38 muara kakap

116

Transcript of 38 muara kakap

Page 1: 38 muara kakap
Page 2: 38 muara kakap

No. : 06/L/P2KPSL/P3GL/XI/2005

PROGRAM PENGEMBANGAN KAPASITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

TAHUN ANGGARAN 2005

EKSPLORASI PROSPEKTIF GAS BIOGENIK KELAUTAN PERAIRAN MUARA KAKAP

DAN SEKITARNYA - KALIMANTAN BARAT

OLEH: TIM MUARA KAKAP

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL 2005

Page 3: 38 muara kakap

LAPORAN

EKSPLORASI PROSPEKTIF GAS BIOGENIK KELAUTAN PERAIRAN MUARA KAKAP

DAN SEKITARNYA - KALIMANTAN BARAT

Oleh: Yudi Darlan, drr

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL 2005

Page 4: 38 muara kakap

KATA PENGANTAR

ksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan Muara Kakap dan

sekitarnya Kalimantan Barat merupakan bagian dari kegiatan yang

didanai oleh Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan Hidup Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

(PPPGL) Tahun Anggaran 2005.

E

Kawasan pesisir Muara Kakap dan sekitarnya termasuk dalam komplek Delta

Kapuas. Hutan mangrove dewasa yang masih terjaga menghiasi pulau-pulau;

endapan lumpur mengalasi dasar cabang – cabang sungai, kanal - kanal pasang

surut dan laut; endapan gambut membentuk gosong; lempung dan pasir hitam

berbau busuk (H2S) yang mengandung kepingan moluska dan sisa-sisa tumbuhan

tersebar di pulau-pulau; rembesan gas kepermukaan; dan bentuk lapisan

sedimen bawah permukaan yang unik itu semua merupakan salah satu ciri khas

Delta Kapuas yang berpotensi gas biogenik.

Laporan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi terkait

untuk kepentingan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya kawasan pesisir

Muara Kakap dan sekitarnya. Tentu laporan ini masih banyak kekurangan, saran

dan kritik sangat kami harapkan.

Terima kasih kami ucapkan kepada Kepala Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi Kelautan, Pimpinan instansi yang terkait serta semua

rekan yang turut membantu atas terlaksananya penyelidikan lapangan dan proses

pembuatan laporan ini.

Bandung, Desember 2005

Kepala Tim Muara Kakap

IV PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 5: 38 muara kakap

S A R I

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

saha Pemerintah melakukan pencarian sumber-sumber energi baru

bertujuan untuk dapat menjamin tersedianya energi dalam jumlah

cukup di setiap daerah, kualitas baik dan harga yang wajar sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata

serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.

U

Gelembung gas

Kegiatan survey berupa eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan

Muara Kakap dan sekitarnya, Kalimantan Barat yang dilakukan oleh Puslitbang

Geologi Kelautan (PPPGL) merupakan tahap pendahuluan yang diharapkan dapat

mengidentifikasi potensi sumber energi gas alternatif, sehingga dapat

memberikan dampak bagi pertumbuhan iklim usaha masyarakat setempat.

Kawasan pesisir Muara Kakap dan sekitarnya termasuk dalam komplek Delta

Kapuas yang terdiri atas pulau-pulau. Pulau-pulau tersebut sebagian besar

ditumbuhi hutan mangrove dewasa yang masih terjaga, disusun oleh sedimen

berupa lempung dan pasir hitam serta endapan gambut (“sepuk” istilah

masyarakat setempat). Jenis lempung dan pasir hitam berbau bususk (H2S),

rembesan gas kepermukaan, bentuk lapisan sedimen bawah permukaan yang

unik berdasarkan data geolistrik, dan contoh sedimen dan gas dari bor inti

mengindikasikan adanya gas biogenik/gas gambut di sebagian tempat

Delta Kapuas.

Daerah yang dianggap indikasi prospek gas biogenik adalah P. Sepuk Laut,

P. Sepuk Prupuk, P. Sepuk Keladi, dan sebagian P. Nyamuk dan P.Tanjung Saleh.

Semburan gas api dari lubang bor air milik masyarakat Pulau Sepuk Laut

beberapa tahun sebelumnya menjadikan trauma terhadap bentuk penelitian gas

di daerah ini. Sosialisasi sangat diperlukan sehingga keberadaan gas biogenik

merupakan anugerah bagi masyarakat Muara Kakap dan sekitarnya.

V

Page 6: 38 muara kakap

DAFTAR PERSONAL

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR IV

S A R I V

DAFTAR ISI VI

DAFTARGAMBAR X

DAFTARTABEL XI

DAFTAR PERSONAL XI

BAB I P E N D A H U L U A N 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Maksud dan tujuan 2

1.3 Sasaran strategis 2

1.4 Ruang lingkup dan daerah kegiatan 3

1.5 Hasil yang diharapkan 4

BAB II STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH 6

2.1. Studi pustaka 6

2.2. Iklim dan tumbuh-tumbuhan 7

2.3. Populasi 7

2.4. Sarana Angkutan 8

2.5. Geologi regional 8

A. Fisiografi 9

B. Stratigrafi 9

2.6. Gas biogenik 10

2.7. Kajian Masalah 12

VIPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 7: 38 muara kakap

DAFTAR PERSONAL

BAB III METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN 15

3.1. Metoda 15

A. Geologi 15

B. Geofisika 16

C. Oseanografi fisika 17

D. Navigasi 17

E. Analisis lab 18

F. Metoda khusus geolistrik 23

G. Proses data/studio 32

3.2. Peralatan penyelidikan 32

A. Geologi 32

B. Geofisika 33

C. Hidro-oseanografi 33

D. Navigasi 33

E. Analisis laboratorium 33

F. Geolistrik 33

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN 34

4.1. Tekstur sedimen 34

4.2. Karakteristik pantai 43

A. Pantai Lumpur-mangrove rhizophora 43

B. Pantai Lumpur-mangrove nipah 44

4.3. Pasang surut 44

4.4. Arus 49

4.5. Batimetri 50

4.6. Seismik pantul dangkal 54

4.7. Analisis laboratorium 59

A. Analisi kandungan gas 59

B. Analisis karbon total 61

C. Analisis pollen 62

D. Analisis bakteri methanogenik 66

VIIPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 8: 38 muara kakap

DAFTAR PERSONAL

E. Analisis radiocarbon dating C14 77

F. Analisis unsure utama 78

G. Analisis jenis mineral lempung 80

H. Unsur tanah jarang 81

I. Analisis logam berat 81

4.8. Geolistrik 85

A. Pulau Sepuk Laut 85

B. Pulau Nyamuk 87

C. Pulau Tanjung Saleh 88

D. Pulau Sepuk Prupuk 89

E. Pulau Sepuk Keladi 90

BAB V P E M B A H A S A N 91

BAB VI R E K O M E N D A S I 97

BAB VII KESIMPULAN 100

ACUAN 102

LAMPIRAN Lampiran Terikat

Lampiran 1: 1. Deskripsi megaskopis contoh sedimen

2. Data analisis besar butir sedimen

3. Perian megaskopis contoh sedimen bor inti

Lampiran 2: 1. Data pengamatan pasang-surut Muara Kakap

2. Hasil perhitungan besara-besaran konstanta pasang surut

Lampiran 3: 1. Data analisis identifikasi gas

2. Data analisis karbon organik total

3. Data analisis polen

4. Data analisis bakteri metanogenik

5. Data analisis radiocarbon dating C14

6. Data analisis unsur utama

7. Data analisis jenis mineral lempung

8. Data analisis unsur tanah jarang

VIIIPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 9: 38 muara kakap

DAFTAR PERSONAL

9. Data analisis logam berat

Lampiran 4:

1a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Sepuk Laut

1b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Sepuk Laut

2a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Nyamuk

2b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Nyamuk

3a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P.Tanjung Saleh

3b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P.Tanjung Saleh

4a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Sepuk Prupuk

4b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Sepuk Prupuk

5a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Sepuk Keladi

5b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Sepuk Keladi

Lampiran Foto: 1. Foto karakteristik pantai Delta Kapuas

2. Foto indikasi gas biogenik

3. Foto lokasi pengambilan contoh gas biogenik

4. Foto peralatan survei lapangan

5. Foto pollen dan spora pada contoh sedimen

6. Foto bakteri metanogenik pada contoh sedimen

IXPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 10: 38 muara kakap

DAFTAR PERSONAL

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Peta lokasi daerah penyelidikan 5

2 Peta geologi wilayah pesisir daerah penyelidikan 14

3 Garis sebaran arus dan ekipotensial 25

4 Konfigurasi Schlumberger 25

5 Bidang ekiptensial yang terukur pada sepasang elektroda potensial 26

6 Resistivitas semu variasi ketebalan dan resistivitas batuan 28

7 Prinsip dasar penelitian geolistrik 28

8 Konfigurasi elektroda arus dan potensial 29

9 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 1 29

10 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 2 30

11 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 3 30

12 Perancangan system akuisisi survey 3d metoda geolistrik 31

13 Model lintasan di lapangan 32

14 Peta sebaran tekstur sedimen 36

15 Peta Karakteristik pantai 45

16 Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap 46

17 Tinggi LWS terhadap rambu pasut 48

18 Pola arus permukaan saat air laut pasang dan surut 51

19 Peta lintasan pemeruman dan seismic 52

20 Peta batimetri 53

21 Peta isopach 56

22 Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P1 dan P4 57

23 Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P2 58

24 Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P3 58

25 Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P5 59

26 Diagram polen pada sedimen inti bor MKB-2 68

27 Diagram polen pada sedimen inti bor MKB-3 71

28 Diagram polen pada sedimen inti bor MKB-4 74

29 Peta indikasi prospek gas biogenik 96

XPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 11: 38 muara kakap

DAFTAR PERSONAL

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Persentase arus total berdasarkan radius sebaran 26

2. Data analisis besar butir sedimen permukaan dasar laut 35

3. Data analisis besar butir sedimen bawah permukaan bor MKB3 40

4. Data analisis besar butir sedimen bawah permukaan bor MKB4 41

5. Konstanta harmonik pasang-surut Muara Kakap 47

6. Data analisis mineral lempung (XRD) pada contoh sedimen 83

7. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Laut 86

8. Data lintasan geolistrik di P. Nyamuk 87

9. Data lintasan geolistrik di P. Tanjung Saleh 88

10. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Prupuk 89

11. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Keladi 90

XIPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 12: 38 muara kakap

DAFTAR PERSONAL

DAFTAR PERSONAL PELAKSANA KEGIATAN LAPANGAN DAN LAPORAN

1. Ir. Yudi Darlan, M.Sc.

2. Ir. Udaya Kamiludin

3. Ir. Hananto Kurnio, M.Sc.

4. Ir. Riza Rahardiawan, M.Sc.

5. Juniar P. Hutagaol, M.Sc.

6. Ir. Andi H. Sianipar

7. Adi Citrawan Sinaga, ST

8. Sunartono

9. Sangat

10. Drs. Didik Zaenasshodikin Hans

11. Supriatna

12. Mira Yosi, S.Si.

13. Ir. K. Hardjawidjaksana, M.Sc.

14. Basuki Sugiarto

15. Agus Setyanto, ST

16. Undang Hermawan, ST

17. Prijantono Astjario, M.Sc.

18. Ir. Ediar Usman, M.Sc.

19. Ir. I Wayan Lugra

20. Ir. Purnomo Raharjo

21. Ir. I Nyoman Astawa

22. Masagus Achmad, ST

XIIPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 13: 38 muara kakap

PENDAHULUAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

saha Pemerintah melakukan pencarian

sumber-sumber energi baru bertujuan

untuk dapat menjamin tersedianya energi

dalam jumlah cukup di setiap daerah,

kualitas baik dan harga yang wajar se-

hingga dapat meningkatkan kesejahteraan

U

dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong

peningkatan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.

Sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir dan laut Muara Kakap

dan sekitarnya mempunyai keragaman yang sangat tinggi baik jenis

maupun potensinya. Potensi-potensi tersebut antara lain potensi

perikanan tangkap, potensi ekosistem pesisir, potensi wisata, dan potensi

industri maritime. Potensi perikanan tangkap masih merupakan andalan

utama bagi sektor usaha masyarakat pesisir daerah ini. Berdasarkan

informasi yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan sekitar 80%

pasokan ikan ke kota Pontianak dan sekitarnya berasal dari perikanan

tangkap Muara Kakap. Potensi perikanan tambak mulai dilirik meskipun

belum memberikan hasil yang menggembirakan. Pembukaan lahan

tambak yang disusul dengan penebangan hutan mangrove sering

menimbulkan konflik.

Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi bahan bakar minyak

dunia, maka dampaknya sangat terasa bagi masyarakat pesisir Muara

Kakap dan sekitarnya, karena lebih dari 90% sektor usaha masyarakat ini

berasal dari perikanan tangkap. Masyarakat dengan modal cukup masih

bertahan dalam usaha ini. Kebutuhan energi BBM untuk keperluan

penerangan umum mulai dibatasi. Untuk keperluan rumah tangga

Page 14: 38 muara kakap

PENDAHULUAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 2

sebagian besar beralih ke cara lama menggunakan bahan bakar kayu,

pohon kelapa, dan pohon mangrove.

Perhatian pemerintah pusat untuk membantu masyarakat Muara

Kakap dan sekitarnya dalam upaya penyediaan kebutuhan energi adalah

dengan menyediakan dana kompensasi BBM serta melakukan pencarian

sumber-sumber energi baru dan energi alternativ. Usaha pencarian

sumber-sumber energi baru dlakukan secara bertahap mulai dari

penyelidikan pendahuluan hingga pendistribusian, sehingga usaha

pemerintah benar-benar akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat

setempat.

1.2 Maksud dan tujuan

Maksud eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan muara

Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat adalah untuk menginventarisasi

sumberdaya energi gas biogenik di sekitar wilayah survey.

Untuk mengetahui secara umum eksplorasi gas biogenik ini maka

dipandang perlu dilakukannya penyelidikan untuk menghimpun,

mengkompilasi dan menganalisis data dengan berbagi tujuan seperti:

Mengetahui lebih rinci lokasi yang memperlihatkan keberadaan

gas biogenik / gas dangkal.

Mengetahui lapisan sedimen sebagai media keberadaan gas.

Mengetahui lingkungan dan komposisi gas biogenik

Mengetahui daerah prospek sumber gas biogenik

1.3 Sasaran Strategis

Sasaran strategis yang akan didapat dari eksplorasi prospektif gas

biogenik kelautan perairan muara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat

adalah sebagai berikut:

Teridentifikasi tipologi dan perwatakan lingkungan kawasan yang

terdapat potensi gas biogenik.

Page 15: 38 muara kakap

PENDAHULUAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 3

Teridentifikasi jenis dan lapisan sedimen, dan komposisi gas

biogenik

Teridentifikasi daerah-daerah prospek gas biogenik

1.4 Ruang Lingkup dan Daerah Kegiatan

Ruang lingkup eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan

muara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat terdiri atas:

Kajian pustaka

Kegiatan lapangan :

• Pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut dan

pantai, dan contoh air.

• Survei pemeruman dan seismik

• Survei geolistrik pantai

• Pengamatan pasang surut

• Pemetaan karakteristik pantai

• Pengukuran arus laut/sungai

• Survei geologi teknik pemboran gas biogenik

Analisis laboratorium : GC (Gas Chromatograph), analisis pollen,

analisis bakteri metanogenik, analisis XRF, analisis XRD, analisis

REE, analisis logam berat, analisis Total Organic Carbon (TOC),

dan analisis C14.

Penyusunan laporan melingkupi inventarisasi, kompilasi dan

interpretasi prospektif gasbiogenik daerah penyelidikan.

Daerah kajian adalah wilayah perairan pesisir Delta Kapuas secara

administrasi masuk Kabupaten Kapuas, Propinsi Kalimantan barat secara

geografis terletak 0º 00’ - 0º 25‘ 00” Lintang Selatan dan 108º 55’ 00” -

109º 15’ 00” Bujur Timur. Secara geografis terletak pada posisi 100o01’ -

100o47’ BT dan 0o29’ - 1o50’ LS (Gb.1).

Page 16: 38 muara kakap

PENDAHULUAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 4

1.5 Hasil yang diharapkan Dari data analisis geokimia akan memberikan gambaran umum

informasi tentang indikasi sumberdaya gas biogenik antara lain sebagai

berikut:

• Jenis gas biogenik yang terdapat di daerah penyelidikan

• Pola umum keterdapatan gas biogenik

• Potensi sumberdaya gas biogenik

Dari data seismik, bor, analisis biologi dan kimia maka informasi

yang akan diperoleh yaitu:

• Sebaran dan jenis sedimen yang diduga sebagai media gas

biogenik

• Lingkungan, kecepatan sedimentasi dan umur pembentukan

gas Luaran penyelidikan sumberdaya biogenik gas di Muara kakap dan

sekitarnya, Kalimantan Barat berdasarkan data lapangan kesuluruhan,

maka diharapkan dapat memberikan infromasi potensi dan evaluasi

lingkungan dan sumber daya gas biogenik untuk dijadikan sebagai

pedoman teknis didalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya

gas biogenik sebagai energi alternativ yang berwawasan lingkungan dan

mudah di sosialisasikan dengan masyarakat setempat.

Page 17: 38 muara kakap

PENDAHULUAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 5

Page 18: 38 muara kakap

STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

BAB II STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

2.1 Studi Pustaka

enelitian-penelitian baik yang di-

lakukan oleh instansi pemerintah

atau swasta sebelumnya telah ada di

kawasan perairan Muara Kakap dan

sekitarnya. Informasi terakhir di daerah ini

PB

1 2 3

4 5 6

ada kegiatan survey migas yang dikerjakan oleh pihak swasta.

Sanyoto drr (1993) telah memetakan keadaan geologi kawasan

perairan Muara Kakap dan sekitarnya. Sedimen yang tersebar luas di

kawasan Muara Kakap berupa endapan hasil rombakan dari batuan yang

berumur lebih tua (alufial). Endapan ini terdiri atas material lepas seperti

kerikil, pasir, lanau, lempung, dan endapan kepingan kayu dan gambut.

Tim Lembar Peta 1315 (2001) telah melakukan penyelidikan geologi

dan geofisika Kelautan di perairan Kalimantan Barat. Penyelidikan ini

memetakan kondisi sedimen permukaan dan kedalaman air laut (batimetri)

secara regional.

Kamiludin drr (2004) menyelidiki sumberdaya mineral emas letakan

(placer deposits) pada sedimen permukaan dasar laut di periaran Delta

Kapuas. Hasil telitian mengungkapkan potensi sumberdaya mineral emas

dan mineral berharga lainnya di daerah ini.

Usaha masyarakat Pulau Sepuk Laut dalan pencarian air tanah

dangkal (± 50m) beberapa tahun sebelumnya melalui pemboran mengalami

kegagalan. Dari lubang bor tersebut keluar semburan gas api setinggi 3m

untuk beberapa saat lamanya. Kejadian ini menjadi trauma bagi masyarakat

setempat yang berkaitan dengan penelitian gas.

Alasan yang dikemukakan masyarakat kepada Tim Muara Kakap

(2005) antara lain pertama kekhawatiran terjadi kebakaran, jika gas diambil

6PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 19: 38 muara kakap

STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

akan terjadi amblesan tanah-tanah hunian dan ladang masyarakat bahkan

pulau, pencemaran terhadap perairan yang akan mengurangi produk

perikanan, terakhir khawatir gas di bawa ke luar daerah sehingga

masyarakat setempat tidak menikmati.

2.2 Iklim dan tumbuh-tumbuhan

Pontianak dan sekitarnya beriklim musim hujan sedikit pengaruh

angin musim. Batas periode musim hujan dan kemarau tidak jelas.

Bulan Mei sampai dengan Oktober umumnya lebih kering (terutama

Agustus) dibandingkan periode November-April dalam setiap

tahunnya. Rata-ata curah hujan di Potnianak dan sekitarnya berkisar

antara 3.000 dan 3.500 mm. Temeperatur pada muka air berkisar

antara 33°C dsn 21°C.

Dataran aluvium dan pasang surut delta S. Kapuas di sebagian

besar sebagai hutan rawa, dan sedikit tumbuhan kayu, padang rumput

dan semak belukar. Mangrove banyak tumbuh di sekitar pulau-pulau

Delta Kapuas.

2.3 Populasi

Populasi penduduk terpusat di Kota Pontianak dan sekitarnya.

Tempat lain yang banyak ditempati penduduk adalah lokasi

sepanjang S. Kapuas dan cabang-cabang utamanya separti sungai

Kakap. Di pedalaman, jauh dari S. Kapuas penduduk aslinya adalah

suku Dayak; sedangkan di dekat atau di sepanjang S. Kapuas terdiri

dari suku Melayu dan suku Dayak dan hanya sedikit suku Bugis, Jawa,

dan Cina. Di Pontianak populasi suku-suku tersebut bercampur dan

Cina lebih dari 30 persen.

Sebagian besar suku Dayak bertani dengan sistem pengolahan

berpindah-pindah dengan padi ladang dan jagung sebagai tanaman

7PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 20: 38 muara kakap

STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

utamanya. Menangkap ikan, berburu babi, merotan, menyadap karet

dan beternak sapi adalah kegiatan sampingan suku Dayak. Suku

Melayu, Cina dan suku-suku pendatang lainnya sebagai pedagang,

nelayan, bercocok tanam sawah dan penjual hasil kebun (seperti

buah-buahan, sayuran dan merica).. Perkebunan kelapa juga

terdapat di sekitar dan selatan Pontianak. Industri-industri utama di

Pontianak adalah berkaitan dengan pengolahan kayu dan karet. Agama

yang dianuk sbegaian besar suku Dayak adalah animisme. Suku Melayu dan pen-

datang lainnya beragama Islam. Suku keturunan Cina umumnya masih

menganut kepercayaan leluhurnya walaupun yang berpindah keagama

lain hari demi hari kian bertambah.

2.4 Sarana Angkutan

Pontianak adalah pintu gerbang bagi daerah Kalimantan Barat dan

sebagai pusat perdagangan dan industri. Bandar udara dengan

standar jet terletak 15 km selatan-tenggara dari pusat kota dan

setiap hari didarati pesawat dari Jakarta. Pelabuhan laut dapat

menerima kapal laut berukuran sampai 5000 dwt. Jaringan jalan di

Pontianak dan sekitarnya umumnya telah beraspal. Di tempat lain di

daerah pinggiran umumnya belum beraspal.

Sarana angkutan di daerah sepanjang pantai, rawa-rawa dan

sungai utama serta antar pulau sebagian menggunakan kapal

motor dan perahu. Untuk daerah Sungai Kapuas yang merupakan jalur

tradisional perahu motor masih diperlukan untuk mencapai daerah-

daerah pedalaman di Kalimantan Barat.

2.5 Geologi Regional

Proses yang terjadi di Delta Kapuas sangat berkaitan dengan keadaan

geologi regional daerah setempat. Sedimen dan morfologi Delta Kapuas

8PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 21: 38 muara kakap

STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

sekarang merupakan kelanjutan proses pembentukan sebelumnya. Tatanan

geologi regeional daerah stempat (Sanyoto drr, 1993 ) (Gb.2) sebagai

berikut:

A. FISIOGRAFI

Sebagian besar barat Pontianak terdiri atas rawa-rawa sungai

dan dataran pasang-surut. Di bagian timur Kalimantan Barat terdiri

atas bukit-bukit yang membentuk kaki bukit timur dan tenggara

Pegunungan Schwaner

Dataran aluvial dan pasang surut. Sungai Kapuas mulai

bercabang membentuk suatu sistem komplek mendaun di atas

dataran aluvial dan pasang surut sebagai delta. Dataran lumpur

bakau berkembang baik di muara S. Kapuas. Di bagian tengah dan

hulu delta, saluran utama S. Kapuas mengikuti bentuk meander yang

disayapi oleh komplek scroll dan ox-bow lake. Komplek scroll berkem-

bang ke arah hilir Di bagian hilir laju arus sungai berkurang sejalan

dengan berkurangnya gradien sungai. Proses ini berlanjut dengan

terbentuknya meander dan gosong- gosong pasir.

Inselbergs. adalah bukit di dataran aluvial atau pasang surut yang

seragam. seperti Pegunungan Batuwangking, Ambarang dan Kubu

dengan puncak tertingginya kira-kira 400 m. Bukit-bukit kecil lainnya

(kurang dari 300 m) terdapat pada ujung Selat Padangtikar dan di

sekitar Teluk Nuri.

B. STRATIGRAFI

Sebagian besar dataran aluvial delta Kapuas dan dataran pasang

surut dialasi oleh batuan granit, gunungapi dan terobosan mafik.

Batuan-batuan tersebut adalah hasil busur magmatis pada jaman

Kapur, dan sekarang merupakan bagian dari Batolit Schwaner yang

9PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 22: 38 muara kakap

STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

membentang dari Kalimantan Tengah ke barat-laut Kalimantan Barat

sepanjang kira-kira 600 km. Kebanyakan "inselberg" yang mun-cul di

dataran Kapuas disusun oleh granit. Busur magmatis ini membentang

ke barat sampai L. Cina Selatan dan menyambung dengan gunungapi

dan granit di SINGKAWANG yang berumur Kapur. Batuan-batuan busur

magmatis ini telah diterobos dan menutupi batuan alas malihan.

Sekarang sisanya hanya sedikit yang tersingkap berbentuk seperti

atap, tabir atau layar. Batuan-batuan tersebut di utara di tutupi

oleh batuan-batuan sedimen Tersier dari Cekungan Melawi. Setempat

di selatan diterobos oleh sumbat-sumbat dan stock yang berkomposisi

felsik sampai menengah.

Cekungan Melawi terdiri atas For-masi Tebidah (Tot) dan Batupasir

Sekayam (Tos) berumur Oilgosen Awal. Stock, sumbat-sumbat dan

terobosan-terobosan kecil berupa lajur mempunyai lebar 150 km

dan panjang sekitar 800 km. Lajur ini membentang dari Kalimantan

Barat hingga Timur.

Endapan aluvial, pasangsurut, danau dan rawa (Qa) menutupi

dataran aluvial dan pasang-surut di bagian barat, lembah S. Kapuas

dan lembah-lembah sungai besar lainnya.

2.6 Gas Biogenik

Gas biogenik didefinisikan sebagai gas yang terbentuk pada lapisan

sedimen dangkal, temperatur dan tekanan rendah oleh bakteri anaerobik

yang mengubah komposisi sedimen organik menjadi sebagian besar gas

methane, CH4 (www.geochem.com). Gas biogenik di beberepa negara seperti

Cina, Korea dan Vietnam digunakan untuk industri kecil, penerangan dan

keperluan rumah tangga.

Berdasarkan keterdapatan dan prosesnya gas metan dikenal sebagai

gas coal base methane (CBM), gas termogenik, dan gas hidrat. CBM dapat

terbentuk akibat aktivitas bakteri matanogenik atau proses termal sebagai

gas termogenik. Gas termogenik terbentuk pada lapisan dalam, tekanan

10PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 23: 38 muara kakap

STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

dan temperratur tinggi akibat proses kimia organik dalam kurun waktu

pembentukan cukup lama (waktu geologi). Gas hydrates umumnya berupa

methane biogenik yang terdapat di daerah temperatur sangat rendah

seperti tepi benua dan kutub.

Ada dua komponen utama didalam pembentukan gas metan biogenik

yaitu pertama material organik (moluska, tumbuh-tumbuhan) dan bakteri

metanogenik sebagai katalisator. Gas metan biogenik akan terbentuk jika

tersedianyan material organik yang cukup dan berada dalam lingkungan

anaerobik (tidak ada oksigen) sehingga terjadi proses kimiawi reduksi. Unsur

karbon (C+4) yang terlepas dari material organik dan hydrogen (H-) yang

berasal dari material organik, air tawar (H20) maka akan menghasilkan gas

metan (CH4) akibat aktivitas bakteri anaerobik,. Bakteri anaerobic tersebut

sebagai katalisator. Gas yang dihasilkan ini dikenal sebagai gas metan

biogenik. Oleh karena itu kondisi lingkungan pembentukan gas biogenik

menjadi sangat penting di antaranya:

o Lingkungan harus bebar-benar bebas oksigen artinya bakteri

anaerobik akan mati dalam lingkungan yang mengandung oksigen

jenuh.

o Lingkungan kondisi air tawar atau payau yang bebas dari konsentrasi

sulfat agar tidak terjadi proses kimiawi oksidasi.

o Lingkungan dengan temperatur yang sesuai untuk bakteri anaerobic

hidup. Oleh sebab itu pada lapisan yang lebih dalam gas metan

biogenik tidak akan terbentuk dimana pada lingkungan ini tekanan

meningkat yang menghasilkan temperatur tinggi. Pada kondisi

tersebut terjadi perubahaan komposisi organik akibat proses kimia-

fisika.

o Media atau sedimen dengan porositas yang cukup merupakan salah

satu lingkungan yang diperlukan oleh bakteri anaerobic untuk bisa

bebas berkembang seperti lanau atau pasir halus. Pada sedimen

berupa lempung yang sangat padu dan lengeket (stiffy clay) bakteri ini

kemungkinan kecil sekali untuk berkembang.

11PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 24: 38 muara kakap

STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

2.7. Kajian Masalah

Sebagaimana yang diungkapkan di dalam studi pustaka di atas, proses

geologi menentukan pembentukan Delta Kapuas dan disusul dengan

terbentuknya sumber-sumber gas biogenik di daerah ini. Sesuai dengan

tema penyelidikan yaitu mengenai eksplorasi prospektif gas biogenik

kelautan perairan Muara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat maka

pendekatan kajian masalah adalah menganalisis beberapa data sekunder

dan pendekatan metoda penyelidikan untuk mengetahui sumber gas

biogenik. Pendekatan kajian masalah yang digunakan di antaranya:

Mengidentifikasi dan mengevaluasi indikasi sumber gas biogenik

di daerah penyelidikan. Data yang gigunakan meliputi kondisi

geologi regional setempat, data bor air milik masyarakat yang

mengeluarkan gas, dan kondisi lingkungan yang mengindikasikan

adanya sumber gas biogenik di daerah ini.

Mengidentifikasi dan mengevaluasi sedimen permukaan dan

bawah permukaan yang diduga dapat memperlihatkan indikasi

sumber gas biogenik di kawasan perairan daerah penyelidikan.

Data yang digunakan meliputi sebaran sedimen permukaan dan

rekaman seismik.

Mengidentifikasi dan mengevaluasi konfigurasi lapisan bawah

permukaan di kawasan pulau-pulau delta Kapuas yang

mengindikasikan adanya sumber gas biogenik. Data yang

digunakan adalah penampang dua dimensi geolistrik dan data bor

gas biogenik

Menentukan daerah prospek gas biogenik di daerah penyelidikan

berdasarkan interpretasi data penyelidikan dan data sekunder.

Pendekatan kajian masalah ini disajikan sebatas aspek sientifik dan

aplikasi dan masih bersifat penyelidikan pendahuluan. Faktor prioritas yang

akan digunakan oleh pengelola (user) didalam pemanfaatan data potensi

12PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 25: 38 muara kakap

STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

sumber gas biogenik di kawasan Muara Kakap dan sekitarnya mungkin

berbeda, sehingga keluarannyapun akan lain. Oleh karena itu perlu dikaji

dan diselidikai lebih rinci dan terpadu.

13PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 26: 38 muara kakap

STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

6 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 27: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

BAB III

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

ab ini menjelaskan metoda

dan peralatan yang di-

gunakan pada eksplorasi pros-

pektif gas biogenik kelautan per-

Bairan Muarara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat yang sesuai dengan

kajian permasalahan agar didapat informasi yang diharapkan. Metoda yang

digunakan terdiri atas penyelidikan geologi dan geofisika kelautan, oseanografi

fisika, navigasi, analisis laboratorium dan proses data.

3.1 Metoda

A. Geologi

Metoda geologi meliputi pengambilan contoh sedimen dan air,

pemboran, pemetaan karakteristik pantai, dan pemetaan perubahan garis

pantai

Pengambilan contoh sedimen permukaan adalah untuk

mengetahui sebaran tekstur sedimen permukaan dasar laut secara lateral.

Sedimen permukaan dasar laut diambil di wilayah pesisir dan sungai

perairan Muara Kakap dengan jarak lokasi contoh satu sama lainnya antara

100 m dan 500m.

Pengambilan contoh air permukaan adalah untuk mengetahui

kandungan logam berat dan temparatur permukaan air laut yang ada

hubungannya dengan kondisi lingkungan di kawasan perairan Muara Kakap

dan sekitarnya. Sebanyak 6 contoh air diambil dari laut dan sungai.

3 contoh diambil dari lubang bor.

Pemboran gas biogenik dimaksudkan untuk mengetahui perubahan

dan susunan sedimen secara tegak (vertikal) yang menyusun kawasan

15PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 28: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

pesisir daerah penyelidikan, serta untuk mengetahui indikasi sumber gas

biogenik. Tiga titik bor berada wilayah daratan pesisir dan satu lagi di laut

pada kedalaman air pasang 3 m di atas bagan (platform). Metoda yang

digunakan adalah bor inti (coring) dan inti utuh (undisturbed coring) untuk

gas.

Pemetaan karakteristik pantai digunakan untuk memberikan

gambaran umum proses yang sedang terjadi di kawasan pesisir Muara

Kakap dan sekitarnya. Metoda ini meliputi pengamatan sedimen pantai,

morfologi, dan karakteristik garis pantai berdasarkan metoda Dollan

(1975) di antaranya pemetaan daerah erosi dan sedimentasi, daerah

hunian, bangunan pantai seperti tanggul pantai, groin, dan dermaga, serrta

daerah pertambakan.

B. Geofisika

Metoda geofisika meliputi seismik pantul dangkal dan pemeruman, dan

geolistrik.

Seismik Pantul Dangkal adalah untuk mengetahui konfigurasi dan

runtunan perlapisan sedimen bawah permukaan dasar laut. Cara kerjanya

menggunakan Hukum Snellius yaitu pantulan dari lapisan sedimen yang

berasal dari bunyi yang dipancarkan (boomer) pada frekuensi tertentu dan

diterima oleh rangkaian hidrofon.

Pemeruman digunakan untuk mengetahui kedalaman dan profil

dasar laut. Prinsip kerjanya sama dengan seismik hanya frekuensi suara

yang digunakan berbeda sebatas sampai permukaan dasar laut. Data perum

ini terekam secara menerus (continues) dalam kertas rekam pada lintasan-

lintasan yang telah ditentukan. Dengan menggunakan koreksi data pasang-

surut seterusnya didapat peta batimetri berdasarkan muka air rata-rata.

Geolistrik digunakan di daerah pulau-pulau pada kawasan Muara

Kakap untuk membantu dalam mengungkap indikasi sumber gas biogenik

yang berada di bawah permukaan. Metoda ini dijelaskan pada kajian

16PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 29: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

khusus.

C. Oseanografi fisika

Metoda oseanografi fisika meliputi pengamatan pasang surut, dan

pengukuran arus

Pasang surut, perubahan (amplitudo) permukaan air laut setiap saat

di suatu lokasi yang sama akan berbeda sebagai efek gaya tarik menarik

antara bumi, matahari dan bulan. Metoda pasang surut adalah suatu

metoda pemecahan masalah di atas yang digunakan untuk mendapatkan

koreksi kedudukan permukaan air laut. Pengamatan pasang surut di daerah

Muara Kakap dilakukaan setiap 1 (satu) jam pembacaan pada kurun

waktu 15 hari (piantan). Data pasang-surut ini selain digunakan sebagai

koreksi batimetri, juga parameter dan tipe pasang surut dapat diketahui.

Pengukuran arus yaitu untuk mengetahui arah dan besar pola

umum arus laut. Pengukuran arus yang dilakukan di Muara kakap adalah

dilakukan dengan 1 (satu) metoda, yaitu: “Lagrangian”.

Metoda lagrangian yaitu metoda dengan mengikuti jejak (tacki) masa

air laut melalui benda yang diluncurkan berupa alat apung (floating drogue)

seperti botol apung, bola apung, kantong apung, dll. Arah dan kecepatan

arus melalui metoda ini dapat diketahui dengan mencatat posisi alat apung

yang diluncurkan pada interval waktu yag telah ditentukan.

D. Navigasi

Penentuan posisi baik di laut atau darat sekarang ini umum digunakan

metoda elektronik GPS (Global Positioning System). Metoda GPS bekerja

berdasarkan kalibrasi kedudukan posisi satelit. Ketelitian metoda GPS ini

berbeda-beda tergantung metoda yang dipakai, GPS dan DGPS (Differential

Global Positioning System), serta jenis peralatan. Ketelitiannya mulai kurang

dari 1m hingga 10 m. Di kawasan Muara Kakap sistim naviagsi yang

digunakan adalah metoda GPS karena peta dasar yang digunakan berskala

1:50.000. Untuk ketelitian 10m dengan menggunakan metoda GPS masih

17PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 30: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

cukup akurat untuk sekala peta tersebut.

E. Analisis lab

Analisis laboratorium meliputi analisis besar butir sedimen yang terdiri

atas metoda ayakan dan pipet, analisis kandungan gas alami menggunakan Gas

Chromatograph (GC), analisis Total Carbon (TC), analisis Polen (Palinologi), analisis

bakteri metanogenik, analisis C14 , analisis unsur utama (XRF), analisis jenis

mineral lempung (XRD), dan analisis logam berat.

Analisis ayakan dan pipet, pada dasarnya metoda ini sama yaitu

bekerja untuk memisahkan ukuran butir (kasar – halus) dari endapan

sedimen lepas (unconsolidated sediment). Cara kerjanya contoh sediment

tersebut diayak dengan ayakan yang mempunyai ukuran kasa (mesh)

tertentu dari yang halus hingga kasar. Metoda pipet digunakan untuk

sedimen berukuran butir sangat halus seperti lanau dan lempung. Metoda

ini bekerja berdasarkan “Hukum Stocks”, yaitu mengukur kecepatan

pengendapan (settling velocity) setiap partikel sedimen pada setiap waktu

yang ditentukan. Kecepatan pengendapan partikel sedimen berbanding

lurus dengan ukuran partikel sedimen tersebut.

Analisis kandungan gas alami menggunakan peralatan Gas

Chromatograph (GC). Contoh yang dianalisi adalah contoh sedimen dan gas dari data

bor. Setiap contoh sedimen ditambahkan air murni kemudian dimasukkan dalam

kantong plastik dan diikat agar tidak ada udara yang masuk. Selanjutnya contoh

tersebut dimasukkan dalam botol plasik dan direkat menggunakan lem plastik. Gas

yang keluar dari lubang bor dimasukkan dalam kantong plastik yang ada di dalam

tabung paralon hingga mengembang, kemudian diikat dan direkat. Terakhir tabung

paralonnya ditutup menggunakan penutup paralon dan direkat menggunakan lem PVC.

Contoh-contoh tersebut dimasukan dalam kotak contoh yang dijaga agak dingin

temperaturnya dengan menaburkan butiran es. Gas yang diukur terutama gas metana

dan gas lainnya bila terditeksi.

Analisis kandungan karbon organik total adalah untuk mengetahui jumlah

material organik yang terdapat dalam sedimen yang hubungannya dengan

18PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 31: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

pembentukkan hidrokarbon. Kandungan karbon lebih kecil dari 0.5% tidak berpotensi

untuk terbentuknya hidrokarbon, sebaliknya total karbon >2.0% sangat berpotensi.

Contoh yang dianalisis adalah sedimen yang berasal dari lubang bor. Setiap contoh

sedimen dicuci, dikeringkan, digerus, diahaluskan, ditimbang, dan dilarutkan kedalam

larutan asam klorida (HCL) untuk menghilangkan kandungan karbonatnya. Selanjtnya

dianlisis total karbonnya.

Analisis Palinologi adalah untuk mengetahui lingkungan

pengendapan lapisan sedimen berdasarkan indikasi pollen tumbuhan-

tumbuhan yang ada pada sedimen tersebut. Pada prinsipnya teknik

preparasi batuan untuk analisis palinologi yang dilakukan adalah merupakan

proses pemisahan butiran polen dan spora dari subtansi lain. Preses

pemisahan tersebut dengan menggunakan zat kimia sebagai berikut : KOH,

HCl, ZnCl2, HF, asam asetat anhyidrid, asam asetat glacial , asam sulfat,

acetone, dan pewarna. Penyaringan: ambil sample seukuran 2x2cm,

kemudian dikupas bagian luarnya. Sebelum ditreatment dangan berbagai

macam zat kimia, sebaiknya sampe yang sudah dikupas kemudian direndam

semalam dengan aquadestillata. Setelah itu disaring, sehingga kotoran dan

batang ataupun sisa fosil lainnya bisa dihilangkan terlebih dahulu.

Penghilangan asam Humat: asam humat adalah bahan organik yang

berasal dari ektrasi tanah dan subtansi tumbuhan yang hancur atau

membusuk. Bahan kimia yang dibutuhkan adalah Kalium Hidroksida (KOH)

10%. Tambahkan larutan KOH 10% sebanyak 2x volume residu. Kemudian

diamkan semalam. Setelah itu cuci dengan aquades sampai netral.

Tambahkan sekali lagi KOH 10% sekitar 10 ml, dan panaskan 10 menit

diatas waterbath. Tujuannya adalah untuk menghilangkan sisa asam humat

yang tertinggal. Kemudian dicuci lagi sampai netral. Penghilangan Unsur

Karbonat: bahan kimia yang digunakan adalah Asam Chlorida (HCl) 50%.

Tuangkan Asam Chlorida perlahan-lahan sebanyak 15ml dan aduk sampai

residu tercampur rata. Diamkan selama 2 jam. Setelah itu tambahkan

aquades dan dilakukan pencucian sampai netral. Pindahkan residu ke dalam

tabung centrifuge 50ml Penghilangan Unsur Silika: bahan kimia yang

19PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 32: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

digunakan adalah HF 46% pekat. Tambahkan HF sebanyak 10ml kedalam

residu. Kemudian diamkan semalam, lalu cuci bersih dengan menggunakan

aquadest. Penghilangan Unsur Mineral Berat: bahan kimia yang

digunakan untuk memisahkan polen dan spora dari mineral berat adalah

ZnCl2 dengan BD 2.2. Tambahkan cairan ZnCl2 sebanyak volume residu

yang ada. Aduk dengan memakai hadmixer sampai homogen, kemudian di-

centrifuge selama 30menit. Setelah dikeluarkan akan terlihat mineral berat

mengendendap dan cairan yang mungkin mengandung polen dibagian atas.

Tambahkan aseton sebanyak 10ml kedalam tabung tersebut. Kemudian

cairan tersebut dituangkan kedalam tabung centrifuge yang lain. Mineral

berat dapat dibuang jika tidak akan dianalis lebih lanjut. Cairan yang sudah

dipisahkan dicuci sampai netral dengan menggunakan aquadest.

Penghilangan Unsur Selulosa (Prosedur Asetolisis): untuk

menghilangkan selulosa diperlukan campuran 9 bagian asam acetate

anhydrite (CH3COO)2O dengan 1 bagian asam sulfat (H2SO4). Campuran

ini harus dalam kondisi fresh, jadi hanya dibuat ketika akan melakukan

proses reaksi Asetolisis. Pembuatan Asetolisis harus hati-hati karena mudah

meledak. Pertama 9 bagian asam acetate anhydride dituangkan kedalam

gelas ukur, kemudian tuangkan asam sulfat pekat dengan pipet dengan

menempelkan ujung pipet pada dinding gelas ukur. Hal ini untuk

menghindari reaksi yang terlalu cepat (diindikasi dengan warna kuning).

Campuran yang sudah jadi kemudian dituangkan pada residu sebanyak 5-10

ml, dikocok dan ditutup tidak terlalu rapat. Panaskan dalam

waterbathselama 30 menit. Sebelum dan sesudah proses acetolisis

ditambahkan asam asetat (CH3COOH) sebanyak 10ml. Kemudian dicuci

dengan menggunakan aquadest sampai bersih. Pewarnaan: pewarnaan

bertujuan untuk mempermudah membedakan bentuk polen / spora dari

material lain. Untuk pewarnaan bisa dipakai bermacam zat pewarna:

safranin merah, Bismarck kuning, fuchsin, netral merah, methyl hijau , dll.

Pada residu yang sudah dihilangkan kandungan unsur unsur kimianya dan

sudah dicuci bersih (air jangan dibuang) kedalamnya ditambahkan safranin

20PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 33: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

merah 2-3 tetes. Tutup dan kocok, kemudian panaskan dalam waterbath

selama 5 menit. Setelah itu didinginkan, disetimbangkan dengan aquadest,

di-mixer, di-cetrifuge selama 5 menit; 2000 rpm. Kemudian cuci sampai

bersih dengan menggunakan aquadest. Penempelan Conto diatas Slide:

untuk pemeriksaan polen dan spora, dilakukan pembuatan preparat dengan

meeteskan 20mikron keatas kaca preparat dan tambahkan glycerin jelly,

aduk kemudian tutup dengan cover glass. Panaskan diatas hot plate, sambil

ditekan pelan-pelan dengan tusuk gigi. Setelah siap, bersihkan pinggiran

kaca cover glass dan beri kutek disekeliling cover glass. Preparat siap untuk

diperiksa dibawah mikroskop.

Analisis bakteri metanogenik adalah untuk mengidentifikasi keberadaan

bakteri anaerob sebagai pembentuk gas metan pada contoh sedimen yang

mengandung gas. Contoh sedimen yang dianalisis adalah jenis lempung dan lanau

dari lubang bor yang ada indikasi gas metan. Analisis bakteri ini menghitung jumlah

populasi bakteri dalam contoh sedimen. Setiap contoh seberat kurang lebih 1 g

dilarutkan ke dalam air, dikocok hingga merata. Kemudian setiap 1 gram dari larutan

tersebut diencerkan lagi dan seterusnya. Kemudian sample tersebut dianalisis bakteri

dibawah mikroskop elektron.

Analisis C14, metoda ini digunakan untuk mengetahui umur

pengendapan sedimen yang diperkirakan sama dengan umur pembentukan

gas biogenik. Metoda ini menggunakan waktu paruh unsur C14 pada setiap

sedimen yang mempunyai umur relatif muda kurang dari 50.000 tahun.

Semua sampel dari lapangan sebelum dilakukan pencucian, terlebih dahulu

dipanaskan dalam oven + 80°C selama 3 jam..Setelah kering ditimbang

berat sampel yang akan dicuci, dimasukkan dalam Beaker Glass 500ml.,

ditambahkan aquadest sampai sampel terendam semuanya, dipanaskan

sampai mendidih selama 10 menit, kemudian disaring. (Pekerjaan ini

dilakukan tiga kali berturut-turut).. Hal yang sama dilakukan pekerjaan

diatas, tetapi larutan pencuci diganti dengan HCl 0,2N (dua kali berturut-

turut), kemudian larutan pencuci diganti lagi dengan larutan KOH 0,2N (tiga

kali berturut-turut).. Sampel kembali dicuci dengan aquadest sampai sampel

21PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 34: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

betul-betul netral, dengan memakai indikasi kertas lakmus, terakhir

dipanaskan di oven selama satu malam dengan temperatur 110°C, lalu

ditimbang. Sebagian sampel dianalisis lebih lanjut, sebagian disimpan dalam

botol plastik yang telah diberi etiket. Tahap pengerjaan yang dilakukan pada

prinsipnya adalah pemisahan karbon (C) dari sampel. Karbon dipisahkan

sebagai CO2 yang akan bereaksi dengan larutan amonium hidroksida.

Selanjutnya diendapkan sebagai CaCO3 dan kemudian diubah menjadi

SrCO3. Reduksi dilakukan dengan logam Mg terhadap SrCO3 pada

temperatur 800°C untuk membentuk SrC2. Reaksi antara H2O dengan SrC2

akan menghasilkan gas asetilena (C2H2) dan gas ini digunakan untuk

mengukur aktivitas 14C dengan memakai detektor “Multi Anoda Anti

Coincidence”.

Analisis unsur utama (XRF) di daerah penyelidikan dilakukan pada

sedimen bawah permukaan dari lubang bor untuk mengetahui jenis dan

kandungan unsur utama pembentuk batuan yang dapat digunakan untuk

menentukan sumber sedimen daerah kajian.

Analisis mineral lempung (XRD) dilakukan untuk mengetahui

jenis mineral lempung sejauh mana hubungannya terhadap gas biogenik.

Preparasi sampel untuk pengujian analisis XRD adalah sistem preparasi

bubuk (powder). Ada dua cara preparasi contoh sedimen yaitu sisten

orientasi dan sistem bubuk. Preparasi dengan sistem orientasi dilakukan

dengan mengambil contoh sedimen kering dicampur dengan air, diaduk

dengan centrifugal, kemudian diendapkan selama kurang lebih 24 jam.

Bagian teratasendapan contoh sedimen tersebut kemudian diambil dan

diletakkan pada kaca preparat yang agak dimiringkan, dan terakhir sampel

dikeringkan dalam udara normal. Untuk contoh sedimen dengan kondisi

basah, sampel harus dikeringkan terlebih dahulu dengan oven suhu rendah

selama ±24 jam. Sampel tersebut kemudian dihaluskan hingga berupa

bubuk. Kedua preparasi tersebut mempunyai keunggulan masing-masing.

Preparasi dengan sistem orientasi pada dasarnya cukup baik, akan tetapi

pada saat pengambilan data, sampelnya statis (tidak terputar). Preparasi

22PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 35: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

dengan sistem bubuk, pada dasarnya masih menyisakan mineral-mineral

primer, seperti kuarsa yang mengganggu pick, terutama untuk studi mineral

lempung. Namun demikian, preparasi sistem bubuk ini mempunyai

keunggulan, yaitu tempat sampel (sample holder) yang ada di peralatan

utama dengan keadaan terputar pada saat perekaman data. Dengan

demikian, bidang identifikasi mineralnya tentu lebih luas jika dibandingkan

dengan metode sampel statis.

Analisis logam berat di daerah penyelidikan dilakukan pada

beberapa contoh sedimen dari lubang bor dan air permukaan laut, sungai

dan lubang bor untuk mengetahui jenis dan kandungan logam berat.

Analisis ini untuk mengetahui kondisi lingkungan kawasan Muara Kakap.

F. Metoda khusus geolistrik

Metoda geolistrik multi channel adalah untuk mengungkap struktur

dan pelapisan batuan berdasarkan sifat fisis resistivitas batuan bawah

permukaan yang berkorelasi dengan jenis batuan bawah permukaan bumi.

Nilai resistivitas batuan dan variasinya secara vertikal dan horisontal dapat

diukur dengan metoda geolistrik baik dengan konfigurasi Schlumberger.

Wienner, ataupunpun Dipole-dipole untuk metoda DC-Resistivitas. Dalam

metoda DC-Resistivitas target kedalaman dari pengukuran diatur dengan

panjang bentangan arus dan bentangan voltage yang di injeksikan ke bumi.

Dengan mengukur nilai voltage dan arus dan parameter yang dihitung dari

jarak elektroda arus dan voltage selanjutnya dapat dilakukan perhitungan

nilai resistivitas semu. Setelah diperoleh nilai resistivitas semu nilai

kedalaman dan resistivitas dari batuan yang merepresentasikan variasi

reisitivitas batuan secara vertikal atau variasi resistivitas secara horisontal

pada titik ukur tersebut dapat ditentukan baik metoda konvensional (Kurva

Matching) maupun dengan pemodelan kedepan dan kebelakang (Forward

dan Invers Modelling). Dalam penelitian ini konfigurasi pengukuran data

(data acquisition) yang akan dipakai adalah sounding dan mapping.

23PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 36: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Keberadaan fluida (khususnya gas dan air) dalam batuan ini sangat

bergantung pada porositas dari batuan atau rekahan pada batuan, dan

batuan penyangga (bedrock), dimana dengan diketahui nilai resistivitas

batuan ini jenis batuan, besar porositas dan kedalaman permukaan air

tanah dapat ditentukan. Aliran arus listrik didalam batuan/mineral dapat

digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi

secara elektrolitik, konduksi secara dielektrik. Konduksi secara elektronik

terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus

listrik dialirkan kedalam batuan/mineral tersebut oleh elektron-elektron

bebas itu. Konduksi secara elektrolitik terjadi jika batuan/mineral bersifat

porous dan rekahan tersebut diisi oleh fluida elektrolitik, sehingga arus

listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit

Metoda Geolistrik: pendekatan paling sederhana untuk kajian teori

dari pengukuran resistivitas bumi pertama kali adalah mempertimbangkan

bahwa bumi ini benar-benar homogen isotropis. Hubungan antara

resistivitas dan struktur geologi adalah penting dan merupakan variable

juga. Resistivitas ini berubah secara perlahan akibat formasi yang ada

seperti variasi salinitas dari air pengisi pori batuan. Kebanyakan batuan

menghantarkan arus listrik diakibatkan hanya oleh air atau fluida pengisi

pori dan rekahan-rekahan pada batuan tersebut. Sedangkan jenis

batuannya itu sendiri kurang signifikan pengaruhnya. Dalam pengukuran

metoda resistivitas, besaran-besaran yang dapat diukur adalah beda

potensial diantara dua titik dan kuat arus listrik (I) yang diterapkan. Bentuk

penjalaran arus dan permukaan ekipotensialnya seperti pada gambar 3.

Sedangkan kuat medan selalu dirata-ratakan sama dengan beda potensial

diantara dua titik (V) dibagi dengan jarak kedua titik (r) tersebut

(selanjutnya dikenal sebagai faktor konfigurasi). Rangkaian pengukuran

resistivitas ini seperti pada gambar 4.

24PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 37: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Gb. 3 Garis sebaran arus dan ekipotensial,(www.mine.edu)

Gb. 4. Konfigurasi Schlumberger ,(www.mine.edu)

Persamaan dasar yang digunakan adalam metoda ini dalah

persamaan yang diturunkan dari hukum Ohm dan hukum Gauss, dan

dengan permukaan ekipotensial berbentuk hemisfir dan aliran arus listrik

secara radial (asumsi homogen isotropis) :

rIVπρ

=2

(1)

25PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 38: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Besaran resistivitas ρ, merupakan besaran dari batuan yang diuji.

Adapaun ditribusi potensial pada berbagai jarak dari elektroda arus

digambarkan pada gambar 5.

Gb.5 Bidang Ekipotensial yang terukur pada sepasang

elektroda potensial. ,(www.mine.edu)

Penembusan dari arus listrik yang mengalir ini ditentukan oleh jarak

elektrodanya, sehingga kedalaman penembusan bisa diatur dari jarak

bentangan. Pada table 1 di bawah ini proporsi dari enam lintasan seperti

pada gambar 1.

Tabel 1. Persentase arus total berdasarkan radius sebaran

Lintasan Arus % dari Total Arus1 17 2 32 3 43 4 49 5 51 6 57

26PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 39: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Lintasan-lintasan arus dari 1 sampai 6 yang mulai dari atas sampai ke

lintasan terbawah persentase dari hasil perhitungan dan grafik aliran arus,

tercatat hampir 50 % dari arus yang masuk ke bumi mengalir melalui

batuan pada kedalaman lebih rendah atau sama dengan jarak elektroda

aruis. Dengan memasukkan parameter lapangan seperti jarak antara

elektroda arus dan potensial rumusan pada persamaan (1) dapat berubah,

sebagai contoh untuk konfigurasi Schlumberger jarak antara elektroda arus

adalah n kali jarak elektroda potensial sehingga resistivitas yang terukur

dirumuskan sebagai berikut:

(2

Dalam survey dilapangan dikenal ada beberapa konfigurasi yang sering

digunakan yang tujuan untuk mapping (pemetaan) dan/atau sounding

(pemetaan secara vertical). Konfigurasi-konfigurasi itu adalah Schlumberger,

Wenner, Dipole-dipole, Bristow, dan Mise ala Masse. Adapun pemilihan

konfigurasi ini disesuaikan dengan tujuan survey, seperti untuk eksplorasi

geothermal, eksplorasi air tanah, eksplorasi di aluviasl, eksplorasi mineral,

geologi teknik, dan pengkajian lingkungan.

Bentuk respon berupa resistivitas semu , ρa, dari hasil pengukuran

potensial dari arus yang diinjeksikan pada medium untuk berbagai

bentangan seperti digambarkan pada gambar 6. Gambar tersebut

menunjukkan respon untuk struktur dua lapis ( Tebal lapisan atas 5 meter

dengan resistivitas 500 Ohm dan lapisan bawahnya tebal 15 meter dengan

resistivitas 250 meter) dalam halfspace .

Metoda ini lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya

dangkal, dan jarang memberikan informasi lapisan pada kedalaman lebih

dari 1000 feet. Oleh karena itu metoda ini jarang digunakan untuk

eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang engineering

geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air,

27PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 40: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

juga digunakan dalam eksplorasi geothermal (1),(2).

Gb.6 Resistivitas semu variasi ketebalan dan resistivitas

batuan. ,(www.mine.edu)

Berdasarkan kepada letak (konfigurasi) elektroda-elektroda potensial

dan elektroda-elektroda arus (Gb.7) dikenal beberapa jenis metoda

resistivitas tahanan jenis, antara lain :Metoda Schlumberger,Metoda

Wienner, Metoda Dipole Sounding

Gb. 7 Prinsip dasar penelitian geolistrik

Transmiter

Receiver

Surface

Gambar 1. Prinsip Dasar Penelitian GeolistrikGambar 2.5. Prinsip Dasar Penelitian Geolistrik

28PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 41: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Teknik pengukuran DC – Resistivity yang digunakan di lapangan

adalah konfigurasi Schlumberger. Posisi elektroda arus dan potensial untuk

konfigurasi ini seperti pada gambar 8.

A BM N

I

V

Gb.8 Konfigurasi elektroda arus dan potensial.

Terdapat beberapa cara perhitungan faktor geometris untuk

konfigurasi ini, yaitu:

Cara 1 (Gb.9) :

A BM N

a

p p

0

Gb.9 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 1.

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡−=

4a

ap

21K

2 (1)

maka nilai ρ untuk cara ini :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−π=ρ

4a

ap

IV 2

a (2)

29PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 42: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Cara 2 (Gb.10):

A BM N

a

L

0

Gb.10 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 2

Untuk bentangan seperti ini nilai resistivitas semunya adalah: maka

nilai ρ untuk cara ini :

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡−⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛π

=ρ 1aLa

IV

2

2

a (3)

Cara 3 (Gb11):

A BM N

a

0

n a n a

Gb.11 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 3

Untuk bentangan ini resistivitas semunya:

)1n(naIV

a +π=ρ (4)

Untuk mendapatkan kedalaman dan sebarannya dalam arah lateral

diperlukan kombinasi dari konfigurasi- konfigurasi di atas dan penentuan

kofigurasi apa yang akan diterapkan sangat bergantung dari kondisi

topografi daerah penelitian. Untuk daerah penelitian yang akan diteliti

dominasinya adalah daerah dengan variasi topografi yang kecil sehingga

konfigurasi Wenner dan Schlumberger akan lebih banyak digunakan. Dalam

tahapan pengolahan data dan interpretasi akan digunakan kombinasi antara

30PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 43: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

cara manual dan penggunaan software. Pada penelitian ini direncakana

akan digunakan software-software yang dibuat sendiri dan software-

software paten (forward dan inverse modeling) yang ada.

Perancangan system pengukuran pada survey 2D metoda

geolistrik ini dilakukan beberapa tahapan:

Perancangan system akuisisi meliputi, panjang bentangan yang

ditentukan dengan spasi antara elektroda. Pada survey ini panjang

bentangan bervariasi dari 20 m s.d. 30 m disesuaikan dengan panjang

bentangan yang memungkinkan di lapangan (Gb.12)

Gb.12 Perancangan system akuisisi survey 2D metoda geolistrik

menggunakan Supersting R8/IP.

Penentuan lintasan di lapangan disesuaikan dengan bentangan

alam yang mungkin. Pada survey ini bentangan mengikuti kondisi alam yang

ada dengan tetap mempertimbangan kondisi geologinya. Untuk

mendapatkan hasil optimum terhadap kedalaman dilakukan overlapping

31PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 44: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

bentangan sepanjang satu kabel (enam kali rentang elektroda ) (Gb.13).

Bentangan 1

Bentangan 2

Gb.13 Mogel lintasan di lapangan

Pengolahan data dan interpretasi. terdiri atasdua tahap yaitu :

A) Pengolahan data lapangan yaitu dilakukan selama akuisisi data di

lapangan. Pengolahan data lapangan ini berguna untuk control kualitas data

dan perbaikan-perbaikan sistem akuisisi dalam meningkatkan kualitas data.

B) Pengolahan data setelah lapangan. Pada pengolahan data dilakukan

proses-proses perbaikan data seperti : editing, mutting dan filtering data.

Tahapan ini dilakukan untuk mempersiapkan data agar dapat dilakukan

proses inversi data. C) Tapahan interpretasi adalah penafsiran data hasil

pengolahan data untuk mendapatkan kondisi kedalaman dan nilai

resistivitas riil dari daerah survey yang selanjutnya dilakukan penafsiran

kondisi bawah permukaan bersama-sama dengan data penunjang lainnya

seperti: data geologi, data sumur dan metoda lain yang pernah dilakukan di

lokasi survey tersebut.

G. Proses data/studio

Data kegiatan lapangan dan laboratorium perlu dianalisis dan diproses

melalui program paket komputer dan digitasi yang menghasilkan tabel-tabel

dan peta yang lebih komunikatif serta memudahkan di dalam penyajian dan

penyusunan laporan.

3.2 Peralatan Penyelidikan A. Geologi

1 (satu) unit pecontoh comot (grab sampler)

32PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 45: 38 muara kakap

METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

1 (satu) unit penginti jatuh bebas (gravity corer)

1 (satu) unti bor inti gas biogenik (coring)

1 (satu) buah kompas geologi, loupe tangan

1 (satu) buah kamera

1 (satu) buah tali ukur

5 (lima) lembar peta dasar kerja sekala 1:25.000

5 (lima) lembarpeta rupa bumi sekala 1:25.000

1 lembar peta citra

B. Geofisika

1 (satu) unit 200 Khz echounder

1 (satu) sistem single channe seismic profiling (boomer)

1 (satu) unit komputer dan software navigasi

2 (dua) set alat komunikasi

C. Hidro-Oseanografi

1 (satu) unit drouge tracking

1 (satu) buah rambu ukur

D. Navigasi

1 (satu) unit theodolite

2 (dua) buah rambu ukur

2 (dua) unit GPS mobile

E Analisis Laboratorium

1 (satu) unit alat ayakan besar butir

1 (unit) unit alat pipet besar butir

F. Geolistrik

1 (satu) unit peralatan geolistrik multi channel yang teridir atas: Superstring

R8 IP Multichannel AGI, perangkat komputer, GPS trimble, dan transceiver.

33PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 46: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

4.1. Tekstur Sedimen

Sejumlah contoh sedimen permukaan dasar laut daerah penyelidikan

telah dianalisis besar butir untuk mendapatkan parameter tekstur sedimen.

Data analisis besar butir dari penyelidikan sebelumnya (Udaya, drr., 2004)

juga digunakan. Analisis megaskopis dilakukan untuk mengidentifikasi

secara umum jenis sedimen serta mineral yang terdapat pada sedimen

(Lampiran terikat 1:1).. Analisis besar butir mengikuti cara Folk (1968)

digunakan untuk sedimen pasir dan kerikil. Contoh sedimen berupa lanau,

dan lempung dianalisis pipet. Data baku analisis besar butir dan pipet

diproses (Tabel 2, Lampiran terikat 1:2).

Berdasarkan data analisis besar butir maka sedimen permukaan dasar

laut di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan

tekstur sedimen yaitu: pasir (S), pasir lanauan (zS), lanau pasiran (sZ)

dan lanau (Z) (Gb.14)

Pasir, Sebarannya setempat-setempat, menempati kedalaman laut

kurang dari 10 m dengan persentase pasir antara 99,5% - 100 %. Sifat

fisik pasir berwarna kecoklatan, halus-sangat halus, membundar-menyudut

tanggung, pemilahan baik-sangat baik dengan komposisi utama kuarsa,

sedikit muskovit dan pecahan cangkang moluska. Pemisahan cangkang

hasil preparasi granulometri memperlihatkan persentase 0% sampai dengan

0,9839 %.

Pasir lanauan, sebaran ke arah lepas pantai menyempit, menempati

kedalaman laut tidak lebih dari 10 m dengan persentase pasir, lanau dan

lempung, masing-masing antara 51% - 76,1 %, 22,4% - 44,2 % dan

0,3%-4,8 %. Perian megaskopik mempunyai sifat fisik abu kehijauan-

kecoklatan, lumpuran, halus-sangat halus, membundar-menyudut

tanggung, pemilahan baik, penyusun utama kuarsa, sedikit muskovit dan

5/17/0757 34PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 47: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 35PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 48: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 34PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 49: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

organik sisa tumbuhan. Pemisahan cangkang hasil preparasi

memperlihatkan persentase antara 0,0841 - 3,8014 %.

Lanau pasiran, sebaran di sepanjang pantai menempati kedalaman

laut kurang dari 15 m dan di lepas pantai lebih dari 20 m. Persentase

pasir, lanau dan lempung, masing-masing antara 10,8 - 49,9 %, 45,7 -

87,3 % dan 0,2 - 6,3 %.

Satuan ini secara megaskopik sebagai lumpur pasiran dengan sifat fisik

dan kandungan mineral relatif sama dengan lanau. Perbedaan terlihat dari

sebagian percontohnya berwarna gelap oleh karena kandungan busukan

organik sisa tumbuhannya. Pemisahan cangkang memperlihatkan

persentase antara 0,1178 -7,3876 %.

Lanau, sebarannya menutupi kurang lebih 85 % dari luas daerah

penelitian, berkembang mulai dari pantai hingga menerus ke arah lepas

pantai dengan persentase lanau antara 78,5 - 96,6 %.

Satuan ini secara megaskopik sebagai lempung dan lumpur, sifat

fisiknya abu-abu kehijauan-kehitaman, permukaannya sebagian besar

diselimuti oleh sedimen berwarna kecoklatan. Selimut endapan berwarna

coklat diduga berkaitan dengan pengaruh suspensi sedimen asal Sungai

Kapuas. Sebagian sedimennya teridentifikasi adanya kuarsa, pecahan

cangkang moluska dan organik sisa tumbuhan. Keberadaan cangkang hasil

preparasi granulometri sedimen menunjukan persentase antara 0,0307 –

9,9955 %.

Organik sedimen (Sisa-sisa Tumbuhan), sebarannya menutupi

kurang 1 % dari luas daerah penelitian (tidak terpetakan), berkembang di

anak Sungai Pungur Besar (Kapuas). Secara visual berwarna coklat

kegelapan dengan penyusun utama organik sisa-sisa tumbuhan yang masih

jelas akan batang, ranting dan asal daunnya.

Perian megaskopis sedimen bawah permukaan dilakukan dari lubang

bor MKB1, MKB2, MKB3 dan MKB4 (Lampiran terikat 1.1). Analisis besar

butir dan pipet dilakukan pada contoh sedimen bawah permukaan dari

lubang bor MKB3 dan MKB4. Sedimen pada MKB1 dan MKB2 dapat

5/17/0757 34PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 50: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

memberikan gambaran secara umum kondisi lingkungan sedimentasi

daratan Muara Kakap. Sedimen pada MKB3 dan MKB4 menarik untuk

dianalisis lebih rinci karena dari lubang bor MKB3 ada indikasi gas biogenik

sedangkan sedimen dari lubang bor MKB4 dapat memberikan gambaran

kondisi lingkungan pembentukan Delta Kapuas. Bor MKB1 dan MKB2

terletak di daratan Muara Kakap, bor MKB3 berada di Pulau Sepauk Laut,

dan bor MKB4 berada di laut Pulau Tanjung Saleh.

Jarak bor MKB1 dengan MKB2 sekitar 500m. Penentuan lokasi bor di

sini berdasarkan pertimbangan teknis dan kesepakatan masyarakat.

Berdasarkan deskripsi megaskopis sedimen yang besaral dari bor MKB1 dan

MKB2 hampir sama yaitu berupa perlapisan antara lumpur, lempung, lanau

dan pasir dengan sisipan pasir dan gambut. Pada bor MKB1 lempung

bertambah banyak ke arah kedalaman 50m, sebaliknya lanau untuk bor

MKB2. Lapisan gambut di bor MKB1 lebih banyak ditemukan pada

kedalaman antara kedalaman 26m dan 50m, sedangan lapisan gambut di

bor MKB2 hanya ditemukan di kedalaman 25m. Dari kedua lubang bor

tersebut terdapat sumber air tanah dangkal yang berasal dari lapisan pasir

sebagai akifer. Pasirnya berwarna abu-abu gelap, berbutir halus, dan

banyak mengandung material organuk berupa sisa-sisa tumbuhan dan

pecahan cangkang moluska.

Bor MKB3 mencapai kedalaman 45m. Secara megaskopis sedimen

yang berasal dari bor MKB3 terdiri atas perselingan pasir lempung dan pasir.

Sedimen yang berada dekat kepermukaan berupa lempung hitam kaya akan

material organik, ke arah bagian dalam sedimen disusun oleh pasir halus

berwarna abu-abu kecoklatan, tebal antara 20cm dan 50cm yang

berselingan dengan lempung lunak berwarna hitam, hijau kecoklatan,

mengandung kepingan organik berupa kayu dan tumbuh-tumbuhan, berbau

busuk, tebal lebih dari 1 m. Pada kedalaman 43m dan 45m sedimennya

terdiri atas pasir halus, berwarna abu-abu kecoklatan, sisa-sisa material

organik.

5/17/0757 35PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 51: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Penetrasi bor MKB4 sedalam 100m. Sedimen yang terdapat pada bor

MKB4 sebagian besar berupa lempung yang diselingi oleh lapisan material

organik berupa gambut dan lempung hitam organik. Lapisan sedimen dekat

permukaan terdiri atas gambut berwarna hitam kecoklatan, terurai, tebal

mencapai 2.5m. Antara kedalaman 2.5m dan 45m sedimennya terdiri atas

lempung hitam kecoklatan, lunak, material organik 30%. Antara kedalaman

45m dan 50m lempung hitam tersebut menjadi lebih kompak dan lengket.

Antara kedalaman 50m dan 91m sedimennya berupa lempung abu-abu

kehijauan, kompak, dan sangat lengket. Di antara lapisan lempung hitam

kehiajaun dan hitam kecokalatan pada kedalaman 91m – 92m dan 96m –

97m terdapat lapisan gambut hitam sangat kompak, tebal antara 10cm dan

20cm. Pada kedalaman 99m dan 100m sedimennya terdiri atas kaolin

sangat lengket, kompak berwarna coklat terang-coklat agak pudar.

Analisiis besar butir pada contoh sedimen bor MKB3 dan MKB4 adalah

untuk mengetahui perubahan tekstur sedimen secara tegak yang

menggambarkan ligkungan sedimentasi. Berdasarkan data analisis besar

butir sedimen dari kedua lubang bor tersebut, terdapat perbedaan tekstur

sedimen terutama harga besar butir rata-ratanya (Tabel 3 dan Tabel 4).

Besar butir rata-rata sedimen bor MKB3 beragam. Dekat permukaan

(0m - 8m) nilai besar butir rata-rata berkisar antara 3phi dan 4phi. Di

bagian tengah (8m - 34m) besar butir rata-rata antara 4phi dan 5phi. Lebih

dalam lagi harga besar butir rata-rata umunya antara 2phi dan 3phi.

Berdasarkan data tersebut di bagian atas sedimen lebih banyak disusun oleh

pasir halus, di bagian tengah terdapat perselingan sedimen pasir halus dan

lanau, dan dibagian dalam sebagian besar sedimen disusun oleh pasir halus

dan pasir berbutir sedang.

Besar butir rata-rata sedimen bor MKB4 tidak memperlihatkan

perubahan yang mencolok berkisar antara 5phi dan 7phi. Nilai besar butir

rata-rata tersebut termasuk sedimen lanau. Di sekitar permukaan harga

besar butir rata-rata sekitar 5 phi. Harga ini berangsur naik menjadi sekitar

7phi sejalan dengan bertambahnya kedalaman.

5/17/0757 36PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 52: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 37PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 53: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 38PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 54: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 39PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 55: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

4.2. Karakteristik Pantai

Karakteristik pantai menggambarkan keanekaragaman proses

pembentukan morfologi, dimana perubahan morfologinya mencirikan hasil

dari interaksi antara unsur oseanografisika (angin, gelombang, pasang naik-

turun dan arus) terhadap unsur geologi (struktur, batuan dan topografi)

dan aspek antropogenik (pengguna). Pemetaan karakteristik pantai

bergantung kepada skala peta dan obyek penyelidikan (Dolan, 1975).

Pemetaan karakteristik pantai di daerah selidikan dilakukan dengan orientasi

lapangan melalui jalan laut secara diskriptif, kualitatif terhadap parameter

geologi, relief, karakteristik garis pantai dan proses dominan (Doland,

1975). Proses dominan meliputi marin, fluviatil, pencucian massa (mass

wasting), kehidupan koral (coral life), pertumbuhan bakau (mangrove life)

atau campurannya. Peta dasar yang diapakai peta Rupa Bumi Bakosurtanal

skala 1 : 50.000, dan citra ETM7 2001.

Daerah selidikan termasuk kedalam Delta Kapuas. Delta ini merupakan

suatu sistem delta aktif yang dibentuk dalam kondisi lingkungan tropik.

Pengaruh gelombang laut dan fluvial sangat besar dalam pembentukan.

Delta Kapuas memperlihatkan suatu tipe morfologi hampiir berbentuk kipas

simetri (symmetrical fan). Morfologi Delta Kapuas secara umum dapat

dibagi kedalam tiga sistem konsentrik radial yaitu dataran delta (delta

plain), muka delta (delta front) dan luar delta (prodelta).

Berdasarkan pengamatan visual, kawasan Delta Kapuas terdiri atas

pulau-pulau yang banyak ditumbuhi mangrove dan nipah. maka

karakteristik pantai daerah selidikan dapat digolongkan ke dalam 2 jenis

pantai yaitu pantai lumpur- mangrove-rhizophora dan 2 pantai lumpur

mangrove-nipah (Gb. 15).

A. Pantai lumpur- mangrove-rhizophora

Pantai lumpur- mangrove-rhizophora berkembang sebagian di pantai

Muara Kakap, pantai barat P. Tanjung Saleh, P. Sepuk Prupuk, P. Sepuk

Keladi dan P. Sepuk Laut. Karakteristik garis pantai jenis ini terdiri atas

5/17/0757 40PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 56: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

tanaman mangrove rhizophora dan lumpur. Endapan lumpurnya akan

tampak jelas terutama pada saat air laut surut. Resistensi sedimen

terhadap aksi gelombang laut dari jenis pantai ini tergolong rendah,

sehingga di kawasan ini sering terjadi erosi pantai, terutama pada saat

musim angin barat, yang mengakibatkan beberapa garis pantai mundur

(abrasi). Di lapangan erosi pantai ini biasanya ditandai oleh adanya

beberapa tanaman mangrove dewasa yang tumbang dan berada jauh di

depan garis pantai baru. Sebaliknya pasokan sedimen dari sungai Kapuas

pada pantai ini cukup tinggi, sehingga secara umum pantai ini tergolong

stabil dengan sedimentasi aktif. Di lapangan kondisi ini diperlihatkan oleh

banyaknya tanaman mangrove muda, dan gosong-gosong pasir (sand bar)

di kawasan tersebut sebagai embrio pulau - pulau kecil (Lampiran

Foto 1).

B. Pantai lumpur mangrove-nipah

Pantai lumpur mangrove-nipah berkembang di sepanjang tepi sungai,

Kapuas dan anak-anak sungainya (Lampiran Foto 1), dan hampir semua di

tepi pulaua-pulau yang ada di Delta Kapuas. Jenis pantai ini dapat

dikatagorikan sebagai daerah peralihan atau daerah pertumbuhan dan

perkembangan mangrove nipah dalam lingkungan payau sebagai akibat

pengaruh campuran air sungai dan air laut. Jenis pantai ini umumnya

dicirikan oleh adanya sedimen yang berlapis di sekitar tepian sungai. Pantai

jenis ini relatif stabil terhadap erosi arus sungai. Gelombang dan arus sungai

yang ditimbulkan oleh kendaraan laut berkecepatan tinggi sering

menimbulkan erosi pada tepi sungai.

4.3. Pasang Surut

Pengukuran pasang-surut dilakukan di sekitar Dermaga Muara Kakap

dan Sungai Pulau selama 15 hari dengan pembacaan setiap 1 (satu) jam

secara menerus (Lampiran terikat 2-1) dari tanggal 18 September 2005

s/d 2 Oktober 2005 (Gb.16). Metoda perhitungan perhitungan konstanta

5/17/0757 41PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 57: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 34PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 58: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap Kalimantan Barat (18 SEPT. - 3 OKT. 2005)

468

1012141618

202224

0:00

12:0

00:

0012

:00

0:00

12:0

00:

0012

:00

0:00

12:0

00:

0012

:00

0:00

12:0

00:

0012

:00

0:00

12:0

00:

0012

:00

0:00

12:0

00:

0012

:00

0:00

12:0

00:

0012

:00

0:00

12:0

00:

0012

:00

Jam

Ting

gi A

ir (d

m)

Tinggi Air

MSL

Gb.16 Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap Kalimantan Barat (18 Sept. – 3 Okt. 2005) (PPPGL, 2005)

5/17/0757 34PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 59: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

harmonis yang digunakan adalah metoda The British Admiralti 15 hari

(piantan). Berdasarkan perhitungan konstanta harmonis pasang surut di

daerah penyelidikan maka diperoleh elevasi muka laut rata-rata (mean sea

level) dari level nol rambu, dan 9 (sembilan) konstanta harmonik (M2, S2,

N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1) Hasil akhir perhitungan konstanta

harmonik ini adalah sebagai berikut (Tabel 5):

Tabel 5. Konstanta harmonik pasang-surut Muara Kakap (PPPGL, 2005)

FINAL RESULT

So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 A cm 136.02 17.9 5.5 0.002 1.5 38.6 30.7 12.7 1.7 2.4

g 395 164 63 164 129 332 129 247 353 F = 2.96

Dimana :

An : besaran amplitudo pasang surut komponen-n

g : sudut kelambatan fasa

So : tinggi muka laut rata-rata di atas titik nol rambu

M2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi bulan

S2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi

matahari

N2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh jarak, akibat

lintasan bulan yang berbentuk elips

K2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh jarak, akibat

lintasan matahari yang berbentuk elips

O1 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi

bulan

P1 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi

matahari

K1 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi

bulan dan matahari

M4 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan

sebanyak dua kali (2 x M2)

5/17/0757 35PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 60: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

MS4 : konstanta harmonik yang diakibatkan oleh adanya

interaksi antara M2 dengan S2

Sebagai datum vertikal untuk keperluan pemetaan hidrografi

digunakan kedudukan muka air surutan terendah (LWS) yang letaknya

0.846 m di bawah MSL (Gb.17).

Gb.17 Tinggi LWS terhadap rambu pasut

Analisa kombinasi komponen utama pasang surut dilakukan untuk

menentukan delay (keterlambatan) kejadian masing-masing komponen

pasang surut. Hasil analisa kombinasi menggunakan 9 (sembilan)

komponen utama adalah sbb.:

a. Kombinasi Terhadap Pasang K1 dan M2

5/17/0757 36PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 61: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Diperoleh air rendah yang ditimbulkan oleh anak komponen pasang

surut konstanta K1, O1, M2, dan K2 adalah 67.8 cm di bawah duduk

tengah.

b. Pengaruh Pasang S2

Kedudukan air rendah yang disebabkan oleh pasang M2, S2, K1, O1,

dan K2 adalah 67.8 cm di bawah duduk tengah.

c. Pengaruh Gelombang P1

Air rendah yang disebabkan oleh komponen M2, S2, K1, O1, K2, dan

P1 adalah 80.54 cm dibawah duduk tengah.

d. Pengaruh N2, M4, dan MS4

Kedudukan air rendah terendah yang diakibatkan oleh komponen

pasang surut M2, S2, K1, O1, K2, P1, N2, M4, dan MS4 adalah 84.6 cm

di bawah duduk teng

4.4. Arus

Arus laut yang terjadi yang diakibatkan oleh pasang surut dan

merupakan salah satu parameter di dalam mengontrol dinamika pantai

Delta Kapuas. Untuk mendapatkan gambaran kondisi arus di daerah

penelitian dilakukan dengan pengukuran Lagrangian.

Pengakuruan arus dengan metoda Lagrangian digunakan bola apung.

Arah dan kecepatan arus diketahui dengan mengikuti arah dan gerak bola

apung tersebut. Berdasarkan pengukuran arus dari bola apung yang

berlokasi di Sungai Punggur Besar depan muara Sungai Kakap pola arus

surut searah dengan aliran Sungai Punggur Besar menuju laut. Kecepatan

rata-rata arus surut ini adalah 0.56m/detik. Pada saat pasang arus

berlawanan arah dengan arah aliran sungai tersebut. Kecepatan rata-rata

arus pasang lebih rendah dari arus surut yaitu 0.24m/detik (Gb.18). Dari

data arus di atas menunjukkan bahwa pergerakan partikel sedimen yang

diangkut oleh arus sungai dan arus surut condong ke arah laut. Dengan

kata lain pengendapan atau sedimentasi akan berlangsung terus ke arah

laut selama tidak ada hambatan akibat adanya penghalang (sediment trap)

5/17/0757 37PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 62: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

yang dipasang oleh masyarakat pantai setempat seperti bagan, dan bubu

laut (jaring perangkap ikan).

4.5. Batimetri

Berdasarkan data lintasan peruman dan seismik (Gb.19), maka

kedalaman air laut setiap titik tetap (fix point) di daerah penyelidikan

dikoreksi pasut. Koreksi pasut yang digunakan adalah muka air laut rata-

rata (mean sea-level). Data yang telah dikoreksi diplot kembali ke dalam

peta pada posisi titik yang sama, kemudian dari titik–titik tersebut ditarik

garis yang mempunyai kedalaman yang sama berupa kontur kedalaman

(batimetri). Batimetri tersebut diplot pada interval 1 m (Gb.20). Karena

metoda yang digunakan bukan dikhususkan untuk survey hidrografi, maka

peta kedalaman air laut yang dihasilkan ini tidak direkomendasikan untuk

navigasi.

Konfigurasi morfologi dasar laut mencerminkan kondisi geologi serta

dinamika air lautnya. Berdasarkan data peruman maka secara umum pola

kontur batimetri dasar laut daerah penyelidikan mengikuti pola morfologi

Delta Kapuas. Morfologi dasar laut dekat pantai delta (delta front)

menunjukkan pola datar dan merata dengan kedalaman antara 1m dan 5m.

Di sekitar muara-muara sungai delta ini terdapat kanal masuk dan keluar

(out/inlet) arus pasut/sungai dengan kedalaman mencapai lebih dari 5m.

Morfologi dasar laut di bagian luar delta, P. Sepuk Laut, P. Sepuk Keladi,

dan P. Sepuk Prupuk memperlihatkan pola kontur lebih rapat dibandingkan

dengan tempat lainnya mulai dari kontur kedalaman 5m sampai dengan

20m. Pola kontur tersebut mencirikan adanya suatu kemiringan (slope) yang

cukup terjal (Gb.20). Pola kontur-kontur tersebut merupakan bagian dari

lingkungan luar delta atau tepian delta (shelf).

5/17/0757 38PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 63: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 39PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 64: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 40 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 65: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 41 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 66: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

4.6 Seismik Pantul Dangkal

Survei seimik dilakukan secara bersamaan dengan pemeruman,

sumber ledak (source) sistem Boomer dengan catu daya 300 Joule, sapuan

1/4 per detik, kecepatan waktu ledak (firing rate) 1/4 detik, frekuensi 300-

4000 Hz dengan waktu bacaan posisi (fix position remark) pada kertas

rekam setiap selang 10 menit. Interpretasi data seismik diproses secara

manual dengan menarik batas dari sifat dan konfigurasi pantulan akustik.

Ketebalan sekuen sesimik dihitung dengan menggunakan asumsi kecepatan

rambat gelombang pada sedimen yaitu 1600 m/detik. Setiap sekuen seismik

yang diiterpretasikan sebagai sedimen Holosen dan mempunyai ketebalan

yang sama dihubungnkan dalam bentuk kontur isopah. Penarikan kontur

isopakh dilakukan dengan menggunakan interval setiap 5 m (Gb.21).

Lintasan seismik diarahkan memotong Delta Kapuas yaitu mulai dari muara

induk Sungai Kapuas (delta plain) , kanal delta, hingga ke laut (prodelta).

Berdasarkan peta isopah secara umum sedimen Holosen di bagian

lepas pantai (pro-delta) lebih tebal dibandingkan dengan bagian dataran

delta. Pola kontur isopahnya menyempit dengan ketebalan sediment

mencapai 35 meter. Pola ini terdapat di utara dan tengah daerah selidikan.

Data rekaman seismic juga menunjukkan di bagian lepas pantai (pro-

delta) konfigurasi lapisan sedimen bawah dasar laut sebagian besar

mencerminkan pola-pola alur purba dengan konfigurasi torehan dan isian

kanal (cut and fill) (Gb.22). Sebaliknya ke arah dataran delta atau muara

Sungai Kapuas bentuk cut and fill ini tidak tampak lagi karena tertutup oleh

pola turbiditas akustik (acoustic turbidity).

Pola-pola reflector yang menunjukkan adanya indikasi gas dalam

sediment di daerah penyelidikan antara lain penggosongan akustik (acoustic

blanking), turbiditas akustik, penguatan reflector (enhanced reflectors),

reflector berganda (multiple reflectors) dan hiperbola difraksi (diffraction

hyperbolas).

5/17/0757 42PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 67: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Pengosongan akustik adalah fenomena area-area bebas refleksi

yang mengindikasikan adanya daerah-daerah gas (Gb.23). Hal ini terjadi

karena adanya absorbsi sinyal seismic dalam sediment mengandung gas.

Efek yang sama dapat juga ditimbulkan oleh transparansi akustik karena

tidak terdapatnya perlapisan sediment akibat migrasi gas.

Turbiditas akustik adalah berupa rekaman kabur (diffuse) menutupi

seluruh rekaman yang ada (Gb.24). Pola ini terjadi karena penyerapan

(absorb)) energi akustik oleh lapisan sedimen sangat lunak atau ronga-

ronga pada sedimen sangat porus yang diisi oleh gas. Adanya lapisan-

lapisan kerikil dan pasir juga memberikan efek akustik yang sama, sehingga

dalam penafsiran keberadaan material-material ini perlu diperhatikan.

Turbiditas akustik yang memotong secara tajam stratifikasi dalam rekaman

seismic mengindikasikan tidak terdapatnya hubungan keberadaan gas

dengan litologi. Sediment turbid ini juga tidak selalu menunjukkan adanya

efek terhadap kecepatan rambat akustik yang nyata (pull-down effect).

Penguatan reflector adalah variasi lokal reflektor seismik yang

biasanya berada di bagian atas lapisan turbid yang mengindikasikan

bertambahnya konsentrasi gas (Gb25). Kadang-kadang fenomena ini

meluas secara lateral dari zone turbiditas akustik.

Reflector berganda adalah fenomena perulangan secara kuat suatu

reflector akibat dari pergerakan ke bawah energi gelombang seismic yang

dipantulkan oleh permukaan bergas dan dipantulkan kembali oleh

permukaan laut. Reflector berganda dasar laut yang kuat dapat juga

dihubungkan dengan material sampah terutama di daerah-daerah dekat

industri.

Hiperbola difraksi adalah bentuk-bentuk reflector yang terutama

terkonsentrasi di bagian paling atas kolom sediment atau pada dasar laut.

Bentuk ini berhubungan dengan horizon gas dan bentuk morfologinya yang

tidak beraturan adalah akibat adanya sediment bergas.

5/17/0757 43PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 68: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 44 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 69: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 45 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 70: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 46 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 71: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Gb,25 Penafsiran rekaman seismik pantul dangkal di sekitar Delta Kapuas penampang P5. Sumber energi Boomer 300 Joule waktu ledak ¼ detik (PPPGL, 2005).

4.7. Analisis laboratorium

A. Analisis kandungan gas

Analisis kandungan gas alami dilakukan pada beberapa gas dan

sedimen yang berasal dari lubang bor MKB3. Lubang bor tersebut

merupakan satu dari 4 lubang bor penelitian yang mengindikasikan

adanya gas. Alat yang digunakan adalah jenis GCMS Shimadzu: GC-17A

dan MS-QP5050A. Contoh gas yang dianalisis adalah gas yang langsung

ditampung kedalam kantong plastik dan pipa pvc dari lubang bor MKB3.

Tekanan gas alam dari lubang bor tersebut sangat kecil diperkirakan

kurang dari 1 milibar. Contoh gas lainnya adalah berasal dari gas yang

terbentuk berasal dari contoh sedimen organik MKB3 yang disimpan

didalam kantong plastik tertutup rapat. Terakhir contoh gas yang dianalisis

berasal dari ekstrasi contoh sedimen tersebut. Keluaran gas yang dianalisis

adalah dalam bentuk jenis gas dan konsentrasi %.

Berdasarkan analisis gas yang langsung dari lubang bor MKB3, gas

tersebut sebagian besar mengandung kandungan gas nitrogen N2 di atas

70%, gas oksigen O2 lebih dari 15%, gas metana CH4 antara 2% dan 8%,

dan gas hydrogen H2 dan karbon dioksida CO2 kurang dari 1% (Lampian

terikat 3.1). Gas yang yang dianalisis tersebut tidak diketahui secara pasti

5/17/0757 47PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 72: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

di kedalaman berapa pada lubang bor MKB3. Untuk itu dilakukan

pengambilan contoh sedimen untuk dianalisis kandungan gasnya.

Sebanyak 4 contoh sedimen yang diambil dari kedalaman yang

berbeda telah dianalisis kandungan gasnya. Dari analisis kandungan gas

yang dijeksikan berasal dari contoh sedimen tersebut sebagian besar

memperlihatkan konsentrasi gas metana CH4 yang cukup besar.

Konsentrasi gas metana CH4 pada setiap contoh yang dianalisis

kebanyakan dalam bentuk senyawa dan bukan dalam bentuk gas metana

bebas. Jenis dan konsentrasi gas yang dianalisis adalah sebagai berikut

(Lampian terikat 3.1):

Kandungan gas pada sedimen antara 0m dan 8m (MKB3-8) terdiri

atas gas tetranitromethane lebih dari 90% dan kurang dari 1% gas octyl-

4-carboxylic acid.

Pada contoh sedimen sekitar 11m di bawah permukaan (MKB3-11)

gasnya terdiri atas tetranitromethane (93.78%), dan octyl-4-carboxylic

acid kurang dari 2%.

Di kedalaman sekitar 19m (MKB3-19) gas yang dapat diidentifikasi

terdiri atas tetranitromethane lebih dominan (98%), dan sebagian kecil

gas octyl-4-carboxylic acid.

Pada kedalaman antara 23m dan 25m gas yang dihasilkan terdiri

atas gas tetranitromethane (97%), dan sedikit gas Bis[4-(phenylsulphonyl)

phenyl] carbonate (3%).

Jenis gas yang dihasilkan pada sedimen paling bawah dari lubang bor

MKB3 yaitu antara 39m dan 45m terdiri atas gas beta ionone epoxide lebih

dari 90%, dan kurang dari 10% gas tetranitromethane.

Selanjutnya analisis identifikasi gas dilakukan pada contoh sedimen

yang sama yang diekstrasi. Berdasarkan analisis gasnya maka didapat

jenis dan persentase gas yaitu (Lampian terikat 3.1):

Untuk sedimen pada kedalaman sekitar 8m gas yang dihasilkan

sebagian besar berupa methyl ester (27%), carotene (25%), propane

5/17/0757 48PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 73: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

(20%), dan sekitar 10% terdiri atas dicloropehenyl, dan phenylpropyl

isobutyrates.

Pada contoh sedimen di kedalaman 11m gas yang dapat didentifikasi

sebagian besar berupa methyl ester (62%), dan sebagian lagi terdiri atas

ehtyphenyl, tetramethyl, dan chloromethoxyl.

Gas yang dapat diidentifikasi pada contoh sedimen di kedalaman

sekitar 19m dan 23m sebagian besar (98%) berupa gas ethane, ethyl

ether.

Pada sedimen yang paling bawah dari lubang bor (39m-45m) gas

yang dihasilkan sebagian besar berupa gas ethane (80%), dan sebagian

lagi (20%) terdiri atas propanol, butanol, dan phenol.

B. Analisis karbon total

Analisis kandungan karbon total dilakukan pada contoh-contoh

sedimen yang berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4.

Data analisis kandungan karbon dinyatakan dalam satuan % berat

(Lampian terikat 3.2).

Berdasarkan data analisis kandungan karbon total dari ke empat

lokasi bor, persentase total kandungan karbonnya tinggi untuk sedimen

MKB1, MKB2, dan MKB4 yang terdapat di sekitar permukaan. Persentase

total karbonnya berangsur turun untuk sedimen yang berada lebih dalam

lagi. Sebaliknya untuk sedimen yang berasal dari lubang bor MKB3

persentase total karbon meningkat dengan bertambahnya kedalaman.

Persentase karbon total untuk sedimen permukaan (0m dan 5m) dari

lubang bor MKB1 dan MKB2 yaitu antara 7% dan 9%. Nilai total karbon

tersebut cukup tinggi jika dibandingkan terhadap nilai karbon total

pembentukan hidrokarbon. Hal ini sesuai dengan perian megaskopis

sedimennya yang banyak mengandung material organik sisa tumbuh-

tumbuhan dan gambut. Pada kedalaman 40m dan 50m nilai total

karbonnya menjadi rendah sekali yaitu antara 0.10% dan 0.20%.

5/17/0757 49PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 74: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Kondisi tersebut diperlihatkan pula oleh sedimen yang berasal dari

lubang bor MKB4. Nilai persentase karbon total pada sedimen

permukaannya sangat tinggi yaitu mencapai 15.76%. Sedimen ini berupa

material organik sisa tumbuhan (gambut). Sebaliknya pada kedalaman

100m persentase karbon totalnya menjadi rendah sekali (0.09%). Hal ini

sesuai dengan jenis sedimennya berupa lempung kaolin yang masih

segar.

Berbeda dengan contoh sedimen sebelumnya, nilai persentase

karbon total yang ada pada sedimen MKB3 di kedalaman 0m sampai

dengan 30m tidak memperlihatkan perubahan yang mencolok yaitu

berkisar antara 1.5% dan 3.5%. Kecuali pada kedalaman 30m dan 40m

nilai karbon total ini menurun cukup berarti yaitu antara 0.7% dan 0.9%.

Selanjutnya persentase karbon total tersebut naik menjadi sekitar 4%

pada kedalaman 45m.

C. Ananlisis polen

Analisis polen dilakukan pada sedimen yang berasal dari lubang bor

MKB1, MKB2, MKB3 dan MKB4. Berdasarkan analis polen pada contoh-

contoh sedimen tersebut, kelimpahan kandungan pollen dari setiap bor

cukup beragam kecuali untuk contoh sedimen dari lubang bor MKB1 dan

MKB2 memperlihatkan suatu kemiripan. Hal ini disebabkan lokasi titik bor

MKB1 dan MKB2 agak berdekatan. Sedangakan dengan titik bor lainnya

cukup jauh dengan kondisi lingkungan dan jenis sedimen yang berbeda.

Data analisis pollen ditampilkan berupa jenis dan persentase

kelimpahannya (Lampian terikat 3.3), dan karaktersitk setiap jenis pollen

(Lampiran Foto).

Contoh pollen yang berasal dari sedimen MKB2 yang dianalisis

mengandung butiran polen yang cukup melimpah yaitu lebih dari seratus

butir dalam tiap preparatnya (Gb.26). Diagram Polen ini dapat dibagi

menjadi 2 zonasi polen. Zonasi 1 dibedakan dari zonasi 2 berdasarkan

kelimpahan polen tumbuhan mangrove dan grassland-nya. Polen

5/17/0757 50PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 75: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

mangrove hadir dalam frekuensi yang sangat kecil di Zonasi 1 dan

meningkat pesat di Zonasi II. Pada bagian bawah Zonasi 2, mangrove

didominasi oleh polen Rhizophora. Namun frekuensi Rhizophora menurun

drastis ke bagian atas inti bor. Kondisi sebaliknya ditunjukkan oleh polen

Sonneratia alba yang hadir dalam frekuensi kecil dibagian bawah Zonasi 2

namun memperlihatkan peningkatan frekuensi ke bagian atas bor.

Frekuensi polen tumbuhan grassland menunjukkan gejala yang

serupa dengan polen tumbuhan mangrove yaitu hadir dalam frekuensi

yang kecil di Zonasi 1 dan meningkat di Zonasi 2. Peningkatan frekuensi

polen tumbuhan grassland terutama disebabkan oleh peningkatan

Gramineae dan Cyperaceae. Compositae yang absen di Zonasi 1 tampak

hadir di bagian atas Zonasi 2.

Polen tumbuhan dryland/petaland menunjukkan gejala yang

berbalikkan dengan kondisi polen mangrove dan grassland yaitu memiliki

frekuensi yang tinggi di Zonasi 1 dan berkurang di Zonasi 2. Sedangkan

polen tumbuhan montane menunjukkan frekuensi yang relatif sama baik di

Zonasi 1 maupun 2.

Alga air tawar yaitu Concentricystes circulus hadir baik di Zonasi 1

maupun 2. Frekuensi alga ini memperlihat peningkatan di Zonasi 2.

Diagram Polen yang terdapat pada contoh sedimen MKB3 dapat

dibagi menjadi 2 zonasi polen (Gb.27). Zonasi 1 dapat dipisahkan dari

Zonasi 2 berdasarkan kelimpahan polen tumbuhan grassland nya. Di

Zonasi 1 frekuensi polen tumbuhan grassland sangat besar mencapai

hingga lebih dari 40%. Gramineae mendominasi frekuensi polen tumbuhan

grassland di Zonasi 1 ini. Sementara di Zonasi 2 frekuensi polen tumbuhan

grassland memperlihatkan penurunan yang berarti mencapai kurang dari

5% di bagian bawah dan sedikit lebih besar pada bagian atasnya.

Polen tumbuhan mangrove tidak memperlihatkan fluktuasi yang

berarti, hadir dengan frekuensi sedang sekitar 10% baik di zonasi 1

maupun 2. Pada bagian bawah inti bor, kehadiran polen mangrove tampak

5/17/0757 51PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 76: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

didominasi oleh Sonneratia alba. Ke bagian atas inti bor, Sonneratia alba,

Avicennia dan Rhizophora memiliki frekuensi yang sebanding.

Polen tumbuhan dryland/peatland memperlihatkan frekuensi yang

relatif kecil di Zonasi 1 namun meningkat cukup signifikan di Zonasi. Polen

tumbuhan darat yang hadir dengan frekuensi yang cukup besar adalah

Elaeocarpus.

Polen tumbuhan pegunungan hadir dengan frekuensi kecil di Zonasi

1 dan sedikit meningkat di Zonasi 2. Frequensi polen tumbuhan

pegunungan ini tampak didominasi oleh Quercus.

Concentricystes circulus hadir hanya di Zonasi 2, dengan frekuensi

yang relatif kecil.

Diagram Polen pad contoh sedimen MKB4 ini dapat dibagi menjadi 2

zonasi polen (Gb.28). Zonasi 1 dipisahkan dari Zonasi 2 berdasarkan

kelimpahan polen dalam sampel. Zonasi 1 butiran polen yang kurang

melimpah (kurang dari 100 butiran per preparat). Sebaliknya Zonasi 2

memiliki kandungan polen yag melimpah yaitu lebih dari 100 butiran tiap

preparatnya.

Meskipun memiliki perbedaan kelimpahan butiran polen, Zonasi 1

dan 2 memiliki komposisi polen tumbuhan mangrove, dryland/peatland,

Montane dan grassland yang relatif tetap meskipun frekuensi mangrove

terlihat memperlihatkan kecenderungan penurunan ke bagian atas inti bor.

Alga air tawar, Concentricystes circulus tampak hadir secara

signifikan di Zonasi 2. Alga ini juga hadir sedikit di bagian atas dari

Zonasi 1.

Bercampurnya polen tumbuhan dari berbagai lingkungan yaitu

tumbuhan pegunungan, dryland/peatland, mangrove dan grassland

mengindikasikan lingkungan pengendapan yang berkisar dari daerah

transisi hingga lepas pantai. Relatif rendahnya frekuensi polen mangrove

(kurang dari 30%) di ketiga inti bor mengindikasikan bahwa lingkungan

pengendapan ketiga inti bor berada di lepas pantai yang tidak terlalu jauh

dari pantai yang ditumbuhi hutan mangrove. Namun demikian fluktuasi

5/17/0757 52PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 77: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

frekuensi polen mangrove mengindikasikan perubahan lingkungan dari

waktu ke waktu.

Pada inti bor MKB-2, rendahnya frekuensi polen mangrove di Zonasi

1 menunjukkan bahwa hutan mangrove belum berkembang secara intensif

pada saat Zonasi 1 ini diendapkan. Lingkungan pengendapan zonasi ini

diduga berupa lingkungan perairan lepas pantai,mungkin pada zona neritik

dangkal.

Terjadinya transgresi yang kemungkinan disebabkan oleh proses

progradasi akibat sedimentasi yang cepat memungkinkan berkembangnya

hutan mangrove secara lebih intensif. Meningkatnya frekuensi alga air

tawar di Zonasi 2 memperkuat dugaan terjadinya peningkatan sedimentasi

yang disebabkan oleh peningkatan beban sedimen yang dibawa oleh arus

sungai yang masuk di sekitar lokasi bor. Hutan mangrove mungkin

berkembang hingga di dekat lokasi bor MKB-2.

Inti bor MBK-3 kemungkinan juga diendapkan di daerah transisi

sebagaimana diindikasikan oleh percampuran polen yang berasal dari

berbagai lingkungan. Frekuensi polen mangrove yang relatif rendah baik di

Zonasi 1 maupun 2 mengindikasikan lingkungan pengendapan inti bor

MKB-3 berada di zona neritik dangkal. Hutan mangrove tumbuh didaerah

pantai yang berada di dekat lokasi bor. Dibelakang hutan mangrove

kemungkinan berkembang lingkungan hutan terbuka yang diindikasikan

oleh tingginya frekuensi polen tumbuhan rumput-rumputan (grassland).

Sebaliknya hutan yang lebih tertutup kemungkinan telah berkembang di

belakang hutan mangrove pada saat Zonasi 2 diendapkan.Hal ini

diindikasikan oleh berkurangnya frekuensi polen rumput-rumputan di

Zonasi 2 ini.

Polen dari berbagai lingkungan pengendapan juga bercampur di

sampel-sampel inti bor MKB-4. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan

pengendapan inti bor ini berada di sekitar daerah transisi.

Rendahnya kandungan polen di Zonasi 1 inti bor MKB-4 kemungkinan

disebabkan oleh kecepatan pengendapan yang terlalu tinggi atau oleh

5/17/0757 53PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 78: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

proses oksidasi yang kuat setelah pengendapan sedimen, atau lingkungan

pengendapan yang cukup jauh di lepas pantai. Namun demikian, warna

sedimen yang cenderung coklat kekuningan lebih mengindikasikan

kuatnya oksidasi yang terjadi yang mungkin telah menyebabkan

rendahnya tingkat preservasi polen. Rendahnya kandungan spora

mendukung argumentasi ini karena meskipun lingkungan pengendapan

yang jauh dari pantai memiliki kandungan polen yang rendah, kandungan

sporanya umumnya masih tinggi (Lorenta, 1986). Kuatnya proses oksidasi

mengindikadikan kondisi lingkungan pengendapan yang seringkali

terekspos ke permukaan (sub-aerial). Bisa jadi lingkungan pengendapan

Zonasi 1 adalah lingkungan dataran banjir yang berada di daerah transisi.

Sebaliknya tingginya kelimpahan polen pada Zonasi 2 menunjukkan

tingkat preservasi polen yang baik. Ini mungkin berkaitan dengan

berkembangnya lingkungan perairan yang tetap (stabil) di lokasi bor

MKB-4 pada saat Zonasi 2 diendapkan. Sementara meningkatnya frekuensi

alga air tawar di zonasi ini kemungkinan berkaitan dengan peningkatan

proses sedimentasi yang berasal dari daratan.

D. Analisis bakteri methanogenik

Berdasarkan analisis bakteri pada contoh sedimen bawah

permukaaan dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4 sebagian

besar contoh sedimen tersebut mengandung bakteri metanogenik. Dengan

kata lain gas biogenik pada sedimen tersebut kemungkinan bisa terbentuk.

Jumlah bakteri metanogenik terhadapat jumlah bakteri umum pada contoh

sedimen tersebut sangat kecil berkisar antara 0.3% dan 1.5%.

(Lampiran terikat 3.4).

Pada contoh sedimen dari lubang bor MKB1, MKB2, dan MKB4,

perubahan persentase bakteri metanogenik tidak mengindikasikan

perubahan yang mencolok. Kandungan bakteri metanogenik pada sedimen

dekat permukaan (1m-15m) dari lubang bor tersebut sekitar 0.3% atau

berkisar antara 2.50x105 dan 3.00x105 dari jenis bakteri Methanolobus

5/17/0757 54PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 79: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

tindarius. Bakteri ini di bawah mikroskop berbentuk bulat, koloni jingga

cerah, mengkilap (Lampiran Foto). Jenis sedimen yang mengandung jenis

bakteri ini umumnya terdiri atas lumpur abu-abu kehitaman, sangat lunak,

mengandung sebagaian besar material organik dan berbau busuk. Pada

contoh sedimen yang lebih dalam kandungan bakteri umum berangsur

turun, begitu juga untuk bakteri metanogenik. Tetapi persentase bakteri

metnogenik terhadap bakteri umum berangsur naik sekitar 0.7%. Jenis

bakteri metanogeniknya yang dijumpai sebagain besar dari jenis

Methanosphaera stadtmanae secara fisik berupa koloni putih tak

beraturan, sel berbentuk bulat. Jenis sedimennya berupa lempung abu-

abu gelap, agak kompak, mengandung material organik dan berbau

busuk. Untuk contoh sedimen MKB4 lebih dalam dari 65m kemungkinan

sedikit sekali dijumpai bakteri metanogenik, karena sedimen di kedalaman

tersebut kurang cocok untuk perkembangan bakteri metanogenik.

Sedimennya berupa lempung yang sangat lengket, agak padu, dan sedikit

sekali mengandung bahan organik

Pada contoh sedimen di kedalaman antara 20m dan 30m dari bor

MKB3 persentase bakteri memperlihatkan perubahan yang cukup berarti.

Perbandingan persentase bakteri metanogeniknya terhadap total bakteri

umum yaitu sekitar 1.5% yang mana lebih besar dibandingkan dengan

contoh sedimen lainnya. Jenis bakteri metanogenik yang dominan pada

contoh sedimen ini yaitu Methanoplanus endosymbiosus. Bakteri ini

berbentuk koloni putih bening, dan selnya bebentuk bulat. Keberadaan

bakteri metanogenik pada sedimen tersebut mungkin mengindikasikan

suatu lingkungan yang cocok untuk perkembangan bakteri metanogenik

itu sendiri. Jenis sedimennya berupa lempung, lumpur hitam, banyak

mengandung material organik, dan berbau busuk. Pada contoh sedimen

yang lebih dalam lagi (42m) persentase bakteri metanogenik berkurang.

Jenis bakterinya sebagian besar berupa Methanosphaera stadtmanae.

Sedimennya terdiri atas lumpur bercampur pasir halus abu-abu kehijauan,

material organik kurang dari 10%, dan mineral kuarsa sekitar 50%.

5/17/0757 55PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 80: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 56 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 81: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 57 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 82: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 58 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 83: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 59 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 84: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 60 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 85: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 61 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 86: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 62 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 87: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 63 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 88: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

5/17/0757 64 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 89: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

E. Analisi radiokarbon dating C14

Analisis pembentukan gas biogenik diidentifikasikan dengan umur

pembentukan sedimen sebagai media dari gas biogenik. Untuk hal itu di

kawasan Muara Kakap dilakukan metoda dating unsur C14. Unsur karbon

keberadaannya dalam sedimen cukup stabil. Partikel karbon dapat berada

di dalam sedimen yang berfraksi kasar dan sangat halus seperti pasir dan

lempung. Unsur Karbon dalam sedimen tersebut melalukan proses

pemecahan unsur masa paruh. Proses ini akan diidentifikasikan untuk

menentukan mulai terjadinya pengendapan dan kecepatan pengendapan

rata-rata sedimen. Dating C14. digunakan untuk sedimen dengan umur

pengendapan tidak lebih dari 50 ribu tahun. Sedimen yang dianalisis di

daerah penyelidikan adalah sedimen yang berasal dari inti bor yang utuh

(undisturb core) yang diambil di sekitar daratan Muara Kakap (MKB1 dan

MKB2), Desa Tanjung Gemuk - Pulau Sepuk Laut (MKB3), dan laut

Tanjung Saleh (MKB4). Sedimen yang diditeksi berupa lumpur dan lumpur

bercampur pasir pada kedalaman antara 45m dan 50m di bawah

permukaan.

Berdasarkan data analisis C14.. sedimen yang berasal dari daratan

Muara Kakap MKB1 dan MKB2 menunjukkan umur relatif masing-masing

19.660 tahun dan 20.840 tahun. Sedimen yang berasalal dari MKB3

memperlihatkan umur pengendapan 16.610 tahun. Sedimen yang berasal

dari MKB4 mengindikasikan umur sedimentasi17.157 tahun (Lampiran

terikat 3.5). Data tersebut menggambarkan bahwa pengendapan sedimen

di daratan Muara Kakap lebih dahulu terbentuk, kemudian disusul dengan

sedimentasi di perairannya yang sekarang menjadi bagian dari Delta

Kapuas. Perkiraaan kasar kecepatan rata-rata pengendapan sedimen di

kawasan ini dapat diketahui melalui perbandingan tebal C14. sedimen dan

durasi waktu pengendapan. Maka diperoleh kecepatan rata-rata

sedimentasi di kawasan daratan Muara kakap sekitar 0.25 cm/tahun.

Kecepatan rata-rata sedimentasi di kawasan peraiaran Muara Kakap

5/17/0757 65PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 90: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

sekitar 0.28 cm/tahun realtif lebih cepat. Angka tersebut menggambarkan

proses pengendapan yang sangat rendah dan tidak bisa dijadikan patokan

untuk proses sedimentasi Delta Kapuas sekarang (modern delta).

F. Analisi unsur utama (XRF)

Komposisi kimia suatu endapan sedimen dapat ditunjukkan dari

kandungan unsur utama (major elements) dan unsur jejak (trace

elements) yang merupakan hasil analisis kimia contoh sedimen tersebut.

Data komposisi unsur utama dan unsur jejak dapat memberikan informasi

yang sangat penting baik tentang batuan sumber (source rocks) maupun

tentang asal mula (origin) atau provenance dari endapan sedimen

tersebut. Endapan sedimen klastik merupakan hasil pelapukan mekanis

dan kimia dari suatu batuan induk yang selanjutnya mengalami

transportasi dan konsentrasi serta pengendapan pada suatu lokasi

tertentu. Semakin jauh fraksi (butiran) sedimen tersebut tertransportasi,

semakin sulit mendeteksi asal mula dan batuan sumbernya. Selain itu, jika

endapan sedimen tersebut berbutir halus atau sangat halus, dan secara

petrografi/ mineragrafi sulit dikenal komposisi mineraloginya, maka

analisis kimia akan sangat membantu menginterpretasi proses geokimia

dan evolusi endapan sedimen tersebut. Mobilitas unsur juga menjadi

faktor penting dalam membentuk komposisi kimia suatu endapan sedimen.

Endapan residu hasil pelapukan batuan akan mengalami pengkayaan

dalam unsur Si, Al dan Fe, dan kekurangan unsur Mg, Ca, Na, dan K.

Endapan sedimen biasanya telah mengalami proses transportasi dan

pencucian. Pasir adalah material produk yang telah tercuci atau

mengalami pemisahan mekanis terhadap fraksi lempungnya sehingga

pasir banyak mengandung silika, sedangkan lempung banyak

mengandung alumina dan besi. Beberapa unsur utama seperti Fe, Ca dan

Si mungkin dapat mengalami peningkatan kadar dalam sedimen

lempungan. Alumina umumnya tidak mengalami perubahan yang berarti.

Sedangkan Na bersifat sangat mobile sehingga perbandingan antara Al2O3

5/17/0757 66PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 91: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

dan Na2O dapat dipakai sebagai petunjuk mengenai tingkat maturity pada

sedimen berbutir halus. Contoh-contoh sedimen yang diananilis unsur

utama di daerah penyelidikan berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3,

dan MKB4. Sedimennya berupa pasir, lanau dan lumpur.

Berdasarkanan data analisis unsur utama tersebut menunjukkan

komposisi SiO2 pada contoh sedimen MKB1 dan MKB2 berkisar antara

50% dan 80%. Kadar SiO2 pada contoh sedimen tersebut berangsur naik

dari sedimen dekat permukaan (MKB1-1, dan MKB2-1) hinnga sedimen

yang lebih dalam (MKB1-45 dan MKB2-46) (Lampiran terikta 3.6). Kadar

SiO2 pada contoh sedimen MKB3 lebih kecil (sekitar 50%) di kedalaman

antara 30m dan 35m, dibandingkan dengan sedimen dekat dan jauh di

bawah permukaan. Kadar SiO2 pada contoh sedimen MKB4 relatif sama

(rata-rata 50%) baik untuk sedimen dekat dan jauh dari permukaan.

Kadar Al2O3 pada contoh sedimen MKB1 dan MKB2 di kedalaman

antara 1m dan 30m lebih tinggi (>19%) dibandingkan dengan sedimen

yang ada di kedalaman >30m (5%). Kadar Al2O3 pada contoh sedimen

MKB3 lebih tinggi (>19%) di kedalaman antara 30m dan 35m, sebaliknya

kadar Al2O3 nya rendah pada contoh sedimen dekat dan jauh di bawah

permukaan. Kadar Al2O3 pada contoh sedimen MKB4 meningkat dengan

bertambahnya kedalaman yaitu dari 13% menjadi 20%.

Kadar Fe2O3 pada contoh sedimen MKB1 dan MKB2 menurun

dengan bertambahnya kedalaman yaitu dari 7% menjadi 2%. Kadar

Fe2O3 pada contoh sedimen MKB3 lebih tinggi (7%) di kedalaman

sekitar 30m dibandingkan pada kedalaman lainnya. Kadar Fe2O3 pada

contoh sedimen MKB4 hampir merata antara 5% dan 8% untuk setiap

kedalaman.

Unsur utama lainnya pada contoh contoh sedimen tersebut untuk

sejauh ini tidak menunjukkan perubahan yang cukup mencolok. Mungkin

dalam kajian yang lebih khusus unsur utama seperti CaO, MgO, Na2O,

K2O, dan TiO2 , MnO, P2O5 , dan SO3 ada korelasi dengan lingkungan

pembentukan gas biogenik.

5/17/0757 67PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 92: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

G. Analisis jenis mineral lempung (XRD)

Prosedur perekaman data spektrum XRD secara berurutan dengan

menggunakan program komputer Expert Data Collector. Untuk pengujian

sampel dipergunakan metode kedudukan sampel statis. Hal ini dilakukan

untuk lebih mempertajam pick mineral lempung yang terkandung di dalam

batuan. Parameter pengukurannya meliputi tegangan 40 kV dan arus 30

mA, serta parameter pengukuran lainnya seperti yang tercantum di dalam

formulir hasil uji. Pekerjaan pengolahan dan interpretasi data spektrum

XRD dilakukan dengan komputer yang menyatu dengan peralatan utama

dan juga dilakukan dengan komputer lainnya yang ada program pengolah

dan interpretasi data spektrum XRD. Pengolahan dan interpretasi data

spektrum XRD dilakukan dengan menggunakan dua program yang

berbeda dan dapat dioperasikan secara bersamaan. Pengukuran dan

interpretasi pick XRD dilakukan pada contoh sedimen yang berasal dari

lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4. Hasil pengukuran dan

interpretasi tersebut memperlihatkan kandungam masing-masing mineral

penyusun pada sampel tersebut (Tabel 6, dan Lampiran terikat 3.7).

Interpretasi yang dilakukan bersifat kualitatif, karena beragamnya

kandungan mineral yang terkandung di dalam sampel, sehingga software

tidak memungkinkan untuk menghitungnya.

Berdasarkan jenis mineral yang teridentifikasi tersebut tampak

bahwa mineral kuarsa, muskovit, dan klinoklor (klorit) hampir selalu hadir

di dalam batuan. Adanya mineral zirkon, mikroklin, dan albit menunjukkan

bahwa sumber batuan salah satuanya adalah batuan granitan. Hal ini

diperkuat dengan hadirnya mineral lempung kaolinit dan dickit, selain

beberapa halosit. Klinoklor atau klorit diduga merupakan hasil lapukan

mineral mafik, seperti biotit dan hornblende. Hadirnya secara bersama-

sama antara kaolinit dan dickit mengindikasikan bahwa batuan sumbernya

terdiri atas dua jenis batuan granitan, yaitu yang masih segar dan yang

telah terpengaruh oleh proses alterasi. Kemungkinan proses alterasi yang

telah terjadi pada batuan sumber beragam tipenya, meliputi propilitik,

5/17/0757 68PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 93: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

argilik, dan argilik lanjut. Sangat jarang mineral berat dan mineral logam

masih hadir di dalam batuan, seperti zirkon, magnetit, pirit, dan kasiterit.

Hadirnya mineral pirit dan glaukonit secara sporadik mencirikan

lingkungan pasang-surut yang ritmik, yang interpretasi lebih lanjut

tentunya harus diikat kepada kolom stratigrafinya.

H. Unsur tanah jarang (REE)

Unsur tanah jarang (rare earth element, REE) adalah unsur

yang sering dikaitkan dengan energi termal apakah sebagai sumber atau

sebagai peredam (isolator). Unsur - unsur penting dalam mineral seperti

unsur cerium (Ce) dan lantanum (La) sebagai unsur radioaktif yang ada

hubungannya dengan energi. Unsur yitrium (Y) sebagai isolator suhu

sangat tinggi. Unsur zirkonium (Zr) sebagai isolator terhadap proses

korosif. Unsur neodymium (Nd) digunakan sebagai katalis pengurai.

Unsur-unsur tersebut mungkin ada hubungannya dengan indikasi sumber

panas dalam hal ini gas biogenik. Contoh – contoh sedimen yang dianalisis

unsur tanah jarangnya berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan

MKB4.

Berdasarkan analisis kimia unsur tanah jarang, kandungan unsur

tanah jarang pada sedimen tersebut pada umumnya sangat kecil. Unsur

Ce rata-rata 1.0 ppm, La dan Zr dan Y rata-rata 0.5 ppm, dan Nd rata-rata

2.0 ppm. Untuh contoh-contoh sedimen MKB1, MKB2, dan MKB3 di

kedalaman sekitar 45m unsur tanah jarang tersebut memperlihatkan

perubahan yang cukup berarti. Pada kedalaman tersebut kandungan ppm

unsur tanah jarangnya jauh di atas rata-rata (Lampiran terikat 3.8).

I. Analisis logam berat

Air dibutuhkan oleh bakteri didalam pembentukan gas biogenik.

Di samping itu juga air merupakan salah satu kebutuhan dasar yang

digunakan untuk keperluan minum, mandi dan cuci atau lebih dikenal

dengan kebutuhan domestik atau rumah tangga. Seluruh kegiatan

tersebut membutuhkan kualitas air yang berbeda dari sumber air tanah,

5/17/0757 69PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 94: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

air permukaan, dan air danau. Pada sisi lain kegiatan-kegiatan yang

dilakukan manuasia terkadang menghasilkan limbah yang mengandung

logam berat yang dibuang ke suatu badan perairan atau di buang

(damping) ke dalam tanah, dan sedimen di dasar laut sebagai sisa

buangan (tailing). Kondisi demikian dapat menyebabkan terjadinya

perubahan komposisi air atau sedimen. Bila kondisi ini melebihi

kemampuan atau kapasitas pemurnian alami oleh badan air atau sedimen,

maka keadaannya akan berubah dan tidak sesuai lagi dengan peruntukan.

Kandungan logam berat dalam sedimen dan air dapat terjadi akibat

bawaan asal sedimen itu sendiri atau karena dampak kegiatan manusia.

Contoh sedimen yang dianalisis logam beratnya di daerah

penyelidikan berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4.

Selain itu analisis logam berat ini dilakukan pada contoh air yang berasal

dari lubang bor MKB1, MKB2, dan air laut di sekitar perairan Muara Kakap.

Logam - logam berat yang dianalisis terdiri atas: tembaga (Cu), timbal

(Pb), seng (Zn), nikel (Ni), mangan (Mn), perak (Ag), besi (Fe), chrom

(Cr), Cadmium (Cd), merkuri (Hg), dan emas (Au).

Berdasarkan analisis logam berat pada contoh-contoh sedimen dan

air tersebut (Lampiran terikat 3.9), sebagain besar tidak memperlihatkan

persentase (ppm) dan suatu perubahan yang cukup mencolok kecuali

untuk logam Fe. Pada contoh sedimen hampir semua logam berat

terdapat di sini dengan kadar relatif tinggi terutama logam Fe berkisar

antara 30.000ppm dan 45.000ppm. Pada contoh air hanya beberapa

logam berat dapat diidentifikasi dengan kadar rendah, kecuali untuk logam

Fe kadarnya masih lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya.

Logam berat Cd dan Hg merupakan logam cukup berbahaya bagi

lingkungan hidup manusia dalam jumlah yang melebihi batas ambang.

Pada contoh sedimen logam-logam tersebut kadarnya cukup tinggi,

masing-masing antara 1ppm dan 5ppm, dan antara 200ppb dan 400ppb .

Pada contoh air logam Cd tidak terditeksi, kecuali Hg dengan kadar kurang

dari 0.08ppb.

5/17/0757 70PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 95: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Tabel 6. Data analisis mineral lempung (XRD) pada contoh sedimen perairan Muara Kakap, Delta Kapuas Kalimantan Barat.

Mineral Teridentifikasi

No Contoh Hal Ill M-c K-

m ao

ACli Mus Ku A-a Kf Ha Gla P/f S/z A/m CuO Cas Zir

1 MKB1-1 X X X x x x x x

2 MKB1-5 X X X x x x x x

3 MKB1-10 X x x X x x x

4 MKB1-15 X x x X x x x

5 MKB1-20 x X x X x x

6 MKB1-25 x X x X x x

7 MKB1-30 X x X x X x x x

8 MKB1-35 X x X x X x x x

9 MKB1-40 x x X x

10 MKB1-50 x X X

11 MKB2-1 x X x X x x x

12 MKB2-5 x X x X x x x

13 MKB2-10 x x X X x x

14 MKB2-15 x x X X x x

15 MKB2-20 x X x X x x

16 MKB2-25 x X x X x x

17 MKB2-30 x x X x X x x

18 MKB2-35 x x X x X x x

19 MKB2-40 x x X x

20 MKB2-50 x x X

21 MBK3-1 x x x X x x

22 MBK3-5 x x x X x x

23 MBK3-10 x x x X x

24 MBK3-15 x x x X x

25 MBK3-20 x x x X x x

26 MBK3-25 x x x X x x

27 MBK3-30 x x x X x

28 MBK3-35 x x x X x

29 MBK3-40 x x X x x x

30 MBK3-45 x X x x

31 MKB4-1 x x x x

32 MKB4-5 x x x x

33 MKB4-10 x x x x

34 MKB4-15 x x x

35 MKB4-20 x x x ?x x x

36 MKB4-25 x x x x x x

37 MKB4-30 x x x x x

38 MKB4-35 x x x x

39 MKB4-40 x x x x

40 MKB4-45 x x x x

5/17/0757 71PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 96: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Tabel 6. Lanjutan

41 MKB4-50 x x x x x x

42 MKB4-55 x x x x x

43 MKB4-60 x x x x

44 MKB4-65 x x x x x

45 MKB4-70 x x x x x x x x x

46 MKB4-75 x x x x x x x x

47 MKB4-80 x x x x x

48 MKB4-85 x x x x x x

49 MKB4-90 x x x x

50 MKB4-95 x x x x x x

51 MKB4-100 x x x x x Keterangan mineral: Hal = Hallosyte Cli = Clinochlore Gla = Glaukonite CuO = Copper oxide P/f = Pyrite/fibroferrite M-c = Montmorilonite-chlorite Ku = Kuarsa S/z = Sphalerite/zincaluminite K-m = Kaolinite-montmorilonite A-a = Albite-anorthite A/m = Anatase/magnetite Kao = Kaolinite Kf = K-feldspar Cas = Cassiterite Dik = Dickite Ha = Halite/cryptohalite Zir =

5/17/0757 72PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 97: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

4.8. Geolistrik

Lokasi penyelidikan geolistrik dipilih berdasarkan kajian geologi,

infromasi masyarakat setempat, dan populasi masyarakat. Lokasi tersebut

yaitu Pulau Sepuk Laut, Pulau Sepuk Keladi, Sepuk Prupuk, Pulau Nyamuk

dan Pulau Tanjung Saleh. Konfigurasi yang dipergunakan dalam survey

adalah Wenner-Schlumberger, Wenner, dan Dipole-dipole dengan jumlah

tembakan (shooting) 30 kali yaitu 16 tembakan di P. Sepuk laut, 7 di P.

Nyamuk, 4 di P. Tanjung Saleh, 2 di P. Sepuk Propuk, dan 1 tembakan di P.

Sepuk Keladi. Pada beberapa lokasi dilakukan line-crossing seperti di P.

Sepuk Laut ada 3 line-crossing. dan di pulau Nyamuk ada 4 line-crossing.

Berdasarkan hasil pengolahan data dan inversi data didapat informasi

struktur 2D dari resistivitas dan kedalamannya. Pola-pola kontur dari

penampang-penampang yang dihasilkan memberikan informasi kondisi

bawah permukaan. Secara keseluruhan pola sebaran nilai resistivitas

menunjukkan bahwa kondisi wilayah survey ini merupaka daerah konduktif

(1- 9 Ohm.m). Hal ini sesuai dengan geologi daerah pantai/rawa. Anomali-

anomali resistivitas tampak pada penampang tersebut. Anomali-anomali

adanya indikasi gas biogenik berkisar antara 1,5-3 ohm.m dan mempunyai

pola vortex yang jelas.

Penyelidikan geolisitrik yang dilakukan di daerah penyelidikan adalah

sebagai berikut:

A. Pulau Sepuk Laut

Penyelidikan geolistrik di P. Sepuk Laut dilakukan di sepanjang tanggul

bukaan baru dan tanggul lama. Posisi lintasan geolistriknya sebagian besar

berarah utara-selatan dan sebagain berarah barat-timur.

Analisis geolistrik menunjukkan bahwa sebagain besar daerah

P. Sepuk Laut yang dilintasi geo listrik memperlihatkan indikasi kuat adanya

gas biogenik (Tabel 7, Lampiran terikat 4.1a dan Lampiran terikat 4.1b). Hal

ini dibuktikan juga oleh adanya rembesan - rembesan gas di lokasi survey

5/17/0757 73PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 98: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

dan data bor. Dari penampang dua dimensi geolistrik, gas biogenik ini

terdapat secara setempat, melensa pada kedalaman antara 10m dan 50m.

Penampang 2D geolistrik pada lintasan-lintasan yang menuju arah

daratan seperti di daerah tanggul baru L11 – L16 dan di kawasan tanggul

lama Tanjung Gemuk L23 dan L24 memperlihatkan indikasi gas lebih kuat

dibandingkan pada lintasan yang menuju arah pesisir seperti pada L31 dan

L32, dan L7T.

Tabel 7 Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Laut, Muara Kakap

Kalimantan Barat (PPPGL, 2005)

Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan

L11 60-150, 240-570, 550-630, 660-700 Indikasi kuat

L12 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kuat

L13 60-210, 240-510, 540-630, 690-750 Indikasi kuat

L14 390-480 Indikasi kuat

L15 80-100, 140-240 Indikasi kuat

L16 75-175, 200-250, 325-375, 425-

535,550-600

Indikasi kuat

L17 240-570 Indikasi lemah

L18 390-480 Indikasi lemah

L21 240-570 Indikasi lemah

L22 120-210, 240-420 Indikasi lemah

L24 180-510, 540-600, 690-730 Indikasi kuat

L23 120-210, 270 –420 Indikasi kuat

L31 60-120, 170-210,540-630 Indikasi lemah

L32 240-270, 630-690 Indikasi lemah

L4T 240-540 Indikasi kuat

L7T 240-480 Indikasi lemah

5/17/0757 74PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 99: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

B. Pulau Nyamuk.

Pulau nyamuk merupakan daerah hunian baru. Kawasan pulau ini

dijadikan sebagai lahan kebun dan sawah dengan kanal-kananl irigasi dan

tanggul-tanggulnya. Informasi tentang gas di daerah ini sedikit sekali.

Daerah ini dipilih karena sebagai kawasan dengan penduduknya cukup

banyak. Survey geolistrik di daerah ini tidak mengalami kesulitan karena

banyak tanggul sebagai tempat bentangan kabel elektroda geolistrik.

Sebanyak 7 bentangan kabel elektroda dengan 7 tembakan dilakukan

di daerah ini yang meliputi 3 lintasan searah panjang pulau (NY21 – NY23)

dan 4 lintasan memotong (NY11, NY31, NY51, DAN NY71).

Berdasarkan data penampang 2D geolistrik pada lintasan-lintasan

tersebut, sebagian besar lintasan penampang 2D geolistrik di daerah

P. Nyamuk kurang memperlihatkan konfigurasi gas seperti halnya di

P. Sepuk Laut (Tabel 8, Lampiran terikat 4.2a dan 4.2b). Untuk mengetahui

lebih rinci kondisi bawah permukaan seperti yang ditunjukkan oleh

penampang 2D geolistrik diperlukan data bor sebagai acuan.

Tabel 8 Data lintasan geolistrik di P. Nyamuk, Muara Kakap Kalimantan

Barat (PPPGL, 2005)

Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan

NY11 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah

NY21 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah

NY22 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah

NY23 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah

NY31 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah

NY51 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah

NY71 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah

5/17/0757 75PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 100: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

C . Pulau Tanjung Saleh

Pulau Tanjung Saleh merupakan daerah paling luas di wilayah Delta

Kapuas. Pulau ini sebagian besar merupakan lahan persawahan dan kebun

yang cukup maju juga merupakan daerah lumbung padi di kawasan Muara

Kakap. Populasi penduduknya cukup banyak dengan tingkat pendidikan

lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pulau lainnya. Kawasan

hutan mangrove di P. Tanjung Saleh sebagian besar telah berubah menjadi

lahan sawah, kebun dan hunian kecuali yang ada di kawasan pesisir. Survey

geolistrik di daerah ini cukup mudah karena banyak jalan umum berupa

tanggul yang dapat dipakai sebagai tempat bentangan kabel elektroda.

Sebanyak 4 lintasan telah dilakukakan survey geolistrik yaitu 2 lintasan

searah panjang pulau (TS21 dan TS22) dan 2 lagi meotong (TS11 dan

TS22). Lintasan-lintasan tersebut cukup jauh dari pantai.

Berdasarkan data penampang 2D geolistrik dari lintasan - lintasan

tersebut, hampir semua penampang 2D memperlihatkan konfigurasi yang

homogen, teratur sejajar satu sama lainnya seperti bidang perlapisan

sedimen (Lampiran terikat 4.3a dan 4.3b). Mengacu kepada model 2D

geolistrik Sepuk Laut, penampang 2D geolistrik Tanjung Saleh diduga tidak

ada indikasi kuat gas di sekitar daerah survey (Tabel 9). Mungkin untuk

daerah lainnya di P. Tanjung Saleh ada indikasi gas seperti yang

diinformasikan oleh penduduk pulau ini. Oleh sebab itu diperlukan lintasan

geolistrik lebih banyak lagi di daerah P. Tanjung Saleh.

Tabel 9 Data lintasan geolistrik di P.Tanjung Saleh, Muara Kakap

Kalimantan Barat (PPPGL, 2005)

Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan

TS11 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kurang

TS12 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kurang

TS21 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kurang

TS22 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kurang

5/17/0757 76PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 101: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

D. Pulau Sepuk Prupuk

Pulau Sepuk Prupuk terletak berdampingan dengan P. Nyamuk ke arah

baratlaut. P. Sepuk Prupuk mempunyai areal hampir sama dengan

P. Nyamuk. Hutan mangrove masih banyak ditemukan di daerah ini

walaupun sebagain telah berubah menjadi lahan sawah, kebun dan daerah

hunian. Informasi tentang adanya gas di pulau ini belum diketahui. Kawasan

Pulau Sepuk Prupuk dipillih untuk survey geolistrik pertama adalah untuk

mendapatkan gambaran pemodelan keberadaan gas biogenik. Kedua

karena pupulasi penduduk di sini relatif banyak. Survey geolistrik di

P. Sepuk Prupuk dilakukan di atas tanggul irigasi dan di atas lahan kebun.

Sebanyak 2 lintasan geolisitrik telah dilakukan di daerah ini. Lintasan

pertama mengikuti arah tanggul timurlaut – baratdaya atau memotong arah

panjang pulau ini. Lintasan kedua memotong tanggul berarah baratlaut –

tenggara atau searah panjang pulau tidak jauh dari pantai.

Berdasarkan penampang 2D geolistrik lintasan yang mengikuti arah

tanggul (PR11) memperlihatkan adanya indikasi gas, sebaliknya lintasan

yang memotong tanggul kurang menunjukkan adanya indikasi gas

(Tabel 10, Lampiran terikat 4.4a dan 4.4b). Kedua lintasan geolistrik

tersebut tidak dapat dijadikan sebagai acuan keseluruhan P. Sepuk Prupuk

mengingat area pulau ini cukup luas juga hutan mangrovenya masih terjaga

di bagian dalam pulau. Hal ini terlihat dari peta citra yang hampir seluruh

pulau memberikan rona warna hijau tua, berbeda dengan P. Tanjung Saleh

rona warna hijau tua hanya ada di sekitar pinggiran pulau.

Tabel 10. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Prupuk, Muara Kakap

Kalimantan Barat (PPPGL, 2005)

Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan

PR11 210-700 Indikasi kuat

PR1T 36-450 Indikasi lemah

5/17/0757 77PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 102: 38 muara kakap

PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

E. Pulau Sepuk Keladi.

Pulau Sepuk Keladi terletak berseberangan dengan P. Sepuk Laut ke

arah utara, dan dipisahkan dengan P. Kurnia ke arah barat oleh kanal

pasang surut. Luas area P. Sepuk Keladi hampir sama dengan P. Sepuk

Prupuk. Kondisi hutan mangrovenya jauh lebih luas dan masih terjaga di

bagian daratan dan pesisir pulau ini seperti yang nampak pada citra rona

hijau tua hampir di seluruh pulau ini. Populasi penduduk daerah ini sangat

sedikit dan kebanyakan sebagai nelayan, sebagian kecil sebagai petani

kebun. Informasi adanya indikasi gas di Pulau Sepuk Keladi dan P. Kurnia

didapat dari pendududk P. Sepuk Laut. Survey geolistrik di P. Sepuk Keladi

agak sulit untuk menetukan lokasi lintasan karena di daerah ini sebagian

besar berupa area hutan mangrove dan alang-alang, lebih lagi di P. Kurnia.

Oleh karena itu diperlukan waktu banyak untuk membuka alur baru bagi

lintasan geolistrik. Maka lintasan geolistrik yang dapat dilaksanakan hanya

di P. Sepuk Keladi sebanyak satu lintasan yang lokasinya tidak jauh dari

pesisir pulau ini

Berdasarkan penampang 2D geolistrik lintasan di P. Sepuk Keladi

memperlihatkan adanya indikasi gas meskipun kurang mencolok (Tabel 11.

Lampiran terikat 4.5a dan 4.5b). Data geolistrik tersebut barangkali masih

ada gangguan luar perekaman (distorsi) mengingat daerah dimana lintasan

geolistrik ditempakan sangat dipengaruhi oleh air pasang. Berdasarkan data

model geolisitrik sebelumnya penampang 2D memperlihtakan indikasi kuat

gas pada lintasa-lintasan yang jauh dari pesisir dengan kondisi hutan

mangrove yang masih terjaga.

Tabel 11. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Keladi, Muara Kakap

Kalimantan Barat (PPPGL, 2005)

Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan

KL11 80-160 Ada indikasi

5/17/0757 78PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 103: 38 muara kakap

P E M B A H A S A N

BAB V

P E M B A H A S A N

Berdasarkan hasil pengelolaan data dari setiap metoda dan ulasannya

seperti interpretasi data geologi, seismik, bor, peta citra, geolistrik, analisis

laboratorium dan populasi penduduk, maka dapat diperoleh gambaran secara

umum tentang eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan Muara Kakap

dan sekitarnya, Kalimantan Barat. Untuk itu dalam pembahasan ini daerah

penyelidikan dapat dibagi kedalam 4 (empat ) daerah indikasi prospek yaitu:

1) Kawasan Sepuk Laut. 2) Kawasan Sepuk Prupuk. 3)Kawasan Sepuk Keladi.

4) Kawasan P. Tanjung Saleh dan Nyamuk (Gb. 29)

Kawasan Sepuk Laut sebagai daerah indikasi prospek 1. Berdasarkan

data analisis besar butir sedimen permukaan dasar lautnya terdiri atas sedimen

berbutir halus, lanau dan lumpur. Hal Ini mencerminkan kawasan Sepuk Laut

merupakan zona pengendapan. Sedimen tersebut berasal dari sungai Delta

Kapuas yang diangkut ke pantai P. Sepuk Laut dan laut lepas. Proses sedimentasi

telah berlangsung lama hingga terbentuknya kawasan P, Sepuk Laut. Tercatat

sedimen bawah permukaan di kedalaman 45m telah diendapkan sejak 16 ribu

tahun yang lalu (Holosen) pada lingkungan zona neritik dangkal. Proses

sedimentasi menimbulkan garis pantai kawasan pantai barat P. Sepuk Laut maju

beberapa meter. Proses sedimentasi atau dikenal dengan progradasi di kawasan

ini juga terlihat dari data rekaman seismik. Rekaman seismik lainnya

menunjukkan konfigurasi turbiditas akustik yang diiterpretasikan sebagai endapan

sedimen berbutir sangat halus, sangat lunak dan sebagai indikasi adanya gas-gas

organik. Hutan mangrove yang masih terjaga dan merupakan bagian dari

ekosistem pesisir mempunyai peranan penting bagi keberadaan gas biogenik di

kawasan Sepuk Laut. Hutan mangrove juga merupakan salah satu indikator

adanya proses sedimentasi di suatu tempat. Proses sedimentasi yang cukup aktif

memungkinkan diendapkannya aneka ragam jenis sedimen, misalnya sedimen

organik yang berasal dari material organik, sisa tumbuhan dan gambut (sepuk

istilah masyarakat setempat ) cukup berlimpah dijumpai di kawasan

91 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 104: 38 muara kakap

P E M B A H A S A N

P. Sepuk Laut. Sedimen tersebut baik yang dekat dan jauh dari permukaan

mengandung karbon total cukup tinggi sehingga memungkinkan sekali gas

biogenik dapat terbentuk. Gas metan dan tetranitrometan yang keluar dari lubang

bor dan merembes ke permukaan di beberapa tempat merupakan indikasi kuat

adanya sumber gas di kawasan P. Sepuk Laut. Kondisi ini ditunjukkan juga lewat

interpreatsi data penampang geolistrik. Oleh sebab itu kawasan Sepuk Laut

kemungkinan besar merupakan daerah yang berpotensi gas biogenik. Gas

tersebut diyakini sebagai gas biogenik karena dari jenis gasnya dan didapatinya

bakteri-bakteri metanogenik di beberapa contoh sedimen sebagai media gas.

Bakteri metanogenik tersebut berperperan aktif dalam metabolisme mengubah

komposisi sedimen organik menjadi gas metan. Usaha masyarakat Pulau Sepuk

Laut dalam pencarian air tanah dangkal (± 50m) beberapa tahun sebelumnya

melalui pemboran mengalami kegagalan. Dari lubang bor tersebut keluar

semburan gas api setinggi 3m untuk beberapa saat lamanya. Kejadian ini menjadi

trauma bagi masyarakat setempat yang berkaitan dengan penelitian gas.

Kekhawatiran masyarakat Masyarakat P. Sepuk Laut dan sekitarnya akan

explorasi gas antara lain pertama kekhawatiran terjadi kebakaran, jika gas

diambil akan terjadi amblesan tanah-tanah hunian dan ladang masyarakat

bahkan pulau, pencemaran terhadap perairan yang akan mengurangi produk

perikanan, terakhir khawatir gas di bawa ke luar daerah sehingga masyarakat

setempat tidak menikmati.

Kawasan Sepuk Prupuk dikatagorikan sebagai indikasi prospek 2.

Kawasan ini terletak di atas kawasan P. Sepuk Laut dengan luas area lebih kecil.

Seperti kawasan P. Sepuk Laut sedimen permukaan di kawasan P. Sepuk Prupuk

sebagian besar terdiri atas lanau dan sebagai kawasan sedimentasi. Proses

sedimentasi di kawasan Sepuk Prupuk juga telah berlangsung lama pada

lingkungan zona neritik dangkal karena daerah ini merupakan bagian dari

komplek Delta Kapuas. Data rekaman seismik berupa bentuk kofigurasi

progradasi juga menunjukkan adanya proses sedimetasi daerah ini. Selain itu dari

data rekaman seismik didapat pola turbiditas akustik yang ditafsirkan akibat

penyerapan gelombang akustik oleh gas-gas organik. Hutan mangrove yang

92 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 105: 38 muara kakap

P E M B A H A S A N

masih terjaga juga tersebar luas di pinggiran pantai dan daratan pulau, dan

hanya sebagian kecil berubah menjadi area sawah dan kebun. Peta citra

menunjukkan rona hijau tua untuk kawasan mangrove yang hampir menutupi

kawasan P. Sepuk Prupuk. Keberadaan hutan mangrove tersebut diyakini dengan

keberadaannya sumber gas biogenik di daerah ini. Data penampang geolistrik

merekam juga indikasi kuat gas biogenik sebagian besar di kawasan P. Sepuk

Prupuk. Rembesan-rembesan gas yang keluar kepermukaan juga ditemukan di

daerah ini. Selain itu informasi dari masyarakat setempat tentang gas merupakan

salah satu masukan bahwa kawasan ini berpotensi gas biogenik. Pertimbangan

jumlah penduduk yang sedikit dengan sektor penghidupan sebagian besar

sebagai nelayan dan sebagian sebagai petani lahan sawah dan kebun, maka

kebutuhan energi gas biogenik di kawasan ini nantinya tentu kurang

dibandingkan dengan masyarakat kawasan Sepuk Laut. Oleh sebab itu kawasan

Sepuk Prupuk dikatagorikan sebagai indikasi prospek ke 2 setelah Sepuk Laut.

Kawasan Sepuk Keladi merupakan indikasi prospek 3. Kawasan ini

terletak di antara kawasan P. Sepuk Laut dan Sepuk Prupuk. Kawasan ini terdiri

atas P. Sepuk Keladi dan P. Kurnia. Kedua pulau tersebut dipisahkan oleh kanal

pasang surut.. Luas areanya lebih besar dari kawasan P. Sepuk Prupuk. Proses

sedimentasi ditandai oleh terbentuknya gosong pasir di sekitar kawasan ini. Data

rekaman seismik juga mencatat adanya pola progradasi dan turbiditas akustik.

Hutan mangrove hampir menutupi seluruh pinggiran pantai dan daratan pulau,

dan hanya sebagian kecil dibuka untuk dijadikan area sawah dan kebun. Data

penampang geolistrik sebagian besar menunjukkan adanya indikasi kuat sumber

gas biogenik di kawasan ini. Informasi dari masyarakat tentang gas yang

merembes keluar kepermukaan menambah kuat butki daerah ini berpotensi gas

biogenik. Mungkin karena jumlah penduduk sangat sedikit dengan tingkat

pendidikan rendah serta sektor usaha sangat minim maka kawasan ini dapat

digolongkan sebagai daerah tertinggal.

93 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 106: 38 muara kakap

P E M B A H A S A N

Kawasan Tanjung Saleh dan P. Nyamuk dikelompokan sebagai indikasi

prospek 4. Kawasan ini mempunyai area lebih luas dibandingkan dengan daerah–

daerah sebelumnya. Kawasan Tanjung Saleh dan P. Nyamuk sebagian besar

merupakan lahan persawahan dan kebun yang cukup maju sehingga daerah ini

merupakan pemasok beras dan hasil kebun untuk desa Muara Kakap dan

sekitarnya. Jumlah penduduk di kawasan ini lebih banyak dari daerah lainnya.

Penduduknya ada yang sebagai petani, nelayan, dan pedagang. Bahkan

masyarakat daerah ini banyak yang berpendidikan setingkat SLTA dan

pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi pada umumnya penduduk kawasan Tanjung

Saleh dan P. Nyamuk yang tingkat pendidikannya lebih tinggi dengan tarap

hidupnya lebih maju, mereka lebih memilih menetap di daerah lain. Area hutan

mangrove P. Tanjung Saleh dan P. Nyamuk sebagian besar telah berubah

menjadi lahan sawah, kebun dan hunian kecuali yang ada di sekitar pantai. Data

geolistrik di sekitar daerah survey tidak menunjukkan adanya indikasi gas,

sebagian besar berupa struktur lapisan sedimennya yang tidak teratur. Mungkin

di tempat lainnya di kawasan ini ada indikasi gas seperti yang diinformasikan oleh

penduduk setem,pat.

Kawasan sungai dan laut dikelompokkan sebagai daerah yang tidak

memeperlihatkan adanya indikasi gas biogenik. Sedimen permukaannya beragam

yang terdiri atas sedimen berbutir halus hingga kasar (lumpur – pasir kerikil), dan

endapan gambut. Kawasan ini merupakan zona pengendapan sedimen sekarang

dan sedimen tua. Sedimen tersebut berasal dari sungai Delta Kapuas dan laut.

Proses pengendapan sedimen tersebut telah berlangsung lama hingga sekarang.

Analisis C14 pada sedimen bawah permukaan di kedalaman 48m menunjukkan

proses pengendapan telah dimulai sejak 17 ribu tahun lalu pada lingkungan zona

laut dangkal. Analisis yang sama untuk sedimen bawah permukaan yang lebih

dalam (100m) proses sedimentasi diduga telah dimulai lebih dari 50 ribut tahun

lalu dengan lingkungan laut dalam. Sedimen tersebut terdiri atas lempung kaolinit

yang miskin akan material organik yang diyakini kurang sesuai sebagai media

gas biogenik. Mungkin sedimen lain di sekitar permukaan dasar laut yang terdiri

atas lumpur organik dan endapan gamput memenuhi kriteria sebagai media gas

94 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 107: 38 muara kakap

P E M B A H A S A N

karena mengandung karbon total yang berlimpah. Tetapi lingkungan sedimen

tersebut kurang bagus untuk perkembangan bakteri metanogenik pembentuk

gas biogenik. Rekaman sesimiknya juga tidak menunjukkan karakteristik indikasi

gas di kawasan ini, hanya beberapa rekaman menunjukkan konfigurasi turbiditas

akustik sebagai gambaran dari endapan gambut dan lumpur di permukaan dasar

laut. Jadi berdasarkan data bor dan seismik bahwa kawasan laut dan sungai

daerah penyelidikan kemungkinan kecil sekali dijumpai sumber gas biogenik.

Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi BBM bagi masayarakat

nelayan dan pengusaha perikanan tangkap di kawasan Muara kakap, maka

mereka mengalihkan usaha perikanan tangkap ke perikanan tambak. Perikanan

tambak memerlukan lahan baru dikawasan ini. Lahan yang menjadi tujuan adalah

lahan hutan mangrove. Hutan mangrove dewasa yang sebagaian besar ada di

pulau-pulau Delta Kapuas harus beralih fungsi. Dalam waktu dekat dampaknya

mungkin belum bisa dirasakan. Tetapi lambat laun akan terjadi perubahan

hidrodinamika baru di sekitar kawasan pantai daerah tersebut. Perubahan

gradien pantai (beach slope) yang sebelumnya landai akan menjadi terjal sebagai

indikasi abrasi pantai. Daerah gelombang pecah (breaker zone) yang tadinya jauh

dari garis pantai akan berubah mendekati pantai. Kandungan biota laut akan

berkurang juga sumber gas biogenik akan hilang karena hilangnya hutan

mangrove.

95 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 108: 38 muara kakap

P E M B A H A S A N

91PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 109: 38 muara kakap

R E K O M E N D A S I 97

BAB VI

R E K O M E N D A S I

Pengelolaan dan perencanaan kawasan pantai secara terpadu dalam rangka

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah perlu peran aktif semua pihak. Salah satu

bagian dari informasi yang perlu diikutsertakan adalah data geologi kelautan yang

cukup penting di dalam pengelolaan kawasan pantai terutama sumber gas

biogenik. Kawasan pantai Muara kakap dan sekitarnya memiliki sumbedaya pantai

dan laut yang cukup potensial dan merupakan aset bagi pemerintah dan

masyarakat pesisir (coastal community) setempat. Kawasan hutan mangrove

yang terhampar luas di kawasan Muara kakap merupakan bagian dari ekosistem

pantai yang menambah sumberdaya kawasan pesisir: sumber gas biogenik,

perikanan tangkap, obyek wisata, serta penyangga pantai terhadap abrasi.

Eksploitasi hutan mangrove yang akan beralih fungsi menjadi lahan

pertambakan ikan, pohon mangrove untuk komoditi ekspor, pengambilan ikan

tangkap dengan cara mudah di kawasan Muara kakap cenderung merupakan

jenis usaha yang banyak diminati. Untuk jangka panjang dampak yang

ditimbulkan barangkali akan memerlukan dana pemulihan (recovery) yang tidak

sedikit dibandingkan dengan keuntungan yang selama ini diperoleh. Seperti

sumber gas biogenik akan terbuang begitu saja tanpa dimanfaatkan, erosi pantai

yang cukup intensif akan timbul hampir di semua kawasan pantai merupakan hal

yang perlu diperhatikan serta memerlukan pengertian bersama antara masyarakat

pantai dan pihalk pengembang. Akan berkurangnya sumber ikan tangkap

menyebabkan makin terpuruknya kehidupan masyarakat pesisir. Mungkin

beberapa tahun ke depan jika sekarang tidak ditangani secara serius, sumberdaya

energi gas biogenik dan sumberdaya lainnya di kawasan pantai Muara Kakap dan

sekitarnya akan jauh berkurang bahkan hilang dan mengakibatkan kerugian bagi

semua pihak. Pendangkalan yang yang cukup tinggi di daerah alur kapal nelayan

sebagai akibat pengembangan di kawasan hulu juga menjadi masalah yang cukup

serius bagi para nelayan. Kondisi ini akan memberikan dampak bagi

perkembangan perekonomian masyarakat pesisir pada umumnya. Pencemaran

97PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 110: 38 muara kakap

R E K O M E N D A S I 98

perairan laut dari buangan sampah masyarakat pantai, tumpahan minyak kapal

motor ikan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan lingkungan biota

laut dan pantai.

Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi demikian yang

kemungkinan besar akan bisa terjadi maka sangatlah perlu adanya penerangan

dan penyuluhan oleh para pakar yang bekerja sama dengan para pembuat

keputusan dalam hal ini pemerintah daerah kepada masyarakat pengelola dan

pengembang pantai. Di antaranya:

Meningkatkan sumberdaya masyarakat pantai melalui pelatihan seperti

diberikan pengertian presepsi umum tentang pantai, lingkungan pantai

terutama yang berkaitan dengan sumber gas biogenik.

Memberikan pengertian tentang faktor yang mempengaruhi lingkungan

pantai terhadap keberadaan sumber gas biogenik seperti, proses pantai,

sedimentasi dan erosi pantai, dan aktivitas manusia terhadap

keberadaan gas biogenik

Memberikan sangsi hukum bagi yang mengelola kawasan pantai tidak

ramah lingkungan, diikut sertakannya masyarakat pesisir sebagai

pengontrol dan pemonitor.

Melakukan penelitian terpadu untuk membangun suatu basis data ke

dalam bahasa yang mudah dan aplikatif.

Adapaun rekomendasi yang perlu di lakukan di daerah penyelidikan

menyangkut masalah utama yaitu eksplorasi prospektif gas biogenik:

Mengadakan sosilalisasi secara intensif kepada para pemuka masyarakat

pulau-pulau di kawasan Muara kakap tentang keberadaan gas biogenik

yang merupakan anugerah bagi mereka.

Memberikan pandangan umum tentang penggunaan gas biogenik dan

meluruskan persepsi keliru masyarakat pesisir akan kekhawatiran apabila

gas biogenik dieksploitasi.

Memberikan penjelasan secara seksama bahwa sumber gas biogenik

tersebut diusahakan pemerintah terkait semata-mata untuk kepentingan

98PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 111: 38 muara kakap

R E K O M E N D A S I 99

masyarakat itu sendiri yang akan digunakan sebagai sumber energi

alternatif. Pemerintah hanya sebagai fasilitator.

Pemboran di daerah-daerah prospek perlu dilakukan untuk mengetahui

keberdaaan sumber gas biogenik sehingga potensi gas biogenik tersebut dapat

diketahui. Pembuatan prototipe penggunaan gas biogenik perlu dibuat supaya

masyarakat setempat mengerti akan manfaatnya gas biogenik di tengah-tengah

kehidupan mereka. Pipanisasi dan pembuatan infrastruktur bila potensi sumber

gasnya cukup perlu diusahakan oleh pemerintah terkait. Sumber gas biogenik di

daerah prospek sebaiknya dikelola oleh pemuka masyarakat dan pemerintah agar

tidak menimbulkan dampak sosial.

99PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 112: 38 muara kakap

K E S I M P U L A N

BAB VII

K E S I M P U L A N

Berdasarkan hasil penyelidikan eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan

perairan Muara kakap dan sekitarnya, Kalimantan Barat maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

Delta Kapuas terbentuk akibat interaksi antara arus Sungai Kapuas dan

pasang-surut, serta gelombang laut.

Interaksi ketiga parameter yang berbeda dari waktu ke waktu

membentuk karakteristik tersendiri pulau-pulau di Delta Kapuas.

Hutan mangrove dewasa terhampar luas di pulau-pulau Delta kapuas

sebagai ciri adanya proses sedimentasi aktif.

Material organik yang berasal dari komponen tumbuhan mangrove

dewasa yang telah lapuk menjadi penyusun utama sebagian besar

sedimen Delta Kapuas.

Sedimen organik Delta Kapuas dengan bantuan bakteri anaerobik dari

jenis metanogenik merupakan media sumber gas biogenik.

Kandungan karbon total yang cukup pada sedimen organik, lingkungan

dan jenis sedimen yang cocok untuk bakteri metanogenik hidup

berkembang merupakan kondisi ideal terbentuknya gas biogenik di

Delta Kapuas.

Kadar silika rendah, alumina dan besi tinggi, unsur radioaktif tanah

jarang tinggi merupakan indikator lingkungan gas biogenik di daerah ini.

Sedimen organik yang terkubur puluhan meter di bawah permukaan

pada belasan ribu tahun lalu tersebar luas di pulau-pulau, dan sedikit di

sungai dan laut Delta Kapuas.

Di kawasan pulau-pulau Delta Kapuas dengan hutan mangrove

dewasanya yang masih terjaga merupakan sumber gas biogenik.

Di kawasan sungai dan laut tidak nampak indikasi sumber gas biogenik

Sumber gas biogenik yang cukup dengan jumlah penduduk yang banyak

dikatagorikan sebagai daerah prospektif.

100PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 113: 38 muara kakap

K E S I M P U L A N

Kawasan Sepuk Laut sebagai indikasi prospek prioritas , disusul oleh

kawasan Sepuk Prupuk, Sepuk Keladi, dan kawasan Tanjung Saleh dan

P. Nyamuk.

Sosilalisasi yang intensif kepada para pemuka masyarakat, memberikan

pandangan umum penggunaan gas biogenik, meluruskan persepsi keliru

masayarakat tentang eksploitasi gas biogenik membuka wawasan

masyarakat pesisir Delta Kapuas akan arti penting gas biogenik sebagai

energi alternatif di tengah-tengah kehidupan mereka.

Eksploitasi hutan mangrove, kehancuran dasar laut dan biota laut yang

ditinggalkan akibat usaha manusia yang tidak ramah lingkungan, lambat

laun akan merubah keseimbangan alam sekitarnya merupakan kerugian

yang paling besar yang diwariskan kepada generasi masa depan.

101PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 114: 38 muara kakap

A C U A N

A C U A N

Atlas, R.M. and Parks, L.C., 1993: Handbook of Microbiological Media, CRC Press,

Inc. London

Buchanan, R.E. and Gibbons V.E., 1974: Bergey’s Manual of Determination

Bacteriology, 8th edition, The Williams & Wilkins Company, Baltimore.

Dolan, R., Hayden, B.O. and Vincent, M.K., 1975, Classificataion of Coastal

Landform of the America, Zeithschr Geomorphology, in Encyclopedia of

Beach and Coastal Environments.

Falvelle A.J.1976., Non-Standard Anolamy over sedimentary structures.

Folk R.L., 1968, Petrology of sedimentary rocks: Hemphill, Austin Texas, 170p.

Friedman, G.M., 1967, Dynamic processes and statistical parameters compared

for size frequency distribution of beach and river sands. Jour. Sed.

Petrology, v.37:327-354.

Geza Kunetz, 1966 Principles of Direst Current Resistivity Prospecting,

Geopublication Associates series1-No1.

_____Numerical Modeling for Electromagnetic Methods of Geophysics, in

Nabighian, M. N., Ed., Electromagnetic Methods: Theory and Practise, Vol.

1, Soc. Expl. Geophys., 1989.

Holt , John G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T. and Williams, S.T., 1994:

Bergey’s Manual of determination Bacteriology, 9th edition, The Williams &

Wilkins Company, Baltimore.

James R, Wait, 1982, Geo-Electromagnetism, Academic Press

Jenkins, R. and Snyder, R.L., 1996. Introduction to X-Ray Powder Diffractometry.

John Wiley & Sons Inc., New York.

Kamiludin, U., Darlan, Y., Hanafi, M., Widiatmoko, H.C., Suprijadi, Widjaksana,

K.H., dan Hartono, 2004: Penyelidikan Emas Letakan di Perairan Delta

Kapuas, Pontianak, Kalbar, Puslitbang Geologi Kelautan (P3GL).

102PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 115: 38 muara kakap

A C U A N

Klug, H.P. and Alexander, L.E., 1974. X-ray Diffractometry Procedures for

Polycrystalline and Amorphous Materials. John Wiley and Sons Inc., New

York.

Lorente, M.A., 1986. Palynology and Palynofasies of the Upper Tertiary in

Venezuela. J. Cramer, Berlin, 217 hal.

Mason, B., 1966. Principles of Geochemistry, John Wiley & Sons, 329p.

O Koefoed, 1968,The Application of The Kernel Function in Interpreting

Geoelectrical Resistivity Measurements, Geopublication Associates series 1-

No2.

Parasnis D.S. 1983, Principles of Applied Gephysics, New York ,JWS Inc .

Payton, C.E., 1977, Seismic stratigraphy applications to hydrocarbon exploration,

AAPG, Tulsa, Oklahoma, USA.

Peper, A., 1992, IPA 1 day Geochemistry course.

Pettijohn, F.J., 1957. Sedimentary rocks, Oxford & IBH Publishing Co, 718p.

Sanyoto, P., dan Pieters, P.E., 1993: Peta Gelogi Lembar Pontianak / Nagataman,

Kalimantan, Pulitbang Geologi (P3G), Australian Geological Survey

Organisation (AGSO)

Tachjudin Taib,M.I.1983, Metoda Eksplorasi Tahanan Jenis, ITB

Tim Lembar Peta 1315, 2001: Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan

Perairan Kalimantan Barat, Puslitbang Geologi Kelautan (P3GL)

The Benyamin/Cummings Publishing Co, Inc, 1987: Microbiology: A Laboratoy

Manual, 2nd edition.

Vogelsang, 1995, Environmental Geophysics , Practical Guide., Springer.

www.geochem.com, OilTracers L.L.C.,1999-2005: Determining the Origin of

Hydrocarbon Gas Shows and Gas Seeps (Bacterial Gas vs Thermogenic Gas)

Using Gas Geochemistry.

103PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

Page 116: 38 muara kakap

A C U A N

Yulianto, E., Rahardjo, A.T., Noeradi, D., Siregar, D.A., Hirakawa, K., 2005:

A Holocene pollen record of vegetation and coastal environmental changes

in the coastal swamp forest at Batulicin, South Kalimantan, Indonesia.

Journal of Asian Earth Science 25, 1-8.

Yulianto, E., Sukapti, W.S., Rahardjo, A.T., Noeradi, D., Siregar, D.A., Hirakawa,

K., 2004: Mangrove shorelines responses to Holocene environmental

change, Makassar Strait, Indonesia. Review of Palaeobotany and Palynology.

Zonge, K., L., and L., J., Hughes, 1991, Controlled-Source Audio Frequency

Magnetotellurics, in Nabighian, M., N., Ed., Electromagnetic Methods in

Applied Geophysics-Theory, Volume II : Soc. Expl. Geophys., 713-809.

104PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN