3. FARMAKOKINETIK

download 3. FARMAKOKINETIK

of 58

Transcript of 3. FARMAKOKINETIK

  • FARMAKOKINETIK

    Indah Purwaningsih, M.Farm, Apt

    Pokok Bahasan 3

    1

  • DEFINISI

    Farmakokinetika adalah studi tentang nasib obat didalam tubuh.

    Farmakokinetika mempelajari proses mulai dari masuknya obat kedalam tubuh sampai dikeluarkan kembali.

    Ada 4 proses yang terlibat dalam Farmakokinetika :

    1. Absorpsi

    2. Distribusi

    3. Metabolisme

    4. Ekskresi

    2

  • TAHAPAN KINERJA ZAT OBAT DALAM TUBUH

    Fase Farmasetika

    Fase Farmakokinetika

    Fase Farmakodinamika

    3

  • Liberasi

    Disintegrasi Sediaan Disolusi Zat Aktif

    Tahap farmasetika

    Obat Tersedia Untuk Diserap

    Ketersediaan Farmasetis

    Sediaan Obat

    4

  • Tahap FARMAKOkinetika

    Absorpsi

    Distribusi Metabolisme Ekskresi

    Obat Tersedia Untuk Beraksi

    Ketersediaan Hayati

    5

  • Tahap FARMAKOdinamika

    Antaraksi Obat Reseptor

    Dijaringan Sasaran

    Efek (Respon)

    6

  • FASE FARMASETIK

    Fase pertama dari kerja obat

    Disintegrasi adalah proses hancurnya bentuk sediaan obat padat menjadi partikel-partikel yang lebih kecil

    Liberasi adalah proses pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan

    Disolusi adalah melarutnya partikel-partikel (zat aktif) ke dalam cairan gastrointestinal utk diabsorbsi

    7

    TABLET DISINTEGRASI DISOLUSI

    LIBERASI

  • Sediaan obat yang cepat larut lebih cepat di absorpsi cepat menimbulkan efek.

    Urutan kecepatan melarut atau kecepatan absorpsi dari beberapa sediaan obat :

    LARUTAN > SUSPENSI > SERBUK > KAPSUL > TABLET > TABLET SALUT

    8

  • a. ABSORPSI

    Absorbsi adalah perpindahan obat dari tempat pemberian (aplikasi) kedalam sirkulasi sistemik (peredaran darah).

    Untuk dapat menimbulkan efek terapi yang sistemik obat harus dapat menembus sel tempat absorpsi (membran sel) dan masuk ke sirkulasi sistemik.

    Sedangkan, untuk dapat menimbulkan efek terapi lokal suatu obat tidak perlu di absorpsi terlebih dahulu.

    9

  • Membran Sel

  • Membran sel terdiri atas 2 lapisan lipid/lemak (lipid bilayer).

    Obat yang larut dalam lemak /lipofil mudah menembus membran sel dibandingkan dengan yang larut dalam air / hidrofil.

    Obat yg tidak larut dalam lipid dan mempunyai BM > 200 sukar melewati membran sel.

    Pengaruh kelarutan obat dalam lipid/lemak

    11

  • DERAJAT IONISASI

    Derajat Ionisasi adalah banyaknya obat yang terionkan (menjadi bermuatan) ketika dilarutkan dalam air.

    Obat yang bersifat asam lemah akan lebih terionisasi pada suasana basa, sedangkan obat yang bersifat basa lemah akan terionisasi pada suasana asam.

    12

  • 13

  • Pengaruh pKa pada Absorbsi pKa adalah pH yang diperlukan agar suatu obat terionisasi sebesar 50%

    Obat asam lemah seperti asam salisilat (pKa = 3) diabsorpsi dengan baik dalam lambung.

    Obat basa lemah seperti kina (pKa = 8,4) baru diabsorpsi setelah obat mencapai usus halus yang lingkungannya kurang asam.

    Obat dengan pKa 10 (basa kuat) dan pKa 3 (asam kuat) sukar diabsorpsi karena terionisasi seluruhnya

    14

    Obat pKa

    Asam Salisilat 3,00

    Aspirin 3,49

    Sulfadiazin 6,48

    Kodein 7,9

    Kuinin 8,4

    Prokain 8,8

    Efedrin 9,36

  • Tempat absorpsi

    Bukal : Pipi

    Sublingual : Bawah lidah

    Gastrointestinal : Saluran cerna

    Kutan : Kulit

    Muskular : Otot

    Peritoneal : Rongga perut

    Okular : Mata

    Nasal : Hidung

    Pulmonal : Paru

    Rektal : Anus

    15

  • Tempat Absorpsi Utama

    Lambung

    Usus Halus

    16

  • FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI :

    Rute pemberian / Jalur paparan.

    Konsentrasi dan lamanya kontak dengan tempat absorpsi.

    Sifat fisika dan kimia dari obat.

    17

  • 1. Rute pemberian

    1. ENTERAL Melalui saluran cerna, atau dari rongga mulut sampai rektum

    - Oral / P.O

    - Sublingual

    - Bukal

    - Rektal

    2. PARENTERAL Diluar saluran cerna

    - Topikal / Transdermal

    - Suntikan

    - Inhalasi

    18

  • 2. Konsentrasi dan lamanya kontak dengan tempat absorpsi

    Kecepatan absorpsi obat tergantung pada :

    1. Konsentrasi senyawa obat

    2. Lamanya kontak obat dengan tempat absorpsi

    3. Aliran darah ke tempat absorpsi

    4. Luas permukaan absorpsi

    19

  • - Jika suatu obat bergerak melalui kontak cerna dengan sangat cepat, cth. Diare Obat tidak terabsorpsi dengan baik.

    - Sebaliknya, apapun yang memperlambat transpor obat dari lambung ke usus akan memperlambat kecepatan absorpsi obat tersebut, jika obat tersebut di absorpsi di usus.

    - Adanya latihan fisik, stres, makanan memperlambat waktu pengosongan lambung memperlambat absorpsi obat di usus.

    20

    Lamanya kontak obat dengan tempat absorpsi

  • - Semakin besar aliran darah maka absorpsi juga semakin besar.

    - Aliran darah ke usus jauh lebih banyak daripada aliran darah yang ke lambung, sehingga absorpsi di usus lebih baik dari lambung.

    21

    Aliran darah ke tempat absorpsi

  • - Karena usus memiliki permukaan yang kaya dengan mikrovili maka usus mempunyai luas permukaan kira-kira 1000 kali luas permukaan lambung, sehingga absorpsi obat melalui usus lebih efisien

    22

    Luas Permukaan absorpsi

  • 3. Sifat fisika kimia OBAT

    Kecepatan Disolusi (Pelarutan) semakin cepat larut, semakin cepat di absorpsi

    Ukuran Partikel ukuran partikel kecil lebih mudah di absorpsi

    Kelarutan dalam lipid / air senyawa yang larut lipid lebih mudah di absorpsi

    Derajat Ionisasi bentuk senyawa tidak terionisasi lebih mudah di absorpsi

    23

  • B. DISTRIBUSI

    Setelah molekul zat aktif masuk kedalam peredaran darah, maka selanjutnya zat aktif tersebut akan disebarkan keseluruh bagian tubuh.

    Distribusi adalah perpindahan obat yang terabsorpsi dari sirkulasi sistemik (peredaran darah) ke suatu tempat didalam tubuh (jaringan atau tempat kerjanya).

    24

  • Zat aktif / Obat yang meninggalkan peredaran darah

    akan terikat di 2 tempat, yaitu :

    Sebagai tempat depot atau tempat pasif yang keterikatannya reversibel dan tidak

    memberikan efek farmakologik

    Sebagai tempat aktif dimana keterikatan

    pada tempat tersebut memberikan efek farmakologik

    Reseptor Aseptor

    25

  • ASEPTOR / DEPOT PENYIMPAN

    PROTEIN PLASMA

    HATI

    GINJAL

    TULANG

    LEMAK

    SAWAR DARAH OTAK

    SAWAR PLASENTA

    26

  • R E S E P T O R

    Reseptor adalah setiap molekul target yang harus diikat oleh obat supaya dapat menghasilkan efeknya yang

    spesifik atau dengan kata lain reseptor adalah tempat

    kerja obat (site of action).

    Obat + Reseptor Komplek Obat-Reseptor Efek

    Ligan Mekanisme Kunci dan Gembok

    27

  • IKATAN OBAT DENGAN PROTEIN PLASMA

    Molekul obat bisa berikatan protein plasma (biasanya albumin).

    Pada saat obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik, maka sebagian besar akan terikat dengan protein plasma, terutama albumin yang disebut OBAT TERIKAT.

    Sedangkan sisanya yang tidak terikat dengan protein plasma disebut OBAT BEBAS.

    28

  • Untuk dapat sampai pada jaringan target/tempat kerja obat harus dapat menembus membran sel.

    Obat yang berikatan dengan protein plasma membentuk molekul yang besar tidak dapat menembus membran sel TIDAK AKTIF.

    Hanya obat dalam bentuk bebas (tidak terikat yang dapat mencapai jaringan target/tempat kerja dan menghasilkan suatu respon / efek AKTIF.

    Hanya obat bebas juga yang dapat mengalami metabolisme diekskresi menyebabkan pelepasan obat terikat dari protein.

    Perbandingan antara jumlah obat bebas dengan obat terikat selalu dalam kondisi KESEIMBANGAN menentukan lama kerja obat (durasi) menentukan dosis obat.

    29

  • 30

  • KOMPETISI OBAT

    Jumlah atau besarnya obat yang terikat oleh protein plasma umumnya dinyatakan dalam persen (%).

    Contoh : Propanolol dalam sirkulasi sistemik, 90% terikat dan yang bebas 10%.

    Toksisitas dapat terjadi jika keseimbangan antara obat bebas dengan yang terikat terganggu.

    Gangguan dapat terjadi jika 2 obat atau lebih yang sama-sama mempunyai ikatan kuat dengan protein plasma diberikan secara bersamaan obat-obat ini akan bersaing untuk mengikat tempat yang tersedia terjadi peningkatan obat bebas dalam plasma dari salah satu obat.

    31

  • Contoh :

    Jika seorang penderita yang sedang minum suatu obat Tolbutamid diberikan bersamaan dengan suatu antibiotika Sulfonamid.

    Tolbutamid biasanya terikat 95% dan hanya 5% bebas sebagian besar terikat albumin tidak aktif.

    Jika suatu sulfonamid diberikan akan menggantikan tolbutamid yang terikat albumin terjadi peningkatan konsentrasi tolbutamid bebas dalam plasma, karena hampir 100% bebas dibandingkan dengan 5% awal.

    32

  • VOLUME DISTRIBUSI (VD)

    Volume distribusi (Vd) suatu zat adalah volume cairan tubuh tempat suatu obat didistribusikan.

    Tempat distribusi obat terbagi menjadi 4 yaitu :

    1. Plasma darah (6% dari berat badan) BM besar atau terikat kuat pada protein plasma

    2. Cairan ekstrasel (20% dari berat badan) BM kecil, hidrofilik

    3. Cairan tubuh total/cairan intrasel (60% dari berat badan) BM kecil, hidrofobik

    4. Tempat-tempat lain : pada kehamilan fetus

    33

  • HUBUNGAN PEMINDAHAN OBAT DENGAN Volume distribusi

    Pengaruh pemindahan obat dari albumin tergantung pada Vd (volume distribusi) dan indeks terapeutik obat tersebut.

    Jika Vd besar obat yang dipindahkan dari albumin akan terdistribusi ke jaringan perubahan konsentrasi obat bebas dalam plasma tidak bermakna.

    Vd besar obat tidak mudah diekskresikan obat berada lama didalam tubuh pajanan berulang menyebabkan akumulasi efek toksik.

    Jika Vd kecil obat yang dipindahkan dari albumin tidak bergerak kedalam jaringan terjadi peningkatan obat bebas di plasma dalam jumlah besar jika obat tersebut memiliki indeks terapeutik sempit menyebabkan konsekuensi klinis yang berarti.

    34

  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN DISTRIBUSI

    Sifat fisika kimia obat seperti : Berat molekul, ukuran partikel, kelarutan dalam lipid/lemak (hidrofobisitas).

    Ikatan obat dengan protein tergantung pada afinitas obat terhadap protein, jumlah tempat pengikatan, kadar protein dan kadar obat. Faktor tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi penyakit seperti gangguan pada hati, ginjal atau luka bakar yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia (kadar albumin mengalami penurunan didalam plasma) dan oleh pendesakan yaitu ketika terdapat obat lain yang mempunyai afinitas lebih besar terhadap protein plasma.

    35

  • Kecepatan aliran darah dan jumlah darah Organ yang mendapat suplai darah lebih banyak dan cepat seperti otak, jantung, hati dan ginjal akan menerima obat lebih banyak dan cepat dibandingkan organ yang lambat dan sedikit suplai darahnya seperti tulang dan otot rangka.

    Permeabilitas Kapiler : Struktur kapiler otak bersifat kontinu dan tidak ada celah >< hati memiliki kapiler yang terputus dan celah yang lebar.

    36

  • C. METABOLISME

    Metabolisme adalah reaksi perubahan suatu senyawa kimia dalam jaringan biologi yang dikatalisis oleh enzim menjadi metabolitnya.

    MAKNA METABOLISME

    PROSES BERUBAHNYA SENYAWA KIMIA (SENYAWA INDUK) OLEH ENZIM TERTENTU DALAM DIRI MAKHLUK HIDUP MENJADI SUATU METABOLIT

    YANG SECARA KIMIA BERBEDA DENGAN SENYAWA INDUKNYA

    37

  • Metabolisme sebagai sistem/proses

    MASUKAN

    Senyawa Kimia

    Enzim (Reaksi kimia)

    Metabolit

    LUARAN

    PROSES

    38

  • ORGAN PEMETABOLISME

    Hati (Hepar) merupakan organ utama tempat metabolisme obat.

    Organ pemetabolisme lain :

    - Ginjal

    - Paru

    - Usus

    - Kulit

    - Testis

    - Sel darah merah

    39

  • EFEK METABOLISME

    Membuat senyawa induk (obat / zat beracun) menjadi lebih polar/hidrofil sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal keluar tubuh karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah di reabsorpsi dalam tubulus ginjal.

    Membuat senyawa induk menjadi kurang toksik atau kurang aktif Metabolisme disebut juga BIODETOKSIFIKASI. Namun, ada beberapa senyawa tertentu yang setelah mengalami metabolisme berubah menjadi metabolit yang sama aktifnya atau lebih aktif dari senyawa induknya (obat asli) BIOAKTIVASI.

    40

  • PRODRUG

    PRODRUG bersifat inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh menjadi obat aktif.

    Contoh : Kortison Hidrokortison

    Ada juga obat yang metabolitnya mempunyai efek farmakologis yang sama dengan obat asalnya (parent drug).

    Contoh : Fenasetin Parasetamol

    41

  • 42

  • TIPE METABOLISME

    1. REAKSI FASE I

    Berfungsi untuk mengubah suatu obat (molekul lipofilik) menjadi metabolit yang lebih polar dengan cara menambahkan suatu gugus polar, seperti OH atau NH2.

    Metabolisme fase I bisa meningkatkan, mengurangi atau tidak mengubah aktivitas farmakologik obat.

    Setelah fase I, obat mungkin diaktifkan, tidak diubah atau paling sering tidak diaktifkan.

    Umumnya tidak dieliminasi dari tubuh kecuali dengan adanya metabolisme lebih lanjut.

    43

  • 2. REAKSI FASE II

    Jika metabolit dari metabolisme fase I sifatnya sudah cukup polar, metabolit tersebut dapat di ekskresikan oleh ginjal.

    Namun, banyak metabolit dari metabolisme fase I yang sangat lipofilik, yang tidak cukup polar untuk bisa diekskresi oleh ginjal Reaksi fase II.

    Pada reaksi fase II metabolit fase I dibuat menjadi lebih hidrofilik melalui konjugasi dengan senyawa endogen dalam hati, seperti asam glukuronat, asam sulfurat, asam asetat atau asam amino menghasilkan persenyawaan yang polar dan tidak aktif bisa diekskresikan oleh ginjal.

    44

  • ENZIM KATALISATOR REAKSI METABOLISME

    REAKSI FASE I

    Sitokrom P-450, aldehid dehidrogenase, alkohol dehidrogenase, deaminase, esterase, amidase dan epoksida hidratase.

    REAKSI FASE II

    Glukuronil transferase, sulfotransferase, transasilase, asetilase, etilase, metilase dan glutationtransferase.

    45

  • PENGARUH POLARITAS METABOLIT TERHADAP TOKSISITASNYA

    ekskresi

    TOKSISITAS

    Zat Induk Metabolit

    > Tak Polar > Polar

    Aktif (Toksik) In aktif (Tak Toksik)

    Resirkulasi / Redistribusi

    Sel Sasaran

    Enzim

    46

  • INDUKSI & INHIBISI ENZIM PEMETABOLISME

    PERCEPATAN METABOLISME

    Terjadi jika ada suatu zat yang dapat meningkatkan jumlah

    enzim atau meningkatkan aktivitas enzim

    pemetabolismenya (Induksi enzim)

    Contoh :

    Rifampisin meningkatkan metabolisme warfarin dan

    hormon kontrasepsi

    PENGHAMBATAN METABOLISME

    Terjadi jika ada suatu zat yang

    dapat menurunkan jumlah enzim atau menurunkankan

    aktivitas enzim pemetabolismenya (Inhibisi

    enzim)

    Contoh : Simetidin menghambat

    metabolisme Fenitoin, warfarin dan teofilin

    47

  • INDUKSI ENZIM

    Beberapa obat misalnya fenobarbital, rifampisin mempunyai efek meningkatkan produksi enzim meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme obat.

    Dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi dirinya sendiri, atau obat lain yang dimetabolisme oleh enzim yang sama dapat menyebabkan toleransi.

    Contoh : penderita yang mendapat fenobarbital secara rutin memerlukan dosis warfarin yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek antikoagulan yang dikehendaki.

    48

  • Terdapat pula obat-obat yang dapat menghambat aktivitas enzim-enzim metabolisme sehingga menghasilkan pengurangan metabolisme obat-obat lain, seperti simetidin, eritromisin.

    Kebalikan dari induksi enzim, biotransformasi obat diperlambat bioavailabilitas meningkat efek menjadi lebih besar dan lebih lama.

    Contoh : Simetidin menghambat metabolisme obat yang berpotensi menjadi toksik termasuk fenitoin, warfarin dan teofilin.

    INHIBISI ENZIM

    49

  • FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI METABOLISME

    INDUKSI DAN INHIBISI ENZIM

    PERBEDAAN INDIVIDU karena adanya genetic polymorphisms, seseorang mungkin memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama.

    KONDISI PATOLOGI penyakit pada hepar

    USIA bayi dan lansia.

    KOMPETISI : terjadi pada obat yang dimetabolisir oleh sistem enzim yang sama (contoh : alcohol dan barbiturates).

    50

  • D. EKSKRESI

    Ekskresi adalah perpindahan obat dari sirkulasi darah (sistemik) ke organ ekskresi.

    MAKNA EKSKRESI

    PENGURANGAN KADAR OBAT DALAM TUBUH

    51

  • FUNGSI EKSKRESI

    Pembuangan senyawa yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh (detoksifikasi)

    Bila terjadi disfungsi organ ekskresi, akan menyebabkan penumpukan senyawa yang tidak dibutuhkan sehingga menyebabkan toksisitas

    52

  • TEMPAT EKSKRESI

    Ginjal merupakan organ utama tempat ekskresi obat urin

    Tempat ekskresi lain :

    - Empedu feses

    - Paru

    - Saliva (Air Liur)

    - ASI

    - Keringat

    53

  • hubungan EKSKRESI dan toksisitas

    Ekskresi zat merupakan faktor penentu suatu ketoksikan.

    Jika suatu zat atau metabolitnya dengan cepat diekskresi dari tubuh, maka zat tersebut relatif tidak toksik karena zat yang mudah diekskresikan akan sulit mencapai Kadar Efek Toksik Minimal (KET) dan kemungkinan akan terjadi akumulasi lebih kecil Penentu Ketoksikan adalah sampainya suatu zat di sel sasaran dengan kadar mencapai KET-nya.

    Strategi dalam mengurangi toksisitas suatu zat adalah dengan Penghambatan Absorpsi atau Percepatan Ekskresi.

    54

  • Kecepatan ekskresi suatu zat dapat dilihat dari nilai waktu paruhnya (t).

    t adalah waktu yang diperlukan sehingga kadar obat dalam darah atau jumlah obat dalam tubuh tinggal separuhnya.

    Obat yang t-nya panjang, umumnya frekuensi pemakaiannya relatif jarang, karena durasi obat relatif panjang.

    Perlambatan eliminasi obat dapat disebabkan karena gangguan hepar atau ginjal sehingga memperpanjang waktu paruhnya penyesuaian dosis.

    KECEPATAN ekskresi

    55

  • PROSES EKSKRESI

    1. Filtrasi Glomerulus

    Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak.

    Obat yang tidak terikat protein plasma (bebas) akan mengalami filtrasi glomerulus masuk kedalam tubulus.

    2. Reabsorpsi Tubulus

    Setelah obat sampai di tubulus, bila obat bersifat larut lemak (non polar) dan tidak bermuatan, maka obat ini dapat di reabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui difusi pasif sirkulasi sistemik.

    Untuk mengurangi reabsorpsi tubulus dilakukan Manipulasi pH urin.

    56

  • Manipulasi pH urine untuk meningkatkan bentuk ionisasi obat bisa digunakan untuk mengurangi jumlah obat yang berdifusi kembali ke sirkulasi sistemik dan karenanya meningkatkan bersihan obat yang tidak diinginkan.

    Contoh : overdosis obat basa lemah dilakukan pengasaman urin ionisasi meningkat ekskresi meningkat Ion Trapping.

    3. Sekresi Tubulus

    Filtrasi glomeruli hanya mampu mengekskresikan 20% obat, sedangkan sisanya 80% akan dikeluarkan melalui sekresi tubulus.

    Sekresi tubulus merupakan mekanisme eliminasi obat yang paling cepat melalui ginjal karena mampu mengekskresikan obat yang terikat dengan protein plasma.

    57

  • TERIMA KASIH

    58