2006-2-01041-SK-bab 2

33
BAB 2 Landasan Teori 2.1 Langkah-Langkah Dalam Merancang Sistem Control Dalam merancang suatu sistem, diperlukan suatu langkah sistematik untuk mendapatkan konfigurasi, spesifikasi, dan identifikasi dari sistem tersebut agar memperoleh suatu hasil dan proses yang diinginkan. Langkah-langkah tersebut diantaranya: Langkah pertama, harus mengetahui tujuan dari sistem yang akan dibuat, sebagai contoh sistem kontrol untuk mengendalikan tiga buah motor DC yang bekerja secara simultan. Langkah kedua, menentukan pemodelan-pemodelan apa yang cocok untuk digunakan dalam membangun sistem yang ingin di buat. Langkah ketiga, mensimulasikan pemodelan dari sistem yang di bangun, apakah dapat berjalan dengan baik atau masih ada yang harus diperbaiki. Langkah empat adalah pengimplementasian dari sistem yang sudah di rancang, yaitu dengan membuat bentuk nyata dari sistem control. Langkah lima adalah tahap akhir dari perancangan yaitu dengan mengukur tingkat kestabilan dari sistem control. Dan bila tidak ada yang perlu di perbaiki atau di teliti ulang, maka sistem tersebut sudah baik. 7

description

xcvbnhjmkghjokijhgvccv

Transcript of 2006-2-01041-SK-bab 2

BAB 2

Landasan Teori

2.1 Langkah-Langkah Dalam Merancang Sistem Control

Dalam merancang suatu sistem, diperlukan suatu langkah sistematik untuk

mendapatkan konfigurasi, spesifikasi, dan identifikasi dari sistem tersebut agar

memperoleh suatu hasil dan proses yang diinginkan. Langkah-langkah tersebut

diantaranya:

• Langkah pertama, harus mengetahui tujuan dari sistem yang akan dibuat,

sebagai contoh sistem kontrol untuk mengendalikan tiga buah motor DC

yang bekerja secara simultan.

• Langkah kedua, menentukan pemodelan-pemodelan apa yang cocok

untuk digunakan dalam membangun sistem yang ingin di buat.

• Langkah ketiga, mensimulasikan pemodelan dari sistem yang di bangun,

apakah dapat berjalan dengan baik atau masih ada yang harus diperbaiki.

• Langkah empat adalah pengimplementasian dari sistem yang sudah di

rancang, yaitu dengan membuat bentuk nyata dari sistem control.

• Langkah lima adalah tahap akhir dari perancangan yaitu dengan

mengukur tingkat kestabilan dari sistem control. Dan bila tidak ada yang

perlu di perbaiki atau di teliti ulang, maka sistem tersebut sudah baik.

7

8

2.2 Sistem Control

Definisi sistem adalah susunan, himpunan, komponen-komponen fisik atau

kumpulan benda-benda yang dihubungkan atau berhubungan sedemikian rupa sehingga

membentuk suatu kesatuan atau keseluruhan. Kata Control itu sendiri adalah mengatur,

mengarah atau mengendalikan. Jadi sistem control adalah hubungan timbal balik

komponen-komponen fisik yang membentuk suatu konfigurasi sistem sehingga

memberikan hasil yang diharapkan. Untuk hubungan antara input dan output pada

sistem menunjukan adanya hubungan sebab akibat dari sebuah proses, yang berawal dari

sinyal input sampai menghasilkan sinyal output. Maksud dari sistem control adalah

menetapkan atau mendefinisikan output dan input. Jika input dan output telah

ditentukan, maka memungkin untuk menetapkan atau mendefinisikan sifat dari

komponen-komponen sistem tersebut(SK202-Teori Sistem, Bina Nusantara,2001 ).

2.2.1 Penggolongan Sistem Control

Sistem control digolongkan ke dalam dua kategori umum, yaitu sistem untaian-

terbuka dan sistem untaian-tertutup. (SK202-Teori Sistem, Bina Nusantara,2001 ).

2.2.1.1 Sistem Untaian Terbuka ( Loop Terbuka)

Sistem control untaian-terbuka (lup tebuka) adalah sebuah sistem control yang

tak memiliki umpan balik, sehingga bila terdapat gangguan dari dalam maupun dari luar

maka sistem tak dapat melaksanakan tugas seperti yang diharapkan. Contohnya seperti

alat pemanggang roti automatik dimana waktu yang diperlukan untuk membuat hasil

panggangan yang bagus harus diperkirakan oleh pemakainya, yang bukan merupakan

bagian dari sistem itu. Hasil control atas mutu panggangan (output) adalah dengan

9

penghentian alat pada saat waktu yang telah disetel. (SK202-Teori Sistem, Bina

Nusantara,2001 ).

Gambar 2.1: Sistem Pengendalian lup terbuka

2.2.1.2 Sistem Untaian Tertutup ( Loop Tertutup)

Sistem control untaian-tertutup (lup tertutup) adalah sebuah sistem control

yang memiliki umpan balik, dimana antara output yang baru dengan sinyal input yang

dimasukan kedalam sistem akan diselisih. Selisih dari sinyal output dengan sinyal input

tersebut disebut dengan sinyal umpan balik. Pada sistem ini sinyal error yang

merupakan hasil dari selisih antara sinyal output yang baru terjadi dengan dengan sinyal

input yang dimasukan ke dalam sistem akan dikembalikan ke pengendali (controller)

untuk mengurangi error. Proses tersebut terus dilakukan sampai mendapatkan hasil

output yang diinginkan. Contohnya seperti mekanisme autopilot pada pesawat terbang.

Sistem control lup tertutup tersebut digunakan untuk mempertahankan arah pesawat

yang telah ditetapkan, tanpa terpengaruh oleh perubahan-perubahan cuaca dan atmosfir.

Inputnya adalah arah tertentu yang bisa disetel pada suatu alat penunjuk dalam panel

pengendalian pesawat, dan outputnya adalah arah yang sesungguhnya. Sebuah piranti

pembanding senantiasa mengamati input dan outputnya. Bila input dan outputnya sudah

sama maka tak diperlukan tindakan pengendalian. Bila ada perbedaan antara input dan

4

output, piranti pembanding tersebut menyalurkan suatu isyarat tindakan ke

pengendalinya. (SK202-Teori Sistem, Bina Nusantara,2001 ).

Gambar 2.2: Sistem Pengendalian lup tertutup

2.3 Kestabilan Sistem

Kestabilan sistem dibagi menjadi dua yaitu kestabilan absolut dan kestabilan

relatif. Pada kestabilan absolut hanya terdapat dua buah keadaan yaitu stabil atau tidak

stabil, dan pada kestabilan yang relatif, banyaknya keadaan pun menjadi relatif pula

seiring semakin kompleksnya sebuah sistem, jadi pada kestabilan relatif ada yang di

sebut kurang stabil, agak stabil, sangat stabil, dan lain lainnya.sebuah sistem yang stabil

adalah sistem yang memiliki respon yang terbatas (bounded). Untuk memenuhi kriteria

kestabilan, maka sebuah sistem harus mampu untuk mengatasi gangguan dari luar,

dalam artian sistem tersebut dapat mengembalikan ke keadaan pada sebelum terjadinya

gangguan tersebut. (SK214-Sistem Pengaturan dasar, Bina Nusantara, 2001; Pert13 ).

2.4 Beberapa Model Controller

Prinsip dasar dari teknik controller bertujuan untuk membuat sebuah sistem

menjadi stabil dan memiliki kehandalan yang tinggi. Beberapa macam teknik yang

digunakan diantaranya adalah controller "on” dan "off", controller Proporsional,

5

controller Integral, controller Proporsional ditambah Integral, controller Proporsional

ditambah Derivative, dan controller Proporsional ditambah Integral ditambah

Derivative. Dalam memilih jenis controller haruslah dipertimbangkan dengan baik

karena berpengaruh pada kestabilan sistem dan tingkat efisiensi dari sistem yang akan

dibuat. Dan untuk memilih tentu saja harus mengerti dan memahami dari sistem

pengaturan yang ada dan mengetahui kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

2.4.1 " On " " Off " Controller

Dalam controller ini hanya terdapat dua buah keadaan yaitu "on" atau "off "

dan dapat juga dikatakan "hidup" atau "mati" dan dalam dunia digital biasa di isyaratkan

dengan pengertian angka "0" dan "1". Jadi pada jenis controller ini hanya terdapat dua

buah kemungkinan yang sifatnya berlawanan. Bila ditinjau dari segi perancangan sistem,

controller ini sangat sederhana dibandingkan jenis controller yang lainnya, dan masih

banyak diterapkan dalam sistem pengendalian yang terdapat pada alat-alat produksi

dalam pabrik.

2.4.2 Proporsional Controller Proporsional ( P )

Pada Proporsional Controller sebenarnya hanyalah sebuah penguat input

sehingga hasil pada output tidak semakin mengecil pada sebuah sistem. Persamaan

matematika dari jenis controller ini adalah

U(t) = Kp . e(t)

Dimana U(t) adalah output Proporsional Controller dan e(t) adalah sinyal

error dari sistem. Kp adalah besaran konstanta untuk di kalikan dengan sinyal error,

dimana besaran untuk Kp harus dapat di sesuaikan dengan kebutuhannya.

Gambar 2.3: Blok Diagram Controller Proporsional

Sumber : (Katsuhiko Ogata,1996)

2.4.3 Integral Controller ( I )

Integral Controller berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki

kesalahan dalam menuju ke keadaan yang di inginkan. Kalau sebuah plant tidak

memiliki unsur integrator , Proporsional Controller tidak akan mampu menjamin output

dari sistem akan menuju ke keadaan yang di inginkan. Pada Integral Controller, nilai

input controller di kalikan dengan nilai error yang di integralkan dengan batasan atas

adalah t dan batas bawah adalah 0, sehingga bentuk persamaan matematika-nya menjadi:

U(t) = Ki t∫

e(t) dt

Dimana Ki adalah nilai konstanta yang dapat di ubah ubah sesuai

kebutuhannya. Dan setelah diubah kedalam domain waktu, maka fungsi alih dari

Integral Controller menjadi:

U(s) / E(s) = Ki / s

atau

0

Pada controller integral ini menghasilkan output controller yang sebanding

dengan jumlah error, dan juga sangat dipengaruhi oleh time sampling, sehingga dari

dari rumus Integral Controller dapat dilihat bahwa controller ini dapat membantu

respon dari sistem untuk memperbaiki keadaan error karena sifat dari controller ini

adalah selalu menjumlahkan nilai error dari saat E(t0) sampai E(t), sehingga bila

Proporsional Controller sudah tidak mampu lagi untuk memperbaiki keadaan error,

maka seiring berjalannya waktu, Integral Controller membantu menaikan respon untuk

menuju ke keadaan yang diinginkan.

Gambar 2.4: Blok diagram Integral Controller

Sumber : (Katsuhiko Ogata,1996)

Ketika digunakan Integral Controller, sistem akan mempunyai beberapa

karakteristik berikut ini:

1. controller output membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga Integral

Controller cenderung terlihat memperlambat respon.

2. Ketika sinyal error berharga nol, controller output akan bertahan pada nilai

sebelumnya.

3. Jika sinyal error tidak berharga nol, output akan menunjukkan kenaikan atau

penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal error dan nilai Ki .

4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya

offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan

peningkatan osilasi dari sinyal controller output (Guterus, 1994, p7-4).

2.4.4 Controller Diferensial ( D )

Output dari Diferensial Controller memiliki sifat seperti halnya suatu operasi

derivatif yang cenderung meredam respon untuk menuju ke keadaan yang diinginkan.

Bentuk persamaan matematika-nya untuk Diferensial Controller adalah:

U(t) = Kd . Td . (de(t)/ dt)

Dimana Kd adalah nilai konstanta yang dapat di ubah-ubah sesuai

kebutuhannya. Dan setelah diubah kedalam domain waktu, maka fungsi alih dari

Integral Controller menjadi:

U(s) / E(s) = Kd (Td . s)

Atau

U(t) = Kd .[ E(t) – E(t -1)]

Gambar 2.5: Blok Diagram Diferensial Controller

Sumber : (Katsuhiko Ogata,1996)

Pada gambar 2.6 menyatakan hubungan antara sinyal input dengan sinyal

output dari Diferensial Controller. Ketika input tidak mengalami perubahan, controller

output juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal input berubah

mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), output menghasilkan sinyal berbentuk

impuls. Jika sinyal input berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), output justru

merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik

dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya Td (Guterus, 1994, p8-4).

Gambar 2.6: Kurva waktu hubungan input-output Diferensial Controller

Sumber: http:// w ww.elektroindonesia.co m / e l e ktr o /tut o r 1 2.html

Karakteristik Controller diferensial adalah sebagai berikut:

1. Controller ini tidak dapat menghasilkan output bila tidak ada perubahan pada

input nya (berupa sinyal error).

2. Jika sinyal error berubah terhadap waktu, maka output yang dihasilkan

controller tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal error.

10

3. Diferensial Controller mempunyai suatu karakter untuk mendahului,

sehingga controller ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum

pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi Diferensial Controller

dapat mengantisipasi pembangkit error, memberikan aksi yang bersifat

korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem (Ogata,, 1997, p240).

Kerja Diferensial Controller hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu

pada periode peralihan. Oleh sebab itu Diferensial Controller tidak pernah digunakan

tanpa ada controller lain dalam sebuah sistem.

2.4.5 Pengontrolan Controller Dengan Integral Dengan Derivative ( PID )

Bila Proporsional Controller digabungkan dengan Diferensial Controller

(Derivative) dan digabungkan lagi dengan Integral Controller maka persamaan

matematika-nya menjadi:

U(t)= [ Kp . e(t)] + [ ( Kp / Ti ).( t∫ e(t) dt) ] + [Kp . Td . (de(t)/ dt)]

Maka fungsi alih dari pengendalian ini adalah

U(s) / E(s) = Kp .[ 1+ ( 1 / Ti . s) + (Td . s) ]

Dimana Kp adalah penguatan Proporsional, Ti adalah Integral dari waktu dan

Td adalah Derivative dari waktu(Ogata,1996,p203). Setiap kekurangan dan kelebihan

dari masing-masing controller P, I dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan

ketiganya secara paralel menjadi Proporsional plus integral plus diferensial Controller

(Controller PID). Elemen-elemen Controller P, I dan D masing-masing secara

keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset

dan menghasilkan perubahan awal yang besar(Guterus, 1994, p8-10).

0

Gambar 2.7: blok diagram Controller Proporsional dengan

Integral dan dengan Derivative ( PID ).

Sumber: http:// w ww.elektroindonesia.c o m / e l e ktr o /tut o r 1 2.html

Karakteristik Controller PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari

ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan

penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut

dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan

memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan (Gunterus,

1994, p8-10). Penalaan parameter Controller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap

karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant,

perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID

itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka

dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant

yang dikenai suatu perubahan. Dengan menggunakan metode itu model matematik

perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa

kurva output, penalaan Controller PID telah dapat dilakukan. Penalaan bertujuan untuk

mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata menyatakan hal itu

sebagai alat control (tuning controller) (Ogata, 1997, p168, Jilid 2). Agar persamaan

PID yang ingin digunakan dapat di implementasikan ke dalam sistem diskrit maka

persamaan PID tersebut harus di ubah kedalam bentuk diskrit terlebih dahulu. Untuk

dapat dijadikan persamaan PID yang diskrit sebelumnya harus di ubah terlebih dahulu

kedalam domain Z. Kemudian dari persamaan PID dalam Domain Z di ubah kedalam

persamaan PID diskrit dengan cara di laplace-kan.

U(t) = [U (t-1)]+[(Kp + Ki + Kd) . E(t)]–[(Kp + 2Kd) . E(t-1)]+[(Kd) . E(t-2)]

Gambar 2.8: Perbandingan hasil Proporsional Controller ( P )dengan Proporsional Controller ditambah Derivative ( PD ) dengan

Proporsional ditambah Integral ditambah Derivative ( PID ).Sumber : (Katsuhiko Ogata,1996)

13

2.5 Motor DC

Seiring dengan berkembangnya teknologi motor DC, saat ini sangat banyak

sekali macam-macam bentuk motor DC. Sehingga untuk dapat mengendalikan motor

DC dengan baik, perlu diketahui pemodelan matematik dan cara kerjanya dari motor DC

yang akan digunakan. Pada sub bab ini akan di uraikan tentang perkembangan teknologi

motor DC, lalu cara kerja dan persamaan matematik dari motor DC.

2.5.1 Perkembangan Motor DC

Pada perkembangan teknologi motor DC memang cukup membantu untuk

terciptanya perangkat elektronik yang membutuhkan penggerak, misalnya untuk

memutar pita kaset , untuk memutar kepingan CD, dan lain lainnya. Motor DC dengan

model model lama tidaklah memungkinkan untuk digunakan dalam perangkat

elektronik, karena model-model pada jaman dahulu masih menggunakan sikat dan

komutator, karena pada saat tersebut belum ada motor DC yang menggunakan teknologi

magnet permanen, sehingga bentuk fisik dari motor DC itu sendiri menjadi lebih besar

dan membutuhkan ruang yang sangat besar, tetapi dengan menggunakan teknologi

magnet permanen permasalahan tersebut dapat teratasi dengan baik. Dan seiring

berjalannya waktu, teknologi motor DC pun menjadi semakin baik dengan tidak

menggunakan sikat dalam motor DC sehingga tidak perlu perawatan khusus terhadap

motor DC, dan juga teknik manufaktur yang baik telah menghasilkan sebuah motor DC

yang memiliki rotor yang tidak lagi terbuat dari besi, sehingga akselerasi yang

didapatkan menjadi semakin baik beserta momen inersianya yang menjadi lebih kecil

sehingga dapat membuat rasio torsi inersia yang tinggi dengan konstanta waktu yang

kecil. Dari seluruh perkembangan yang ada, pada saat ini sangatlah memungkinkan

14

untuk menggunakan motor DC kedalam perangkat elektronik yang kecil dan perangkat

digital lainnya, bahkan saat ini mampu digunakan dalam membuat robot-robot industri.

2.5.2 Cara Kerja dan Persamaan Matematik dari Motor DC

Cara kerja motor DC yang secara umum adalah mengubah energi listrik

menjadi energi mekanik, dan kekuatan dari gaya memutarnya biasa di sebut torsi. Torsi

yang dihasilkan berbanding lurus dengan besarnya arus pada kumparan dan juga

berbanding lurus dengan besarnya fluks pada medan magnetik. Hubungan antara torsi,

fluks dan arus dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut :

Tm = Km . Ф . ia

Keterangan :

Tm = Torsi motor (N-m, lb-ft atau oz-in)

Km = Konstanta motor

ia = Arus jangkar (Ampere)

Ф = Fluks (Weber)

Pergerakan dari motor DC terjadi karena adanya kumparan yang akan bersifat

magnetik ketika diberikan tegangan, dan karena dipengaruhi oleh medan magnetik aktif

yang mengelilingi kumparan tersebut maka kumparan yang tadinya bersifat magnetik

akan melakukan gerakan memutar. Gerakan inilah yang membuat motor tersebut

berputar. Pada saat konduktor bergerak pada medan magnetik maka suatu tegangan

dibangkitkan melintasi ujung-ujungnya. Tegangan ini disebut dengan tegangan emf

balik. Tegangan tersebut berbanding lurus dengan kecepatan batang dan berlawanan

dengan aliran arus. Hubungan antara emf balik dengan kecepatan sudut sebagai berikut:

eb = Km . Ф . ωm

keterangan:

eb = emf balik (Volt)

Km = Konstanta motor

Ф = Fluks (Weber)

ωm = Kecepatan sudut dari motor (Radian / detik)

2.6 Analog to Digital Converter – ADC

ADC adalah komponen yang digunakan untuk merubah besaran tegangan

analog kedalam bentuk digital. Ada banyak konsep yang digunakan dalam membuat

ADC, salah satu diantaranya adalah pendekatan berangsur-angsur (Successive

Approximation). Langkah – langkah yang terdapat dalam ADC adalah sinyal analog

disampling sehingga sinyal analog yang waktunya continue menjadi waktu diskrit,

kemudian sinyal diskrit tersebut di kuantisasi yang bermaksud untuk membuat nilai dari

sinyal diskrit menjadi sesuai dengan yang ditentukan, setelah nilai pada sinyal diskrit

sudah dikuantisasi, maka langkah terakhirnya adalah melakukan coding, dimana nilai

dari hasil kuantisasi di ubah kedalam bentuk bilangan binary, sehingga nilai binary

tersebut dapat digunakan kedalam perangkat diskrit lainnya. Contohnya Modem

(Modulator dan Demulator) adalah salah satu contoh dari suatu alat yang menggunakan

ADC dimana cara kerjanya modulator (DAC) mengubah sinyal diskrit ke sinyal analog

lalu sinyal analog dikirim melalui saluran komunikasi ke ujung lain suatu jaringan

sinyal. Di ujung lain sinyal tersebut dikembalikan ke bentuk asalnya yaitu bentuk diskrit

yang bisa diinterpretasikan oleh komputer. Proses pengubahan ini dinamakan demulasi

(ADC).

Gambar 2.9 : ADC dengan output n-bit

2.6.1 Sampling

Sampling adalah mengubah sinyal analog yang memiliki waktu yang continue

menjadi sinyal yang waktunya diskrit. Dan kecepatan waktu sampling harus dua kali

lebih cepat dari frekuensi tertinggi pada sinyal analog tersebut, untuk menghindari

terjadinya efek aliasing.

Gambar 2.10: Sinyal Analog sebelum dan sesudah disampling

Pada syarat Nyquist dalam pengambilan contoh frekuensi, minimal harus

paling sedikit dua kali dalam satu frekuensi, hal tersebut di haruskan agar output pada

frekuensi diskrit digital masih mampu untuk mendekati nilai frekuensi pada input.

Gambar 2.11: Sinyal Analog yang memiliki waktu sampling

yang minimum

2.6.2 Quantisasi

Quantisasi adalah proses dimana nilai diskrit yang memiliki nilai yang tidak

bulat atau memiliki nilai yang berkoma, dilakukan pembulatan dengan 2 cara, yaitu

pemotongan atau pembuangan. (Rounding dan Dissection) Bila menggunakan cara

Rounding maka nilai di atas 0,5 akan dibulatkan keatas. (cth: nilai 7,51 dibulatkan

menjadi 8.) dan nilai dibawah 0.5 sampai 0.5 akan dibulatkan kebawah. (cth: nilai 7,5

dibulatkan menjadi 7). Hal ini berbeda degan cara Dissection (pemotongan atau

pembuangan) yaitu berapapun nilai di belakang koma, maka nilai dibulatkan kebawah

(cth: nilai 7,4 menjadi 7, dan nilai 7,8 tetap dibulatkan kebawah menjadi nilai 7).

2.6.3 Coding

Coding adalah proses pengubahan dari nilai desimal pada sinyal diskrit yaitu

menjadikan nilai kedalam bentuk binary, hal ini di lakukan agar nilai tersebut dapat di

gunakan sebagai data digital pada perangkat digital lainnya, karena pada dasarnya

perangkat digital hanya beroperasi dalam bilangan binary.

2.6.4 Tahapan dari ADC

Gambar 2.12 : Tahapan konversi dari analog ke sinyal digital

2.6.5 Error dalam ADC

Karena pada ADC juga menggunakan DAC sebagai komponen konversi, maka

error-error yang dapat terjadi pada DAC juga akan terjadi pada ADC. Beberapa jenis

kesalahan yang sering terjadi pada ADC adalah :

• Quantization Error

Quantization Error atau ralat quantisasi pada umumnya sebesar ± ½ LSB.

Quantization Error ini dapat juga dinyatakan dalam bentuk SNQR (Signal

to Noise Quantization Error), dimana:

SNQR = 20 log (FSR/ ILSB)dB

• Offset Error

Merupakan error yang terjadi pada saat input diberikan 0 volt, namun

output diskrit tidak menunjukkan ‘0’.

• Gain Error

Error ini memberikan output data diskrit (binary) tidak sesuai dengan input

analog. Akibatnya FSR (Full Scale Range) akan ikut terpengaruh. Bila

Gain Error besar maka output FSR akan turun karena besarnya error yang

terjadi, begitu juga sebaliknya.

• Non-Linearity Error

Error ini terjadi akibat dari adanya variasi Offset Error dan Gain Error

sehingga perbandingan antara tegangan input dengan data output diskrit

menjadi tidak linear.

• Differential Non-Linearity Error

Nilai error ini selalu lebih besar dari Quantization Error (maksimum 2 kali

yaitu sebesar ILSB). Error ini adalah selisih antara harga teoritis dengan

harga sesungguhnya untuk input range tertentu.Bila terjadi Overlap maka

akan ada output binary yang hilang.

2.7 Digital to Analog Converter – DAC

DAC merupakan komponen untuk merubah besaran data diskrit kedalam

bentuk analog. DAC terbagi dalam beberapa jenis sesuai dengan cara kerjanya, beberapa

diantaranya adalah : Weighted Resistor dan R-2R.

2.7.1 Weighted Resistor

Resistor yang mempunyai nilai dengan perbandingan tertentu dipararelkan

secara bersama-sama dan dipasang pada input inverting sebuah Op-Amp sedangkan

input Non-Inverting dihubungkan ke ground. Perbandingan antara masing-masing

resistor adalah R, 2R, 4R, 6R, dst. Dengan adanya perbandingan tersebut maka nilai

resistor yang dibutuhkan menjadi sangat bervariasi dan menimbulkan masalah dalam

mendapatkannya. Oleh karena itu konsep R-2R menjadi pilihan yang lebih baik.

Weighted Resistor memiliki gambaran seperti berikut.

Gambar 2.13: Rangkaian Weighted Resistor

2.7.2 R-2R Ladder

DAC dengan konsep R-2R pada dasarnya merupakan pengembangan dari

konsep Weighted Resistor namun dengan cara penempatan resistor yang lebih baik

sehingga nilai resistor akan memenuhi syarat perbandingan.R-2R Ladder memiliki

gambaran seperti berikut :

Gambar 2.14: Rangkaian R-2R Ladder.

Pada DAC, jumlah bit masukan akan mempengaruhi jumlah step (resolusi)

yang dapat dihasilkan, yaitu mengikuti rumus 2N dimana N = jumlah bit input.

Sedangkan VFS merupakan nilai tegangan maksimum yang dapat dihasilkan DAC pada

saat semua data input bernilai 1, namun karena adanya keterbatasan pada sistem diskrit,

maka nilai tegangan maksimum yang dapat dihasilkan akan kurang dari VFS, yaitu

sebesar VFS - ILSB. Dimana ILSH adalah nilai tegangan yang dapat dihasilkan bila terjadi

perubahan satu step. Nilai ILSB didapatkan dari VFS/2N

2.7.3 Error

Beberapa kesalahan yang sering terjadi pada DAC adalah :

• Accuracy Error

Merupakan error pada ketepatan perubahan nilai tegangan sebesar ILSB

pada saat terjadi perubahan satu step. Namun pada umumnya, error

sebesar ± ½ LSB adalah dianggap normal. Pada DAC yang lebih baik,

tingkat error akan dapat ditekan menjadi ±¼ LSB karena menggunakan

metode A-Law dan μ-Law. Toleransi pada DAC ini adalah seperti halnya

toleransi pada resistor.

• Absolute Error

Merupakan error absolute yang terjadi. Besarnya adalah sebesar Y-X,

dimana Y = output seharusnya, sedangkan X = output yang diperoleh.

Absolute Error ini juga berhubungan sebab akibat pada Accuracy Error

• Offset Error

Offset Error ini adalah output DAC yang tidak tepat 0 Volt pada saat

semua input diskrit DAC bernilai ‘0’. Offset Error ini dapat diatasi

dengan penyetelan VOS pada Op-Amp yang digunakan sebagai penguat

pada output DAC.

• Gain Error

Dinamakan juga Scaling Error. Error ini adalah step berubah tidak sesuai

dengan nilai ILSB (lebih besar atau lebih kecil dari ILSB). Bila input binary

makin besar akan menyebabkan penyimpangan tegangan makin besar

sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan Absolute Error yang juga

semakin besar.

• Linearity Error

Linearity Error merupakan error pada DAC yang berupa ukuran step

(nilai ILSB) yang berubah-ubah. Dengan adanya error ini maka nilai

tegangan output dari DAC akan menjadi tidak sesuai (tidak linear)

dengan perbandingan data diskrit yang diberikan kedalam DAC.

2.8 FPGA

FPGA merupakan komponen yang berfungsi sebagai media untuk

mengimplementasikan rangkaian diskrit, komponen ini memiliki sifat yang sangat

fleksibel atau dengan kata lain, arsitektur diskrit yang ada dalam IC ini dapat di bentuk

menjadi rangkaian diskrit seperti apapun dan kemampuannya dibatasi oleh banyaknya

gerbang logika dalam IC tersebut. Dalam perancangan ini FPGA yang tersedia memiliki

gerbang logika sebanyak 400000(Empat Ratus Ribu) gerbang.

2.8.1 Sejarah Perkembangan FPGA

FPGA adalah pengembangan sebuah PLD yang mana sejarah

perkembangannya dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu:

• SPLD (Simple Programmable Logic Device) Î SPLD adalah

merupakan PLD dengan teknologi yang sederhana, seperti Read Only

Memory (ROM), Programmable Logic Array (PLA) dan Programmable

Array Logic (PAL).

• CPLD (Complex Programmable Logic Device) Î CPLD adalah

merupakan suatu komponen logic yang terdiri atas beberapa PLD dengan

sebuah struktur interkoneksi dalam sebuah chip.

FPGA dibandingkan dengan CPLD, sebuah chip FPGA mengandung lebih

banyak logic block daripada sebuah chip CPLD. FPGA menyediakan struktur

interkoneksi yang besar, yang mendominasi keseluruhan chip.

24

2.8.2 Keuntungan Menggunakan FPGA

Keuntungan yang dimiliki FPGA sebagai alat perancangan diskrit :

- Untuk proses perkembangan, rekonfigurasi sirkuit dapat dilakukan dengan

kecepatan yang tinggi dan dapat dilakukan oleh user sendiri.

- Bisa melakukan Parallel processing yang mana dapat dilakukan dengan

kecepatan tinggi.

- Menyediakan solusi software terintegrasi untuk merancang, mensimulasi,

implementasi dan download ke alatnya.

- Hasil sintesis bisa disimulasikan, dimana hal tersebut dapat pengurangi

resiko kegagalan dalam seluruh rancangan

- Tersedianya beberapa entry design sesuai kebutuhan, seperti schematic,

HDL, dan state machine.

- Hemat biaya dalam aplikasi

2.8.3 Aplikasi Dari FPGA

Sekarang ini sudah terdapat berbagai macam aplikasi dari FPGA diantara-nya

adalah sebagai berikut :

- Controller protocol komunikasi.

- Pembuatan satellite.

- Sistem GPS.

- Controller PLC.

- Alat-alat medis.

FPGA yang akan digunakan adalah IC FPGA tipe SPARTAN 3 yang memiliki

400 ribu gerbang dan di produksi oleh XILINX. FPGA adalah sebuah Field

Programming Device (FPD) dimana mengacu pada tipe IC yang memiliki fungsi yang

dapat menyimpan sebuah sistem elektronik tertentu, dengan batasan banyaknya gerbang

– gerbang logic yang terdapat didalamnya. Dapat dikatakan FPGA ialah FPD yang

mempunyai struktur yang umum, yang memperbolehkan kapasitas very high logic gate.

FPGA dapat diprogram, hampir sama dengan PLD, yaitu istilah umum untuk IC yang

dapat diprogram dalam lab untuk melakukan fungsi yang kompleks. Perbedaan PLD

dengan FPGA biasanya dibatasi perbedaan jumlah gerbang dan cara menggunakannya

misalnya PLD memiliki gerbang yang sangat sedikit jumlahnya bila dibandingkan

FPGA yang bisa sampai ribuan sampai ratusan ribu gerbang, juga FPGA biasanya

terkenal untuk membuat rancangan IC. Untuk memasukan sesuatu atau memprogram

suatu sistem kedalam IC FPGA salah satunya dapat di gunakan software dari XILINX

yang bernama "XILINX ISE WEBPACK 6.1" dan untuk mensimulasikan sistem atau

model rangkaian diskrit yang hendak dibuat dapat menggunakan software pendukung,

seperti "ModelSim XE II 5.7c" atau program simulator lainnya. Bahasa pemrograman

yang digunakan dalam merancang arsitektur diskrit pada FPGA adalah VHDL (VHSIC

Hardware Description Language) atau dapat juga dengan menggunakan bahasa

pemrograman lainnya seperti "VERILOG". Pada board FPGA tipe Spartan 3 terdapat

tiga buah expansion connector yang berfungsi sebagai power output dan I/O yang dapat

pakai sebagai input atau output data diskrit. Pada IC FPGA seri XC3S-400-ft256 ini,

memiliki total I/O sebanyak 100 pin. Interconnection untuk Xilinx FPGAs terdiri dari

jalur-jalur konduktor (single leght dan long line) yang mana terdapat switch matrix yang

26

sebagai penghubung jalur-jalur konduktor tersebut secara horizontal dan vertical yang

terletak di antara CLB (Configurtable Logic Block) dan IOB (Input Output Block)

2.8.4 Pengenalan VHDL

HDL (Hardware Description Language) adalah bahasa pemrograman untuk

memodelkan hardware diskrit. VHSIC adalah singkatan dari Very High Speed Integrated

Circuit. Jadi VHDL adalah VHSIC Hardware Description Language dimana bahasa

pemrograman ini sangat populer digunakan untuk memodelkan arsitektur diskrit yang

memiliki kecepatan proses data yang tinggi. Sehingga dengan terbitnya bahasa

pemrograman ini, seorang designer perangkat diskrit akan lebih leluasa dalam

menciptakan arsitektur diskritnya, karena dengan menggunakan bahasa VHDL, seorang

designer dapat langsung mensimulasikan rancangannya dan langsung dapat di

implementasi kedalam FPGA dalam waktu yang sangat singkat. Menurut Perry,

Douglas, berikut ini adalah komponen-komponen dasar VHDL yang digunakan pada

hampir semua deskripsi :

- Entity

Sebuah entity adalah komponen penyusun yang paling dasar dimana tingkatan

yang paling tinggi dari sebuah rancangan adalah entity top level. Bila rancangan

berbentuk tingkatan atau hierarki maka deskripsi top level akan memiliki deskripsi lower

level yang terkandung di dalamnya.

- Arsitektur

Semua entity yang dapat disimulasi mempunyai deskripsi arsitektur. Arsitektur

tersebut menjelaskan perilaku dari entity tersebut. Sebuah entity tunggal dapat memiliki

27

beberapa arsitektur. Sebuah arsitektur mungkin berupa behavioral, sementara yang

lainnya berupa deskripsi structural dari desain tersebut.

- Proses

Proses adalah bagian paling dasar dalam VHDL untuk melakukan

pengeksekusian. Semua deskripsi VHDL pengoperasiannya ditampilkan dalam simulasi,

prosesnya dapat dipisahkan ke dalam satu proses atau banyak proses.

2.8.5 Beberapa Syntax yang terdapat dalam VHDL

1) Case Insensitive

2) Komentar diawali dengan ‘--’

3) Statement diakhiri dengan ‘;’

4) List dipisahkan dengan ‘,’

5) Signal assignment menggunakan ‘<=‘

6) Variable assignment menggunakan ‘:=‘

7) Penamaan identifier:

a) Dapat menggunakan huruf, angka, dan ‘_’

b) Diawali dengan huruf

2.8.6 Data Object

1) Signal, menggambarkan kabel yang dapat memiliki nilai yang dapat

berubah-ubah sejalan dengan waktu.

2) Variable, berfungsi sama seperti variabel pada bahasa pemrograman

konvensional, dengan nilai yang berubah sejalan dengan urutan statement.

28

3) Constant, sebagai konstanta yang harus diinisialisasi dengan suatu nilai dan

tidak dapat berubah nilainya.

2.8.7 Standard Data Types

1) Integer

2) Real

3) Boolean

4) Character

5) Bit

6) Bit_Vector

7) Time

8) String

9) Natural

10) Positive

2.8.8 IEEE Standard Logic Type std_logic

1) ‘U’ -> Uninitialized

2) ‘X’ -> Forcing unknown

3) ‘0’ -> Forcing 0

4) ‘1’ -> Forcing 1

5) ‘Z’ -> High Impedance

6) ‘W’ -> Weak unknown

7) ‘L’ -> Weak 0

8) ‘H’ -> Weak 1

29

9) ‘-’ -> Don’t care

2.9 Op-Amp

Op-Amp (Operational Amplifier) adalah suatu rangkaian terpadu yang tersusun

dari berbagai komponen semikonduktor lainnya, dimana fungsi utama dari op-amp

adalah untuk melakukan operasi-operasi aritmatik, integrasi dan penguatan. Op-amp

sudah dikemas dalam bentuk IC (teknologi rangkaian terpadu) dan mengambil sinyal

dalam bentuk (tegangan listrik) yang di input melalui jalur Vin yang disediakan di dalam

komponen tersebut untuk dikuatkan dengan dengan sumber daya yang tersedia, dan

kemudian di output hasil penguatannya melalui jalur outputnya. Keuntungan dari

penggunaan OP-AMP ini adalah ukuran kecil, kehandalan tinggi, harga lebih murah,

lebih kebal terhadap temperatur yang berlebihan, dan tegangan serta arus offset lebih

rendah. Oleh karena itu, Op-amp lebih sering digunakan dibandingkan dengan

Transistor. Karena transistor mempunyai kelemahan, yaitu nilai penguatan rendah dan

mudah dipengaruhi oleh temperatur yamg berlebihan.

2.9.1 Karateristik Op-Amp yang ideal

• Bati tegangan : ∞

Besarnya bati Av = Vo/Vin atau Av(dB) = 20 Log Av. Bila nilai bati tegangan

adalah tak berhingga maka nilai Vo akan besar sekali dibandingkan dengan Vin.

• Lebar pita : ∞

Bila lebar pita adalah tidak berhingga maka op-amp dapat bekerja pada

frekuensi yang besar, bila semakin besar lebar pita maka op-amp tersebut semakin

bagus.

• Hambatan input : ∞

Semakin besar hambatan input maka Vin = Vsg ,karena hambatan output sangat

kecil maka hambatan output dapat diabaikan dan menyebabkan tidak ada tegangan yang

terbuang.

• Hambatan output : 0

Semakin kecil nilai hambatan output maka penguatan yang dihasilkan akan

semakin besar.

• Offset dan drift : 0

Tegangan offset terjadi karena input sebuah op-amp dihubungkan dengan bumi,

dan oleh karena transistor masukkan mempunyai harga Vbe yang berbeda. Drift

merupakan offset yang dipengaruhi suhu.

• CMRR : ∞

CMRR (Common Mode Rejection Ratio) merupakan perbandingan dari bati

tegangan diferensial dengan bati tegangan ragam sekutu.Semakin tinggi CMRR maka

makin baik penguat diferensial tersebut.

• Slew Rate : 0

Slew rate merupakan nilai tercepat dimana output dapat berubah. Perubahan

maksimum dari tegangan output Salah satunya yang terpenting dari semua spesifikasi

yang mempengaruhi operasi AC, dari sebuah op-amp karena besaran tersebut membatasi

kepatuhan AC pada frekuensi tinggi.

2.9.2 Macam-Macam Penguatan

Pada sebuah Op-Amp yang berfungsi sebagai penguat, terbagi menjadi dua

macam penguatan, yaitu Penguat pembalik dan penguat tak membalik.

• Penguat membalik

Penguat membalik adalah suatu rangkaian op-amp dimana sumber tegangannya

diambil dari kaki inverting op-amp.

• Penguat tak membalik

Penguat tak membalik adalah suatu rangkaian op-amp dimana sumber

tegangannya diambil dari kaki non inverting op-amp.

2.9.3 Cara kerjanya dari Penguatan Operasional

Kerja dari Op-Amp adalah Penguat operasional mempunyai 2 terminal input

yaitu tegangan V1 dan V2, dimana V1 disebut terminal masukan tanpa pembalik (non

inverting) sedangkan V2 disebut terminal masukan pembalik (inverting). Penguatan

antara V0 dan V1 positive (+) dihasilkan oleh terminal non pembalik (non inverting)

sedangkan penguatan antara Vo dan V2 negative (-) dihasilkan oleh terminal pembalik

(inverting). Sebuah penguat dengan satu ujung dianggap sebagai peristiwa khusus

dimana, salah satu terminal masuk digroundkan. Hampir semua OP-AMP hanya

mempunyai satu terminal output. Bila penguatan dengan hambatan sama besar,

hubungan langsung dari output menuju input, menghasilkan penguatan satu. Dalam

konfigurasi tak membalik ini tegangan output sama dengan tegangan input dan

penguatan sama dengan 1. Berbagai tipe penguatan digunakan dalam rangkaian dasar.

Salah satu fungsi yang penting untuk diingat adalah hubungan polaritas masukan

terhadap output. Bila input membalik lebih negative dibandingkan dengan masukan tak

membalik, maka outputnya-pun negative. Demikian pula jika masukan membalik lebih

negative dibadingkan dengan masukan tidak membalik, maka output akan bernilai

positive.

2.10 Sensor Posisi

Pada sebuah sistem loop tertutup, kehadiran sensor sangatlah di butuhkan,

karena sensor bekerja sebagai pembaca fungsi output untuk dimasukan kembali kedalam

sistem. Pada perancangan sistem ini output dari dari sistem berupa posisi putaran motor

sehingga untuk membaca posisi pada poros putaran dapat digunakan potensiometer

dengan cara menghubungkan tuas potensiometer langsung dengan poros putaran lengan

yang ingin dilihat posisinya. Karena pada output sistem adalah posisi lengan dalam

satuan derajat kemiringan, maka untuk membaca posisi tersebut dapat digunakan

potensiometer linear, yang besaran hambatannya dapat diubah dengan memutar tuas

pada potensiometer. Potensiometer ini dapat bekerja sebagai sensor, karena perubahan

hambatan dapat mengubah tegangan dan arus yang melewatinya, sehingga sistem dapat

membaca posisi lengan dengan melihat perubahan arus dan tegangan yang disebabkan

oleh poros putaran lengan yang menggerakan tuas potensiometer. Sehingga dengan

rumus pembagi tegangan dan hamabatan, maka output tegangan yang dihasilkan dalam

bentuk sinyal analog, dapat di konversikan kedalam diskrit dengan bantuan IC ADC

(Analog To Digital Converter).