu ya ganti ai yang diem. Kadang ai
yang ngomong ya dia yang diam. Jadi ada saling pengertian lah.”
Selain itu, Marsha berusaha melibatkan Tuhan atas konflik yang terjadi di rumah
tangganya.
“ya iya namanya orang ya mesti ada konflik, ai pun rumah tangga jarak
jauh pun ya pernah konflik gitu. Tapi kita selalu inget Firman Tuhan,
kalo bisa itu kalau konflik diselesaikan hari itu juga. Jadi ai itu
kebanyakan ngalah. Susuk itu kan memang agak keras orangnya jadi kita
harus ngimbangi. Gitu caranya. Suapaya awet, walaupun kita merasa
nggak salah ya tapi ya namanya orang daripada nanti berkelanjutan ya
nggak papa kita ngalah sedikit”
“dari susuknya, kadang suka ngotot. Wes dibilangi tapi ngotot, merasa
prinsipnya bener, padahal salah ya akhirnya ai yang nganui gitu. Kalau
bisa selisih ya diselesaikan hari itu juga kalau nggak bisa panjang
urusannya. Kalau sama-sama keras kan ya itukebanyakan kan orang-
orang seperti itu, punya ego sendiri-sendiri ya. Dia merasa saya bener
dia bener akhirnya nggak ada titik temunya. Kalau kita nggak gitu.”
90 Universitas Kristen Petra
4.4 Analisis dan Interpretasi Data Interpersonal Maintenance dalam
Konteks Commited Romantic Relationship
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara dua orang yang
berhubungan, yang memerlukan kemampuan interpersonal di dalamnya, yang
pada akhirnya menciptakan hubungan interpersonal yang saling menguntungkan :
baik komunikator maupun komunikan (DeVito, 2007, p.65). Konteks komunikasi
interpersonal yang dibahas dalam penelitian ini adalah commited romantic
relationship antara suami istri. Pasangan yang sudah menikah membutuhkan
komunikasi interpersonal yang lebih banyak dan intens dibanding jenis hubungan
lain. Jenis hubungan yang satu ini membutuhkan tingkat komitmen yang sangat
besar. Sangat diperlukan kemampuan interpersonal yang baik untuk menciptakan
hubungan jangka panjang.
Hal yang telah disebutkan diatas juga diperlukan oleh pasangan suami istri
yang menjalani Commuter Marriage. Commuter Marriage adalah kesepakatan
yang dilakukan dengan sukarela oleh pasangan suami istri yang berada pada dua
lokasi yang berbeda dengan pekerjaan masing-masing dan dipisahkan setidaknya
tiga malam dalam satu minggu selama sesedikitnya tiga bulan. (Gretel dan Gros,
p.71). Jika melihat pada penjelasan mengenai komunikasi interpersonal, pasangan
yang menjalani Commuter Marriage memiliki kesempatan melakukan
komunikasi interpersonal yang jauh lebih sedikit dibandingkan pasangan suami
istri pada umumnya. Karena itu dibutuhkan Interpersonal Maintenance yang baik
agar tidak sampai mengganggu hubungan walaupun menjalani commuter
marriage.
Dalam proses komunikasi interpersonal pasangan suami istri yang
menjalani commuter marriage, kedua pasangan ini sama-sama ingin memiliki
kuantitas-kualitas komunikasi yang baik seperti pasnagan umum lainnya. Namun
masalah jarak yang jauh dan perbedaan waktu yang terkadang ekstrim membuat
kuantitas pasangan ini untuk berkomunikasi semakin minim. Kedua pasang ini
selalu berusaha bagaimana memiliki kualitas komunikasi yang baik meskipun
terkadang kuantitas tidak mendukung mereka.
Dalam penelitian ini, pembahasan akan mengerucut menjadi bagaimana
interpersonal maintenance dalam konteks commited romantic relationship antara
91 Universitas Kristen Petra
pasangan Yani-Joni dan Marsha-Bryan. Pembahasan akan mengungkapkan 8 hal
menarik yang ditemukan oleh peneliti selama melakukan observasi dan
wawancara antara pasangan suami istri yang menjalani commuter marriage.
4.4.1 Sikap Positif Memupuk Hubungan Jangka Panjang
Manusia memiliki tujuan hubungan jangka panjang, dan menggunakan
perilaku komunikasi untuk mengejar tujuan mereka (Canary, Cody, Manusov,
2008, p.292). Satu kalimat diatas menunjukkan bahwa dalam kehidupanmya di
dunia, manusia tidak bisa lepas dari dua hal yaitu kehidupan jangka panjang dan
aktifitas pemeliharaan hubungan. Kedua ini saling terkait dimana hubungan
jangka panjang mustahil dapat terwujud jika manusia tidak mampu melakukan
aktifitas pemeliharaan hubungan yang tepat.
Manusia diciptakan sangat unik dengan berbagai macam latar belakang
dan banyak perbedaan lainnya. Hal ini disebabkan oleh setiap individu memiliki
field of experience dan frame of referance yang berbeda satu sama lain. field of
experience dan frame of referance inilah yang mempengaruhi latar belakang
individu yang sangat majemuk. Kedua hal ini sangat melekat pada individu dan
dibawa terus selama proses kehidupan di dunia. Perbedaan ini memiliki dampak
yang cukup berpengaruh apalagi jika tujuan akhir dalam hubungan adalah jangka
panjang. Perlu sekali untuk mengetahui dengan jelas field of experience dan frame
of referance dari setiap pasangan. Setelah masing-masing pasangan sudah saling
mengenal dengan baik, aktifitas pemeliharaan hubungan tidak terlalu sulit untuk
diwujudkan. Pengenalan field of experience dan frame of referance baik dari
masing-masing pihak, mampu menciptakan hubungan yang positif.
Untuk mewujudkan pernikahan yang ideal itu, sejak pacaran fokus utama
pasangan ini adalah mengenal dan memahami dengan benar pasangan masing-
masing. Pada tahap ini, Marsha harus banyak melakukan penyesuaian dengan
Bryan begitu sebaliknya. Hal ini dipengaruhi dari latar belakang kehidupan
mereka. Marsha tumbuh sebagai anak yang mandiri, tegas, dan cepat dalam
mengerjakan segala sesuatu bahkan cenderung perfeksionis, sedangkan Bryan
tidak. Bryan yang merupakan anak terakhir lebih banyak dimanja oleh orang tua
dan kakak serta mendapatkan bagian tugas yang lebih sedikit dalam keluarganya.
92 Universitas Kristen Petra
Latar belakang yang berbeda inilah yang menjadi alasan seringnya pasangan ini
bertengkar.
Marsha sering menasihati Gladys dengan mengatakan bahwa menikah
bukanlah hal yang mudah karena kesenangannya mungkin hanya dirasakan satu
hari yaitu pada pesta pernikahan. Setelah itu harus menghadapi kenyataan untuk
hidup bersama selamanya dengan segala kelemahan dan kelebihannya. Butuh
mengenal dengan dalam dan komitmen seumur hidup untuk menjalaninya. Tidak
bisa bosan di tengah jalan dan menyerah, tetapi harus diselesaikan sampai akhir.
Dan untuk mencapai tahap ini diperlukan pengenalan yang mendalam satu sama
lain. Hal ini juga yang menjadi rahasia pernikahan Marsha dan Bryan tetap awet
meskipun terpisah jarak yang jauh dan perbedaan waktu yang ekstrim.
Dalam penjelasannya, Marsha menambahkan bahwa pengenalan yang
baik, membuat dia mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai oleh Bryan.
Dari sinilah dia memahami strategi pemeliharaan apa yang harus diambil demi
menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan
oleh DeVitto bahwa salah satu fungsi dari pemeliharaan hubungan adalah untuk
menjaga hubungan yang utuh : untuk mempertahankan kemiripan hubungan,
untuk mencegah pembubaran hubungan (DeVito, 2007, 240).
Bagi pasangan yang menjalani Commuter Marriage, Sikap positif tidak
bisa muncul dengan instan. Dibutuhkan kemauan untuk mengerahkan usaha
dalam menjalin hubungan. Tidak hanya sebatas kemauan tetapi kemauan yang
disertai dengan komitmen penuh. Dalam konteks Commuter Marriage yang
sangat terbatas oleh jarak dan frekuensi bertemu, waktu memegang peranan yang
sangat penting. Setiap manusia memiliki waktu. Waktu tersebut digunakan dan
dihabiskan untuk hal-hal yang kita anggap paling komitmen untuk dilakukan.
Bahkan terkadang membutuhkan pengorbanan untuk melakukannya
(Knapp&Vangelisti, 2009, p.295-297) .
Kedua informan setuju bahwa waktu merupakan hal yang paling baik
untuk mewakili usaha mereka dalam menjalin hubungan. Bagi Marsha dan Bryan,
waktu berkomunikasi merupakan saat-saat paling penting terutama pada awal-
awal masa perpisahan mereka. Hal ini juga dirasakan oleh Yani dan Joni. Lebih
lanjut Yani menjelaskan jika dalam satu hari tidak menghabiskan waktu dengan
93 Universitas Kristen Petra
Joni di telepon, seperti ada sesuatu yang mengganjal. Ganjalan ini bisa
menuntunnya ke arah yang negatif. Yani jadi berpikiran macam-macam. Untuk
itulah bagi pasangan yang menjalin hubungan jarak jauh, mengerahkan usaha agar
bisa mempunyai waktu berkualitas bersama, baik melalui telepon atau media
sosial, sangatlah penting.
Dalam prosesnya, usaha yang dilakukan tidak selalu berjalan mudah.
Bahkan terkadang membutuhkan pengorbanan untuk melakukannya. Dengan
partner yang saling berkomitmen, pengorbanan merupakan suatu hal yang alami
dan wajar untuk diekpresikan. Hal ini bukanlah jenis pengorbanan yang dilakukan
dengan maksud untuk membuat orang lain merasa bersalah atau merasa berhutang
budi (Knapp&Vangelisti, 2009, p.295-297) .
Seperti yang dijabarkan dalam temuan data, pada masa awal hubungan
jarak jauh (Surabaya-Amerika), Marsha sering sekali mengalami vertigo. Hal ini
disebabkan karena Bryan sering telepon pada malam ketika Marsha sedang tidur.
Bahkan lebih sering menelepon pada tengah malam. Bryan sering lupa perbedaan
waktu di dua benua berbeda itu hampir mencapai 12 jam. Hal yang terjadi secara
berulang ini menyebabkan Marsha mengalami vertigo. Sekalipun waktu yang
berbeda jauh dan sering mengalami sakit kepala, hal ini tidak membuat Marsha
menyerah dalam menjalin komunikasi. Marsha sering mengingatkan Bryan
mengenai perbedaan waktu yang ada. Bagi marsha sendiri hal ini bukan termasuk
dalam pengorbanan. Marsha megaku tidak pernah lelah mengingatkan Bryan
mengenai jam untuk telepon. Ketika Bryan lupa, Marsha tidak serta merta
memarahinya. Daripada memilih untuk memarahi atau mengomel karena Bryan
sering lupa, marsha memilih untuk dengan sabar mengingatkan. Dia tidak mau
membuat suasana yang seharusnya menyenangkan menjadi tidak nyaman. Saat-
saat inilah yang membuat Marsha merasakan dirinya semakin positif. Hal ini sama
seperti yang ditulis oleh Canary, Cody, dan Manusov bahwa positifitas dan
menjadi efektif dalam artian memelihara hubungan karena dengan positif dapat
meningkatkan tingkat penghargaan dari pasangan. Dan orang-orang yang benar-
benar positif dan bermanfaat untuk sesama (Canary, Cody, Manusov, 2008,
p.292).
94 Universitas Kristen Petra
Hal serupa juga dilakukan oleh Yani. Yani rela meninggalkan aktifitasnya
untuk fokus menerima telepon dari Bryan. Bahkan Yani rela tidur lebih malam
atau bangun lebih pagi hanya untuk menyesuaikan dengan waktu senggang Joni.
Sebaliknya, Joni rela melawan rasa lelah karena pekerjaan demi bisa mendengar
cerita Yani atau bahkan untuk mendengar suara istrinya itu. Untuk membedakan,
Yani sampai membeli nomor khusus yang hanya digunakan untuk berkomunikasi
dengan Joni saja. Yani mengaku akan melakukan hal-hal apapun demi membuat
hubungan diantara keduanya tetap dekat.
Seseorang ingin memperluas banyaknya usaha demi sebuah hubungan,
dimana salah satu terlihat ingin melakukan banyak hal sedangkan yang lainnya
tidak (backs off). Selama pasangan sering menunjukkan sedikit usaha untuk
hubungan, usaha mungkin diperkuat dengan tidak adanya peningkatan keinginan
yang datang dari pihak lain (Knapp&Vangelisti, 2009, p.298). Karena itu dalam
melakukan komitmen yang baik sebisa mungkin menyangkut kedua orang.
Tidak cukup berhenti pada level berkomitmen untuk mengerahkan usaha
dalam menjalin hubungan, teori yang ada menjelaskan bahwa positifvitas
melibatkan perilaku seperti bersikap riang, menjadi sopan, dan menahan diri dari
kritik. Peneliti juga menemukan bahwa pasangan yang menjalani Commuter
Marriage harus berusaha ekstra untuk mewujudkan dimensi positif ini. Marsha
mengakui aktifitasnya yang sangat padat tidak jarang menyedot energinya.
Sebagai ibu rumah tangga, pengajar di sekolah, guru les, aktifis gereja, dan
sebagainya. Ketika dalam kondisi yang sangat lelah dan ada hal yang tidak
berjalan sesuai harapannya, tak bisa dipungkiri emosinya mudah tersulut dan
sensitif. Kesalahan kecil bisa berubah menjadi besar. Ketika suasana hatinya
menjadi buruk, terkadang orang-orang terdekat merasakan dampaknya. Marsha
berbicara dengan nada yang ketus dan tidak enak didengar.
Di awal-awal menjalani hubugan jarak jauh, suasana hati yang buruk
berpengaruh kepada pasangan. Saat Bryan telepon dengan keadaan seperti ini
biasanya pembicaraan menjadi tidak enak. Bahkan Marsha mengaku setiap
keluhan yang diucapkan Bryan selalu ditanggapi dengan kritik bahkan kritikan
yang sangat menkritisi. Tak jarang kalimat itu berubah menjadi tuduhan kesalahan
untuk Bryan. Bryan menanggapi tidak enak dan pembicaraan di telepon berakhir
95 Universitas Kristen Petra
tidak menyenangkan. Hal ini membuat Marsha semakin tidak enak hati. Karena
inilah beberapa malam dilewatinya dengan tangisan. Dalam keadaan yang tidak
enak, Marsha ingin bermanja-manja dengan suaminya tetapi tidak bisa. Yang ia
dapatkan malah komunikasi yang buruk.
Beberapa tahun menjalani akhirnya Marsha sadar. Keadaan hati tidak bisa
menguasainya. Ketika keadaan mulai tidak enak dan harus berkomunikasi dengan
Bryan, Marsha terus mengingatkan dirinya bahwa Bryan tidak berada di
sampingnya. Untuk mendengar suaranya pun tidak bisa setiap waktu. Butuh
perjuangan dan terkadang pengorbanan. Karena itu sebelum berkomunikasi,
marsha mengambil waktu sejenak untuk menenangkan diri dan melepas penatnya
terlebih dahulu. Bahkan jika keadaan hatinya sangat tidak enak, Marsha sengaja
tidak mengangkat telepon. Setelah telepon berhenti berdering, Marsha chat Bryan
dan memintanya untuk menunggu sejenak. Marsha mengakui bahwa hal ini
tidaklah mudah. Tapi ketika marsha mampu menekan egoi dan mengendalikan
emosinya, Marsha bisa mendapatkan komunikasi yang berkualitas dengan Bryan.
Teknik ini akhirnya diberitahukan kepada Bryan dan hingga sekarang pasangan
ini masih menggunakannya.
Pelajaran lain yang berhasil dipetik Marsha adalah sikap yang positif bisa
menular dan mampu membuat hubungan semakin erat. Ketika Bryan telepon
dengan keadaan yang tidak baik (banyak pikiran, ada masalah, lelah karena
bekerja, dan sebagainya), kalimat yang dikeluarkan Marsha seharusnya mampu
menjadi „obat‟ dan mengembalikan Bryan kepada sikap yang positif. Bukan
malah membuatnya semakin negatif dan membuat bebannya bertambah. Marsha
juga sempat memberikan peneliti wejangan kepada peneliti. Berikut kutipannya :
“Nanti kalau sudah pacaran gaby akan tau. Gini ya, misal gaby sudah
pacaran. Diantara banyak orang, pasangan Gaby memilihmu untuk
menjadi pelariannya ketika ada masalah. Kamu orang pertama yang dia
cari. Pasti nanti terasa kamu berusaha kasih yang terbaik supaya dia
kembali bahagia.”
96 Universitas Kristen Petra
Melalui kalimat singkat itu, Marsha menjelaskan jangan sampai pasangan kita
menyesal karena memilih kita untuk menjadi „pelarian‟ dalam masalahnya
Terpisahnya jarak diantara mereka dengan perbedaan waktu yang cukup ekstrim,
Marsha menyadari bahwa penting sekali untuk menghargai waktu bersama
pasangan dengan bersikap positif. Marsha juga menambahkan bahwa sebaiknya
lingkungan di luar tidak mempengaruhi. Walaupun susah, Marsha mengakui terus
melakukan hal ini karena baginya waktu yang dihabiskan untuk berkomunikasi
bersama Bryan jauh lebih berharga dibandingkan ego dan emosinya.
Hal ini juga terjadi kepada Yani. Bagi Yani, bisa menghabiskan waktu
bersama Joni adalah saat yang sangat berharga. Karena itu kesempatan sekecil
apapun akan diusahakan untuk memberi yang terbaik. Yani berusaha menahan
keinginannya untuk menceritkan hari-hari buruknya jika kebetulan pada saat itu
Joni merasakan hal yang sama. Beberapa kali yani membiarkan Joni untuk
menceritakan permasalahannya terlebih dahulu. Waktu yang berlalu membuat
Yani semakin peka untuk merespon cerita-cerita Joni. Apakah Joni butuh
diberikan masukan berupa solusi, hanya butuh di dengarkan saja, atau justru
kalimat-kalimat yang menenangkan. Walaupun sempat beberapa kali salah dalam
merespon, Yani tidak kapok terus belajar untuk mengenali pasangannya. Yani
menjelaskan ketika dirinya berhasil membuat Joni tenang dan membantu
menemukan jalan keluar, keinginan untuk menceritakan hari-hari buruknya sirna.
Bahkan suasana hati Yani yang buruk, berubah menjadi baik.
Sikap positif juga bisa dilakukan secara sengaja dengan mencari
persamaan daya tarik. Positifitas sama seperti yang diungkapkan oleh ide Bell,
Daly, dan Gonzales (1987) bahwa pemeliharaan hubungan didapatkan dari
perilaku mencari persamaan atau daya tarik. Pencarian persamaan atau daya tarik
mengacu pada cara agar mendapatkan seseorang untuk mendapatkan orang lain
seperti dia (Canary, Cody, Manusov, 2008, p.292). Sebagai contoh, pasangan
Marsha-Bryan sangat menyukai olahraga. Marsha mengetahui olahraga yang
paling disukai Bryan adalah bersepeda. Walaupun hanya berkomunikasi melalui
telepon dan sosial media, Marsha seringkali membahas hal ini dengan Bryan.
Marsha mengamati ketika dirinya membicarakan suatu topik yang sangat disukai
Bryan, pasangannya itu secara intonasi suara terlihat lebih tertarik dan positif
97 Universitas Kristen Petra
menanggapi pembicaraan Marsha. Bryan menjadi lebih cerewet dari biasanya
bahkan mendominasi pembicaraan hari itu. Sebaliknya Marsha sangat suka
berenang. Bryan biasanya akan mengajak Marsha kembali bernostalgia dengan
masa muda ketika dulu sering berenang bersama.
Mencari persamaan daya tarik bisa diterapkan dalam pembicaraan yang
lebih intim lagi. Seperti yang dilakukan oleh Yani dan Joni. Kedua pasangan ini
mempunyai kebiasaan saling memuji satu sama lain. Bagi Yani, kata-kata positif
akan menghasilkan perlaku yang positif pula. Setelah itu, baru masuk ke dalam
topik pembicaraan yang menarik bagi keduanya. Bahkan terkadang rasa positif ini
membangun keintiman diantara keduanya. Yani mengaku karena hal ini, gairah
seksual diantara keduanya terjaga dengan baik. Bahkan semakin kreatif. Joni jadi
lebih sering tertarik secara fisik dengannya dan membahas hal-hal yang berbau
seksualitas.
Pasangan yang menjalani Commuter Marriage tidak bisa hanya berfokus
kepada hubungan interpersonal suami istri saja. Tetapi harus mengacu kepada
hubungan dengan anak dan orang tua, terutama orang tua yang tinggal berjauhan.
Pasangan yang menjalani Commuter Marriage harus bisa membangun positifitas
dengan anak.
Commuter Marriage tidak hanya berpengaruh kepada pasangan suami istri
tetapi juga keadaan anak. Orang tua harus memastikan selain memiliki hubungan
yang dekat dengan pasangan, anak juga harus mempunyai hubungan yang baik
juga dengan salah satu orang tua yang tidak tinggal bersama. Dalam penelitian ini
Joni dan Bryan terpisah dari anak-anaknya.
Rotter, Barnett, & Fawcett (dalam Rhodes, 2002) setuju bahwa pasangan
Commuter Marriage akan mengalami pola hidup yang lebih menyulitkan dengan
adanya kehadiran anak yang tinggal di rumah. Ketika pasangan setuju untuk
melakukan tipe pernikahan seperti ini, salah satu orang tua biasanya tinggal di
rumah bersama dengan anak-anak, sehingga akan mengemban tanggung jawab,
stress, dan jumlah pekerjaan yang lebih besar.
Marsha sempat merasakan seperti seorang single parent. Ketika Bryan
pergi ke Amerika, marsha harus mengurus anaknya yang waktu itu masih berumur
3 tahun. Marsha harus menghadapi pertanyaan anaknya mengenai ayahnya dan
98 Universitas Kristen Petra
beberapa kali menjelaskan tentang keadaan keluarganya. Hal tersulit lain yang
harus dihadapi marsha adalah membuat sang anak tetap dekat dan merasa
memiliki ayahnya. Gladys yang berusia 3 tahun saat itu belum mengerti apa-apa
dan dia sudah terbiasa tumbuh melewati masa-masanya di Sekolah dasar tanpa
kehadiran seorang ayah secara langsung dalam dirinya. Marsha menceritakan
sempat Gladys kecil pulang sekolah protes karena iri melihat teman-temannya
dijemput oleh ayahnya. Dengan kesabaran untuk memberikan penjelasan
membuat Gladys akhirnya mengerti bahwa ayahnya pergi ke Amerikan untuk
mewujudkan kehidupan finansial yang lebih baik.
Meski demikian Gladys mengaku kurang dekat dan canggung ketika
pertama kali bertemu dengan ayahnya.
“Ya ya apa ya. Kayak ada perasaan asing. Selama ini kan Cuma denger
suarae di telepon, nggak pernah ketemu langsung toh. Terus tiba-tiba
ketemu. Sempet mikir ini beneran ta. Ya alay se tapi kayak nggak nyata.
Papaku dateng. Balik pulang.”
Di sisi lain, Gladys merasa bahagia akhirnya bertemu lagi dengan ayahnya.
Gladys tau bahwa ayahnya sangat mencintainya. Karena sejak kecil Gladys sering
dibelikan berbagai macam mainan dan barang-barang bagus. Tapi hati kecil
Gladys tidak bisa memungkiri bahwa jarak diantara dia dengan ayahnya tetaplah
ada.
Perasaan yang tidak jaub berbeda juga dialami oleh Willy, anak pertama
dari pasangan Yani dan Joni. Willy mengaku hubungan dengan ayahnya tidak
begitu dekat. Masih ada kecanggungan pada saat berbicara mengingat pria lebih
susah mengungkapkan perasaannya kepada orang tua. Pemicaraan hanya seputar
pekerjaan dan menanyakan kabar. Susah baginya untuk bercerita mengenai
kehidupan pribadi. Bukan karena tidak mau tetapi Willy merasakan canggung.
Pada saat wawancara, Willy mengaku sempat mengingat bagaimana dulu
perjuangan ayahnya untuk bekerja dan membahagiakan anak-anaknya. Bahkan
masih menyempatkan waktu untuk mengantar mereka sekolah.
99 Universitas Kristen Petra
Banyak orang tua yang melakukan perpisahan merasakan rasa bersalah
telah berpisah dengan keluarga dan melewatkan bagian-bagian penting dalam
perkembangan anak-anak mereka (Johnson, 1987, Rotter et al., 1998). Hal ini juga
dialami oleh Bryan. Melalui Marsha, Bryan bercerita sering merasa bersalah
dengan Gladys karena tidak bisa bermain dan menemani bersama seperti anak lain
pada umumnya. Bryan juga beberapa kali menyalahkan diri sendiri mengapa
harus meninggalkan Gladys diusianya yang masih sangat kecil dimana anak
seusianya membutuhkan perhatian seorang ayah.
Perasaan-perasaan seperti inilah yang akhirnya timbul dan membuat Bryan
bertekad untuk bekerja lebih giat. Bryan secara rutin membelikan Gladys mainan
dan menuruti apapun yang putrinya inginkan. Ketika kembali ke Surabaya, Bryan
banyak menghabiskan waktu bersama keluarga terutama dengan Gladys. Marsha
menjelaskan bahwa Bryan tidak ingin anaknya tidak kehilangan figur seorang
ayah. Apalagi anaknya perempuan. Hal ini seuai dengan pernyataan yang
diungkapkan oleh Jackosn bahwa Untuk menutupi rasa bersalah mereka,
umumnya orang tua tersebut mengambil langkah-langkah seperti memberikan
perhatian secara kualitas ketika menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka.
Selain itu, orang tua yang tinggal berjauhan penting sekali untuk
melakukan kontak secara intens dengan anak. Bisa melaalui telepon, sosial media,
bahkan video call. Hal ini dilakukan agar hubungan dengan orang tua semakin
akrab dan anak tidak akan kehilangan figur orang tuanya. Dalam hal ini, biasanya
Willy melakukan contact dengan ayahnya melalui sosial media WhatsApp dan
telepon. Jika ada libur dari kantor atau waktu senggang, Willy pasti mengambil
cuti untuk bertemu dengan ayahnya. Willy lebih dekat dengan ayahnya
dibandingkan sang adik karena Willy lebih banyak melakukan kontak dengan
Joni. Tapi tetap tidak bisa dipungkiri, hubungan Willy dengan ayahnya tidak bisa
dekat dan akrab. Masih banyak kecanggungan.
4.4.2 Keterbukaan Untuk Memperkuat Kepercayaan Dan Meminimalisir
Konflik
Keterbukaan merefleksikan bagaimana pasangan secara eksplisit
membahas bagaimana sifat dari hubungan mereka. Strategi ini juga dinamakan
100 Universitas Kristen Petra
keterusterangan oleh Ayres (1983). Dalam menjalankan tipe hubungan apapun,
keterbukaan merupakan hal yang sangat penting. Keterbukaan menjadi hal yang
sangat penting jika berkaitan dengan hubungan pernikahan tipe commuter
marriage.
Keterbukaan membantu untuk memelihara hubungan sejauh pasangan
mendiskusikan mengenai topik penting dalam hubungan (misalnya mengenai
kesepakatan untuk memiliki hubungan seksual yang ekslusif). Menurut Argyle
dan Henderson (1984), bersikap terbuka tentang keberhasilan pribadi seseorang
dan menceritakan rahasia mengenai informasi sensitif dengan yang lain adalah
dua cara penting untuk memelihara kedekatan diantara mereka (Canary, Cody,
Manusov, 2008, p.293). Secara tidak langsung, keterbukaan menjadi cara penting
untuk mempertahankan kedekatan bahkan keintiman diantara pasangan.
Lebih lanjut peneliti menemukan bahwa keterbukaan mampu
meminimalisir kesalahpahaman bahkan konflik yang berpotensi timbul. Yani
mengakui bahwa kegoncangan besar yang sempat menimpa rumah tangganya bisa
diatasi jika mereka lebih paham dan sadar betapa pentingnya keterbukaan. Ketika
ada sesuatu yang mulai mengganjal di pikiran, Yani lebih memilih untuk diam
dan bertahan pada asumsi pribadi yang belum tentu benar adanya. Masalah kecil
yang ada tidak segera diselesaikan dan mengakibatkan permasalahan menjadi
semakin besar. Tanpa terasa beberapa tahun membuat hubungan diantara
pasangan ini tidak dekat. Perlahan tetapi pasti, Yani kehilangan kepercayaan
terhadap Joni. Rasa curiga mulai muncul dan menghantui Yani. Hingga suatu hari
ketika emosi tidak terbendung lagi, konflik muncul dan mengakibatkan
pertengkaran hebat.
Keterbukaan dapat menjadi kunci utama untuk membangun kepercayaan.
Semakin besar keterbukaan, rasa percaya yang dibangun cukup besar. Awalnya
Yani merasakan bahwa dalam hubungan rumah tangganya, baik dia maupun Joni
sudah terbuka. Tetapi setelah kejadian yang menimpanya ini, Yani menyadari
adanya ego untuk tidak mau terbuka satu sama lain. Yani merasa masih bisa
menghadapi dan memilih untuk tidak menceritakannya kepada Joni. Joni pun
merasa demikian. Dia cenderung tidak mengungkapkan permasalahan pekerjaan
karena takut mengganggu beban pikiran Yani. Sempat beberapa kali Joni
101 Universitas Kristen Petra
berbohong mengenai masalah pekerjaan. Joni mengaku pekerjaan baik-baik saja
tetapi ternyata pekerjaannya di ambang kehancuran. Joni yang takut membuat
Yani kepikiran memilih untuk bercerita kepada teman kerjanya yang pada
akhirnya justru menjadi pihak ketiga. Jika berkaca pada Johari Window,
hubungan mereka termasuk dalam golongan jendela B yang menunjukkan
hubungan dimana hidden area mendominasi. Ini berarti salah satu individu yang
terlibat dalam hubungan takut mengungkapkan kelemahannya dan kurang percaya
kepada orang lainnya, ia yakin bahwa rekannya akan mengeksploitasi segala
informasi yang ia keluarkan. Individu yang memiliki jendela hubungan ini
percaya bahwa ia perlu menciptakan topeng untuk berusaha menjadi sosok yang
sebenarnya bukan dirinya.
Yani menjelaskan bahwa hal ini berpotensi terjadi karena jarangnya
mereka bertemu. Segala sesuatu dianggap dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi
ketika masuk ke dalam ternyata fondasi dalam hubungan mereka mengalami
keretakan. Yani bersyukur mengetahui hal ini sebelum semuanya terlambat dan
berubah menjadi semakin buruk. Hal ini juga dijadikan pelajaran berharga bagi
yani untuk terus terbuka kepada Joni termasuk hal-hal yang kecil. Yani mengaku
termasuk orang yang susah mengungkapkan apa isi hatinya kepada orang lain.
Untuk itu Yani belajar menghargai Joni sebagai suaminya dengan menceritakan
apa yang dirasakan mengenai hubungan kepada Joni. Melalui hal ini, Yani
menumbuhkan rasa percaya kepada Joni begitupula Joni merasa dipercaya oleh
Yani. Pada akhirnya kedua pasangan ini bisa bergantung secara emosional yang
lebih dekat satu sama lain.
Berbeda dengan Yani, dalam pernikahannya Marsha dan Bryan hampir
tidak pernah dihadapkan pada masalah pihak ketiga. Marsha mengatakan dan
berani menjamin sejak awal hubungan, pernikahannya bersih dari pihak ketiga.
Hal ini diakui butuh perjuangan yang sangat keras. Sejak awal pacaran, pasangan
ini untuk terbuka satu sama lain. Marsha menjelaskan bahwa Bryan tipe orang
yang tidak masalah jika harus bertengkar jika itu bisa membawa hubungan mereka
ke arah yang lebih baik dan mampu mengenal satu sama lain.
Dalam hal ini jika dikaitkan dengan Johari Window, hubungan mereka
berada pada tahap menggambarkan hubungan dimana open area menjadi area
102 Universitas Kristen Petra
paling luas. Hubungan seperti ini membutuhkan tingkat self disclosure yang
signifikan, yang memerlukan keterbukaan dan kesensitifan terhadap apa yang
diperlukan orang lain.
Selain memiliki waktu untuk membahas apa yang dirasakan mengenai
hubungan, penting sekali bagi pasangan untuk mempunyai strategi dalam
menghadapi konflik. Yani merupakan wanita yang cenderung menghindari
konflik. Saat konflik terjadi Yani lebih memilih menjauh dan tidak berhubungan
dengan sumber konflik tanpa tahu kapan tenggat waktu untuk kembali
berkomunikasi. Hal ini sangat memperngaruhi hubungan diantara keduanya. Yani
mengakui permasalahan utama adalah sulitnya untuk terbuka mengenai apa yang
ia rasakan. Sedangkan Joni cenderung ingin menyelesaikan semua permasalahan
saat itu juga agar tidak berlarut-larut. Perbedaan dalam menyelesaikan masalah ini
akhirnya menambah konflik diantara mereka berdua. Setelah beberapa waktu
berlalu, pasangan ini akhirnya bisa menyesuaikan satu sama lain. Untuk
penyesuaian inilah dibutuhkan keterbukaan. Yani menjelaskan bahwa pasangan
tidak akan pernah bisa untuk mengetahui apa isi hati kita yang terdalam tanpa kita
memberitahukan kepada mereka. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menjalin
hubungan dengan pasangan, keterbukaan memegang peranan yang sangat penting.
Dalam hal ini keterbukaan menjadi kunci apakah konflik yang terjadi bisa selesai
dengan baik dan efektif atau malah membuat hubungan semakin renggang.
Pasangan yang menjalani Commuter Marriage harus lebih terbuka dengan
pasangan apa yang menjadi perasaan satu sama lain apalagi jika hidup berjuahan.
Hal ini sangat penting ketika membahas tujuan akhir dalam berhubungan. Berbeda
saat jenis hubungan berada dalam tahap pacaran. Hampir sebagian besar pasangan
yang pacaran akan membawa hubungannya ke tahap pernikahan. Tetapi untuk
pasangan yang sudah menikah apalagi menjalani hubungan Commuter Marriage,
tujuan akhir menyangkut masalah yang kompleks. Yani dan Joni harus
memikirkan sampai kapan mereka berdua harus menjalani Commuter Marriage
mengingat usia mereka yang semakin tua. Yani merasa mereka berdua sudah
cukup berhubungan jarak jauh. Joni sempat menjelaskan jika Yani tidak
mengutarakan hal ini kepadanya, Joni tidak akan pernah mengetahui apa yang
103 Universitas Kristen Petra
Yani rasakan. Nampaknya hal ini terlihat sederhana tetapi jika dibiarkan mampu
membawa petaka dalam rumah tangganya.
Marsha dan Bryan juga merasakan hal yang sama. Walaupun memiliki
jenjang karir yang bagus di Turki, beberapa kali pasangan ini sempat melihat
kembali mengenai tujuan akhir berhubungan. Apakah harus seterusnya menjalani
Commuter Marriage atau tidak. Marsha menjelaskan dengan adanya keterbukaan,
masing-masing menjadi pribadi yang lebih kuat dalam mendukung satu sama lain.
Di sisi lain, keterbukaan mampu menghindari terbukanya kemungkinan
masuknya orang ketiga. Dalam hal ini, Yani mengakui kebenarannya. Awal
terjadinya perselingkuhan karena adanya hal yang diinginkan bahkan yang
diperlukan yang tidak mampu didapatkan dari pasangan lain. Dengan adanya
keterbukaan, masing-masing pasangan mengetahui keinginan satu sama lain dan
berusaha mewujudkannya. Walaupun mungkin ada keperluan dan keinginan yang
susah untuk diwujudkan, pasangan bisa mencari jalan keluar dan strateginya
bersama-sama.
Dalam hal keterbukaan pun diperlukan komitmen. Komitmen yang
levelnya lebih tinggi bisa dikomunikasikan dengan adanya indikasi bahwa adanya
lebih sedikit alternatif yang menarik. Faktanya, ada seorang ilmuwan menemukan
bahwa prediktor terbaik dari gagalnya suatu hubungan adalah tingginya perhatian
terhadap alternatif. Alternatif-alternatif mungkin bisa jadi hubungan potensial
yang lain, tetapi bisa juga dalam bentuk pekerjaan, hobi, dan lainnya. Saat
altenatif ini cukup menarik untuk menggantikan sebagian atau semua dari
hubungan, hal ini bisa mengurangi persepsi dalam komitmen terhadap hubungan
tersebut (Knapp&Vangelisti, 2009, p.295-297).
Bagi pasangan yang hidup di tempat yang berdekatan, hal ini bukan
menjadi masalah. Tetapi beda halnya jika harus menjalani Commuter Marriage.
Perbedan jarak dan waktu menimbulkan alternatif yang semakin besar. Pasangan
yang menjalani Commuter Marriage harus secara aktif terbuka mengenai teman-
teman dan kesehariannya. Hal ini menghindari dari timbulnya rasa curiga. Hal ini
pernah dirasakan oleh Marsha. Terkadang marsha tidak bisa mengangkat telepon
karena sedang pergi bersama Gladys atau melakukan pekerjaan tambahan.
Akibatnya waktu untuk berkomunikasi makin berkurang. Jika tidak
104 Universitas Kristen Petra
dikomunikasikan secara terbuka, Bryan bisa saja curiga dengan siapa Marsha
pergi. Jangan-jangan Marsha mempunya pria simpanan. Atau pada saat membalas
chat agak lama. Sebaliknya, marsha juga mengalami hal yang sama. Terkadang
untuk melepas rasa lelah dan penat akibat bekerja, Bryan pergi bersama teman-
temannya. Bisa saja pada saat itu Marsha memiliki pikiran buruk mengenai apa
yang dilakukan oleh Bryan. Karena itu pasangan ini membiasakan diri untuk
terbuka apa yang dijalani hari itu. Bukan seperti meminta ijin untuk pergi tapi
mengabarkan sesuatu. Misalnya saat Bryan mau pergi, Marsha akan menerima
pesan yang menunjukkan bahwa Bryan pergi refreshing dengan teman-teman.
Marsha pun juga akan memberi kabar bahwa dirinya sedang mendampingi
muridnya untuk pergi keluar kota.
Terpisah di tempat yang jauh dengan kebudayaan yang sangat berbeda
juga sempat menjadi hambatan bagi pasangan ini. Marsha mengaku seiring
berjalannya waktu, kecurigaan semakin tidak ada karena komunikasi yang lancar
diantara mereka berdua. Bryan sering menceritakan teman-temannya kepada
Marsha bahkan beberapa kali menunjukkan fotonya. Hal ini membuat marsha
sangat dihargai. Bahkan terkadang, marsha seolah-olah juga sedang berada di sana
karena mendengar cerita Bryan. Jadi pasangan ini setuju bahwa alternatif lain
yang secara tidak sengaja mampu mengalihkan waktu komunikasi mereka tidak
akan menjadi masalah besar jika mampu dikomunikasikan dengan baik.
Beberapa hal yang cukup krusial untuk dibicarakan secara terbuka adalah
menyangkut hal keuangan. Bagaimana pembagian dan pengelolaan keuangan.
Bahkan menyangkut pengiriman uang. Bagi Marsha dan Bryan hal ini tidak
menjadi masalah karena sejak awal sudah dikomunikasikan secara terbuka.
Bahkan Bryan akan memberitahukan kepada Marsha berapa uang yang dikirim.
Jika jumlahnya kurang dari biasanya, Bryan akan menjelaskannya tanpa Marsha
harus bertanya. Hal ini dilakukan bukan sebagai bentuk laporan tapi semata-mata
untuk menjaga kepercayaan yang sudah diberikan kepada pasangan. Sebisa
mungkin meminimalisir adanya „pertanyaan‟ yang muncul.
Terkait dengan keterbukaan dalam hal keuangan, peneliti menemukan
bahwa pasangan yang menjalani Commuter Marriage karena faktor ekonomi
cenderung lebih tangguh dibandingkan dengan pasangan suami istri yang
105 Universitas Kristen Petra
menjalani Commuter Marriage karena faktor pekerjaan. Yani dan Joni harus
menjalani Commuter Marriage karena faktor pekerjaan.
Sebelum bertemu dengan Yani, Joni sudah bekerja sebagai sales keliling
yang tidak menetap di satu tempat dalam waktu yang lama. Bahkan hingga
menikah pun, Yani harus lapang dada sering ditinggal pergi oleh suaminya.
Beberapa tahun berlalu, Joni memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Meski
demikian usaha yang dirintis Joni tidak jauh berbeda dari pekerjaan yang
sebelumnya. Alasannya sederhana yaitu Joni sudah sangat menyukai pekerjaannya
dan sudah berpengalaman memahami seluk beluk pekerjaan ini. Karena itulah
Yani lagi-lagi harus menerima kenyataan untuk menjalani Commuter Marriage.
Memiliki usaha sendiri memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan
bekerja ikut orang lain. Benar saja sekitar empat tahun yang lalu, pekerjaan Joni
mengalami kemacetan dan membuatnya harus tinggal menetap di Bali. Jika pada
awalnya pasnagan ini bisa bertemu paling tidak empat bulan sekali dalam setahun,
sekarang Yani bisa bertemu dengan Joni maksimal dua kali dalam setahun. Joni
semakin sibuk untuk mempertahankan usahanya di Bali. Dalam hal ini, faktor
yang menjadi penyebab pasangan ini menjalani Commuter Marriage adalah faktor
ekonomi.
Lain halnya dengan Marsha dan Bryan. Pasangan ini harus menjalani
Commuter Marriage karena faktor ekonomi. Usaha yang dibangun oleh Bryan
mengalami kegoncangan sehingga pasangan ini mengambil langkah lain yaitu
pergi ke Amerika demi mewujudkan kehidupan finansial yang lebih baik. Sebagai
imigran gelap, Bryan tidak bisa pulang ke Indonesia dan balik lagi ke Amerika
sesuka hatinya. Jika dia memutuskan untuk pulang, tidak ada kesempatan lagi
baginya untuk kembali bekerja di Negeri Paman Sam itu kecuali Bryan harus mau
mengikuti semua prosedur seperti pengajuan visa dan sebagainya. Hal inilah yang
menyebabkan mereka berdua tidak bisa bertemu selama sepuluh tahun.
Setelah kembali dari Amerika, Bryan menetap di Indonesia selama satu
tahun. Dalam rentang waktu itu, bisa dikatakan Bryan bisa membangun bisnis
yang baru karena keadaan finansial mereka telah pulih. Tidak lama kemudian,
Bryan mendapatkan tawaran untuk bekerja sebagai Chef di Turki dengan
menggunakan sistem kontrak kerja. Bryan melihat bahwa ini merupakan peluang
106 Universitas Kristen Petra
yang baik untuknya. Setelah berdiskusi bersama Marsha, akhirnya Bryan
memutuskan untuk berangkat lagi ke Turki. Dalam hal ini, faktor yang
mempengaruhi pasangan ini menjalani Commuter Marriage adalah faktor
pekerjaan. Bryan diijinkan untuk pulang ke Indonesia satu kali dalam setahun
dengan durasi satu hingga dua bulan maksimal.
Melalui dua pasangan diatas, dari sisi lain peneliti menemukan kesamaan
yaitu sama-sama pernah menjalani Commuter Marriage karena faktor ekonomi
dan pekerjaan. Melalui beberapa kali wawancara dan membaca kumpulan chat
kedua pasangan ini di masa lampau, terlihat sekali bahwa pasangan yang
menjalani Commuter Marriage karena faktor ekonomi memiliki jiwa yang lebih
tangguh dibandingkan karena faktor pekerjaan.
Yani mengakui bahwa dalam hidup tidak ada kata terbiasa menjalani
Commuter Marriage. Tetapi sejak di Bali, Yani menyadari beberapa perubahan
dalam dirinya yaitu semakin mandiri. Jika dibandingkan dengan yang dulu, kini
Yani bisa mengerjakan semuanya tanpa kehadiran Joni. Lebih jarang menangis
dan bersedih. Yani melakukan hal ini untuk menguatkan suaminya juga yang
sekarang berjuang dalam keadaan ekonomi. Jika dulu Yani hanya menghadapi
Commuter Marriage tanpa harus memikirkan soal uang karena kehidupan yang
sudah tercukupi, kini permasalahan harus bertambah satu lagi. Selain memikirkan
bagaimana cara agar tetap bisa berhubungan dengan Joni mewujudkan
komunikasi yang baik, kini Yani harus memikirkan bagaimana perputaran uang di
keluarga mereka. Yani semakin jarang bermanja-manja tetapi justru malah
semakin sering menguatkan Joni agar mampu melewati semua. Pasangan tidak
bisa menguatkan satu sama lain jika tidak bisa terbuka.
Fase ini dialami juga oleh Marsha tetapi terbalik. Di awal-awal saat
menjalani Commuter Marriage, Marsha sangat stress karena harus beradaptasi
dengan keadaan tanpa kehadiran Bryan. Selain itu, perbedaan waktu yang cukup
ekstrim membuatnya beberapa kali vertigo. Tetapi dalam keadaan itu marsha tidak
menyerah dan menguatkan dirinya. Hal ini dilakukan agar kehidupan ekonomi
dalam keluarga mereka segera pulih. Walaupun rindu yang teramat kepada Bryan,
Marsha terus menguatkan diri. Menahan diri dari pikiran dan rasa curiga karena
pernyataan buruk yang sering datang kepadanya, hingga menahan hasratnya untuk
107 Universitas Kristen Petra
bertemu dengan Bryan. Dan ketika Bryan pulang ke Surabaya semua itu
terbayarkan. Selama satu tahun marsha bisa menikmati hidup dekat dengan Bryan
dan menikmati hasil kerja keras mereka berdua untuk bertahan dalam pernikahan.
Bagi marsha ketika harus menjalani Commuter Marriage kedua kalinya bukan hal
yang susah. Selain sudah pernah mengalami, kini Marsha tidak perlu lagi pusing
memikirkan keadaan finansial keluarga. Selain itu, Marsha lebih tenang karena
Bryan tidak harus bekerja lebih keras seperti dahulu. Marsha mengaku lebih
sering bermanja-manja dengan Bryan di telepon dan menghabiskan waktu lebih
intim ketika Bryan kembali pulang ke Surabaya. Marsha mengatakan bersyukur
kepada Tuhan berhasil melewati masa-masa sukarnya pada saat Brya di Amerika.
Bagi Marsha hidupnya yang sekarang adalah tinggal menikmati apa yang dulu
ditaburnya.
Dari dua hal ini peneliti menarik garis besar bahwa pasangan yang
mengalami Commuter Marriage memiliki karena faktor ekonomi memiliki sikap
yang lebih tangguh dibandingkan dengan faktor pekerjaan. Hal ini jelas terbukti
karena faktor ekonomi menuntut pasangan untuk mencari uang demi keluarganya.
Jika faktor pekerjaan, pasangan bisa memilih opsi untuk melanjutkan pekerjaan
atau tidak dan sebagian besar tidak harus dihantui oleh keadaan ekonomi mereka.
Biasanya pasangan yang melakukan Commuter Marriage memiliki kesempatan
lebih besar untuk memilih dan mempertimbangkan pekerjaan lain yang mungkin
bisa diambil tanpa harus menjalani Commuter Marriage.
Peneliti juga menemukan bahwa keterbukaan dalam hal perasaan juga
menyangkut keterbukaan perasaan pasangan terhadap kehidupan seksual.
Pasangan yang menjalani Commuter Marriage tidak bisa melakukan kehidupan
seksual yang rutin. Untuk itu perlu dikomunikasikan. Selain untuk mencairkan
rasa canggung akibat lama tidak pertemu, hal ini mampu mendekatkan keintiman
dan menjaga api gairah diantara keduanya.
4.4.3. Kepastian mempengaruhi Tujuaan Akhir Berhubungan
Dengan menggunakan strategi ini, komunikator menunjukkan bahwa
mereka setia, menekankan komitmen dalam hubungan mereka, dan jelas
108 Universitas Kristen Petra
menyiratkan bahwa hubungan mereka memiliki masa depan (Stafford&Canary,
1991).
Menurut Marsha kesetiaan adalah hal yang abstrak dan hanya bisa
dirasakan. Tidak bisa ditunjukkan lewat perkataan saja tetapi harus dilakukan
dengan tulus. Dalam hal ini, kesetiaan Bryan sudah terlihat sejak mereka berdua
berpacaran. Bryan sangat menjaga sikapnya pada saat bersama dengan lawan
jenis. Hal ini yang membuat yakin untuk melewati masa depannya dengan Bryan.
Selain itu, selama di terpisah oleh jarak yang jauh, Bryan tidak lupa hari-hari
penting terutama hari ukang tahun. Walaupun beberapa kali sempat lupa, Marsha
mampu memakluminya karena kesibukan Bryan yang padat. Bryan juga
menunjukkan kesetiaan dengan berusaha meluangkan waktu bersama dengan
keluarganya saat berada di Surabaya. Marsha menjelaskan bahwa saat berada di
Surabaya, dia jarang sekali membuka handphone-nya kecuali ada hal yang sangat
mendesak. Bryan fokus untuk berbicara dengan istri dan anaknya. Selain itu,
Bryan berusaha memprioritaskan waktu dengan keluarga. Jika dihadapkan pada
pilihan, Bryan lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama keluarga
daripada dengan teman-temannya.
Tidak berbeda jauh dengan Joni. Yani menjelaskan bahwa kasih sayang
Joni dan keseriusan dalam rumah tangga terlihat saat Joni berusaha mendahulukan
kepentingan keluarga sejak dulu. Setiap pulang dari pekerjaannya, Joni akan
menelepon Yani dan anak-anak serta menanyakan apa yang sedang mereka
inginkan. Joni akan pulang dan membawa barang-barang yang mereka inginkan
tersebut. Setiap pulang ke rumah, Joni selalu mengajak istri dan anaknya keluar.
Yani mengaku bahwa Joni sangat sayang kepada anak-anaknya. Bahkan jika ada
kemungkinan untuk pergi bersama, Joni akan menunda untuk pergi dengan Yani
dan memilih pergi bersama-sama dengan anak. Hal ini dilakukan Joni karena Joni
jarang bertemu dan berkomunikasi dengan anak-anak.
Selain itu, kepastian juga berbicara mengenai masa depan yang
menguntubngkan. Tingkatan yang digunakan untuk melihat masa depan yang
bermanfaat dengan pasangan, dapat meningkatkan komitmen yang ada dalam
hubungan tersebut. Membicarakan masa depan dapat didapat dari berbagai macam
bentuk. Dapat secara spesifik mengenai masa depan sebuah hubungan itu sendiri,
109 Universitas Kristen Petra
atau seperti hal-hal yang umum. Bisa dalam bentuk fokus pada rencana jangka
pendek maupun jangka panjang, atau bahkan bisa ditekankan pada seseorang atau
berkaitan dengan kedua pasangan tersebut (Knapp&Vangelisti, 2009, p.295-297).
Marsha dan Bryan yang sedang mengalami kesulitan dalam hal keuangan
melihat bahwa ada masa depan yang bisa diperbaiki jika Bryan bekerja di luar
negri. Setelah melewati waktu satu tahun untuk berpikir, Bryan akhirnya
mengambil peluang ini dan pulang sepuluh tahun kemudian. Begitu pula pada saat
hendak berangkat ke Turki. Bryan melihat bahwa ada jenjang karir yang baik di
Turki. Setelah berpikir pun akhirnya Bryan memutuskan untuk berangkat ke
Turki. Dalam hal ini bisa terlihat bahwa pasangan yang terlibat dalam jenis
hubungan yang mendalam, membutuhkan komitmen yang serius, semakin mampu
pula memprediksi masa depannya. Bahkan memprediksi dan membangun masa
depan bersama bisa menimbulkan kedekatan diantara keduanya.
Sama halnya dengan pasangan Yani dan Joni, sejak mengetahui anak
pertamanya akan lahir, Joni mengajak Yani untuk pindah ke Surabaya. Joni
merasa di Surabaya sudah ada rumah sehingga tidak perlu lagi menumpang pada
keluarga Yani. Hal ini sudah menunjukkan bahwa sejak awal mereka berdua pun
melakukan tahap ini. Pertimbangan demi pertimbangan yang mengganjal di hati
Yani ketika mampu diutarakan dengan baik dan menemukan solusi bersama,
menimbulkan rasa aman bagi Yani. Rasa aman dalam hatinya ini yang
membuatnya mantap dan pasti dalam mempertahankan hubungan serta terus
berusaha melakukan pemeliharaan hubungan secara interpersonal.
Pasangan yang menjalani Commuter Marriage harus mampu memprediksi
kapan mereka akan kembali. Hal ini harus sering dikomunikasikan dengan baik
agar tidak mengganggu keintiman dalam pasangan bahkan kedekatan dengan
orang lain. Peneliti menemukan bahwa orang-orang yang menjalani Commuter
Marriage biasanya lebih tertutup terhadap sekitarnya. Karena itu, penting sekali
dibicarakan secara berkala agar jika ada pertanyaan yang muncul dari pihak luar,
pasangan mampu menjawab dengan baik. Hal ini terlihat sepeleh, tapi jika
menjalani Commuter Marriage dalam waktu yang lama dengan durasi waktu
bertemu yang sangat singkat, lambat laun bisa terjadi persoalan. Seperti halnya
yang dialami oleh Marsha dan Yani.
110 Universitas Kristen Petra
Sejak awal, Yani mengaku tidak terlalu dekat dengan keluarga Joni.
Biasanya ketika ada kumpul keluarga selalu ditemani Joni. Jika Joni tidak ada di
Surabaya, Yani lebih selektif dalam memilih. Yani biasanya melihat apa tujuan
dari perkumpulan keluarga tersebut apakah menikah, arisan keluarga, atau hanya
sekedar berkumpul. Setlanjutnya Yani melihat siapakah yang mengundang.
Apakah hubungannya dekat atau tidak. Jika yang mengundang dari pihak keluarga
Joni, biasanya yani akan mengkomunikasikan dulu kepada Joni apakah dirinya
perlu datang atau tidak. Jika yang mengundang berasal dari pihak keluarga Yani,
terkadang dia bertanya pendapat Joni tapi tidak jarang Yani mengambil keputusan
sendiri.
Hal yang sama berlaku dalam jaringan sosial dalam berteman. Yani
mengaku jarang sekali ikut dalam acara perkumpulan bersama dengan teman,
reuni atau hanya pergi biasa. Yani memang memiliki teman di Surabaya tetapi
sebagian besar adalah teman Joni pada masa muda atau partner kerja. Yani
mengaku tidak terlalu mengetahui bagaimana seluk beluk pekerjaan Joni dan
orang-orang yang berhubungan dengan pekerjaan suaminya secara mendetail. Hal
ini membuat Yani sangat tidak nyaman jika harus datang atau beramah tamah
dengan orang tersebut jika tidak ada Joni. Yani malu jika ditanya mengenai
pekerjaan Joni walaupun mungkin orang tersebut hanya basa-basi. Selain itu,
sebagian besar teman Yani ada di tarakan tempat dia lahir dan besar.
Yani menjelaskan bahwa keberatannya dalam menghadridi acara seperti
itu bukan karena semata-mata malas atau tidak menghargai. Sebenarnya Yani
malas menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan muncul berkaitan dengan
keberadaan Joni dan keluarganya. Apalagi yani bukan tipe orang yang sangat
ramah dan mudah akrab dengan orang baru. Yani memiliki karakter yang
cenderung cuek dan pendiam jika berada di lingkungan yang baru. Berbeda
dengan Joni yang lebih bisa bersosialisasi dan supel. Beberapa kali Yani harus
menekan rasa malasnya untuk menghadiri acara seperti itu hanya demi mewakili
Joni. Yani menyadari bahwa teman Joni adalah teman yani juga. Jangan sampai
hubungan Joni dengan teman maupun rekan kerja retak hanya karena tidak hadir
dalam acara-acara tertentu (pernikahan anak dari temannya, dll).
111 Universitas Kristen Petra
Masalah jaringan sosial ini diperburuk ketika terjadi konflik hingga
melibatkan orang ketiga. Beberapa teman-teman gereja Yani mengetahui hal
tersebut karena yang menjadi pihak ketiga dalam rumah tangga mereka adalah
teman satu persekutuan Yani sendiri. Sejak masalah itu yani semakin menutup diri
dan tidak mau datang ke persekutuan. Alasannya sederhana yaitu Yani malas
menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya. Saat itu Yani dalam keadaan
yang stress dan down. Dia sangat malu dengan keadaan yang menimpa
keluarganya. Yani mengaku akan stress menjelang hari Minggu, ketakutan
berlebihan bahkan menyebabkan penyakit maagnya kambuh. Yani juga sempat
berpikir untuk pindah gereja dan memiliki jaringan pertemanan yang baru. Yani
menjelaskan bahwa kekhawatiran, pemikirannya, asumsi, dan ketakutannya tidak
terbukti. Teman-teman di gereja sangat mendukungnya bahkan mendoakannya
walaupun memang ada beberapa orang yang sempat mempertanyakannya.
Hal yang serupa juga dialami oleh Marsha. Pada masa awal ketika dirinya
ditinggalkan oleh Bryan, banyak sekali orang-orang yang bertanya termasuk
keluarganya. Tidak hanya bertanya, sebagian besar dari mereka memberikan
pernyataan yang negatif. Hal ini sangat menggangu dan mengintimidasi Marsha.
Masrha malas sekali untuk datang ke acara keluarga maupun teman hanya untuk
menghindari hal seperti ini. Beberapa kali ditanya Marsha menjawab dengan
sabar. Dan ketika pertanyaan masuk dalam pernyataan yang negatif, masrha
menanggapi hanya dengan senyuman. Ketika Bryan di Amerika dan memasuki
tahun kelima, Marsha mengaku semakin menutup diri. Beberapa temannya
bertanya dan tidak jarang yang menuding Bryan berselingkuh. Bagi marsha hal
tersusah bukan menjawab pertanyaan tersebut tetapi tetap mempertahankan
respon hati yang benar. Marsha tidak mau pernyataan negatif yang dikeluarkan
oleh teman-temannya mempengaruhi pola pikirnya dan menyiksa Marsa dalam
jeerat kecurigaan. Dengan tersipu Marsha mengaku selalu berdoa agar teman-
temannya tidak bertanya mengenai Bryan kepadanya saat bertemu. Bahkan
marsha sudah memikirkan pertanyaan dan menyediakan jawaban yang mungkin
akan ditanyakan.
Kedua pasangan ini memiliki persamaan yaitu berusaha menghindar dari
segala pertemuan yang beraitan dengan jaringan sosial jika tidak ditemani oleh
112 Universitas Kristen Petra
pasangan. Kalaupun harus datang ke acara seperti undangan pernikahan atau
ulang tahun, pasangan ini berusaha keras memaksa anaknya untuk datang
menemani, datang dengan waktu yang sangat mepet bahkan terlambat, dan pulang
lebih awal. Semuanya dilakukan untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan
sederhana “Mana suamimu?” yang ketika dijawab akan berlanjut ke pertanyaan-
pertanyaan selanjutnya. Marsha mengyadari bahwa teman-teman dan keluarganya
terkadang terpengaruh bahwa hubungan jarak jauh yang berlangsung dalam durasi
yang lama sebagian besar hancur karena pihak ketiga atau salah satu diantara
pasangan (terutama pria) tidak kuat menahan godaan baik dalam dirinya sendiri
(hasrat seksual) maupun godaan dari luar.
Hal diatas mampu diminimalisir atau bahkan tidak akan terjadi jika kedua
pasangan berusaha mengkomunikasikan dengan pasti kapan mereka akan kembali.
Sehingga begitu pertanyaan ddilontarkan, pasangan yang tinggal mampu
menjawab dengan yakin setiap pertanyaan yang masuk. Hal ini membangkitkan
percaya diri untuk menghadapi baik orang lain disekitarnya maupun pasangannya.
Tidak hanya memprediksi masa depan yang menguntungkan bersama-
sama, pasangan yang menjalani Commuter Marriage harus terus mengidentifikasi
hubungan mereka. Identifikasi hubungan secara berlanjut dapat menumbuhkan
kepastian bagi masing-masing pasangan. Komitmen yang dijalin juga dapat
diukur dari tingkat identifikasi dalam sebuah hubungan. Kemajuan ke arah yang
lebih intim membawa setiap orang dari pandangan fokus pada “saya” menjadi
“kita”. Semakin spontan kata jamak (kita) digunakan, persepsi yang lebih besar
dari kesatuan pasangan, danhubungan sentral adalah bagian dari apa yang terjadi
ketika pasangan romantis menjadi sangat berkomitmen satu sama lain.
Marsha membenarkan hal tersebut. Bagi marsha, pasangan yang sudah
menikah tidak bisa lagi fokus pada dirinya sendiri. Bagi dia, pasangan yang sudah
menikah seakan sudah menjadi satu. Apa yang menjadi kebahagiaan pasangan
akan menjadi kebahagiaannya. Begitu pula sebaliknya. Jika ada masalah yang
sangat rumit dan butuh berdiskusi, pasangan ini selalu berusaha untuk kembali
pada hubungan sentral dimana tidak ada kata saya, saya, dan saya tetapi kita, kita,
dan kita. Dengan mengetahui apa yang menjadi perasaan pasangan, Marsha
113 Universitas Kristen Petra
mampu mempertimbangkan segala sesuatunya jadi lebih matang bahkan semakin
mantap dalam mengambil keputusan.
4.4.4. Peran Pasangan Dalam Berbagi Tugas
Salah satu cara untuk melakukan pemeliharaan hubungan adalah
menekankan pada saling berbagi tugas, atau melakukan pembagian satu pekerjaan
dalam hubungan. Contohnya, satu orang menyiapkan makan malam dan yang
lainnya membersihkan dapur, atau yang satu menyuci piring dan lainnya
mengeringkannya (Canary, Cody, Manusov, 2008, p.295-296). Hal ini tampaknya
sederhana dan jarang dibicarakan. Tetapi hal sederhana ini dapat menjadi sangat
berarti jika masing-masing individu mengetahui tugas dan kewajibannya masing-
masing.
Baik dalam rumah tangganya, Marsha dan Yani mengaku tidak pernah
membuat perjanjian secara tertulis mengenai pembagian tugas. Bahkan hampir
dikatakan tidak pernah ada keluhan mengenai hal ini. Prinsip mereka berdua
adalah satu, apa yang bisa mereka lakukan untuk meringankan beban suaminya
akan mereka lakukan. Marsha yang tumbuh besar dengan kebiasaan karakter yang
mandirimengerjakan semua pekerjaan yang ada di Surabaya sedangkan Bryan
mengurus pekerjaannya di Turki. Marsha mengurus semuanya sendiri mulai
pindah rumah, membayar berbagai macam keperluan, dan banyak hal lainnya.
Marsha yakin ketika ia mampu mengerjakan semuanya, Bryan yang ada di tempat
yang jauh tidak terlalu kepikiran.
Yani juga melakukan hal yang sama. Meskipun demikian Yani mengaku
bahwa Joni sangat baik hati mau menggantikan tugasnya saat dia ada di Surabaya.
Terkadang Joni yang mengantar anak-anak sekolah dan mengerjakan beberapa
urusan. Bagi Joni tindakan yang dilakukan ini bukan karena tidak puas dengan
hasil kerja Yani tetapi dia berusaha memanjakan istrinya dan membuat hati Yani
senang.
Hal-hal sederhana seperti ini mampu membuat hubungan jarak jauh yang
tadinya canggung akan menjadi lebih hangat. Tidak ada hal lain yang lebih
menyenangkan jika masing-masing pasangan mampu menunjukkan komitmennya
dalam melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.