PERBEDAAN PENGARUH KUALITAS AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA ...
207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
-
Upload
mohammad-syukri -
Category
Documents
-
view
40 -
download
2
description
Transcript of 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
1/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
PENGARUH DIVIDEN TERHADAP KUALITAS LABA PERUSAHAAN
Kris Semionta Ginting, 040912056
Mahasiswa Prodi S1 Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
Email: [email protected]
Puput Tri Komalasari
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
Email:[email protected]
ABSTRACT
The objectives of this study is to examine the impact of dividend paying, size of dividend
paid and persistence in dividend payment on earnings quality. The sample of the study is
manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2003 to 2011, with as manyas 71 firms. Earning quality is measured using ADA, AQ, AAQ and SMOOTH. Using multiple
regression analysis, it was found that dividend paying, size of dividend paid and persistence in
dividend payment had no significant effect on the earning quality. Thus, dividend payment can
not be used as a signal or indicator of earning quality.
Keyword: Dividen, Earning Quality, Earning Management.
PENDAHULUAN
Keterkaitan dividen dengan laba dapat dijadikan informasi (signaling theory) sebagai
dasar analisis oleh investor untuk memperoleh gambaran mengenai kinerja perusahaan dan
besarnya dividen yang mungkin didapatkan investor dari laba tersebut. Penelitian-penelitian
terdahulu banyak menguji mengenai signaling theory, seperti penelitian Modligiani dan Miller
(1961), Bhattacharya (1979) dan Miller dan Rock (1985), mengungkapkan bahwa dividen
mengungkapkan prospek laba perusahaan dimasa yang akan datang dan pengumuman
dividen akan diikuti oleh penyesuaian harga saham.
Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai dividen cenderung melihat hubungan
antara perubahan dividen yang dibagikan dengan perubahan laba atau kinerja perusahaan
maupun harga saham dimasa depan. Sementara penelitian yang membahas tentang
hubungan dividen dengan aspek kualitas laba perusahaan, masih sedikit.
Melihat pentingnya informasi mengenai laba, diharapkan perusahaan menyanjikannyasesuai dengan fakta sebenarnya tentang kondisi keuangan perusahaan. Agar informasi
mengenai laba tersebut tidak menyesatkan dan dapat memberikan informasi bagi pengguna
untuk mengambil keputusan, maka dibutuhkan laporan laba yang berkualitas.
Laba yang kurang berkualitas bisa terjadi karena adanya perbedaan kepentingan
(agency conflict) antara manajemen dengan pemegang saham sehingga menimbulkan
asimetric information. Tingginya asimetri informasi memungkinkan manajer mengelola laba
sedemikian rupa yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga laba yang dihasilkan kurang
berkualitas.
mailto:[email protected]:[email protected] -
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
2/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
Caskey dan Hanlon (2005), mereka mengemukakan bahwa kecurangan dalam laporan
keuangan (fraudulent) merupakan indikasi dari kualitas laba yang buruk dan menemukan dari
sampel mereka bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan adalah perusahaan yang
lebih jarang membayar dividen atau dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan sampel
perusahaan tidak curang (non-fraudulent). Tong dan Miao (2011), mengungkapkan bahwa
pembagian dividen berhubungan positif dengan kualitas laba, dan terdapat dua alasan
mengapa dividen dapat menjadi indikasi kualitas laba yang baik. Pertama, terlalu mahal bagimanajer untuk membagikan dividen tunai atas laba yang tidak merefleksikan kinerja
perusahaan, sebab dibutuhkan arus kas yang sebenarnya untuk membagikan dividen tersebut.
Dalam hal ini, pembagian dividen mengurangi ketidakpastian atas perkiraan arus kas dan
mengurangi manipulasi yang mungkin dilakukan oleh pihak manajemen. Alasan kedua,
berdasarkan teori keagenan (agency theory), pembagian dividen dapat berperan dalam
mengurangi biaya konflik keagenan antara manajer dan pemegang saham. Pembagian
dividen meningkatkan kemungkinan manajer untuk memperoleh pendanaan eksternal,
sehingga manajer akan diawasi oleh bank, bursa saham, dan penyedia dana. Oleh karena itu,
perusahaan yang membagikan dividen diekspektasikan memiliki kualitas laba yang lebih baik
dibandingkan perusahaan yang tidak membagikan dividen.
Menurut penelitian Skinner dan Stoles (2008), perusahaan yang membagikan dividen
memiliki laba yang persisten dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membagikandividen. Selain itu, perusahaan yang membagikan dividen dalam jumlah yang relatif kecil
memiliki kualitas laba yang yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang
membagikan dividen dalam jumlah relatif besar. Penelitian Caskey dan Hanlon (2005) juga
membuktikan bahwa perusahaan yang tidak menaikkan atau menurunkan dividen yang
dibagikannya cenderung memiliki kualitas laba yang buruk dibandingkan perusahaan yang
menaikkan ukuran dividen yang dibagikan. Tong dan Miao (2011), yang dalam penelitiaannya
menggunakan berbagai proksi kualitas laba juga membuktikan adanya hubungan positif
antara pembagian dividen, jumlah dividend dan persistensi dividen terhadap kualitas laba
perusahaan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penelitian kali ini
akan meneliti hubungan pembagian dividen beserta besar kecilnya dividen yang dibagikan
terhadap kualitas laba. Selain itu, penelitian ini juga meneliti persistensi pembagian dividenterhadap kualitas laba.
Tinjauan Pustaka
Hubungan Dividen dengan Kualitas Laba
Kinerja perusahaan yang telah dicapai oleh pihak manajemen diinformasikan kepada
pemegang saham melalui laporan keuangan. Salah satu indikator kinerja perusahaan adalah
laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa besarnya
kompensasi yang akan didapatkan oleh manajemen tergantung dari besarnya laba yang
mampu dihasilkan perusahaan. Ketika pemilik tidak dapat memonitor secara sempurna aktivitas
manajemen, maka manajemen dapat menentukan kebijakan yang mengarah pada
peningkatan tingkat kompensasi yang akan diperoleh manajemen, yang salah satunya adalah
kebijakan akuntansi.
Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kinerja keuangan
perusahaan yang sesungguhnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya
tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan.
Pihak manajemen yang telah didelegasikan oleh pemegang saham untuk mengelola
dan mengambil keputusan perusahaan, memiliki informasi yang superior dibandingkan para
pemegang saham, hal inilah yang dapat menjadi masalah keagenan antara manajer dengan
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
3/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
pemegang saham. Dengan dilakukannya pembayaran dividen, maka dapat mengurangi dan
mencegah permasalahan ini.
Kemampuan untuk membayar dividen tergantung dari ketersediaan kas perusahaan.
Terlalu mahal bagi manajer untuk membagikan dividen atas laba yang tidak merefleksikan
kinerja perusahaan, sebab dibutuhkan arus kas yang sebenarnya untuk membagikan dividen
tersebut. Dalam hal ini, pembagian dividen mengurangi ketidakpastian atas perkiraan arus kasdan mengurangi manipulasi yang mungkin dilakukan oleh pihak manajemen.
Berdasarkan teori keagenan (agency theory), pembagian dividen meningkatkan
kemungkinan manajer untuk memperoleh pendanaan eksternal, sehingga manajer akan
diawasi oleh bank, bursa saham, dan penyedia dana. Glassman (2005) menyatakan bahwa
pembayaran dividen akan menyebabkan perusahaan cenderung untuk tidak melaporkan laba
yang direkayasa yang tidak menghasilkan arus kas yang sebenarnya untuk pembayaran
dividen. Burton Malkiel (2003) juga berpendapat bahwa ketika laba yang dilaporkan
dipandang secara skeptis, dividen akan memberikan sinyal yang kuat pada investor tentang
kekuataan finansial dan kredibilitas laba yang dilaporkan. Oleh karena itu, perusahaan yang
membagikan dividen diekspektasikan memiliki kualitas laba yang lebih baik dibandingkan
perusahaan yang tidak membagikan dividen.
Pengukuran Kualitas Laba
Proksi pertama yakni ADA (absolute value of the performance-adjusted discretionary
accruals) merupakan model dari Kothari (2001). Model Kothari mengontrol faktor kinerja
perusahaan (ROA) dalam modifikasinya atas model Modified Joness (1991). Model Modified
Joness mencoba memperbaiki kelemahan model Jones yang hanya menggunakan
perubahan laba dengan menambahkan perubahan piutang untuk estimasi model. Estimasi
tersebut mengasumsikan bahwa semua perubahan dalam penjualan kredit merupakan
manipulasi. ADA menangkap tindakan oportunistik manajemen atas laporan keuangan
sehingga mengindikasikan akurasi laporan keuangan atas kinerja operasi saat ini. Semakin
tinggi nilai ADA semakin rendah kualitas laba. ADA diperoleh dari nilai absolut residual dari
persamaan berikut:
( )
+
Dimana:
= Total akrual perusahaan, yaitu laba sebelum pos luar biasa (EBEI) dikurangi arus kasoperasi (CFO) dibagi total aset pada perusahaan i dan tahun t.
= Total aset perusahaan i pada tahun t.= Perubahan penjualan perusahaan i pada tahun t. = Perubahan piutang perusahaan i pada tahun t. = Nilai dari property, plant, dan equipment perusahaan i pada tahun t. = Return on asset perusahaan i pada tahun t-1 = Errorpenelitian perusahaan i pada periode t
Proksi kedua (AQ) dan ketiga (AAQ) berdasarkan Dechow and Dichevs (2002), dimanadalam kedua model ini menggambarkan apakah arus kas yang dilaporkan dengan basis akrual
benar-benar mencerminkan arus kas sebenarnya. Model Dechow menangkap estimasi dari
arus kas operasi periode sebelumnya, saat ini, dan periode yang akan datang pada
perubahan modal kerja. Residual dari estimasi tersebut merefleksikan akrual yang tidak
berhubungan dengan realiasi cash flow; dan standar deviasi dari residual tersebut merupakan
kualitas akrual pada level perusahaan, dimana standar deviasi tinggi menunjukkan kualitas
akrual rendah. Selanjutnya, kualitas akrual digunakan sebagai pengukur kualitas laba (Sloan,
1996; Dechow dan Dichev, 2002; Francis, 2004). Kesalahan estimasi dalam akrual menyebabkan
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
4/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
menurunnya kemampuan akrual dalam proyeksi arus kas yang sebenarnya yang dapat
digunakan untuk mendukung aktivitas perusahaan yang mengeluarkan kas, seperti dividen.
Model ini juga menunjukkan bahwa perhitungan akrual menstabilkan dan memperbaiki
pengakuan arus kas sehingga laba lebih baik lagi dalam merefleksikan kinerja masa kini dan
indikator kinerja masa yang akan datang.
Proksi kedua yakni AQ (Accrual Quality) diperoleh dari standar deviasi residual model inisecara tahunan. Model ini menangkap variabilitas kesalahan estimasi dalam proyeksi akrual
terhadap arus kas laba yang dilaporkan beberapa periode. Rumus proksi kedua adalah:
, t= t-4,t
Menghitung nilai residual:
(a)
Menghitung CACCit
Dimana:
= NilaiAccrual Qualityperusahaan i pada tahun t = Standar deviasi = Nilai residual dari persamaan (a) perusahaan i pada tahun t = Akrual lancar (current accruals) dibagi dengan total asset perusahaan i pada tahun t. = Perubahan current assetperusahaan i pada tahun t. = Perubahan current liability perusahaan i pada tahun t.= Perubahan kas dan setara kas perusahaan i pada tahun t. = Perubahan utang jangka pendek perusahaan i pada tahun t. = Arus kas operasi dibagi dengan total aset perusahaan i pada tahun t. = Perubahan penjualan dibagi dengan total asset perusahaan i pada tahun t. = Aset tetap bruto dari property, plant, dan equipment perusahaan i pada tahun tdibagi dengan total asset perusahaan i pada tahun t.
= Errorpenelitian perusahaan i pada periode t
Proksi ketiga adalah AAQ (Absolute value of the residuals accrual quality), sama seperti
AQ, nilai AAQ diperoleh dari model Dechow dan Dichev (2002). AAQ adalah nilai absolut dari
residu estimasi persamaan diatas dalam satu tahun.
,
Dimana:
= Nilai absolut residual perusahaan i pada tahun t = Nilai residual dari persamaan (a) perusahaan i pada tahun t
Proksi keempat adalah SMOOTH, proksi ini ingin menunjukkan apakah terjadinya
perataan dalam laba perusahaan. Hasil dari perataan laba ini akan menunjukkan managerial
discretion pada laporan keuangan yang bertujuan efisiensi daripada tindakan oportunis darimanajemen. Semakin kecil rasio tersebut menunjukkan laba semakin smooth, sehingga
dipandang laba semakin sustainable. Dengan kata lain, semakin smoothberarti semakin tinggi
kualitas laba. Sebaliknya, jika rasio tersebut semakin besar menunjukkan laba semakin fluktuatif,
berarti semakin rendah kualitas laba, dan dipandang sebagai kekaburan laba (earnings
opacity) (Sunarto:2009).
Perataan laba diukur dengan rumus:
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
5/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
Dimana:
NI = Laba bersih sebelum pos luar biasa perusahaan i pada tahun t.
CFO = Arus kas oprasional perusahaan i pada tahun t.
Asset = Total asset perusahaan i pada tahun t. = Standar deviasi dari t-4 hingga t.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas LabaTong dan Miao (2011) mengatakan bahwa dari penelitian sebelumnya telah dikemukakan
beberapa faktor yang memiliki hubungan dengan dividen dan kualitas laba, diantaranya:
1. Ukuran Perusahaan (Size)
Menurut penelitian Watts dan Zimmerman (1978), perusahan besar cenderung
menghindari manajemen laba untuk menghindari eksposur dari luar perusahaan.
Selain itu perusahaan yang besar dapat dikatakan lebih mampu menghasilkan laba
dibandingkan perusahaan dengan total aset yang kecil. Size dihitung dari logaritma
natural total asset.
2. Pertumbuhan Eksternal (Book To Market)
Book to market ratio (BTM) adalah perbandingan antara nilai buku per lembar
saham dengan nilai pasar saham. Nilai dari rasio ini ditentukan pada respon pasar(eksternal). Nilai buku per lembar saham sangat mencerminkan nilai perusahaan.
Bagi investor, rasio BTM yang tinggi mencerminkan perusahaan tersebut masih
undervalue dan memiliki prospek untuk mencapai nilai ekonomis sewajarnya. Rasio
BTM yang rendah mengindikasikan perusahaan tersebut dihargai lebih mahal karena
sedang bertumbuh dan memiliki profitabilitas yang tinggi. Nilai perusahaan yang
tinggi (BTM rendah) akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan
kedepan. Hal itu juga menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai
perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga
tinggi (Soliha dan Taswan, 2002). Perusahaan yang memiliki prospek pertumbuhan
yang tinggi cenderung untuk memanipulasi laba untuk mempertahankan
pertumbuhan yang tinggi. BTM dihitung dari nilai buku ekuitas dibagi nilai pasar
ekuitas.
3. Pertumbuhan Internal (Growth)
Pertumbuhan secara internal perusahaan didasarkan pada pertumbuhan penjualan
yang mampu dihasilkan. Menurut McNichols (2002), perusahaan yang sedang
bertumbuh memiliki akrual yang tinggi, sehingga perusahaan yang memiliki
prtumbuhan yang tinggi dapat lebih leluasa untuk melakukan manajemen laba.
Growthdihitung dari perubahan penjualan dibagi penjualan awal.
4. Pengembalian Terhadap Aset (ROA)
Merupakan ukuran efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan aset yang dimilikinya. Semakin besar nilai ROA menunjukkan semakin
tinggi profitabilitas suatu perusahaan, karenanya perusahaan yang memiliki
profitabilitas tinggi cenderung tidak akan melakukan manajemen laba. Dengan
demikian, variabel ini diduga memiliki hubungan positif terhadap proksi kualitas laba.
ROA diukur dari laba operasi sebelum pos luarbiasa (EBEI) dibagi total asset.
5. Kinerja Perusahaan (Loss)
Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi cenderung untuk menghindari
manajemen karena kenyataannya perusahaan mampu untuk bertumbuh. Namun
akan berbeda apabila perusahaan mengalami kerugian, praktik manajemen laba
akan cenderung dilakukan untuk mempertahankan nilai perusahaan. Menurut Lang
dan Lundholm (1993), determinan penting perilaku pengungkapan dan pelaporan
adalah kinerja perusahaan. Lee dkk. (2006) menyatakan bahwa kualitas laba
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
6/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
berhubungan positif dengan kinerja perusahaan. Loss diukur dengan memberikan
nilai 1 apabila perusahaan memperoleh laba negatif dan bernilai 0 bila berlaba
positif.
6. Umur Perusahaan (Age)
Umur perusahaan dapat mencerminkan kemapanan suatu perusahaan. Perusahan
yang lebih mapan diharapkan memiliki kualitas laba yang lebih baik. Perusahaan
yang telah berada pada tahap maturitycenderung membagikan dividen dan tidakbertumbuh pesat lagi. Hasil studi Dechow dkk. (2003) menunjukkan bahwa
karakteristik discretionary accruals yang relatif besar terdapat pada perusahaan
dengan laba kecil disertai dengan karakteristik umur perusahaan yang lebih kecil.
Umur perusahaan dihitung dari logaritma umur perusahaan sejak listing di bursa
dalam satuan bulan.
7. Laba Ditahan
Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang diputuskan
untuk tidak dibagikan kepada pemegang saham. Perusahaan yang memiliki kinerja
baik pasti mampu untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan
maka semakin tinggi pula laba ditahan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan
yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung menghindari manajemen laba. Laba
ditahan diukur dari laba ditahan perusahaan dibagi total asset.8. Struktur Utang (Leverage)
Praktik manajemen laba lebih potensial dilakukan pada perusahaan yang memiliki
struktur utang yang tinggi untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang. Jika
utang meningkat, penggunaan debt covenant menjadi semakin diperlukan untuk
mengurangi konflik keagenan. Kagagalan memenuhi perjanjian utang dapat
mengakibatkan perusahaan menanggung biaya yang tinggi, sehingga perusahaan
termotivasi untuk melakukan manajemen laba, Dichev and Skinner (2002). Leverage
diukur dari total hutang dibagi total ekuitas.
9. Intensitas Modal (Capital intensity)
Penggunaan Intensitas modal didefinisikan sebagai rasio antar fixed asset seperti
peralatan, mesin dan berbagai property terhadap asset total. Rasio ini
menggambarkan seberapa besar asset perusahaan diinvestasikan dalam bentuk
fixed asset untuk peningkatan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi rasio ini makasemakin tinggi kemungkinan profitabilitas suatu perusahaan, karenanya perusahaan
yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung tidak akan melakukan manajemen
laba. Intensitas modal dihutung dari asset tetap dibagi total asset.
10. Level Kompetisi (M_INDEX)
Market index menunjukkan level kompetisi dalam suatu industri. Perusahaan yang
memiliki pangsa pasar besar (M_INDEX tinggi) memiliki profitabilitas tinggi dan stabil
(lebih mapan) sehingga tidak perlu melakukan manajemen laba dan memiliki laba
yang berkualitas. Dengan demikian variabel ini diduga memiliki hubungan yang
positif terhadap proksi kualitas laba. M_Index diperoleh dari penjualan perusahaan
dibagi total penjualan dalam satu industri.
11. Volatilitas Arus Kas Operasional
Menurut penelitian Hribar dan Nichols (2007), pengujian kualitas laba kurangtercermin apabila volatilitas arus oprasional tidak terkontrol. Arus kas yang
berfluktuatif dikhawatirnya dapat menjadi sinyal yang buruk, sehingga manajemen
termotivasi untuk melakukan manajemen laba untuk menstabilkan arus kas. Dengan
demikian variabel ini diduga memiliki hubungan yang negatif terhadap proksi
kualitas laba. Volatilitas arus kas diperoleh dari standar deviasi empat tahun arus kas
operasional dibagi total asset.
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
7/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
Hipotesis
H1: Pembagian dividen berpengaruh positif terhadap kualitas laba..
H2: Jumlah dividen yang dibagikan berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
H3: Pembagian dividen secara persisten berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
Model Analisis
Model Pertama
Model Kedua
Model Ketiga
Keterangan:
= Kualitas laba yang diproyeksikan oleh ADA, AQ, AAQ,dan SMOOTH.
= Pembagian dividen, yang bernilai 1 jika perusahaan membagikan dividentunai, dan bernilai 0 jika perusahan tidak membagikan dividen pada tahun t.
= Pembagian dividen, yang bernilai 1 jika perusahaan membagikan dividenyang besar atau payout ratio yang lebih dari 0.25, tetapi tidak lebih besar dari 2.0
pada tahun t dan bernilai 0 jika tidak demikian.
= Pembagian dividen, yang bernilai 1 jika perusahaan membagikan dividensecara kontinyu dari t-4 sampai t, dan berniali 0 jika sebaliknya.
= Ukuran perusahaan yang diproyeksikan dengan logaritma natural dari totalasset.
= Prospek pertumbuhan perusahaan yang diproyeksikan dengan book to marketratio.
= Prospek pertumbuhan perusahaan yang diproyeksikan denganpertumbuhan penjualan.
= Return on asset perusahaan.
= Kinerja perusahaan, yang bernilai 1 jika laba sebelum pos luar biasa (EBEI)kurang dari nol, bernilai 0 jika sebaliknya pada tahun t.
= Umur perusahaan yang diproyeksikan oleh logaritma natural dari lamanyaperusahaan listing(dalam satuan bulan).
= Laba ditahan dibagi total asset perusahaan pada tahun t.
= Struktur utang perusahan yang diproyeksikan dengan debt equity ratio.
= Intensitas modal perusahaan I pada tahun t
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
8/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
=Level kompetisi dalam industri yang diproyeksikan dengan Market Index.
= Volatilitas oprasional yang diproyeksikan dengan standar deviasi dari arus kasoprasional dideflasikan dengan total asset dari t sampai t-4.
=Interceptpersamaan regresi
=Errorpenelitian perusahaan I pada periode t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian
Tabel 1
Deskripsi DataPEMBAGIAN DIVIDEN BESAR DIVIDEN PERSISTENSI DIVIDEN
Membagikan Tidak Membagikan Besar Kecil Persisten Tidak Persisten
44.72% 55.28% 75.59% 24.41% 44.09% 55.91%Sumber: Data diolah..
Selama periode penelitian, terdapat 284 jumlah observasi yang memenuhi kriteria. Daritotal 284 observasi, sebanyak 44,72% (127 observasi) membagikan dividen, sedangkan sisanya
55,28% (157 observasi) tidak membagikan dividen. Diantara 127 observasi yang membagikan
dividen, sebanyak 75.59% atau 96 observasi tergolong membagikan dividen dalam jumlah
besar (payout ratio 25%). Sedangkan sisanya 24.41% membagikan dividen dalam jumlah kecil.
Dari observasi yang membagikan dividen terdapat sejumlah 44,09% (56 observasi) membagikan
dividen secara persisten sedangkan sisanya 55.91% (71 observasi) tidak membagikan dividen
secara persisten.
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata dari variabel ADA, AQ dan AAQ
masing-masing sebesar 0.0698, 0.0885 dan 0.7916. Artinya rata-rata kesalahan akrual yang di
proyeksikan ADA, AQ dan AAQ sebesar 6.98%, 8.85% dan 7.91% dari nilai aset. Variabel SMOOTH
dalam penelitian ini rata-rata bernilai 1.16. Nilai terbesar serta terkecil dari SMOOTH masing-
masing bernilai 29.26 dan 0.04. Nilai SMOOTH yang tinggi mengindikasikan perusahaan laba
semakin fluktuatif, berarti semakin rendah kualitas laba, dan dipandang sebagai kekaburan
laba.
PEMBAHASAN
Pengaruh Dividen dengan Kualitas Laba
Beradasarkan hasil uji pengaruh secara parsial yang dapat dilihat dalam tabel 2,
menunjukkan bahwa variabel DIV memiliki pengaruh positif terhadap keempat proksi kualitas
laba ADA, AQ, AAQ dan SMOOTH. Namun tidak satupun yang menunjukkan hasil signifikan.
Dalam penelitian ini hasil yang tidak signifikan, menunjukkan bahwa pembagian dividen
yang dilakukan perusahaan tidak berarti menjamin perusahaan itu terbebas dari praktik
manajemen laba dan mencerminkan perusahaan memiliki laba yang berkulitas. Berdasarkan
bird in hand theory yang menyatakan bahwa investor lebih tertarik terhadap pembayarandividen perusahaan dan signaling theoryyang menunjukkan dividen dapat meningkatkan nilai
perusahaan, maka pembagian dividen yang dilakukan oleh perusahaan bukan ingin
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki laba yang berkualitas karena tersedianya kas, tetapi
lebih kepada mengurangi konflik keagenan dan meningkatkan nilai perusahaan.
Breeden (2003) dalam Rahmad (2009) juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara membayar dividen dan kualitas laba, kemampuan membayar dividen lebih tergantung
dengan keadaan dan kebutuhan kas perusahaan. Dong, dkk (2005) juga menyatakan bahwa
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
9/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
investor menolak bahwa pembayaran dividen oleh perusahaan, menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut bebas dari manipulasi.
Pengaruh Jumlah Dividen dengan Kualitas Laba
Dari tabel 3 menunjukkan variabel BIG_DIV berpengaruh secara positif (bertanda
negatif) terhadap keempat proksi kualitas laba, namun tidak ada yang berpengaruh secara
signifikan. Hal ini berarti bahwa besarnya jumlah dividen belum tentu mencerminkan kualitaslaba perusahaan.
Hasil yang tidak signifikan dalam penelitian ini diduga karena dalam kebijakan dividen
perusahaan tentu harus memperhatikan berbagai faktor terlebih dahulu sebelum dibagikan.
Misalnya model residual dividen, dimana sebelum membagikan dividen perusahaan
mempertimbangkann kesempatan investasi perusahaan, struktur modal dan laba ditahan untuk
kebutuhan modal, jika terdapat sisa laba maka dividen akan dibagikan. Hasil penelitian Savov
(2006) juga menyatakan bahwa investasi berpengaruh negatif terhadap dividen, yang berarti
apabila perusahaan melakukan investasi maka tidak cukup kas untuk dibayarkan dividen. Hal
ini juga sesuai dengan masalah keagenan apakah laba yang dihasilkan akan dibagiakan
dalam bentuk dividen atau dilakukan investasi sehingga dapat meningkatkan pendapatan
dimasa mendatang. Hasil tidak signifikan ini juga sesuai dengan penelitian Skinner dan Soltes
(2009) yang menunjukkan bahwa jumlah dividen tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitaslaba. Skinner dan Soltes (2009) berargumen bahwa status pembagian dividenlah yang lebih
tepat sebagai indikator kualitas laba, terlepas dari berapa jumlah dividen yang dibagikan.
Pengaruh Persistensi Pembagian Dividen dengan Kualitas Laba
Sama halnya dengan variabel DIV dan BIG_DIV, variabel PDIV dalam tabel 3 juga
menunjukkan pengaruh positif (bertanda negatif) kepada keempat proksi kualitas laba, yaitu
ADA, AQ, AAQ dan SMOOTH. Namun tidak ada satupun yang menunjukkan pengaruh yang
signifikan.
Hasil tidak signifikan ini diduga karena pembagian dividen secara persisten tentu hanya
bisa dilakukan oleh perusahaan yang tergolong berfundamental baik dan berpengasilan yang
relatif stabil atau dapat digolongkan sebagai perusahaan besar (big firm). Skiner dan Soltes
(2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa, perusahaan-perusahaan yang membagikandividen cenderung merupakan kelompok yang homogen dengan kualitas laba yang lebih baik
dibandingkan perusahaan-perusahaan yang tidak membagikan dividen, sehingga
memampukan mereka membagikan dividen, terlepas dari jumlah yang dibagikan. Karakteristik
data dalam penelitian ini mirip dengan karakteristik data penelitian Skiner dan Soltes (2009),
dimana dalam penelitian ini hanya terdapat 15 perusahaan yang tergolong membagikan
dividen secara persisten dan berjumlah besar (payout ratio 0.25). Selain itu, mungkin juga
dikarenakan masih sedikitnya jumlah observasi yang membagikan dividen secara persiten,
membuat hasil penelitian ini tidak signifikan. Dalam penelitian ini, dari 284 observasi hanya 56
observasi atau 19,7% yang tergolong membagikan dividen secara persisten. Dengan demikian
sebesar 80,3% sisa dari total observasi, tentu tidak dapat dikatakan memiliki kualitas laba yang
rendah.
Pengaruh Size dengan Kualitas Laba
Dalam model pertama, kedua dan ketiga, keempat proksi kualitas laba menunjukkan
hubungan yang positif (bertanda negatif), tetapi hanya hanya proksi AQ dan AAQ saja yang
signifikan. Perusahaan besar cenderung memiliki laba yang berkualitas karena perusahaan
besar dapat dikatakan lebih mampu untuk menghasilkan dan mempertahankan laba
dibandingkan perusahaan kecil, sehingga praktik manajemen laba cenderung dihindari. Selain
itu perusahaan juga ingin menghindari eksposur dari luar, karena perusahaan besar biasanya
diperhatikan oleh banyak orang.
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
10/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
Alasan bahwa tidak signifikannya ADA dan SMOOTH mungkin disebabkan
pembentukan rumus kualitas laba itu sendiri. Proksi ADA mengukur kualitas laba berdasarkan
akrual dan proksi SMOOTH mengukur perataan laba perusahaan. Sedangkan AQ dan AAQ
berdasarkan arus kas perusahaan. Dalam hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhitungan
kualitas laba berdasarkan arus kas lebih menangkap manajemen laba yang dilakukan
perusahaan.
Pengaruh BTM dengan Kualitas Laba
Dalam model pertama, kedua dan ketiga, variabel BTM berhubungan positif (bertanda
negatif) hanya pada proksi ADA, sedangkan ketiga proksi lainnya yakni AQ, AAQ dan SMOTH
menunjukkan arah sebaliknya, terdapat hubungan negatif (bertanda positif) namun tidak
signifikan antara BTM dengan ketiga proksi laba. Dugaan apabila perusahaan memiliki BTM
rendah yang berarti memiliki nilai perusahaan tinggi, cenderung untuk melakukan manajemen
laba untuk mempertahankan nilai perusahaan yang tinggi tidak terbukti. Perbedan hasil
penelitian dengan dugaan, mungkin karena perusahaan yang memiliki BTM tinggi dihargai
terlalu murah (underpricing), sehingga perlu melakukan manajemen laba untuk menaikkan nilai
perusahaan. Sementara perusahaan yang memiliki BTM rendah telah mengindikasikan prospek
pertumbuhan perusahaan kedepan sehingga lebih mampu untuk menghasilkan keuntungan
kedepannya tanpa perlu melakukan manajemen laba. Selain itu alasan lainnya mungkinkarena periode penelitian yang juga menyertakan tahun 2007-2008. Dimana pada tahun
tersebut terjadi krisis global, yang mempengaruhi harga saham di Indonesia. Selain itu
perbedaan hasil antara proksi laba, mungkin dikarenakan dari rumus proksi laba itu sendiri.
Proksi ADA mengukur kualitas laba yang memfokuskan pada tingkat akrual perusahaan,
sedangkan proksi AQ, AAQ memfokuskan pada arus kas operasi perusahaan, dan SMOOTH
memfokuskan pada peraataan laba perusahaan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Tom
Miao (2011) menunjukkan proksi SMOOTH menunjukkan arah sebaliknya dari dugaan, hal ini
berarti berbedanya proksi kualitas laba yang digunakan akan menyebabkan perbedaan hasil
pula.
Pengaruh GROWTH dengan Kualitas Laba
Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga hubungan pertumbuhan penjualan
(GROWTH) terhadap proksi kualitas laba ADA, AQ, AAQ dan SMOOTH berpengaruh secaranegatif (bertanda positif) namun tidak signifikan.
Alasan tidak signifikannya hasil penelitian mungkin dikarenakan perusahaan tersebut
memang memperoleh laba yang sebenarnya dari pertumbuhan penjualannya sesuai dengan
konsidisi ekonomi. Selain itu, pertumbuhan penjualan tentu akan menaikkan laba perusahaan
sehingga praktik manajemen laba tidak perlu untuk dilakukan manajemen.
Pengaruh ROA dengan Kualitas Laba
Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga menunjukkan adanya hubungan
yang positif (bertanda negatif) namun tidak signifikan hanya pada proksi AQ saja. Sedangkan
ketiga proksi lainnya ADA, AAQ dan SMOOTH menunjukkan arah yang sebaliknya namun tidak
signifiakan. Dugaan semakin besar nilai ROA menunjukkan semakin tinggi profitabilitas suatu
perusahaan, karenanya perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung tidak akanmelakukan manajemen laba tidak terbukti. Perbedaan hasil penelitian ini diduga karena
perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi merasa perlu untuk melakukan manajemen laba
dikarenakan adanya motif untuk mengurangi pembayaran pajak serta menjaga agar target
pendapatan periode berikutnya tidak terlalu berat untuk dicapai.
Pengaruh LOSS dengan Kualitas Laba
Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga, hanya proksi AAQ dan SMOOTH
saja menunjukkan adanya pengaruh negatif (bertanda positif) dan signifikan pada variabel
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
11/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
LOSS. Sedangkan proksi ADA dan AQ dari ketiga model menunjukkan hasil sebaliknya, yaitu
berhubungan positif (bertanda negatif), namun hanya proksi ADA yang signifikan. Dugaan
bahwa apabila perusahaan mengalami kerugian (LOSS), praktik manajemen laba akan
cenderung dilakukan untuk mempertahankan nilai perusahaan hanya terbukti bila
mengunakan proksi kualitas laba AAQ dan SMOOTH. Sedangkan hasil sebaliknya ditunjukkan
bila menggunakan proksi ADA dan AQ. Perbedaan hasil dalam penelitian ini diduga karena
perbedaan rumus perhitungan proksi kualitas laba itu sendiri. Rumus proksi ADA telahmengikutsertakan ROA dalam perhitungannya, dimana dalam perhitungan ROA telah
memasukkan unsur discretionary accrual, sehingga discretionary accrualyang ingin ditunjukkan
dalam ADA menjadi bias atau kurang tertangkap oleh proksi ADA. Dechow (2009) juga
mengatakan bahwa perhitungan residual dengan kontrol performa (ROA) akan menambahkan
gangguan (noise)saat mengukur discretionary accrual.Selain itu, Hasil penelitian Tom dan Miao
(2011) juga menunjukkan terjadinya perbedaan arah dan signifikan pada proksi ADA.
Sedangkan proksi AQ, yang dalam perhitungannya melalui standar deviasi empat tahun
membuat discretionary accrual menjadi tidak terlihat namun hasil berbeda apabila hanya
dalam satu tahun (perhitungan proksi AAQ).
Pengaruh AGE dengan Kualitas Laba
Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga, hubungan variabel AGEmenunjukkan adanya pengaruh positif (bertanda negatif) pada proksi AQ dan AAQ, tetapi
hanya proksi AAQ saja yang signifikan. Sedangkan proksi ADA dan SMOOTH menunjukkan arah
sebaliknya tetapi tidak signifikan. Perusahaan yang lebih berumur lebih mampu untuk
menghasilkan laba (mapan) sehingga tidak perlu melakukan manajemen laba (laba
berkualitas) terbukti bila menggunakan poksi AAQ sebagai kualitas labanya. Sedangkan hasil
yang berbeda diduga karena perusahaan yang telah mencapai maturity tidak lagi
membutuhkan dana yang banyak untuk melakukan ekspansi sehingga kurang dari
pengawasan eksternal, selain itu perusahaan yang mencapai maturity lebih cenderung untuk
melakukan praktik manajemen laba karena adanya kekhawatiran akan dilikuidasi (Ross, 2008)
Pengaruh RE dengan Kualitas Laba
Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga hanya proksi AQ, AAQ dan
SMOOTH saja yang menunjukkan adanya pengaruh positif (bertanda negatif) yang signifikanpada variabel RE. Proksi AAQ signifikan pada model kedua saja, sementara model pertama
dan ketiga tidak signifikan. Sedangkan untuk proksi ADA menunjukkan pengaruh sebaliknya
yakni negatif terhadap variabel RE, namun tidak signifikan.
Semakin tinggi laba yang dihasilkan maka semakin tinggi pula laba ditahan
perusahaan. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung
menghindari manajemen laba. Alasan proksi ADA menunjukkan hal sebaliknya, mungkin
dikarenakan keterkaitan pembentukan rumus ADA itu sendiri. ADA mengukur kualitas laba
berdasarkan pendapatan (akrual), sedangkan proksi lainnya berdasarkan arus kas. Hasil
penelitian ini menunjukkan perhitungan kualitas laba berdasarkan arus kas lebih menangkap
manajemen laba yang dilakukan perusahaan.
Pengaruh LEV dengan Kualitas LabaDalam model penelitian pertama dan kedua dan ketiga menunjukkan adanya
pengaruh negatif (bertanda positif) signifikan hanya pada proksi ADA, AQ dan AAQ.
Sedangkan proksi SMOOTH berpengaruh positif (bertanda negatif) signifikan. Adanya
hubungan negatif (bertanda positif) antara leverage dengan kualitas laba disebabkan karena
kagagalan memenuhi perjanjian utang dapat mengakibatkan perusahaan menanggung biaya
yang tinggi. Untuk mengindari biaya yang tinggi ini, perusahaan cenderung termotivasi untuk
melakukan manajemen laba, Dichev and Skinner (2002).
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
12/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
Alasan proksi SMOOTH menunjukkan adanya hubungan positif signifikan (bertanda
negatif) antara leverage dengan kualitas laba mungkin disebabkan karena semakin tinggi
potensi kegagalan memenuhi perjanjian hutang, pihak kreditur akan lebih mengawasi
perusahaan sehingga perusahaan berusaha menunjukkan laba yang lebihsmoothagar terlihat
berkualitas. Sehingga berbedanya hasil SMOOTH sebenanrnya menunjukkan bahwa
perusahaan melakukan manajemen laba. Selain itu, mungkin berbedanya hasil yang
ditunjukkan oleh SMOOTH sebenanrnya menunjukkan bahwa perusahaan melakukanmanajemen laba dengan cara men-smoothinglaba dan arus kasnya.
Pengaruh CAP dengan Kualitas Laba
Dalam model pertama dan kedua dan ketiga, proksi ADA, AQ dan AAQ menunjukkan
adanya pengaruh positif (bertanda negatif) signifikan dengan intensitas modal (CAP)
Sedangkan proksi SMOOTH menunjukkan pengaruh sebaliknya yakni negatif (bertanda positif)
namun tidak signifikan.
Intensitas Modal (Capital intensity) menggambarkan seberapa besar asset perusahaan
diinvestasikan dalam bentuk fixed asset untuk peningkatan profitabilitas perusahaan. Sehingga
semakin tinggi rasio ini maka semakin tinggi kemungkinan profitabilitas suatu perusahaan, oleh
karenanya perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung tidak akan melakukan
manajemen laba.
Hasil berbeda yang ditunjukkan proksi SMOOTH, mungkin disebabkan karena rasio
intensitas modal yang bersifat sensitif terhadap pendapatan (revenue) dan biaya (cost).
Dimana semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi pula bentuk aset tetap (fix asset)
perusahaan. Artinya kemungkinan profitabilitas perusahaan semakin tinggi karena
memanfaatkan aset tetapnya. Begitu pula sebaliknya, kemungkinan perusahaan merugi juga
semakin tinggi karena biaya yang harus ditanggung dari tingginya aset tetap yang dimiliki.
Sehingga manajemen termotivasi untuk melakukan praktik manajemen laba.
Pengaruh M-INDEX dengan Kualitas Laba
Pada model pertama, kedua dan ketiga hanya proksi ADA yang menunjukkan adanya
hubungan positif (bertanda negatif) tidak signifikan dengan M-INDEX. Sedangkan proksi AQ,
AAQ dan SMOOTH menunjukkan arah sebaliknya yaitu berpengaruh negatif, namun signifikanhanya pada AQ. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar besar berada pada level kompetisi
rendah yang memiliki profitabilitas tinggi dan stabil (lebih mapan) sehingga tidak perlu
melakukan manajemen laba dan memiliki laba yang berkualitas.
Hasil penelitian yang berbeda arah mungkin menunjukkan bahwa semakin tinggi pangsa pasar
(kompetisi rendah) perlu untuk melakukan manajemen laba, untuk mengurangi biaya pajak
serta menjaga agar target pendapatan berikutnya tidak terlalu berat untuk dicapai. Karena
perusahaan yang biasanya telah menguasai pangsa pasar telah memasuki tahap maturedan
tidak berekspansi lagi.
Pengaruh CFO_STD dengan Kualitas Laba
Dalam model penelitian pertama, kedua dan ketiga menunjukkan bahwa volatilitas arus
kas yang berhubungan negatif (bertanda positif) hanya pada proksi ADA, AQ dan AAQ, tetapihanya ADA dan AAQ yang signifikan. Sedangkan hasil berbeda ditunjukkan oleh proksi
SMOOTH yang berhubungan positif (bertanda negatif) dan signifikan. Kualitas laba kurang
tercermin apabila volatilitas arus oprasional tidak terkontrol, Hribar dan Nichols (2007). Arus kas
yang berfluktuatif dikhawatirnya dapat menjadi sinyal yang buruk, sehingga manajemen
termotivasi untuk melakukan manajemen laba untuk menstabilkan arus kas. Sedangkan hasil
yang tidak signifikan oleh AQ disebabkan perhitungan proksi AQ itu sendiri. Proksi AQ
menghitung standar deviasi empat tahun, sehingga discretionary accrual yang ingin ditangkap
dalam AQ kurang terlihat. Sementara berbedanya hasil yang ditunjukkan oleh SMOOTH,
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
13/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
mungkin sebenanrnya menunjukkan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba dengan
cara men-smoothinglaba dan arus kasnya.
KESIMPULAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan dividen terhadap kualitas laba.
Selain itu penelitian ini juga ingin mencoba berbagai pengukuran proksi kualitas laba yakniADA, AQ, AAQ dan SMOOTH. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan
perusahaan di sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2003-
2011 dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh pembagian dividen, besarnya dividen yang
dibayarkan dan persistensi pembagian dividen tidak terbukti signifikan terhadap kualitas laba
yang diproksikan ADA, AQ, AAQ dan SMOOTH. Hal ini berarti dividen tidak mengandung
informasi terkait kualitas laba.
Meskipun demikian, penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan, yakni jumlah sampel
yang hanya terbatas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2003-
20011. Selain itu, proksi kualitas laba sendiri masih terbatas kemampuannya dalam
menggambarkan laba yang berkualitas mengingat sampai saat ini belum ada kesepakatan
bersama tentang ukuran laba yang berkualitas. Proksi kualitas laba yang digunakan dalam
penelitian ini hanya menguji empat proksi kualitas laba saja, masih ada proksi kualitas labalainnya yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Terlepas dari keterbatasan tersebut, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi
berbagai pihak, yakni emiten dalam kebijakan dividennya, serta pengguna laporan keuangan
dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini juga berkontribusi terhadap penelitian yang
sudah ada tentang kandungan informasi yang dimiliki oleh dividen, mengingat penelitian yang
menganalisis hubungan dividen dan kualitas laba masih jarang.
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
14/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharya, S. 1979. Imperfect information, dividend policy, and "the bird in the hand" Fallacy.
Journal of Economics, Vol. 10, No. 1: 259- 270.
Boulton, Thomas J., Scott B. Smart, dan Chad J. Zutter. 2011. Earnings Quality and International
IPO Underpricing.The Accounting Review 86: 483-505.
Breeden, R.2003. Restoring Trust: Report to The Hon. Jed S, Rakoff, The United Satates District
Court for the Southern District of New York, on Corporate Governance for the Futher of
MCI, Inc.
Burton Malkiel. 2003. The dividend bounce. Wall Street Journal: Opinion.
Caskey, J., dan M. Hanlon. 2005. Do dividends indicate honesty? The relation between dividends
and the quality of earnings. Working paper, University of Michigan.
Darmadji, Tjiptono dan Fakhruddin, Hendy M. 2001. Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat.
Dechow, P., R. Sloan and A. Sweeney. 1995. Detecting Earnings Managements. The Accounting
Review Vol.70.
Glassman, J. 2005. When numbers dont add up. Kiplingers (August): 32-34.
Gordon, M. 1961. The investment, financing, and valuation of the corporation. Review of
Economics and Statistics.
Indonesia Capital Market Directory 2003-2011. Jakarta : ECFIN
Jensen, M. 1986. Agency costs of free cash flow, corporate finance, and takeovers. The
American Economic Review, Vol. 76, No. 2: 323-329.
Kusuma H. 2005. Dampak Manajemen Laba Terhadap Relevansi Informasi Akuntansi: BuktiEmpiris dari Indonesia. Jurnal Ekonomi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Petra.
Kothari, S., A. Leone, dan C. Wasley. 2001. Performance matched discretionary accruals
measures. Journal of Accounting and Economics 39: 163197.
Lang, M., dan R. Lundholm. 1993. Cross-sectional determinants of analyst ratings of corporate
disclosures. Journal of Accounting Research 31: 246271.
Lee, Chi-Wen Jevons, Laura Yue Li, dan Heng Yue. 2006. Performance, Growth, and Earnings
Management. Review of Accounting Studies11(2/3): 305-344.
Lintner, J. 1956. Distribution of Incomes of Corporations Among Dividends, Retained Earnings,
and Taxes. The American Economic Review, Vol. 46, No. 2: 97-113.
Litzenberger, R dan K.Ramaswamy, 1980, "Dividends, Short Selling Restrictions, Tax Induced
Investor Clientele and Market Equilibrium", Journal of Finance 35(2), 469-482.
Mahmudi. 2001, Manajemen Laba (Earning Management): Sebuah Tinjauan Etika Akuntansi,
Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 3, No.2, Agustus.
McNichols, M. 2002. Discussion of the quality of accruals and earnings: The role of accrual
estimation errors. The Accounting Review 77: 6169.
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
15/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
McNichols, M. 2000. Research design issues in earnings management studies. Departement of
accounting Stanford University
Miller, M., dan F. Modigliani. 1961. Dividend policy, growth and the valuation of shares. The
Journal of Business 34.
Miller, M. dan K. Rock. 1985. Dividend policy under asymmetric information. The Journal ofFinance 40: 10301051.
Nasser, e.m & Herlina. 2003. Pengaruh Size, Profitabilitas dan Leverage Terhadap Perataan Laba
Pada Perusahaan Go Publik. Jurnal Ekonomi, vol 7(3), hal 291-305.
Nuryani, Siti. 2009. Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Hutang, Kebijakan Dividen dan Perataan
Laba. Fakultas Ekonomi. Universitas Airlangga.
Rahmad, Elly. 2009. Manajemen Laba, Investasi dan kebijakan dividen pada perusahaan.
Fakultas Ekonomi. Universitas Airlangga.
Ross, S. A., R. W. Westerfield dan B. D. Jordan. 2008. Corporate finance fundamentals 8th
edition: international student edition. New York: McGraw-Hill/ Irwin.
Sirait, Febriela. 2012. Hubungan Pembagian Dividen Dengan Kualitas Laba. Universitas Indonesia
Savov, S. 2006. Earning Manajemen, Investment and dividen payment. Working paper, University
of Mannheim.
Sharpe, William F.,Gordon J Alexander and Jeffery V. Bailey. 1997. Investasi jilid I dan II (Edisi
Bahasa Indonesia). Pearson Education Asia Pte. Ltd dan PT. Prenhallindo.
Skinner, D. J. dan E. Soltes. 2009. What do dividends tell us about earnings quality? Review of
Accounting Studies.
Sun, Lan and Subhrendu Rath. The Effect of Firm Performance on Modeling Discretionary
Accruals: An Evaluation of Accrual Models.
Sunarto. 2008. Peran Persistensi Laba Memperlemah Hubungan Antara Earnings Opacity
Dengan Cost of Equity dan Trading Volume Activity.
Sundjaja, Ridwan S dan Inge Barlian. 2002. Manajemen Keuangan Satu, Edisi Keempat. Jakrta:
Prenhallindo.
Tong, Y, dan B. Miao.2011. Are dividends associated with the quality of earnings? Accounting
Horizons 25:183205.
Watts, R., dan J. Zimmerman. 1990. Positive accounting theory: A ten-year perspective. The
Accounting Review 65: 131156.
Weston, fred J. dan Brigham, F. Eugene. 1989. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Edisi
Kesembilan. Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
16/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
LAMPIRAN
Tabel 2
Deskripsi Data Periode Pengamatan
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ADA 284 .00008 .41782 .0698063 .06341744
AQ 284 .00627 .39651 .0885715 .06603209
AAQ 284 .00040 .67339 .0791639 .08549809
SMOOTH 284 .04062 29.26287 1.1624446 2.73256862
SIZE 284 10.74654 18.54163 13.8701589 1.47951683
BTM 284 .02270 30.11185 1.6702986 2.57605848
GROWTH 284 -.89119 53.39483 .3460234 3.19391565
ROA 284 -.16060 .59665 .1106983 .12293966
AGE 284 3.43399 5.85220 5.1509677 .32468039
RE 284 -1.86593 .76617 .1500869 .39680346
LEV 284 .04135 .99560 .4950129 .23837763
CAP 284 .00330 .83754 .3410930 .20040768
M_INDEX 284 .00036 .91470 .1564547 .21944072
CFO_STD 284 .00318 .74397 .0751551 .07178081
Tabel 3
Pengaruh Pembagian Dividen Terhadap Kualitas Laba (model pertama)
B Sig. B Sig. B Sig. B Sig.
DIV + - -0.004 0.630 -0.013 0.165 -0.009 0.411 -0.191 0.221SIZE + - -0.004 0.173 -0.013 0.000 -0.007 0.064 -0.004 0.950
BTM + - -0.001 0.489 0.002 0.172 0.001 0.610 0.024 0.316
GROWTH - + 0.000 0.717 0.000 0.785 0.000 0.982 0.011 0.565
ROA + - 0.035 0.337 -0.007 0.849 0.036 0.436 0.291 0.652
LOSS - + -0.024 0.060 -0.017 0.218 0.028 0.074 0.810 0.001
AGE + - 0.007 0.491 -0.007 0.550 -0.038 0.008 0.221 0.251
RE - - 0.006 0.599 -0.025 0.043 -0.019 0.172 -1.065 0.000
LEV + + 0.045 0.007 0.076 0.000 0.070 0.001 -1.473 0.000
CAP + - -0.037 0.051 -0.047 0.018 -0.041 0.080 0.164 0.636
H_INDEX - + -0.028 0.155 0.057 0.007 0.012 0.640 0.347 0.330
CFO_STD - + 0.326 0.000 0.074 0.155 0.137 0.023 -1.771 0.044
Constant
F Statistic
Sig. F
R Square
Adj. R Square
Hubungan Tanda ADA
0.064
VARIABEL BEBAS
8.440
.000b
0.272
0.24
AQ
0.272
7.043
.000b
0.238
0.204
Kualitas Laba
SMOOTH
0.676
7.797
.000b
0.259
0.226
AAQ
0.338
4.722
.000b
0.182
0.143
-
5/26/2018 207258006 Deviden Dan Kualitas Laba
17/17
Jurnal Manajemen Keuangan, Juli 20
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangg
Tabel 4
Pengaruh Besar Dividen Terhadap Kualitas Laba (model kedua)
Tabel 5
Pengaruh Persistensi Dividen Terhadap Kualitas Laba (model ketiga)
B Sig. B Sig. B Sig. B Sig.
DIV + - -0.014 0.108 -0.003 0.763 -0.003 0.809 -0.194 0.206
SIZE + - -0.004 0.199 -0.014 0.000 -0.008 0.039 -0.011 0.848
BTM + - -0.001 0.597 0.002 0.218 0.001 0.660 0.025 0.304
GROWTH - + 0.000 0.767 0.000 0.730 0.000 0.954 0.011 0.563
ROA + - 0.043 0.237 -0.015 0.697 0.031 0.511 0.301 0.641
LOSS - + -0.024 0.065 -0.017 0.212 0.028 0.077 0.814 0.000
AGE + - 0.009 0.420 -0.008 0.512 -0.038 0.007 0.228 0.237
RE - - 0.009 0.447 -0.030 0.012 -0.023 0.097 -1.093 0.000
LEV + + 0.043 0.010 0.081 0.000 0.073 0.001 -1.453 0.000
CAP + - -0.037 0.049 -0.049 0.016 -0.042 0.072 0.147 0.671
H_INDEX - + -0.024 0.226 0.059 0.007 0.013 0.611 0.410 0.252
CFO_STD - + 0.331 0.000 0.072 0.171 0.137 0.024 -1.737 0.049
Constant
F Statistic
Sig. F
R Square
Adj. R Square
Hubungan TandaVARIABEL BEBAS
0.141
AAQ
0.391
4.659
.000b
0.18
ADA
0.119
8.711
.000b
0.278
0.246
AQ
0.295
6.843
.000b
0.233
0.199
SMOOTH
0.705
7.809
.000b
0.26
0.227
Model Kedua
B Sig. B Sig. B Sig. B Sig.DIV + - -0.001 0.909 -0.014 0.254 -0.004 0.786 -0.085 0.678
SIZE + - -0.005 0.163 -0.012 0.001 -0.008 0.063 -0.013 0.831
BTM + - -0.001 0.447 0.002 0.246 0.001 0.691 0.020 0.400
GROWTH - + 0.000 0.701 0.000 0.790 0.000 0.960 0.012 0.536
ROA + - 0.031 0.377 -0.018 0.630 0.028 0.531 0.140 0.826
LOSS - + -0.024 0.060 -0.016 0.234 0.028 0.076 0.809 0.001
AGE + - 0.007 0.520 -0.009 0.425 -0.039 0.006 0.197 0.308
RE - - 0.005 0.691 -0.026 0.033 -0.022 0.118 -1.129 0.000
LEV + + 0.047 0.005 0.079 0.000 0.073 0.001 -1.413 0.000
CAP + - -0.038 0.050 -0.053 0.009 -0.044 0.068 0.111 0.753H_INDEX - + -0.028 0.177 0.064 0.004 0.013 0.601 0.389 0.290
CFO_STD - + 0.324 0.000 0.061 0.245 0.133 0.029 -1.886 0.034
Constant
F Statistic
Sig. F
R Square
Adj. R Square
Hubungan TandaVARIABEL BEBAS ADA
0.068
8.414
.000b
0.271
0.239
Model Ketiga
SMOOTH
0.880
7.648
.000b
0.256
0.222
AQ
0.280
6.974
.000b
0.236
0.202
AAQ
0.349
4.661
.000b
0.18
0.141