2132 Chapter II

download 2132 Chapter II

of 28

Transcript of 2132 Chapter II

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    1/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-1

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. 

    TINJAUAN UMUMStruktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang

    diakibatkan penggunaan dan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur

    terdiri dari unsur-unsur atau elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi

    sebagai satu kesatuan utuh untuk menyalurkan semua jenis beban yang

    diantisipasi ke tanah.

    Dalam bab ini akan dibahas mengenai asal mula penggunaan beton

     pracetak, perkembangan beton pracetak di dunia dan Indonesia, kelebihan dan

    kekurangan dari beton pracetak, jenis-jenis pracetak berikut sambungannya

    hingga teori-teori dasar yang diperlukan dan berhubungan dengan analisis dan

     perencanaan struktur, secara khusus konsep desain atau perencanaan struktur

     beton pracetak. Juga akan dbahas pembebanan dan kombinasi pembebanannya,

    konsep desain atau perencanaan struktur, dan metode konstruksi pracetak yang

    mengacu pada peraturan-peraturan maupun standart-standart perencanaan yang

     berlaku sehingga menghasilkan bangunan yang kuat, aman dan nyaman.

    2.2. 

    SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM PRACETAK

    Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika

    dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi,

    karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet,

    mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat

    menjadi perhatian dalam sistem beton konvensional, antara lain waktu

     pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan

    serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin

    mahal dan langka. 

    Konstruksi beton pracetak telah mengalami perkembangan yang sangat

     pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini, karena sistem ini

    mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem konvensional. Khusus di bidang

    gedung bertingkat medium seperti Rumah Susun Sederhana, Sistem Pracetak telah

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    2/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-2

    terbukti dapat mendukung pembangunan rumah susun dan rumah sederhana yang

     berkualitas, cepat dan ekonomis. Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi,

     peneliti, penemu, lembaga penelitian, dan industri pada bidang ini telah

    menghasilkan puluhan sistem bangunan baru hasil karya putra-putra bangsa yang

    telah dipatenkan dan diterapkan secara aktif (Nurjaman dan Sidjabat,2010 dalam

    M. Abduh 2007).

    Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab

    kebutuhan di era millennium baru ini. Pada dasarnya sistem ini melakukan

     pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu

    dibawa ke lokasi (transportasi) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh

    (ereksi). Keunggulan sistem ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi cepat

    dan massal, pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas produk yang baik. Perbandingan kualitatif antara strutur kayu, baja serta beton

    konvensional dan pracetak dapat dilihat pada tabel :

    Tabel 2.1. Perbandingan Kualitatif antara Kayu, Baja, dan Beton 

    Aspek  KAYU  BAJA BETON 

    Konvensional  Pracetak 

    Pengadaan  Semakin terbatas Utamanya impor Mudah  Mudah

    Permintaan  Banyak Banyak Paling banyak  Cukup

    Pelaksanaan  Sukar, Kotor Cepat, bersih Lama, kotor  Cepat, bersih

    Pemeliharaan  Biaya 

    Tinggi Biaya 

    tinggi Biaya 

    sedang 

    Biaya 

    sedangKualitas  Tergantung spesies Tinggi Sedang‐tinggi  Tinggi

    Harga  Semakin mahal Mahal Lebih murah  Lebih murah

    Tenaga Kerja  Banyak Banyak Banyak  Banyak

    Lingkungan  Tidak ramah Ramah Kurang ramah  Ramah

    Standar 

    Ada

    (sedang 

    diperbaharui) 

    Ada ( sedang 

    diperbaharui) 

    Ada  ( sedang 

    diperbaharui ) 

    Belum ada

    (sedang 

    disusun) 

    Sumber buku kuliah struktur dan konstruksi ( Rahman,2010 )

    Sistem pracetak telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang sistem

    dikembangkan di dalam negeri maupun yang didatangkan dari luar negeri.

    Biasanya sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok

     jembatan, kolom plat pantai.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    3/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-3

    2.2.1. 

    Perkembangan Sistem Pracetak di Dunia

    Sistem pracetak jaman modern berkembang mula-mula di Negara Eropa.

    Struktur pracetak pertama kali digunakan adalah sebagai balok beton precetak

    untuk Casino di Biarritz, yang dibangun oleh kontraktor Coignet, Paris 1891.

    Pondasi beton bertulang diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss &

    Freytag di Hamburg dan mulai digunakan tahun 1906. Th 1912 beberapa

     bangunan bertingkat menggunakan sistem pracetak berbentuk komponen-

    komponen, seperti dinding, kolom dan lantai yang diperkenalkan oleh

    John.E.Conzelmann. Struktur komponen pracetak beton bertulang juga

    diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff & Widmann G

    Wayss & Freytag KG, Prteussag, Loser dll.

    Sistem pracetak tahan gempa dipelopori pengembangannya di SelandiaBaru. Amerika dan Jepang yang dikenal sebagai Negara maju di dunia, ternyata

     baru melakukan penelitian intensif tentang sistem pracetak tahan gempa pada

    tahun 1991. Dengan membuat program penelitian bersama yang dinamakan

    PRESS ( Precast Seismic Structure System).

    2.2.2.  Perkembangan Sistem Pracetak di Indonesia

    Indonesia telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen,

    seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an.

    Sistem pracetak semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai

    inovasi seperti Sistem Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem

    All Load Bearing Wall (1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem

    Jasubakim (1999), Sistem Bresphaka (1999) dan sistem T-Cap (2000). Di

    Indonesia bangunan pracetak sering digunakan untuk pembangunan rumah susun

    sewa (rusunawa)

    Sehubungan dengan adanya Program Percepatan Pembangunan Rumah

    Susun yang digagas Pemerintah pada tahun 2006, para pihak yang terkait dengan

    industri pracetak pada tahun 2007 telah mengembangkan dan menguji tahan

    gempa sistem pracetak untuk rumah susun sederhana bertingkat tinggi yang telah

    siap digunakan untuk mendukung program tersebut.

    Sistem pracetak telah terbukti dapat mendukung pembangunan rumah

    susun dan rumah sederhana yang berkualitas, cepat dan ekonomis. Sinergi antara

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    4/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-4

     pemerintah, perguruan tinggi, peneliti, penemu, lembaga penelitian, dan industri

     pada bidang ini telah menghasilkan puluhan sistem bangunan baru hasil karya

     putra-putra bangsa yang telah dipatenkan dan diterapkan secara aktif.

    Penerapan sistem pracetak untuk bangunan rusuna bertingkat tinggi

     pertama kali dilakukan pada rusunami Pulogebang. Saat ini sudah ada rusunami

     bertingkat 16 lantai. Pada kawasan Pulogebang juga dibangun Kawasan Sentra

    Timur dengan berpusat pada hunian rusuna 20 – 24 lantai (Nurjaman dan

    Sidjabat,2000 dalam M. Abduh 2007).

    Permasalahan mendasar dalam perkembangan sistem pracetak di Indonesia

    saat ini adalah :

    1.  Sistem ini relatif baru.

    2.  Kurang tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan sistem pracetakyang telah ada.

    3.  Keandalan sambungan antar komponen untuk sistem pracetak terhadap

     beban gempa.

    4.  Belum adanya pedoman resmi mengenai tatacara analisis, perencanaan

    serta tingkat kendalan khusus untuk sistem pracetak yang dapat dijadikan

     pedoman bagi pelaku konstruksi.

    2.3.  BETON PRACETAK

    2.3.1. 

    Pengertian Beton Pracetak

    Beton pracetak adalah teknologi konstruksi struktur beton dengan

    komponen-komponen penyusun yang dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat

    khusus (off site fabrication), terkadang komponen-komponen tersebut disusun dan

    disatukan terlebih dahulu ( pre-assembly), dan selanjutnya dipasang di lokasi

    (installation), dengan demikian sistem pracetak ini akan berbeda dengan

    konstruksi monolit terutama pada aspek perencanaan yang tergantung atau

    ditentukan pula oleh metoda pelaksanaan dari pabrikasi, penyatuan dan

     pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku sistem pracetak dalam

    hal cara penyambungan antar komponen join (Abduh,2007).

    Beberapa prinsip yang dipercaya dapat memberikan manfaat lebih dari

    teknologi beton pracetak ini antara lain terkait dengan waktu, biaya, kualitas,

     predictability, keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan,

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    5/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-5

    koordinasi, inovasi, reusability, serta relocatability (Gibb,1999 dalam M. Abduh

    2007).

    Pelaksanaan bangunan dengan menggunakan metoda beton pracetak

    memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal tersebut disebabkan keuntungan metoda

     pelaksanaan dengan mengunakan beton pracetak ini akan mencapai hasil yang

    maksimal jika pada proyek konstruksi tersebut tercapai reduksi waktu pekerjaan

    dan reduksi biaya konstruksi. Pada beberapa kasus desain propertis dengan

    metoda beton pracetak terjadi kenaikkan biaya material beton disebabkan analisa

     propertis material tersebut harus didesain juga terhadap aspek instalasi,

     pengangkatan, dan aspek transportasi sehingga pemilihan dimensi dan kekuatan

    yang diperlukan menjadi lebih besar daripada desain propertis dengan metoda cor

    ditempat. Selain itu pada proses instalasi elemen beton pracetak memerlukan peralatan yang lebih banyak dari proses instalasi elemen beton cor ditempat.

    2.3.2. 

    Perbedaan Analisa Beton Pracetak dengan Beton Konvensional

    Pada dasarnya mendesain konvensional ataupun pracetak adalah sama,

     beban-beban yang diperhitungkan juga sama, faktor-faktor koefisien yang

    digunakan untuk perencanaan juga sama, hanya mungkin yang membedakan

    adalah :

    1. Desain pracetak memperhitungkan kondisi pengangkatan beton saat umur

     beton belum mencapai 24 jam. Apakah dengan kondisi beton yang sangat

    muda saat diangkat akan terjadi retak (crack)  atau tidak. Di sini

    dibutuhkan analisa desain tersendiri, dan tentunya tidak pernah

    diperhitungkan kalo kita menganalisa beton secara konvensional.

    2. Desain pracetak memperhitungkan metode pengangkatan, penyimpanan

     beton pracetak di stock yard , pengiriman beton pracetak, dan pemasangan

     beton pracetak di proyek. Kebanyakan beton pracetak dibuat di pabrik.

    3. Pada desain pracetak menambahkan desain sambungan. Desain

    sambungan di sini, didesain lebih kuat dari yang disambung.

    2.3.3.  Sistem Komponen Pracetak

    Ada beberapa jenis komponen beton pracetak   untuk struktur bangunan

    gedung dan konstruksi lainnya yang biasa dipergunakan, yaitu :

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    6/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-6

    1. Tiang pancang

    2.  Sheet pile dan dinding diaphragma.

    3.  Half solid slab (precast plank), hollow core slab, single-T, double-T,

    triple-T, channel slabs dan lain-lain.

    4. Balok beton pracetak dan balok beton pratekan pracetak (PC I Girder) 

    5. Kolom beton pracetak satu lantai atau multi lantai

    6. Panel-panel dinding yang terdiri dari komponen yang solid, bagian dari

     single-T   atau double-T . Pada dinding tersebut dapat berfungsi sebagai

     pendukung beban (shear wall) atau tidak mendukung beban.

    7.  Jenis komponen pracetak lainnya, seperti : tangga, balok parapet, panel-

     panel penutup dan unit-unit beton pracetak lainnya sesuai keinginan atau

    imajinasi dari insinyur sipil dan arsitek.

    Secara umum sistem struktur komponen beton pracetak dapat digolongkan

    sebagai berikut (Nurjaman,2000 dalam M. Abduh 2007) :

    1. Sistem struktur komponen pracetak sebagian, dimana kekakuan sistem

    tidak terlalu dipengaruhi oleh pemutusan komponenisasi, misalnya

     pracetak pelat, dinding di mana pemutusan dilakukan tidak pada balok dan

    kolom/bukan pada titik kumpul.

    2. Sistem pracetak penuh, dalam sistem ini kolom dan balok serta pelat

    dipracetak dan disambung, sehingga membentuk suatu bangunan yang

    monolit.

    Pada dasarnya penerapan sistem pracetak penuh akan lebih

    mengoptimalkan manfaat dari aspek fabrikasi pracetak dengan catatan bahwa

    segala aspek kekuatan ( strength), kekakuan,layanan ( serviceability) dan ekonomi

    dimasukkan dalam proses perencanaan.

    2.3.4.  Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Beton Pracetak

    Struktur elemen pracetak memiliki beberapa keuntungan  dibandingkan

    dengan struktur konvensional, antara lain :

    1.  Penyederhanaan pelaksanaan konstruksi.

    2.  Waktu pelaksanaan yang cepat.

    3.  Waktu pelaksanaan struktur merupakan pertimbangan utama dalam

     pembangunan suatu proyek karena sangat erat kaitannya dengan biaya

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    7/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-7

     proyek. Struktur elemen pracetak dapat dilaksanakan di pabrik bersamaan

    dengan pelaksanaan pondasi di lapangan.

    4.  Penggunaan material yang optimum serta mutu bahan yang baik.

    5.  Salah satu alasan mengapa struktur elemen pracetak sangat ekonomisdibandingkan dengan struktur yang dilaksanakan di tempat (cast in-situ)

    adalah penggunaan cetakan beton yang tidak banyak variasi dan biasa

    digunakan berulang-ulang, mutu material yang dihasilkan pada umumnya

    sangat baik karena dilaksanakan dengan standar-standar yang baku,

     pengawasan dengan sistem komputer yang teliti dan ketat.

    6.  Penyelesaian finishing  mudah.

    7.  Variasi untuk permukaan finishing pada struktur elemen pracetak dapat

    dengan mudah dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan elemen

    tersebut di pabrik, seperti: warna dan model permukaan yang dapat

    dibentuk sesuai dengan rancangan.

    8.  Tidak dibutuhkan lahan proyek yang luas, mengurangi kebisingan, lebih

     bersih dan ramah lingkungan.

    9.  Dengan sistem elemen pracetak, selain cepat dalam segi pelaksanaan, juga

    tidak membutuhkan lahan proyek yang terlalu luas serta lahan proyek

    lebih bersih karena pelaksanaan elemen pracetaknya dapat dilakukan

    dipabrik.

    10. Perencanaan berikut pengujian di pabrik.

    11. Elemen pracetak yang dihasilkan selalu melalui pengujian laboratorium di

     pabrik untuk mendapatkan struktur yang memenuhi persyaratan, baik dari

    segi kekuatan maupun dari segi efisiensi.

    12. Sertifikasi untuk mendapatkan pengakuan Internasional. Apabila hasil

     produksi dari elemen pracetak memenuhi standarisasi yang telah

    ditetapkan, maka dapat diajukan untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9002

    yang diakui secara internasional.

    13. Secara garis besar mengurangi biaya karena pengurangan pemakaian alat-

    alat penunjang, seperti : scaffolding  dan lain-lain.

    14. Kebutuhan jumlah tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan

     produksi.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    8/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-8

     Namun demikian, selain memilki keuntungan, struktur elemen pracetak

     juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain :

    1.  Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit.

    2.  Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara

    elemen yang satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan

    dalam pemasangan di lapangan.

    3.  Panjang dan bentuk elemen pracetak yang terbatas, sesuai dengan

    kapasitas alat angkat dan alat angkut.

    4.  Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk

    adalah antara 150 sampai 350 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe

     produknya. Sedangkan untuk angkutan laut, jarak maksimum transportasi

    dapat sampai di atas 1000 km.5.  Hanya dapat dilaksanakan didaerah yang sudah tersedia peralatan untuk

    handling  dan erection.

    6.  Di Indonesia yang kondisi alamnya sering timbul gempa dengan kekuatan

     besar, konstruksi beton pracetak cukup berbahaya terutama pada daerah

    sambungannya, sehingga masalah sambungan merupakan persoalan yang

    utama yang dihadapi pada perencanaan beton pracetak.

    7.  Diperlukan ruang yang cukup untuk pekerja dalam mengerjakan

    sambungan pada beton pracetak.

    8.  Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock

     yard)

    2.3.5.  Kendala dan Permasalahan Seputar Beton Pracetak

    Yang menjadi perhatian utama dalam perencanaan komponen beton

     pracetak seperti pelat lantai, balok, kolom dan dinding adalah sambungan. Selain

     berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang bekerja, sambungan juga harus

     berfungsi menyatukan masing-masing komponen beton pracetak tersebut menjadi

    satu kesatuan yang monolit sehingga dapat mengupayakan stabilitas struktur

     bangunannya. Beberapa kriteria pemilihan jenis sambungan antara komponen

     beton pracetak diantaranya meliputi: 

    1.  Kekuatan ( strength).  Sambungan harus memilki kekuatan untuk dapat

    menyalurkan gaya-gaya yang terjadi ke elemen struktur lainnya selama

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    9/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-9

    waktu layan ( serviceability), termasuk adanya pengaruh dari rangkak dan

    susut beton.

    2.  Daktalitas (ductility) 

    Kemampuan dari sambungan untuk dapat mengalami perubahan bentuk

    tanpa mengalami keruntuhan. Pada daerah sambungan untuk mendapatkan

    daktilitas yang baik dengan merencanakan besi tulangan yang meleleh

    terlebih dahulu dibandingkan dengan keruntuhan dari material betonnya.

    3.  Perubahan volume (volume change accommodation) 

    Sambungan dapat mengantisipasi adanya retak, susut dan perubahan

    temperature yang dapat menyebabkan adanya tambahan tegangan yang

    cukup besar.

    4.  Ketahanan (durability) Apabila kondisi sambungan dipengaruhi cuaca langsung atau korosi

    diperlukan adanya penambahan bahan-bahan pencegah seperti  stainless

     steel epoxy atau galvanized. 

    5.  Tahan kebakaran (fire resistance) 

    Perencanaan sambungan harus mengantisipasi kemungkinan adanya

    kenaikan temperatur pada sistem sambungan pada saat kebakaran,

    sehingga kekuatan dari baja maupun beton dari sambungan tersebut tidak

    akan mengalami pengurangan.

    6.  Mudah dilaksanakan dengan mempertimbangkan bagian-bagian berikut ini

     pada saat merencanakan sambungan :

    a.  Standarisasi produksi jenis sambungan dan kemudahan tersedianya

    material lapangan.

     b. Hindari keruwetan penempatan tulangan pada derah sambungan

    c.  Hindari sedapat mungkin pelubangan pada cetakan

    d. Perlu diperhatikan batasan panjang dari komponen pracetak dan

    toleransinya

    e.  Hindari batasan yang non-standar pada produksi dan pemasangan.

    f.  Gunakan standar hardware seminimal mungkin jenisnya

    g. Rencanakan sistem pengangkatan komponen beton pracetak

    semudah mungkin baik di pabrik maupun dilapangan

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    10/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-10

    h. Pergunakan sistem sambungan yang tidak mudah rusak pada saat

     pengangkatan

    i.  Diantisipasi kemungkinan adanya penyesuaian di lapangan.

    Jenis sambungan antara komponen beton pracetak yang biasa

    dipergunakan dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok sebagai berikut :

    1.  Sambungan kering (dry connection) 

    Sambungan kering menggunakan bantuan pelat besi sebagai penghubung

    antar komponen beton pracetak dan hubungan antara pelat besi dilakukan

    dengan baut atau dilas. Penggunaan metode sambungan ini perlu perhatian

    khusus dalam analisa dan pemodelan komputer karena antar elemen

    struktur bangunan dapat berperilaku tidak monolit.

    Gambar 2.1. Contoh Sambungan kering 

    2.  Sambungan basah (wet connection) 

    Sambungan basah terdiri dari keluarnya besi tulangan dari bagian ujung

    komponen beton pracetak yang mana antar tulangan tersebut dihubungkan

    dengan bantuan mechanical joint , mechanical coupled ,  splice sleeve  atau

     panjang penyaluran. Kemudian pada bagian sambungan tersebut dilakukan

     pengecoran beton ditempat. Jenis sambungan ini dapat berfungsi baik

    untuk mengurangi penambahan tegangan yang terjadi akibat rangkak,

    susut dan perubahan temperatur. Sambungan basah ini sangat dianjurkan

    untuk bangunan di daerah rawan gempa karena dapat menjadikan masing-

    masing komponen beton pracetak menjadi monolit.

    Pada Tugas Akhir ini digunakan sambungan basah (wet connection).

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    11/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-11

    2.3.6. 

    Jenis-Jenis Sistem Pracetak

    Beberapa jenis Pracetak yang sering dipakai Indonesia, antara lain :

    1.  Sistem Struktur Pracetak C-Plus

    Sistem Pracetak struktur ini memiliki konsep struktur pracetak rangka

    terbuka, komponen kolom plus dan balok persegi dengan stek tulangan yang

     berulir. Sistem sambungan mekanis balok dan kolom, plat baja berlubang dengan

    mur.

    Pertemuan sambungan pada titik kumpul (poer/kepala) ditambah tulangan

    sengkang horizontal dan vertikal di cor dengan beton menggunakan semen tidak

    susut (non shrinkage cement ) sehingga berperilaku wet joint .

    Gambar 2.2. Sistem Struktur Pracetak C-Plus 

    2.  Sistem Struktur Pracetak Bresphaka

    Bresphaka adalah suatu rekayasa konstruksi gedung dengan sistem struktur

     pracetak model open frame yang terdiri dari elemen pracetak kolom, balok, lantai,

    dinding, tangga dan elemen lainnya, dengan penggunaan bahan beton ringan atau

     beton normal atau kombinasi keduanya. 

    a.  Model struktur

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    12/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-12

    1)  Bersifat rangka terbuka, bentuk penampang elemen struktur sesuai dengan

    desain dimodelkan dalam perhitungan program struktur. 

    2)  Sambungan utama di titik kumpul dan direncanakan bersifat daktail penuh

    3)  Perencanaan memperhatikan “stress control”, pemodelan ditumpu dengan

     perletakkan (restraints) pada kondisi beban pelaksanaan struktur.

     b. Perencanaan sambungan

    1)  “Shear connector”  pada balok, untuk menyatukan komponen balok dan

     plat

    2)  “Shear key”  pada plat, diterapkan khusus daerah gempa agar plat dapat

    membentuk diafragma kaku.

    3)  Angkur balok pracetak ke joint, agar keruntuhan/sendi plastis tidak terjadi

    di perbatasan balok joint.4)  Angkur kolom, untuk transfer gaya dari kolom atas ke kolom bawah

    Gambar 2.3. Sistem Struktur Pracetak Bresphaka (Pertemuan Balok–Kolom)

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    13/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-13

    Gambar 2.4. Sistem Struktur Pracetak Bresphaka (Pertemuan Kolom–Kolom) 

    c.  Kelebihan dari sistem struktur pracetak jenis ini adalah :

    1)  Sistem BRESPHAKA dengan bahan beton mutu tinggi, selain akan

    memperkecil dimensi struktur/volume beton, juga akan mengurangi berat

    masa bangunan sehingga dimensi pondasi lebih kecil.

    2)  Produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, sehingga adanya efisiensi biaya

    yang menjadikan proyek jadi lebih hemat.

    3)  Kontrol kualitas sistem pabrikasi lebih terjamin.4)  Akurasi ukuran dari elemen bresphaka, menjamin pemasangan di

    Lapangan lebih presisi dan hasil kerja lebih rapi.

    5)  Efisiensi terhadap waktu pelaksanaan.

    3.  Sistem Struktur Pracetak KML (Kolom Multi Lantai)

    Sistim KML adalah Sistim beton pracetak yang memberikan percepatan

     pelaksanaan, karena komponen precast kolom dapat dicetak dan dierection

    langsung untuk 2 - 5 lantai, sehingga dapat menghemat waktu dalam pelaksanaan

    erection komponen kolom.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    14/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-14

    Gambar 2.5. Sistem Struktur Pracetak KML 

    a.  Keunggulan utama dari sistim KML ini adalah:

    1)  Lebih terjaminnya kelurusan (ketegakan) as kolom

    2)  Integritas antara komponen-komponen struktur lebih baik karena:

    3)  Joint kolom-balok-slab yang cukup monolit karena pengecoran dilakukan

     pada saat topping

    4)  Tulangan atas maupun bawah balok yang terletak disisi-sisi kolom dapat

    dibuat menerus.

    4.  Sistem Struktur Pracetak JEDDS (Joint Elemen Dengan Dua Simpul)

    Konsep dari sistem ini yaitu:

    1.  Penamaan “DUA SIMPUL”, Simpul Pertama yaitu transfer gaya antar

     balok melalui besi tulangan yang diikat pada kuping strand dengan

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    15/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-15

     bantuan pelat baja dan baut, sedangkan Simpul Kedua yaitu lilitan strand

    yang menghubungkan kedua kuping strand untuk mendukung gaya gempa

    2.  Perkuatan tambahan pada joint melalui besi tulangan & begel arah vertikal

    dan arah horisontal.

    Gambar 2.6. Sistem Struktur Pracetak JEEDS(Pertemuan Balok–Kolom)

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    16/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-16

    Gambar 2.7. Detail Kolom dan Pertemuan Balok-Kolom di Tepi pada Struktur Pracetak JEEDS 

    5.  Sistem Struktur Pracetak Adhi BCS ( Beam Column System)

    Sistem pracetak ini mengandalkan kecepatan pada saat pemasangan antar

    kolom. Sambungan antar kolom menggunakan strand.

    Gambar 2.8. Sistem Struktur Pracetak Adhi BCS

    Tulangan 

    Penyaluran  dari 

    kolom 

    ke bawah 

    Elemen  Kolom 

    bagian bawah 

    Elemen  Kolom 

    bagian atas 

    Disiapkan 

    lubang 

    pada kolam atas 

    untuk tempat 

    tulangan 

    penyaluran dari 

    kolom bawah 

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    17/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-17

    Gambar 2.9. Sistem Struktur Pracetak Adhi CBS 

    Keunggulan sistem ini terletak pada perencanaan struktur elemen dan

    kepraktisan pemasangannya. Pemasangan ini sangat cepat yaitu dua hari perlantai

     bangunan. 

    Dalam mengerjakan Tugas Akhir ini, digunakan Sistem Struktur jenis

    terakhir yaitu Sistem Struktur Adhi BCS ( Beam Column System). Di dalam

    laporan ini akan dibahas segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem struktur

     pracetak tersebut, baik dari pendimensian ukuran pelat, balok, dan kolom;

     pengangkatan dan pemasangan; serta sambungan dan tumpuan elemen pracetak

     berdasar Standard Nasional Indonesia yang berlaku.

    2.4.  PERENCANAAN BETON PRACETAK (berdasarkan SNI Beton

    2002 pasal 18)

    2.4.1.  Tinjauan Umum

    Struktur dan komponen pracetak harus direncanakan memenuhi ketentuan

    kekuatan, lendutan, keteguhan join dan kemudahan dalam proses pabrifikasi dan

    ereksi, sebagai berikut :

    1.  Perencanaan komponen struktur beton pracetak harus mempertimbangkan

    semua kondisi pembebanan dan kendala mulai dari saat pabrifikasi awal,

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    18/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-18

    hingga selesainya pelaksanaan struktur, termasuk pelepasan cetakan,

     penyimpanan, pengangkutan, dan ereksi.

    2.  Dalam konstruksi beton pracetak yang tidak berperilaku secara monolit,

     pengaruh pada semua detail sambungan dan pertemuan harus

    dipetimbangkan untuk menjamin tercapainya penampilan yang baik dari

    sistem struktur.

    3.  Pengaruh dari lendutan awal dan lendutan jangka panjang harus

    dipertimbangkan, termasuk pengaruh dari komponen struktur lain yang

    saling berhubungan.

    4.  Perencanaan dari join dan tumpuan harus mencakup pengaruh dari semua

    gaya yang akan disalurkan termasuk susut, rangkak, suhu, deformasi

    elastis, angin dan gempa.5.  Semua detail harus direncanakan agar mempunyai toleransi yang cukup

    terhadap proses pabrifikasi dan ereksi dan terhadap tegangan sementara

    yang terjadi pada saat ereksi.

    2.4.2.  Distribusi Gaya-Gaya pada Komponen-Komponen Struktur Pracetak

    Distribusi gaya-gaya yang tegak lurus bidang komponen struktur harus

    ditetapkan dengan analisis atau dengan pengujian. Apabila perilaku sistem

    membutuhkan gaya-gaya sebidang yang disalurkan antara komponen-komponen

    struktur pada sistem dinding atau lantai pracetak, maka ketentuan berikut berlaku:

    1.  Lintasan gaya bidang harus menerus melalui sambungan-sambungan dan

    komponen-komponen struktur.

    2.  Lintasan menerus dari baja atau tulangan baja harus disediakan di daerah

    dimana terjadi gaya tarik.

    2.4.3. 

    Perencanaan Komponen Struktur Pracetak

    Pada pelat atap dan lantai pracetak satu arah dan pada dinding panel

     pracetak prategang satu arah, yang tidak lebih lebar dari pada 4 m, dan di mana

    komponen- komponen tidak disambung secara mekanis untuk mengekang

    deformasi arah transversal, persyaratan tulangan susut dan temperatur dalam arah

    tegak lurus tulangan lentur dapat diabaikan. Pengabaian ini tidak berlaku untuk

    komponen struktur yang membutuhkan tulangan untuk menahan tegangan lentur

    transversal.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    19/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-19

    Untuk dinding pracetak non-prategang, tulangan harus direncanakan

     berdasarkan pada persyaratan yang ada kecuali bahwa luas masing-masing

    tulangan horizontal dan vertikal tidak boleh kurang dari 0,001 kali luas

     penampang bruto panel dinding. Jarak tulangan tidak boleh melebihi 5 kali tebal

    dinding ataupun 750 mm untuk dinding dalam atau 450 mm untuk dinding luar.

    2.4.4.  Integritas Struktural

    Ketentuan minimum untuk integritas struktural struktur beton pracetak:

    1. Tulangan pengikat longitudinal dan transversal yang dibutuhkan, harus

    menghubungkan komponen-komponen struktur sedemikian hingga

    terbentuk sistem penahan beban lateral.

    2. Apabila elemen pracetak membentuk diafragma atap atau lantai, maka

    sambungan antara diafragma dan komponen-komponen struktur yang

    ditopang secara lateral oleh diafragma tersebut harus mempunyai kekuatan

    tarik nominal yang mampu menahan sedikitnya 4,5 kN/m.

    3. Persyaratan tulangan pengikat vertical, berlaku pada semua komponen

    struktur vertikal kecuali komponen tempelan, dan harus dicapai dengan

    menggunakan sambungan di  joint horizontal berdasarkan pada hal-hal

     berikut:

    a.  Kolom pracetak harus mempunyai kekuatan nominal tarik minimum

    sebesar 1,5 Ag dalam kN. Untuk kolom dengan penampang yang

    lebih besar dari pada yang diperlukan berdasarkan tinjauan

     pembebanan, luas efektif tereduksi  Ag’ yang didasarkan pada

     penampang yang diperlukan tetapi tidak kurang dari pada setengah

    luas total, boleh digunakan.

     b.  Panel dinding pracetak harus mempunyai sedikitnya dua tulangan

     pengikat per panel, dengan kuat tarik nominal tidak kurang dari 45

    kN per tulangan pengikat.

    c.  Apabila gaya-gaya rencana tidak menimbulkan tarik di dasar

    struktur, maka tulangan pengikat yang diperlukan boleh diangkur ke

    dalam fondasi pelat lantai beton bertulang.

    4. Detail sambungan yang berdasarkan hanya pada friksi yang ditimbulkan

    oleh beban gravitasi tidak dapat digunakan.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    20/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-20

    Untuk struktur dinding penumpu pracetak yang tingginya tiga tingkat atau

    lebih, berlaku ketentuan minimum berikut :

    1. Tulangan pengikat longitudinal dan transversal harus dipasang pada sistem

    lantai dan atap sedemikian hingga menghasilkan kekuatan nominal 20 kN

     per meter lebar atau panjang. Tulangan pengikat harus dipasang di atas

    tumpuan dinding dalam dan di antara komponen-komponen struktur dan

    dinding-dinding luar. Tulangan pengikat harus diletakkan pada atau di

    dalam jarak 0,6 m dari bidang sistem lantai atau atap.

    2. Tulangan pengikat longitudinal yang sejajar dengan bentang pelat lantai

    atau atap harus dipasang dengan spasi sumbu-ke-sumbu yang tidak

    melebihi 3,0 m. Pengaturan harus dilakukan untuk menyalurkan gaya-gaya

    di sekitar lubang/bukaan.3. Tulangan pengikat transversal  yang tegak lurus bentang pelat lantai atau

    atap harus dipasang dengan spasi yang tidak lebih besar daripada spasi

    dinding penumpu.

    4. Tulangan pengikat di sekeliling perimeter setiap lantai dan atap, di dalam

    rentang jarak 1,2 m dari tepi, harus memberikan kekuatan tarik nominal

    sedikitnya 70 kN.

    5. Tulangan pengikat tarik vertikal harus dipasang di semua dinding dan

    harus menerus di seluruh tinggi bangunan. Tulangan-tulangan tersebut

    harus memberikan kekuatan tarik nominal yang tidak kurang dari 40 kN

     per meter horizontal dinding. Sedikitnya dua tulangan pengikat harus

    dipasang pada setiap panel pracetak.

    2.4.5. 

    Perencanaan Sambungan Dan Tumpuan

    2.4.5.1. 

    Perencanaan Sambungan

    Sambungan pada elemen pracetak merupakan bagian yang sangat penting.

    Berfungsi mentransfer gaya-gaya antar elemen pracetak yang disambung. Bila

    tidak direncanakan dengan baik (baik dari segi penempatan sambungan maupun

    kekuatannya) maka sambungan dapat mengubah aliran gaya pada struktur

     pracetak, sehingga dapat mengubah hirarki keruntuhan yang ingin dicapai dan

     pada akhirnya dapat menyebabkan keruntuhan prematur pada struktur.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    21/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-21

    Kelemahan konstruksi pracetak adalah terletak pada sambungan yang

    relatif kurang kaku atau monolit, sehingga lemah terhadap beban lateral

    khususnya dalam menahan beban gempa. Untuk itu sambungan antara elemen

     balok pracetak dengan kolom maupun dengan plat pracetak direncanakan supaya

    memiliki kekakuan seperti beton monolit. Elemen pracetak dengan tuangan beton

    cast in place diatasnya, diharapkan sambungan elemen tersebut memiliki perilaku

    yang mendekati sama dengan struktur monolit. Gaya-gaya boleh disalurkan antara

    komponen-komponen struktur dengan menggunakan sambungan  grouting, kunci

    geser, sambungan mekanis, sambungan baja tulangan, pelapisan dengan beton

     bertulang cor setempat, atau kombinasi dari cara-cara tersebut. Sambungan

    elemen pracetak meliputi sambungan pelat pracetak dengan balok pracetak,

    sambungan balok pracetak dengan kolom pracetak, dan kolom pracetak dengankolom pracetak.

    Panjang lekatan setidaknya tiga puluh kali diameter tulangan. Kait

    digunakan kalau panjang penyaluran yang diperlukan terlalu panjang. Panjang

     pengangkuran yang didapat dari eksperimen adalah antara 8 kali diameter sampai

    15 kali diameter pada sisi yang tidak mengalami retak. Guna mengatasi kondisi

    terburuk sebaiknya digunakan tiga puluh kali diameter tulangan (Elliott, 2002,

    h.218).

    2.4.5.1.1. 

    Sambungan Pelat Pracetak dengan Balok Pracetak

    Untuk menghasilkan sambungan yang bersifat kaku, monolit, dan

    terintegrasi pada elemen-elemen ini, maka harus dipastikan gaya-gaya yang

     bekerja pada plat pracetak tersalurkan pada elemen balok. Hal ini dapat dilakukan

    dengan cara-cara sebagai berikut.

    1.  Kombinasi dengan beton cor di tempat (topping ), dimana permukaan plat

     pracetak dan beton pracetak dikasarkan dengan amplitudo 5 mm.

    2.  Pendetailan tulangan sambungan yang dihubungkan atau diikat secara

    efektif menjadi satu kesatuan, sesuai dengan aturan yang diberikan dalam

    SK SNI 03- 1728 -2002 pasal 9.13.

    3.  Grouting  pada tumpuan atau bidang kontak antara plat pracetak dengan

     balok pracetak.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    22/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-22

    Gambar 2.10. Sambungan Plat Pracetak dengan Balok Pracetak  

    2.4.5.1.2. 

    Sambungan Antar Balok Pracetak

    Sambungan antara balok pracetak dengan kolom harus besifat kaku atau

    monolit. Oleh sebab itu pada sambungan elemen pracetak ini harus direncanakan

    sedemikian rupa sehingga memiliki kekakuan yang sama dengan beton cor di

    tempat. Untuk menghasilkan sambungan dengan kekakuan yang relatif sama

    dengan beton cor di tempat, dapat dilakukan beberapa hal berikut ini.

    1.  Kombinasi dengan beton cor di tempat (topping ), dimana permukaan balok

     pracetak dan kolom dikasarkan dengan amplitudo 5 mm.

    2.  Pendetailan tulangan sambungan yang dihubungkan atau diikat secara

    efektif menjadi satu kesatuan, sesuai dengan aturan yang diberikan dalam

    SK SNI 03-1728-2002 pasal 9.13, yaitu tulangan menerus atau pemberian

    kait standar pada sambungan ujung.

    3.  Pemasangan dowel dan pemberian  grouting  pada tumpuan atau bidang

    kontak antara balok pracetak dan kolom untuk mengantisipasi gaya lateral

    yang bekerja pada struktur.

    Sambungan antar balok pracetak disambung oleh tulangan tarik pokok atas

    yang memanjang menghubungkan antar balok.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    23/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-23

    Gambar 2.11. Sambungan Antar Balok Pracetak

    2.4.5.1.3. 

    Sambungan Antar Kolom Pracetak

    Kolom dalam gedung BPS ini direncanakan menggunakan kolom

     pracetak, sehingga perilakunya tidak seperti struktur konvensional biasa (cast in

     place) yang sambungan kolomnya bersifat monolit.

    Pada permukaan atas kolom terdapat bagian  strand yang muncul keluar

    yang berfungsi sebagai tulangan utama joint yang menyalurkan gaya dari kolom

    ke kolom. Sedangkan bagian bawah terdapat beberapa buah lubang (pipa) untuk

    tempat masuknya  strand .) yang kemudian akan di  grouting untuk memberikan

    tambahan kekuatan. 

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    24/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-24

    Gambar 2.12. Sambungan Antar Kolom Pracetak  

    2.4.5.2. 

    Perencanaan Tumpuan

    Perhitungan tumpuan elemen precast dimaksudkan untuk mengetahui

    apakah tumpuan beton mampu menahan beban reaksi dari elemen pracetak atau

    tidak. Desain tumpuan meliputi pelat pracetak yang menumpu dengan balok

     pracetak dan balok pracetak dengan kolom cast in place.

    2.4.5.2.1. Tumpuan Pelat Pracetak dengan Balok Pracetak

    Pada saat plat pracetak diletakkan pada tumpuan, yaitu tepi bagian balok,

    ada kemungkinan terjadinya retak akibat geser pada bagian ujung tumpuan plat

     pracetak. Ketentuan panjang landasan adalah sedikitnya 1/180 kali bentang bersih

    komponen plat pracetak, tapi tidak boleh kurang dari 50 mm. {Berdasarkan SNI

     beton 2002 pasal 18.6.2)(2)a)}

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    25/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-25

    Gambar 2.13. Peletakan Pelat Pracetak Pada Tumpuan 

    2.4.5.2.2. Tumpuan Balok Pracetak dengan Kolom

    Sama halnya dengan panjang landasan balok pracetak saat ditumpu pelat

     pracetak, panjang landasan tepi kolom saat ditumpu balok pracetak sedikitnyaadalah 1/180 kali bentang bersih balok induk plat pracetak, tapi tidak boleh

    kurang dari 75 mm. {Berdasarkan SNI beton 2002 pasal 18.6.2)(2)a)}

    Gambar 2.14. Peletakan Balok Pracetak yang menumpu pada Kolom Pracetak  

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    26/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-26

    Perencanaan struktur pracetak pada awalnya sama dengan perencanaan

     beton konvensional biasa. Mulai dari pemilihan struktur (atas atau bawah),

     perencanaan beban-beban yang bekerja, merencanakan ukuran elemen struktur,

    hingga perhitungan aman atau tidaknya struktur saat pelaksanaan maupun saat

    struktur tersebut sudah dalam kondisi layan.

    2.5. 

    KONSEP PEMILIHAN STRUKTUR

    Konsep pemilihan struktur pada perencanaan gedung BPS ini dibedakan

    dalam 2 hal, yaitu Struktur Atas (Upper Structure) dan Struktur Bawah (Sub

    Structure).

    2.5.1. 

    Struktur Atas

    Struktur atas atau upper structure adalah bagian dari struktur yang

     berfungsi menerima kombinasi pembebanan, yaitu beban mati, beban hidup, berat

    sendiri struktur, dan beban lainnya yang direncanakan. Selain itu struktur

     bangunan atas harus mampu mewujudkan perancangan arsitektur sekaligus harus

    mampu menjamin segi keamanan dan kenyamanan.

    Struktur yang digunakan dalam perencanaan gedung ini adalah sistem

    struktur pracetak, di mana elemen-elemen struktur dicetak dulu sebelum dipasang.

    Dengan sistem ini diharapkan pekerjaan dapat selesai dengan cepat dan lebih

    menghemat bekisting yang digunakan. Struktur gedung ini terbentuk atas bagian-

     bagian utama struktur dimana bagian-bagian struktur ini mempunyai fungsi

    tersendiri yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, namun masih mempunyai

    hubungan atau kaitan yang erat sekali.

    2.5.2.  Struktur Bawah

    Struktur bawah atau  sub structure merupakan bagian struktur yang

    mempunyai fungsi meneruskan beban ke dalam tanah pendukung. Perencanaan

    struktur harus benar-benar optimal, sehingga keseimbangan struktur secarakeseluruhan dapat terjamin dengan baik dan sekaligus ekonomis. Selain itu beban

    seluruh struktur harus dapat ditahan oleh lapisan tanah yang kuat agar tidak terjadi

     penurunan diluar batas ketentuan, yang dapat menyebabkan kehancuran atau

    gagal struktur. Oleh karena itu, ketetapan pemilihan sistem struktur merupakan

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    27/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-27

    sesautu yang penting karena menyangkut faktor resiko dan efiesiensi kerja, baik

    waktu maupun biaya.

    Perencanaan struktur bawah pada gedung BPS ini meliputi :

    1.  Perencanaan Pondasi

    2.  Perencanaan Sloof  

    2.5.2.1.  Perencanaan Pondasi

    Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur/ bangunan

    yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas struktur ke lapisan di

     bawahnya, tanpa mengakibatkan keruntuhan geser tanah dan penurunan

    ( setllement ) tanah/ pondasi yang berlebihan. Karena itulah pemilihan jenis

     pondasi sesuai dengan kondisi tanahnya juga merupakan hal penting.

    2.5.2.2. 

    Perencanaan Sloof

    Sloof adalah suatu konstruksi pengaku yang mengikat atau

    menghubungkan pondasi satu dengan yang lainnya. Fungsi dari dari  sloof adalah

    menerima momen dan mengurangi penurunan akibat pembebanan padas struktur,

    khususnya beban lateral akibat gempa bumi atau angin. Oleh karena itu,  sloof

    harus memenuhi syarat kekakuan yang cukup struktur portal sehingga membentuk

    satu kesatuan konstruksi dalam memikul beban.

    2.6. 

    KONSEP PEMBEBANAN

    2.6.1.  Beban-Beban Pada Struktur

    Struktur Teknik Sipil akan menerima pengaruh dari luar yang perlu dipikul

    dalam menjalankan fungsinya. Pengaruh dari luar dapat diukur sebagai besaran

    gaya atau beban. Seperti berat sendiri struktur (akibat gaya gravitasi), beban

    akibat hunian atau penggunaan struktur, pengaruh angin atau getaran gempa,

    tekanan tanah atau tekanan hidrostatik air. Tetapi terdapat juga pengaruh luar

    yang tidak dapat diukur sebagai gaya. Seperti pengaruh penurunan pondasi pada

    struktur bangunan, atau pengaruh temperatur/suhu pada elemen-elemen struktur.

    Secara umum, beban luar yang bekerja pada struktur Teknik Sipil dapat dibedakan

    menjadi :

    1.  Beban Statis

    Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada suatu

    struktur. Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    28/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-28

     perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap

    ( steady states). Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan

    intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh

    waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban

    statik ( static load ). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai

     puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban statis pada

    umumnya dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban hidup, dan beban khusus,

    yaitu beban yang diakibatkan oleh penurunan pondasi atau efek temperatur.

    2.  Beban Dinamik

    Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur.

    Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai

    karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deformasi padastruktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Yang

    termasuk dalam beban dinamik ini adalah seperti beban akibat getaran gempa /

    angin.

    2.6.2.  Beban-Beban Yang Diperhitungkan

    Dalam perencanaan struktur rusunawa ini, beban yang bekerja adalah

     beban gravitasi berupa beban mati dan beban hidup dan beban lateral berupa

     beban gempa.

    1.  Beban Mati ( Dead Load / DL)

    Berdasarkan SNI-1728-2002 yang dimaksud dengan beban mati adalah

     berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala beban

    tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian

    yang tak terpisahkan dari gedung tersebut. Semua metode untuk menghitung

     beban mati suatu elemen adalah didasarkan atas peninjauan berat satuan material

    yang terlihat dan berdasarkan volume elemen tersebut.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    29/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-29

    Tabel 2.2. Beban Mati Pada Struktur  

    Beban Mati Besar Beban

    Batu Alam 2600 kg / m2

    Beton Bertulang 2400 kg / m2

    Dinding pasangan ½

    Bata 250 kg / m2

    Kaca setebal 12 mm 30 kg / m2

    Langit‐langit & penggantung 18 kg / m2

    Lantai ubin semen portland 24 kg / m2

    Spesi per cm tebal 21 kg / m2

      Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Rumah Dan Gedung 1983

    2.  Beban hidup (Ljfe Load / LL)

    Dan berdasarkan SNI-1728-2002 yang dimaksud dengan beban hidup

    adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu gedung,

    termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat

     berpindah dan/atau beban akibat air hujan pada atap.

    Tabel 2.3. Beban Hidup Pada Lantai Bangunan 

    Beban Hidup Lantai Bangunan Besar Beban 

    Lantai hotel, kantor  250 kg / m2 

    Lantai Ruang‐ruang balkon  400 kg / m2 

    Tangga dan bordes  300 kg / m2 

    Plat atap  100 kg / m2 

    Lantai ruang alat dan mesin  400 kg / m2 

    Beban  hidup  pada  atap/bagian  atap  yang  tidak  dapat  dicapai  dan  dibebani 

    oleh  orang,  harus  diambil  yang  paling  menentukan  di  antara  dua  macam 

    beban berikut : 

    a.  Beban terbagi rata/m2 bidang datar berasal dari beban hujan sebesar (40‐

    0,8α)  kg/m2,  α=  sudut  kemiringan  atap(º).  Beban  tersebut  tidak  perlu 

    diambil≥ 20 kg/m2 dan tidak perlu ditinjau bila  α≥  50º b.  Beban  terpusat  dari  seorang  pekerja/pemadam   kebakaran  dengan 

    peralatannya minimum 100 kg 

    Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Rumah Dan Gedung 1983.

    3.  Pembebanan Beban Mati dan Beban Hidup Pada Masing-Masing Kondisi

    Beban-beban yang bekerja pada elemen struktur dapat dibedakan pada

    setiap kondisi sebagai berikut :

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    30/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-30

    Tabel 2.4. Pembebanan Beban Pada Masing-masing Kondisi 

    No  Kondisi Beban Mati Beban Hidup

    1.  Pada  saat  pengangkatan 

    balok,  kolom,  pelat 

    pracetak 

    ‐  Berat sendiri elemen pracetak  

    2.  Pada  saat  pemasangan 

    balok,  kolom,  pelat 

    pracetak 

    ‐  Berat sendiri elemen pracetak

    ‐  Beton Tuang diatasnya/ 

    topping 

    ‐  Akibat pelat pracetak yang 

    menumpu pada balok 

    ‐  Berat Tulangan 

    ‐  Beban 

    pekerja 

    3.  Pada masa layan   ‐  Berat sendiri elemen pracetak

    ‐  Berat beban fungsional 

    ‐  Berat partisi 

    ‐ Penghuni 

    4.  Beban Gempa (Earthquake Load/EQ)

    Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau

     pergesekan lempeng tektonik ( plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

    ( fault zone). Pada saat terjadi benturan antara lempeng-lempeng aktif tektonik

     bumi, akan terjadi pelepasan energi gempa yang berupa gelombang-gelombang

    energi yang merambat di dalam atau di permukaan bumi. Gelombang-gelombang

    gempa yang diakibatkan oleh energi gempa ini merambat dari pusat gempa

    (epicenter ) ke segala arah, dan akan menyebabkan permukaan bumi bergetar.

    Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan tergantung

    dari beberapa faktor yaitu, massa dan kekakuan struktur, waktu getar alami dan

     pengaruh redaman dari struktur, kondisi tanah, dan wilayah kegempaan dimana

    struktur bangunan tersebut didirikan. Massa dari struktur bangunan merupakan

    faktor yang sangat penting, karena beban gempa merupakan gaya inersia yang

     besarnya sangat tergantung dari besarnya massa dari struktur. Besarnya Beban

    Gempa Dasar Nominal horizontal akibat gempa menurut Standar Perencanaan

    Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002 pasal

    6), dinyatakan sebagai berikut :

    V =R 

    C.I.Wt ...........................................................................................

    (2.1)

    Dimana : C = koefisien gempa

    I = faktor keutamaan struktur

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    31/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-31

    R = faktor reduksi gempa

    Wt = berat bangunan (DL dan LL yang direduksi )

    a.  Faktor Respon Gempa (C)Gedung diasumsikan berlokasi di wilayah gempa 2 dari zona gempa

    Indonesia. Diagram Respon Spektrum Gempa Recana untuk wilayah gempa 2,

    diperlihatkan pada gambar 2.15.

    Gambar 2.15. Spektrum Respon Wilayah Gempa 2 

    Harga dari faktor respon gempa C dapat ditentukan dari Diagram Spektrum

    Respon Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis

    tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.

    1)  Wilayah Gempa

    Salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya beban gempa

    yang bekerja pada struktur bangunan adalah faktor wilayah gempa. Dengan

    demikian, besar kecilnya beban gempa, tergantung juga pada lokasi dimana

    struktur bangunan tersebut akan didirikan. Indonesia ditetapkan terbagi dalam

    6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2, dimana Wilayah

    Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah, dan Wilayah

    Gempa 6 adalah wilayah dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    32/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-32

    Gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh

    Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun. 

    Peta Wilayah Gempa Indonesia dibuat berdasarkan analisis

     probabilistik bahaya gempa ( probabilistic seismic hazard analysis), yang telah

    dilakukan untuk seluruh wilayah Indonesia berdasarkan data seismotektonik

    mutakhir yang tersedia saat ini. Data masukan untuk analisis pembuatan peta

    gempa adalah, lokasi sumber gempa, distribusi magnitudo gempa di daerah

    sumber gempa, fungsi perambatan gempa (atenuasi) yang memberikan

    hubungan antara gerakan tanah setempat, magnitudo gempa di sumber gempa,

    dan jarak dari tempat yang ditinjau sampai sumber gempa, serta frekuensi

    kejadian gempa per tahun di daerah sumber gempa. Sebagai daerah sumber

    gempa, ditinjau semua sumber gempa yang telah tercatat dalam sejarahkegempaan di Indonesia, baik sumber gempa pada zona subduksi, sumber

    gempa dangkal pada lempeng bumi, maupun sumber gempa pada sesar-sesar

    aktif yang sudah teridentifikasi.

    Sumber : SNI 1726 – 2002 

    Gambar 2.16. Pembagian Daerah Gempa di Indonesia 

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    33/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-33

     b.  Faktor Keutamaan Struktur (I)

    Faktor keutamaan struktur adalah suatu koefisien yang diadakan untuk

    memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur gedung yang

    relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu.

    Gedung tersebut diharapkan dapat berdiri jauh lebih lama dari gedung – gedung

     pada umumnya. Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan

    diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan. Faktor Keutamaan I

    mempunyai persamaan :

    I = I1 . I2 ....................................................................................................................................... (2.2) 

    Dimana I1  adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang

    gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama

    umur rencana gedung, sedangkan I2  adalah Faktor Keutamaan untukmenyesuaikan umur rencana gedung tersebut. Besarnya faktor keutamaan struktur

    untuk beberapa jenis struktur bangunan, diperlihatkan pada Tabel 2.5.

    Tabel 2.5. Faktor Keutamaan Struktur (I)

    Kategori gedung / bangunan Faktor Keutamaan 

    I1   I2  I (=I1*I2) 

    Gedung  umum  seperti  untuk  penghunian, 

    perniagaan dan perkantoran. 1,0  1,0  1,0 

    Monumen dan bangunan Monumental 1,0 1,6  1,6 

    Gedung  penting  pasca  gempa  seperti  rumah  sakit, 

    instalasi air bersih, pembangkit  tenaga  listrik, pusat 

    penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio 

    dan televisi 

    1,4  1,0  1,4 

    Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti 

    gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun 1,6  1,0  1,6 

    Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0  1,5 

    Sumber :SNI 03 - 1726 – 2003 hal 12

    c.  Daktilitas Struktur

    Daktilitas adalah Kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami

    simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat

     beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    34/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-34

     pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga

    struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di

    ambang keruntuhan.

    Sumber : Buku Ajar Mekanika Getaran Dan gempa 

    Gambar 2.17. Diagram beban (V) - simpangan (δ) dari struktur bangunan gedung

    Faktor Daktilitas ditentukan oleh rasio antara simpangan maksimum

    struktur gedung pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan dan simpangan

    struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama di dalam struktur gedung.

    Faktor Reduksi Gempa (R) ditentukan berdasarkan perencanaan kinerja suatu

    gedung yaitu apakah gedung direncanakan berperlaku elastik penuh, daktilitas

    terbatas atau daktilitas penuh. Nilai dari faktor reduksi gempa ini dapat dlihat pada

    tabel 2.6 di bawah ini.

    Tabel 2.6. Parameter Daktilitas Struktur Gedung 

    Taraf  kinerja struktur   μ   R

    gedung

    Elastik penuh 1,0 1,6

    Daktail Parsial 1,5 2,4

    2,0 3,2

    2,5 4,0

    3,0 4,8

    3,5 5,6

    4,0 6,4

    4,5 7,2

    5,0 8,0

    Daktail Penuh 5,3 8,5

      Sumber :SNI 03 - 1726 – 2002 hal 14

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    35/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-35

    1)  Daktail penuh

    Daktail penuh adalah suatu tingkat daktilitas struktur gedung, di mana

    strukturnya mampu mengalami simpangan pasca-elastik pada saat mencapai

    kondisi di ambang keruntuhan yang paling besar, yaitu dengan mencapai nilai

    faktor daktilitas sebesar 5,3.

    2)  Daktail parsial (terbatas)

    Daktail parsial  adalah  seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan

    nilai faktor daktilitas di antara untuk struktur gedung yang elastik penuh

    sebesar 1,0 dan untuk struktur gedung yang daktail penuh sebesar 5,3.

     Nilai faktor daktilitas struktur gedung µ di dalam perencanaan struktur

    gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar

    dari nilai faktor daktilitas meksimum µm  yang dapat dikerahkan oleh masing-

    masing sistem atau subsistem struktur gedung. Dalam SNI 1726-2002 pasal 4

    ditetapkan nilai µm yang dapat dikerahkan oleh beberapa jenis sistem dan

    subsistem struktur gedung, berikut faktor reduksi maksimum R m  yang

     bersangkutan. Dalam tabel 2.7 ditetapkan nilai µm  berikut faktor reduksi

    maksimum R m yang bersangkutan.

    Tabel 2.7. Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor tahanan lebihstruktur dan faktor tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan subsistem struktur

    gedung

    Sistem dan subsistem struktur 

    gedung 

    Uraian sistem pemikul 

    beban gempa 

    m  Rm  f 1

     

    1.  Sistem  dinding  penumpu 

    (Sistem  struktur  yang  tidak 

    memiliki  rangka  ruang  pemikul 

    beban  gravitasi  secara  lengkap. 

    Dinding  penumpu  atau  sistem 

    bresing  memikul  hampir  semua 

    beban  gravitasi.  Beban  lateral 

    dipikul  dinding  geser  atau 

    rangka bresing) 

    1.  Dinding geser beton bertulang 2,7  4,5  2,8

    2. Dinding penumpu dengan  rangka 

    baja ringan dan bresing tarik 1,8  2,8  2,2 

    3. Rangka  bresing  di  mana 

    bresingnya  memikul  beban 

    gravitasi 

    a.  Baja 2,8  4,4  2,2

    b.  Beton  bertulang  (tidak  untuk 

    Wilayah 5 & 6) 1,8  2,8  2,2 

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    36/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-36

    2.  Sistem  rangka  gedung 

    (Sistem  struktur  yang  pada 

    dasarnya memiliki  rangka  ruang 

    pemikul  beban  gravitasi  secara 

    lengkap.  Beban  lateral  dipikul 

    dinding  geser  atau  rangka 

    bresing) 

    1. Rangka  bresing  eksentris  baja 

    (RBE) 4,3  7,0  2,8 

    2. Dinding geser beton bertulang 3,3  5,5  2,8

    3. Rangka bresing biasa  

    a.  Baja 3,6  5,6  2,2

    b.  Beton  bertulang  (tidak  untuk 

    Wilayah 5 & 6) 3,6  5,6  2,2 

    4. Rangka bresing konsentrik khusus  

    a.  Baja 4,1  6,4  2,2

    5. Dinding  geser  beton  bertulang 

    berangkai daktail 4,0  6,5  2,8 

    6. Dinding  geser  beton  bertulang 

    kantilever daktail penuh 3,6  6,0  2,8 

    7. Dinding  geser  beton  bertulang 

    kantilever daktail parsial 3,3  5,5  2,8 

    3.  Sistem  rangka  pemikul 

    momen  (Sistem  struktur  yang 

    pada  dasarnya  memiliki  rangka 

    ruang  pemikul  beban  gravitasi 

    secara 

    lengkap. 

    Beban 

    lateral 

    dipikul  rangka  pemikul  momen 

    terutama  melalui  mekanisme 

    lentur) 

    1. Rangka  pemikul  momen  khusus 

    (SRPMK) 

    a.  Baja 5,2  8,5  2,8

    b.  Beton bertulang 5,2  8,5  2,8

    2. Rangka  pemikul  momen 

    menengah beton (SRPMM) 3,3  5,5  2,8 

    3. Rangka  pemikul  momen  biasa 

    (SRPMB) 

    a.  Baja 2,7  4,5  2,8

    b.  Beton bertulang 2,1  3,5  2,8

    4. Rangka  batang  baja  pemikul 

    momen khusus (SRBPMK) 4,0  6,5  2,8 

    4.  Sistem ganda (Terdiri dari : 1) 

    rangka  ruang  yang  memikul 

    seluruh  beban  gravitasi;  2) 

    pemikul  beban  lateral  berupa 

    dinding  geser  atau  rangka 

    bresing  dengan  rangka  pemikul 

    momen.  Rangka  pemikul 

    momen  harus  direncanakan  

    1. Dinding geser  

    a.  Beton  bertulang  dengan  SRPMK 

    beton bertulang 5,2  8,5  2,8 

    b.  Beton  bertulang  dengan  SRPMB 

    saja 2,6  4,2  2,8 

    c.  Beton  bertulang  dengan  SRPMM 

    beton bertulang 4,0  6,5  2,8 

    2. RBE baja  

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    37/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-37

    secara terpisah mampu memikul 

    sekurang‐kurangnya  25%  dari 

    seluruh  beban  lateral;  3)  kedua 

    sistem  harus  direncanakan 

    untuk memikul secara bersama‐

    sama  seluruh  beban  lateral 

    dengan  memperhatikan 

    interaksi/sistem ganda) 

    a.  Dengan SRPMK baja 5,2  8,5  2,8

    b.  Dengan SRPMB baja 2,6  4,2  2,8

    3. Rangka bresing biasa  

    a.  Baja dengan SRPMK baja 4,0  6,5  2,8

    b.  Baja dengan SRPMB baja 2,6  4,2  2,8

    c.  Beton  bertulang  dengan  SRPMK 

    beton  bertulang  (tidak  untuk 

    Wilayah 5 & 6) 

    4,0  6,5  2,8 

    d.  Beton  bertulang  dengan  SRPMM 

    beton  bertulang  (tidak  untuk 

    Wilayah 5 & 6) 

    2,6  4,2  2,8 

    4. Rangka bresing konsentrik khusus  

    a.  Baja dengan SRPMK baja 4,6  7,5  2,8

    b.  Baja dengan SRPMB baja 2,6  4,2  2,8

    5.  Sistem  struktur  gedung 

    kolom  kantilever  (Sistem 

    struktur  yang  memanfaatkan 

    kolom kantilever untuk memikul 

    beban lateral) 

    Sistem struktur kolom kantilever  1,4  2,2  2 

    6.  Sistem  interaksi  dinding 

    geser dengan rangka 

    Beton  bertulang  biasa  (tidak  untuk 

    Wilayah 3, 4, 5 & 6) 3,4  5,5  2,8 

    7.  Subsistem  tunggal 

    (Subsistem struktur bidang yang 

    membentuk  struktur  gedung 

    secara keseluruhan) 

    1. Rangka 

    terbuka 

    baja 5,2 

    8,5 

    2,82. Rangka terbuka beton bertulang 5,2  8,5  2,8

    3. Rangka  terbuka  beton  bertulang 

    dengan  balok  beton  pratekan 

    (bergantung  pada  indeks  baja 

    total) 

    3,3  5,5  2,8 

    4. Dinding  geser  beton  bertulang 

    berangkai daktail penuh 4,0  6,5  2,8 

    5. Dinding  geser  beton  bertulang 

    kantilever daktail parsial 3,3  5,5  2,8 

    Sumber : SNI 1726 – 2002 pasal 4 hal 16

    d.  Periode Getar (T)

    Periode getar yang mempunyai respons struktur terhadap getaran gempa

     besarannya dipengaruhi oleh masa dan kekakuan struktur. Struktur yang kaku

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    38/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-38

    akan mempunyai periode getar yan lebih pendek dibandingkan sruktur yang

    fleksibel.

    Untuk mencegah struktur yang terlalu fleksibel, nilai periode waktu getar

    struktur harus dibatasi. Dalam SNI 03 – 1726 – 2002 (pasal 5 hal 27) diberikan

     batasan sebagai berikut : T < ξ n

    Dimana : T = periode getar struktur (detik)

    ξ  = koefisien pembatas

    n = jumlah tingkat gedung

    Tabel 2.8. Koefisien Pembatas Periode Getar Struktur  

    Wilayah Gempa  

    1

    0,20

    0,19 

    0,18 

    0,17 

    0,16 

    0,15 

    Sumber : SNI 03-1726-2002 pasal 5 hal 27

    e.  Jenis Tanah

    Selanjutnya tiap-tiap daerah gempa akan mempunyai spektrum respon

    sendiri-sendiri. Menurut SNI 03 - 1726 – 2002 (pasal 4 hal 18), ada empat jenis

    tanah dasar harus dibedakan dalam memilih harga C, yaitu tanah keras, tanah

    sedang, tanah lunak, dan tanah khusus. Definisi dari jenis tanah keras, tanah

    sedang dan tanah lunak dapat ditentukan berdasarkan 3 kriteria, yaitu

    1)  Standard Penetration Test (N)

    2)  Standard  kecepatan rambat gelombang geser (Vs)

    3)  Standard  kekuatan geser tanah (Su)

    Definisi dari jenis-jenis tanah tersebut ditentukan atas tiga (3) kriteria, yaitu

    Vs, N dan kekuatan geser tanah (Su). Untuk menetapkan jenis tanah minimaltersedia 2 dari 3 kriteria, dimana kriteria yang menghasilkan jenis tanah yang

    lebih lunak adalah yang menentukan.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    39/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-39

    =

    ==m

    i

    m

    i

    Suiti

    ti

    uS 

    1

    1

    /

    Tabel 2.9. Jenis-jenis tanah berdasarkan SNI 03 - 1726 - 2002

    Jenis tanah 

    Kecepatan  rambat 

    gelombang  geser 

    rata‐rata  v   s 

    (m/det) 

    Nilai  hasil  Test 

    Penetrasi  Standar 

    rata‐rata 

     N  

    Kuat  geser  tanah 

    rata‐rata 

    S   u (kPa) 

    Tanah Keras  v   s ≥ 350   N   ≥ 50  S   u ≥ 100 

    Tanah Sedang  175 ≤  v   s 

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    40/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-40

    tetapi dengan efektifitas hanya 30%. Kombinasi pembebanan yang perlu ditinjau

    untuk merencanakan kekuatan dari kolom-kolom struktur adalah :

    Beban gravitasi + 100% beban gempa arah X + 30% beban gempa arah Y

    Beban gravitasi + 30% beban gempa arah X + 100% beban gempa arah Y

    5.  Beban Angin (Wind Load/WL)

    Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan

    tekanan negatif (hisapan) yang bekerja tegak lurus pada bidang–bidang yang

    ditinjau. Besarnya tekanan angin untuk gedung diambil minimum 40 kg/m2

    (untuk

    wilayah pantai) dan dikalikan dengan koefisien angin untuk dinding vertikal:

    a.  di pihak angin : + 1

     b.  di belakang angin : - 0.4

    c.  sejajar dengan arah angin : - 0.4

    2.6.3.  Faktor Beban dan Kombinasi Pembebanan

    Untuk keperluan desain, analisis dan sistem struktur perlu diperhitungkan

    terhadap kemungkinan terjadinya kombinasi pembebanan ( Load Combination)

    dan beberapa kasus beban yang dapat bekerja secara bersamaan selama umur

    rencana. Menurut Peraturan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1983, ada 2

    kombinasi pembebanan yang perlu ditinjau pada struktur yaitu Kombinasi

    Pembebanan Tetap dan Kombinasi Pembebanan Sementara. Disebut pembebanan

    tetap karena beban dianggap dapat bekerja terus menerus pada struktur selama

    umur rencana. Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati

    (dead load) dan beban hidup (live load  ). Kombinasi pembebanan sementara tidak

     bekerja secara terus menerus pada struktur, tetapi pengaruhnya tetap

    diperhitungkan dalam analisa. Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh

     bekerjanya beban mati, beban hidup, beban angin dan beban gempa. Nilai - nilai

     beban tersebut di atas dikalikan dengan suatu faktor magnifikasi yang disebut

    faktor beban, tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat

    kekuatan dan layak pakai terhadap berbagai kombinasi beban.

    Untuk perencanaan beton bertulang, kombinasi pembebanan ditentukan

     berdasarkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI

    03 – 2847 – 2002) sebagai berikut :

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    41/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-41

    1.  Kombinasi Pembebanan Tetap

    Pada kombinasi pembebanan tetap ini, beban yang harus diperhitungkan

     bekerja pada struktur adalah

    U = 1.4 D

    U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5 (A atau R)

    2.  Kombinasi Pembebanan Sementara

    Pada kombinasi pembebanan sementara ini, beban yang harus diperhitungkan

     bekerja pada struktur adalah

    U = 1.2 D + 1.0 L + 1.6 W + 0.5 (A atau R)

    U = 0.9 D + 1.6 W

    U = 1.2 D + 1.0 L + 1.0 E

    U = 0.9 D + 1.0 WDimana : D = beban mati L = beban hidup

    A = beban atap R = beban hujan

    W = beban angin E = beban gempa

    Koefisien 1,2 dan 1,6 merupakan faktor pengali dari beban–beban

    tersebut, yang disebut faktor beban (load factor ), sedangkan koefisien 0,5 dan 0,9

    merupakan faktor reduksi. Dalam perencanaan struktur gedung ini digunakan 3

    macam kombinasi pembebanan, yaitu :

    a.  Kombinasi 1 = 1,2 DL + 1,6 LL

     b.  Kombinasi 2 = 1,2 DL + 1,0 LL + 1,0 (I/R) Ex + 0,3 (I/R) Ey

    = 1,2 DL + 1,0 LL + 0,118 Ex + 0,039 Ey

    c.  Kombinasi 3 = 1,2 DL + 1,0 LL + 0,3 (I/R) Ex + 1,0 (I/R) Ey

    = 1,2 DL + 1,0 LL + 0,039 Ex + 0,118 Ey

    2.6.4.  Faktor reduksi

    Dalam menetukan kuat rencana suatu komponen struktur, maka kuat

    minimalnya harus direduksi dengan factor reduksi kekuatan sesuai dengan sifat

     beban, hal ini dikarenakan adanya ketidakpastian kekuatan bahan terhadap

     pembebanan. Faktor reduksi menurut SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 11.3 sebagai

     berikut:

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    42/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-42

    Tabel 2.10. Reduksi Kekuatan

    Kondisi Pembebanan Faktor Redusi

    Beban lentur tanpa gaya aksial 0.80

    Gaya aksial tarik, aksial tarik dengan lentur 0.80

    Gaya aksial tekan, aksial tekan dengan lentur

     

    Dengan tulangan Spiral

      Dengan tulangan biasa

    0.70

    0.65

    Geser dan Torsi 0.75

    Tumpuan Pada Beton 0.65

    Sumber : SNI 03 – 2847 – 2002

    2.7. 

    KONSEP DESAIN PERENCANAAN STRUKTUR

    2.7.1.  Desain Terhadap Beban Lateral (Gempa)

    Dalam mendesain struktur, kestabilan lateral adalah hal terpenting karena

    gaya lateral mempengaruhi desain elemen - elemen vertikal dan horisontal

    struktur. Mekanisme dasar untuk menjamin kestabilan lateral diperoleh dengan

    menggunakan hubungan kaku untuk memperoleh bidang geser kaku yang dapat

    memikul beban lateral.

    Beban lateral yang paling berpengaruh terhadap struktur adalah beban

    gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih kompleks. Tinjauan

    ini dilakukan untuk mengetahui metode analisis, pemilihan metode dan kritena

    dasar perancangannya.

    2.7.2. 

    Metode Analisis Struktur Terhadap Beban GempaMetode analisis yang dapat digunakan untuk memperhitungkan pengaruh

     beban gempa terhadap struktur adalah sebagai berikut:

    1.  Metode Analisis Statis

    Merupakan analisis sederhana untuk menentukan pengaruh gempa tetapi

    hanya digunakan pada bangunan sederhana dan simetris, penyebaran kekakuan

    massa menerus, dan ketinggian tingkat kurang dari 40 meter.

    Analisis statis prinsipnya menggantikan beban gempa dengan gaya - gaya

    statis ekivalen bertujuan menyederhanakan dan memudahkan perhitungan, dan

    disebut Metode Gaya Lateral Ekivalen ( Equivalent Lateral Force Method ), yang

    mengasumsikan gaya gempa besarnya berdasarkan hasil perkalian suatu

    konstanta/massa dan elemen struktur tersebut.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    43/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-43

    2.  Metode Analisis Dinamis

    Analisis Dinamis dilakukan untuk evaluasi yang akurat dan mengetahui

     perilaku struktur akibat pengaruh gempa yang sifatnya berulang. Analisis dinamik

     perlu dilakukan pada struktur-struktur bangunan dengan karakteristik sebagai

     berikut:

    a.  Gedung - gedung dengan konfigurasi struktur sangat tidak beraturan

     b.  Gedung - gedung dengan loncatan - loncatan bidang muka yang besar

    c.  Gedung - gedung dengan kekakuan tingkat yang tidak merata

    d.  Gedung - gedung dengan yang tingginya lebih dan 40 meter

    Metode ini ada dua jenis yaitu Analisis Respon Dinamik Riwayat Waktu

    (Time History Analysis)  yang memerlukan rekaman percepatan gempa rencana

    dan Analisis Ragam Spektrum Respon (Spectrum Modal Analysis) dimana respon

    maksimum dan tiap ragam getar yang terjadi didapat dari Spektrum Respon

    Rencana (Design Spectra).

    2.8. 

    PERENCANAAN STRUKTUR ATAS (Upper Structure)

    Struktur atas terdiri dari struktur portal yang merupakan kesatuan antar

     balok, kolom, pelat. Perencanaan struktur portal berdasarkan SNI 03-1728-2002

    (Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung).

    2.8.1. 

    Perencanaan Pelat

    Kekuatan lentur suatu elemen pelat sangat dipengaruhi oleh ketebalannya.

    Pelat dapat dikategorikan kedalam tipe elemen yang perbandingan lendutannya

    lebih kecil jika dibandingkan ketebalan pelat. Proses analisisnya menggunakan

    teori pendekatan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut :

    1.  Tidak terjadi deformasi pada bidang tengah pelat. Bidang ini dapat

    disebut bidang netral pada saat terjadi lentur.

    2.  Titik-titik yang terletak pada suatu bidang tengah pelat akan tetap

     berada pada bidang normal permukaan tengah pelat selama terjadilentur.

    3.  Tegangan normal pada arah melintang terhadap pelat (tegangan geser

     pelat) dapat diabaikan.

    Dari asumsi-asumsi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh

    gaya-gaya geser pada pelat dapat diabaikan. Namun dalam beberapa kasus,

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    44/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-44

    misalnya jika ada lubang-lubang pada pelat, pengaruh geser menjadi sangat

     penting dan harus dilakukan sedikit koreksi dari teori pelat ini. Selain itu, jika

    terdapat beban terpusat pada permukaan pelat, maka akan terjadi deformasi pada

     bidang tengah pelat sehingga asumsi pertama tidak berlaku lagi.

    Pada tipe ”pelat tipis dengan lendutan besar” asumsi pertama akan berlaku

    sepenuhnya hanya jika pelat dibentuk menjadi pelat yang permukaannya

    dibengkokkan. Pada kasus pelat dengan lendutan yang besar, kita juga harus

    membedakan antara tepi-tepi terjepit yang tidak dapat bergerak dan tepi-tepi

     bebas yang dapat berdeformasi pada bidang pelat. Hal ini akan berpengaruh pada

     besarnya lendutan pada pelat, terutama pada bidang yang tidak terjepit dan dapat

     bergerak bebas.

    Pada prinsipnya dasar teori dari pelat juga membentuk dasar teori umumdari elemen shell. Namun terdapat suatu perbedaan nyata antara elemen pelat dan

    elemen shell terutama bila mengalami pengaruh dari beban luar. Suatu elemen

    shell mampu meneruskan beban-beban permukaan yang bekerja pada

     permukaannya, menjadi gaya-gaya dalam baik itu berupa momen, gaya geser,

    ataupun gaya aksial serta mendistribusikannya ke elemen-elemen lainnya. Sifat-

    sifat shell ini menjadikannya jauh lebih stabil jika dibandingkan dengan elemen

     pelat dengan kondisi kasus pembebanan yang sama. Elemen shell yang terbuat

    dari material beton umumnya harus diberi tulangan untuk menahan gaya tarik

    akibat lentur, momen dan puntir.

    Pemasangan tulangan pada pelat dua arah harus memenuhi persyaratan

    sebagai berikut:

    1.  Momen pelat terfaktor pada tumpuan akibat beban gempa harus

    ditentukan untuk kombinasi pembebanan. Semua tulangan yang

    disediakan untuk memikul  Ms, yaitu bagian dari momen pelat yang

    diimbangi oleh momen tumpuan, harus dipasang di dalam lajur kolom.

    2.  Bagian dari momen harus dipikul oleh tulangan yang dipasang pada

    daerah lebar efektif.

    3.  Setidak-tidaknya setengah jumlah tulangan lajur kolom di tumpuan

    diletakkan di dalam daerah lebar efektif pelat.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    45/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-45

    Gambar 2.18. Lokasi Tulangan Pada Konstruksi Pelat Dua Arah 

    4.  Paling sedikit seperempat dari seluruh jumlah tulangan atas lajur

    kolom di daerah tumpuan harus dipasang menerus di keseluruhan

     panjang bentang.

    5.  Jumlah tulangan bawah yang menerus pada lajur kolom tidak boleh

    kurang daripada sepertiga jumlah tulangan atas lajur kolom di daerah

    tumpuan.

    6.  Setidak-tidaknya setengah dari seluruh tulangan bawah di tengah

     bentang harus diteruskan dan diangkur hingga mampu

    mengembangkan kuat lelehnya pada muka tumpuan.

    7.  Pada tepi pelat yang tidak menerus, semua tulangan atas dan bawah

     pada daerah tumpuan harus dipasang sedemikian hingga mampu

    mengembangkan kuat lelehnya pada muka tumpuan.

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    46/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-46

    Gambar 2.19. Pengaturan Tulangan Pada Pelat 

    2.8.2.  Perencanaan Struktur Portal Utama

    2.8.2.1. 

    Perencanaan Struktur Balok

    1.  Perencanaan Lentur Murni

    Gambar 2.20. Penampang, diagram regangan dan tegangan dalam keadaan

    seimbang ( balance )

    Dari gambar didapat :

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    47/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-47

    Cc = 0,85 f’c.a.b ................................................................................ (2.3)

    Ts = As.fy .......................................................................................... (2.4)

    Dengan keseimbangan Σ H = 0, maka :

    Cc = Ts .............................................................................................. (2.5)

    Sehingga,

    0,85 f’c.a.b = As.fy ......................................................................... (2.6)

    Dimana,

    a = β.c dan As = .. 

    Besarnya nilai β  untuk mutu beton :

    fc’ ≤  30 Mpa , β = 0,85fc’ > 30 Mpa , β = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30)

    Pada Tugas Akhir ini digunakan fc’ = 35 Mpa, sehingga didapat:

    0,85.fc’. β.c.b = As.fy

    0,85.fc’. 0,81.c.b = ρ.b.d.fy

    0,6885.b.c.fc’ = ρ.b.d.fy

    c =c'0,6885.b.f 

    ρ.b.d.fy 

    c = .d

    fc'

    fyρ. 1,452  .................................................................... (2.7)

    Besarnya momen yang mampu dipikul oleh penampang adalah:

    Mu = Cc (d – 1/2a) atau Ts (d – 1/2a)

    = As.fy (d – 0,5.0,81.c)

    = As.fy (d – 0.405 c) ................................................................ (2.8)

    Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tata Cara

    Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002 pasal 11.3, dalam

    suatu perencanaan diambil faktor reduksi kekuatan  dimana besarnya  untuk

    lentur tanpa beban aksial adalah sebesar 0,8; sehingga didapat:

    Mu = .As.fy (d – 0,405 c)

    = 0,8.ρ.b.d.fy (d – 0,405 c) ......................................................... (2.9)

    Subtitusi harga c,

    Mu = 0,8.ρ.b.d.fy (d – 0,4055. .dfc'

    fyρ. 1,452 ) ......................................... (2.10)

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    48/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-48

    Bentuk di atas dapat pula dituliskan sebagai berikut:

    ⎟ ⎠

     ⎞⎜⎝ 

    ⎛ −=

    fc'

    fy0,588.ρ1.fy0,8.

     b.d

    Mu2

      ρ  ..................................................................... (2.11)

    Dimana:

    Mu = momen yang dapat ditahan penampang (Nmm)

     b = lebar penampang beton (mm)

    d = tinggi efektif beton (mm)

    ρ  = rasio luas tulangan terhadap luas efektif penampang beton

    fy = mutu tulangan (MPa)

    fc’ = mutu beton (MPa)

    Dari rumus di atas, apabila momen yang bekerja dan luas penampang

     beton telah diketahui, maka besarnya rasio tulangan ρ  dapat diketahui untuk

    mencari besarnya kebutuhan luas tulangan.

    a.  Persentase Tulangan Minimum, Balance dan Maksimum

    1)  Rasio tulangan minimum (ρmin)

    Rasio tulangan minimum ditetapkan sebesar1.4

    fy 

    2)  Rasio tulangan balance (ρ b)

    Dari gambar tegangan dan regangan penampang balok (Gambar 2.20) didapat:

    sycu

    cu

    Efy0,003

    0,003

    εε

    ε

    d

    c

    +

    =

    +

    =  .................................................................... (2.12)

    Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tata Cara

    Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002 pasal 10.5(2)

    ditetapkan Es sebesar 2 x105 Mpa, sehingga didapat

    fy600

    600

    d

    c

    +=  ......................................................................................... (2.13)

    Keadaan balance:

    0,85.fc’. β.c.b = ρ.b.d.fy

     b.d.fy

    .c.b0,85.fc'.βρ =  

    fy

    0,85.fc'β

    fy600

    600ρ

    +=  ......................................................................... (2.14)

    3)  Rasio tulangan maksimum (ρmax)

  • 8/20/2019 2132 Chapter II

    49/66

    TINJAUAN PUSTAKA Bab II

     PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH

     MENGGUNAKAN BETON PRACETAK  II-49

    Berdasarkan SNI Beton 2002 besarnya ρmax ditetapkan sebesar 0,75ρ b.

    a) Untuk menentukan rasio pembesian minimum menggunakan rumus :

    ρmin =fy

    1,4 

     b) Untuk menentukan rasio pembesian maksimum menggunakan rumus :

    ρmax = 0,75 ρ b = 0,75 x ρ balance. 

     b.  Perhitungan Tulangan Ganda

    Apabila ρ > ρmax maka terdapat dua alternatif :

    1)  Sesuaikanlah ukuran penampang balok

    2)  Bila tidak memungkinkan, maka dipasang tulangan rangkap

    Dalam menghitung tulangan rangkap, total momen lentur yang dilawan akan

    dipisahkan dalam dua bagian: Mu1 + Mu2

    Dengan:

    Mu1  = momen lentur yang dapat dilawan oleh ρmax dan berkaitan dengan lengan

    momen dalam z. Jumlah tulangan tarik yang sesuai adalah As1 = ρmax.b.d

    Mu2  = momen sisa yang pada dasarnya harus ditahan baik oleh tulangan tarik

    maupun tekan yang sama banyaknya. Lengan momen dalam yang

     berhubungan dengan ini sama dengan (d – d’).

     As'

     As 

    Jumlah tulangan tarik tambahan As2 sama dengan jumlah tulangan tekan As’, yaitu:

    )d'φ.fy.(d

    MuMuAs'As 12 −

    −==  ................................................................................. (2.15)

    2.  Perhitungan Geser dan Torsi

    Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia Tata Cara

    Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Tahun 2002 pasal 13.3

    ditentukan besarnya kekuatan gaya nominal sumbangan beton adalah:

    ...................................................................................... (2.16)

    atau besarnya tegangan yang dipikul beton adalah:

    ..................................................................................................... (2.17)

    d b f V  wcc .'6

    1=

    '6

    1cc