2.1 Sistem Pengendalian...
Transcript of 2.1 Sistem Pengendalian...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pengendalian Internal
Pada dasarnya sistem pengendalian internal merupakan kebijakan-
kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan keyakinan bahwa
tujuan suatu perusahaan atau organisasi akan tercapai. Selain itu, dengan adanya
sistem pengendalian internal dapat dipastikan bahwa laporan keuangan yang
dihasilkan oleh perusahaan atau organisasi terjamin kehandalannya.
Pengendalian internal tidak hanya dibutuhkan oleh organisasi yang tujuan
utamanya mencari laba, tetapi juga oleh organisasi pemerintah yang tujuannya
mensejahterakan masyarakat. Seperti yang tertulis di Peraturan Pemerintah No. 60
Tahun 2008, “Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat
SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara
menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah”.
Pengendalian memberikan pihak manajemen informasi tentang resiko, salah
penafsiran materi laporan keuangan dan fraud (kecurangan yang disengaja).
2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Terdapat beberapa pendapat dari beberapa ahli yang mengemukakan
pendapatnya mengenai pengertian sistem pengendalian internal, tetapi pada
prinsipnya pengertian-pengertian tersebut memiliki kesamaan satu sama lain.
Model COSO (The Commite of Sponsoring Organisation) yang diuraikan
oleh Gondodiyoto dalam bukunya yang berjudul Audit Sistem Informasi
9
(2007:266) menjelaskan bahwa sistem pengendalian internal dapat didefinisikan
sebagai berikut :
Internal Control : a process, effected by an entity’s board of directors,
management, and other personel, designef to provide reasonable
assurance regarding the achievement of objectives in following categories
:
1. Effectiveness and efficiency of operations
2. Reability of financial reporting
3. Compliance with applicable laws and regulations
Model COSO adalah salah satu model pengendalian internal yang banyak
digunakan oleh para auditor sebagai dasar untuk mengevaluasi dan
mengembangkan pengendalian internal. COSO adalah komite yang diorganisir
oleh lima organisasi profesi, yaitu IIA, AICPA, IMA, FEI dan AAA.
Sementara itu dalam buku yang berjudul Accounting Information System
yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Arnos K, menyatakan bahwa :
“Pengendalian internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang
dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan
andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta
mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan”
(Romney dan Steinbart, 2004:229)
Pernyataan-pernyataan dari para ahli tersebut dipertegas oleh pernyataan
Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Profesi Akuntansi Publik (2001:319)
yaitu :
“Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris dan personel entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan
memadai tentang pencapaian tugas golongan tujuan berikut ini : (a)
keandalan pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi dan (c)
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.
Dari beberapa pengertian mengenai sistem pengendalian internal diatas
dapat dipahami bahwa sistem pengendalian internal adalah rencana, metode,
10
prosedur dan kebijakan yang didesain oleh manajemen untuk memberi jaminan
yang memadai atas tercapainya efisiensi dan efektifitas operasional, kehandalan
pelaporan keuangan, pengamanan terhadap aset, ketaatan dan kepatuhan terhadap
undang-undang, kebijakan dan peraturan lain yang ditetapkan oleh pimpinan
perusahaan atau organisasi.
2.1.2 Manfaat Sistem pengendalian Internal
Faktor-faktor yang menyebabkan makin pentingnya sistem pengendalian
internal antara lain adalah :
a. Perkembangan aktivitas dan skalanya menyebabkan kompleksitas
struktur, sistem dan prosedur suatu organisasi makin rumit.
b. Tanggung jawab utama untuk melindungi aset organisasi, mencegah
dan menemukan kesalahan-kesalahan serta kecurangan-kecurangan
terletak pada manajemen.
c. Pengawasan oleh satu orang (saling cek) merupakan cara yang tepat
untuk menutup kekurangan-kekurangan yang bisa terjadi pada
manusia.
d. Pengawasan yang “built-in” langsung pada sistem berupa
pengendalian internal yang baik dianggap lebih tepat daripada
pemeriksaan secara langsung dan detail oleh pemeriksa (khususnya
dari luar organisasi).
(Gondodiyoto, 2007:249)
Selain itu, Susanto (2004:98) juga menjelaskan mengenai pentingnya
sistem pengendalian internal antara lain :
a. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan dari setiap
aktivitas akan dicapai.
b. Untuk mengurangi resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan karena
kejahatan, bahaya atau kerugian yang disebabkan oleh penipuan,
kecurangan atau penggelapan.
c. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan dan dapat dipercayakan
bahwa semua tanggung jawab hukum telah dipenuhi.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat dipahami bahwa pengendalian
internal merupakan sebuah payung bagi organisasi itu sendiri.
11
2.1.3 Tujuan Sistem Pengendalian Internal
Untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, tentu saja
pengendalian internal memiliki beberapa tujuan. Sistem pengendalian internal
diperlukan agar pihak manajemen dapat meyakini bahwa semua pekerjaan yang
berlangsung di organisasi tersebut senantiasa berada dalam aturan yang telah
ditetapkan.
Hall James (2001:150) menyebutkan tujuan utama sistem pengendalian
internal antara lain :
a. Untuk menjaga aktiva perusahaan.
b. Untuk memastikan akurasi dan dapat diandalkannya catatan dan
informasi akuntansi.
c. Untuk mempromosikan efisiensi operasi perusahaan.
d. Untuk mengukur kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur yang
telah ditetapkan oleh manajemen.
Sama halnya seperti yang diutarakan oleh Mulyadi (2001:163), tujuan
sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut :
a. Menjaga kekayaan organisasi
b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
c. Mendorong efisiensi
d. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Penjelasan dari tujuan pengendalian internal menurut Mulyadi adalah sebagai
berikut :
a. Menjaga kekayaan organisasi
1) Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang
telah ditetapkan
a) Pembatasan akses langsung terhadap kekayaan
b) Pembatasan akses tidak langsung terhadap kekayaan
12
2) Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan
dengan kekayaan yang sesungguhnya ada
a) Pembandingan secara periodik antara catatan akuntansi dengan
kekayaan yang sesungguhnya ada
b) Rekonsiliasi antara akuntansi yang diselenggarakan
b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
1) Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan
a) Pemberian otorisasi oleh pejabat yang berwenang
b) Pelaksanaan transaksi sesuai dengan otorisasi yang diberikan oleh
pejabat yang berwenang
2) Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi
a) Pencatatan semua transaksi yang terjadi
b) Transaksi yang dicatat adalah benar-benar terjadi
c) Transaksi yang dicatat adalah jumlah yang benar
d) Transaksi dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya
e) Transaksi dicatat dengan penggolongan yang seharusnya
f) Transaksi dicatat dan diringkas dengan teliti
c. Mendorong efisiensi
Pengawasan dalam suatu organisasi berarti mencegah adanya duplikasi yang
tidak perlu, mencegah terjadinya pemborosan-pemborosan pada setiap aspek
perusahaan dan mencegah pemakaian sumber-sumber secara tidak efisiensi.
13
d. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Manajemen menetapkan prosedur dan aturan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pengendalian internal dapat dipakai untuk menjamin bahwa
prosedur dan aturan yang telah ditetapkan itu sudah ditaati oleh seluruh
karyawan.
Sedangkan model COSO menjelaskan bahwa pengendalian internal
memiliki tiga tujuan utama yaitu efektifitas operasi, mendorong kehandalan
lapuran keuangan dan dipatuhinya hukum dan peraturan yang ada.
Berdasarkan penjelasan mengenai tujuan sistem pengendalian internal
dapat diketahui bahwa tujuan sistem pengendalian internal tidak hanya
mengamankan harta perusahaan, tetapi juga untuk menghindari kemungkinan-
kemungkinan yang menyebabkan kerugian atau penyimpangan terhadap prosedur
yang ditetapkan organisasi serta untuk mendorong efektifitas dan efisiensi
organisasi. Oleh karena itu, ketelitian dan keakuratan akan data-data dan
dipatuhinya kebijakan organisasi secara keseluruhan akan sangat membantu
dalam tercapainya suatu tujuan sistem pengendalian internal.
2.1.4 Elemen-elemen Sistem Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal dapat berjalan dengan baik apabila didukung
oleh unsur-unsur yang baik pula. Unsur-unsur sistem pengendalian internal sangat
penting karena sistem mempunyai beberapa unsur dan sifat-sifat tertentu yang
dapat meningkatkan kemungkinan dapat dipercayainya data-data akuntansi serta
tindakan pengamanan terhadap aktiva dan catatan organisasi. Setiap unsur
14
mempunyai kaitan langsung dengan tujuan pengendalian internal serta langkah-
langkah yang ditempuh organisasi untuk memenuhinya.
Pada Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008, dijelaskan bahwa terdapat
lima unsur sistem pengendalian internal pemerintah yang saling berhubungan,
antara lain :
a. Lingkungan Pengendalian
b. Penilaian Risiko
c. Kegiatan Pengendalian
d. Informasi dan Komunikasi
e. Pemantauan Pengendalian Internal
Penjelasan dari kelima komponen sistem pengendalian internal pemerintah
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Lingkungan Pengendalian
Komponen yang berperan dalam membangun atmosfer (iklim) yang kondusif
bagi para karyawan mengenai kesadaran pentingnya kontrol sehingga
menciptakan suasana yang dapat membuat karyawan dapat menjalankan dan
menyelesaikan tugas kontrol dan tanggung jawabnya masing-masing. Sub-
komponen dari lingkungan pengendalian antara lain :
1) Penegakan integritas dan nilai etika
a) Menyusun dan menerapkan aturan perilaku yang berisi standar etika
dan pedoman perilaku bagi pegawai Instansi Pemerintah.
b) Memberikan keteladanan (dalam bentuk tindakan dan ucapan)
pelaksanaan aturan perilaku.
c) Menegakan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap
kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku.
15
2) Komitmen terhadap kompetensi
a) Menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada
masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah.
b) Menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu
pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi
pekerjaannya.
c) Memilih pimpinan Instansi Pemerintah yang memiliki kemampuan
manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan
Instansi Pemerintah.
3) Kepemimpinan yang kondusif
a) Pimpinan Instansi Pemerintah mengambil keputusan setelah dengan
cermat menganalisis risiko terkait dan menentukan bagaimana risiko
tersebut diminimalkan.
b) Menerapkan manajemen berbasis kinerja.
c) Mendukung fungsi pencatatan dan pelaporan keuangan, sistem
manajemen informasi, pengelolaan sumber daya manusia, dan
pengawasan baik intern maupun ekstern.
4) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan
a) Memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam
Instansi Pemerintah.
b) Memberikan kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern dalam
Instansi Pemerintah.
16
c) melaksanakan evaluasi dan penyesuaian periodic terhadap struktur
organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis.
d) Menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi
pimpinan.
5) Kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia
a) Penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan
pemberhentian pegawai.
b) penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen.
c) supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai.
6) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif
a) memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan,
efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas
dan fungsi Instansi Pemerintah.
b) Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas
manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah.
c) Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
b. Penilaian Risiko
Merupakan proses identifikasi dan analisis risiko yang dapat menghambat
atau berhubungan dengan pencapaian tujuan Instansi, serta cara berhubungan
risiko tersebut ditangani. Aspek-aspek dari penaksiran risiko tersebut adalah
sebagai berikut :
17
1) Penetapan tujuan Instansi
a) Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan Instansi
Pemerintah dalam bentuk misi, tujuan dan sasaran dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan sebagaimana
dituangkan dalam rencana strategis dan rencana kinerja tahunan.
b) Seluruh tujuan Instansi Pemerintah secara jelas dikomunikasikan
pada semua pegawai sehingga pimpinan Instansi Pemerintah
mendapatkan umpan balik, yang menandakan bahwa komunikasi
tersebut berjalan secara efektif.
2) Identifikasi risiko
Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan metodologi identifikasi
risiko yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada
tingkatan kegiatan secara komprehensif. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
a) Metode kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi
risiko dan menentukan peringkat risiko relatif secara terjadwal dan
berkala.
b) Cara suatu risiko diidentifikasi, diperingkat, dianalisis, dan diatasi
telah dikomunikasikan kepada pegawai yang berkepentingan.
c) Pembahasan identifikasi risiko dilakukan pada rapat tingkat
pimpinan Instansi Pemerintah.
18
c. Kegiatan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan
pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian terdiri
dari :
1) Reviu atas kinerja
Reviu atas kinerja dilaksanakan dengan membandingkan kinerja dengan
tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan.
2) Pembinaan sumber daya manusia
Pimpinan Instansi wajib melakukan pembinaan sumber daya manusia.
Dalam melakukannya, pimpinan harus :
a) Mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai dan strategi instansi
kepada pegawai
b) Membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia
yang mendukung visi dan misi.
c) Membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, program pendidikan
dan pelatihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan
dan fasilitas pegawai serta rencana pengembangan karir.
3) Pengendalian atas sistem informasi
Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk
memastikan akurasi dan kelengkapan informasi. Pengendalian dilakukan
melalui pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.
19
a) Pengendalian umum
Instansi Pemerintah secara berkala melaksanakan penilaian risiko
secara periodik yang komprehensif. Penilaian risiko dilaksanakan
dan didokumentasikan secara teratur dan pada saat sistem, fasilitas,
atau kondisi lainnya berubah.
b) Pengendalian aplikasi
Instansi Pemerintah mengendalikan dokumen sumber dengan cara
akses ke dokumen sumber yang masih kosong dibatasi dan dokumen
sumber diberikan nomor urut tercetak (prenumbered). Transaksi
yang dientri dan diproses komputer adalah seluruh transaksi yang
telah diotorisasi.
4) Pengendalian fisik atas aset
Instansi menetapkan, mengimplementasikan dan mengkomunikasikan
rencana identifikasi, kebijakan dan prosedur pengamanan fisik kepada
seluruh pegawai. Selain itu, Instansi juga menetapkan,
mengimplementasikan dan mengkomunikasikan rencana pemulihan
setelah bencana kepada seluruh pegawai.
d. Informasi dan Komunikasi
Unsur pengendalian intern keempat adalah informasi dan komunikasi.
Instansi Pemerintah harus memiliki informasi yang relevan dan dapat
diandalkan baik informasi keuangan maupun nonkeuangan, yang
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa eksternal serta internal. Informasi
tersebut harus direkam dan dikomunikasikan kepada pimpinan Instansi
20
Pemerintah dan lainnya di seluruh Instansi Pemerintah yang memerlukannya
dalam bentuk serta dalam kerangka waktu, yang memungkinkan yang
bersangkutan melaksanakan pengendalian intern dan tanggung jawab
operasional.
e. Pemantauan
Pemantauan merupakan unsur pengendalian intern yang kelima atau terakhir.
Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan
reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan
pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain
yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan
melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem
Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern
pemerintah atau pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji
pengendalian intern.
Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera
diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian
rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan.
2.2 Sistem Penerimaan Pendapatan (Kas)
2.2.1 Pengertian Pendapatan
Halim menyatakan pengertian pendapatan yang dikutip dari IASC
Framework adalah sebagai berikut :
21
“Pendapatan adalah penambahan dalam manfaat ekonomi selama periode
akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset aktiva, atau
pengurangan utang/ kewajiban yang mengakibatkan penambahan ekuitas
dana. Selain penambahan ekuitas dana yang berasal dari kontribusi peserta
ekuitas dana”.
(Halim, 2002:64)
Menurut Bastian (2002:49) pendapatan adalah “peningkatan aktiva atau
penurunan utang/ kewajiban yang berasal dari berbagai kegiatan di dalam periode
akuntansi atau periode anggaran tertentu”.
Sedangkan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi
Keuangan mendefinisikan pendapatan sebagai berikut :
“Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul
dari aktivitas normal perusahaan selam satu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanam modal”.
(IAI, 2004:23)
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pendapatan merupakan aktiva atau penurunan kewajiban yang berasal dari
kegiatan-kegiatan dalam satu periode akuntansi.
2.2.2 Klasifikasi Pendapatan
Halim (2002:64-65) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
menyatakan bahwa pendapatan dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli daerah
dipisahkan menjadi empat jenis yaitu : pajak daerah, bagian laba usaha daerah
dan lain-lain PAD.
22
b. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepala
daerah untuk membiayai kebutuhan daerah.
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
2.2.3 Pendapatan Asli Daerah
Halim (2002:64) menyatakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Siregar Baldic dan Siregar Bonni (2001:395) menyatakan pengertian
pendapatan daerah sebagai berikut :
“Pendapatan asli daerah merupakan sumber utama penerimaan bagi daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan, pinjaman
daerah dan penerimaan lain merupakan sumber pendapatan tambahan
untuk mendukung PAD. PAD suatu daerah meliputi : pajak daerah,
retribusi daerah, hasil BUMD dan pengelolaan kekayaaan daerah serta
pendapatan lain”.
Pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi 4 jenis, yaitu pajak daerah,
retribusi daerah, bagian laba usaha daerah dan pendapatan daerah lainnya.
2.2.4 Pajak daerah
Pajak daerah merupakan salah satu pendapatan daerah dan merupakan
sumber keuangan pokok bagi daerah di samping retribusi daerah. Dalam undang-
undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah retribusi
daerah, disebutkan pengertian pajak daerah sebagai berikut :
“Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala Daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah”.
23
(UU No. 34 Th.2000 : Pasal 1, ayat 6)
Pandiangan menyatakan pengertian pajak daerah sebagai berikut :
“Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber penerimaan
Pemerintah Daerah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan tugas-tugas rutin
pemerintahan dan pembangunan daerah”.
(Pandiangan, 2002:380)
Halim (2002:64) menyatakan bahwa penerimaan daerah yang berasal dari
pajak daerah meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan di Atas Air,
Pajak Air di Bawah Tanah dan Pajak Air Permukaan.
2.2.5 Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu jenis pajak provinsi.
Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah pajak atas kepemilikan
atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (UU No. 34 Th.
2000:Pasal 2 ayat 1 huruf a).
Pajak kendaraan bermotor dipungut di wilayah daerah tempat kendaraan
bermotor terdaftar. Pajak kendaraan bermotor dikenakan untuk masa pajak 12
(dua belas) bulan terhitung mulai saat pendaftaran kendaraan bermotor. Pajak
kendaraan bermotor dibayar sekaligus di muka. Pajak kendaraan bermotor yang
karena suatu niat dan lain hal masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan,
maka dapat dilakukan restitusi ditetapkan oleh Gubernur.
2.2.5.1 Prosedur Penerimaan Pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor
Pada dasarnya setiap daerah memiliki prosedur pendapatan Pajak
Kendaraan Bermotor yang berbeda, tergantung pada kebijakan pemerintahan
daerahnya masing-masing. Untuk daerah-daerah yang berada dalam wilayah
24
provinsi Jawa Barat, prosedur penerimaan pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor
mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 tahun 2001, yaitu :
a. Prosedur pendaftaran dan pendataan
1) Untuk mendapatkan data dan atau informasi mengenai obyek dan subyek
pajak kendaraan bermotor, dilaksanakan pendaftaran dan atau pendataan
terhadap obyek pajak dan subyek pajak yang berdomisili di daerah
dengan menggunakan formulir SPPKB.
2) Pendaftaran dan atau pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini dilaksanakan terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di daerah
dan memiliki obyek pajak di daerah.
3) Formulir SPPKB yang telah diterima Wajib Pajak harus diisi dengan
jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani Wajib Pejak atau kuasanya
dan disampaikan kepada dinas sesuai jangka waktu yang ditentukan,
yaitu :
a) Untuk kendaraan bermotor baru, bukan baru (BBNKB II) dan mutasi
masuk, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak saat kepemilikan.
b) Untuk kendaraan bukan baru atau daftar ulang, sampai dengan
berakhirnya masa pajak, tidak termasuk hari besar dan hari libur.
c) Bagian dari bulan yang melebihi 14 (empat belas) hari dihitung satu
bulan penuh dengan dasar perhitungan dari tanggal yang tercantum
dalam faktur, kuitansi pembelian atau kuitansi pembayaran, tanggal
jatuh tempo untuk daftar ulang dan Surat Fiskal Daerah.
25
d) Apabila kewajiban mengisi SPPKB tidak dipenuhi dan atau
disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi
administrasi berupa dengan sebesar 25% dari pokok pajak terutang.
b. Prosedur perhitungan dan penetapan
1) Berdasarkan SPPKB, Dinas menetapkan pajak terutang dengan
menerbitkan SKPD yang diberi nomor kohir dan dibubuhi paraf petugas
penetapan dan petugas korektur pada kolom yang telah disediakan.
2) Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan dasar pengenaan pajak yang merupakan perkalian NJKB dari
bobot.
c. Prosedur pembayaran dan penagihan
1) Pajak terutang yang tercantum dalam STPD dan SKP atau SKPD harus
dilunasi sekaligus di muka pada saat pendaftaran untk masa 12 (dua
belas) bulan.
2) Sanksi terlambat membayar sanksi berupa bunga sebesar 2% sebulan
dihitung dari PKB terutang, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan atau paling banyak 48%.
3) Pembayaran dianggap sah apabila bulti penerimaan SKP atau SKPD
dibubuhi validasi tapak Kas Register.
4) Ketetapan yang belum dibayar setiap hari diserahkan oleh Petugas Loket
Pembayaran kepada TUPP untuk diproses lebih lanjut.
5) Apabila sampai dengan 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal jatuh tempo
pembayaran, ketetapan yang tercantum dalam SKPD dan atau STPD atau
26
yang dipersamakan dengan itu belum bayar lunas oleh Wajib Pajak,
maka Kepala CPDP menyampaikan peringatan kepada Wajib Pajak agar
segera melunasi tunggakan PKB-nya.
6) Apabila sampai dengan 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
jatuh tempo pembayaran, ketetapan yang tercantum dalam SKPD dan
atau STPD yang dipersamakan dengan itu belum dibayar lunas, maka
Kepala CPDP mengeluarkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak.
d. Prosedur penyetoran
1) Pembantu Pemegang Kas PKB dalam waktu selambat-lambatnya 1x24
jam menyetorkan semua hasil penerimaan pembayaran PKB ke Kas
Daerah Provinsi Jawa Barat melalui Bank Jabar dengan nomor rekening/
kode anggaran yang telah ditentukan.
2) Pembantu Pemegang Kas PKB wajib menghimpun semua bukti setor dan
disusun menurut jenis atau kode anggarannya dan
mengadministrasikannya dengan baik.
3) Pembantu Pemegang Kas PKB setiap bulan selambat-lambatnya tanggal
5 bulan berikutnya wajib melaporkan semua hasil penerimaan dan
penyetoran PKB kepada Gubernur Jawa Barat s.q Kepala Biro Keuangan
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat yang dilampiri bukti-bukti.
27
2.2.5.2 Unit Terkait
Bastian (2002:60) mengemukakan bahwa unit yang terkait dalam prosedur
penerimaan pendapatan adalah sama dengan unit dan fungsi pelaksana pekerjaan
pada sistem penerimaan kas, yaitu :
a. Pembantu Pemegang Kas (PPK) – Setiap Unit Kerja
Bagian ini berada pada setiap unit kerja, berfungsi sebagai penerimaan
pembayaran dan menyetorkannya kepada pemegang kas (pemegang kas
khusus penerima/ BKP). Pada hakikatnya, bagian ini berfungsi sebagai kasir
pada setiap unit kerja.
b. Pemegang Kas (BKP) – Setiap Unit Kerja
Bagian ini berfungsi menerima penyetoran dari setiap pembantu pemegang
kas (PPK) yang berada pada unit kerjanya dan menyetorkan penerikmaan
tersebut ke rekening kas daerah.
c. Bank
Berfungsi menerima setoran dan dokumen dari pemegang kas (BKP) dan
mengkredit rekening Kasda serta mengirimkan rekening koran (RC) kepada
kas daerah.
d. Kas Daerah (Kasda)
Kantor/ Bagian ini berfugsi untuk menerima setoran kas (rekening koran) dari
Pembantu Pemegang Kas setiap unit kerja melalui Bank.
28
2.2.5.3 Dokumen dan Formulir yang Digunakan
Menurut Bastian (2002:61-62) dokumen dan formulir yang digunakan
dalam prosedur penerimaan pendapatan adalah sama dengan dokumen atau
formulir yang digunakan oleh sistem penerimaan kas, yaitu :
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)
Formulir ini digunakan untuk menyetorkan pajak daerah dari Wajib Pajak
kepada Pembantu Pemegang Kas di setiap unit kerja.
b. Tanda Bukti Penerimaan (TBP)
Dokumen ini digunakan untuk mencatat setiap penerimaan Pembantu
Pemegang Kas setiap unit kerja dari pihak eksternal.
c. STS
Formulir ini digunakan untuk menyetorkan penerimaan daerah dari Pembantu
Pemegang Kas ke Pemegang Kas setiap unit kerja
d. Slip Setoran
Formulir ini digunakan untuk menyetorkan penerimaan daerah dari
Pemegang Kas ke rekening Kas Daerah.
e. RPH – Pemegang Kas
Dokumen ini digunakan oleh Pemegang Kas setiap unit kerja untuk merekap
penerimaan dan penyetoran setiap hari kerja berdasarkan STS dari Pembantu
Pemegang Kas.
29
2.3 Sistem Pengendalian Internal Sistem Penerimaan
Pendapatan
Untuk menjain terciptanya suatu sistem yang baik maka dibutuhkan suatu
sistem pengendalian internal yang baik pula. Hal ini berlaku pula pada sistem
penerimaan pendapatan.
Sistem pengendalian internal pada sistem penerimaan pendapatan sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan dan penyelewengan-
penyelewengan yang terjadi baik sengaja maupun tidak sengaja.
Aktivitas pengendalian atas penyelenggaraan pengelolaan peneriman
pendapatan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar
penyelenggaraan pengelolaan pendapatan berjalan secara efisien dan efektif sesuai
dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Buku Sistem Akuntansi Sektor Publik menyatakan bahwa :
a. Penggunaan STS yang telah diotorisasi dan diperiksa oleh fungsi
penerima untuk setiap penyetoran pendapatan pajak.
b. Pengecekan secara acak setiap SKD atau SKRD yang masuk, apakah
nilai yang tertera sama dengan nilai uang yang disetorkan.
c. Pengecekan apakah setiap pencatatan atas transaksi pendapatan yang
telah dilandasi bukti pendukung yang lengkap. Aktivitas ini untuk
menjamin pernyataan keberadaan, keterjadian, hak dan kewajiban,
serta penilaian transaksi pendapatan.
d. Pengecekan secara independen terhadap posting transaksi pendapatan
ke dalam catatan akuntansi.
(Bastian, 2006 : 150-151)