3. biogas

27
 RISET TEKNIK PEMBUATAN BIOGAS SEBAGAI SUMBER ENERGI Abstrak Riset Pembuatan biogas dengan bahan baku rumput laut jenis Euchema cottonii dan limbah karaginan telah dilakukan. Tahapan penelitian terdiri dari persiapan bahan baku, penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada tahap persiapan bahan baku dilakukan pengadaan bahan baku, pencucian bahan baku, ekstraksi karaginan untuk mendapatkan limbahnya dan analisis bahan baku meliputi analisis nisbah karbon/nitrogen, kadar air, pH dan kadar garam rumput laut sebelum dan sesudah pencucian. Sedangkan pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan pembuatan biogas dengan menggunakan 3 metode. Pada penelitian utama dilakukan pembuatan biogas dari bahan baku rumput laut dan limbah karaginan menggunakan metode yang terbaik dari hasil penelitian pendahuluan. Analisis yang dilakukan adalah pengukuran pH, suhu dan jumlah gas yang terbentuk serta identifikasi jenis gas yang terbentuk. Hasil analisis nisbah C/N diketahui bahwa rumput laut Euchema cottonii  memiliki nisbah sebesar 43.98/1 dan limbah karaginan sebesar 55.01/1. Kadar garam rumput laut sebelum dan sesudah pencucian adalah sebesar 2.28 % dan 0.98 %. pH limbah karaginan sebesar 11. Dari hasil penelitian pendahuluan diketahui bahwa metode 1 (starter berupa efektif mikroorganisma) tidak menghasilkan gas. Metode 2 (starter berupa kotoran sapi 5 liter) menghasilkan gas dalam jumlah yang sedikit. Metode 3 (starter berupa kotoran sapi 45 liter) menghasilkan gas dalam jumlah yang banyak. Pada penelitian utama menggunakan metode 3 dengan waktu fermentasi selama 25 hari. Proses fermentasi masih berlangsung hingga saat ini.

Transcript of 3. biogas

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 1/27

 

RISET TEKNIK PEMBUATAN BIOGAS SEBAGAI SUMBER ENERGI

Abstrak

Riset Pembuatan biogas dengan bahan baku rumput laut jenisEuchema cottonii  dan limbah karaginan telah dilakukan. Tahapanpenelitian terdiri dari persiapan bahan baku, penelitian pendahuluan danpenelitian utama. Pada tahap persiapan bahan baku dilakukan pengadaanbahan baku, pencucian bahan baku, ekstraksi karaginan untukmendapatkan limbahnya dan analisis bahan baku meliputi analisis nisbahkarbon/nitrogen, kadar air, pH dan kadar garam rumput laut sebelum dansesudah pencucian. Sedangkan pada penelitian pendahuluan dilakukan

percobaan pembuatan biogas dengan menggunakan 3 metode. Padapenelitian utama dilakukan pembuatan biogas dari bahan baku rumputlaut dan limbah karaginan menggunakan metode yang terbaik dari hasilpenelitian pendahuluan. Analisis yang dilakukan adalah pengukuran pH,suhu dan jumlah gas yang terbentuk serta identifikasi jenis gas yangterbentuk. Hasil analisis nisbah C/N diketahui bahwa rumput laut Euchema cottonii  memiliki nisbah sebesar 43.98/1 dan limbah karaginan sebesar55.01/1. Kadar garam rumput laut sebelum dan sesudah pencucianadalah sebesar 2.28 % dan 0.98 %. pH limbah karaginan sebesar 11. Darihasil penelitian pendahuluan diketahui bahwa metode 1 (starter berupaefektif mikroorganisma) tidak menghasilkan gas. Metode 2 (starter berupakotoran sapi 5 liter) menghasilkan gas dalam jumlah yang sedikit. Metode3 (starter berupa kotoran sapi 45 liter) menghasilkan gas dalam jumlahyang banyak. Pada penelitian utama menggunakan metode 3 denganwaktu fermentasi selama 25 hari. Proses fermentasi masih berlangsunghingga saat ini.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 2/27

 

I. PENDAHULUAN

1.1 Biogas

Biogas dibentuk dari hasil fermentasi anaerobik yang merupakan

proses perombakan suatu bahan menjadi bahn lain yang lebih sederhana

dengan bantuan mikroorganisme tertentu dalam keadaan tidak

berhubungan langsung dengan udara bebas.

Menurut Buren (1979) biogas dapat dibuat dari bahan-bahan antara

lain kotoran hewan dan manusia, limbah pertanian, sampah kota, limbah

industri pertanian dan bahan-bahan lain yang memiliki kandungan bahan

organik.Biogas merupakan campuran dari metana, karbondioksida, sedikit

gas hidrogen, hidrogen sulfida dan atau nitrogen. Menurut Price dan Paul

(1981) gas metana atau CH4 yang terkandung dalam biogas besarnya 60

sampai dengan 70 %, sedang sisanya berupa gas CO2, H2S, gas nitrogen

dan hidrogen.

Biogas mempunyai sifat mudah terbakar dengan warna nyala biru,

tidak beracun dan memiliki nilai kalori 2,24 x 104 J/m3. Gas metana yang

merupakan komponen gas yang paling dominan pada biogas memiliki

sifat tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa, adanya gas lain

meyebabkan timbulnya bau. Berat jenis gas metana 0,554, kelarutannya

dalam air rendah, pada suhu 20 oC dan tekanan 1 atm hanya 3 bagian gas

metana yang larut dalam 100 bagian air. Gas metana termasuk gas yang

stabil (Buren, 1979). Nilai energi gas metana cukup tinggi sehingga dapat

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti penerangan,

pengeringan, memasak dan keperluan lainnya(Fauziyah, 1996)

Pembakaran sempurna gas metana akan menghasilkan sejumlah

besar panas. Pembakaran sempurna 1 meter kubik (0,716 kg) gas metana

dapt membebaskan panas 8562 sampai 9500 kcal dan menaikkan suhu

sampai 1400 oC (Buren, 1979). Reaksi kimia yang berlangsung adalah :

CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O, Hc = -212 Kcal

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 3/27

 

Tabel 21. Perbandingan nilai energi dari beberapa sumber energi dalam

berat kering

Sumber Energi Nilai Energi (J/kg)

Bahan bakar

Batubara

Gasoline

Gas metana

3,14 x 107 

4,71 x 107 

5,00 x 107 

Bahan organik

Kayu

Kotoran sapi

Sampah organik

1,44 x 107 

2,09 x 107 

1,63 x 107 

Sumber : Fauziyah (1996)

Di beberapa negara, biogas telah banyak dimanfaatkan sebagai

sumber energi untuk penerangan dan memasak. Menurut Buren (1979) 1

m3 biogas dapat disetarakan dengan 60 – 100 watt daya listrik yang

dioperasikan selama 6 – 7 ja. Biogas juga dapat digunakan sebagai

bahan bakar untuk menggerakkan mesin dan generator. Nilai kesetaraan1 m3 biogas untuk tenaga gerak adalah 1 hp selama 2 jam atau sebnding

dengan 0,6 – 0,7 kg minyak tanah.

Gas metana sendiri memiliki manfaat yang tidak kalah penting di

dalam industri kimia. Penggunaannya antara lain untuk produksi

monoklorometana, diklorometana, kloroform, metanol dan sebagainya.

1.2 Proses Pembentukan Biogas

Biogas dihasilkan dari proses pembusukan bahan baku isian di

dalam tangki pencerna. Biogas merupakan salah satu hsil sampingan

daripada pembusukan bahan organik. Proses pembusukan dapat bersifat

aerobik atau anaerobik. Pada proses pembusukan aerobik, bakteri aerobik

memanfaatkan oksigen dan menghasilkan amoniak, bakteri anaerobik

merombak bahan organik menjadi biogas, kotoran, dan pupuk organik

cair. Proses pembusukan bahan organik ini dilakukan oleh

mikroorganisme dalam proses fermentasi. Proses kerja daripada bakteri

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 4/27

 

ini dapat dibagi dalam tiga tahapan yaitu tahap pemecahan polimer

(Tahap 1), tahap pembentuka asam organik (Tahap 2) dan tahap produksi

metan (Tahap 3).

1.2.1 Tahap 1 (Pemecahan polimer)

Pada tahap ini sekelompok mikroorganisme akan menguraikan

substrat organik. Penguraian ini dilakukan oleh berbagai jenis bakteri.

Bakteri yang berperan antara lain memiliki enzim selulolitik, lipolitik dan

proteolitik. Enzim yang dihasilkan ini mempercepat hidrolisa polimer

menjadi monomer larut yang merupakan substrat bagi mikroorganisme

tahap kedua.

Bakteri selulolitik memegang peranan dalam tahap ini. Temperatur

kerja optimum adalah 50 – 60 oC (bakteri thermophilik) dan temperatur 30

 – 40 oC (bakteri mesophilik). Kedua kelompok selulolitik ini bekerja pada

kisaran pH enam sampai dengan tujuh.

Pada proses ini kemungkinan penurunan pH bisa terjadi

dikarenakan terbentuknya asam organik. Hal ini perlu distabilkan dengan

penambahan larutan kapur. Apabila bakteri tahap 2 dan tahap 3 telah

bekerja dan reaksi dalam kesetimbangan maka pH sistem berkisar tujuh.

Kerja sinergis selalu terjadi diantara berbagai macam bakteri dalam

pemecahan polimer menjadi monomer yang larut. Suatu studi

menunjukkan bahwa laju pemecahan polimer lebih tinggi pada medium

yang berisi campuran bakteri selulolitik dan nonselulolitik dibanding dalam

medium berisi biakan murni bakteri selulolitik.

Tahap pembentukan monomer ini merupakan tahap pengendaliwaktu dalam peruraian limbah ini. Hal ini disebabkan oleh kerja bakteri

fermentor yang sangat lambat dibanding dengan kerja bakteri tahap 2 dan

tahap 3. laju peruraian ini tergantung pada temperatur, jenis substrat dan

pH sistem.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 5/27

 

1.2.2 Tahap 2 (Pembentukan Asam Organik)

Bakteri pada tahap ini menghasilkan asam-asam organik yang

dibentuk dari senyawa monomer larut. Hasil terbesar dari bakteri

asetogenik ini ialah asam asetat, propionat dan asam laktet. Bakteri

metanogenik sebagian besar hanya manfaatkan asam asetat. Beberapa

spesies bakteri metanogenik dapat memproduksi metan dari gas hidrogen

dan karbondioksida, yang mana bahan ini terproduksi selama

dekomposisi karbohidrat. Selain itu metan juga dapat diproduksi dengan

reduksi metanol atau hasil sampingan lain selama pemecahan

karbohidrat.

Mikrobiologi dalam proses ditahap ini belum jelas. Beberapa

spesies bakteri bekerja dalam tahap ini, dan proporsi dari asam, gas

hidrogen, karbondioksida dan alkohol yang dihasilkan tergantung dari

pada fra yang ada dan kondisi lingkungan.

1.2.3 Tahap 3 (Produksi Metan)

Bakteri metanogenik sangat peka terhadap lingkungan.

Dikarenakan bakteri ini harus dalam keadaan anaerob, maka sejumlah

kecil oksigen dapat menghalangi pertumbuhanny. Bukan hanya itu, bakteri

ini juga kekal terhadap senyawa yang memiliki tingkat oksidasi tinggi

seperti nitrit dan nitrat.

Bakteri ini juga peka terhadap perubahan pH. Kisaran pH optimal

untuk memproduksi metan adalah 7,0 – 7,2, namun gas masih terproduksi

dalam kisaran 6,6 – 7,6. jika pH dibawah 6,6 akan menjadi faktorpembatas bagi bakteri dan pH dibawah 6,2 akan menghilangkan

kemampuan bakteri metanogenik. Dalam keadaan demikian bakteri

asetogenik tetap aktif hingga pH 4,5 – 5,0, sehingga diperlukan buffer

untuk menetralkan pH.

Beberapa senyawa merupakan racun bagi bakteri ini. Senyawa itu

antara lain ammonia (lebih dari 1500 -3000 mg/l), dari total ammonia

nitrogen pada pH diatas 7,4, ion ammonium (lebih dari 3000 mg/l dari total

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 6/27

 

ammonia nitrogen pada sedmbarang pH), sulfida terlarut (lebih dari 50 – 

100 mg/l) serta larutan garam dari beberapa logam seperti tembaga, seng

dan nikel.

1.3 Faktor- faktor yang Berpengaruh terhadap Pembentukan Biogas

Pembentukan biogas merupakan hasil kerja dari mikroorganisme,

oleh karena itu kondisi bahan organik dan kondisi lingkungan besar sekali

pengaruhnya terhadap pembentukan biogas. Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap pembentukan biogas adalah kadar karbon dan

nitrogen dalam bahan, kandungan air, derajat keasaman, temperatur

pencerna, pengadukan dan racun.

1.3.1 Kadar Karbon dan Nitrogen dalam Bahan

Digester atau ruang pencerna adalah tempat kehidupan bakteri

dimana mereka makan, bekembang biak dan mengubah bahan organik

menjadi bentuk lain (gas, pup dan lain-lain). Unsur karbon dalam bentuk

karbohidrat dan nitrogen dalam bentuk protein, asam nitrat, amonia dan

lain-lain merupakan bahan makanan pokok bagi bakteri anaerobik. Unsur

karbon (C) digunakan untuk energi dan unsur nitrogen (N) digunakan

untuk membangun struktural sel dari pada bakteri. Bakteri memakan habis

unsur C tiga puluh kali lebih cepat dari pada unsur N. Oleh karena itu

perbandingan C/N yang paling baik adalah 30. ini menunjukkan bahwa

perbandingan C/N perlu diperhatikan dalam pembentukan biogas.

Apabila di dalam bahan terdapat unsur C terlalu banyak (C/N

tinggi), maka unsur N akan habis terlebih dahulu, sehingga unsur C

banyak tersisa. Hal ini akan menyebabkan bakteri berhenti bekerja. Untuk

lumpur serat yang memiliki C/N yang sangat tinggi maka perlu

ditambahkan kotoran ternak untuk memperbaiki C/N agar menjadi ideal.

Sebaliknya bila C/N terlalu rendah maka unsur C akan cepat habis dan

proses fermentasi akan berhenti dan unsur N yang banyak tersisa akan

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 7/27

 

menguap dalam bentuk NH3 (gas amonia). Hal ini akan menyebabkan

rendahnya kesuburan dari sisa-sisa proses, karena menurunnya unsur N.

1.3.2 Kandungan Air

Mikroorganisme dalam kegiatannya akan membutuhkan air. Jumlah

air yang dibutuhkan dalam pembentukan biogas tidak sama tergantung

dari bahan-bahan yang digunakan, kira-kira total solidnya 7 – 9% dari

campuran. Bila air terlalu sedikit, asam asetat terakumulasi sehingga

menghambat proses fermentasi, dan juga akan terbentuk lapisan kerak

(scum) yang tebal dipermukaan, terutama jika bahan isian berserat. Scum

ini akan menghambat gas yang terbentuk ke permukaan.

1.3.3 Derajat Keasaman

Keasaman dari campuran ditunjukkan dari nilai pH-nya. pH

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktifitas bakteri. Dalam hal i

kisaran pH yang diijinkan adalah 6,8 – 8,0. pada awal pencernaan ada

kemungkinan pH akan turun, sehingga dibutuhkan buffer untuk menaikkan

pH. Setelah pemberian buffer (larutan kapur), dan selama 2 – 3 minggu

pH akan optimal, maka bakteri metanogenik akan berkembang biak dan

mulailah produksi biogas.

1.3.4 Temperatur Pencernaan

Temperatur mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan

kecepatan reaksi dalam pembentukan biogas. Pencernaan anerobik dapat

berlangsung pada kisaran suhu 5 – 55o

C. Temperatur kerja yang lebihtinggi akan memberikan hasil biogas yang lebih tinggi, namun pada

temperatur yang terlalu tinggi bakteri akan mudah mati. Temperatur kerja

yang optimum adalah 35 oC.

1.3.5 Pengadukan

Bahan baku yang sukar dicerna dalam digester akan membentuk

lapisan kerak pada permukaan cairan. Apabila hal ini dibiarkan, lapisan

kerak akan mengeras dan menghambat laju produksi biogas. Pengadukan

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 8/27

 

berfungsi untuk mencegah lapisan kerak agar tidak terbentuk, namun

pemasangan alat pengaduk harus tetap mempertimbangkan kondisi

anaerob agar tidak mempengaruhi jalannya proses fermentasi.

1.3.6 Racun

Adanya racun bagi mikroorganisme pembentuk biogas akan

menghambat pembentukan biogas. Contohnya jika konsentrasi ammonia

dalam campuran lebih dari 1500 ppm merupakan racun bagi

mikroorganisme pembentuk metan. Contoh racun lain yang dapat

menghambat proses pembentukan biogas dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Racun yang dapat menghambat pembentukan biogas

Jenis Zat Penghambat Konsentrasi yang menghambat

NaCl (garam) 40.000 ppm

ABS (komponen detergen) 20 – 40 ppm

Ammonia (NH4) 1500 – 3000 mg/l

Sodium (Na) 3500 – 5500 mg/l

Potassium (K) 2500 – 4500 mg/lKalsium (Ca) 2500 – 4500 mg/l

Sumber : Fauziyah (1996)

1.4 Rumput Laut 

Salah satu komoditas penting yang menjadi produk unggulan dan

masuk ke dalam program revitalisasi bidang perikanan adalah rumput laut.

Jumlah produksi rumput laut di Indonesia semakin meningkat setiap

tahunnya. Rata-rata produksi rumput laut kering per tahun sebelum dan

sesudah kegiatan budidaya dapat dilihat pada Tabel 23.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 9/27

 

Tabel 23. Rata-rata produksi rumput laut kering per tahun.

Tahun Volume (ton) Kenaikan (%)

Sebelum budi daya

1975 – 1979 (5 tahun) 6.000

1980 – 1984 (5 tahun) 8.000 33.3

Setelah budi daya

1985 – 1989 (5 tahun) 13.000 62.5

1990 – 1994 (5 tahun) 25.000 92.3

1995 – 1999 (5 tahun) 38.000 52

Sumber : Zatnika (1996) dalam Anggadireja et al. (2006)

Wilayah Indonesia yang memiliki banyak pulau dan wilayah pesisir

merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan industri

rumput laut. Hanya saja pemanfaatannya baru sebagian kecil dan belum

menyeluruh. Permintaan luar negeri terhadap rumput laut Indonesia setiap

tahun meningkat namun karena pengadaan rumput laut sebagian besar

masih tergantung kepada alam (pengadaan melalui budi daya masih

terbatas) maka banyak permintaan yang belum terpenuhi (Poncomulyo,2006).

Rumput laut memiliki nilai ekonomis penting karena banyak sekali

mengandung manfaat. Hasil dari proses metabolisme primer rumput laut

akan menghasilkan senyawa hidrokoloid. Senyawa hidrokoloid yang

dihasilkan dari rumput laut disebut juga senyawa fikokoloid. Senyawa

fikokoloid yang dihasilkan dari rumput laut berbeda-beda menurut jenis

penghasil fikokoloid tersebut. Senyawa fikokoloid yang dihasilkan darirumput laut adalah agar (dihasilkan dari jenis-jenis agarofit), karaginan

(dihasilkan oleh jenis karaginofit) dan alginat (dihasilkan dari jenis

alginofit). Jenis rumput laut yang termasuk ke dalam kelompok penghasil

agarofit antara lain Gracilaria, Gelidium dan Hypnea. Euchema spinosum 

dan Euchema cottonii  merupakan contoh rumput laut yang mampu

menghasilkan karaginan sehingga masuk dalam kategori karaginofit.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 10/27

 

Untuk rumput laut yang mampu menghasilkan alginat antara lain dari jenis

Sargassum dan Turbinaria. 

1.5 Karagenan

Karagenan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga

polisakarida linear bersulfat yang diperoleh dari alga merah dan penting

untuk pangan. Dalam bidang industri, karagenan berfungsi sebagai

stabilisator  (pengatur keseimbangan), thickener  (bahan pengentalan),

pembentuk gel, dan lain-lain. Karagenan dapat diperoleh dari hasil

pengendapan dengan alkohol, pengeringan dengan alat (drum drying),

dan dengan proses pembekuan. Jenis alkohol yang dapat digunakan

untuk pemurnian hanya terbatas pada methanol, etanol dan isopropanol

(Winarno, 1996).

Berdasarkan kandungan sulfatnya, Doty (1987) membedakan

karagenan menjadi dua fraksi yaitu kappa karagenan yang mengandung

sulfat kurang dari 28% dan iota karagenan jika lebih dari 30%. Sedangkan

Winarno (1996), membagi karagenan menjadi tiga fraksi berdasarkan unit

penyusunnya yaitu kappa, iota, dan lambda karagenan. Menurut Reen

(1986) kappa karagenan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma 

cottonii , sedangkan iota karagenan dihasilkan dari Eucheuma spinosum .

1.5.1 Struktur Molekul karagenan

Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester,

kalium, natrium, magnesium, dan kalsium sulfat dengan galaktosa 3,6

anhidrogalaktosa kopolimer (Winarno, 1996). Sedangkan menurut Arifin(1994) menyatakan bahwa karagenan merupakan senyawa kompleks

polisakarida yang dibangun oleh sejumlah unit galaktosa dan 3,6-

anhidrogalaktosa, baik yang mengandung sulfat maupun yang tidak

mengandung sulfat, dengan ikatan α -1,3-D galaktosa dan β -1,4-3,6

anhidrogalaktosa secara bergantian.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 11/27

 

1.5.2 Sifat-sifat karagenan

Di pasaran, karagenan merupakan tepung yang berwarna

kekuning-kuningan, mudah larut dalam air dan membentuk larutan kental

atau gel. Menurut Suryaningrum (1988), sifat-sifat karagenan meliputi

kelarutan, stabilitas pH, pembentukan gel dan viskositas. Sifat-sifat

karagenan dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Sifat-sifat Karagenan

Kappa Iota Lambda

Ester Sulfat 25-30 % 28 – 35 % 32 – 34 %

3,6-anhidrogalaktosa 28 – 38 % - 30 %

Kelarutan

Air Panas Larut pada

suhu > 70 0C

Larut pada

suhu > 70 0C

Larut

Air dingin Larut Na+ Larut Na+ Larut dalam semua

garam

Susu Panas Larut Larut Larut

Susu Dingin +

Tspp

Kental Kental Lebih Kental

Larutan Gula Larut (panas) Susah larut Larut (panas)

Larutan garam Tidak Larut Tidak Larut Larut (panas)

Larutan organik Tidak Larut Tidak larut Tidak larut

Gel

Pengaruh kation Membentuk

gel kuat

dengan K+ 

Gel sangat

kuat Ca+ 

Tidak membentuk gel

Tipe gel Rapuh Elastis Tidak membentuk gel

Stabilitas

PH netral dan basa Stabil Stabil Stabil

Asam (pH 3,5) Terhidrolisa Terhambat

dengan panas

Terhidrolisa

Sumber : Glicksman (1983)

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 12/27

 

1.5.3 Kelarutan

Air merupakan pelarut utama bagi karagenan. Kelarutan karagenan

dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tipe karagenan,

pengaruh ion, suhu, komponen organik larutan, dan pH (Towle, 1973).

Karagenan dapat membentuk gel secara reversible artinya dapat

membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat

dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan karena terbentuknya struktur

heliks rangkap yang tidak terjadi pada suhu tinggi. Pada suhu rendah,

struktur heliks rangkap membentuk jaringan polimer yang bercabang-

cabang dan selanjutnya akan membentuk suatu kesatuan (Suryaningrum,

1988).

Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karagenan adalah

sifat hidrofilik molekul yaitu pada kelompok ester-sulfat dan unit

galaktopironosa. Sedangkan unit 3,6 anhidrogalaktosa bersifat hidrofobik.

Kappa karagenan memiliki ester-sulfat dalam jumlah yang rendah, tetapi

mengandung 3,6 anhidrogalaktosa yang bersifat hidrofobik seperti kalium.

Keseimbangan antara ion-ion yang larut dengan yang tidak larut akan

terganggu seperti terbentuknya gel. Kappa dan lambda karagenan larut

dalam larutan gula jenuh dalam keadaan panas. Sedangkan iota

karagenan lebih sukar larut jika dibandingkan dengan kedua karagenan

tersebut, karena iota karagenan mempunyai gel yang bersifat elastis,

bebas sinersis dan reversible sehingga lebih mudah larut dalam air dingin

dan larutan garam natrium (Anonim, 1977).

1.5.4 Pembentukan Gel

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena

penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga

membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini

dapat menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan

membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini

beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 13/27

 

  jenisnya. Gel mungkin mengandung sampai 99,9% air. Gel mempunyai

sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan.

Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan

terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin, karena

mengandung gugus 3,6-anhidrogalaktosa. Proses ini bersifat reversible

artinya gel akan mencair bila dipanaskan dan apabila didinginkan akan

membentuk gel kembali. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus

sulfat akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karagenan

dan iota karagenan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-

kation tertentu seperti K+ , Rb+ dan Cs+. Kappa karagenan sensitif

terhadap ion kalium dan akan membentuk gel yang kuat dengan adanya

garam kalium (Glicksman, 1983). Dalam aplikasi pangan ada lima kation

yang paling umum digunakan yaitu natrium, kalium dan kalsium serta

beberapa ion lainnya seperti ammonium dan barium.

Kemampuan membentuk gel adalah sifat-sifat penting kappa

karagenan. Konsistensi gel dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

  jenis dan tipe karagenan, konsentrasi dan adanya ion-ion. Hal lain yang

dapat mempengaruhi konsentrasi gel kappa karagenan yaitu letak gugus

sulfat pada struktur molekulnya.

1.5.5 Fungsi Karagenan

Karagenan sangat penting peranannya sebagai stabilisator

(pengatur keseimbangan). thickener (bahan pengental), pembentuk gel,

pengemulsi, koloid pelindung, penggumpal dan pencegah kristalisasi. Sifat

ini sangat dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik,tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya.

Penambahan karagenan 0,01 – 0,05 % pada es krim berfungsi

sebagai stabilisator yang sangat baik. Sedangkan penambahan

karagenan 0,02 – 0,03 % pada susu cokelat dapat mencegah

pengendapan cokelat dan pemisahan es krim serta peningkatan

kekentalan lemak dan pengendapan kalsium (Winarno, 1990).

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 14/27

 

Di bidang industri kue dan roti, kombinasi karagenan dengan

garam natrium, lambda karagenan dengan lesitin dapat meningkatkan

mutu adonan. Dengan demikian dihasilkan kue dan roti bermutu tinggi.

Bila dikombinasi dengan garam kalium, maka karagenan sangat

efektif sebagai gel pengikat atau pelapis produk daging. Dalam jumlah

yang relatif kecil, karagenan juga dipergunakan dalam produk makanan

lainnya, misalnya macaroni, jam jelly, saribuah, bir dan lain-lain. (Winarno,

1990).

Diluar industri pangan, karagenan juga digunakan dalam industri

obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat serta pasta gigi. Selain sebagai

pengemulsi dan penstabil, karagenan juga berfungsi sebagai pembentuk

gel, pensuspensi, pengikat, protective  (melindungi koloid), film former  

(mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor  (menghalangi terjadinya

pelepasan air), dan flocculating agent  (mengkilat dan mengikat bahan-

bahan lain) (Anggadiredja et al . 1993)

1.5.6 Spesifikasi Mutu Karagenan

Di Indonesia belum ada standar mutu karagenan, tetapi secara

internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karagenan sebagai

persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik

dari segi teknologi maupun dari segi ekonomis yang meliputi kualitas dan

kuantitas hasil ekstraksi rumput laut.

Spesifikasi kemurnian karagenan yang dikeluarkan oleh FAO, FCC

dan EEC dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Spesifikasi mutu karagenan

Spesifikasi FAO FCC EEC

Zat volatile (%)

Sulfat (%)

Viskositas pada larutan 1,5 %

Abu (%)

Abu tidak larut asam (%)

Maks 12

15 – 40

min 5 cps

15 – 40

-

Maks 12

18 – 40

min 5 cps

maks 35

maks 1

Maks 12

15 – 40

min 5

cps

15 – 40

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 15/27

 

Logam berat :

Pb (ppm)

As (ppm)

Cu + Zn (ppm)

Zn (ppm)

Kehilangan karena

pengeringan

maks 10

maks 3

-

-

-

maks 10

maks 3

-

-

-

maks 2

maks 10

maks 3

maks 50

maks 25

-

Sumber : A/S Kobenhavsn Pektifabrik, 1978

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rumput laut jenis Euchema cottonii yang diperoleh dari daerah Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Makassar, sedangkan limbah karaginan yang

diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut Euchema cottonii . Bahan lain

yang digunakan dalam penelitian ini antara lain KOH, KCl, kaporit,

Isopropil alkohol (IPA) yang digunakan dalam proses ekstraksi karaginan.Efektif mikroorganisma (EM) dan kotoran sapi digunakan sebagai

bioaktivator (Starter).

3.2 Metode

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan penelitian yaitu

persiapan bahan baku , penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

3.2.1 Persiapan Bahan Baku

Pada persiapan bahan baku dilakukan pengadaan bahan baku,

pencucian bahan baku, ekstraksi karaginan untuk mendapatkan limbah

karaginan dan analisis bahan baku rumput laut maupun limbah karaginan.

3.2.1.1 Pengadaan Bahan Baku Rumput Laut

Rumput laut Euchema cottonii  diperoleh dari daerah Bali, Nusa

Tenggara Barat, dan Makassar. Rumput laut diperoleh dari hasil budidaya

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 16/27

 

yang dilakukan oleh petani rumput laut. Setelah dipanen rumput laut

kemudian dicuci menggunakan air tawar berkali-kali untuk menghilangkan

kotoran yang masih menempel pada rumput laut tersebut. Proses

selanjutnya adalah melakukan sortasi terhadap rumput laut sehingga

rumput laut dari jenis lain dan bahan lain seperti kerang, teritip, plastik

atau bahan lain yang tidak diperlukan tidak terikut ke dalamnya. Setelah

proses sortasi selesai dilanjutkan dengan proses pengeringan. Rumput

laut dijemur dengan menggunakan para-para ataupun waring penjemur

rumput laut. Penjemuran dilakukan dengan menempatkan para-para atau

waring di atas tanah lapang atau lapangan yang ada di daerah pantai.

Proses pengeringan berlangsung selama 2 sampai dengan 3 hari

tergantung dari keadaan cuaca di daerah tersebut. Setelah proses

pengeringan selesai, rumput laut dimasukkan ke dalam karung-karung

plastik untuk memudahkan proses transportasi ataupun pengangkutan.

3.2.1.2 Pencucian Bahan Baku Rumput Laut

Bahan baku yang telah diperoleh kemudian dicuci kembali untuk

menghilangkan kandungan garam yang masih tersisa di rumput laut.

Dalam pembuatan biogas unsur garam merupakan salah satu faktor yang

dapat menghambat pembentukan biogas. Pencucian dilakukan dengan

menggunakan perbandingan rumput laut dan air yaitu 1 : 15. pencucian

dilakukan sebanyak 5 kali pencucian hingga rumput laut benar-benar

bebas dari kandungan garam dan unsur lain yang masih terikut seperti

pasir dan sampah lainnya.

3.2.1.3 Ekstraksi Karaginan

Ekstraksi karagenan dari rumput laut Eucheuma cottonii  dilakukan

dengan menggunakan metode ekstraksi rumput laut Suryaningrum (2003),

yang bertujuan untuk mendapatkan limbah karagenan yang akan

digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Diagram alir proses

ekstraksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 17/27

 

Rumput Laut Eucheuma cottonii kering

Ekstraksi (KOH 3,5 %) 90 - 95 0C, 3 jam

Penyaringan Vibrasi

Dehidrasi dengan IPA (2:1)

Pengeringan

Penepungan

Karagenan

Perendaman (Koporit CaOCl2 1%),1 jam, pencucian

 

Gambar 9. Diagram alir ekstraksi karagenan modifikasi(Suryaningrum, 2003).

3.2.1.4 Analisis Bahan Baku

Analisis bahan baku yang dilakukan adalah analisis kadar air, kadar

garam rumput laut sebelum pencucian, kadar garam rumput laut setelah

pencucian, pH limbah karaginan dan analisis kadar karbon/nitrogen (C/N)

baik untuk rumput laut maupun limbah karaginan.

3.2.2 Penelitian Pendahuluan.

Tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan

adalah pembuatan biogas dengan menggunakan dua starter yang

 

Ekstraksi KOH 0,5%, 90-95°C,3 jam

Perendaman (Kaporit CaOCl2 1%, 1 jam, pencucian

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 18/27

 

berbeda yaitu efektif mikroorganisma (EM) dan kotoran sapi. Pembuatan

biogas pada penelitian pendahuluan terdiri dari 3 buah metode percobaan,

yaitu pembuatan biogas dengan menggunakan metode 1(starter EM),

pembuatan biogas dengan menggunakan metode 2 (starter kotoran sapi 5

liter) dan pembuatan biogas dengan menggunakan metode 3 (starter

kotoran sapi 45 liter). Penelitian pendahuluan bertujuan untuk

mendapatkan metode yang terbaik dalam pembentukan biogas yang akan

digunakan pada penelitian utama.

a. Pembuatan biogas dengan mengggunakan metode 1.

Bahan baku yang digunakan adalah rumput laut Euchema cottonii  

yang telah dicuci sebanyak 20 kg. Rumput laut direndam ke dalam air

selama 2 hari untuk mengembalikan bentuk rumput laut. Setelah proses

perendaman rumput laut selesai dilanjutkan dengan proses pengecilan

ukuran bahan baku yaitu rumput laut dipotong-potong menjadi ukuran

yang lebih kecil. Pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan cara

pemotongan rumput laut menjadi ± 0.5 cm atau dengan cara di blender.

Size reduction rumput laut dilakukan untuk memudahkan proses adaptasi

bakteri dan pemanfaatan bahan baku oleh bakteri dapat berlangsung lebih

sempurna. Tahapan selanjutnya adalah penyiapan starter EM yaitu

dengan cara mencampurkan EM dengan gula pasir ke dalam air. Starter

didiamkan selama kurang lebih 1 hari untuk membuat bakteri yang ada

dalam EM berkembang dan beradaptasi. Rumput laut dimasukkan ke

dalam reaktor plastik kapasitas 50 liter kemudian ditambahkan starter

yang telah dibuat sebelumnya. Bahan-bahan tersebut kemudiandifermentasi selama 21 hari untuk mendapatkan biogas. Parameter

pengujian adalah terbentuknya biogas dalam plastik penampung biogas

dan di uji coba dengan cara melakukan proses pembakaran.

b. Pembuatan biogas dengan menggunakan metode 2.

Bahan baku yang digunakan adalah rumput laut Euchema cottonii  

yang telah dicuci sebanyak 20 kg. Rumput laut direndam ke dalam air

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 19/27

 

selama 2 hari untuk mengembalikan bentuk rumput laut. Setelah proses

perendaman rumput laut selesai dilanjutkan dengan proses pengecilan

ukuran bahan baku yaitu rumput laut dipotong-potong menjadi ukuran

yang lebih kecil. Pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan cara

pemotongan rumput laut menjadi ± 0.5 cm atau dengan cara di blender.

Tahapan selanjutnya adalah menyiapkan starter dari kotoran sapi. Starter

diperoleh dari kotoran sapi yang telah difermentasikan terlebih dahulu

dalam unit pembentukan biogas yang lain. Hal ini bertujuan untuk

mendapatkan starter kotoran sapi yang telah mampu menghasilkan

biogas. Rumput laut sebanyak 20 kg dicampur dengan air dengan

perbandingan 1 : 1 lalu di masukkan ke dalam reaktor plastik kapasitas 50

liter. Lalu ke dalam reaktor plastik tersebut ditambahkan starter kotoran

sapi sebanyak 5 liter. Fermentasi bahan baku dilakukan selama 21 hari

dan parameter yang diamati adalah gas yang terbentuk dan diuji dengan

percobaan pembakaran gas yang terbentuk.

c. Pembuatan biogas dengan menggunakan metode 3.

Bahan baku yang digunakan adalah rumput laut Euchema cottonii  

yang telah dicuci sebanyak 20 kg. Rumput laut direndam ke dalam air

selama 2 hari untuk mengembalikan bentuk rumput laut. Ke dalam reaktor

plastik dimasukkan kotoran sapi dan air dengan perbandingan 1 : 1

sebanyak 45 liter. Fermentasi dilakukan selama 1 minggu untuk membuat

bakteri anaerobik pembuat biogas yang terdapat dalam kotoran sapi

mampu beradaptasi dengan baik. Setelah proses fermentasi awal selesai

dilanjutkan dengan memasukkan rumput laut ke dalam reaktor setiap harisebanyak 2 liter. Proses berlangsung selama 21 hari kemudian dilanjutkan

dengan pengamatan pembentukan gas dan pengujian pembakaran gas.

3.2.3 Penelitian Utama

Pada penelitian utama adalah proses pembentukan biogas dengan

bahan baku rumput laut dan limbah karaginan. Metode yang digunakan

adalah metode yang terbaik yang dihasilkan dari penelitian pendahuluan.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 20/27

 

Proses fermentasi berlangsung selama 25 hari. Pada penelitian utama

dilakukan pengukuran pH dan suhu reaktor selama proses fermentasi

berlangsung dan juga analisis terhadap jumlah gas dan jenis gas yang

dihasilkan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Persiapan Bahan Baku

Rumput laut merah jenis Euchema cottonii  diperoleh dari petani

budidaya rumput laut di daerah Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi

Selatan. Rumput laut yang telah dipanen tersebut kemudian dikeringkanuntuk memudahkan proses transportasinya ke Balai Besar Riset

Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Limbah karaginan diperoleh dari hasil ekstraksi karaginan dengan metode

Suryaningrum (2003).

Rumput laut merah yang diperoeh masih mengandung kadar garam

dalam jumlah yang tinggi. Dalam proses pembentukan biogas tidak

diperkenankan adanya kadar garam dalam jumlah tinggi dalam bahan

baku yang akan digunakan. Oleh karena itu dilakukan proses pencucian

terhadap bahan baku rumput laut Euchema cottonii . Proses pencucian

menggunakan perbandingan rumput laut dan air yaitu 1 : 15 dengan

dilakukan sebanyak 5 kali. Rendemen rumput laut kering hasil pencucian

rumput laut adalah sebesar 40 %.

Limbah karaginan diperoleh dari hasil ekstraksi karaginan dengan

metode Suryaningrum (2003). Rendemen limbah karaginan yang

dihasilkan dari ekstraksi karaginan adalah sebesar 27 %. Kadar pH limbah

karaginan yang dihasilkan adalah sebesar 11, sedangkan persyaratan

bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan biogas adalah

memiliki pH antara 6 – 8. Oleh karena itu dilakukan proses penetralan nilai

pH dengan jalan memberikan tambahan asam kuat (HCl) ke dalam limbah

karaginan tersebut.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 21/27

 

4.2 Analisis Bahan Baku

Analisis bahan baku dilakukan baik terhadap rumput laut merah

 jenis Euchema cottonii  maupun terhadap limbah karaginan. Analisis

bahan baku yang dilakukan adalah analisis kadar air, kadar garam rumput

laut sebelum pencucian, kadar garam rumput laut setelah pencucian,

kadar pH limbah rumput laut, analisis nisbah Karbon per Nitrogen (C/N)

rumput laut dan limbah karaginan serta beberapa bahan lainnya. Hasil

analisis kimia bahan baku dapat dilihat pada Tabel 6 sedangkan hasil

analisis Nisbah C/N beberapa bahan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Analisis kimia bahan baku

ANALISIS  Rumput laut  Limbah karaginan 

Kadar air  46.42%  96.84% 

Kadar garam rumput laut sebelum

pencucian  2.28%  - 

Kadar garam rumput laut setelah

pencucian  0.19%  - 

pH limbah karaginan  -  11 

Tabel 7. Nisbah C/N beberapa bahan

Bahan baku  Ratio C/N 

Eucheuma Cottonii 

Limbah karagenan 

43.98/1

55.01/1 

Gelidium Sp   46.10/1 

Sargasum Filipendula   34.44/1 

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 22/27

 

Limbah karagenan (pabrik 

Phoenix)  

62.81/1 

Limbah alginat   38.41/1 

4.3 Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan 3 buah percobaan untuk

mendapatkan teknik fermentasi yang terbaik yang akan digunakan pada

penelitian utama. Percobaan dilakukan den menggunakan 3 metode yang

berbeda yaitu metode 1 yaitu menggunakan starter Efektif

Mikroorganisma (EM), metode 2 yaitu menggunakan starter kotoran sapi

dengan jumlah 5 liter, dan metode 3 yaitu menggunakan starter kotoran

sapi dengan jumlah 45 liter. Hasil percobaan dapat diihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil percobaan penelitian pendahuluan

Metode Hasil gas Pembakaran gas

1 - -

2 + +

3 ++ ++

Keterangan : ( - ) = Tidak menghasilkan gas dan tidak dapat

dibakar

( + ) = Mampu menghasilkan sedikit gas dan mampu

dibakar

( ++ )=Menghasilkan gas dalam jumlah besar dan

mampu dibakar

Dari hasil percobaan penelitian pendahuluan dapat diketahui

bahwa pemakaian starter berupa EM tidak menghasilkan biogas yang

dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Gas yang dihasilkan pada penelitian ini

berupa H2S yang ditandai dengan adanya bau busuk dalam reaktor. Gas

yang dihasilkan dalam proses pembentukan biogas yang dapat

dimanfaatkan adalah dalam bentuk CH4 (metana). Karena tidak dapat

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 23/27

 

menghasilkan gas yang sesuai maka pada uji pembakaran tidak dapat

dilakukan.

Percobaan kedua menggunakan starter berupa kotoran sapi

dengan jumlah 5 liter. Kotoran sapi diperoleh dari unit reaktor biogas yang

bahan bakunya dari kotoran sapi dan telah menghasilkan biogas. Hal ini

bertujuan agar starter yang akan digunakan telah terbukti mampu

menghasilkan gas sehingga diharapkan mampu beradaptasi dengan baik

dengan bahan baku rumput laut. Ke dalam reaktor berukuran 50 liter

dimasukkan bahan baku rumput laut yang telah dicampur dengan air

dengan perbandingan 1 : 1 dengan jumlah seluruhnya 45 liter. Kemudian

ke dalam reaktor tersebut ditambahkan starter sebanyak 5 liter. Proses

selanjutnya adalah proses fermentasi selama 21 hari untuk melihat

terbentuknya gas yang dikumpulkan ke dalam suatu plastik pengumpul

gas.

Dari hasil proses fermentasi selama 21 hari diperoleh hasil bahwa

gas yang terbentuk dalam jumlah yang sangat sedikit. Hal ini ditandai

dengan plastik pengumpul gas tidak menggelembung atau berubah

bentuk yang signifikan. Hal ini disebabkan karena bakteri pembentuk gas

yang ada dalam starter kotoran sapi belum mampu beradaptasi secara

maksimal dengan bahan baku yang digunakan. Selain itu juga diduga

karena jumlah bahan baku yang besar dalam reaktor menyebabkan

proses penguraiannya tidak berlangsung dengan sempurna. Dengan

banyaknya jumlah bahan baku maka komponen karbon yang ada dalam

bahan baku menjadi lebih banyak sehingga komponen nitrogen akan

habid terlebih dahulu dan hal tersebut menyebabkan bakteri berhentibekerja (Fauziyah, 1996). Dalam uji coba pembakaran gas yang

dihasilkan diketahui bahwa terjadi pembakaran gas ditandai dengan

adanya nyala api setelah kran gas dibuka dan api dinyalakan di dekat kran

gas tersebut. Namun nyala api tidak dapat berlangsung lama. Hal ini

dikarenakan jumlah gas yang terbentuk hanya sedikit sehingga tidak

mampu mempertahankan nyala api dalam jangka waktu yang lama.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 24/27

 

Percobaan ketiga dalam penelitian pendahuluan adalah percobaan

pembuatan biogas dengan menggunakan starter kotoran sapi dalam

  jumlah yang lebih banyak yaitu 45 liter. Kotoran sapi juga diperoleh dari

unit reaktor biogas lain yang menggunakan kotoran sapi sebagai bahan

bakunya. Perbedaan antara metode 2 dan metode 3 ini adalah dalam

  jumlah starter yang digunakan dimana pada metode 3 jumlah stareter

yang lebih banyak sehingga mampu memanfaatkan bahan baku dengan

baik. Fermentasi awal dilakukan dalam reaktor biogas selama 7 hari

dengan tujuan untuk membuat bakteri yang ada dalam kotoran sapi

tersebut beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru. Setelah

proses fermentasi awal selesai dilanjutkan dengan langkah memasukkan

umpan ke dalam reaktor biogas. Umpan yang diberikan adalah rumput

laut yang telah dicampur dengan air hingga jumlah total seluruhnya 2 liter.

Sebelum dimasukkan ke dalam reaktor, rumput laut tersebut direndam di

dalam air selama 2 hari terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk membuat

rumput laut kembali ke bentuk semula dan mudah untuk dilakukan

penguraian oleh bakteri. Pengumpanan dilanjutkan terus hingga mencapai

waktu fermentasi selama 21 hari.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa plastik penampung gas

mengalami pubahan bentuk yang signifikan dimana terjadi

penggembungan plastik yang diduga akibat gas yang terbentuk selama

proses fermentasi. Hal ini karena starter kotoran sapi mampu

memanfaatkan bahan baku rumput laut dengan baik sebagai bahan

makanan dan menghasilkan gas yang diharapkan. Jumlah rumput laut

yang dimasukkan dengan bertahap menyebabkan proses penguraiandapat berlangsung sempurna dan proses adaptasi bakteri anaerobik dapat

berjalan baik. Komposisi karbon dan nitrogen yang ada dalam rumput laut

dapat dimanfaatkan dengan baik dalam jumlah yang sesuai dengan

kebutuhan bakteri. Dari uji coba pembakaran gas yang dihasilkan ketahui

bahwa gas tersebut mampu membuat nyala api dan berlangsung dalam

waktu yang cukup lama. Dari beberapa hasil penelitian diatas dapat

disimpulkan bahwa metode 3 merupakan metode yang terbaik yang dapat

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 25/27

 

digunakan dalam penelitian utama proses pembentukan biogas dengan

bahan baku rumput laut.

4.4 Penelitian Utama

4.4.1 Pembuatan Biogas dengan Bahan Baku Rumput Laut.

Pembuatan biogas dengan bahan baku rumput laut dilakukan

dengan menggunakan metode 3 hasil dari penetian pendahuluan

sebelumnya. Starter yang digunakan adalah kotoran sapi dengan jumlah

45 liter yang ditempatkan ke dalam unit reaktor yang terbuat dari plastikdengan kapasitas maksimal 50 liter. Kemudian dilanjutkan dengan proses

fermentasi awal selama 7 hari untuk membuat bakteri yang ada dalam

kotoran sapi beradaptasi dengan lingkungannya. Setelah difermentasi

selama 7 hari kemudian ke dalam reaktor dimasukkan umpan berupa

rumput laut dan air sebanyak 2 liter setiap hari selama 25 hari. Hal ini

berlangsung terus hingga komponen yang ada dalam reaktor tersebut

sepenuhnya telah berisi rumput laut. Sampai saat ini proses fermentasi

masih berlangsung.

4.4.2 Pembuatan Biogas dengan Bahan Baku Limbah Karaginan.

Pembuatan biogas dengan bahan baku limbah karaginan juga

menggunakan metode 3 hasil dari penetian pendahuluan sebelumnya.

Starter yang digunakan adalah kotoran sapi dengan jumlah 45 liter yang

ditempatkan ke dalam unit reaktor yang terbuat dari plastik dengan

kapasitas maksimal 50 liter. Kemudian dilanjutkan dengan proses

fermentasi awal selama 7 hari untuk membuat bakteri yang ada dalam

kotoran sapi beradaptasi dengan lingkungannya. Setelah difermentasi

selama 7 hari kemudian ke dalam reaktor dimasukkan umpan berupa

limbah karaginan yang telah direndam ke dalam air selama 2 hari dan

telah dinetralkan pHnya terlebih dahulu. Umpan yang dimasukkan berupa

campuran limbah dan air dengan jumlah total 2 liter. Pemberian umpan

dilakukan setiap hari selama 25 hari waktu fermentasi. Hal ini

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 26/27

 

berlangsung terus hingga komponen yang ada dalam reaktor tersebut

sepenuhnya telah berisi limbah karaginan. Sampai saat ini proses

fermentasi masih berlangsung.

Kesimpulan

1. Rumput laut Euchema cottonii  dan limbah karaginan dapat

digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas karena memiliki

nisbah karbon/nitrogen yang dapat digunakan dalam pembuatan

biogas.

2. Jenis starter efektif mikroorganisma tidak dapat digunakan dalam

pembuatan biogas dengan bahan baku rumput laut.

3. Pembuatan biogas dapat dilakukan dengan menggunakan metode

3 (Penggunaan starter kotoran sapi dalam jumlah 45 liter)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, J. 1993. Ekstraksi Sodium Alginat dengan Metode CaCl2dari Sargassum sp dan Turbinaria sp. Laporan Penelitian.

Anggadiredja, J., Ahmad Z., dan Priyogo S. 2006. Rumput Laut. PenebarSwadaya. 147 pp.

Anonim, 1977. Carragenan. Marine Colloids Division, FMC. Corporation.

USA. 1- 35 p.

Arifin, M. 1994. Penggunaan Kappa Karagenan sebagai Penstabil(Stabilizer) pada Pembuatan Fish Meat Loaf dari Ikan Tongkol(Euthynnus sp). Skripsi. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

A/S Kobenhavvsn Pektifabrik, 1978. Carrageenan. Lilleskensved.

Denmark

Doty, M.S., 1987. The Production and Uses of Eucheuma In : Studies ofSeven Commercial Seaweeds Resources. Ed. By : MS. Doty, J.F.Caddy and B. Santelices. FAO Fish. Tech. Paper No. 281 Rome. Pp123 – 161

Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan,

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

5/9/2018 3. biogas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/3-biogas 27/27

 

 Glicksman, M. 1983. Gum Technology in the Food Industry. Academic

Press. New York.

Reen, D.W. 1986. Seas of Marine Algae in Biotechnology and Industry.Workshop on Marine Algae Biotechnology. Summary Report.National Academic Press, Washington D.C.

Suryaningrum, T.D. 1988. Kajian Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput LautBudidaya Jenis Eucheuma cottonii  dan Eucheuma spinosum .Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Suryaningrum, Th. D., Murdinah, dan Erlina, M.D. 2003. PengaruhPerlakuan Alkali dan Volume Larutan Pengekstrak terhadap Mutuaragenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii. Jurnal Penelitian

Perikanan Indonesia. Edisi Pasca Panen. Badan Riset Perikanandan Kelautan Departemen Kelautan dan Perikanan 9(5) : 65 - 76

Towle, A. G. 1973. Carrageenan. dalam Industrial Gums. Editor Whistler,R. L. Academic Press. New York.

Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka SinarHarapan. Jakarta. 112 pp.