3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. ·...

12

Transcript of 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. ·...

Page 1: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah
Page 2: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah
Page 3: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah
Page 4: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah
Page 5: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah
Page 6: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah

74

Perbandingan Kadar Elektrolit SerumPascaenterektomi Ekstensif 75 % pada Anjing yang

Diterapi dengan Laktoferin

COMPARISON VALUE OF SERUM ELECTROLYTESAFTER 75% EXTENSIVE ENTERECTOMY ON DOG WITH LACTOFERRIN TREATMENT

Boedi Setiawan1, Sudarminto2, Hartiningsih2

1Departemen Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas AirlanggaKampus C. Jl. Mulyorejo Surabaya, 60115. Telp. 031-5927832

Email boedi_st @unair.ac.id 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

A severe and extensive intestine damages can occur in dogs suffering from volvulus , strangulation,intersuception and neoplasia. Extensive enterectomy is the most common medical treatment for dogssuffering from such disorder. A study was therefore conducted to compare the serum electrolyte level ofextensively enterectomyzed dogs after being treated with different level (0%, 0.05% and 0.5 mg/bodyweight) of lactoferin. As many as 9 dogs at 3-4 moth-old and with the body weights ranging from 4-5 kgwere used. After being enterectomized to the extent of 75% out of the total length of the intestine, the dogswere divided randomly into 3 groups (I, II and III) each of which consisted of 3 dogs. The three groups weretreated for 30 days respectively with 0.0 mg/body weight, 0.05mg/kg body weigth and 0.5mg/kg bodyweight of lactoferin. The electrolyte levels (Na, K and Cl ion) of dogs were determined at days 1, 15 and 30of during the treatment. The data collected from this study were analysed by Analysys of Variance (Anova)proceded by Duncan Multiple Range test (DMRT). The result showed that at days 15 and 30 of thetreatment, the electrolyte levels of the dogs with lactoferin (0.05 and 0.5 mg/body weight) were significantlyhigher than in dogs without lactoferin (0mg/bodyweight). The level of Na ion of dogs with 0,5, 0,05, dan 0mg/kg bw lactoferin were 143, 143,4, dan 141,7 mEq/L respectively at day 15 and 147, 150, dan 137,7mEq/L respectively at day 30. The levels of K ion for those dogs were 5,17, 4,97, dan 3,83 mEq/Lrespectively at day 15 and 30: 5,1, 5,13, 3,73 mEq/L respectively at day 30. Meanwhile, their Cl levelswere 113,7, 114,3, 104 mEq/L respectively at day 15 and 115,3, 117,3, dan 91,3 mEq/L respectively atday 30. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa memperian lactoferin memperbaiki kadar elektrolitserum anjing yang dienterektomi secara ekstensif. It was evidence that lactoferin treatment can improvedthe electrolyte profiles of extensively enterotomized dogs.

PENDAHULUAN

Usus halus mempunyai dua fungsi yangsangat penting bagi tubuh kita, yaitu :pencernaan serta absorsi bahan nutrisi dan air.Proses pencernaan dimulai dari dalam mulutdan lambung oleh kerja enzim ptialin, asamklorida, dan pepsin terhadap bahan makananyang masuk. Proses ini dilanjutkan oleh enzim-enzim pankreas di dalam duodenum denganmenghidrolisis karbohidrat, lemak, dan proteinmenjadi zat-zat yang lebih sederhana.

Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasilakhir pencernaan karbohidrat, lemak, danprotein (gula sederhana, asam-asam lemak danasam-asam amino) melalui dinding usus kesirkulasi darah dan limfe, yang kemudian

digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air,elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi (Sherwood,2001).

Kerusakan pada usus halus dengan derajatyang meluas misalnya akibat volvulus,strangulasi, neoplasia, intususepsi maka harusdilakukan enterektomi secara ekstensif(pemotongan sebagian usus yang relatifpanjang). Hal ini dimungkinkan untukmenghindari adanya komplikasi dan perkem-bangan penyakit yang lebih progresif.Enterektomi yang ekstensif akan mengaki-batkan hilangnya sebagian besar lapisan endoteldi mukosa usus yang berfungsi untuk aktifitasdigesti, absorbsi, dan sekresi. Enterektomi yangekstensif juga dapat menyebabkan gangguanabsorbsi nutrien, elektrolit dan vitamin sehingga

Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80ISSN : 1411 - 8327

Page 7: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah

75

terjadi sindrom malabsorbsi yang dikenaldengan Short Bowel Syndrome (Shrock, 1983).

Gejala klinis yang dialami oleh penderitashort bowel syndrome pascaoperasi enterektomiekstensif adalah diare dan malabsorbsi yangakan menyebabkan hipovolemik (abnormalitasvolume sirkulasi pembuluh darah), dehidrasi,metabolik asidosis dan malnutrisi yang ditandaidengan kehilangan berat badan, hipoalbu-minemia, defisiensi potasium, kalsium, zinc,magnesium, copper, asam lemak, vitamin larutlemak, asam folat dan B12 (Stollman danNeustater, 1999).Pascaenterektomi ekstensif, akan diikutidengan proses penyesuaian dari sisa usus yangtelah dioperasi agar tetap dapat mencapai fungsiyang normal untuk proses digesti dan absorbsi.Penyesuaian inilah yang disebut sebagai adaptasiusus halus terhadap enterektomi ekstensif.Keadaan adaptasi usus halus ini ditandaidengan adanya hiperplasia mukosa danpeningkatan absorbsi dengan penambahantinggi vili, lebar vili, kedalaman kripta maupunpertambahan diameter dan panjang usus(Williamson, 1983).

Wilmore (1999), melaporkan bahwa banyakpasien yang mengidap short bowel syndromemengalami adaptasi usus yang kurangsempurna, misalnya pertumbuhan vili dankripta yang kurang atau tidak adanyapenambahan panjang. Hal ini mungkindisebabkan oleh kurangnya growth factor untukproses adaptasi tersebut. Akibatnya pasienmembutuhkan terapi nutrisi parenteral dalamjangka waktu yang lama untuk mempertahan-kan status kesehatan pasien, yang tentunyaakan membutuhkan lebih banyak biaya.Berdasarkan latar belakang inilah maka perludicarikan untuk mencari bahan yangmempunyai kemampuan sebagai like growthfactor, yang mudah diperoleh dan murah.

Salah satu bahan yang diduga mempunyaikemampuan sebagai like growth factor murahdan mudah didapat adalah laktoferin (Lonnerdaldan Iyer, 1995). Diduga cara kerja laktoferinmirip dengan growth factor yang ada dalamsaluran pencernaan misalnya epidermal growthfactor (EGF). Menurut Hagiwara et al., 1995laktoferin lebih efektif daripada EGF dalammenginduksi peningkatan jumlah sel yangdikultur selama 6 hari dalam medium yangmengandung 0,2% fetal calf serum (FCS).

Growth factor adalah substansi esensialuntuk pertumbuhan dan pembelahan sel,

sebagian besar merupakan peptida yang besaratau glikoprotein. Efek mitogenik dankemotaktik growth factor diperantarai olehreseptor spesifik yang terletak pada permukaansel. Growth factor yang berikatan denganreseptor spesifiknya mengaktivasi tyrosinekinase dan mengirimkan signal intraselularkepada inti DNA untuk menjalankantranskripsi gen guna memproduksi proteintarget (Schlessinger, 1988). Sejauh inimekanisme yang tepat mengenai prosestranskripsi gen secara lengkapnya masih belumdiketahui (Merchant et al., 1994).

Untuk mengetahui proses adaptasi usushalus ini maka digunakan parameter kadarelektrolit dalam serum darah. Tujuan penelitianini adalah membandingkan kadar elektrolit didalam serum darah pada anjing yangdienterektomi 75% dan diterapi denganlaktoferin. Elektrolit yang diukur kadarnyadalam serum darah adalah Na, Cl dan K karena92% osmolalitas serum dalam keadaan normalditentukan oleh ion-ion Na, Cl dan K.Konsentrasi Na dalam serum menjadi ukurancermat untuk mengetahui cadangan Na dalamseluruh tubuh (Widman, 1983).

METODE PENELITIAN

Hewan CobaPenelitian ini menggunakan 9 ekor anjing

lokal (bastar) betina, umur antara 3-4 bulan,dengan berat badan 4-5 kg. Hewan tersebutdiperoleh dari sekitar desa Bolawen, Sleman,Jogjakarta. Semua hewan percobaanditempatkan dalam kandang individu yangmempunyai kondisi dan lingkungan yang sama.Pada hari pertama dipelihara, semua anjingpercobaan diberi obat cacing mebendazole dengandosis 25 mg/kg berat badan, sekali pemberianmelalui mulut. Satu minggu setelah pemberianobat cacing semua hewan percobaan divaksinasiparvovirus (Parvodog, PT. Romindo Prima-vetcom)

Selama penelitian, anjing diberi makan duakali sehari yaitu pagi dan sore serta diberi airminum secara ad libitum. Setelah 2 minggumasa adaptasi dan semua anjing percobaandinyatakan sehat (tidak diare, tidak muntah,nafsu makan normal, pemeriksaan feses negatif,temperatur, pulsus, dan respirasi, normal)dilakukan operasi secara bertahap yaitu setiaphari tiga ekor anjing.

Setiawan et al Jurnal Veteriner

Page 8: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah

76

Rancangan PenelitianRancangan penelitian yang digunakan

adalah rancangan acak lengkap dengan tigakelompok perlakuan, tiga kali ulangan padasetiap kelompok perlakuan dan tiga kali waktupengamatan. Setiap kelompok perlakuan diberilaktoferin dengan dosis yang berbeda.

Enterektomi 75% dan Pemberian LaktoferinProsedur enterektomi sebesar 75%

dilakukan menurut Galijono (1989). Proseduroperasi dapat diuraikan sebagai berikut :sebelum operasi dilakukan anjing dipuasakanselama 12-18 jam, ditimbang berat badannya,kemudian diinjeksi atropin sulfat (Ethica,Indonesia) dosis 0,04mg/kg berat badan secarasubkutan, xylazine (Laboratorios Calier S.A.Barcelona, Spanyol) dosis 0,2 mg/kg berat badansecara intramuskuler, 5 menit kemudiandilakukan anestesi umum dengan ketaminehidrokloride (PT. Millenium PharmaconJakarta, Indonesia) dosis 20 mg/kg berat badansecara intramuskuler.

Hewan diletakkan pada posisi ventrodorsal,dinding abdomen yang sudah dicukursebelumnya dibersihkan dan diberi antiseptikserta dipasang kain penutup operasi. Insisidilakukan pada garis tengah (linea alba) bagiankaudal dengan panjang 10cm yang diperkirakancukup untuk mengeluarkan usus halus.Panjang usus halus mulai dari daerah ostiumileokolika ke arah kranial sampai di daerahpilorus diukur dengan benang. Dengan benangtersebut kemudian ditentukan batas-batas ususyang akan dipotong. Pemotongan usus sebesar75% dari keseluruhan usus halus dilakukanpada bagian mid jejunoileal menyisakan 12,5%jejenum proksimal dan duodenum, serta 12,5%ileum bagian distal.

Pembuluh darah yang mensuplai usus yangakan dipotong diligasi rangkap pada perbatasanantara mesenterium dengan usus. Selanjutnyadengan dua jari isi usus disisihkan ke arah ususyang tidak dipotong. Pada batas-batas usus yangakan dipotong masing-masing dijepit dengandua hemostatik forcep yang ujung-ujungnyadilapisi dengan karet, membentuk sudut kira-kira 300 terhadap sisi antimesenterika bagianyang akan dipotong. Setelah dilakukanpemotongan di antara ligasi rangkap padapembuluh darah, dilanjutkan pemotongan ususdi antara dua hemostatik forcep yangditempatkan pada bagian proksimal maupundistal usus halus.

Anastomosis usus dilakukan dengan aposisiujung ke ujung (end to end) dengan pola jahitansederhana terputus menggunakan benangcatgut kromik 3-0 (One Med, Indonesia) denganjarum lengkung diameter bulat. Penempatansetiap simpul jahitan berjarak kira-kira 3 mm.Bagian mesenterika yang terpotong dipertautkankembali dengan benang catgut kromik 3-0 polajahitan sederhana terputus.

Selama prosedur operasi berlangsung,secara periodik usus dibasahi dengan larutanNaCl fisiologi steril guna mencegah kekeringanusus. Untuk pengujian terhadap kemungkinankebocoran pada tempat anastomosis, di bagiankranial dan kaudal (3cm dari tempat anastomo-sis) dibendung dengan jari selanjutnya 10 mllarutan NaCl fisiologi steril diinjeksikankedalamnya. Apabila terdapat kebocoran makaterlihat rembesan cairan pada tempatanastomosis.

Setelah diyakini tidak ada kebuntuan dankebocoran, usus halus kemudian dikembalikankedalam rongga abdomen. Dinding abdomendijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitansederhana terputus. Jaringan subkutan dijahitdengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhanamenerus. Kulit dijahit dengan benang silk 2-0(One Med, Indonesia) dengan pola jahitansederhana terputus. Irisan kulit yang telahdijahit diolesi dengan antiseptik iodium tinktur3%. Selama prosedur operasi berlangsung,anjing diinfus dengan larutan ringer’s dekstrosa5% (Otsuka, Indonesia) sebanyak 40 ml/kg beratbadan.

Untuk perawatan pascaoperasi, anjingdisuntik vicillin (Meiji, Indonesia) dosis 10 mg/kg berat badan secara intramuskuler dua kalisehari selama lima hari. Dua puluh empat jamsesudah operasi, anjing hanya diberi air minum.Hari kedua dan ketiga diberi pakan halus yaitupakan yang diblender. Hari-hari berikutnyadiberi pakan normal lagi seperti sebelum operasidilakukan. Bekas luka operasi pada kulit setiaphari diolesi dengan salep bioplacenton sampaibenang jahitan diambil pada hari ke 9 sesudahoperasi.

Mulai hari ke-1 setelah enterektomi, anjingpercobaan secara acak dibagi menjadi tigakelompok perlakuan, yang masing-masingterdiri 3 ekor anjing. Kelompok I (kelompokkontrol) dilakukan enterektomi 75%. KelompokII dan III dilakukan enterektomi 75% dan diberilaktoferin dengan dosis 0,05 dan 0,5 mg/kg beratbadan /hari per oral selama 30 hari. Pada harike- 30 sesudah perlakuan, semua hewan coba

Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80

Page 9: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah

77

dieuthanasis dengan menggunakan ketamindosis 50 mg/kg berat badan yang kemudiandilanjutkan dengan larutan garam pekat secaraintracardial (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).Pengambilan sampel darah dilakukan seharisebelum enterektomi dan hari ke-15 dan ke-30sesudah enterektomi, pada pagi hari, 1 jamsetelah makan untuk pemeriksaan kadar ionNa, ion K, dan ion Cl.

Analisis DataData yang diproleh dari hasil pemeriksaan

kadar ion Na, ion K, dan ion Cl dianalisis dengansidik ragam/anova (uji F) , apabila didapatkanperbedaan yang nyata (p < 0,05) makadilanjutkan dengan uji Duncan Multiple RangeTest (DMRT) (Kusriningrum, 2004)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Ion NatriumHasil pemeriksaan rata-rata kadar ion

natrium serum anjing percobaan dapat dilihatpada Tabel 1.

Natrium merupakan salah satu mineralyang penting karena sangat banyak peranannyadalam berbagai aktifitas metabolik. Unsur inimerupakan komponen utama kation cairanekstra sel. Kadar natrium normal dalam serumadalah 142-152 mEq/L (Duncan et al., 1994).Karena natrium terutama ada dalam cairanekstra sel, maka konsentrasi natrium dalamserum menjadi ukuran cermat untukmengetahui cadangan natrium dalam seluruhtubuh. Sembilan puluh dua persen dariosmolalitas serum dalam keadaan normalditentukan oleh ion-ion natrium, klorida danbikarbonat. Natrium sangat erat kaitannyadengan regulasi volume cairan tubuh dankarena itu kadar natrium harus selalu

diperhatikan dalam masalah-masalah yangmenyangkut metabolisme seluruh cairan tubuh(Widman,1983).

Berdasarkan hasil penelitian, kadarnatrium serum anjing yang termasuk dalamkelompok I, pada hari ke-15 dan ke-30 pascaoperasi mengalami penurunan. Penurunankadar natrium ini disebabkan oleh kondisihewan yang masih menunjukkan konsistensitinja encer yang mungkin disebabkan oleh diare,sehingga natrium tidak sempat terabsorbsi dandibuang bersama tinja. Hal ini sesuai denganpendapat Robbins et al., (1989) bahwa padasindrom malabsorbsi dengan gejala diare profushewan akan banyak kehilangan cairan,natrium, dan kalium yang mungkin bisamengancam kelangsungan hidupnya.

Pada kelompok II dan III didapatkan hasilkadar natrium serum di hari ke-15 dan ke-30pascaoperasi mengalami kenaikan meskipunsempat menurun di hari ke-15 dan berada dalamambang batas normal. Hal ini disebabkankarena pada hari ke-15 sampai hari ke-30konsistensi tinja sudah normal, sudah tidak adalagi diare sehingga absorbsi natrium bisadilakukan usus halus. Konsistensi tinja yangnormal menandakan bahwa adaptasi usus halussudah terjadi. Dalam keadaan normal, semuahasil pencernaan karbohidrat, protein, danlemak serta sebagian besar elektrolit, vitamin,dan air diabsorbsi oleh usus halus, kecualikalsium dan besi absorbsinya disesuaikandengan kebutuhan tubuh. Dengan demikian,semakin banyak makanan yang dikonsumsi,semakin banyak yang akan dicerna dandiabsorbsi (Sherwood, 2001).

Kadar Ion KaliumHasil pemeriksaan rata-rata kadar ion

kalium serum anjing percobaan dapat dilihatpada Tabel 2.

Tabel 1. Rata-rata kadar ion Natrium (Na) serum anjing (mEq/L) pra dan pasca enterektomi 75 %

Kadar Na serum (mEq/L)Kelompok Enterektomi 75 %

0 15 hari 30 hari

laktoferin dosis 0 mg/kg BB 144 ± 0,81a 141,7± 3,85a 137,7± 3,29a

laktoferin dosis 0,05mg/kg BB 145 ± 2,94a 143,3 ± 2,35b 150 ± 2,83b

laktoferin dosis 0,5mg/kg BB 141,5 ± 2,16a 143 ± 2,16b 147 ± 1,41b

Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Setiawan et al Jurnal Veteriner

Page 10: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah

78

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwakadar kalium serum anjing yang diberilaktoferin dosis 0,05mg (kelompok II) dan 0,5mg(kelompok III) pada 30 hari setelah perlakuanmeningkat sebesar 4% dan 4,7% sedangkananjing yang tidak diberi laktoferin (kelompok I)kadar kalium serum turun 20%. Hasil analisisstatistika dengan uji ANOVA yang dilanjutkanuji DMRT mengenai rata-rata kadar kaliumserum antara ketiga kelompok perlakuansebelum, 15 hari, dan 30 hari sesudah perlakuanmenunjukkan hasil perbedaan yang nyata(p<0,05) antara kelompok I dengan kelompok IIdan III, sementara kelompok II tidak berbedanyata (p>0,05) dengan kelompok III . Hal inimenunjukkan bahwa pemberian laktoferindengan dosis kecil (0.05mg) maupun dosis besar(0,5mg) berpengaruh nyata meningkatkankadar kalium serum anjing yang dienterektomi75%.

Kalium merupakan kation terpenting padacairan ekstrasel, tetapi juga penting untukcairan intrasel. Kadar kalium normal dalamserum adalah 3,9-5,1 mEq/L (Duncan et al.,1984). Menurut Kirk and Bistner (1981), padakasus sindrom malabsorbsi dapat terjadihipokalemia karena penurunan intake kalium.Hal ini terlihat dari hasil penelitian yangmenunjukkan bahwa pada kelompok I yaitu

tanpa pemberian laktoferin, kadar kaliumserum turun di bawah normal pada hari ke-15dan hari ke-30, sedangkan pada kelompok II danIII yang mendapat laktoferin, kadar kaliummengalami peningkatan dan tetap berada dalambatas normal. Hal ini kemungkinan disebabkanbertambahnya lebar vili usus yang menyebabkankapasitas absorbsi menjadi lebih besar sehinggafungsi absorbsi usus halus akan menjadi lebihbaik. Setelah dilakukan enterektomi ekstensif,akan timbul proses penyesuaian ataukompensasi dari sisa usus yang telah dioperasiagar tetap dapat mencapai fungsi normal untukproses digesti dan absorbsi. Kompensasi inilahyang disebut sebagai adaptasi usus terhadaptindakan enterektomi ekstensif. Keadaankompensasi atau adaptasi ini ditandai denganadanya hiperplasia mukosa dan peningkatanpermukaan absorbsi dengan penambahan lebarvili (Williamson, 1983).

Kadar Ion KloridaHasil pemeriksaan rata-rata kadar ion

klorida serum anjing percobaan dapat dilihatpada Tabel 3. Pada tabel tersebut dapat dilihatbahwa kadar klorida serum anjing yang diberilaktoferin dosis 0,05mg (kelompok II) dan 0,5mg(kelompok III) pada 30 hari setelah perlakuanmeningkat sebesar 4% dan 4,7% sedangkan

Tabel 2.Rata-rata kadar ion kalium (K) serum anjing(mEq/L) pra dan pasca enterektomi 75 %

Kadar K serum (mEq/L)Kelompok Enterektomi 75%

0 15 hari 30 hari

laktoferin dosis 0 mg/kg BB 4,67 ± 0,3a 3,87± 0,38a 3,73 ± 0,2a

laktoferin dosis 0,05mg/kg BB 4,93 ± 0,34a 4,97 ± 0,16b 5,13 ± 0,16b

laktoferin dosis 0,5mg/kg BB 4,87 ± 0,26a 5,17 ± 0,25b 5,1 ± 0,14b

Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 3. Rata-rata kadar ion klorida (Cl) serum anjing(mEq/L) sebelum dan pasca enterektomi75 %

Kadar Cl serum (mEq/L)Kelompok Enterektomi 75%

0 15 hari 30 hari

aktoferin dosis 0 mg/kg BB 112 ± 1,64a 104 ± 4,32a 91,3 ± 4,9a

laktoferin dosis 0,05mg/kg BB 112 ± 0, 82a 114,3 ± 0,47b 117,3 ± 0,47b

laktoferin dosis 0,5mg/kg BB 110,7 ± 0,94a 113,7 ± 1, 89b 115,3 ± 2,05b

Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80

Page 11: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah

79

anjing yang tidak diberi laktoferin (kelompok I)kadar klorida serum turun 22%. Hasil analisisstatistika dengan uji ANOVA yang dilanjutkanuji DMRT mengenai rata-rata kadar kloridaserum antara ketiga kelompok perlakuanmenunjukkan hasil perbedaan yang sangatnyata ( p<0,01) antara kelompok I dengankelompok II dan III, sementara kelompok II tidakberbeda nyata dengan kelompok III. Hal inimenunjukkan bahwa pemberian laktoferinberpengaruh secara signifikan terhadappeningkatan kadar klorida serum anjing yangdienterektomi sebesar 75%.

Ion klorida diabsorbsi usus halus padabagian duodenum dan jejunum. Pada usus halusbagian atas, absorbsi klorida berlangsung cepatdan terutama melalui difusi pasif (Guyton danHall,1996). Kadar klorida serum normal padaanjing adalah 110-124 mEq/L (Duncan et al.,1984). Pada umumnya baik pemasukan maupunpengeluaran klorida dalam tubuh tak dapatdipisahkan dengan natrium. Kelainanmetabolisme natrium biasanya diikuti dengankelainan metabolisme klorida. Seperti yang telahdijelaskan sebelumnya bahwa pada kelompok Imengalami penurunan kadar natrium dalamserum, begitu juga halnya dengan kadar kloridaserum kelompok I mengalami penurunan padahari ke-15 dan ke-30 pasca operasi. Padakelompok II dan III tidak mengalami penurunan.Hal ini diduga akibat peran laktoferin dalammembantu pulihnya fungsi usus halus, sehinggaabsorbsi elektrolit tersebut dapat dilakukan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapatdisimpulkan bahwa pemberian laktoferinterhadap anjing yang dienterektomi sebesar 75%mengalami peningkatan kadar elektrolit serumdibandingkan dengan anjing yang dienterektomi75% tanpa pemberian laktoferin.

SARAN

Perlu dilakukan pemeriksaan histopatologiuntuk mengetahui gambaran/perbedaan antaravili – vili usus yang diterapi dengan laktoferindan yang tidak diterapi laktoferin.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada BPPS Dikti yang telahmemberikan dana penelitian sehingga penelitianini diselesaikan dengan baik. Terima kasih jugakepada Dekan Fakultas Kedokteran HewanUniversitas Gadjah Mada yang telahmemberikan fasilitas untuk kepentinganpenelitian. Kepada semua pihak yang telah ikutmembantu, penulis sampaikan banyak terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Duncan JR, Prasse KW, Mahaffey EA. 1994.Veterinary Laboratory Medicine : ClinicalPatology. 3rd ed. Ames. Iowa. Iowa StateUniversity Press.

Galijono D. 1989. Pengaruh Reseksi Usus HalusTerhadap Kadar Elektrolit dan Lipid TotalSerum serta Gambaran Histologik Ususpada Anjing. Tesis. Jogjakarta. UniversitasGadjah Mada.

Guyton AC, Hall JE. 1996. Textbook of MedicalPhysiology. 19th ed., Philadelphia. WBSaunders Company.

Hagiwara T, Shinoda I, Fukuwatari Y,Shimamura S. 1995. Effect of Lactoferrinand Its Peptides on Proliferation of RatIntestinal Epithelial Cell Line, IEC-18, inThe Presence of Epidermal Growth Factor.J Biosci Biotechnol Biochem. 59 (10)

Kirk RW, Bistner ST. 1981. Handbook ofVeterinary Procedure and EmergencyTreatment, 4thed. Philadelphia. WBSaunders Company ,

Kusriningrum RS. 2004. PerancanganPercobaan. Surabaya. Fakultas KedokteranHewan. Universitas Airlangga.

Lonnerdal B, Iyer S. 1995. Lactoferrin :Molecular Structure and BiologicalFunction. Anim Rev Nutr, 15 : 093-110.

Merchant JL, Dickinson CJ, Yamada T. 1994.Molecular Biology of The Gut : Model ofGastrointestinal Hormones, in ; John LR.editor, Physiology of the GastrointastinalTract, 3rd ed. New York : Raven Press, 295-350.

Setiawan et al Jurnal Veteriner

Page 12: 3. Setiawan et alrepository.unair.ac.id/95208/2/Bukti C 04 Perbandingan... · 2020. 4. 20. · 2Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah

80

Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 1989.Pathologic Basis of Disease, 4thed., W.B.Saunders Company. Harcourt BraceJovanovich Inc., 860-876.

Schlessinger J. 1988. The Epidermal GrowthFactor Receptor as a MultifunctionalAllosteric Protein, J Biochemistry 27 : 3119-3123.

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia : Dari Selke Sistem, Alih Bahasa : Brahm, V.P.,editor, Beatrica TS. 2nd ed., Jakarta. EGC.

Shrock TR. 1983. Hand book of Surgery, JonesMedical Publications : 258-259

Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80

Stollman NH, Neustater BR. 1999. ClinicalPractice of Gastroenterology, Volume one,Philadelphia. PA: Current Medicine 507-516.

Widman FK. 1983. Clinical Interpretation ofLaboratory Test, 9thed. Philadelphia. F.A.Davis Company.

Wiliamson RCN. 1983. Adaptive IntestinalHyperplasia in : Function and Dysfunctionof the Small Intestine. Liverpool, UK.Liverpool University Press, 55-76.

Wilmore DW. 1999. Growth Factors andNutrients in the SBS, JPEN, J Parenter.Enteral Nutr 23 : s117-s120.