26809395 Hemoglobin Dan Mioglobin
-
Upload
yondri-mandaku-tasidjawa -
Category
Documents
-
view
214 -
download
12
Transcript of 26809395 Hemoglobin Dan Mioglobin
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
1
Oleh :
Amin Fatoni
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
2
1. Struktur dan Fungsi Mioglobin
Mioglobin (BM 16700, disingkat Mb) merupakan protein pengikat oksigen
yang relatif sederhana, ditemukan dalam konsentrasi yang besar pada tulang dan
otot jantung, membuat jaringan ini berwarna merah yang berfungsi sebagai
penyimpan oksigen dan sebagai pembawa oksigen yang meningkatkan laju
transport oksigen dalam sel otot. Mamalia yang menyelam seperti ikan paus yang
menyelam dalam waktu lama, memiliki mioglobin dalam konsentrasi tinggi dalam
ototnya. Protein seperti mioglobin juga banyak ditemukan pada organisme sel
tunggal.
Mioglobin merupakan polipeptida tunggal dengan 153 residu asam amino
dan satu molekul heme. Komponen protein dari mioglobin yang disebut globin,
merupakan rantai polipeptida tunggal yang berisi delapan -heliks (Gambar 1).
Sekitar 78% residu asam amino dari protein ditemukan dalam -heliks ini.
Gambar 1. Struktur mioglobin. Segmen delapan -heliks (terlihat sebagai silinder)
diberi label A sampai H. Residu non heliks pada lipatan diberi label AB, CD, EF dan
seterusnya menandakan segmen yang disambung. Heme terikat pada ruang yang
terbentuk oleh heliks E dan F, meskipun residu asam amino dari segmen lain juga
berpartisipasi (Nelson dan Cox, 2005).
Lipatan rantai globin membentuk celah yang hampir terisi gugus heme.
Heme bebas [Fe2+
] mempunyai afinitas tinggi terhadap O2 dan dioksidasi searah
membentuk hematin [Fe3+
]. Hematin tidak dapat mengikat O2. Interaksi
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
3
nonkovalen antara sisi asam amino rantai dan cincin porfirin nonpolar yang
mengandung celah sisi ikat oksigen meningkatkan afinitas heme terhadap O2.
Peningkatan afinitas melindungi Fe2+
dari oksidasi dan memungkinkan pengikatan
oksigen yang reversibel. Semua asam amino yang berinteraksi dengan heme
nonpolar kecuali dua histidin, yang berikatan langsung dengan atom besi heme
dan histidin yang lain menstabilkan sisi ikat oksigen.
Ketika oksigen terikat pada heme bebas, aksis dari molekul oksigen
posisinya pada sudut ikatan Fe-O (Gambar 2a), berlawanan dengan hal ini, ketika
CO2 berikatan dengan heme bebas Fe, C dan O berada pada garis lurus (Gambar
2b). Kedua kasus tersebut mencerminkan geometri orbital hibridisasi masing-
masing ligan. Pada mioglobin, His64
(His E7), pada sisi ikat O2 heme, terlalu jauh
untuk berkoordinasi dengan heme besi, tetapi berinteraksi dengan ligan yang
terikat pada heme. Residu ini disebut distal his, yang tidak berefek pada
pengikatan oksigen (Gambar 2c) tetapi dapat menghalangi pengikatan linier CO,
menjelaskan pengurangan pengikatan CO ke heme.
Gambar 2. Efek sterik pengikatan ligan ke heme pada mioglobin. (a) Oksigen terikat
pada heme dengan O2 (b) Karbon dioksida terikat pada heme bebas. (c) Ilustrasi yang
memperlihatkan susunan residu asam amino mengelilingi heme mioglobin. Pengikatan O2
merupakan ikatan hidrogen pada distal His, His E7 (His64
), yang memfasilitasi pengikatan
O2 (Nelson dan Cox, 2005)
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
4
2. Struktur dan Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin (Mr 64500, disingkat Hb) merupakan molekul bulat dengan
diameter 5,5 nm yang ditemukan pada sel darah merah, dengan fungsi utamanya
untuk mentransport oksigen dari paru-paru ke setiap jaringan dalam tubuh.
Molekul HbA (hemoglobin manusia dewasa, A = adult) berisi dua rantai
(masing-masing 141 residu) dan dua rantai (masing-masing 146 residu)
(Gambar 3). Molekul HbA umumnya tersusun sebagai 22. Terdapat tipe lain
hemoglobin orang dewasa, sekitar 2% hemoglobin manusia merupakan HbA2
yang terdiri dari rantai sebagai pengganti rantai.
Meskipun konfigurasi tiga dimensi mioglobin dan rantai, dari
hemoglobin sangat mirip (Gambar 4a), urutan asam aminonya mempunyai
beberapa perbedaan dan identik pada posisi 27 (Gambar 4b). Perbandingan dari
belasan spesies menunjukkan ada sembilan variasi residu asam amino. Beberapa
variasi residu langsung berpengaruh pada sisi ikat oksigennya, yang distabilkan
oleh peptida -heliks.
Gambar 3. Struktur Hemoglobin, protein ini terdiri dari empat sub unit, dinyatakan
sebagai dan . Masing-masing unit berisi gugus heme yang mengikat oksigen secara
reversibel (McKee T dan McKee JR, 2004).
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
5
(b)
Gambar 4. (a) Perbandingan struktur mioglobin dan sub unit dari hemoglobin.
(b)Urutan asam amino dari mioglobin dan rantai , hemoglobin manusia (Nelson dan
Cox, 2005).
Kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen bergantung pada keberadaan
gugus prostetik yang disebut heme. Gugus heme yang menyebabkan darah
berwarna merah. Gugus heme terdiri dari komponen anorganik dan pusat atom
besi. Komponen organik yang disebut protoporfirin terbentuk dari empat cincin
(a)
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
6
pirol yang dihubungkan oleh jembatan metena membentuk cincin tetrapirol.
Empat gugus metil, dua gugus vinil dan dua sisi rantai propionat terpasang pada
cincin ini (Gambar 5).
Gambar 5. Heme, Fe-protoporfirin IX (Berg et.al, 2002)
Atom besi berada pada pusat protoporfirin, terikat dengan empat atom
nitrogen pirol. Pada kondisi normal, besi pada keadaan oksidasi Fe2+
. Besi dapat
membentuk dua ikatan tambahan, masing-masing satu sisi pada bidang heme. Sisi
ikatan ini disebut sisi koordinasi kelima dan keenam. Pada hemoglobin, sisi
koordinasi kelima diisi cincin imidazol dari residu histidin protein. Pada deoksi
hemoglobin, sisi koordinasi keenam tidak terisi. Ion besi terletak sekitar 0,4 Å di
luar bidang porfirin, dalam bentuk ini terdapat lubang besar yang bisa ditempati
dalam cincin porfirin (Gambar 6).
Gambar 6. Posisi besi pada deoksihemoglobin (Berg et.al, 2002).
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
7
Pengikatan oksigen pada sisi koordinasi keenam menyebabkan penataan
ulang elektron besi, sehingga lebih kecil dan dapat bergerak pada bidang porfirin
(Gambar 7). Perubahan struktur elektronik ini bersamaan dengan perubahan sifat
magnetik hemoglobin. Perubahan struktur karena pengikatan oksigen diamati
Linus Pauling berdasarkan pengukuran magnetik pada tahun 1936, hampir 25
tahun sebelum struktur tiga dimensi hemoglobin ditemukan.
Gambar 7. Pengikatan oksigen menyebabkan perubahan struktur. Ion besi bergerak
ke bidang heme pada oksigenasi. Histidin proksimal ditarik oleh ion besi (Berg et.al,
2002).
Struktur tiga dimensi hemoglobin digambarkan dengan pasangan dimer
identik. Empat rantai hemoglobin tersusun dalam dimer yang identik, dinyatakan
sebagai 11 dan 22. Masing-masing polipeptida mempunyai unit pengikat
heme yang mirip seperti digambarkan dalam mioglobin. Meskipun mioglobin dan
hemoglobin keduanya mengikat oksigen secara reversibel, molekul hemoglobin
mempunyai struktur kompleks dan sifat ikatan yang lebih rumit. Beberapa
interaksi nonkovalen (sebagian besar hidrofobik) diantara sub unit pada masing-
masing dimer- menyebabkan strukturnya tidak berubah ketika hemoglobin
mengalami oksigenasi atau deoksigenasi (Gambar 8).
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
8
(a)
(b)
Gambar 8. Struktur tiga dimensi dari (a) oksihemoglobin dan (b)
deoksihemoglobin. Rantai pada bagian atas. Pada transformasi oksi-deoksi, dimer 11
dan 22 bergerak secara relatif satu sama lain. Hal ini menyebabkan 2,3-bisfosfogliserat
terikat pada celah pusat yang lebih besar dalam konformasi deoksi (McKee T dan McKee
JR, 2004).
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
9
Kebalikannya sejumlah kecil interaksi antara dua dimer berubah banyak
selama transisi ini. Ketika mioglobin mengalami oksigenasi, jembatan garam dan
ikatan hidrogen putus sebagai dimer 11 dan 22 bergeser satu sama lain dan
berputar 15o (Gambar 9). Konformasi hemoglobin terdeoksigenasi (deoksiHb)
sering disebut sebagai keadaan T (tense) dan hemoglobin oksegenasi (oksiHb)
dinyatakan sebagai keadaan R (relaxed) (Gambar 10).
(a) Deoksihemoglobin (b) Oksihemoglobin
Gambar 9. Transisi alosterik hemoglobin. Ketika hemoglobin mengalami oksigenasi,
dimer 11 dan 22 bergeser satu sama lain dan berputar 15o (McKee T dan McKee JR,
2004).
Gambar 10. Transisi T R. Subunit berwarna biru dan subunit berwarna abu-abu.
Sisi muatan positif rantai dan terminal rantai yang terlibat dalam pasangan ion berwarna
biru. Transisi dari keadaan T ke keadaan R menggeser pasangan subunit. Transisi T R
menyempitkan celah antara subunit (Nelson dan Cox, 2005).
3. Transport oksigen hemoglobin lebih efisien oleh pengikatan oksigen
secara kooperatif
Tugas paling penting bagi sel darah merah (eritrosit) adalah mentransport
oksigen molekuler (O2) dari paru-paru menuju jaringan, dan karbon dioksida
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
10
(CO2) dari jaringan kembali ke paru-paru. Organisme tingkat tinggi membutuhkan
sistem transport khusus untuk menangani hal ini, karena oksigen susah larut
dalam air. Sebagai contoh hanya sekitar 3,2 ml oksigen yang terlarut dalam 1 L
plasma darah. Hemoglobin dapat mengikat oksigen maksimal 220 ml tiap liter, 70
kali dari kelarutannya. Kandungan Hb dalam darah 140 – 180 gl-1
pada laki-laki
dan 120 – 160 gl-1
pada perempuan, dua kali jumlah protein plasma (50 – 80 gl-1
)
Oksigen harus ditransport dalam darah dari paru-paru yang mempunyai
tekanan parsial relatif tinggi (pO2 = 100 torr) ke jaringan dengan tekanan parsial
rendah (20 torr). Pada paru-paru hampir jenuh dengan oksigen ketika sisi ikatnya
terisi. Ketika hemoglobin bergerak ke jaringan, kurva kejenuhan menurun
menjadi 32%. Dengan demikian sekitar 66% potensial sisi ikat oksigen digunakan
untuk transport oksigen. Sebagai perbandingan untuk hipotesis transport protein
nonkooperatif, oksigen dapat ditransport dari daerah dengan tekanan 100 torr ke
daerah 20 torr sebanyak 38% (Gambar 11). Dengan demikian pengikatan
kooperatif oksigen oleh hemoglobin menyebabkannya dapat terkirim 1,7 kali
banyaknya jika dibandingkan dengan sisi yang bebas.
Gambar 11. Kurva peningkatan kooperatif pengiriman oksigen oleh hemoglobin (Berg
et.al, 2002)
Kurva disosiasi oksigen dari hemoglobin berbentuk sigmoid karena adanya
interaksi subunit (Gambar 12). Pada awalnya O2 terikat ke hemoglobin,
pengikatan tambahan O2 pada molekul yang sama ditingkatkan. Pola ikatan ini
disebut ikatan kooperatif (cooperative binding), menghasilkan perubahan struktur
tiga dimensi hemoglobin yang diawali ketika oksigen pertama terikat. Pengikatan
Paru-paru Jaringan
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
11
pertama oksigen menfasilitasi pengikatan tiga oksigen berikutnya membentuk
molekul hemoglobin tetramerik. Pada paru-paru, ketika tekanan oksigen tinggi,
hemoglobin segera jenuh (berubah menjadi bentuk R). Pada jaringan yang
kekurangan oksigen, hemoglobin memberikan setengah oksigennya. Berlawanan
dengan hemoglobin, kurva disosiasi oksigen mioglobin berbentuk hiperbolik. Pola
ikatan sederhana ini karena struktur mioglobin yang sederhana, mencerminkan
beberapa aspek protein ini dalam menyimpan oksigen. Kurva disosiasi mioglobin
seperti bagian kiri kurva hemoglobin, sehingga mioglobin hanya memberikan
oksigen hanya ketika konsentrasi oksigen sel otot sangat rendah (misalnya selama
olahraga berat). Sebagai tambahan, karena mioglobin mempunyai afinitas yang
lebih besar untuk oksigen daripada hemoglobin, oksigen bergerak dari darah ke
otot.
Gambar 12. Kurva kesetimbangan pengukuran afinitas hemoglobin dan mioglobin
terhadap oksigen (McKee T dan McKee JR, 2004).
4. Efek 2,3-bisfosfogliserat dalam memainkan afinitas hemoglobin terhadap
oksigen
2,3-Bisfosfogliserat (2,3-BPG dikenal juga dengan 2,3-dipospogliserat atau
2,3-DPG, Gambar 13) juga mempunyai fungsi regulasi penting terhadap fungsi
hemoglobin. Meskipun sebagian besar sel mengandung sejumlah kecil BPG, sel
darah merah mengandung dalam jumlah yang cukup, yaitu setara dengan
konsentrasi hemoglobin (~2 mM). Tanpa BPG hemoglobin tidak efisien dalam
mentransport oksigen, hanya melepaskan 8% muatannya dalam jaringan. BPG
merupakan turunan dari gliserat-1,3-bisfosfat, suatu senyawa antara dalam
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
12
pemecahan senyawa glukosa. Ketika tidak ada BPG, hemoglobin mempunyai
afinitas sangat tinggi terhadap oksigen (Gambar 14). Pengikatan BPG seperti H+
dan CO2, menstabilkan deoksiHb (Gambar 15). Muatan negatif molekul BPG
berikatan dengan lubang pusat dalam hemoglobin yang berbatasan dengan muatan
positif asam amino.
Gambar 13. 2,3-bisfosfogliserat (2,3-BPG) (Berg et.al., 2002).
Gambar 14. Efek 2,3-Bisfosfogliserat (BPG) terhadap afinitas oksigen dan hemoglobin
(Berg et.al., 2002).
Gambar 15. Pengikatan 2,3-BPG pada hemoglobin manusia. 2,3-BPG terikat pada
pusat celah deoksihemoglobin. Dengan demikian berinteraksi dengan tiga muatan positif
gugus pada masing-masing rantai (berg et.al., 2002).
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
13
Pengikatan 2,3-BPG ke hemoglobin mempunyai konsekuensi fisiologis
yang penting. Gen globin yang diekspresikan janin berbeda dengan manusia
dewasa, tetramer hemoglobin janin mengandung dua rantai dan dua rantai .
Rantai hasil duplikasi gen lain, 72 % mempunyai urutan asam amino identik
dengan rantai . Satu perubahan adalah penggantian pada residu serin untuk His
143 pada rantai sisi ikat 2,3-BPG. Perubahan ini menghilangkan dua muatan
positif sisi ikat 2,3-BPG dan mengurangi afinitas 2,3-BPG untuk hemoglobin
janin, dengan demikian meningkatkan afinitas pengikatan oksigen sehingga
memungkinkan pengambilan oksigen oleh janin dari sel darah merah ibunya.
5. Efek Bohr : Ion Hidrogen dan Karbon Dioksida Meningkatkan Pelepasan
Oksigen
Jaringan yang melakukan metabolisme secara cepat seperti pada otot yang
berkontraksi membutuhkan oksigen tinggi serta menghasilkan sejumlah besar ion
hidrogen dan karbon dioksida. Dua senyawa tersebut merupakan efektor
heterotropik yang meningkatkan pelepasan oksigen (Gambar 16). Pengikatan
ligan selain oksigen mempengaruhi sifat ikatan oksigen hemoglobin. Sebagai
contoh, disosiasi oksigen dari mioglobin meningkat jika pH diturunkan.
Mekanisme ini disebut Efek Bohr (Gambar 17), oksigen dikirim ke sel sesuai
kebutuhannya. CO2 tersebar dalam darah, bereaksi dengan air membentuk HCO3-
dan H+. Pengikatan H
+ pada beberapa gugus terionisasi pada molekul hemoglobin
meningkatkan disosiasi O2 dengan mengubah hemoglobin menjadi bentuk T. Ion
hidrogen berikatan secara khusus dengan deoksiHb. Beberapa efektor alosterik
mempengaruhi kesetimbangan bentuk T dan R, sehingga meregulasi sifat
pengikatannya terhadap oksigen. Efektor yang paling penting antara lain CO2, H+,
dan 2,3-bisfosfogliserat (Gambar 18). Peningkatan konsentrasi H+ menstabilkan
konformasi deoksi dari protein dan mempercepat pembentukannya. Ketika
sejumlah kecil molekul CO2 terikat pada gugus asam amino terminal pada
hemoglobin (membentuk karbamat atau gugus –NHCOO-) bentuk deoksi (T) dari
protein lebih stabil.
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
14
Gambar 16. Efek pH dan konsentrasi CO2 pada afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
Penurunan pH dari 7,4 (kurva merah) ke 7,2 (kurva biru) menghasilkan pelepasan O2 dari
oksihemoglobin. Peningkatan tekanan parsial CO2 dari 0 ke 40 torr (kurva ungu) juga
meningkatkan pelepasan oksigen dari oksihemoglobin (Berg et.al, 2002).
Gambar 17. Kimiawi Efek Bohr, pada deoksi hemoglobin terlihat tiga residu asam
amino membentuk jembatan garam yang menstabilkan struktur kuartener T.
Pembentukan satu jembatan garam tergantung dari keberadaan penambahan proton pada
histidin 146. Muatan negatif pada aspartat 94 menyebabkan protonasi histidin 146
pada deoksihemoglobin (Berg et.al, 2002).
Paru-paru Jaringan
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
15
Gambar 18 Efek alosterik hemoglobin (Koolman, J dan K.H. Roehm. 2005)
Pada paru-paru proses ini terbalik. Konsentrasi tinggi oksigen
mengakibatkan perubahan bentuk konfigurasi deoksiHb menjadi oksiHb.
Perubahan struktur tiga dimensi protein diawali dengan pengikatan molekul
oksigen pertama melepaskan CO2, H+, dan BPG yang terikat. H
+ dikombinasi
dengan HCO3- membentuk asam karbonat, yang kemudian terdisosiasi menjadi
CO2 dan H2O. CO2 disebar dari darah ke alveoli.
6. Regulasi Transport O2
Sifat alosterik terlihat ketika enzim bereaksi dengan efektor (substrat,
aktivator atau inhibitor) dan konformasinya berubah menjadi meningkat atau
menurun aktivitasnya. Meskipun hemoglobin bukan enzim tetapi mempunyai
Oksihemoglobin
Bentuk R
Deoksihemoglobin
Bentuk T
Ikatan O2
asosiasi
lemah
BPG
menstabilkan
bentuk T Afinitas O2 70
kali bentuk T
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
16
karakteristik protein alosterik. CO2, H+ dan BPG bertindak sebagai efektor
heterotropik bagi hemoglobin.
BPG terikat secara selektif ke deoksiHB, sehingga menurunkan jumlah
kesetimbangannya. BPG dapat disintesis lagi menjadi 1,3-bisfosfogliserat yang
merupakan senyawa antara glikolisis, dan dapat masuk jalur glikolisis lagi dengan
membentuk 2-fosfogliserat dengan membutuhkan satu ATP. CO2 dan BPG
meupakan efektor aditif, kurva kejenuhan akibat efektor ini seperti darah utuh
(Gambar 19).
1. Metabolisme BPG 2. Kurva kejenuhan
Gambar 19. Regulasi transport O2 (Koolman, J dan K.H. Roehm. 2005)
7. Hemoglobin dan Transport CO2
Sejumlah 5% dari CO2 yang ada di jaringan terikat secara kovalen pada
terminal N dari hemoglobin dan ditransport sebagai karbaminohemoglobin.
Sekitar 90% dari CO2 awalnya diubah menjadi karbonat (HCO3-), yang lebih
larut. Pada paru-paru CO2 dibentuk lagi dari HCO3- dan dapat dikeluarkan. Dua
proses ini melibatkan oksigenasi dan deoksigenasi dari Hb. DeoksiHb merupakan
basa lebih kuat daripada oksiHb, sehingga mengikat proton lebih banyak (sekitar
0,7 H+ tiap tetramer) yang menyebabkan pembentukan HCO3
- dari CO2 dalam
jaringan. HCO3- yang dihasilkan dilepaskan ke plasma melalui antiporter pada
membran eritrosit dengan pengganti Cl- dan mengalir ke paru-paru. Pada paru-
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
17
paru deoksiHb mengalami oksigenasi dan melepaskan proton. Proton menggeser
kesetimbangan HCO3- / CO2 sehingga terjadi pelepasan CO2.
Ikatan O2 pada Hb diregulasi oleh ion H+ melalui mekanisme yang sama.
Konsentrasi CO2 yang tinggi pada sel yang melakukan metabolisme berat
meningkatkan konsentrasi H+ dengan demikian menurunkan afinitas hemoglobin
terhadap O2. Hal ini menyebabkan peningkatan pelepasan oksigen dan dengan
demikian meningkatkan suplai oksigen. Pengaturan kesetimbangan CO2 dan
HCO3- relatif lambat tanpa katalis. Proses ini dipercepat oleh karbonat
dehidrogenase, yang terdapat dalam konsentrasi besar pada eritrosit (Gambar 20).
Gambar 20. Transport CO2 oleh hemoglobin (Koolman, J dan K.H. Roehm. 2005)
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
18
8. Anemia Sel Sabit Merupakan Penyakit Molekuler Hemoglobin
Hal penting pada penentuan urutan asam amino struktur sekunder, tersier
dan kuartener protein globular dan fungsi biologisnya adalah pada penemuan
penyakit keturunan anemia sel sabit. Hampir 500 variasi genetik hemoglobin
terdapat pada populasi manusia. Kebanyakan variasi tersebut berbeda pada satu
residu asam amino. Setiap variasi hemoglobin dihasilkan oleh suatu ekspresi gen.
Variasi gen ini disebut allele. Manusia secara umum mempunyai dua salinan
masing-masing gen, suatu individu dapat mempunyai dua salinan allele atau satu
salinan masing-masing berbeda allele.
Anemia sel sabit merupakan penyakit keturunan ketika seseorang
diturunkan allele untuk hemoglobin sel sabit dari kedua orang tuanya. Eritrosit
dari individu ini lebih sedikit dan tidak normal. Selain itu terdapat pula sejumlah
besar sel belum matang, darah terlalu panjang, tipis dan kenampakannya seperti
sabit (Gambar 21a, b). Ketika hemoglobin dari sel sabit (disebut hemoglobin S)
mengalami deoksigenasi, menjadi tidak larut dan membentuk polimer yang
menempel pada serat tubular (Gambar 21c,d). Hemoglobin normal (HbA) tetap
larut pada proses deoksigenasi. Serat tidak larut dari hemoglobin S yang
mengalami deoksigenasi menyebabkan bentuk seperti sabit pada eritrosit, dan
proporsi sel sabit meningkat tajam ketika darah mengalami deoksigenasi.
Perubahan sifat hemoglobin S hasil dari substitusi asam amino tunggal,
suatu valin mengganti residu glutamat pada posisi 6 dalam dua rantai . Gugus R
dari valin tidak mempunyai muatan listrik, sedangkan glutamat mempunyai
muatan negatif pada pH 7,4. Hemoglobin S mempunyai 2 muatan negatif lebih
kecil dibandingkan hemoglobin A, masing-masing satu pada tiap rantai .
Penggantian residu Glu dengan Val menyebabkan titik kontak hidrofobik yang
lengket pada posisi 6 dari rantai , pada permukaan luar molekul. Titik lengket ini
menyebabkan molekul deoksihemoglobin berasosiasi tidak normal satu sama lain
membentuk kumpulan panjang dan berserat yang merupakan karakter dari
penyakit ini.
Orang dengan penyakit anemia sel sabit tanpa perlakuan medis biasanya
meninggal pada usia anak-anak. Meskipun demikian secara mengejutkan allele sel
sabit banyak terjadi di bagian Afrika.
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
19
Gambar 21. Perbandingan bentuk eritrosit (a) eritrosit normal (b) eritrosit anemia sel
sabit, dari normal sampai seperti duri atau sabit. (c) Perbedaan hemoglobin A dan
hemoglobin S asam amino tunggal yang berubah pada rantai . (d) Hasil perubahan ini
hemoglobin S menyebabkan pembentukan kumpulan yang membentuk untai serat tidak
larut (Nelson dan Cox, 2005)
(C)
(d)
Interaksi antar molekul
Pembentukan untai
Pembentukan serat
Biochemistry, MIPA FST Unsoed Amin Fatoni (c) 2007
20
Daftar Pustaka
Berg, JM, Tymoczko, JL, dan Stryer L. 2002. Biochemistry. 5th
edition. W.H.
Freeman and Company. 403 - 453
Koolman, J dan K.H. Roehm. 2005.Color Atlas of Biochemistry. 2nd
edition.
Germany : Georg Thieme Verlag. 280 – 283
McKee T dan McKee JR. 2004. Biochemistry: The Molecule Basic Of Life.
Third edition. The McGraw-Hill Company. 145 - 158
Murray, RK, Dk Granner, PA Mayes, VM Rodwell. 2003. Harper’s Illustrated
Biochemistry. 26th
edition. The McGraw-Hill Company . 40 – 48
Nelson, DL dan MM Cox. 2005. Lehninger Principles of Biochemistry. 4th
edition. W.H. Freeman and Company.
Smith C, AD Marks, M Lieberman. Basic Medical Biochemistry. 2nd
edition.
102 -106