3. DAMPAK MEKANIS

download 3. DAMPAK MEKANIS

of 17

Transcript of 3. DAMPAK MEKANIS

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANENDAMPAK MEKANIS PADA SIFAT FISIOLOGIS PRODUK PERTANIAN

Oleh: Wawan Heri Santoso NIM A1H009045

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2012 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam), tapi merupakan awal dari pekerjaan pasca panen, yaitu melakukan persiapan untuk penyimpanan dan pemasaran. Komoditas yang dipanen tersebut selanjutnya akan melalui jalur-jalur tataniaga, sampai berada di tangan konsumen. Panjangpendeknya jalur tataniaga tersebut menentukan tindakan panen dan pasca panen yang bagaimana yang sebaiknya dilakukan. Pada dasarnya yang dituju pada perlakuan panen adalah mengumpulkan komoditas dari lahan penanaman, pada taraf kematangan yang tepat, dengan kerusakan yang minimal, dilakukan secepat mungkin dan dengan biaya yang rendah. Panen menentukan lama tidaknya masa simpan produk pertanian, kalau proses pemanenan yang bagus maka lama masa simpan produk pertanian juga relatif panjang dibandingkan proses pemanenan yang kurang baik. Kerusakan fisik buah secara mekanis sering terjadi, misalnya saaat pemanenan semangka, seringnya semangka dilempar dan jatuh pada tanah dengan cukup keras menyebabkan memar pada buah yang akhirnya membuat buah masa simpannya kurang lama. Oleh karena itu penanganan panen harus baik dan kerusakan produk secara mekanis dapat diminimalisir. Sifat mekanis yang menyebabkan kerusakan pada produk pertanian juga bisa terjadi saat proses pendistribusian, kalau tempat produk kurang sesuai maka produk yang satu dengan yang lain bisa berbenturan cukup keras dan menyebabkan memar pada produk. B. Tujuan Tujuan praktikum kali ini adalah agar mahasiswa dapat memahami dampak mekanis pada sifat fisiologis produk pertanian. II. TINJAUAN PUSTAKA Setelah pemanenan produk pertanian, metabolisme bahan pada bahan pertanian yang sudah dipetik dan sebelum dipetik pasti berbeda. Produk pertanian

yang sudah dipanen akan mengalami loose bobot, hilangnya nutrisi, menurunnya kualitas bahan ataupun kerusakan yang lain akibat perlakuan saat pemanenan ataupun setelah pemanenan. Beberapa proses pemanenan dapat menimbulkan loose bobot, hilangnya nutrisi, menurunnya kualitas bahan ataupun kerusakan lainnya. Pengemasan dan transportasi juga dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut. Hambatan ketersediaan CO2 dan O2, suhu dan sebagainya juga merupakan faktor yang menyebabkan kerusakan produk. Dapat dikatakan secara keseluruhan, bahan hidup hasil pertanian pascapanen dapat dikatakan mengalami berbagai perlakuan yang menyakitkan selama hidup pascapanennya (Firdaus,2008). Bahan pangan hasil pertanian akan mengalami kerusakan fisik setelah dipanen sebagai akibat dari pengaruh luar dan pengaruh dari sifat bahan itu sendiri. Yang dimaksud dengan pengaruh luar adalah karena faktor-faktor mekanis, seperti tekanan fisik (dropping atau jatuhan, shunting atau gesekan) dan ada juga vibrasi atau getaran, benturan antara bahan dan alat atau wadah selama perjalanan dan distribusi. Kerusakan fisik yang lain disebabkan oleh serangan serangga atau hewan lain yang dikategorikan hama (Syarief dan Halid, 1993). Kerusakan Mekanis dapat disebabkan benturan, gesekan, tekanan, tusukan, baik antar hasil tanaman tersebut atau dengan benda lain. Kerusakan ini umumnya disebabkan tindakan manusia yang dengan sengaja atau tidak sengaja dilakukan ataupun karena kondisi hasil tanaman tersebut (permukaan tidak halus atau merata, berduri, bersisik, bentuk tidak beraturan, bobot tinggi, kulit tipis, dan lain-lain.). Kerusakan mekanis (primer) sering diikuti dengan kerusakan biologis (sekunder). Perubahan-perubahan terjadi karena proses fisiologi (hidup) yang terlihat sebagai perubahan fisiknya seperti perubahan warna, bentuk, ukuran, lunak, keras, keriput, dan bahkan busuk. Juga bisa terjadi timbul aroma, perubahan rasa, peningkatan zat-zat tertentu dalam hasil tanaman tersebut. Pembusukan atau munculnya mikrooganisme pada buah merupakan akibat kerusakan fisik pada buah pada saat menyimpanan yang di ditumbuhi mikroorganisme, selain itu proses metabolisme juga dapat mempengaruhi terjadinya kebusukan karena respirasi yang berlebihan. Menurut Syarief dan Halid (1993), pada dasarnya mikroba perusak bahan pangan adalah bakteri, kapang dan

khamir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ketiga jenis mikroba tersebut berbeda satu sama lain, di antaranya adalah aktivitas air (Aw) bahan pangan, suhu penyimpanan dan suhu pengolahan, ketersediaan oksigen, pH bahan pangan dan kandungan zat gizi bahan pangan. Faktor lingkungan fisik tersebut apabila berada pada kondisi optimal makan pertumbuhan mikroba akan berlangsung baik. Beberapa golongan buah busuk yakni, buah lunak dan basah atau busuk bonyok, busuk keras dan kering atau busuk mummi, dan busuk biasa atau bercak nekrosa. Cendawan, jamur, atau kapang menyerang tanaman khususnya pohon buah-buahan melalui tiga cara yaitu melalui celah alami yang terdapat pada tanaman seperti mulut daun (stomata), lentisel dan kelenjar nektar, melalui luka bekas gigitan serangga atau lainnya, dan melaui kontak langsung dengan tanaman inangnya (Kalie, 1992). Beberapa gejala terjadinya pembusukan pada buah adalah tampak bintik atau bercak kecil pada buah atau sayur atau. Bintik ini kemudian membesar, clan juga terjadi perubahan warna clan hijau menjadi kuning kehijauan lalu kuning, cokelat atau hitam. Setelah itu timbul gejala nekrosa, yaitu matinya jaringan penyusun organ, kemudian buah atau sayur menjadi busuk Memar pada produk dapat disebabkan oleh kerusakan fisik dan mekanik yang mengakibatkan kerusakan penampakan yang tidak bagus dan juga dapat memicu reaksi enzimatis tertentu yang menimbulkan kerusakan kimiawi. Reaksi ini disebut fenolism dimana enzim fenoloksidase menyerang jaringan pada buah sehingga menyebabkan warna gelap dan kerusakan kimiawi lainnya yang diakibatkan tumbuhnya cendawan pada buah tersebut, pengendalian yanga dapat dilakukan seperti Sanitasi kebun, pemberian fungisida dan bakterisida yang sesuai, pemusnahan buah atau sayur yang terserang, clan pemangkasan untuk mengurangi kerimbunan/kelembapan. Memar pada produk juga dapat menyebabkan kehilangan susut bobot yang besar karena produk pertanian permukaannya terbuka, sehingga dapat menyebabkan penguapan bahan yang lebih besar dibandingkan produk yang tidak rusak.

Kerusakan yang terjadi pada bebuahan tersebut dapat diakibatkan karena tumbuhnya kapang atau memar yang dpat mengakibatkan pembusukan dan keluarnya lendir, sehingga membuat kerusakan pada bebuahan tersebut. Agar menjaga produk tersebut tidak segera mengalami kerusakan baik dari segi fisik maka dilakukanlah suatu cara melalui metode-metode penanganan pascapanen tertentu diwujudkan berupa pengendalian agar buah atau sayur dapat dipertahankan mutunya seperti dengan cara sanitasi pada kebun dan penyemprotan fungisida yang sesuai dengan kondisi. Dengan menganalisa penyakit yang timbul maka dengan mudah dapat menentukan bentuk penanganan yang terbaik bagi komoditas hasil pertanian tersebut. Meminimalkan kerusakan pada komoditi pertanian pasca panen harus mengerti cara penanganan komoditi tersebut saat penyimpanan ataupun saat distribusi berlangsung sehingga dapat meminimalkan terjadinya kerusakan tersebut. Menurut Kader, (1992), beberapa contoh penanganan komoditi pasca panen seperti pemahaman tentang sifat alami produk dan pengaruh praktek-praktek penanganannya, hal ini sangat penting untuk agar kualitas bahan dapat terjaga dengan baik. Faktor lain yang harus diperhatikan seperti, faktor fisiologis, fisik, patologis dan ekonomis. Apabila komoditi pertanian pasca panen sudah mengalami kerusakan seperti cacar fisik, diperlukannya pengendalian penyakit yang dapat dilakukan seperti, indentifikasi terhadap mikroorganisme penyebab penyakit, pemilihan cara pengendalian yang tepat yang sangat dipengaruhi oleh apakah penyebab penyakit tersebut melakukan infeksi sebelum atau sesudah panen, penanganan yang baik untuk meminimumkan pelukaan atau kerusakan lainnya, menjaga lingkungan untuk tidak memacu perkembangan penyakit tersebut, memanen produk pada kematangan yang tepat (Pantastico,1991).III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan1. Tomat 2 buah. 2. Lemari es (refrigerator).

3. Timbangan. 4. Stereofom.

B. Prosedur Kerja1. Kedua tomat ditimbang untuk mengetahui massanya. 2. Setelah ditimbang, kedua tomat dijatuhkan pada ketinggian kurang lebih 1

meter, tujuan penjatuhan ini adalah untuk membuat sampel ini rusak fisiknya (memar).3. Karena buah tomat jumlahnya ada 2 (dua) buah, maka satu buah dimasukkan ke

dalam refrigerator dan satunya dibiarkan pada suhu lingkungan. Setiap buah dialasi dengan sterofom, sterofom ini bisa berguna untuk menulis nomor buah dan lain-lain serta mencegah tomat tidak menggelinding.4. Setelah kurang lebih 24 jam, kedua tomat diukur massanya, tekstur, warna, dan

tingkat kebusukan. 5. Mengulangi langkah 3 selama 6 hari, jadi jumlah data pengamatan ada 6.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Berat awal tomat 1: 113,5 gram(suhu refrigerator). Berat awal tomat 2: 109,5 gram (suhu lingkungan) Tabel 1. Tomat Hari Suhu lingkungan War- TeksBerat Tingkat KeSuhu refrigerator TeksBerat Tingkat

War-

na 1 2 3 4 5 6 1 1 4 3 2

tur 4 3 2 1 1

(gram) 107,7 106,1 104,6 94,7 91,5

kebusukan 4 3 3 2 1

na 4 4 3 2 1

tur 4 3 2 1 1

(gram) 112 110,8 110,1 105,9 105,1

kebusukan 4 4 3 2 1

B. Pembahasan Kerusakan bahan pangan adalah Perubahan karakteristik fisik dan kimiawi suatu bahan makanan yang tidak diinginkan atau penyimpangan dari karakteristik normal. Karakteristik fisik meliputi sifat organoleptik seperti warna, bau, tekstur, bentuk. Karakteristik kimiawi meliputi komponen penyusunnya seperti kadar air, karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, pigmen dsb. Kerusakan bahan pangan dibagi menjadi beberapa kerusakan tergantung dari penyebabnya: 1. Kerusakan Mekanis yaitu kerusakan yang disebabkan karena benturan, goncangan, pengocokan dan karena benda keras. Kerusakan ini dialami oleh bahan makanan yang jatuh dari pohon dan mengenai tanah atau lantai contohnya buah-buahan. 2. Kerusakan Mikrobiologis yaitu kerusakan yang disebabkan karena mikroba, sehingga terjadi pembusukan misalnya pada hasil olahan yang tidak diawetkan artinya ditempatkan pada wadah yang terbuka, karena mikroba ada di lingkungan, maka makanan akan mudah dimasuki mikroba pembusuk. 3. Kerusakan biologis yaitu kerusakan yang diakibatkan oleh respirasi bahan pangan, kerusakan biologis juga bisa disebabkan karena mahluk hidup. Misalnya pada buah-buahan yang di pohon dapat dimakan kalong, buah-buahan yang masih kecil sudah dihinggapi serangga yang dapat membuat lubang pada buah tersebut kemudian buah menjadi besar akhirnya ada ulat di dalamnya, contoh yang lain bahan pangan yang disimpan dimakan oleh 86 binatang pengerat

misalnya tikus, kecoa dan sebagainya, tupai juga bisa merusak kelapa, nangka dan sebagainya. 4. Kerusakan Fisiologis yaitu kerusakan yang disebabkan karena adanya enzim di dalam bahan pangan dimana buah-buahan yang telah agak masak kemudian masak akhirnya busuk. 5. Kerusakan Fisik yaitu kerusakan yang disebabkan karena perlakuan fisik yaitu dipanaskan, didinginkan, dikeringkan dan diasap. Akibat dari kerusakan fisik bisa timbul kerusakan yang ditandai oleh bahan pangan yang gosong karena pemanasan, lembek karena pendinginan, case hardening karena pengeringan, warna terlalu gelap karena pengasapan. Kerusakan fisik yang dialami bahan pangan juga dapat disebabkan oleh perlakuan fisik, seperti terbanting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan terjadinya memar, luka, dan adanya benda asing. 6. Kerusakan Kimia yaitu kerusakan yang diakibatkan oleh reaksi kimia seperti reaksi oksidasi, hidrolisis, reaksi enzimatis.kerusakan ini juga dapat menyebabkan ketengikan pada minyak, warna coklat pada buah apel, warna hitam pada teh dan sebagainya. Sayuran atau buah-buahan dapat menjadi rusak secara fisik oleh serangga atau karena pertumbuhan mikroba ataupun kerena hal mekanis seperti terjatuh atau tergencet. Tanda-tanda kerusakan sayuran dan buah-buahan adalah: a. Menjadi memar karena benturan fisik, b. Menjadi layu karena penguapan air, c. Timbulnya noda-noda warna karena spora kapang yang tumbuh pada permukaannya, d. Timbulnya bau alkohol atau rasa asam, disebabkan oleh pertumbuhan kamir atau bakteri asam laktat, e. Menjadi lunak karena sayuran dan buah-buahan menjadi berair. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kerusakan fisik bahan pangan, diantaranya:

1. Perlakuan pemanenan, jika pemanenan dilakukan dengan kurang hati-hat, maka

produk pertanian bisa terjatuh dan menyababkan memar. Memar ini nantinya akan menyebabkan produk menjadi cepat rusak. 2. Perlakuan transportasi, pengangkutan bahan hasil yang kurang baik juga bisa menyebabkan produk pertanian rusak secara fisik, misalnya produk berbenturan dengan produk lain dengan cukup keras, tercepit atau lainnya. Hal semacam ini bisa menyebabkan produk pertanian menjadi rusak.3. Mikroorganisme, dengan adanya mikroorganisme, bahan yang sudah rusak

fisiknya seperti memar atau luka akan sangat mudah bagi mikroorganisme untuk masuk, dengan masuknya mikroorganisme maka produk akan cepat busuk atau rusak. Dilihat dari hasil praktikum dua buah tomat yang sama-sudah memar lalu keduanya diberi perlakuan berbeda, yaitu masuk ke refrigerator dan satunya pada lingkungan biasa. Pada hari pertama dan kedua, sampel-sampel tersebut secara warna, tekstur, massa, dan kebusukannya hampir sama, untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik dan tabel dibawah ini. yang perlu diingat adalah bahwa sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sampel yang sudah rusak secara fisik, yaitu tomat yang sudah memar, bahkan sudah tergores. Sampel I adalah perlakuan suhu lingkungan san sampel II perlakuan suhu refrigerator. Pada pengamatan ke-4 tidak bisa dilakukan karena laboratorium tempat pengamatan ditutup, jadi hari ke-4 kosong dan grafik untuk hari ke-4 diganti hari ke-5 dan hari ke-5 diganti hari ke-6. a. Warna Tabel 2. Perbedaan Warna dari Sampel I dan Sampel II Hari Ke1 2 3 4 5 6 Warna (I) 4 3 2 1 1 Warna (II) 4 4 3 2 1

Gambar 1. Grafik Perubahan Warna pada Perlakuan Lingkungan dan Refrigerator Dari hasil praktikum, buah yang di lingkungan warnanya lebih merah daripada yang ada pada refrigerator. Dari grafik dapat dilihat bahwa perubahan warna pada perlakuan lingkungan lebih cepat, hal ini terjadi karena respirasi di suhu lingkungan lebih tinggi dibandingkan buah yang di kulkas sehingga buah cepat busuk yang ditandai dengan perubahan warna terlebih dahulu. b. Berat (massa) Tabel 3. Perbedaan Berat dari Sampel I dan Sampel II Hari Ke1 2 3 4 5 6 Warna (I) 107.7 106.1 104.6 94.7 91.5 Warna (II) 112 110.8 110.1 105.9 105.1

Gambar 2. Grafik Perubahan Berat pada Perlakuan Lingkungan dan Refrigerator Perubahan berat sendiri pada hasil praktikum dapat dilihat bahwa penurunan berat pada suhu lingkungan lebih besar dari perlakuan suhu kulkas. Hal ini terjadi karena pada suhu lingkumgan transpirasi (penguapan) kadar air pada sampel yang diletakkan pada suhu lingkungan lebih tinggi dibandingkan jika perlakuan pada suhu refrigerator. Produk yang rusak fisik karena perlakuan mekanis misalnya rusak berupa memar atau tergores maka kulit produk sudah lebih tipis dari produk yang utuh, dengan tipisnya kulit maka akan mempercepat penguapan, terutama pada suhu lingkungan yang suhunya relatif tinggi, kurang lebih berkisar 25OC-30OC, sementara suhu kulkas yang normalnya bersuhu 4 OC maka lebih rendah proses penguapan pada produk. c. Tekstur Tabel 4. Perbedaan Tekstur dari Sampel I dan Sampel II Hari Ke1 2 3 4 Tekstur (I) 4 3 2 Tekstur (II) 4 3 2 -

5 6

1 1

1 1

Gambar 3. Grafik Perubahan Tekstur Perlakuan Lingkungan dan Refrigerator Hasil praktikum yang bisa dilihat pada gambar 3 atau tabel 4 dapat diketahui kalau penurunan tekstur dari perlakuan lingkungan dan refrigerator adalah sama. Hal ini kurang sesuai dengan yang ada pada referensi karena pada referansi disebutkan kalau buah tomat (yang dijadikan sampel pada praktikum kali ini) akan menjadi lembek setelah disimpan pada suhu kulkas karena teksturnya rusak atau mengalami chilling injury. Kurang tepatnya pengamatan ini mungkin dikarenakan kondisi awal sampel yang digunakan tidak sama, mungkin yang pada suhu lingkungan lebih matang, dengan demikian sudah cepat susut bobotnya. d. Tingkat Kebusukan Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kebusukan dari Sampel I dan Sampel II Hari Ke1 Tingkat kebusukan (I) 4 Tingkat kebusukan (II) 4

2 3 4 5 6

3 3 2 1

4 3 2 1

Gambar 4. Grafik Perubahan Tingkat Kebusukan pada Perlakuan Lingkungan dan Refrigerator Dari gambar 4 yang berupa hasil praktikum dapat dilihat hasilnya bahwa tingkat kebusukan sampel yang rusak fisik yang diletakkan pada suhu lingkungan lebih cepat busuk dibandingkan jika diletakkan pada suhu kulkas. Buah yang diletakkan pada luar (lingkungan) lebih cepat busuk dan teksturnya lebih cepat lembek, hal ini dikarenakan karena pada lingkungan jumlah mikroorganisme relatif banyak sehingga mikroorganisme ini sangat mudah masuk ke bagian produk yang luka atau memar, dengan masuknya mikroba maka buah cepat sekali busuk, teksturnya lembek, keluar cairan yang baunya busuk dan warnanya kulit buah hitam cukup gelap. Selain karena pengaruh mikroorganisme dari luar, hal ini juga disebabkan mikrooorganisme dari dalam, suhu kulkas yang bersuhu sekitar 4 OC sudah mampu menghambat aktifitas mikroorganisme, sedangkan pada suhu lingkungan yang berkisar 27 OC merupakan suhu yang cukup cocok untuk aktifitas

mikroorganisme, untuk itulah produk rusak fisik yang dilletakkan pada suhu lingkungan akan lebih cepat busuk. Tabel 6. Gambar Penampang Fisik Tomat Hari Pertama dan Terakhir Pengamatan Hari pertama pengamatan Hari terakhir pengamatan ( 6 hari) 1. Lingkungan 1. Lingkungan

2. Refrigerator

2. Refrigerator

Keterangan: gambar sampel hari pertama adalah gambar sampel kelompok lain, namun secara kondisi sangat mirip dengan sampel kelompok kami, jadi cukup relevan, sementara sampel hari terakhir merupakan punya kelompok kami sendiri. V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Tujuan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah dampak mekanis pada sifat fisiologis produk pertanian yaitu produk akan cepat rusak karena memar pada produk akan membuat produk mudah dimasuki mikroba, dengan demikian mikroba akan berkembang dan produk cepat rusak. Memar juga akan menyebabkan kadar air pada produk lebih cepat menguap karena kulit produk tipis atau bahkan kulitnya sudah rusak, sehingga penguapan besar. Penguapan ini dapat menyebabkan kehilangan susut bobot semakin besar. B. Saran Sebaiknya dua sampel yang digunakan adalah sampel yang tidak jauh berbeda antara massa, tekstur dan warnanya sehingga dalam membandingkan akan lebih mudah dan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA Kader, A.A. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. The Regents of the University of California, USA. Kalie, Moehd. Baga (1997). Kanisius,Yogyakarta. Alpukat: Budidaya dan Pemanfaatannya.

Pantastico, Er.B. 1991. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The AVI Publ. Co,Inc. Westport, Connecticut. Syarief, Rizal dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.

Winarno, F.G., dan Jenie, B.S.L. 1982. Kerusakan Bahan Pangan dan cara Pencegahanannya. Ghalia Indonesia.

LAMPIRAN