232490785 case-typhoid
-
Upload
homeworkping2 -
Category
Education
-
view
376 -
download
0
Transcript of 232490785 case-typhoid
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Tezar Andrean .B Pembimbing : dr. Hot H, Sp.A
NIM : 030. 09. 253 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. DP
Umur : 12 tahun 9 bulan
Tempat / tanggal lahir : Balige, 9 Juli 2001
Alamat : Jln. Jengki Cipinang Asem RT 16/9, Kel. Kebon Pala,
Kec. Makasar
Pendidikan Terakhir : SD
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Batak
Agama : Kristen
Masuk Bangsal Tanggal : 9 Juni 2014
1
IDENTITAS ORANG TUA/ WALI
Ayah : Ibu :
Nama : Tn. S Nama : Ny. L
Umur : 42 tahun Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Batak Suku bangsa : Batak
Agama : Kristen Agama : Kristen
Alamat : Jl. Jengki Cip. Asem Alamat : Jl. Jengki Cip. Asem
RT 16/ 9, Keb. Pala RT 16/ 9, Keb. Pala
Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ny. L (ibu kandung
pasien).
Lokasi : Bangsal lantai V Timur, kamar 510
Tanggal / waktu : 9 Juni 2014
Tanggal masuk : 9 Juni 2014 pukul 12. 29 WIB
Keluhan utama : Demam sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Pusing, mual muntah, sakit perut.
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien dirawat di bangsal RSUD Budhi Asih melalui poliklinik dengan keluhan
demam sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit (9 Juni 2014). Demam timbul perlahan dan
naik turun. Demam dirasakan naik pada malam hari dan turun menjelang pagi atau saat
diberikan obat penurun panas. Pola demam dari awal sampai datang ke poliklinik hampir
selalu sama, turun menjelang pagi tapi tidak sampai panas badannya sama seperti sebelum
sakit. Selama dirumah, suhu badan hanya diperiksa menggunakan tangan sendiri bukan
menggunakan termometer sehingga tidak tahu sampai seberapa tinggi suhunya. Ibu pasien
mengaku pada saat badannya panas disertai mengigau dan menggigil. Tidak ada keringat
dingin maupun kejang.
2
Selain demam, pasien juga mengeluh pusing, mual muntah dan sakit perut. Pusing
diakui terasa semenjak sakit saja. Mual muntah dan nafsu makan menurun juga dikeluhkan
oleh pasien. Setiap mau makan, perut terasa mual sehingga asupan makanan berkurang
daripada biasanya. Kadang disertai muntah tapi tidak setiap hari, hanya sesekali setelah
makan. Yang dimuntahkan adalah makanan yang dimakan, tidak disertai darah, ataupun
berwarna hitam. Perut pasien terasa sakit pada bagian kanan atas dan tengah diatas pusar
apalagi jika ditekan akan bertambah sakit. Selain itu, buang air besar menjadi jarang.
Biasanya pasien buang air besar setiap hari, tapi semenjak sakit hanya 2-4 hari sekali dan
keras. Buang air kecil terasa sakit pada hari ke keempat samenjak hari pertama demam.
Buang air kecil sedikit daripada biasanya, berwarna kuning. Untuk kekeruhan, pasien
mengaku tidak tahu.
Timbul bintik merah disangkal, keluhan mimisan, gusi berdarah disangkal. Nyeri
sendi disangkal. Mata tidak merah ataupun berair. Keluar cairan dari telinga disangkal, nyeri
pada telinga juga disangkal. Batuk berdahak terkadang, pilek atau sesak nafas disangkal.
Lidah yang berselaput (kotor di tengah berwarna putih tapi pinggir warna merah dan terlihat
bergetar sendiri) pada pinggu pertama sakit disangkal. Berpergian ke tempat endemis malaria
disangkal, pasien hanya berpergian dari rumah ke sekolah dan lingkungan sekitar rumah saja.
Penurunan berat badan yang signifikan tanpa sebab yang jelas tidak ada. Ada penderita TB di
sekitar pasien disangkal.
Pasien sudah pergi berobat ke dokter klinik umum pada hari pertama sakit dan
mendapat obat tapi tidak ada perbaikkan. Pasien tidak tahu dan mengingat nama obat yang
diberikan. Setelah itu, pasien berobat lagi pada hari kedelapan ke UGD RS Budhi Asih tapi
tidak ada perbaikkan juga. Pasien mengaku baru berobat pada hari kedelapan karena os
sedang mengikuti ujian tetapi selama satu minggu tersebut keluhan tidak ada perubahan. Pada
hari kelima belas pasien datang lagi ke poliklinik RS Budhi Asih untuk berobat karena
keluhannya masih menetap dan disarankan untuk dirawat inap. Untuk pengobatan sendiri saat
dirumah selama sakit, ibu pasien hanya memberikan kompres air hangat dan dikerok. Suhu
agak turun setelah dikompres tapi naik lagi.
B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
3
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Rubela (-)
Pasien tidak pernah sakit sama ataupun infeksi usus sebelumnya. Tapi pada tanggal
24/ 6/ 2014 pasien pernah mengeluh BAK sakit dan diperiksan urinnya. Hasilnya orang
tua pasien mengaku tidak mengetahui
Kesimpulan : Tidak pernah sakit lain yang berhubungan dengan sakit yang
sekarang. Tetapi kemungkinan ada riwayat ISK
C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILA
N
Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Bidan 1 kali tiap bulan dan
sudah mendapat imunisasi vaksin TT
KELAHIRAN
Tempat persalinan Rumah Bidan
1Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Persalinan Normal
Masa gestasi 38 minggu
Keadaan bayi
Berat lahir : 3100 gr
Panjang lahir : 49 cm
Lingkar kepala : (tidak tahu)
Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
Nilai APGAR : (tidak tahu)
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Baik (Neonatus Cukup Bulan
- Sesuai Masa Kehamilan)
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 5 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
4
Berdiri : Umur 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : -
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Baik (sesuai usia)
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan) ASI PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 √
2-4 √
4-6 √ √
6-8 √ √ √ √ √
10-12 √ √ √ √
Sehari-hari pasien dikenal dengan anak yang nafsu makannya baik. Tiap hari makan 3
kali/ hari dengan nasi dan lauk. Terkadang dengan telur atau daging 1-2 kali seminggu. Tapi
selain itu, pasien juga biasanya membeli jajan diluar, belum bisa dipastikan higienitasnya.
Kesimpulan riwayat makanan : ASI sampai 6/ 8 bulan. Pasien tidak mengalami
kesulitan makan. Tapi, terdapat faktor resiko karena pasien juga biasa membeli jajan
yang tidak diketahui kehigienitas makanannya.
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 bln
DPT 2 bln 4 bln 6 bln
Polio 0 bln 2 bln 4 bln
Campak 9 bln
Hepatitis B 0 bln 1 bln 6 bln
Hib
5
Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap.
Imunisasi ulangan belum dilakukan.
G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No Tanggal lahir (umur)
Jenis kelamin Hidup Lahir
mati Abortus Mati (sebab)
Keterangan kesehatan
1. 9 Juli 2001 (12th 9bln) L Hidup - - - Sakit
(Pasien)
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. S Ny. L
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 27 tahun 24 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMA
Agama Kristen Kristen
Suku bangsa Batak Batak
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami gejala serupa. Riwayat keganasan
disangkal.
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Pasien anak tunggal di keluarga. Tidak ada yang
mengalami gejala serupa di keluarga.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya di sebuah rumah tinggal milik sendiri.
Rumah terdiri 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Keadaan lingkungan rumah padat, ventilasi
dan pencahayaan baik. Sumber air bersih dari air sumur. Jarak antara kamar mandi dan
sumber air kurang lebih 10 meter. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik.
6
Kesimpulan Keadaan Lingkungan : baik kebersihan rumah cukup bersih dan
padat penduduk.
II. PEMERIKSAAN FISIK ( Pemeriksaan di Bangsal ( 9 Juni 201 4 pukul 12. 45 WIB )
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Baik
Keadaan lain : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 47 kg Lingkar Kepala : 54 cm
Berat Badan sebelum sakit : Tidak diukur Lingkar Lengan Atas : - cm
Tinggi Badan : 151 cm
BMI : 20, 61 kg/ m2 (Berat badan normal)
Status Gizi
- BB / U = 47 / 40 x 100 % = 117,5 % (Gizi baik)
- TB / U = 151 / 148 x 100 % = 102,2 % (Tinggi normal)
- BB / TB = 47 / 40 x 100 % = 117,5 % (Gizi lebih)
- LK = 54 cm (Normocephali)
Tanda Vital
Nadi : 100 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nafas : 46x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3
Suhu : 37O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
Kepala : Normocephali
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal
Wajah : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, ptekiae(-)
Mata :
Visus : tidak dinilai Ptosis : -/-
7
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-
Konjunctiva injeksi : -/- Exophthalmus : -/-
Kornea jernih : +/+ Strabismus : -/-
Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/-
Pupil : bulat, isokor Refleks cahaya : langsung +/+ ,
Wajah : ruam merah - tidak langsung +/+
Sembab : -/-
Telinga :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : tidak dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : tidak dinilai
Cairan : -/- Ruam merah : -/-
Hidung :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : - / -
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/-
Bibir : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-),
sianosis (-)
Mulut : oral higiene baik, karies (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi warna merah
muda (-), hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah normoglossia, higiene
baik, tidak hiperemis, massa (-)
Tenggorokan : sulit dinilai (anak rewel)
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun
KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid
maupun KGB, trakea teraba di tengah
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III – V linea sternalis dextra
8
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernafasan yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak
terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , bagian dada terdapat
ruam merah (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri,
vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
Batas paru – lambung : ICS VII linea axilaris anterior
Batas paru – hepar : ICS VI linea midklavikularis dextra
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, tidak dijumpai benjolan, ruam merah (-), kulit keriput (-) gerakan
peristaltik (-)
Palpasi : Datar, supel, NT (+) pada kuadran kanan atas dan bawah,
Hepatomegali(-), splenomegali (-) atau Schuffner 0.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 2 x / menit
Anogenitalia : Jenis kelamin laki-laki, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura ani (-)
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar, tidak nyeri tekan
Postaurikuler : tidak teraba membesar, tidak nyeri tekan
Submandibula : tidak teraba membesar, tidak nyeri tekan
Supraklavikula : tidak teraba membesar, tidak nyeri tekan
Axilla : tidak teraba membesar, tidak nyeri tekan
Inguinal : tidak teraba membesar, tidak nyeri tekan
Anggota Gerak :
Ekstremitas : akral hangat ++/++
Ruam merah --/--
Tangan Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Kekuatan otot 5 5
9
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Kekuatan otot 5 5
Kulit : Warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
baik, lembab, ruam merah pada wajah, dada, punggung dan tangan (-)
Tulang Belakang : Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam merah(-)
S tatus Neurologis
Refleks Kanan Kiri
Biseps + +
Triseps + +
Patella + +
Achiles + +
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-) (-)
Brudzinski II (-) (-)
Laseq (-) (-)
Kerniq (-) (-)
Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius)
10
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)
Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)
baik
- N. V (Trigeminus)
baik
- N. VII (Facialis)
Wajah simetris
Motorik: baik
Sensorik: baik
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
baik
- N. XI (Aksesorius)
baik
- N. XII (Hipoglosus)
Baik
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium tanggal 9/ 6/ 2014
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
9 Juni 2014
HEMATOLOGI
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
9,4 ribu/μL
10,8 g/dL
33 %
376 ribu/ μL
4,2 juta/ μL
79 fL
25,7 pg
32,7 g/dL
4,5-13
11,8-15
40-52
156-406
4,4-5,9
73-101
23-31
26-34
11
RDW
LED
Hitung Jenis :
Basofil
Eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
14,0%
90 mm/ jam
0 %
2 %
0 %
64 %
24 %
9 %
<14
0-15
0-1
2-4
3-5
50-70
25-40
2-8
KIMIA KLINIK
Gula darah sewaktu 84 mg/ dl < 110
IMUNOSEROLOGI
Typhoid Fever
S. Typhi O
S. Typhi AO
S. Typhi BO
S. Typhi CO
S. Typhi H
S. Typhi AH
S. Typhi BH
S. Typhi CH
1/ 160
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1/ 160
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Jenis PemeriksaanHasil
Nilai Normal9 Juni 2014
URINALISIS
Urin lengkap
Warna
Kejernihan
Glukosa
Kuning
Agak Keruh
Negatif
Kuning
Jernih
Negatif
12
Bilirubin
Keton
Ph
Berat Jenis
Albumine urine
Urobilinogen
Nitrit
Darah
Estrase lekosit
Sedimen urine
Leukosit
Eritrosit
Epitel
silinder
Kristal
Bakteri jamur
Negatif
Negatif
5.5
< 1005
Negatif
0,2 EU/dL
Negatif
1+
1+
3-5 /LPB
2-4 /LPB
Positif /LPB
Negatif /LKB
Negatif
Negatif /LPB
Negatif
Negatif
4.6-8
1005-1030
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
<5
<2
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
IV. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 11 tahun 9 bulan datang dengan keluhan demam sejak 15
hari sebelum masuk rumah sakit (9 Juni 2014). Demam timbul perlahan dan naik turun.
Demam dirasakan naik pada malam hari dan turun menjelang pagi atau saat diberikan obat
penurun panas. Pola demam dari awal sampai datang ke poliklinik hampir selalu sama, turun
menjelang pagi tapi tidak sampai panas badannya sama seperti sebelum sakit. Demam
disertai mengigau dan menggigil. Tidak ada keringat dingin maupun kejang. Terkadang
disertai batuk.
Selain demam, pasien juga mengeluh pusing, mual muntah dan sakit perut. Pusing
diakui terasa semenjak sakit saja. Mual muntah dan nafsu makan menurun juga dikeluhkan
oleh pasien. Setiap mau makan, perut terasa mual sehingga asupan makanan berkurang
daripada biasanya. Kadang disertai muntah tapi tidak setiap hari, hanya sesekali setelah
makan. Yang dimuntahkan adalah makanan yang dimakan, tidak disertai darah, ataupun
berwarna hitam. Perut pasien terasa sakit pada bagian kanan atas dan tengah diatas pusar
apalagi jika ditekan akan bertambah sakit. Selain itu, buang air besar menjadi jarang.
13
Biasanya pasien buang air besar setiap hari, tapi semenjak sakit hanya 2-4 hari sekali dan
keras. Buang air kecil terasa sakit pada hari ke keempat samenjak hari pertama demam.
Buang air kecil sedikit daripada biasanya, berwarna kuning. Untuk kekeruhan, pasien
mengaku tidak tahu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas dan
bawah. Pada pemeriksaan penunjang hematologi pada tanggal 9 Juni 2014 ditemukan kadar
eritrosit menurun (4,2 juta/mikroliter), Hb turun (10,8 g/dL), Hematokrit turun (33 %), MCV
turun (79 fL), MCH turun (25,7 pg), MCHC (32,7 g/dL), kenaikkan LED (90 mm/ jam),
penurunan netrofil batang (0%), penurunan limfosit (24%) dan kenaikkan monosit (9%).
Hasil imunologi untukk demam typhoid didapatkan S. Typhi O dan BH 1/ 160. Pada hasil
urinalisis tanggal 9 Juni 2014 didapatkan agak keruh, darah dan estrase lekosit +1, pada
sedimen urin terdapat peningkatan kadar eritrosit dan lekosit.
V. DIAGNOSIS BANDING
Observasi febris :
1. Suspek demam typhoid
2. Infeksi Saluran Kemih
3. Malaria
VI. DIAGNOSIS KERJA
Suspek demam typhoid + Infeksi Saluran Kemih
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Hematologi rutin ulang, cek LED, SGOT dan SGPT
- Pemeriksaan serologi :
Uji HI (Hemaglutinasi-Inhibisi) → Peningkatan kadar/titer antibodi 2- 4x
IgM spesifik
- Kultur darah dan urin
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Pasien inap di bangsal anak.
2. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien.
14
3. Tirah baring.
4. Observasi tanda vital.
5. Makan makanan yang memenuhi gizi seimbang.
Medikamentosa
1. IVFD KIB 1,5cc/kgBB/ jam
2. Paracetamol 4x 250 mg jika suhu ≥ 38 °C
3. Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
4. Injeksi kloramfenikol 4 x 500 mg
5. Injeksi ampisilin 4 x 1 gr
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam : ad bonam
FOLLOW UP
Tgl S O A P
10/9/2014 - Demam (-)
- Pusing
berkurang
- Batuk (-)
- Pilek (-)
- Mual (+),
muntah (-)
- Perut sakit
- BAB blm 2
hari
- BAK (+)
kuning,
banyak
KU : tampak sakit
sedang
Kesadaran: CM
TTV :
Tek. Darah : 110/70
mmHg
Nadi : 60 x/m
Suhu : 36.6 0 C
RR : 20 x/ m
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut :
Susp.
Demam
typhoid +
ISK
- IVFD KIB
1,5cc/kgBB/jam
- Pct 250 mg prn ≥38°C, 4
x 1
- Inj Colsan 4 x 500mg
- Inj Ampisilin 4 x 1 gr
- Inj Rantin 2 x 1 amp
15
kering - sianosis –
Wajah : ruam merah (-)
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
m (-), gallop (-). Ruam
merah (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan (+) KKA dan
KKB, bu (+) 3x/menit.
- Hepar ttm
- Lien ttm
Ekstremitas : akral
hangat +/+
11/6/
2014
- Demam (-)
- Pusing
berkurang
- Batuk (-)
- Pilek (-)
- Mual
berkurang,
muntah (-)
- Perut sakit
berkurang
- BAB blm 3
hari
- BAK (+)
kuning,
banyak
KU : tampak sakit
sedang
Kesadaran: CM
TTV :
Tek. Darah : 110/70
mmHg
Nadi : 60 x/m
Suhu : 36.7 0 C
RR : 20 x/ m
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut :
kering - sianosis –
Wajah : ruam merah (-)
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
Demam
typhoid +
ISK
- IVFD KIB
1,5cc/kgBB/jam
- Pct 250 mg prn ≥38°C, 4
x 1
- Inj Colsan 4 x 500mg
- Inj Ampisilin 4 x 1 gr
- Inj Rantin 2 x 1 amp
16
m (-), gallop (-). Ruam
merah (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan (+) KKA dan
KKB, bu (+) 4x/menit.
- Hepar ttm
- Lien ttm
Ekstremitas : akral
hangat +/+
12/6/2014 - Demam (-)
- Pusing (-)
- Batuk (-)
- Pilek (-)
- Mual (-),
muntah (-)
- Perut sakit
(-)
- BAB blm 4
hari
- BAK (+)
kuning,
banyak
KU : tampak sakit
ringan
Kesadaran: CM
TTV :
Tek. Darah : 110/70
mmHg
Nadi : 60 x/m
Suhu : 36.7 0 C
RR : 20 x/ m
Kepala : normocephali
Mata : CA -/- SI -/-
Hidung : nch -/-
Mulut :
kering - sianosis –
Wajah : ruam merah (-)
Leher : kgb ttm
Tho : sn vesikuler, rh
-/-, wh -/-, BJ I-II reg,
m (-), gallop (-). Ruam
merah (-)
Abdomen : supel, nyeri
tekan berkurang KKA
dan KKB, bu (+)
Demam
typhoid +
ISK
- venflon
- Pct 250 mg prn ≥38°C, 4
x 1
- Inj Colsan 4 x 500mg
- Inj Ampisilin 4 x 1 gr
- Inj Rantin 2 x 1 amp
17
4x/menit.
- Hepar ttm
- Lien ttm
Ekstremitas : akral
hangat +/+
ANALISA KASUS
Pada kasus ini didiagnosis demam typhoid ditinjau dari
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
A. berdasarkan tinjauan pustaka :
Masa inkubasi dari Demam Tifoid biasanya 7-14 hari tetapi juga bergantung
pada infeksi yang terjadi, umumnya 3-30 hari. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari
sakit ringan dan demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sampai keadaan klinis yang
berat dengan gangguan pencernaan dan komplikasi yang berat. Banyak faktor yang
mempengaruhi berat ringannya penyakit pada demam tifoid. Hal ini mencakup lama
berlangsungnya penyakit sebelum dilakukannya terapi, pemilihan antibiotic yang
sesusai, umur, riwayat vaksinasi, strain bakteri, dan faktor imunitas seseorang.
Gejala klinis pada anak umumnya tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit
berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dan jarang menetap lebih dari 2
minggu.
Gejala klinis demam tifoid umumnya adalah demam, gangguan saluran
pencernaan (diare, konstipasi, mual, nafsu makan menurun), pusing.
1. Demam1,8,9
18
Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya demam
hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih
rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Pada kasus-kasus
yang khas umumnya demam berlangsung selama 3 minggu. Lidah kotor
2. Gangguan saluran pencernaan
Penderita sering mengeluh nyeri perut, teutama nyeri ulu hati, disertai mual
dan muntah. Keluhan lain yang sering dijumpai adalah diare atau justru konstipasi.
3. Hepatosplenomegali
Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar.
Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.
4. Bradikardi relatif
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah peningkatan suhu 1◦C
tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.
B. Pada pasien ditemukan :
a. Demam sejak 15 hari SMRS, pola demam naik turun, naik pada menjelang sore dan
turun saat menjelang pagi, disertai menggigil
b. Terdapat konstipasi, semenjak sakit pasien mengeluh susah buang air besar. Saat
dirawat , pasien tidak pernah buang air besar. Biasanya pasien BAB teratur setiap hari.
c. Terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan atas, tapi tidak teraba hepar.
Kesimpulan:
Pada pasien terdapat demam yang lama sekitar 15 hari lebih yang polanya
hampir selalu sama tiap hari. Dan disertai gejala klinis yang khas, selain itu, dari
anamnesis untuk penyakit tertentu disangkal. Berdasarkan hal tersebut, beberapa
penyakit dengan keluhan utama demam dapat dianalisis :
o Demam berdarah atau demam berdarah dengue
Bisa disingkirkan karena dari onset penyakit yang melebihi 7 hari.
Selain itu, pola demam tidak bifasik dan tidak timbul ptechiae maupun
nyeri sendi.
19
o Influenza
Bisa disingkirkan karena onset penyakit pada pasien sudah 15 hari.
Selain itu, pada pasien tidak ada mata merah, pilek juga disangkal. Dan
tidak ada orang yang sakit sama dengan pasien di keluarga maupun
lingkungan sekitarnya.
o Malaria
Bisa disingkirkan berdasarkan pola demam. Pada malaria terdapat fase
bebas demam beberapa hari sesuai penyebabnya. Pada pasien
cenderung konstan, fasenya sama tidak ada bebas demam. Selain itu,
pasien tidak ada riwayat berpergian ke tempat endemis malaria.
o Bronkopneumonia
Pada pasien tidak terdapat demam tinggi, sesak nafas dan batuk. Dari
pemeriksaan fisik tidak terdapat ronki pada auskultasi paru.
o Infeksi Saluran Kemih
Belum dapat disingkirkan karena pada pasien terdapat sakit BAK pada
minggu pertama sakit. Perlu pemeriksaan penunjang.
o Demam typhoid
Belum bisa disingkirkan karena gejala klinis mirip dengan literatur.
Pada pasien gejala yang lebih menonjol adalah demam dan saluran
cernanya. Perlu pemeriksaan penunjang.
o TBC
Pada pasien tidak ada penurunan berat badan yang 2 bulan berturut-
turut tanpa sebab yang jelas. Tidak ada batuk kronis lebih dari 3
minggu, riwayat kontak dengan penderita TB negatif. Pada
pemeriksaan fisik tidak ada pembesaran KGB.
Laboratorium
20
A. Hasil laboratorium untuk demam typhoid berdasarkan sumber buku ajar ilmu
penyakit dalam:
1. Pemeriksaan rutin
Pada darah perifer sering ditemukan leukopenia tetapi dapat pula normal atau
leukositosis. Dapat juga ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada hitung jenis
menunjukkan shift to the left. LED dapat meningkat, SGOT dan SGPT seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuh.
2. Pemeriksaan kultur
Kultur darah merupakan metode diagnosis standar yang dianjurkan. Menurut laporan
survailens WHO pada tahun 2003, lebih dari 80% pasien dengan demam tifoid
memberikan hasil yang positif dengan kultur darah. Sensitivitas kultur darah lebih tinggi
apabila pemeriksaan dilakukan pada minggu pertama sakit dan akan semakin menurun
dengan didapatkannya riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya.
3. Pemeriksaan serologis
a. Widal
Pemeriksaan Widal sebaiknya dilakukan pada pasien dengan gejala-gejala yang
mengarah pada tifoid dan atau setidaknya sudah mengalami demam selama lebih kurang
satu minggu. Karena endemisitas tifoid di tiap-tiap daerah berbeda-beda maka masing-
masing sentral dianjurkan untuk memiliki nilai ambang batas yang dapat dijadikan
patokan. Saat ini diagnosis dengan menggunakan hasil Widal lebih dianjurkan dengan
melihat peningkatan titer 2-4 kali dalam dua pemeriksaan Widal dengan jarak waktu
kurang lebih 1 minggu dari pada pemeriksaan Widal satu kali saja.
b. Kit typhidot
Typhidot merupakan seperangkat kit dot ELISA yang digunakan untuk mendeteksi
kadar antibodi IgM dan IgG terhadap protein membran luar dari Salmonella typhi.
Typhidot akan memberikan hasil yang positif setelah 2-3 hari pasca infeksi. Typhidot
memiliki efektivitas yang lebih baik daripada Widal. Kelemahan kit ini tidak dapat
membedakan apakah penderita mengalami infeksi lampau atau reinfeksi bila hasil yang
didapat IgM dan IgG positif, pada keadaan tersebut gejala klinik dapat dijadikan
pertimbangan.
c. Polymerase Chain Reaction (PCR)
21
Pemeriksaan lain yang lebih canggih adalah dengan metode deteksi DNA tifoid
menggunakan teknik PCR. Pemeriksaan ini memberikan hasil yang baik dengan
sensitivitas sampai 93% dan spesifisitas 100%.
d. Tes Tubex ®
Tes Tubex® merupakan pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif untuk
mendeteksi spesifik serum antibodi IgM terhadap antigen S.Typhi 09 lipopolisakarida.
Reaksi positif akan memberikan warna biru sedangkan reaksi negatif akan memberikan
warna merah.
B. Pada pasien
1. Peningkatan LED
2. Shift to the left
3. Serologis untuk S. Typhi O dan BH 1/ 160
4. Pada urinalisis agak keruh dan terdapat peningkatan kadar eritrosit, lekosit,
dan lekosit estrase
Kesimpulan: Pada pemeriksaan laboratorium lebih mengarah ke arah demam
typhoid dan ISK. Untuk pemeriksaan gold standard typhoid adalah kultur darah, tapi
pada pasien sudah melewati minggu pertama. Beradasarkan literatur kadarnya akan
tepat hasilnya jika diambil pada miggu pertama. Selain itu perlu pemeriksaan widal 5
hari kemudian setelah pengambilan pertama dan ada kenaikkan 2-4 x dari hasil awal.
Penatalaksanaan berdasarkan referensi
Berdasarkan penelitian oleh Iskandar Zulkarnain mengenai uji kepekaan Salmonella
Typhii terhadap beberapa jenis antibiotika ditemukan Ampisilin, amoksisilin, dan
sulfametoksasol-trimetoprim presentasi kepekaan terhadap Salmonella adalah 95,12%
sedangkan kloramfenikol, seftriakson dan golongan fluorokuinolon masih sensitif (100%)
untuk kuman Salmonella.
Pada tifoid toksik dapat diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah
ampicilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.7 Sumarsona dalam tulisannya
mengemukakan bahwa pemberian kortikosteroid amat membantu penyembuhan. Nyunting
dan Khosla melaporkan hal yang sama. Smadel menganjurkan pemberian steroid tidak lebih
dari 4 hari. Nelwan menganjurkan selama 3-5 hari dengan dosis 0,5-2 mg/kgBB/hari.
22
Penatalaksanaan pada pasien ini :
- IVFD KIB 1,5cc/kgBB/jam
- Pct 250 mg prn ≥38°C, 4 x 1
- Inj Colsan 4 x 500mg
- Inj Ampisilin 4 x 1 gr
- Inj Rantin 2 x 1 amp
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
Salmonella Thypi (S. Typhi) dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
II.2 Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data
World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17
juta kasus demam tifoid di seluruh duna dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap
tahun. Di Negara berkembang, kasus demam tifoid dilapokan sebagai penyakit
endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenaranya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit.
II.3 Etiologi dan predisposisi4,5,6
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di
23
dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu
600°C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella
typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya demam tifoid yaitu diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan
Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh
kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan
tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakterimia kepada bayinya (Soedarno, 2002).
b. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat
menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi
yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid
(Syahrurahman, 1994).
c. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis
terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar
hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya
penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum
dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Berdasarkan
24
hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) menunjukkan bahwa higiene
perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali
lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik.
II.4 Patofisiologi1
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui fecal-oral
transmittion melalui orang ke orang maupun melalui perantaraan makanan dan
minuman yang tidak higienis yang terkontaminasi dengan feces atau urine.
Sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung, dan
sebagian lagi masuk usus halus. Penyakit yang timbul tergantung pada beberapa
faktor, antara lain (1) jumlah organisme yang ditelan, (2) kadar keasaman dalam
lambung. Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan S. typhi sebanyak 105-109
yang tertelan. Sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung. Namun tidak semua bakteri tersebut mati. Jumlah bakteri yang mampu
bertahan hidup bergantung pada keasaman lambung tersebut. Bakteri yang mampu
bertahan hidup masuk ke dalam lumen usus, lalu mengadakan perlekatan pada
mikrovili dan menyerang epitel hingga mencapai lamina propria. selanjutnya di
lamina propria kuman berkembang biak serta difagosit, terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag, dan selanjutnya dibawa
ke plaque Peyeri ileum distal kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah, menuju organ – organ sistem retikuloendotelial
(RES) terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai
nyeri pada perabaan. . Di organ retikuloendotelial kuman meninggalkan sel makrofag
dan berkembang biak di luar sel (seperti di sinusoid) dan kembali masuk ke sirkulasi
darah yang mengakibatkan bakteremia kedua yang simptomatik (terdapat tanda dan
gejala infeksi sistemik).
Kuman masuk ke kandung empedu dan berkembang biak, kemudian secara
intermiten dieksresikan ke lumen usus, kemudian proses yang sama terulang kembali.
Karena makrofag sudah teraktifasi dan hiperaktif pada saat fagositosis kuman
dilepaskan mediator-mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi inflamasi sistemik
seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular,
gangguan mental dan koagulasi. Di plak Peyeri kuman intra makrofag menginduksi
25
reaksi sensitifitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis jaringan. Proses
patologi jaringan ini dapat berkembang sampai ke lapisan serosa usus sehingga terjadi
perforasi usus. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler sehingga
timbul gejala neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ
lainnya.
II.5 Gambaran Klinis4,7
Masa inkubasi dari Demam Tifoid biasanya 7-14 hari tetapi juga bergantung
pada infeksi yang terjadi, umumnya 3-30 hari. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari
sakit ringan dan demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sampai keadaan klinis yang
berat dengan gangguan pencernaan dan komplikasi yang berat. Banyak faktor yang
mempengaruhi berat ringannya penyakit pada demam tifoid. Hal ini mencakup lama
berlangsungnya penyakit sebelum dilakukannya terapi, pemilihan antibiotic yang
sesusai, umur, riwayat vaksinasi, strain bakteri, dan faktor imunitas seseorang.
Gejala klinis pada anak umumnya tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit
berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dan jarang menetap lebih dari 2
minggu.
Gejala klinis demam tifoid umumnya adalah demam, gangguan saluran
pencernaan (diare, konstipasi, mual, nafsu makan menurun), pusing.
5. Demam1,8,9
Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya demam hanya
samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah
atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Pada kasus-kasus yang khas
umumnya demam berlangsung selama 3 minggu. Demam dapat mencapai 39-40 ◦C
yang sifatnya remitten. Demam disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot,
pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Selama minggu pertama, suhu tubuh
turun naik, meningkat terutama pada sore-malam hari, pada minggu kedua demam
berlangsung terus menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga, suhu
tubuh berangsur turun dan dapat normal pada akhir minggu ketiga.
6. Lidah kotor
Sering ditemukan lidah yang terlihat kotor dan ditutupi selaput putih kotor, ujung
dan tepinya kemerahan serta tremor.
26
7. Gangguan saluran pencernaan
Penderita sering mengeluh nyeri perut, teutama nyeri ulu hati, disertai mual dan
muntah. Keluhan lain yang sering dijumpai adalah diare atau justru konstipasi.
8. Hepatosplenomegali
Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati
terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.
9. Bradikardi relatif
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah peningkatan suhu 1◦C
tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.
II.6 Pemeriksaan Laboratorium
4. Pemeriksaan rutin
Pada darah perifer sering ditemukan leukopenia tetapi dapat pula normal atau
leukositosis. Dapat juga ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada hitung jenis
menunjukkan shift to the left. LED dapat meningkat, SGOT dan SGPT seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuh.
5. Pemeriksaan kultur
Kultur darah merupakan metode diagnosis standar yang dianjurkan. Menurut laporan
survailens WHO pada tahun 2003, lebih dari 80% pasien dengan demam tifoid
memberikan hasil yang positif dengan kultur darah. Sensitivitas kultur darah lebih tinggi
apabila pemeriksaan dilakukan pada minggu pertama sakit dan akan semakin menurun
dengan didapatkannya riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya.
6. Pemeriksaan serologis
e. Widal
Pemeriksaan Widal sebaiknya dilakukan pada pasien dengan gejala-gejala yang
mengarah pada tifoid dan atau setidaknya sudah mengalami demam selama lebih kurang
satu minggu. Karena endemisitas tifoid di tiap-tiap daerah berbeda-beda maka masing-
masing sentral dianjurkan untuk memiliki nilai ambang batas yang dapat dijadikan
patokan. Saat ini diagnosis dengan menggunakan hasil Widal lebih dianjurkan dengan
melihat peningkatan titer 2-4 kali dalam dua pemeriksaan Widal dengan jarak waktu
kurang lebih 1 minggu dari pada pemeriksaan Widal satu kali saja.
27
f. Kit typhidot
Typhidot merupakan seperangkat kit dot ELISA yang digunakan untuk mendeteksi
kadar antibodi IgM dan IgG terhadap protein membran luar dari Salmonella typhi.
Typhidot akan memberikan hasil yang positif setelah 2-3 hari pasca infeksi. Typhidot
memiliki efektivitas yang lebih baik daripada Widal. Kelemahan kit ini tidak dapat
membedakan apakah penderita mengalami infeksi lampau atau reinfeksi bila hasil yang
didapat IgM dan IgG positif, pada keadaan tersebut gejala klinik dapat dijadikan
pertimbangan.
g. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan lain yang lebih canggih adalah dengan metode deteksi DNA tifoid
menggunakan teknik PCR. Pemeriksaan ini memberikan hasil yang baik dengan
sensitivitas sampai 93% dan spesifisitas 100%.
h. Tes Tubex ®
Tes Tubex® merupakan pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif untuk
mendeteksi spesifik serum antibodi IgM terhadap antigen S.Typhi 09 lipopolisakarida.
Reaksi positif akan memberikan warna biru sedangkan reaksi negatif akan memberikan
warna merah.
II.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling banyak dijumpai pada demam tifoid adalah hepatitis tifosa,
pneumonia, ensefalopati, dan perdarahan dengan penyebab kematian terbanyak adalah
perforasi usus.
1. Hepatitis Tifosa11,12
Penyebab timbulnya kelainan hati pada demam tifoid tidak diketahui pasti,
mungkin multifaktorial termasuk kerusakan hati akibat endotoksin atau proses
inflamasi. Kemungkinan lain adalah kerusakan akibat mekanisme imun sekunder
pada host. Khosia memberikan kriteria hepatitis tifosa apabila ditemukan 3 atau
lebih gejala sebagai berikut:
1. Hepatomegali
2. Ikterik
3. Kelainan laboratorium, antara lain :
- Bilirubin
28
- Peningkatan SGOT/SGPT
- Penurunan indeks waktu prothrombin
4. Kelainan histopatologi
2. Komplikasi intestinal
Komplikasi intestinal terdiri dari perdarahan usus, perforasi usus dan ileus
paralitik. Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoshezia. Tetapi dapat juga
melalui pemeriksaan lab feses (occult blood test). Komplikasi perforasi ini ditandai
dengan gejala – gejala akut abdomen dan peritonitis. Didapatkan gas bebas dalam
rongga perut yang dibantu dengan pemeriksaan klinis bedah dan foto polos abdomen
3 posisi.
Pada awal minggu kedua dari perjalanan penyakit demam tifoid, terjadi nekrosis
superficial yang disebabkan oleh toksis bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh
pembuntuan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hyperplasia sel limfoid (disebut sel
tifoid). Selanjutnya, mukosa yang nekrotik akan terlepasMukosa yang nekrotik
kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan terlepas sehingga
membentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu
panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam
meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding
otot dari usus bahkan dapat mencapai membrane serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka
perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi usus. Kedua komplikasi
tersebut, yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling
sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian,
beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Denyut
nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis local maupun umum, maka hal ini
menunjukan telah terjadinya perforasi usus. Sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar
nernafas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya
perdarahan
3. Toksik Tifoid1,13
29
Penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor,
koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan
cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa
peneliti disebut tifoid toksik atau tifoid berat, demam tifoid ensefalopati atau demam
tifoid dengan toksemia. Manifestasi neuropsikiatri berupa delirium dengan atau tanpa
kejang, semikoma atau koma, parkinson rigidity, mioklonus generalisata,
meningismus, skizofrenia, maniak akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis,
polineuritis perifer, dan psikosis.
Di Indonesia, insiden terjadinya tifoid toksik sekitar 10-40% dari kasus demam
tifoid yang dirawat. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya tifoid toksik
antara lain sosial ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah, ras,
kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan dan adat yang masih terbelakang.
4. Komplikasi lain
a. Kardiovaskuler
Pada 10-15% pasien dengan demam tifoid ditemukan perubahan non spesifik
pada gambaran EKG. 1-5% pasien dengan demam tifoid mengalami toksik
miokarditis. Toksik miokarditis terjadi pada psien dengan sakit yang berat and
toksemia dan ditandai dengan takikardia, nadi dan suara jantung yang lemah,
hipotensi, dan abnormalitas gambaran ekg.
b. Komplikasi hematologi
Dapat ditemukan trombositopenia hingga koagulasi intravaskuler disseminata.
Penyebab KID belumlah jelas. Hal yang sering dikemukakan adalah
endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologi, koagulasi, dan fibrinolisis.
Pelepasan kinin, histamine, dan prostaglandin menyebabkan vasokonstriksi
dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan
perangsangan mekanisme koagulasi, baik KID kompensata maupun
dekompensata.
c. Pankreatitis tifosa
30
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Pemeriksaan enzim amylase dan
lipase serta ultrasonografi/ct scan dapat membantu diagnosis penyakit ini
dengan akurat.
II.8 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
Istirahat dan perawatan dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Diet dan terapi penunjang dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman
dan kesehatan pasien secara optimal. Pemberian bubur saring dan lauk pauk rendah
serat untuk menghindari perdarahan saluran cerna. Jika kesadaran menurun dapat
dilakukan pemasangan selang nasogastrik. Pemberian nutrisi lebih diutamakan secara
oral atau enteral untuk mencegah atrofi vili usus.
2. Farmakologis10,11
Pemberian antibiotik bertujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.
Pemilihan antibiotik perlu disesuaikan dengan pola resistensi kuman Salmonella typhi
lokal sehingga kegagalan terapi dapat dihindarkan. Obat-obat antimikroba yang sering
digunakan untuk demam tifoid adalah sebagai berikut :
a. Kloramfenikol
Penggunaan kloramfenikol telah dikenal cukup lama dan telah digunakan
secara luas. Selain merupakan obat pilihan utama, obat ini banyak digunakan
karena harganya relatif murah. Dosis yang diberikan adalah 4X500 mg perhari
dapat diberikan secara per-oral atau intravena. Diberikan hingga 7 hari bebas
panas.
b. Tiamfenikol
Efektivitas hampir sama dengan kloramfenikol, tapi komplikasi hematologi
lebih rendah dari kloramfenikol. Dosis yang diberikan 4X500 mg.
c. Kotrimokzasol
Efektivitas hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis dewasa 2X2 tablet (1
tablet mengandung sulfanetoksazol 400mg dan 80mg trimetoprim) diberikan
selama 2 minggu.
d. Ampicillin dan Amoxiciliin
31
Kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari kloramfenikol. Dosis yang
dianjurkan 50-150mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
e. Sefalosporin generasi ketiga
Hingga saat ini terbukti dalam sefalosporin generasi ketiga yang terbukti
efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson dosis yang dianjurkan 3-4g
dalam dekstrose 100cc diberikan selama ½ jam perinfus 1 kali sehari selama
3-5 hari.
f. Golongan fluoroquinolon
Norfloksasin dosis 2X400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin dosis 2X500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin dosis 2X400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin dosis 400mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin dosis 400mg/hari selama 7 hari
Berdasarkan penelitian oleh Iskandar Zulkarnain mengenai uji kepekaan
Salmonella Typhii terhadap beberapa jenis antibiotika ditemukan Ampisilin,
amoksisilin, dan sulfametoksasol-trimetoprim presentasi kepekaan terhadap
Salmonella adalah 95,12% sedangkan kloramfenikol, seftriakson dan golongan
fluorokuinolon masih sensitif (100%) untuk kuman Salmonella.
Pada tifoid toksik dapat diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah
ampicilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.7 Sumarsona dalam tulisannya
mengemukakan bahwa pemberian kortikosteroid amat membantu penyembuhan.
Nyunting dan Khosla melaporkan hal yang sama. Smadel menganjurkan pemberian
steroid tidak lebih dari 4 hari. Nelwan menganjurkan selama 3-5 hari dengan dosis 0,5-
2 mg/kgBB/hari.
Saat ini sedang dikembangkan penelitian mengenai penggunaan florokuinolon
pada tifoid toksik, dimana ternyata penderita dapat membaik tanpa pemberian
kortikosteroid. Hal ini mungkin dapat dijelaskan dengan sifat-sifat imunomodulasi
kelompok obat ini.
II.9 Pencegahan14,15
32
Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri.
Untuk menurunkan insidensi demam tifoid, harus diidentifikasi bakteri penyebab,
meningkatkan kesehatan umum,personal dan memperbaiki hygine serta pendidikan
kesehatan terhadap masyarakat.
Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah:
- Sanitasi lingkungan
- Penyediaan sumber air yang bersih
- Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri.
-
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu ;
1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun
karier tifoid; 2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella typhi
akut maupun karier; 3. Proteksi terhadap orang yang beresiko terinfeksi.
II.10 Prognosis16
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi
antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka
mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan
pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan
hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo D. Demam tifoid. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III 2006. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI ; 2006 : 1752-7.
2. Zulkarnain I. Demam tifoid : Perkembangan terbaru dalam diagnosis dan terapi. Dalam :
Sumaryono, Setiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A. Naskah lengkap
pertemuan ilmiah tahunan ilmu penyakit dalam 2006. Jakarta : Pusat informasi dan
penerbitan bagian IPD FKUI; 2006:35-43.
3. Ochiai RL, Acosta CJ, Danovaro-Holliday MC, Baiqing D, Bhattacharya SK, Agtini MD,
et al. A study of typhoid fever in five Asian countries: disease burden and implications for
controls. Bulletin of the World Health Organization 2008;86:260-8.
4. Rampengan, T. H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Jakarta: EGC. Soedarno SS.,
Garna H, Hadinegoro SR. 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropis. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
5. Syahrurahman, Agus. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta:
Penerbit Binarupa Aksara.
6. Lubis, R. 2001. Faktor Resiko Kejadian Demam Tifoid Penderita Yang Dirawat di RSUD
Dr. Soetomo Surabaya. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga Surabaya.
7. Hendarwanto. Clinical Picture of Typhoid Fever. Acta Medica Indonesiana, 1996, 3:151-
58.
34
8. Nelwan RHH. Sebuah Studi Deskriptif Klinik Mengenai Diagnosis Dini Demam Tifoid.
Acta Medica Indonesiana, 1993, 1;13-18
9. Zulkarnain I. Demam tifoid : Perkembangan terbaru dalam diagnosis dan terapi. Dalam :
Sumaryono, Setiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A. Naskah lengkap
pertemuan ilmiah tahunan ilmu penyakit dalam 2006. Jakarta : Pusat informasi dan
penerbitan bagian IPD FKUI; 2006:35-43.
10. Khosia, SN. Typhoid hepatitis. Postgrad Med J. 1990, 66:923-25.
11. Pramoolsinsap C, Viranuvatti V. Salmonella Hepatitis. Journal of Gastroenterol and
Hepatology 1998, 13: 745-50.
12. Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farar JJ. Typhoid fever. N Engl J Med.
2002;347(22):1770-82.
13. Daigle, France. 2008. Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in
Pathogenesis. J Infect Developing Countries. 2008; 2(6): 431-437
14. Moehario, Lucky H. 2009. The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros
Indonesia Reveals Bacterial Migration. J Infect Dev Ctries.2009; 3(8): 579-584
15. Garna H, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2008 :368-375
35