240446958 case-fiks
-
Upload
homeworkping4 -
Category
Education
-
view
556 -
download
0
Transcript of 240446958 case-fiks
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
Laporan Kasus
KEHAMILAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG
Oleh :
Dewi Elfina
Maulia Nurul Annisa
Muhammad Hericos
Panggih Sekar Palupi
Rezki Purnama Sari
Ridwan Baihaqi
Pembimbing:
dr. Noviardi, Sp.OG(K)
KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari
sistem kardiovaskuler yang akan ditolerir dengan baik oleh wanita yang sehat,
namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang mempunyai
kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan penanganan yang
baik, maka penyakit jantung dalam kehamilan dapat menjadi penyebab yang
signifikan akan mortalitas dan morbiditas ibu.1,2
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbanyak di Amerika
Serikat dan merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada wanita usia 25-
44 tahun. Penyakit jantung berpengaruh pada sekitar 1% dari kehamilan, dengan
angka kematian maternal menurut SACH sebanyak 0,3 dari 100.000 di
massachusett. Namun menurut Tillery angka kematian maternal mencapai 10-25%
walaupun adanya perkembangan diagnosis dan penangan penyakit kardiovaskuler
maternal pada zaman sekarang.2,3
Meskipun insiden penyakit jantung dalam kehamilan sekitar 1%, gejala
seperti sesak nafas atau tanda seperti bising ejeksi sistolik yang merupakan gejala
dari penyakit jantung, dapat muncul pada sekitar 90% dari populasi kehamilan
sebagai konsekuensi perubahan fisiologis pada tubuh yang diinduksi oleh
kehamilan itu sendiri.4
Diantara beberapa penyakit kardiovaskuler, hipertensi merupakan penyakit
kardiovaskuler yang sering muncul pada kehamilan, sebanyak 6-8% dari seluruh
kehamilan. Di Negara barat, penyakit jantung bawaan merupakan penyakit
jantung yang paling banyak ditemukan selama kehamilan (75-82%). Di luar Eropa
dan Amerika bagian utara hanya berkisar 9-19%. Penyakit jantung reumatik
mendominasi di Negara selain Negara barat, berkisar 56-89% dari seluruh
penyakit jantung dalam kehamilan. Kardiomiopati jarang ditemukan, tetapi
merupakan penyebab berat dari komplikasi penyakit jantung dalam kehamilan.5
Di RS. Hasan Sadikin angka kematian ibu karena kelainan jantung pada
tahun 1994-1998 sebesar 5,4 % (2 dari 37 kasus), sedangkan di RSCM pada tahun
2001 penyakit jantung menyebabkan 10,3% kematian ibu dan merupakan
penyebab kematian terbanyak setelah preeklamsi/eklamsi dan perdarahan post
partum.6,7
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama pasien : Ny. MA Nama suami : Tn. J
Umur : 30 tahun Umur : 31 tahun
Pendidikan : SD Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Minang Suku : Minang
Alamat : Jl. Bintan Dumai Alamat : Jl.Bintan
Dumai
No. MR : 776696
ANAMNESIS
Seorang pasien masuk dari poli ke kamar bersalin Camar II RSUD AA Pekanbaru
pada tanggal 20 Mei 2014 Jam 12.00 WIB dengan G3P2A0H2 gravid 33-34
minggu belum inpartu + BSC 1 kali atas indikasi penyakit jantung + KPD 14 jam
+ janin tunggal hidup intrauterine + letak memanjang presentasi kepala
Keluhan Utama:
Keluar air-air sejak 14 jam sebelum masuk RS.
Riwayat penyakit Sekarang:
Pasien mengaku hamil 9 bulan. Tanggal HPHT pasien lupa. Sudah pernah USG 2
kali saat hamil 2 bulan dan 9 bulan, dikatakan janin dalam keadaan baik. ANC
rutin di Puskesmas oleh bidan. Pasien mengaku baru mengetahui dirinya sakit
jantung setelah melahirkan anak pertama, pernah dirawat di RS. Dumai sebanyak
4 kali dan RS. Yarsi sebanyak 3 kali karena jantungnya. Setelah itu berobat jalan
dan minum obat jantung selama 2 tahun. 14 jam sebelum masuk RS, pasien
mengaku keluar air-air yang tak tertahankan dari kemaluan,berwarna jernih, tidak
berbau, banyaknya ± 1 pembalut. Tidak ada keluar lendir bercampur darah. Tidak
ada nyeri pinggang menjalar ke ari-ari yang tak tertahankan. Pasien memiliki
riwayat keputihan, berwarna putih, tidak banyak, sedikit berbau, gatal dan tidak
pernah berobat. Gerakan janin dirasakan saat hamil 4 bulan sampai dengan
sekarang.
Riwayat Hamil Muda :
Pada saat hamil muda, pasien ada keluhan mual, muntah, tidak ada perdarahan
dari kemaluan.
Riwayat Hamil Tua
Pada saat hamil tua, ada keluhan mual, tidak ada muntah dan perdarahan dari
kemaluan.
Prenatal Care :
ANC setiap bulan selama hamil ke bidan tetapi tidak pernah USG.
Riwayat Minum Obat :
Vitamin
Riwayat Penyakit Dahulu:
Setelah melahirkan anak pertama pasien memiliki riwayat penyakit jantung, tidak
pernah menderita sakit diabetes mellitus dan asma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga memiliki riwayat hipertensi, tidak ada yang memilki riwayat penyakit
diabetes mellitus, asma, dan penyakit jantung dalam keluarga.
Riwayat Haid :
Menarche usia 12 tahun, selama 7 hari, teratur, setiap bulan dan tidak ada nyeri
haid, ganti pembalut 1-2 kali/hari
Riwayat Perkawinan :
Satu kali perkawinan, pada usia 24 tahun
Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus: 3/2/0/2
G1 : 2000/ laki-laki/ normal/ BB 3100 gram di bidan
G2: 2012/ perempuan/ operasi atas indikasi jantung/ BB 3500 gram/ di RSAA
G3: kehamilan ini
Riwayat KB :
Tidak ada memakai KB
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Vital Sign:
Tekanan Darah : 130 / 90 mmHg
Frek. Nadi : 113 x / menit
Frek. Nafas : 24 x / menit
Suhu : 36,9 oC
Gizi : Baik
TB : 160
BB : 55 kg (sebelum hamil) 69kg (hamil)
Kepala:
Mata: Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher: Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid, KGB, tidak ada
peningkatan JVP
Thoraks:
Paru: vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus cordis teraba pada linea midaxilaris sinistra SIK V
o Perkusi
batas jantung kanan RIC V-VI 1 jari lateral linea sternal
dekstra
o pinggang jantung tidak ditemukan pada SIK III sinistra
o batas jantung kiri RIC V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung 1 murmur (+), bunyi jantung 2 normal,
gallop (-)
Abdomen : Status Obstetrikus
Genitalia : Status Obstetrikus
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3 detik dan tidak adanya edema tungkai.
STATUS OBSTETRIKUS
Muka : Kloasma Gravidarum (+)
Mammae: Hiperpigmentasi areola mammae (+), mammae membesar dan
menegang (+), papilla mammae menonjol (+).
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membesar sesuai dengan usia kehamilan
Palpasi :
Leopold I : Fundus uteri pertengahan procesuss xyphoideus dan umbilicus,
teraba massa bulat, lunak dan tidak melenting
Leopold II : Teraba tahanan memanjang disisi kiri
Leopold III : Bagian terbawah janin teraba massa bulat, keras dan melenting
Leopold IV : Bagian terbawah belum masuk PAP
TFU : 30 cm
TBJ : 2790 gram
Auskultasi : DJJ: 140
His : -
Genitalia
Inspeksi : vulva dan urethra tenang.
Inspekulo : Portio licin, licin, OUE tertutup, fluksus (-), flour (-), tes valsava
(+), tes lakmus (+)
VT : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hemoglobin : 8,7gr %
Eritrosit : 3.480.000/uL
Hematokrit : 27,2 vol %
Leukosit : 8.400 g/dl
Platelet : 213.000 /uL
MCV : 78,4 L fl
MCH : 24,8 L pg
MCHC : 31,6 L g/dL
Hasil EKG 23/5/2014
Hasil CTG
RESUME PEMERIKSAAN
Pasien Ny. MA umur 30 tahun dating ke RSUD AA dengan keluhan
keluar air-air sejak 14 jam SMRS. Pasien mengaku hamil 9 bulan. Tanggal HPHT
pasien lupa. Sudah pernah USG 2 kali saat hamil 2 bulan dan 9 bulan, dikatakan
janin dalam keadaan baik. ANC rutin di Puskesmas oleh bidan. Pasien mengaku
baru mengetahui dirinya sakit jantung setelah melahirkan anak pertama, pernah
dirawat di RS. Dumai sebanyak 4 kali dan RS. Yarsi sebanyak 3 kali karena
jantungnya. Setelah itu berobat jalan dan minum obat jantung selama 2 tahun. 14
jam sebelum masuk RS, pasien mengaku keluar air-air yang tak tertahankan dari
kemaluan,berwarna jernih, tidak berbau, banyaknya ± 1 pembalut. Tidak ada
keluar lendir bercampur darah. Tidak ada nyeri pinggang menjalar ke ari-ari yang
tak tertahankan. Pasien memiliki riwayat keputihan, berwarna putih, tidak banyak,
sedikit berbau, gatal dan tidak pernah berobat. Gerakan janin dirasakan saat hamil
4 bulan sampai dengan sekarang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, HR: 113x/menit,
RR : 24x/menit, T : 36,9 C, palpasi jantung ictus cordis teraba pada linea
midaxilaris sinistra SIK V, perkusi batas jantung kanan RIC V-VI 1 jari lateral
linea sterna dextra, batas jantung kiri RIC V linea midclavikula sinistra, bunyi
jantung I murmur (+).
DIAGNOSIS KERJA
G3P2A0H2 gravid 33-34 minggu belum inpartu + BSC 1 kali atas indikasi
jantung IDT 1,8 tahun + CHF FC I + KPD 14 jam + Janin tunggal hidup
intrauterine + letak memanjang presentasi kepala
TERAPI / SIKAP
- Hemodinamik ibu dan janin stabil :
- Observasi: KU, TTV, His, DJJ/jam
- Observasi tanda-tanda inpartu
- Rencana konservatif :
- Cegah kontraksi : nifedipin 10 mg maksimal 4 kali pemberian sampai
dengan kontraksi hilang
- Cegah infeksi : ceftriaxone inj 2x1 gram
- Pematangan paru : dexametasone 2x6 mg/12 jam (selama 2 hari)
- Cek DPL – IVFD RL : 2 : 1/24 jam
RENCANA
- Rencana SC elektif setelah pematangan paru
- SC cito atas indikasi inpartu + CHF
PROGNOSIS : Dubia ad bonam
Laporan operasi:
Operasi tanggal 23 Mei 2014 pukul 12.15 wib
Diagnosis pre operasi: G3P2A0H2 gravid 36-37 minggu, inpartu kala I fase +
BSC 1 kali atas indikasi jantung IDT 1,8 tahun + CHF NYHA FC I + KPD 14 jam
+ Janin tunggal hidup intrauterine + letak memanjang presentasi kepala
- Pasien telentang di meja operasi dalam anestesi spinal
- A dan anti septik kepala operator dan daerah sekitarnya
- Insisi disekitar bekas luka lama, dinding abdomen di buka abdomen lapis
demi lapis.
- Tampak perlengketan ringan diantara fascia dan otot sisa dengan
peritoneum
- Setelah peritoneum dibuka tampak uterus gravidus
- Insisi corporal
- Dengan menarik kaki dilahirkan bayi perempuan 3300 gr AS 6/8 air
ketuban hijau kental jumlah cukup
- Luka operasi dirawat dan dijahit jelujur dua lapis
- Dilakukan tubektomi bilateral
- Perdarahan dikontrol
- Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
- Tindakan selesai,perdarahan ± 300cc
Diagnosis post operasi: P3A0H3 post SCTTP atas indikasi CHF NYHA FC I pada
BSC 1 kali + post tubektomi pumeroy bilateral
Terapi post op :
- IVFD RL : 5 2:1
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Ketorolac 30 cc/dalam 500 cc kl/D5
- Cek DPL jika HB < 8 transfusi
- Konsul kardiologi
Identifikasi bayi:
Nama bayi : By
Jenis kelamin : Perempuan
BBL : 3300 gr
PB : 50 cm
LK : 33 cm
LD : 35 cm
LP : 35 cm
A/S : 6/8
Follow up dan penatalaksanaan
Tanggal Subjective objektif assessment planning
20/5/2014 S : Mules (-) sesak (+)
O :
- KU : baik
- Kesadaran Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
Frek. Napas: 24x/menit
Suhu : afebris
- Status generalis : jantung BJ I murmur (+), BJ II normal gallop(-)
- Status obstetrik :
His (-)
TBJ=2790 gram
TFU diantara pusat dengan procesus xypoideus
Perdarahan aktif (-)
A : G3P2A0H2 gravid 33-34 minggu belum inpartu + BSC 1 kali atas
indikasi jantung IDT 1,8 tahun + CHF FC I + KPD 14 jam + Janin tunggal
hidup intrauterine + letak memanjang presentasi kepala
P :
- Hemodinamik ibu dan janin stabil :
- Observasi: KU, TTV, His, DJJ/jam
- Observasi tanda-tanda inpartu
- Rencana konservatif :
- Cegah kontraksi : nifedipin 10 mg maksimal 4 kali pemberian
sampai dengan kontraksi hilang
- Cegah infeksi : ceftriaxone inj 2x1 gram
- Pematangan paru : dexametasone 2x6 mg/12 jam (selama 2 hari)
21/5/2014 S : Mules (-) ,sesak (-), BAB belum ada sejak 2 hari
O :
- KU : baik
- Kesadaran Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 110/70 mmHg
N : 86 x/menit
Frek. Napas: 22x/menit
Suhu : 36,8C
- Status generalis : jantung BJ I murmur (+),BJ II normal gallop(-)
- Status obstetrik :
His (-)
TBJ=2790 gram
TFU diantara pusat dengan procesus xypoideus
Perdarahan aktif (-)
A : G3P2A0H2 gravid 33-34 minggu belum inpartu + BSC 1 kali atas
indikasi jantung IDT 1,8 tahun + CHF FC I + KPD 14 jam + Janin tunggal
hidup intrauterine + letak memanjang presentasi kepala
P :
- Hemodinamik ibu dan janin stabil :
- Observasi: KU, TTV, His, DJJ/jam
- Observasi tanda-tanda inpartu
- Rencana konservatif :
- Cegah kontraksi : nifedipin 10 mg maksimal 4 kali pemberian
sampai dengan kontraksi hilang
- Cegah infeksi : ceftriaxone inj 2x1 gram
- Pematangan paru : dexametasone 2x6 mg/12 jam (selama 2 hari)
Konsul Jantung
Rencana USG
Bila keadaan baik rencanakan SC elektif setelah pematangan paru
ANAMNESIS TAMBAHAN
Seorang pasien masuk dari poli ke kamar bersalin Camar II RSUD AA
Pekanbaru pada tanggal 20 Mei 2014 Jam 12.00 WIB dengan G3P2A0H2
gravid 33-34 minggu belum inpartu + BSC 1 kali atas indikasi penyakit
jantung + KPD 14 jam + janin tunggal hidup intrauterine + letak
memanjang presentasi kepala
Keluhan Utama:
Keluar air-air sejak 14 jam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak 14 jam SMRS pasien mengeluhkan keluar air-air yang
banyak dari kemaluan, berwarna bening, tidak berbau, membasahi
hampir 1 pembalut. Keluarnya air-air tersebut secara tiba-tiba,
pasien saat itu sedang dalam keadaan beristirahat, keluar air-air
hanya sekali saja, tidak ada yang mempengaruhinya baik
perubahan posisi ataupun yang lainnya, pasien saat itu tidak ada
mengeluhkan apapun.
Pasien mengaku hamil 9 bulan. Tanggal HPHT pasien lupa, tapi
pasien ingat bulan september sudah tidak haid lagi, biasanya
mengalami haid pada awal bulan. Pasien tidak ada mengeluhkan
mules-mules, tidak ada keluar lendir bercampur darah, pasien tidak
demam, tidak ada gigi berlubang, pasien pernah memiliki riwayat
keputihan, berwarna putih, tidak banyak, sedikit berbau, gatal dan
tidak pernah berobat. Gerakan janin dirasakan sejak 4 bulan
kehamilan sampai sekarang.
Pasien rutin kontrol kehamilan ke Puskesmas, pasien sudah pernah
USG 2 kali saat hamil 2 bulan dan 9 bulan, dikatakan janin dalam
keadaan baik. Pasien mengaku baru mengetahui dirinya sakit
jantung setelah melahirkan anak pertama, pernah dirawat di RS.
Dumai sebanyak 4 kali dan RS. Yarsi sebanyak 3 kali karena
jantungnya. Setelah itu berobat jalan dan minum obat jantung
selama 2 tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu:
6 bulan setelah melahirkan anak pertama pasien memiliki riwayat penyakit
jantung, dengan gejala sesak napas saat beraktivitas biasa, sesak miuncul
pada malam hari saat pasien tidur sehingga pasien terjaga dan
meninggikan kepala. Setelah kepala ditinggikan sesak sedikit berkurang,
pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua kaki. Kemudian pasien
berobat ke dokter jantung dan didiagnosis sebagai pembesaran jantung,
kemudian pasien diberi obat serta disuruh kontrol setiap bulannya, dokter
jantung juga menyarankan untuk tidak hamil lagi karena dapat
memperberat penyakit jantung nya jika pasien hamil. Namun pasien tetap
ingin punya anak, pada kehamilan kedua pasien tetap kontroil dan minum
obat penyakit jantungnya. Saat mau melahirkan dengan tindakan SC di
RSUD AA pasien di sarankan untuk steril oleh dokter dan dijelaskan
dengan tentang resiko jika pasien hamil lagi, tetapi pasien menolak untuk
steril. Setelah hamil kedua pasien masih rajin kontrol dan minum obat
jantung, namun pada hamil yang etiiga pasien sudah malas untuk minum
obat jantung, obat jantung diminum jika timbul gejala saja.
22/5/2014
07.00
WIB
S :Mules (-) sesak (-) keluar air-air (-)
O :
- KU : baik
- Kesadaran Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
Frek. Napas: 20x/menit
Suhu : 36,8C
- Status generalis : jantung BJ I murmur (+),BJ II normal gallop(-)
- Status obstetrik :
His (-)
DJJ (+) 142 dpm
TBJ=2790 gram
TFU diantara pusat dengan procesus xypoideus
Perdarahan aktif (-)
I= V/U tenang
USG : letak kepala, DJJ (+) air ketuban cukup
Plasenta di corpus grade III
Sesuai kehamilan 36-37 mgg
A : G3P2A0H2 gravid 36-37 minggu belum inpartu + BSC 1 kali + CHF
FCI + KPD 1 hari + Janin tunggal hidup intrauterine + letak memanjang
presentasi kepala
P :
- Hemodinamik ibu dan janin stabil :
07.45 wib
08.15 wib
- Observasi: KU, TTV, His, DJJ/jam
- Observasi tanda-tanda inpartu, fetal distress, tanda RUI
- Observasi IIU dan prolaps tali pusat
- Observasi perburukan sesak
- Lanjut pematangan paru hari ke II (2x6 mg IV)
- Cegah infeksi : ceftriaxon inj 2x1 gr IV
Hasil konsul jantung :
- Untuk pemberian metargin dan oxitocin tidak masalah untuk
jantung namun untuk menambahkan modalitas lain seperti gastrul
apabila bila ada rencana histerektomi dalam waktu dekat
kurangi beban jantung dengan tidak memberikan obat terlalu
banyak
- Untuk terapi cairan : lebih baik jangan, kecuali pasien sudah di
OK. Apabila akan tetap diberikan cairan control nadi untuk tidak
takikardi dan ronki
- Pemberian tranfusi darah PRC atauWB ACC
- Kalau bisa pasien periksa jantung lengkap echo dan x-ray
- BJ 1 murmur, BJ II dalam batas normal, gallop (-)- Suspek mitral regurgitasi modarate- ACC SC elektif dengan anestesi spinal- Perbaiki KU
- Diskusi dengan konsulen VK ibu dengan paritas 3 dan TP dengan
kontraksi uterus yang hilang timbul, dengan perdarahan ± 700 cc
dan masih merembes persiapkan histerektomi konsul dengan
konsulen OKO
- Lapor ke konsulen persiapkan tampon
- TD :120/80, N : 105x/menit, RR : 24x/menit, T : AF
- Kontraksi (+) baik perdarahan aktif (+)
- Konsulen visite advice kontraksi sudah mulai baik perdarahn aktif
08.20 wib
(-) lakukan observasi pasang tampon
23/2/2014
00.30 wib
S : pasien mules (+)
O :
- KU : baik
- Kesadaran Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 140/80 mmHg
N : 80 x/menit
Frek. Napas: 22x/menit
Suhu : AF
- Status generalis :konjungtiva anemis (+/+)
- Status obstetrik :
His (+) 3X 10 25”
DJJ (+) 147 dpm
VT porsio lunak,pembukaan 3 cm,ketuban (-), kepala HI inpartu
fase laten
A : G3P2A0H2 gravid 36-37 minggu belum inpartu + BSC 1 kali + CHF
FCI + KPD 1 hari + Janin tunggal hidup intrauterine + letak memanjang
presentasi kepala
P :
- SC cito atas indikasi inpartu dan CHF
23/5/2014
Jam 06.00
wib
S : Pasien keluar darah dari jalan lahir (+)
O :
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran Compos mentis.
07.15
- Tanda vital:
TD: 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
Frek. Napas: 22x/menit
Suhu : AF
- Status generalis :konjungtiva anemis (+/+), ikterik (-)
- Paru vesikuler, jantung BJ I murmur (+) BJ II normal
- Status obstetrik :
V/U :perdarahan aktif (+) stocell (+)
VT : teraba stocell (+) porsio lunak, pembukaan 2 cm, posterior
Total perdarahan = 450 cc
A : P3A0H3 post SCTPP a/i NYHA FC I, BSC 1x, post tubektomi
pumeroy bilateral, post HPP ec atonia uteri
P :
- Metargin + Synto dalam RL 500 cc
- Gastrul 3 pervaginam + 3 rectal
Diskusi dengan konsulen onset :setuju dengan pemberian gastrul dan fluid
challenge 300 cc
Kontraksi baik,perdarahan aktif (-)
Kontraksi hilang timbul dilakukan eksplorasi dan terdapat perdarahn
merembes + stocell 250 cc
Dilakukan massase,uterus kembali
Diskusi dengan konsulen onsite (tambahkan gastrul 2 tab sublingual, inj
metargin 1 amp bolus, diskusi dengan konsulen ruangan dan konsul
jantung mengenai terapi cairan.
Konsul jantung
-pasien apabila harus histerektomi, spjp acc untuk pemberian
metargin dan oksitocin tidak masalah untuk jantung, namun untuk
menambahkan modalitas lain seperti gastrul apabila akan rencana
07.45
08.15
histerektomi dalam waktu dekat kurangi beban jantung dengan tidak
memberikan obat terlalu banyak.
- untuk terapi cairan lebih baik jangan, kecuali pasien sudah di OK, apabila
tetap akan memeberikan cairan control nadi untuk tidak takikardi dan
ronki.
- pemberian tranfusi darah PRC/WB ACC
- kalau bisa pasien periksa jantung lengkap, echo, x-ray
Diskusi dengan konsulen
Ibu dengan paritas 3 dan TP dengan kontraksi uterus yang hilang timbul,
dengan perdarahn ±200cc dan masih merembes persiapkan histerektomi
Konsul dengan konsulen OKO
Lapor ke konsulen persiapkan tampon
TD : 120/80 N: 105 P: 24 S.AF
Kontraksi baik(+) perdarahan aktif (-)
konsulen visiter:advis kontraksi sudah mulai baik, perdarahn aktif(-)
lakukan observasi tampon
23/5/2014
Jam 09.00
wib
S : lemas(+), nyeri luka operasi
O :
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 120/80 mmHg
N : 99 x/menit
Frek. Napas: 22x/menit
Suhu : AF
- Status generalis :konjungtiva anemis (+/+), ikterik (-)
- Paru vesikuler, jantung BJ I murmur (+) BJ II normal
- Status obstetrik :
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik, perdarahan aktif (-)
DPL : HB 10,76 g/dl , HT 32,4 %, leukosit 21500
A : P3A0H3 post SCTPP a/i NYHA FC I, BSC 1x, post tubektomi
pumeroy bilateral, post HPP ec atonia uteri
P : - hemodinamik stabil : OBs KU,TTV,kontraksi,perdarahan/15 menit
- Mempertahankan kontraksi : IVFD RL 500 + 10 IU
oksitocin 30 tpm
Metargin 2X1 ampul
Synto dalam RL 500 cc
Gastrul 3 pervaginam + 3 rectal
- Atasi anemia : transfuse PRC 2 kolf
- Menegakkan diagnosis : USG
- Atasi infeksi : inj ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Konsul jantung
- Terpasang tampon vagina 1 buah buka pukul 12.00 wib
- Atasi nyeri :drip Tramadol/8 jam
Hasil USG post SC
- Uterus antefleksi membesar
- Ukuran diameter 10 cm korpus uterus …………46,5
anterior 3 jari tak ada massa menyatu cavum uteri
24/5/2014 S : lemas,nyeri luka operasi
O :
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 130/80 mmHg
N : 82 x/menit
Frek. Napas: 22x/menit
Suhu : AF
- Status generalis :konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-)
- Paru vesikuler, jantung BJ I murmur (+) BJ II normal
- Status obstetrik :
Bekas luka operasi kering,tidak ada nanah dan perdarahn aktif,
kontraksi baik
A : P3A0H3 post SCTPP a/i NYHA FC I pada bekas SC 1x, post
tubektomi pumeroy bilateral, post HPP ec atonia uteri, NH II
P : - hemodinamik ibu stabil : Obs KU,TTV,kontraksi,perdarahan/15 meni
- Atasi nyeri : paracemol 3x500mg
- Mencegah infeksi : inj ceftriaxon
- Mempercepat masa penyembuhan : VIT C
- Mobilisasi bertahap
- Motivasi ASI
25-5-2014 S : Nyeri bekas luka operasi (+) lemas (+)
O : KU: baik, kesadaran : CM
TD : 130/80 mmhg HR : 96 x/ menit RR : 18 x/ menit T : 36,6 C
Status Generalis : - konjungtiva anemis (-/-)- sclera ikterik (-/-)- Paru : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronki (-/-)- Abdomen : Status lokalis
Status lokalis : luka tertutup verban, pus (-), rembesan darah (-)Status Obstetri :
- TFU 2 jari dibawah pusat- Kontraksi baik, perdarahan aktif (-)
A : P3A0H3 post SCTPP a/I NYHA kls I, BSC 1 x post tubektomy pumoray bilateral, HPP ec atonia uteri NH III
P : - hemodinamik ibu stabil : Obs KU,TTV,kontraksi,perdarahan,diuresis
- Atasi nyeri : paracemol 3x500mg
- Mencegah infeksi : cefadroxil 2X500 mg
- Mobilisasi bertahap
- Motivasi ASI
- Roboransia 1X1
26-5-2014 S : Nyeri bekas luka operasi (+), nyeri kepala (-) mual muntah (-)
O : KU: baik, kesadaran : CM
TD : 130/80 mmhg HR : 86 x/ menit RR : 24 x/ menit T : Afebris
Status Generalis : - konjungtiva anemis (-/-)- sclera ikterik (-/-)- Paru : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronki (-/-)- Jantung : BJ I-II,murmur (+), gallop (-)
Status lokalis : tampak bekas operasi berbalut perban, tidak ada rembesan darah
Status Obstetri : v/u tenang, perdarahan pervaginam (-) kontraksi baik
A : P3A0H3 post SCTPP a/I NYHA kls I, BSC 1 x post tubektomy pumoray bilateral, HPP ec atonia uteri NH III
P : - hemodinamik ibu stabil : Obs KU,TTV,kontraksi,perdarahan,diuresis
- Atasi nyeri : paracemol 500mg 3X1
- Mencegah infeksi : cefadroxil 500 mg 3X1
- Mobilisasi bertahap
- Motivasi ASI
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PERUBAHAN FISIOLOGIS HEMODINAMIK SELAMA
KEHAMILAN
Kehamilan menginduksi perubahan fisiologis pada sistem kardiovaskuler
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik dari ibu dan bayi. Hal ini
termasuk dalam peningkatan jumlah total darah dalam tubuh, curah jantung dan
penurunan tekanan resistensi perifer serta tekanan darah. Perubahan ini
mengakibatkan peningkatan beban hemodinamik pada jantung ibu dan dapat
menyebabkan gejala dan tanda-tanda mirip penyakit jantung. Adaptasi
kardiovaskular ini sangat penting untuk diketahui, yang mana pada wanita dengan
penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya mungkin akan menunjukkan
pemburukan klinis selama masa kehamilan.1,2
Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut jantung.
Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Volume plasma mencapai puncaknya sekitar 40% dari Volume plasma
awal pada masa gestasi 24 minggu. Peningkatan curah jantung sekitar 30-50 %
normal pada masa kehamilan. Peningkatan volume plasma ini tidak proporsional
dengan penambahan massa sel darah merah dimana volume plasma meningkat 30-
50% relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah merah yang hanya terjadi
20-30%. Hal ini akan menyebabkan terjadinya hemodilusi dan menurunnya
konsentrasi hemoglobin, sehingga mengakibatkan anemia fisiologis dalam
kehamilan dan menambah beban jantung.1,2,3
Pada awal kehamilan peningkatan curah jantung diakibatkan karena
peningkatan volume sekuncup, tetapi setelah masa gestasi 32 minggu, stroke
volume menurun akibat pembesaran uterus yang menekan vena kava inferior.
Penekanan vena kava inferior ini mengakibatkan penurunan aliran darah balik
vena ke jantung sehingga mengurangi preload dan berdampak akan terjadinya
hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom hipotensi supine, karena alasan
inilah tidak dianjurkan ibu hamil dalam posisi terlentang pada akhir kehamilan.3,4
Jadi pada akhir kehamilan curah jantung sangat tergantung pada denyut
jantung karena pengurangan volume sekuncup. Denyut jantung mulai meningkat
saat usia kehamilan 20 minggu dan terus meningkat hingga usia kehamilan 32
minggu dan terus bertahan tinggi hingga 2-5 hari setelah persalinan. Takikardia
akan mengurangi pengisian ventrikel kiri, mengurangi perfusi pembuluh darah
koroner pada saat diastol dan secara simultan kemudian meningkatkan kebutuhan
oksigen pada miokardium. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya iskemia miokard. Jadi wanita dengan penyakit
jantung koroner, gejalanya akan bertambah berat selama kehamilan.1,3
Resistensi vaskuler menurun pada trimester pertama dan awal trimester
kedua (sebagai akibat dari estrogen, progesteron, prostasiklin, atrial natriuretic
peptides, dan endothelial nitric oxide) sehingga tekanan darah sistemik biasanya
menurun pada awal kehamilan dan tekanan darah diastolik biasanya 10 mmHg di
bawah garis normal pada trimester kedua, tetapi kembali naik ke batas normal
secara perlahan pada trimester ketiga. Jadi tiga perubahan hemodinamik utama
yang terjadi dalam masa kehamilan adalah : peningkatan curah jantung,
peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi perifer.1,2,3
Selama persalinan, terjadi peningkatan curah jantung ( 15 % selama kala I
dan 50% selama kala II ) yang diakibatkan rasa takut, cemas, nyeri selama
persalinan dan kontraksi uterus. Kontraksi uterus akan mengembalikan darah 300
– 500 ml dari uterus ke sirkulasi sistemik. Respon simpatis dari rasa takut, cemas
dan nyeri akan menaikkan denyut jantung dan tekanan darah yang akan
meningkatkan curah jantung. Curah jantung lebih banyak meningkat selama
kontraksi dibandingkan dengan di antara kontraksi.2,5
Segera setelah persalinan darah dari uterus akan kembali ke sirkulasi
sistemik akibat hilangnya kompresi vena kava inferior dan kontraksi uterus yang
mengembalikan darah ke sirkulasi sistemik. Pada kehamilan normal, mekanisme
kompensasi ini akan melindungi ibu dari efek hemodinamik yang terjadi akibat
perdarahan post partum, namun bila ada kelainan jantung maka sentralisasi darah
yang akut ini akan meningkatkan tekanan pulmoner dan terjadi kongesti paru.
Dalam dua minggu pertama post partum terjadi mobilisasi cairan ekstra vaskuler
dan diuresis. Pada wanita dengan stenosis katup mitral dan kardiomiopati sering
terjadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi cairan post partum. Curah
jantung biasanya akan kembali normal setelah 2 minggu post partum.3,5
3.2 KELAINAN JANTUNG BERISIKO RENDAH TERHADAP IBU
HAMIL
3.2.1 Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung kongenital yang
paling sering ditemukan dalam kehamilan dan umumnya asimptomatik. Pada
pemeriksaan tampak tanda yang khas berupa dorongan ventrikel kanan dan bising
sistolik yang keras pada tepi sternum kiri, dan bunyi jantung kedua yang terpisah.
Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi ventrikel kanan dan
right bundle branch block dengan aksis jantung normal. Pada pemeriksaan foto
toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran ruang jantung
kanan.3,6,7
Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh penderita ASD
kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada trimester kedua. Ada
beberapa laporan mengenai terjadinya kegagalan jantung kongestif dan aritmia
pada pasien-pasien ini. Kegagalan jantung kongestif merupakan indikasi untuk
melakukan operasi untuk mengoreksi defek. Sebagian kecil penderita ASD
kemudian mengalami hipertensi pulmonal dan sindroma Eisenmenger ( shunt
balik dari kanan ke kiri karena tekanan arteri pulmonalis suprasistemik). Keadaan
ini dapat membahayakan jiwa penderita sehingga perlu penanganan yang hati-hati
dan serius.6
3.2.2 Ventricular Septal Defect (VSD)
Pasien penderita VSD yang mencapai usia reproduksi umumnya
mempunyai defek yang kecil sebab defek yang besar memerlukan koreksi pada
masa kanak-kanak. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan getaran dan bising
pada tepi sternum kiri, bunyi jantung pertama yang keras dan bunyi gemuruh
diastol. Pada defek yang kecil pemeriksaan EKG umumnya nampak normal
namun dapat pula tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan kanan. Pada foto
toraks pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri.1,6
Umumnya kehamilan dapat ditolerir oleh penderita VSD karena kehamilan
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler yang mengurangi terjadinya shunt
kiri – kanan. Morbiditas dan mortalitas meningkat bila terjadi hipertensi pulmoner
dan sindroma Eisenmenger. Pada masa postpartum penderita VSD dengan
hipertensi pulmonal berisiko untuk mengalami kegagalan jantung ketika terjadi
penurunan tekanan darah dan volume darah yang sesaat sehingga menyebabkan
shunt terbalik.7
3.2.3 Patent Ductus Arteriosus
Dengan makin majunya teknik operasi jantung anak maka kasus ini sudah
jarang ditemukan pada orang dewasa. Kebanyakan penderita asimptomatik
kecuali bila terjadi komplikasi hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan fisik
terdengar bising pada interkosta II. Hipertrofi ventrikel kanan dan kiri dapat
terlihat pada pemeriksaan EKG, dan pada pemeriksaan foto toraks tampak
hipervaskularisasi paru serta pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri. Seperti
pada kelainan shunt yang lain maka pemeriksaan doppler dan ekokardiografi
kontras bermanfaat untuk menentukan dimensi ruang dan mendeteksi shunt.6,7
Umumnya penderita dapat mentolerir perubahan pada kehamilan. Namun
seperti lesi shunt kiri-kanan yang lain harus dilakukan penanganan yang baik
untuk mencegah shunt balik yang terjadi karena hipotensi dan kehilangan darah
postpartum. Morbiditas dan mortalitas akan meningkat bila terjadi hipertensi
pulmonal. 6,7
3.2.4 Regurgitasi Mitral
Regurgitasi mitral mempunyai banyak penyebab, namun pada wanita muda
penyebab tersering adalah rematik (selalu berhubungan dengan stenosis mitral).
Tanda yang khas pada pemeriksaan fisik adalah bising holosistolik pada apeks
jantung yang menjalar ke aksila dan pada pemeriksaan EKG tampak tanda
pembesaran atrium kiri. Fibrilasi atrium jarang ditemukan kecuali bila atrium kiri
sangat membesar.6
Umumnya kehamilan dapat ditolerir dengan baik sebab pada kehamilan
normal terjadi penurunan resistensi vaskuler yang tidak membebani ventrikel. Bila
terjadi regurgitasi mitral yang berat akibat kongesti paru maka harus diberikan
diuresis dan digoxin profilaksis.6
3.2.5 Insufisiensi Aorta
Seperti pada regurgitasi mitral, insufisiensi aorta jarang ditemukan pada
wanita usia reproduksi dan biasanya disebabkan oleh rematik, hampir selalu
berhubungan dengan penyakit katup mitral. Penyebab insufisiensi yang jarang
adalah sindroma Marfan dan pada pasien yang hamil perlu dilakukan evaluasi
untuk menentukan apakah insufisiensi aorta yang tejadi disebabkan oleh sindroma
Marfan.6
Tanda khas pada pemeriksaan fisik adalah bising diastolik pada tepi atas
sternum yang paling kuat terdengar pada posisi duduk dan saat akhir ekspirasi.
Pada insufisiensi yang lama akan tampak gambaran pembesaran ventrikel kiri
pada pemeriksaan EKG dan foto toraks. Penanganannya sama dengan regurgitasi
mitral.3,6
3.2.6 Lesi Katup Trikuspidal Dan Pulmonal.
Regurgitasi trikuspidal merupakan hal yang sangat umum ditemukan pada
kehamilan normal dan jarang menimbulkan dampak klinis kecuali bila regurgitasi
trikuspidal yang berhubungan dengan anomali Ebstein yang akan meningkatkan
morbiditas dalam kehamilan. Stenosis trikuspidal dan insufisiensi pulmonal jarang
ditemukan dalam kehamilan dan hanya ada beberapa laporan saja mengenai kasus
ini.6
Stenosis pulmonal merupakan gambaran kelainan jantung kongenital yang
berdiri sendiri atau merupakan bagian dari tetralogi Fallot. Pada pemeriksaan fisik
gelombang “A” yang menonjol pada tekanan vena jugularis. Bising kresendo dan
dekresendo biasa terdengar sepanjang daerah parasternal kiri atas. Gambaran
EKG terlihat normal kecuali bila stenosis yang berat sehingga terjadi hipertrofi
ventrikel kanan dan deviasi aksis kanan. Pada pemeriksaan foto toraks tampak
pembesaran ventrikel kanan dan tonjolan arteri pulmonalis. 6,7
Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis pulmonal yang
tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon valvuloplasty perkutaneus
merupakan pengobatan terpilih namun bila terjadi kegagalan jantung
yangrefrakter selama kehamilan maka operasi merupakan tindakan yang lebih
baik sebab pemasangan balon memberikan efek radiasi pada janin.6
3.3 KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO SEDANG TERHADAP
IBU HAMIL
3.3.1 Stenosis Mitral
Stenosis katup mitral hampir selalu berhubungan dengan penyakit jantung
reumatik. Disfungsi katup akan terjadi seumur hidup. Kerusakan katup ini dipicu
oleh episode demam rheuma yang berulang. Demam rheumatik sendiri merupakan
respon imunologik terhadap infeksi streptococcus hemolitik grup-A. Insiden
penyakit ini dalam populasi dipengaruhi oleh kondisi kemiskinan. 3
Pasien dengan stenosis mitral asimptomatik mempunyai umur harapan
hidup 10 tahun sekitar 80%, namun bila kemudian menjadi simtomatik akan
berkurang menjadi 15%. Bila ada hipertensi pulmonal maka rata-rata harapan
hidup kurang dari 3 tahun. Kematian terjadi karena edem paru yang progresif,
kegagalan jantung kanan, emboli sistemik atau emboli paru. 3,6
Stenosis katup mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel
kiri pada saat diastol. Luas permukaan katup mitral yang normal sekitrar 4 – 5
cm2. Gejala pada saat aktifitas akan nampak bila luas permukaan ini < 2,5 cm2.
Gejala pada saat istirahat dipastikan akan timbul bila luas permukaan < 1,5 cm2.
Curah jantung terbatas karena aliran darah yang relatif pasif selama diastol ;
peningkatan arus balik dari vena akan menyebabkan kongesti paru. Takikardia
relatif dalam masa kehamilan mengurangi pengisian ventrikel kiri dan selanjutnya
mempengaruhi curah jantung dan meningkatkan kongesti paru. 3
Kelelahan dan sesak pada saat aktifitas merupakan gejala khas untuk
stenosis mitral namun juga sering ditemukan pada kehamilan normal. Gejala lain
berupa bising diastolik dan distensi vena jugularis sering luput dari perhatian.
Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk menyingkirkan adanya stenosis
mitral khususnya pada pasien dari kelompok yang berisiko. Diagnosis
ekokardiografi stenosis mitral didasarkan pada gambaran khas stenosis berupa
katup yang mengalami kalsifikasi. Bila luas penampang katup kurang atau sama
dengan 1,0 cm2 biasanya diperlukan penanganan farmakologi dalam kehamilan
dan pemantauan hemodinamik yang invasif pada saat persalinan. Hipertensi
pulmonal yang merupakan komplikasi yang memperburuk stenosis mitral dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan ekokardiografi. 3,6
Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral bertujuan untuk
mencapai keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan curah jantung dan
keterbatasan aliran darah yang melewati katup stenosis. Kebanyakan ibu hamil
memerlukan diuresis berupa pemberian furosemid. Pemberian -blocker akan
menurunkan denyut jantung, meningkatkan aliran darah yang melewati katup dan
menghilangkan kongesti paru. 3,7
Wanita dengan riwayat penyakit katup rheuma yang berisiko untuk kontak
dengan populasi yang mempunyai prevalensi tinggi untuk infeksi streptococcus
harus mendapat profilaksis penicilllin G peros setiap hari atau benzathine
penicillin setiap bulan. Pasien yang mengalami fibrilasi atrium dan riwayat emboli
harus diterapi dengan antikoagulan. 3
Pada saat persalinan sering terjadi dekompensasi karena nyeri akan
menginduksi takikardia. Kontraksi uterus meningkatkan aliran balik vena dan
kemudian terjadi kongesti paru. Hemodinamik penderita dengan luas katup < 1
cm2 harus ditangani dengan bantuan kateter arteri pulmonalis. Denyut jantung
dipertahankan dengan mengontrol nyeri dan pemberian -blocker. Kala II
diperpendek dengan persalinan forcep atau vakum rendah. Seksio sesaria
dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Pemberian diuresis yang progresif akan
menurunkan kongesti paru dan desaturasi oksigen. 3,7
3.3.2 Stenosis Aorta
Stenosis aorta jarang ditemukan pada kehamilan karena kelainan ini sering
ditemukan pada populasi yang lebih tua, namun penderita stenosis aorta yang
mempuyai katup aorta bikuspidal dapat menjadi simptomatik pada usia 20- an dan
30-an. Stenosis aorta menandakan adanya obstruksi aliran darah yang keluar dari
ventrikel kiri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bising sistolik kresendo dan
dekresendo pada tepi atas sternum, pada tipe yang berat bunyi jantung kedua tidak
terdengar. Pada EKG tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan pada foto toraks
gambaran jantung membesar. 3,7
Pada kasus yang berat mortalitas ibu dilaporkan sekitar 17%, risiko untuk
mendapat bayi dengan kelainan jantung kongenital berkisar 17% - 26%, sehingga
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi terhadap janin pada
trimester kedua. Penanganan pada pasien terutama adalah tirah baring dan
mempertahankan volume darah yang adekuat. Pada saat persalinan dilakukan
pemantauan sentral dengan kateter Swan-Ganz dan cegah terjadinya hipotensi.
Anestesi spinal dan epidural harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien stenosis
berat karena bahaya hipotensi. Bila memungkinkan sebaiknya dilakukan koreksi
stenosis sebelum kehamilan, namun juga telah dilaporkan penggantian katup aorta
pada saat kehamilan yang memberikan hasil memuaskan. Valvuloplasty balon
pada katup aorta telah berhasil dilakukan pada saat kehamilan dengan luaran
maternal dan perinatal yang memuaskan.7
3.3.3 Sindroma Marfan
Merupakan kelainan autosom dominan dengan defek sintesis kolagen yang
mengenai mata, skelet, dan kardiovaskuler dengan derajat yang bervariasi. Gen
yang terkena berlokasi di kromosom 15. Manifestasi kardiovaskuler berupa
prolaps katup mitral dengan regurgitasi mitral, dilatasi aneurisma aorta yang
berhubungan dengan regurgitasi aorta. 7
Kehamilan akan meningkatkan risiko ruptur aorta pada penderita sindroma
Marfan. Morbiditas dan mortalitas tergantung pada apakah kelainan berupa
dilatasi pangkal aorta atau kelainan katup. Bila diameter pangkal aorta lebih dari
40 mm maka kematian dapat mencapai 50%, sebaliknya bila aorta tidak
membesar dan katup tidak terkena maka kehamilan dapat mencapai aterm dengan
morbiditas dan mortalitas maternal yang rendah. Penderita harus diberitahu
mengenai bahaya ini dan mendapat pengawasan ketat terhadap gejala dan tanda
diseks
i aorta. Pemeriksaan ekokardiogram serial dilakukan selama kehamilan
untuk menilai keadaan jantung khususnya pangkal aorta dan ada tidaknya
regurgitasi. Obat beta-blocker secara selektif dapat menurunkan risiko dilatasi
aorta yang progressif dengan menurunkan tekanan pulsatil pada dinding aorta. 7
3.4 KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO TINGGI TERHADAP
IBU HAMIL
3.4.1 Sindroma Eisenmenger
Pada sindroma ini terjadi hipertensi pulmonal yang mendekati tekanan
sistemik menyebabkan aliran balik dari shunt kiri – kanan menjadi shunt kanan –
kiri menyebabkan hipoksemia dan kematian. Pasien akan mengalami sianosis
perifer, kegagalan jantung kongestif dan hemoptisis. Kelainan kongenital yang
berupa shunt kiri – kanan seperti ASD, VSD atau PDA dengan hipertensi
pulmonal progresif dapat menyebabkan terjadinya sindroma Eisenmenger.6,7
Keadaan ini akan menyebabkan mortalitas ibu yang sangat tinggi (23 –
50%) yang dapat terjadi pada masa kehamilan atau periode postpartum. Penderita
harus diberitahu mengenai risiko ini dan ditawari untuk memilih terminasi
kehamilan atau melanjutkan kehamilannya. Bila penderita memilih untuk
melanjutkan kehamilan maka penanganannya meliputi tirah baring secara ketat,
pemberian oksigen kontinu, digoksin, pemantauan hemodinamik infasif pada
periode peripartum, percepat kala II dengan persalinan forsep rendah. Penderita
harus dirawat di rumah sakit. PaO2 ibu dipertahankan di atas 70% untuk
menjamin oksigenasi janin yang adekuat. 6,7
Berhubung karena tingginya kejadian pertumbuhan janin terhambat dan
kematian janin maka direkomendasikan untuk melakukan pemantauan janin
secara ketat dengan pemeriksaan USG serial dan NST dan atau pemeriksaan profil
biofisik. Periode peripartum merupakan periode yang genting berhubung karena
terjadi perubahan volume darah yang cepat dan kemungkinan perdarahan.
Penderita harus diawasi di rumah sakit selama seminggu sesudah persalinan sebab
risiko kematian ibu meningkat pada periode ini. 6
3.4.2 Hipertensi Pulmonal Primer
Hipertensi pulmonal primer merupakan keadaan dimana terjadi penebalan
abnormal dan konstriksi tunika media arteri pulmonalis yang menyebabkan
fibrosis tunika intima dan pembentukan trombus. Penyebabnya tidak diketahui,
ditemukan pada wanita muda dan menyebabkan peningkatan tekanan arteri
pulmonalis yang progresif. Gejalanya berupa sesak, fatique, palpitasi dan
kadangkala sinkop.6
Pada pemeriksaan fisik tampak penonjolan gelombang “A” pada vena
jugularis, desakan ventrikel kanan dan biasanya bunyi jantung kedua yang dapat
dipalpasi. Pada tahap akhir akan tampak tanda-tanda kegagalan jantung kanan
berupa peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edem. Pada
pemeriksaan EKG dan foto toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan deviasi
aksis jantung ke kanan. 6
Angka kematian maternal pada keadaan ini dapat melebihi 40%, bahkan
kematian tetap tinggi pada pasien yang asimptomatik atau dengan gejala yang
ringan pada saat sebelum hamil. Angka kematian janin dan neonatal pada kasus
ini juga tinggi. Penderita sering datang pada trimester kedua saat perubahan
hemodinamik yang maksimal dan sering dengan gejala kegagalan jantung kanan.
Berhubung karena tingginya angka kematian maternal maka penderita dianjurkan
untuk tidak hamil, dan bila hamil ditawarkan untuk menjalani terminasi
kehamilan pada trimester pertama. Namun bila penderita memilih untuk tetap
melanjutkan kehamilannya maka harus dilakukan tirah baring, rawat inap pada
trimester ketiga, pengobatan dini terhadap gejala kegagalan jantung kongestif
dengan digoksin dan diuretik dan lakukan pemantauan hemodinamik invasif
selama persalinan. Pemberian antikoagulan dapat memperbaiki prognosis
penyakit ini. Nifedipin dosis tinggi peros dan pemberian adenosin intravena
bermanfaat untuk menurunkan resistensi pembuluh darah pulmoner. 3,6
3.4.3 Kardiomiopati Peripartum
Kardiomiopati peripartum menyebabkan kegagalan jantung pada bulan
terakhir kehamilan atau pada 6 bulan pertama postpartum tanpa penyebab yang
jelas. Di Amerika Serikat insidennya bervariasi dari 1 per 4000 kelahiran sampai
1 per 1500 kelahiran. Puncaknya terjadi pada bulan kedua postpartum, meningkat
pada ibu yang berusia tua, multipara dan kulit hitam. Angka kematian ibu
bervariasi dari 25% – 50%.3,6
Walaupun penyebabnya belum diketahui namun diduga karena hipertensi,
infeksi virus, reaksi imunologik dan defisiensi vitamin. Di Nigeria dilaporkan
insiden yang lebih tinggi karena ibu postpartum mengkonsumsi garam dalam
jumlah yang besar.6
Gejala klinis yang timbul berupa orthopnea, dyspnea, kelemahan, palpitasi,
edem perifer dan kadang hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali, irama gallop, distensi vena-vena di daerah leher. Pemeriksaan EKG
tampak gambaran segmen ST yang abnormal dan perubahan gelombang T.
Kardiomegali dan kongesti vena pulmonal merupakan tanda khas pada
pemeriksaan foto toraks. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk
menyingkirkan adanya kelainan katup. 3,6
Pengobatan berupa tirah baring, hindari aktifitas fisik, pengobatan
kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik. Berhubung karena
meningkatnya risiko tromboembolik pada pasien ini maka perlu dipertimbangkan
pemberian heparin. 6
Prognosis tergantung pada perjalanan penyakit saat postpartum. Bila
kardiomegali menetap maka prognosisnya jelek, sebaliknya bila ukuran jantung
kembali normal dalam 6-12 bulan menandakan prognsosis yang lebih baik.
Penderita yang refrakter dianjurkan untuk menjalani transplantasi jantung dan
sudah ada laporan mengenai keberhasilan persalinan sesudah transplantasi.6
3.5 DIAGNOSIS
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis sebelum
kehamilan, misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi karena kelainan
jantung kongenital maka akan mudah untuk mendapat informasi yang rinci.
Sebaliknya penyakit jantung pertama kali didiagnosis saat kehamilan bila ada
gejala yang dipicu oleh peningkatan kebutuhan jantung.5
Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan nyeri
dada. Berhubung karena gejala ini juga dapat normal ditemukan selama kehamilan
maka perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk menentukan apakah gejala
ini merupakan penyakit jantung ataupun bukan. Oleh karena itu perlu diperhatikan
pendekatan diagnosis kardiologis yang lengkap, mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, EKG, ekokardiografi sampai kateterisasi, termasuk klasifikasi
fungsional dan etiologi maupun kelainan anatomik.1,2
3.5.1 Anamnesis
Kebanyakan pasien mengakui toleransi melakukan aktivitas sangat
berkurang dan merasa mudah kelelahan. Kondisi ini berhubungan erat dengan
peningkatan berat badan yang diperoleh selama masa kehamilan dan akibatanemia
fisiologis pada kehamilan. Episode pingsan atau sakit kepala ringan terjadi
sebagai akibat dari kompresi mekanik dari rahim yang hamil pada vena cava
inferior, sehingga menyebabkan aliran balik vena ke jantung tidak adekuat,
terutama pada trimester ketiga. Gejala lain yang sering dikeluhkan termasuk
hiperventilasi dan ortopnea yang disebabkan oleh tekanan mekanik dari rahim
yang membesar pada diafragma. Palpitasi juga umum dijumpai dan hal ini diduga
berhubungan dengan sirkulasi yang hiperdinamik selama kehamilan.2
Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, sangat penting untuk
menanyakan tentang kapasitas fungsional, prevalensi gejala terkait lainnya,
regimen terapi yang diperoleh, tes diagnostik sebelumnya (misalnya,
ekokardiogram, tes olahraga, dan kateterisasi jantung), dan riwayat operasi
paliatif. Pada pasien tanpa penyakit jantung penting untuk menanyakan tentang
riwayat penyakit jantung rematik, episode sianosis pada saat lahir atau anak usia
dini, adanya gangguan reumatologik (misalnya lupus eritematosus sistemik),
episode aritmia, terjadinya sinkop eksersional atau nyeri dada, dan edema tungkai
yang sering terjadi. Selain itu, pertanyaan mengenai ada tidaknya riwayat keluarga
dengan penyakit jantung bawaan, penyakit arteri koroner prematur, atau kematian
mendadak pada anggota keluarga.2
Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan klasifikasi yang
ditetapkan oleh New York Heart Association pada tahun 1979, sebagai berikut7 :
Klas / derajat I : Aktivitas biasa tidak terganggu.
Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun tidak ada gejala saat
istirahat.
Klas / derajat III : Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak atau
nyeri, palpitasi pada aktifitas yang ringan.
Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu istirahat, dan terdapat gejala
gagal jantung.
3.5.2 Pemeriksaan Fisik
Hiperventilasi dapat ditemukan pada kehamilan normal, sehingga penting
untuk membedakan hiperventilasi dari dyspnea, yang umum ditemukan pada
gagal jantung kongestif.2
Impuls ventrikel kiri mudah teraba. Pulsasi perifer sering kolaps dan dapat
membingungkan dengan temuan klinis pada regurgitasi aorta.. Sejumlah besar
wanita hamil mengalami edema kaki. Hal ini terjadi sebagai akibat dari penurunan
tekanan onkotik koloid plasma dengan peningkatan seiring dengan tekanan vena
femoralis sebagai akibat dari aliran balik vena yang tidak adekuat.2
Pemeriksaan fisik harus fokus pada wajah, kelainan jari, atau skeletal yang
menunjukkan adanya anomali kongenital. Adanya clubbing, sianosis, atau pucat,
harus diamati dengan seksama. Pemeriksaan dada dapat mengesampingkan
deformitas pectus excavatum, tonjolan prekordial, atau adanya pulsasi ventrikel
kanan atau kiri. Bunyi jantung pertama biasanya terpisah (yang dapat
disalahartikan sebagai bunyi jantung keempat). Bunyi jantung pertama yang keras
dapat menunjukkan mitral stenosis, sedangkan bunyi jantung pertama intensitas
rendah menunjukkan blok jantung tingkat pertama. Bunyi jantung kedua terpisah
dapat diartikan sebagai defek septum atrium, sedangkan suara paradoksikal yang
terpisah dapat ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri yang berat atau blok
cabang berkas kiri. Bunyi jantung ketiga adalah normal pada kehamilan. Bunyi
jantung IV, ejection click, opening snap, atau mid sistolik hingga late sistolik
mengindikasikan penyakit jantung. Murmur sistolik dapat terdengar pada wanita
hamil dan merupakan hasil dari sirkulasi hiperkinetik selama masa kehamilan.
Murmur yang terdengar yaitu murmur midsistolik dan didengar terbaik pada linea
sternum kiri bawah dan di atas area pulmonal memerlukan penyelidikan lebih
lanjut oleh echocardiography dan USG doppler.2
3.5.3 Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab pertanyaan
yang sangat spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari variasi
gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasanya. Depresi segmen ST inferior sering
didapati pada wanita hamil normal. Pergeseran aksis QRS ke kiri, sering dijumpai,
tetapi deviasi aksis ke kiri yang nyata (-30o) menyatakan adanya kelainan
jantung.9
3.5.6 Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi termasuk dopler sangat aman dan tanpa risiko
terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan transesofageal ekokardiografi pada
wanitahamil tidak dianjurkan karena risiko anestesi selama prosedur pemeriksaan
radiografi. Semua pemeriksaan radiografi harus dihindari terutama pada awal
kehamilan. Pemeriksaan radiografi mempunyai risiko terhadap organogenesis
abnormal pada janin, atau malignancy pada masa kanak-kanak terutama leukemia.
Jika pemeriksaan sangat diperlukan, sebaiknya dilakukan pada kehamilan lanjut,
dengan dosis radiasi seminimal mungkin, dan perlindungan terhadap janin
seoptimal mungkin.9
3.6 PENATALAKSANAAN
3.6.1 Antepartum
Wanita dengan penyakit jantung sebelum memutuskan untuk hamil,
sebaiknya terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dokter. Mortalitas maternal
umumnya bervariasi sesuai dengan status fungsional jantung selama onset
kehamilan, namun dapat bertambah tinggi seiring dengan bertambahya umur
kehamilan.7
Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentukan oleh kapasitas
fungsional jantung. Pada semua wanita hamil, tetapi khususnya pada penderita
penyakit jantung, pertambahan berat badan yang berlebihan, dan retensi cairan
yang abnormal harus dicegah.3
Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi secara samar
namun membahayakan. Pada kunjungan rutin harus dilakukan pemeriksaan
denyut jantung, pertambahan berat badan dan saturasi oksigen. Pertambahan berat
badan yang berlebihan menandakan perlunya penanganan yang agresif. Penurunan
saturasi oksigen biasanya akan mendahului gambaran radiologi (foto toraks) yang
abnormal.3
Evaluasi resiko kehamilan pada wanita dengan penyakit jantung
direkomendasikan menggunakan klasifikasi resiko modifikasi dari WHO ( World
Health Organization ). Klasifikasi resiko ini mencakup semua faktor resiko
kardiovaskular maternal termasuk penyakit jantung sebelumnya dan komorbiditas
lainnya.1
Pada wanita dengan resiko WHO kelas I, Resiko mortalitas maternal sangat
rendah, wanita dengan resiko WHO kelas II mempunyai resiko mortalitas
maternal yang rendah sampai sedang, dan direkomendasikan follow up
kehamilannya tiap trisemester. Pada wanita dengan resiko WHO kelas III, ada
resiko tinggi akan komplikasi pada maternal, dan sangat direkomendasikan
membutuhkan advis dari dokter spesialis jantung dan kandungan, sedangkan pada
wanita dengan resiko WHO kelas IV, kehamilan dikontraindikasikan, tetapi bila
wanita tersebut hamil dan tidak mau melakukan terminasi, maka control tiap
bulan yang ketat harus dilakukan.1
Beberapa kelainan jantung dengan risiko kematian ibu yang tinggi antara
lain : sindroma Eisenmenger, hipertensi pulmonal dengan disfungsi ventrikel
kanan dan sindroma Marfan dengan dilatasi aorta yang signifikan.3American
College of Obstetricians and Gynecologists (1992) menekankan empat konsep
yang mempengaruhi penanganan wanita dengan penyakit jantung, yaitu :6
1. Peningkatan curah jantung dan volume plasma sebesar 50% terjadi pada
awal trimester ketiga.
2. Fluktuasi volume plasma dan curah jantung terjadi pada masa peripartum.
3. Penurunan tahanan vaskuler sistemik mencapai titik terendah pada
trimester kedua dan meningkat lagi sampai 20% di bawah normal pada
akhir kehamilan.
4. Hiperkoagubilitas. Perhatian khusus diberikan pada wanita yang
membutuhkan antikoagulan derivat koumarin sebelum kehamilan.
Penanganan antepartum termasuk kunjungan ke klinik jantung-kebidanan,
istirahat yang cukup, diet tinggi protein, rendah garam dan pembatasan cairan
pada trimester II dan III, perbaikan keadaan umum ( roboransia dan anti anemia ),
pencegahan infeksi, evaluasi pemberian digitalis, evaluasi terminasi kehamilan
dan pembedahan jantung. Pasien diharuskan segera melapor ke dokter bila
ditemukan gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, khususnya bila ada
demam.3,8
3.6.1.1 Antenatal Care (ANC)
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya
kesehatan reproduksi secara wajar Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah
kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa
dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pelayanan
antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara
memadai.11
Tujuan Asuhan Antenatal yaitu :
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi;
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu
dan bayi,
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan dan pembedahan,
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin,
e. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal
Keuntungan Antenatal Care
Dapat mengetahui berbagai resiko dan komplikasi hamil sehingga ibu
hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan kerumah sakit.
Tabel 3.1 Pelaksanaan antenatal care pada penyakit jantungKelas penyakit
jantungKeterangan
Kelas I-II Frekuensi ANC trimester I-II setiap dua minggu Pada trimester III:
- setiap minggu- konsultasi dokter anak/kardiolog
nasehat diet :
- kurangi garam- banyak minum untuk memperlancar dieresis
pengawasan ketat terhadap:- nadi agar tidak melebihi 90x/menit- tensi harus normal- pernapasan jangan melebihi 20-28x/menit- temperature untuk menetapkan kemungkinan
infeksi berikan nasehat bila timbul keluhan agar segera datang
kembali setiap bulan, konsultasi rutin pada kardiolog atau bila
dipandang perluKelas III setiap minggu sejak trimester II
perhatikan keluhan dan gejala dekompensatio kordis konsultasi dengan kardiolog/dokter anak sesuai dengan
indikasi atau dilakukan secara rutin sekitar 14 hari menjelang persalinan harus masuk
rumah sakit untuk persiapan definitifKelas IV sebagian besar waktunya di rumah sakit, dengan
perawatan bersama dokter anak, kardiolog persiapan untuk menghadapi persalinan sehingga
terhindar dari dekompensatio kordis
Tabel 3.2 Kriteria Penyakit Jantung
Tabel 3.3 Profilaksis antibiotik yang direkomendasikan
Untuk persalinan dan kelahiran Ampisilin 2 gram IM atau IV, gentamisin 1.5mg/kgBB IM atau IV pada persalinan aktif, dosis tunggal lanjutan diberikan 8 jam kemudian dari post partum
Regimen oral untuk prosedur minor atau pada pasien beresiko rendah
Amoksisilin 3 gram per oral 1 jam sebelum prosedur dilakukan dan 1.5 gram 6 jam kemudian
Pasien dengan alergi penisilin Vankomisin 1 gram IV secara perlahan selama 1 jam, plus gentamisin 1.5mg/kgBB IM atau IV yang diberikan 1 jam sebelum prosedur dilakukan dapat diulang sekali lagi 8 jam kemudian
Tercapainya ibu dan bayi sehat juga didukung oleh:
- dokter anak:
1. mempersiapkan resusitasi bayi sehingga dapat langsung bernapas
dengan baik
2. menetapkan apakah bayi harus di NIUC
3. nasehat tentang pemberian ASI atau formula
- dokter jantung:
1. mengambil langkah untuk menghindari dekompensatio cordis
2. menyarankan apakah diperlukan persalinan buatan atau boleh spontan
3. memberikan pengobatan adekuat bila terjadi dekompensatio kordis
- dokter anestesi:
1. berusaha mengurangi rasa sakit
2. dapat mengendalikan kemungkinan terjadi dekompensatio cordis
3. anestesi lokal atau epidural
Ibu hamil dan penyakit jantung
Pemicu dekompensatio cordis:- Estrogen – retensio air
dan garam- Puncak akitivitas jantung:- Hemodilusi 32-34 minggu- Inpartu- post patum 12-24 jam
Kompensasi hamil:- Nadi naik 10-15x/menit- Isi sekuncup/curah
jantung naik- Pernapasan/ginjal
mengimbanginya
Ibu hamil + kelas I dan II- Setiap dua minggu
sampai trimester II- Trimester III-setiap
minggu- Konsultasi teratur/setiap
saat pada dokter ahli jantung
- Perhatikan saat puncak hemodilusi pada usia kehamilan 32-34 minggu
Perawatan post partum:- 14 hari di rumah sakit- Profilaksis antibiotic- Perdarahan hanya boleh diberikan oksitosin-masase-manual
Gambar 3.1 Skema penatalaksaan ibu hamil dengan penyakit jantung
3.6.2 Intrapartum
Persalinan untuk penderita kelainan jantung idealnya adalah singkat dan
bebas nyeri. Induksi persalinan dilakukan bila serviks sudah matang. Kadang kala
penderita penyakit jantung yang berat memerlukan pemantauan hemodinamik
yang invasif dengan pemasangan kateter arteri dan arteri pulmonalis.3,8
Selama persalinan penderita harus ditopang dengan bantal yang cukup untuk
membantu pernapasan, usahakan tersedianya oksigen yang dapat diberikan secara
Pengawasan antenatal
Ibu hamil + kelas III dan IV- ANC bersama dokter anak dan
jantung- Ibu hamil + jantung kelas III-
masuk rumah sakit 14 hari sebelum persalinan
- Ibu hamil + jantung kelas IV sebagian besar di rumah sakit
- Dianjurkan sterilisasi dengan teknik vasektomi tuba (Ma)
Persalinan ibu hamil + penyakit jantung Prinsipnya pervaginam
- Kala II dengan forceps atau vakum ekstraksi- Seksio sesaria atas indikasi obstetric
Penanganan kombinasi dokter anak, anestesi penyakit jantung dan dokter obstetric, dengan tujuan well born baby dan well health mother
intermitten atau terus menerus bila terdapat sesak napas atau sianosis. Kalau perlu
ahli jantung mendampingi proses partus. Sedasi dan analgesia yang cukup dengan
morfin sangat diperlukan. Metode persalinan bila sudah aterm dapat dipercepat
dengan pemecahan ketuban atau pada persalinan pervaginam dengan
mempercepat kala II, forsep atau episiotomi. Cara anastesi dapat dipilih antara
regional, spinal, kaudal, atau pudendal maupun umum.8
Pada kala II, mengedan dengan menafan nafas harus dilarang, karena
bertambahnya curah jantung selanjutnya harus dihindari. Pemakaian forsep sedini
mungkin sebaliknya sangat diperlukan. Pemakaian suntik ergometrin harus
dihindarkan karena bila diberikan secara IV akan menyebabkan kontraksi uterus
yang tonik dan meningkatkan aliran darah balik.8
Pada relaksasi uterus dan perdarahan yang besar lebih aman memberikan
oksitosin. Setelah kala III, harus diperhatikan tanda-tanda dekompensasi atau
edema paru karena saat inilah yang paling rawan pada proses persalinan. Tata
laksana gagal jantung akut berupa : posisi ½ duduk, anastesi kaudal terus
menerus, oksigen, digitalis (sebaiknya setelah ada indikasi tegas dari kardiologis),
lakukan observasi yang ketat ( perhatikan tekanan darah, nadi, pernapasan, balans
cairan, elektrolit, anemia dan sebagainya ).8
Standar penanganan penderita kelainan jantung dalam masa persalinan
adalah :1
1. Diagnosis yang akurat
2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri
3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinan
a. Hindari partus lama
b. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik
a. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukan
b. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah terkompensasi
c. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.
5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian analgesia
epidural dengan narkotik dan teknik dosis rendah lokal.
6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.
7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep rendah.
8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III dan
penggantian cairan yang dini dan sesuai.
9. Managemen cairan pada postpartum dini : sering diperlukan pemberian
diuresis yang agresif namun pelu hati-hati.
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean)
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean) ialah proses persalinan per vaginam
yang dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami seksio sesaria pada
kehamilan sebelumnya. Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Berdasarkan
rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 2004 untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya (VBAC).
Sistem skoring VBAC
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginam bekas
seksi sesar, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Flamm dan Geiger
menentukan panduan dalam penanganan persalinan bekas seksio sesar dalam
bentuk sistem skoring. Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem skoring
untuk pasien bekas seksio sesar (Weinstein D, 1996, Flamm BL, 1997). Adapun
skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk memprediksi
persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesar adalah seperti tertera pada tabel
dibawah ini:
Tabel 3.4 : Skor VBAC menurut Flamm dan Geiger
No Karakteristik Skor
1
2
3
4
5
Usia < 40 tahun
Riwayat persalinan pervaginal
- sebelum dan sesudah seksio sesarea
- persalinan pervaginal sesudah seksio sesarea
- persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea
- tidak ada
Alasan lain seksio sesarea terdahulu
Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di
Rumah Sakit dalam keadaan inpartu:
- 75 %
- 25 – 75 %
- < 25 %
Dilatasi serviks > 4 cm
2
4
2
1
0
1
2
1
0
1
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini:
Tabel 3.5 : Angka keberhasilan VBAC menurut Flamm dan Geiger
Skor Angka Keberhasilan (%)
0 – 2
3
4
5
6
7
8 – 10
42-49
59-60
64-67
77-79
88-89
93
95-99
Total 74-75
3.6.3 Puerperalis
Persalinan dan masa puerperium merupakan periode dengan risiko
maksimum untuk pasien dengan kelainan jantung. Selama periode ini, pasien
harus dipantau untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda gagal jantung,
hipotensi dan aritmia. Perdarahan postpartum, anemia, infeksi dan tromboemboli
merupakan komplikasi yang menjadi lebih serius bila ada kelainan jantung.2,3
Sangat penting untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan pada kala
III. Oksitosin sebaiknya diberikan secara infus kontinu untuk menghindari
penurunan tekanan darah yang mendadak. Alkaloid ergot seperti metil ergometrin
tidak boleh dipakai karena obat ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
vena sentral dan hipertensi sementara.1,2
Dalam masa post partum diperlukan pengawasan yang cermat terhadap
keseimbangan cairan. Dalam 24-72 jam terjadi perpindahan cairan ke sirkulasi
sentral dan dapat menyebabkan kegagalan jantung. Perhatian harus diberikan
kepada penderita yang tidak mengalami diuresis spontan. Pada keadaan ini, bila
ada penurunan saturasi oksigen yang dipantau dengan pulse oxymetri, biasanya
menandakan adanya edema paru.1,2
Penderita harus mendapat istirahat yang cukup dan diberikan pencegahan
dengan antibiotik terhadap kemungkinan infeksi, termasuk endokarditis. Penderita
dengan kelas fungsional NYHA I dan II diusahakan untuk mobilisasi dini,
pemberian obat-obat kardiovaskular dievaluasi lagi, selanjutnya ditentukan follow
up dan prognosis untuk kehamilan selanjutnya. Harus dicegah terjadinya
dekompensasi kordis, dan perhatikan pula cara perawatan bayi, termasuk rawat
rumah pada saat penderita dipulangkan.2
Pada post partum terjadi perubahan hemodinamik ibu hamil:
1. pirau retroplasenta berakhir sehingga darah akan kembali menuju sirkulasi
umum sebesar 500-600cc
2. terjadi retraksi otot jantung, sehingga tahanan perifer akan meningkat
3. terjadi perubahan retensio air dan garam kembali menuju sirkulasi umum
untuk dapat dikeluarkan melalui ginjal
4. terdapat kemungkinan perdarahan post partum
Pada jantung normal situasi demikian bukan merupakan tugas yang berat,
tetapi jantung dengan kelas penyakit II dan III, besar kemungkinan terjadi
dekompensatio kordis sehingga memerlukan penanganan adekuat dari ahli
penyakit jantung.11
Terdapat kemungkinan perdarahan post partum sehingga memerlukan uterotonika.
1. Untuk menimbulkan kontraksi otot uterus dapat diberikan oksitosin
bolus atau drip sehingga perdarahan post partum dapat dikendalikan
2. Jangan diberikan ergometrin-preparat ergot karena dapat
menimbulkan:
a. Vasokonstriksi pembuluh darah sehingga tahanan perifer
meningkat
b. Dapat terjadi vasokonstriksi pembuluh darah koroner sehingga
akan menambah beratnya dekompensatio kordis.
Pengawasan post partum dilakukan di rumah sakit selama 14 hari, sampai
dapat dijamin keadaan jantungnya stabil untuk aktivitas puerperiumnya. Setelah
post partum, hematokrit akan meningkat 2-3%. Komposisi darah menjadi normal
setelah 5-8 minggu karena diuresis akan mengkompensasi hemodilusi darah.
Prinsip perawatan post partum dengan mobilisasi dini tidak berlaku bagi
post partum dengan penyakit jantung. Kemampuan mobilisasi harus dilakukan
sesuai dengan:
1. Kelas penyakit jantungnya
2. Apakah terjadi dekompensatio kordis post partum
3. Apakah terjadi perdarahan post partum
Sesuai dengan petunjuk dari ahli penyakit jantung yang merawatnya
3.6.4 Penggunaan Obat Kardiovaskular
1. Diuretik
Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif yang
tidak dapat dikontrol dengan retriksi natrium dan merupakan obat lini terdepan
untuk pengobatan hipertensi. Tidak satu diuretik pun merupakan kontra indikasi
dan yang paling sering digunakan adalah golongan diuretik tiazid dan forosemid.
Diuretik tidak boleh digunakan untuk profilaksis terhadap toksemia atau
pengobatan terhadap edema pedis.9,10
Diuretik diberikan untuk mengurangi gejala-gejala dispnea nokturnal
paroksismal dan exertional dan edema perifer yang nyata dalam kehamilan.
Komplikasi ibu terhadap terapi diuretik mirip dengan pasien yang tidak hamil
seperti alkalosis metabolik, penurunan toleransi karbohidrat, hipokalemia,
hiponatremia, hiperurisemia, dan pankreatitis.10
2. Obat Inotropik
Digoksin bermanfaat untuk efek baik pada kontraktilitas ventrikel dan pada
kontrol di tingkat atrial fibrilasi. Indikasi penggunaan digitalis tidak berubah pada
kehamilan. Digoksin dan digitoksin dapat melalui plasenta, dan kadar serum pada
janin lebih kurang sama dengan ibu. Digoksin dengan dosis yang sama bila
diberikan pada ibu hamil, akan menghasilkan kadar serum yang lebih rendah bila
dibanding diberikan pada wanita yang tidak hamil. Jika efek yang diinginkan
tidak tercapai, maka perlu diukur kadarnya dalam serum. Digitalis dapat
memperpendek masa gestasi dan kelahiran, karena efeknya pada miometrium
sama dengan efek inotropiknya pada miokardium. Digoxin juga disekresi dalam
ASI.9,10
Bila inotropik intravena atau vasopressor diperlukan, obat-obat standar
seperti dopamin, dobutamin, atau norepinefrin dapat digunakan, tetapi efeknya
membahayakan janin karena akan menurunkan aliran darah ke uterus dan
mestimulasi kontraksi uterus. Efedrin adalah obat awal yang baik pada percobaan
binatang dan tidak mempengaruhi aliran darah ke uterus.9
3. Vasodilator
Bila diperlukan pada krisis hipertensi atau untuk mengurangi afterload dan
preload emergensi, nitropruside merupakan obat vasodilator pilihan. Rekomendasi
yang kontroversi telah dibuat karena obat ini sangat efektif, bekerja segera, dan
mudah ditoleransi. Juga efeknya segera menghilang bila penggunaan obat tersebut
segera dihentikan. Namun, nitroprusside natrium harus digunakan hanya ketika
semua intervensi lain telah gagal dan ketika itu sangat penting untuk kesejahteraan
ibu. Bahkan di bawah kondisi, dosis dan durasi terapi harus diminimalkan karena
metabolisme agen ini untuk tiosianat dan sianida, yang dapat mengakibatkan
keracunan sianida janin pada model binatang, akan tetapi tidak menjadi problem
yang signifikan pada manusia.9,10
Hidralazin, nitrogliserin, dan labetalol intravena adalah pilihan lain untuk
obat parenteral. Reduksi afterload kronik untuk pengobatan hipertensi, regurgitasi
aotral atau mitral, atau disfungsi ventrikel selama kehamilan telah didapat dengan
calcium chanel blocker, hidralazin, dan metildopa. Efek yang membahayakan
terhadap janin tidak dilaporkan. ACE inhibitor merupakan kontra indikasi pada
kehamilan karena obat ini menambah risiko untuk terjadinya kelainan pada
perkembangan ginjal janin. Hingga kini, tidak ada data yang melaporkan
mengenai penggunaan losartin, valsartin, dan penghambat angiotensi II.9
4. Obat Penghambat Reseptor Adrenergik
Dalam observasi terlihat bahwa penggunaan obat penghambat beta dapat
menurunkan darah ke umbilikus, memulai kelahiran prematur, dan mengakibatkan
plasenta yang kecil serta infark plasenta dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan bayi berat badan lahir rendah, sehingga penggunaannya
memerlukan perhatian. Sebagian besar penelitian tidak mendukung hal ini dan
obat penghambat beta telah banyak digunakan pada wanita hamil tanpa efek yang
merugikan. Sehingga penggunaannya untuk indikasi klinis sangat beralasan. 9
Beta blockers umumnya aman dan efektif selama kehamilan, walaupun
mungkin ada tingkat peningkatan pembatasan pertumbuhan janin ketika mereka
diberikan. Sesekali kasus apnea neonatus, hipotensi, bradikardia, danhipoglikemia
juga telah dilaporkan, terutama setelah penggunaan jangka panjang dari
propanolol. Beta blocker tidak berhubungan dengan peningkatan risiko kelainan
kongenital. Propranolol, labetalol, atenolol, nadolol, dan metoprolol diekskresikan
dalam ASI. Meskipun efek samping belum dilaporkan, adalah tepat untuk
memantau bayi yang baru lahir untuk gejala blokade beta ketika obat tersebut
pernah digunakan.10
5. Obat Anti Aritmia
Penghambatan nodus atrioventrikuler (AV node) kadang-kadang diperlukan
semasa kehamilan. Untuk itu dapat digunakan digoksin, penyekat beta, dan
penyekat kalsium. Laporan awal menyokong, penggunaan adenosin yang dapat
digunakan secara aman sebagai obat penyekat nodus. Obat ini umumnya lebih
disukai untuk menghindarkan penggunaan obat anti aritmia standar pada pasien
semasa kehamilan. Bila diperlukan untuk aritmia berulang atau untuk keselamatan
ibu, maka dapat digunakan. 9
Lidokain merupakan obat lini pertama yang diberikan. Depresi neonatus
transien telah terbukti terjadi bila kadar lidokain darah janin melebihi 2,5
mikrogram/liter. Untuk itu, direkomendasikan untuk memelihara kadar lidokain
darah pada ibu 4 mikrogram/liter, karena kadar pada janin 60% dari kadar pada
ibu. 9
Jika diperlukan obat anti aritmia oral, dapat dimulai dengan kuinidin karena
mempunyai availabilitas jangka panjang. Dan obat ini paling sering digunakan
karena tidak jelas efek yang membahayan pada bayi. Informasi awal mengenai
amiodaron mendukung kemungkinan meningkatnya angka kehilangan janin dan
deformitas janin. 9
6. Anti Koagulan
Fenomena tromboembolik tidak jarang merupakan komplikasi CHF. Lebih
lanjut, pasien hamil bahkan tanpa penyakit jantung akan mengalami peningkatan
risiko untuk terjadinya thromboemboli. Sebagai contoh, kejadian
tromboembolivena mungkin sebanyak5 kasus dalam 1.000 kelahiran dan
selanjutnya meningkat setelah melahirkan. 9,10
Bila diperlukan antikoagulan, sebagian penulis menganjurkan
menggunakan heparin untuk trimester pertama dan kemudian dilanjutkan dengan
pemberian warfarin pada lima bulan berikutnya, dan kembali lagi menggunakan
heparin sebelum melahirkan. Walaupun kehamilan yang sukses dapat dicapai
dengan cara ini, penulis memilih untuk menghindarkan penggunaan warfarin
selama kehamilan. Obat anti platelet ternyata meningkatkan kesempatan untuk
terjadinya perdarahn maternal dan dapt melewati plasenta. Selain itu, warfarin
juga memberikan efek teratogenik pada janin, termasuk warfarin embryopathy
dan kelainan sistem saraf yang terdiri dari displasia garis tengah punggung dan
perut serta perdarahan ketika digunakan selama trimester pertama. 9,10
Meskipun heparin memiliki sejumlah efek samping, termasuk menipisnya
antitrombin III, trombositopenia, dan dini osteoporosis ibu, itu tetap merupakan
agen yang aman pada kehamilan. Suatu studi dengan melakukanevaluasi pada 100
kehamilan terkait dengan terapi heparin memperoleh hasil yaitu terdapat 17 janin
yang dilahirkan dengan efek samping heparin.Sembilan adalah kelahiran
prematur, yang memiliki hasil akhir normal dan lima dikaitkan dengan kondisi
komorbiditas yang dirasakan menjadi faktor risiko komplikasi lainnya. 9
Baik heparin atau warfarin tidak disekresikan ke dalam ASI dan karena itu
tidak menimbulkan efek antikoagulan pada bayi yang menkonsumsi ASI.
Akibatnya, kedua obat tersebut dapat digunakan pada periode postpartum. 10
3.7 PEMILIHAN KONTRASEPSI 14
Kontrasepsi yang baik harus memiliki syarat-syarat antara lain aman, dapat
diandalkan, sederhana (sebisa mungkin tidak perlu dikerjakan oleh dokter),
murah, dapat diterima oleh orang banyak, dan dapat dipakai dalam jangka
panjang. Sampai saat ini belum ada metode atau alat kontrasepsi yang benar-benar
100% ideal.
Jenis-jenis kontrasepsi yang tersedia antara lain:
A. Metode sederhana
a. Tanpa alat
Pantang berkala
Metode kalender
Metode suhu badan basal
Metode lendir serviks
Metode simpto-termal
Coitus interruptus
b. Dengan alat
a. Mekanis (barrier)
Kondom pria
Barier intra vaginal antara lain : diafragma, kap serviks, spons, dan
kondom wanita.
b. Kimiawi
Spermisid antara lain : vaginal cresm, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal
suppositoria, vaginal tablet, dan vaginal soluble film.
B. Metode modern
a. Kontrasepsi hormonal
Pil KB
AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) / IUD (Intra Uterine Devices)
Suntikan KB
Susuk KB
b. Kontrasepsi mantap
Medis Operatif Pria (MOP)
Medis Operatif Wanita (MOW) 3, 4, 7
Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi :
A. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam
kategori ini adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain selain metode
yang termasuk dalam MKJP. 3
B. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori
ini adalah jenis susuk/implant, IUD, MOP, dan MOW.
1) Susuk / implant
Kontrasepsi susuk yang sering digunakan adalah Norplant. Susuk adalah
kontrasepsi sub dermal yang mengandung Levonorgestrel (LNG) sebagai bahan
aktifnya. Mekanisme kerja Norplant yang pasti belum dapat dipastikan tetapi
mungkin sama seperti metode lain yang hanya mengandung Progestin. Norplant
memiliki efek mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks, dan menghambat
perkembangan siklis endometrium. Efektivitas Norplant sangat tinggi mencapai
0,05 – 1 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama pemakaian. Angka
kegagalan Norplant <1 kehamilan per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun
pertama pemakaian. Angka kegagalan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan
metode barier, pil KB, dan IUD.
Keuntungan dan kerugian Norplant antara lain :
Keuntungan susuk :
a. Norplant merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif
b. Tidak merepotkan dan tidak mengganggu senggama
c. Resiko untuk lupa lebih kecil dibandingkan pil KB dan suntikan karena
Norplant dipasang tiap 5 tahun
d. Mudah diangkat dan segera setelah diangkat kesuburan akseptor akan
kembali
e. Pemasangan dapat dilakukan oleh petugas non medis yang terlatih
f. Dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena
Norplant tidak mengandung Estrogen
g. Lebih efektif secara biaya karena walaupun harganya mahal tetapi masa
pemakaiannya mencapai 5 tahun.
Kerugian Norplant :
a. Efektivitas dapat berkurang bila digunakan bersama obat-obatan tertentu
b. Merubah siklus haid dan meningkatkan berat badan
c. Tergantung pada petugas
d. Tidak melindungi dari resiko tertularnya PMS 3, 4, 7, 9, 12
2) AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Devices)
AKDR adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral
atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus
oleh dokter atau paramedis lain yang terlatih. Mekanisme kerja AKDR belum
diketahui tetapi kemungkinan AKDR menyebabkan perubahan-perubahan seperti
munculnya sel-sel radang yang menghancurkan blastokis atu spermatozoa,
meningkatkan produksi prostaglandin sehingga implantasi terhambat, serta
bertambah cepatnya pergerakan ovum di tuba falopii. Efektivitas IUD mencapai
0,6 – 0,8 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaannya. Angka
kegagalan IUD 1 – 3 kehamilan per 100 wanita per tahun. Keuntungan dan
kerugian pemakaian AKDR antara lain :
Keuntungan AKDR :
a. Efektivitas tinggi
b. Dapat memberikan perlindungan jangka panjang sampai dengan 10
tahun
c. Tidak mengganggu hubungan seksual
d. Efek samping akibat Estrogen dapat dikurangi karena AKDR
hanyamengandung Progestin
e. Tidak ada kemungkinan gagal karena kesalahan akseptor KB
f. Reversibel
g. Dapat disediakan oleh petugan non medis terlatih
h. Akseptor hanya kembali ke klinik bila muncul keluhan
i. Murah
Kerugian AKDR :
a. Perlunya pemeriksaan pelvis dan penapisan PMS sebelum pemasangan
b. Butuh pemerikasaan benang setelah periode menstruasi jika terjadi
kram, bercak, atau nyeri.
c. Akseptor tidak dapat berhenti menggunakan kapanpun ia mau 3, 4, 7,
9,13
3) Metode Operatif Pria (MOP)
MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor yang aman,
sederhana, dam sangat efektif, memakan waktu operasi relatif singkat dan tidak
memerlukan anestesi umum. MOP dilakukan dengan cara memotong vas deferens
sehingga sperma tidak dapat mencapai air mani dan air mani yang dikeluarkan
tidak mengandung sperma. Efektivitas sangat tinggi mencapai 0,1 – 0,15
kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan <1
kehamilan per 100 wanita. Keuntungan dan kerugian MOP antara lain :
Keuntungan MOP :
a. Sangat efektif
b. Tidak mengganggu senggama
c. Tidak ada perubahan fungsi seksual
d. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan
membahyakanjiwanya
e. Murah
Kerugian MOP :
a. Permanen, kesuburan tidak dapat kembali normal
b. Efek tertunda sampai 3 bulan atau 20 kali ejakulasi
c. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan
anestesi
d. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih
e. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS 3, 4, 14, 15
4) Metode Operatif Wanita (MOW)
MOW adalah tindakan operasi minor untuk mengikat atau memotong kedua
tuba falopii sehingga ovum dari overium tidak akan mencapai uterus dan tidak
akan bertemu dengan spermatozoa. Efektivitas MOW sekitar 0,5 kehamilan per
100 wanita selama tahun pertama pemakaian, sedikit lebih rendah dibandingkan
MOP. Keuntungan dan kerugian MOW antara lain :
Keuntungan MOW :
a. Sangat efektif
b. Segera efektif
c. Permanen
d. Tidak mengganggu senggama
e. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan
jiwanya
f. Pembedahan sederhana dan hanya perlu anestesi lokal
g. Tidak ada efek samping jangka panjang
h. Tidak ada gangguan seksual
Kerugian MOW :
a. Permanen
b. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan
anestesi
c. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih
d. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS
e. Meningkatkan resiko kehamilan ektokpik
Sistem rujukan
Sistem rujukan merupakan suaitu sistem pelayanan kesehatan dimana
terjadi pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan
yang timbul secara horizontal maupun vertikal, baik untuk kegiatan pengiriman
penderita, pendidikan, maupun penelitian14
Sistem rujukan paripurna terpadu merupakan suatu tatanan, dimana
berbagai kompenan dalam jaringan pelayanan kebidanan dapat berinteraksi dua
arah timbal balik, antara bidan didesa, biidan dan dokter di puskesmas
dipelayanan kesehatan dasar, dengan para dokter spesialis di RS kabupaten untuk
mencapai rasionalisasi penggunaan sumber daya kesehatan dalam proses
penyelamatan ibu dan bayi baru lahir yaitu penangan ibu risiko tinggi dengan
gawat-obstetri atau gawat darurat obstetri secara efisien, efektif, profesional,
rasional dan relevan dalam pola rujukan terencana14
Terdapat 2 sistem rujukan yaitu:14
1. Rujukan terencana
Menyiapkan dan merencanakan rujukan ke rumah sakit jauh-jauh hari bagi
ibu risiko tinggi (risti). Sejak awal kehamilan diberi KIE (komunikasi,
informasi, edukasi), ada dua macam rujukan terencana yaitu;
a. Rujukan dini berencana (RDB) untuk ibu dengan APGO (ada potensi
gawat obstetri) dan AGO (ada potensi obstetri), ibu Risti masih sehat
belum in patu, belum ada komplikasi persalinan, ibu berjalan sendiri
dengan suami, ke RS naik kendaraan umum dengan tenang, santai, mudah,
murah dan tidak membutuhkan alat maupun obat
b. Rujukan dalam rahim (RDR), didalam RDB terdapat pengertian RDR atau
rujukan in utero bagi janin ada masalah, janin risiko tinggi masih sehat
misalnya kehamilan dengan riwayat obstetri jelek pada ibu diabetes
mellitus, partus prematurus iminens. Bagi janin, selama pengiriman rahim
ibu merupakan alat transpor dan inkubator alami yang aman, nyaman,
hangat, steril, murah, mudah, memberi nutrisi dan O2 tetap ada hubungan
fisik dan psikis dalam lindungan ibunya.
Pada jam-jam kritis pertama bayi langsung mendapatkan perawatan
perawatan spesialistik dari dokter spesialis anak. Manfaat RDB/RDR pratindakan
diberi KIE, tidak membutuhkan stabilisasi, menggunakan prosedur, alat, obat
standar (obat generik), lama rawat inap pendek dengan biaya efisien dan efektif
terkendali, pascatindakan perawatan dilanjutkan dipuskesmas.14
2. Rujukan tepat waktu (RTW)
Untuk ibu dengan gawat obstetri, pada kelompok FR (faktor krisiko) III
AGDO (ada gawat darurat obstetri) perdarahan antepartum dan preeklampsia
berat/eklampsia dan ibu dengan komplikasi persalinan dini yang dapat
terjaadi pada semua ibu hamil dengan atau tanpa FR. Ibu GDO (gawat darurat
obstetri) membutuhkan RTW dalam penyelamlatan ibu atau bayi baru lahir.
Rujukan terencana merupakan suatu kegiatan proaktif antisipatif.
Rujukan terencana berhasil menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir,
pratindakan tidak membutuhkan stabilisasi, penanganan dengan prosedur standar,
alat, obat generik, dengan biaya murah terkendali. Rujukan terlambat
membutuhkan stabilisasi, alat, obat, dengan biaya mahal, dengan hasil ibu dan
bayi mungkin tidak dapat diselamatkan.14
Paket kehamilan dan persalinan amandengan 6 komponen utama yaitu:14
1. Deteksi dini masalah
2. Prediksi kemungkinan komplikasi persalinan
3. KIE kepada ibu hamil, suami dan keluarga, pelan-pelan menjadi tahu-
peduli-sepakat-gerak (TaPeSeGar), berkembang perilaku kebutuhan
persiapan dan perencanaan persalinan aman/rujukan terencana, deka
persalinan (near term) belum inpartu, ibu dapat berjalan sendiri naik
kendaraan umum berangkat ke RS
4. Prevensi proaktif komplikasi persalinan
5. Antisipasi 38 minggu melakukan persiapan/perencanaan persalinan aman
6. Intervensi, penanganan adekuat di pusat rujukan.
Kartu prakiraan disproporsi kepala/panggul (KPDKP): digunakan pada
kehamilan 38 minggu pada hamil tunggal, letak kepala dengan diukur panjang
telapak kaki kanan ibu dan tinggi fundus uteri untuk menentukan disproporsi
kepala dan panggul. Dalam persalinan menggunakan partograf WHO. Dalam
pelayanan kebidanan bagi ibu lhamil, sejak tahan 1994 diseluruh 29 kabupaten/9
kota di provinsi jawa timur dengan rata-rata jumlah persalinan 550.000 pertahun,
telah dilaksanakan “sistem pelayanan kesehatan ibu berbasis maslah berbasis
keluarga melalui paket kehamilan dan persalinan aman dan rujukan terencana
didukung saistem rujukan paripurna terpadukabupaten/kota” sebagai program
KIA dinas kesehatan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota didapatkan
angka kematian ibu (AKI) rata-rata 168,2/100.000 KH (susenas 2000). Laporan
dinas kesehatan provinsi tahun 2006 dengan rata-rata sekitar 100/100.000 KH.
Sistem ini telah dilaksanakn di wilayah berbeda-beda, kabupaten aceh utara
(1997), provinsi kepulauan riau (1999), provinsi sulawesi tengah (2003).14
Pada saat ini berkembang kemitraan bidan didesa dan dukun, dimana
persalinan ditolong oleh bidan, dukun hadir memberikan perawatan
pascapersalinan kepada ibu dan bayi baru lahir dengan kesepakatan pembagian fee
diantara mereka.14
Pendekatan holistik dari hulu desa siaga sampai hilir dirumah sakit
rujukan.
Berawal dari rumah ibu hamil, melaui KIE disiapkan direncanakan
persalinan aman. Bagi ibu hamil dengan resiko tinggi dengan gawat obstetri masih
sehat dilakukan rujukan, dipuskesmas PONED atau ke RS PONEK. Pelayanan
kebiidanan dalam peningkatan mutu upaya penyelamatan ibu/bayi baru lahir
sangat membutuhkan intervensi simultan terpadu terhadap masalah keseatan dan
sosial yaitu budaya, biaya, geografis yang berkaitan dengan tempat tinggal ibu
hamil, akses rujukan dan transportasi dengan infrastrukturnya, berawal dari
HULU-Desa Siaga, penanganan adekuat di HILIR-RS rujukan
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosis di camar II pada pasien ini sudah tepat ?
2. Apakah penatalaksanaan di camar II pada pasien ini sudah tepat ?
3. Apakah sistem rujukan pada pasien ini sudah tepat?
4. Apakah tubektomi fumeroy bilateral merupakan pilihan yang tepat pada
pasien ini ?
1. Apakah diagnosis di camar II pada pasien ini sudah tepat
Pada diagnosis pasien ini G3P2A0H2 gravid 32-33 minggu belum inpartu
+ BSC 1 kali + CHF FC I + KPD 1 hari + Janin tunggal hidup intrauterine + letak
memanjang presentasi kepala. Diagnosis pada pasien ini sudah sesuai dengan
kaidah penulisan diagnosis yaitu penulisan diagnosis ibu yang diikuti dengan
diagnosis janin. Diagnosis G3, karena kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga
pada pasien ini (multigravida). Untuk gravid 32-33 minggu pada pasien ini, jika
berdasarkan HPHT (rumus Neagle) tidak dapat di hitung karena pasien lupa
HPHT nya dan tinggi fundus uteri belum sesuai dengan usia kehamilan, sehingga
dapait diusulkan pemeriksaan penunjang yaitu USG, tinggi fundus uteri pada
pemeriksaan pertengahan antara prosesus xipoideus dengan umbilikus adalah 32
minggu (8 bulan), namun pada diagnosis pasien ini gravid 36-37 minggu
berdasarkan dari pemeriksaan USG. Pasien didiagnosis belum inpartu karena
belum ada tanda-tanda inpartu, yaitu tidak adanya his pada pasien 2 x 30 detik
dalam 10 menit, tidak ada pembukaan serviks.
Diagnosis bekas SC 1 kali ditegakkan dari riwayat kehamilan pasien pada
tahun 2012 pasien melahirkan anak kedua dengan SC atas indikasi penyakit
jantung. Diagnosis CHF FC 1 ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien sesak nafas,
jantung berdebar-debar dan mudah lelah saat beraktivitas yang lebih berat dari
pada aktivitas yang biasanya dilakukan. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan denyut jantung 115 kali permenit dan teratur. Berdasarkan
pemeriksaan fisik torak dari perkusi jantung didapatkan batas jantung kiri sejajar
dengan linea midklavikula setinggi SIK V, sedangkan pada saat auskultasi jantung
jantung ditemukan murmur pada S1 dan S2. Dari pemeriksaan penunjang, EKG
didapatkan sinus takikardia dan gambaran LVH, hal ini menandakan adanya
suatu tanda adanya gagal jantung dan faktor pencetus lain, misalnya gangguan
irama jantung (takikardi ventrikuler, supra ventrikuler takikardi dan sindrome
preeksitasi) serta abnormalitas segmen ST dan gelombang T. Berdasarkan teori
penyakit jantung NYHA FC I dengan timbulnya keluhan sesak napas diluar
aktiviitas yang biasa dilakukan, jadi seharusnya diagnosis CHF FC I diganti
dengan penyakit jantung NYHA FC I.
Diagnosis Ketuban Pecah Dini (KD) ditegakkan berdasarkan pasien yang
mengaku keluar air-air dari kemaluan yang tak tertahankan sejak 14 jam sebelum
masuk rumah sakit, berwarna jernih, tidak berbau, dari pemeriksaan tes lakmus
menunjukkan perubahan warna kertas lakmus berwarna biru pada saat melakukan
pemeriksaan dalam. berdasarkan teori ketuban pecah dini adalah pecah ketuban
sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan manapun. Untuk mendiagnosis
KPD dapat dilakukan pemeriksaan salah satu nya pemeriksaan pH cairan ketuban
dengan menggunakan kertas lakmus. Jadi kesimpulan diagnosis KPD pada pasien
ini sudah tepat.
Janin hidup tunggal intrauterin letak memanjang presentasi kepala
ditegakkan dari pemeriksaan Leopold, DJJ 145 kali/menit. Jadi kesimpulan
diagnosis secara keseluruhan masih belum tepat.
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
Penatalaksanaan awal pada pasien ini adalah memperbaiki hemodinamik ibu,
kemudian pasien diberikan obat-obatan jenis steroid berupa dexametason untuk
pematangan paru janin dan pemberian nifedipine untuk mengurangi kontraksi dari
uterus serta pemberian antibiotik cefalosporin generasi III (ceftriaxon) untuk
mencegah terjadinya infeksi pada KPD. Kemudian dilakukan konsul ke dokter
spesialis jantung dengan hasil BJ 1 murmur, BJ II dalam batas normal, gallop (-),
suspek mitral regurgitasi moderate, dapat dilakukan SC elektif dengan anestesi
spinal. Pasien ini di rencanakan Secsio Cesarea elektif setelah pematangan paru
selesai, namun pada pasien ini dilakukan Secsio Cesarea cito karena pada tanggal
23/5/2014 jam 01.00 wib adanya tanda-tanda inpartu.
Berdasarkan teori, pemberian terapi kortikosteroid untuk pematangan
surfaktan paru janin diberikan saat kehamilan kurang dari 35 minggu, pemberian
tokolisis jika didapatkan adanya kontraksi uterus yang reguler dengan perubahan
serviks dan pemberian antibiotik diberikan jika terdapat adanya infeksi pada
ketuban pecah dini dan sebagai profilaksis akibat ketuban pecah dini lebih dari 18
jam.
Penatalaksanaan pada pasien ini seharusnya pemberian dexametason tidak
perlu diberikan karena kehamilan pada pasien ini lebih 35 minggu yaitu dengan
gravide 36-37 minggu setelah dilakukan USG ulang. Seharusnya pada pasien ini
dilakukan koreksi Hb terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan operasi
sebanyak 2 labu PRC. Pasien dilakuakan Secsio sesaria atas indikasi obstetri skore
VBAC 3 dengan tingkat keberhasilan 51-60%. Seharusnya pada saat Secsio
sesaria harus didampingi oleh dokter spesialis jantung dan dokter spesialis anak.
Jadi kesimpulan penatalaksanaan pada pasien ini masih belum tepat.
3. Apakah sistem rujukan pada pasien ini sudah tepat?
Pasien ini melakukan pemeriksaan kehamilan setiap bulannya, dimulai
pada bulan kedua kehamilan pasien kontrol ke dokter kandungan, kemudian pada
bulan berikutnya pasien kontrol kehamilan ke bidan dan terkhir pada bulan ke
sembilan kehamilan pasien kontrol ke dokter kandungan. Pasien mengaku
dilakukan pemeriksaan USG sebanyak 2 kali pada bulan ke dua dan ke sembilan
kehamilan dengan hasil pemeriksaan janin normal dan sehat. Pasien mengaku
tidak ada melakukan kontrol penyakit jantungnya selama kehamilan ke dokter
jantung. Berdasarkan anamnesis pasien dirujuk karena penyakit jantung.
Sebenarnya pasien sudah direncanakan terminasi perabdominan di RSUD Dumai
tetapi karena pasien menderita penyakit jantung, pasien harus dirawat diruangan
khusus, karena ruangan tidak tersedia di RSUD Dumai, pasien dirujuk ke RSUD
AA.
Berdasarkan teori penatalaksaan antenatal care pada pasien dengan
penyakit jantung tergantung kelas penyakit jantungnya, penyakit jantung kelas I-II
pada trimester I-II dapat melakukan kontol kehamilan setiap dua minggu, pada
trimester III dapat melakukan kontol kehamilan setiap minggu dan konsultasi
dokter anak/kardiolog. Setelah melakukan ANC yang tepat dan benar maka pasien
harus mendapatkan sistem rujukan yang baik, sistem rujukan yang baik pada
pasien ini seharusnya sistem rujukan berencana tipe rujukan dini berencana
(RDB) untuk ibu dengan ada potensi gawat obstetrik (APGO) dan ada gawat
obstetrik (AGO) dengan resiko tinggi masih sehat belum inpartu, belum ada
komplikasii persalinan, ibu berjalan sendiri dengan suami, ke rumah sakit naik
kendaraan umum dengan tenang, santai, mudah, murah dan tidak membutuhkan
alat dan obat. Pada pasien ini kelompok FR I APGO yaitu persalinan yang lalu
dengan tindakan serta bekas secsio secaria dan kelompok FR II AGO berupa
penyakit ibu. Jadi kesimpulan sistem rujukan pada pasien ini adalah belum tepat.
4. Apakah tubektomi fumeroy bilateral merupakan pilihan yang tepat
pada pasien ini ?
Berdasarkan data yang didapat dari anamnesis, pasien menginginkan
untuk tidak hamil lagi, pasien ingin menggunakan kontrasepsi yang nilai
keberhasilan nya tinggi sehingga dapat membuat pasien tidak hamil kembali.
Pasien merasakan kehamilan yang ketiga ini sering merasa sesak napas dan
jantung berdebar-debar, selain itu pasien merasa sudah cukup mempunyai 3 orang
anak sehingga pasien tidak ingin lagi untuk hamil.
Berdasarkan teori keluaga berencana (KB) adalah tindakan yang
membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur
interval diantara kehamilan, menentukan jumlah anak dalam keluarga. Wanita
dengan usia 20-35 tahun merupakan usia yang baik untuk melahirkan, dengan
jumlah anak 2 orang dan jarak antara 2-4 tahun, namun pada wanita diatas 35
tahun sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah memiliki 2 orang anak. Tidak ada
kontrasepsi yang bisa melindungi 100% untuk wanita yang memiliki penyakit
jantung baik kontrasepsi alami maupun yang menggunakan alat, tiap-tiap
kontrasepsi memiliki angka kegagalan yang cukup tinggi. Efektifitas teoritis
untuk pil KB sebesar 99,7% sedangkan efektifitas praktisnya sebesar 90-96%,
artinya pil cukup efektif jika tidak lupa minum pil secara teratur. Pada
konitrasepsi suntik hormonal efektifitasnya secara teori 99,75% namun dalam
prakteknya hanya 95%, AKDR memiliki efektifitas yang sangat efektif (0,5-1
kehamilan per 100 wanita setelah pemakaian 1 tahun), sedangkan inplant
efektifitas secara teori 99,7% namun dalam prakteknya hanya 97%.
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan pada pasien ini adalah kontrasepsi
yang memilki efektivitas yang sangat tinggi, dapat dipakai untuk jangka panjang,
dan tidak menambah kelainan yang sudah ada. Kontrasepsi mantap dapat
dijadikan pilihan pada pasien ini seperti tubektomi dan vasektomi dengan
efektifitas secara tori sebesar 99,9% dan dalam prakteknya sebesar 99%. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pemilihan kontrasepsi pada pasien ini berupa tubektomi
pumeroy bilateral adalah pilihan yang tepat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan kasus ini ialah sebagai berikut
1. Diagnosis pasien dengan G3P2A0H2 gravid 32-33 minggu belum inpartu
+ BSC 1 kali + CHF FC I + KPD 1 hari + Janin tunggal hidup intrauterine
+ letak memanjang presentasi kepala di camar II belum tepat
2. Penatalaksanaan pasien ini di camar II belum tepat, seharusnya pasien
tidak perlu diberikan pematangan paru
3. Sistem rujukan pada pasien ini belum tepat, seharusnya pasien ini
mendapatkan sistem rujukan sistem rujukan berencana tipe rujukan dini
berencana (RDB)
4. Pemilihan tubektomi sebagai kontrasepsi pada pasien ini sudah tepat
karena tubektomi memiliki efektifitas secara teori sebesar 99,9% dan
dalam prakteknya sebesar 99%
5.2 Saran
Adapun saran dalam laporan kasus ini adalah sebagai berikut
1. Setiap pasien yang dirawat di ruang rawat hendaknya dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik kembali secara menyeluruh sehingga didapatkan
diagnosis yang tepat karena diagnosis berhubungan dengan penatalaksaan
penyakitnya
2. Sebaiknya dinas kesehatan kabupaten/kota dapat menerapkan kepada
rumah sakit di kabupaten/kota untuk mengikuti sistem rujukan yang baik
dan benar
DAFTAR PUSTAKA
1. Zagrosek VR, et al. ESC Guidelines on the management of cardiovascular disease in pregnancy. In : European heart journal (2011). Berlin: European Society of Cardiology; 2011. p. 3150-91
2. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, eds. Cardiac disorder in pregnancy. In : Current diagnosis & treatment obstetrics & gynecology. 10 th ed. New York: The McGraw Hill; 2006. p. 22.1-9
3. Easterling TR, Stout K. Heart disease. In: Obstetrics-normal and problem pregnancies. 5 th ed. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, eds. London: Churchill Livingstone Inc; 2002. p. 913-34.
4. Swiet MD, ed. Heart disease in pregnancy. In: Medical disorders in obstetrics practice. 4 th ed. London: Blackwell Publishing; 2002. p. 125-58
5. Bender JR, Russel KS, Rosenfeld LE, Chaudry S, eds. Heart disease in pregnancy. In : Oxford American Handbook of Cardiology. New York : Oxford University Press; 2011. p. 405-10
6. Tillery KA, Clarck SL. Cardiac disease in pregnancy. In : Clinical obstetrics the fetus & mother. 3 rd ed. Reece A, Hobbins JC, eds. New York: Blackwell Publishing; 2007. p. 700-14
7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstorm KD, eds. Cardiovascular diseases. In : Williams obstetrics. 22 nd ed. New York: McGraw Hill; 2007. p. 1181-203.
8. Hartanuh, Edi. Penyakit jantung pada kehamilan. In : Buku Ajar Kardiologi FKUI. Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono PS, eds. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. p. 289-99
9. Anwar, TB. Wanita kehamilan dan penyakit jantung. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara: USU repository; 2004. p. 1-33
10. Lang, RM. Pharmacologic Management of Heart Failure in Pregnancy. [online]. [cited 2012 December 09]; Available from: URL: http://cmbi.bjmu.edu.cn/uptodate/congestive%20heart%20failure/Treatment/Pharmacologic%20management%20of%20heart%20failure%20in%20pregnancy.htm.
11. Manuaba, IGB. Manuaba, IAC. Manuaba, IGBF. Penyakit ibu dan kelainan tidak langsung pada kehamilan. Dalam: Pengantar kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2003.
12. Cunningham F, MacDonals P, Gant N, Leveno K, Glistrap L, Hankins Gea. Cardiovaskular diseases. In: Williams Obstetrics. 21sted NewYork: Mc Graw Hill, 2001. P1181-203)
13. Artoni F, Sedyawan J. Kelainan Jantung Pada Kehamilan dan Persalinan tahun 2001 di RSCM. In: Pertemuan ilmiah tahunan XIII POGI;2002;Malang:2002
14. Prawirohardjo, dkk. 2008. Dalam : Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo