2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Program PNPM kepada masyarakat miskin yang disalurkan...

13
2. TINJAUAN PUSTAKA Keuangan Mikro Craig dan Cheryl dalam ‗Making Microfinance Work (2006) berpendapat bahwa: Microfinance is the provision of finansial services to the poor on a sustainable basis. it embodies, like few development strategies, a viable combination of equity and efficiency because acces to financial services both protected and empowers the poor by giving them choices. Target jangkauan pelayanan keuangan mikro mencakup 6 hal (Schreiner 2006) yaitu : 1. Worth to Client Manfaat tergantung kepada desain pinjaman atau tabungan, maupun preferensi nasabah, hambatan dan kemudahan. Untuk pinjaman, manfaat bertambah bila nilai pinjaman mendekati permintaan. Bagi tabungan, manfaat bertambah bila bagi hasil/bunga semakin meningkat dan mudahnya akses kepada produk tabungan, seperti kemudahan membuka rekening tabungan serta menyetor dan menarik tabungan. 2. Cost to Client Biaya bagi nasabah mencakup sejumlah suku bunga, seperti bunga/margin, fee, dan biaya transaksi. Biaya transaksi meliputi opportunity cost seperti waktu terbuang untuk pertemuan kelompok, dan biaya akses langsung seperti biaya transportasi, dokumen dan pungutan yang diperlukan untuk mendapat akses pinjaman dan tabungan. 3. Depth Kedalaman jangkauan merujuk pada tingkat kemiskinan nasabah LKM. Seperti pemilihan desa, kaum perempuan, berpendidikan rendah, etnis minoritas, perumahan kecil, plafond pinjaman kecil sebagai sasaran utama kriteria nasabah LKM. 4. Breadth Keluasan jangkauan adalah jumlah nasabah. Ini penting, karena adanya keterbatasan anggaran di satu sisi, sementara kebutuhan dan keinginan masyarakat miskin melebihi anggaran yang tersedia. 5. Length Keberlanjutan jangkauan jangka waktu beroperasinya LKM. Kriteria keberlanjutan dipenuhi apabila LKM dapat menyediakan jasa keuangan untuk periode yang panjang. Laba yang diperoleh LKM menunjukkan kemampuan dari LKM untuk terus bisa beroperasi dalam jangka waktu lama. 6. Scope Menunjukkan berbagai jenis jasa keuangan yang ditawarkan LKM. Produk yang disediakan LKM tidak terbatas pada pinjaman untuk usaha saja, tetapi juga bisa untuk pinjaman darurat/konsumtif, pinjaman perumahan, sewa, tabungan, asuransi, jasa pembayaran dan jasa non keuangan.

Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Program PNPM kepada masyarakat miskin yang disalurkan...

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

Keuangan Mikro

Craig dan Cheryl dalam ‗Making Microfinance Work (2006) berpendapat

bahwa: Microfinance is the provision of finansial services to the poor on a

sustainable basis. it embodies, like few development strategies, a viable

combination of equity and efficiency because acces to financial services both

protected and empowers the poor by giving them choices.

Target jangkauan pelayanan keuangan mikro mencakup 6 hal (Schreiner

2006) yaitu :

1. Worth to Client

Manfaat tergantung kepada desain pinjaman atau tabungan, maupun

preferensi nasabah, hambatan dan kemudahan. Untuk pinjaman, manfaat

bertambah bila nilai pinjaman mendekati permintaan. Bagi tabungan, manfaat

bertambah bila bagi hasil/bunga semakin meningkat dan mudahnya akses kepada

produk tabungan, seperti kemudahan membuka rekening tabungan serta

menyetor dan menarik tabungan.

2. Cost to Client

Biaya bagi nasabah mencakup sejumlah suku bunga, seperti bunga/margin,

fee, dan biaya transaksi. Biaya transaksi meliputi opportunity cost seperti waktu

terbuang untuk pertemuan kelompok, dan biaya akses langsung seperti biaya

transportasi, dokumen dan pungutan yang diperlukan untuk mendapat akses

pinjaman dan tabungan.

3. Depth

Kedalaman jangkauan merujuk pada tingkat kemiskinan nasabah LKM.

Seperti pemilihan desa, kaum perempuan, berpendidikan rendah, etnis minoritas,

perumahan kecil, plafond pinjaman kecil sebagai sasaran utama kriteria

nasabah LKM.

4. Breadth

Keluasan jangkauan adalah jumlah nasabah. Ini penting, karena adanya

keterbatasan anggaran di satu sisi, sementara kebutuhan dan keinginan

masyarakat miskin melebihi anggaran yang tersedia.

5. Length

Keberlanjutan jangkauan jangka waktu beroperasinya LKM. Kriteria

keberlanjutan dipenuhi apabila LKM dapat menyediakan jasa keuangan untuk

periode yang panjang. Laba yang diperoleh LKM menunjukkan kemampuan

dari LKM untuk terus bisa beroperasi dalam jangka waktu lama.

6. Scope

Menunjukkan berbagai jenis jasa keuangan yang ditawarkan LKM.

Produk yang disediakan LKM tidak terbatas pada pinjaman untuk usaha saja,

tetapi juga bisa untuk pinjaman darurat/konsumtif, pinjaman perumahan, sewa,

tabungan, asuransi, jasa pembayaran dan jasa non keuangan.

6

Lembaga Keuangan Mikro

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2013

tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Bab 1 Pasal 1, LKM adalah

lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan

usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan

dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan,

maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata

mencari keuntungan. LKM didirikan dengan tujuan meningkatkan akses

pendanaan skala mikro bagi masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan

ekonomi dan produktivitas masyarakat dan membantu peningkatan pendapatan

dan kesejahteraan masyarakat; terutama masyarakat miskin dan/atau

berpenghasilan rendah. Badan hukum LKM adalah koperasi atau Perseroan

Terbatas.

Keuangan Mikro dan LKM di Indonesia

Jumlah LKM menurut Aries Mufti dalam Gerakan bersama

Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia (Gema PKM 2003) menyebutkan ada

5345 BKD, 2272 LDKP dan 2914 BMT sebagai penyedia kredit mikro pada

tahun 2000. Jumlah LKM di Indonesia ada 637.838 LKM yang terbagi

menjadi 31.363 LDKP, BKD dan LKM yang didirikan atas inisiatif masyarakat

serta 606.475 LKM pendukung program pemerintah (Siregar 2014).

Beberapa program kredit mikro diantaranya sebagai berikut :

1. Program PNPM kepada masyarakat miskin yang disalurkan dengan dana

IDB dan Word Bank pada Desember 2013 telah mencapai 3.167.599 orang

dengan saldo kredit sebesar Rp1,109 trilyun dengan sasaran masyarakat

miskin 94,9 %.

2. Mitra Bisnis Keluarga (MBK) ventura , pada bulan Desember 2013

memiliki saldo pembiayaan sebesar Rp475 milyar dengan jumlah nasabah

330.354 orang.

3. Koperasi Baitul Ikhtiar selama kurun waktu tahun 2008 sampai dengan

2013 telah menyalurkan pembiayaan mikro kepada 73.485 orang posisi

saldo pembiayaan pada bulan Desember 2013 Rp17,49 milyar.

4. Credit Union, pada bulan Juni 2006 melalui 1011 unit mempunyai anggota

668.346 orang dengan saldo pinjaman Rp 1,866 trilyun.

Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu ―Credete‖ berarti

kepercayaan. Dalam Ensiklopedia Umum, kredit dijelaskan sebagai sistem

keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai

dengan harapan akan mendapat keuntungan. Menurut Undang–Undang RI No

7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian baku tentang kredit seperti tercantum dalam Pasal 1 Butir 12 adalah penyediaan atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga.

7

Dalam terminologi keuangan syariah, istilah kredit digantikan dengan

istilah pembiayaan. Pendapat ini disampaikan oleh Syafi‘i Antonio (2001)

sebagai berikut : ―dalam perbankan syari'ah sebenarnya penggunaan kata

pinjam meminjam kurang tepat digunakan disebabkan dua hal : pertama,

pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam.

Kedua, pinjam meminjam adalah akad non komersial yang artinya bila

seseorang meminjam sesuatu ia tidak boleh diisyaratkan untuk memberikan

tambahan atas pokok pinjamannya, karena setiap pinjaman yang

menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba

itu haram. Oleh karena itu dalam perbankan syari'ah, pinjaman tidak disebut

kredit tapi disebut pembiayaan‖.

Klasifikasi kredit dibagi menurut berbagai hal, berdasar besar plafond atau

pagu kredit, berdasarkan jangka waktu dan berdasar pengunaanya. Bank

Indonesia membagi kredit berdasarkan plafond, sektor ekonomi dan jenis

pengunaan. Pendapat lain tentang penggolongan kredit adalah menurut jangka

waktu (maturity), barang jaminan (collateral) , segmen usaha, tujuan kredit dan

penggunaan kredit (Siamat 2005).

Kategori kredit menurut Bank Indonesia (2012) diantaranya sebagai

berikut:

1. Berdasarkan besar plafond:

Kredit digolongkan menjadi 4 jenis kredit yaitu:

a. Kredit mikro, yaitu kredit dengan plafon sampai dengan Rp50 juta.

b. Kredit kecil, yaitu kredit dengan plafon diatas Rp50 juta sampai

dengan Rp500 juta.

c. Kredit menengah, yaitu kredit dengan plafon diatas Rp500 juta sampai

dengan Rp5 milyar.

d. Kredit besar, yaitu kredit dengan plafon kredit lebih dari Rp5 milyar.

2. Berdasarkan klasifikasi usaha:

a. Kredit usaha mikro

b. Kredit usaha kecil

c. Kredit usaha menengah

3. Berdasarkan sektor ekonomi digolongkan menjadi Kredit Sektor

Pertanian, Perburuan dan Kehutanan, Sektor Perikanan, Sektor

Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik,

Gas dan Air, Sektor Kontruksi, Sektor Perdagangan Besar dan Eceran,

Sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum, Sektor

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Sektor Perantara Keuangan,

Sektor Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan, Sektor

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Sektor

Jasa Pendidikan, Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Jasa

Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya,

Sektor Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga , Sektor Badan

Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya dan sektor lain-lain. Adapun penggolongan kredit menurut Siamat (2005) diantaranya :

1. Kredit dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Kredit jangka pendek (short term loan) yaitu kredit yang jangka

waktu pengembaliannya kurang dari satu tahun.

8

b. Kredit jangka menengah (medium term loan) yaitu kredit yang jangka

waktu pengembaliannya antara 1 sampai dengan 3 tahun.

c. Kredit jangka panjang (long term loan) yaitu kredit yang jangka

waktu pengembaliaanya atau jatuh temponya lebih dari 3 tahun.

2. Berdasarkan tujuan

Kredit dibagi menjadi :

a. Kredit komersil

Kredit yang diberikan untuk memperlancar usaha di bidang

perdagangan. Seperti kredit ekspor dan kredit leverensir.

b. Kredit Konsumtif

Kredit untuk memenuhi keperluan konsumtif. Misalnya kredit

perumahan rakyat (KPR) dan kredit pembelian mobil atau motor.

c. Kredit Produktif

Kredit untuk memenuhi kebutuhan modal kerja.

3. Berdasarkan penggunaan

a. Kredit modal kerja

Kredit untuk menambah modal kerja yang habis dalam satu siklus

usaha. Seperti kredit untuk kontraktor bangunan.

b. Kredit investasi

Kredit yang digunakan untuk berinvestasi dengan membeli barang-

barang modal.

4. Berdasarkan barang jaminan

Kredit dibagi menjadi :

a. Kredit dengan jaminan (secured loan)

b. Kredit dengan tanpa jaminan (unsecured loan)

Risiko

Ada berbagai macam definisi risiko. Djohanputro (2006) menjelaskan

risiko sebagai ketidakpastian hasil sebagai akibat keputusan, atau situasi saat ini.

Risiko merupakan ukuran kuantitas, atau ukuran empiris yang dapat mengukur

kemungkinan nilai suatu kejadian dengan fluktuasinya. Risiko memiliki data

pendukung (pengetahuan) mengenai kemungkinan kejadian. Hanafi (2012)

menjelaskan risiko sebagai sesuatu yang mempunyai konotasi negatif, kejadian

yang merugikan dan muncul karena ada kondisi ketidakpastian. Hal ini bisa

tercermin dari fluktuasi pergerakan yang tinggi. Semakin tinggi fluktuasi semakin

besar tingkat ketidakpastiannya.

Hanafi (2012), membagi risiko ke dalam risiko murni dan risiko spekulatif.

Risiko murni adalah risiko yang memungkinkan kerugian ada, tetapi

kemungkinan keuntungan tidak ada. Risiko spekulatif adalah risiko saat kita

mengharapkan keuntungan dan juga kerugian.

9

Risiko Kredit

Menurut Coyle (2000), risiko kredit adalah suatu kerugian yang

berpotensi menimbulkan penolakan, atau ketidakmampuan konsumen kredit

untuk membayar hutangnya secara penuh dan tepat waktu. Hanafi (2007),

mendefinisikan risiko kredit sebagai risiko karena counter party gagal memenuhi

kewajibannya kepada perusahaan. Djohanputro (2006), mendefinisikan risiko

kredit sebagai risiko ketika debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat

membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan,

atau turunnya mutu debitur atau pembeli, sehingga persepsi mengenai

kemungkinan gagal bayar semakin tinggi. Definisi yang agak berbeda

dikemukakan Crouhy (2001), yang mendefinisikan risiko kredit sebagai berikut:

― credit risk is the risk that a change in the credit quality of a counterparty will

affect the value of a bank’s position‖, disini Crouhy melihat risiko kredit dari

dampaknya terhadap posisi nilai suatu bank.

Ada tiga jenis risiko dalam risiko kredit (Djohanputro 2006) yaitu :

a. Risiko gagal bayar, adalah probability terjadinya gagal bayar pada periode

tertentu.

b. Risiko exposure,adalah risiko yang melekat pada besarnya kredit yang akan

memasuki risiko gagal bayar.

c. Risiko recovery, adalah risiko berkaitan dengan terjadinya gagal bayar dari

konsumen. Bila kredit memasuki risiko gagal bayar, maka perusahaan

akan berupaya agar ada pengembalian sehingga nominal kredit berkurang.

Jaminan biasanya dijadikan sebagai alat bayar untuk mengurangi nominal

kredit yang macet. Risiko recovery dinyatakan dalam bentuk persentase

kemungkinan recovery dari kredit macet.

Pengukuran Risiko Kredit

Salah satu pilar yang harus dilakukan dalam managemen risiko kredit

adalah bagaimana mengukur risiko kredit itu sendiri. BI tidak menetapkan secara

spesifik pendekatan pengukuran risiko kredit yang harus dijalankan oleh bank.

Meskipun demikian, BI mengacu kepada Basel Comimitee Accord sebagai

kesepakatan internasional dalam melakukan pengaturan operasional bank.

(Idroes 2008)

The Basel Commite didirikan Januari 1975 oleh gubernur sentral Negara

G10 sebagai respon terhadap gangguan pasar keuangan akibat kegagalan

beberapa bank di Eropa dan Amerika dalam megelola valuta asing. Tujuannya

adalah dan untuk meningkatkan stabilitas keuangan internasional dengan

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengawasan dan kualitas

pengawasan perbankan di seluruh dunia (BCBS 2013).

Tahun 1988, Komite Basel mempublikasikan Kesepakatan Basel Pertama

(The First Basel Committee Accord - Basel I) yang isinya menyerukan rasio

modal minimum terhadap aktiva yang dibobot menurut risikonya sebesar 8% .

Ketetapan ini diserukan untuk dilaksanakan pada akhir tahun 1992. Bobot risiko untuk aktiva yang diatur Basel I (Benzin 2003) sebagai

berikut:

1. Pinjaman pemerintah yang tergabung dalam OECD : 0 %

2. Penempatan Pada Bank kawasan OECD : 20%

3. Kredit Perumahan : 50%

10

4. Kredit Individu/perusahaan : 100%

Basel melakukan penyempurnaan untuk perhitungan MCR pada Januari

2001 yang dipublikasikan dalam The Market Risk Amandement to the Original

Accord. Dengan amandemen tersebut, perhitungan modal berkembang

mencakup risiko kredit dan risiko pasar. Dalam New Basel Accord 2001 atau

dikenal sebagai Basel II, pendekatan penghitungan MCR disesuaikan dalam

bentuk diterapkannya tiga pilar utama yaitu penekanan pada penggunaan internal

model untuk mengukur risiko dan menghitung kebutuhan modal, penekanan

fungsi regulator sebagai supervisory review dan kewajiban untuk memberikan

informasi risiko kepada publik (market discipline).

Perbedaan Basel I dan Basel II dijelaskan dalam Tabel 2 berikut (Benzin et

al 2003):

Tabel 2. Perbandingan Basel I dan Basel II

Sumber : (Benzin 2003)

Untuk penghitungan MCR dalam Basel II dirumuskan dalam rasio modal

sebagai berikut (Benzin 2003 et al):

total capital

Capital Ratio

═ —————————————————————————————— ……….(1)

Credit risk + Market risk + operasiotional Risk

Pengukuran risiko kredit sendiri dilakukan dengan (Benzin et all 2003) :

a. The standardized approach (STD).

b. The internal ratings based (IRB) approach, yang terdiri dari The IRB

model foundation approach dan The advanced IRB model approach.

Pendekatan The Standardized Approach meminta bank menggunakan

external credit rating yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat. Dalam IRB

approach baik foundation model maupun advanced model, bank diminta untuk

mengembangkan credit rating system sendiri (internal credit rating). Dengan

adanya credit rating assessment ini, bobot risiko yang akan dibebankan pada

masing-masing eksposure kredit disesuaikan dengan kondisi peringkat masing-

masing debitur. Debitur dengan peringkat tinggi/bagus akan dikenakan bobot

risiko yang rendah, sehingga capital charge yang harus disediakan bank untuk

menyerap risiko kredit tersebut akan rendah pula, demikian pula sebaliknya.

Bank Indonesia mengkategorikan capital atau modal terdiri dari modal

inti dan modal pendukung (BI 2013). Modal inti adalah setoran dari pemilik,

hibah dan laba ditahan. Modal pendukung adalah modal penyertaan, pinjaman

dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Menurut Microsave

(2008), ekuitas LKM atau kekayaan bersih mewakili apa saja yang LKM miliki.

Basel I Accord Basel II Accord

Fokus pada satu pengukuran risiko Penekanan pada metodolgi internal bank,

Supervisory review dan market disipline

One size fits all Fleksible, banyak pendekatan, memberikan

insentife untuk managemen risiko yang lebih

baik

Broad brush structure More risk sencitive

11

Capital terdiri dari dua komponen: modal disetor seperti dana hibah, modal

saham, atau modal swasta yang diinvestasikan. Yang kedua adalah akumulasi

laba / defisit dari operasi. Tidak seperti kewajiban, ekuitas atau kekayaan bersih

tidak harus dibayar kembali.

Aktiva produktif dalam lembaga keuangan adalah kredit/pembiayaan,

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)/ SBI dan penempatan dana pada bank

lain. Kualitas pembiayaan berdasarkan besarnya tunggakan angsuran

pembiayaan digolongkan menjadi lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.

Pada BPR/BPRS, klasifikasi ini dikenal dengan istilah kolektibiltas. Adapun

kriteria kolektibiltas sebagai berikut (BI 2006a) :

1. Lancar adalah pembiayaan dengan maksimal 1 bulan tunggakan angsuran

untuk masa angsuran kurang dari 1 bulan atau tunggakan angsuran maks 3

kali untuk masa angsuran 1 bulan atau lebih.

2. Kurang Lancar adalah pembiayaan dengan tunggakan angsuran lebih

dari 1 sampai 3 bulan untuk masa angsuran kurang dari 1 bulan atau

tunggakan angsuran lebih dari 3 kali sampai 6 kali untuk masa angsuran 1

bulan atau lebih.

3. Diragukan adalah pembiayaan dengan tunggakan angsuran lebih dari 3

sampai 6 bulan untuk masa angsuran kurang dari 1 bulan atau

tunggakan angsuran lebih dari 6 kali sampai 12 kali untuk masa angsuran

1 bulan atau lebih.

4. Macet adalah pembiayaan dengan tunggakan angsuran lebih dari 6

bulan untuk masa angsuran kurang dari 1 bulan atau tunggakan

angsuran lebih dari 12 kali untuk masa angsuran 1 bulan atau lebih.

Perhitungan PPAP dari baki debet pembiayaan bulan sebelumnya dengan

cara terlebih dahulu baki debet pembiayaan dikurangi nilai jaminan kemudian

dikali tarifnya. Perhitungan PPAP sebagai berikut (BI 2006b) :

0,5% baki debet pembiayaan yang tergolong Lancar

10% baki debet pembi5ayaan yang tergolong Kurang Lancar

50% baki debet pembiayaan yang tergolong Diragukan

100% baki debet pembiayaan yang tergolong Macet

Pada LKM, pengolongan kolektibilitas menggunakan istilah yang berbeda

yaitu PAR (Portofolio At Risk). Sebagian besar LKM di dunia menggolongkan

PAR berdasarkan kelipatan setiap 30 hari tunggakan. menggolongkan PAR

sebagai berikut (Microsave 2008):

1. PAR 0 hari : tunggakan 0

2. PAR 1- 30 hari : tunggakan 1 sd 30 hari

3. PAR 31-90 hari : tunggakan 31 sd 90 hari

4. PAR 91-180 hari : tunggakan 31 sd 90 hari

5. PAR > 180 hari : tunggakan lebih180 hari

Penghitungan PPAP sebagai berikut :

1. 0% saldo kredit PAR 0

2. 10% saldo kredit PAR 30

3. 30% saldo kredit PAR 90

4. 60% saldo kredit PAR 180

5. 100% saldo kredit PAR > 180 Kredit digolongkan kepada Non Performing Loan (NPL) apabila termasuk

12

kredit dengan kategori PAR > 30

Penilaian Kelayakan Kredit

Menurut Hanafi (2007), penilaian kelayakan kredit bagi calon nasabah

bank berguna untuk menganalisis kemampuan melunasi kewajiban dari calon

nasabah bank. Bank sering mengunakan pedoman 3R dan 5C. Pedoman 3R

adalah penilaian berdasar Returns (keuntungan), Repayment Capacity

(kemampuan bayar) dan Risk bearing Ability (kemampuan mengcover risiko).

Pedoman 5C mendasarkan penilaian pada Charakter (karakter), Capacity

(kapasitas pembayaran), Capital (modal yang dimiliki), Chollateral (agunan

yang dimiliki) dan Condition of macro ekonomy (situasi makro ekonomi).

Dalam metode Grameen Bank , penilaian kelayakan kredit didasarkan atas

kesediaan secara menanggung dalam satu kelompok nasabah atau tanggung

renteng. Debitur Grameen Bank adalah perempuan miskin yang minimal

berumur 18 tahun. Proses penilaian kelayakan kredit dilakukan bertahap

sebagai berikut (Alam 2010) :

1. Assestment wilayah

Kegiatan ini adalah kegiatan pemetaan secara umum wilayah pemukiman.

Kegiatan ini meliputi pengumpulan data kepadatan penduduk/pemukiman,

fasilitas umum, data monografi desa, jenis usaha dominan, sosialisasi & kontak

person dan Pendaftaran calon penerima kredit. Penilaian dilakukan dengan

metode Grameen Bank’s “Means Test” , The Cashpor Housing Index and Asset

Test , Sef’s Participatory Wealth Ranking , Grameen Foundation’s Progress Out

of Poverty Index .

2. Pembentukan kelompok dari calon nasabah .

Kelompok terdiri dari 5 orang perempuan yang memiliki kesamaan umur,

tempat tinggal, pendidikan dan strata ekonomi. Tidak boleh ada hubungan

saudara dalam satu kelompok. Seleksi anggota kelompok dilakukan oleh

kelompok sendiri karena mereka harus meyakini bahwa anggotanya bisa dan mau

membayar kredit. Sebab kewajiban kredit anggota akan beralih kepada anggota

kelompok lain bila anggota tersebut tidak bisa membayar dengan alasan apapun.

3. Mini Meeting sebelum Latihan Wajib Kelompok.

Adalah kegiatan pengenalan lembaga secara umum dan skim kredit yang

akan diberikan kepada calon debitur.

4. Latihan Wajib Kelompok dalam center meeting.

Center Meeting adalah rancangan tempat dan waktu pertemuan mingguan

yang diikuti 25 – 50 orang. Sebelum mendapat kredit, untuk kelompok yang

berdekatan dilakuan Latihan wajib kelompok (LWK) selama 7 hari berturut-

turut selama antara 1-2 jam per hari. Materi yang diberikan adalah:

Compulsory savings

Seleksi Ketua kelompok

Verifikasi ‗status‘ kemiskinan calon anggota

Pengertian tanggung renteng, kelompok dan skim kredit yang akan diperoleh.

5. Group Recognition Test (GRT)

Setelah melalui training, maka anggota kelompok akan diverifikasi tentang

status kemiskinannya , saling mengenal dengan sesama anggota kelompok serta

pemahaman dan persetujuannya terhadap program Grameen. Bila lolos GRT,

13

kelompok diterima dan dilanjutkan ke pertemuan mingguan sebagai mekanisme

transaksi dan pelayanan kepada anggota.

6. Pertemuan mingguan di Center Meeting

Dilakukan pencairan kredit, pembayaran angsuran dan transaksi keuangan

lainnya.

CreditRisk+

Pengukuran risiko kredit dengan menggunakan metode ini diperkenalkan

oleh Credit Suisse First Brown (CSFB) pada akhir tahun 1997. CreditRisk+

bertujuan untuk menghitung distribusi kegagalan dari suatu kredit portofolio

yang berdasarkan metodologi matematika. Dengan mengetahui distribusi

kegagalan akan diketahui nilai risiko dari suatu portfolio kredit dan akhirnya

dapat diketahui potensi risiko kredit jangka pendek.

CreditRisk+ digunakan untuk mencari peluang jumlah debitur yang default

dalam suatu periode tertentu. Peluang jumlah debitur default ini dinyatakan

dengan distribusi Poisson. Model ini menjadikan tingkat default sebagai peubah

acak dan memasukan keragaman tingkat default untuk mengatasi ketidakpastian.

Metode ini didasarkan pada pendekatan credit default model yang

menggambarkan informasi jumlah dan batas waktu eksposure dan pengukuran

risiko kredit sistematis dari debitur. Metode CreditRisk+ memiliki kelebihan,

yaitu relatif mudah untuk diimplementasikan dan kemudahan dalam ketersedian

data. CreditRisk+ juga memfokuskan pada kondisi default yang dibutuhkan

untuk mengestimasi potensi risiko. Data yang dibutuhkan hanya probability

default, eksposur dan recovery rate (tingkat penerimaan kembali piutang yang

sudah dihapusbukukan). CreditRisk+ memposisikan pada kondisi debitur tidak

mampu membayar kewajiban yang dibutuhkan untuk mengestimasi potensi

risiko.

Analisis Lingkungan Perusahaan

Lingkungan perusahaan terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan

eksternal. Lingkungan internal terdiri dari variable-variabel kekuatan dan

kelemahan yang berasal dari dalam perusahaan yang masih dapat dikendalikan

perusahaan, sedangkan lingkungan eksternal merupakan variable-variabel

peluang dan ancaman yang dating dari luar perusahaan sehingga tidak dapat

dikendalikan perusahaan (Wheelen dan Hunger 2008).

Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal adalah kegiatan identifikasi ke dalam internal

perusahaan yaitu kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam upaya mengatasi

ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada. Analisis internal sangat

berhubungan erat dengan evaluasi sumber daya organisasi (Wheelen dan Hunger

2008). Kekuatan internal dan kelemahan internal adalah aktivitas dalam kendali

organisasi yang prestasinya luar biasa baik atau buruk. Kekuatan dan kelemahan

tersebut muncul dalam aktivitas manajemen, pemasaran, keuangan/ akunting,

operasi/produksi, penelitian dan pengembangan dan system informasi computer

suatu bisnis. Mengenali dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi

14

dalam berbagai bidang fungsional dari bisnis adalah aktivitas manajemen srtategis

yang penting, organisasi berusaha keras untuk mengejar strategi yang

memanfaatkan kekuatan internal dan memperbaiki kelemahan internal (David

2002)

Analisis Lingkungan Eksternal

Tujuan dari analisis lingkungan eksternal adalah mengembangkan daftar

terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan serta ancaman yang dapat

dihindari. Perusahaan harus dapat menjawab baik dengan menyerang maupun

bertahan terhadap faktor-faktor dengan merumuskan strategi yang

memanfaatkan peluang eksternal atau yang meminimalkan dampak ancaman

potensial (David 2002).

Kekuatan kunci eksternal yang dapat menjadi peluang ataupun ancaman

adalah 1) Kekuatan ekonomi; 2) Kekuatan sosial, budaya, demografi dan

lingkungan; 3) Kekuatan politik, pemerintah dan hokum; 4) Kekuatan teknologi;

5) Kekuatan pesaing (David 2002).

Analisis Perumusan Strategi

Menurut David (2002) , teknik perumusan strategi dapat diintegrasikan ke

dalam kerangka pengambilan keputusan tiga (3) tahap yaitu tahap input, tahap

pencocokan dan tahap keputusan. Tahap Input terdiri dari pembuatan matriks

Evaluasi Faktor Eksternal atau Matriks EFE (External Factor Evaluation) yang

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal sebagai peluang dan

ancaman bagi perusahaan dan matrik Evaluasi Faktor Internal atau matriks IFE

(Internal Factor Evaluation) yang digunakan untuk mengetahui kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki perusahaan sebagai faktor internal. Tahap selanjutnya

adalah tahap Pencocokan. Tahap pencocokan dari kerangka perumusan

mengunakan metode analisa SWOT.

Analisis SWOT membandingkan antara faktor internal yaitu strengths dan

opportunities dengan faktor eksternal yaitu weaknesses dan threats untuk

menghasilkan berbagai kemungkin alternatif strategi . Analisis SWOT terdiri dari

empat (4) faktor, yaitu :

1. Strengths

Kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis

yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh

organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

2. Weaknesses

Kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep

bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam

tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

3. Opportunities

Kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi

yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep

bisnis itu sendiri, misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan

sekitar.

15

4. Threats

Kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu

organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

Strategi analisa SWOT dibuat menjadi matriks empat jenis strategi yang

dkenal sebagai matriks TOWS yaitu:

(1) Strategi SO (kekuatan-peluang) adalah strategi menyerang untuk

memanfaatkan kekuatan internal perusahaan dalam menarik keuntungan

dari peluang eksternal.

(2) Strategi WO (kelemahan-peluang) sebagai strategi yang bertujuan untuk

memperbaiki kelemahan internal dengan cara menarik keuntungan dari

peluang eksternal;

(3) Strategi ST (kekuatan-ancaman) untuk menggunakan kekuatan

perusahaan dalam upaya menghindari atau mengurangi dampak ancaman

eksternal.

(4) Strategi WT (kelemahan-ancaman) merupakan strategi defensif yang

diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman

eksternal.

Setelah merumuskan 4 strategi tersebut, selanjutnya dibuat matriks

Internal-Eksternal (IE). Matriks ini memposisikan berbagai suatu organisasi

dalam tampilan sembilan sel yang didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu skor

bobot IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Matriks

IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yang mempunyai implikasi strategik

yang berbeda-beda, yaitu :

(1) Grow and build : Organisasi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat

digambarkan sebagai tumbuh dan membangun.

(2) Hold and maintain : Organisasi yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII

dapat ditangani dengan baik melalui strategi menjaga dan mempertahankan;

(3) Harvest or divest : Organisasi yang masuk ke dalam sel VI, VIII, atau IX

adalah panen atau divestasi.

Tahap terakhir adalah Tahap pengambilan Keputusan. Tahap ini dapat

menggunakan Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif Model atau

Quantitative Strategic Planning Model (QSPM).

Matriks Quantitative Strategic Planning Model

Pemilihan strategi pilihan dari beberapa alternatif strategi yang dihasilkan

melalui analisis SWOT, matriks IFE dan EFE, dilakukan dengan menggunakan

analisis Quantitative Strategic Planning Model (QSPM). QSPM merupakan

suatu teknik yang secara objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang

terbaik. QSPM memungkinkan evaluasi alternatif strategi berdasarkan faktor

eksternal dan internal strategik yang telah diidentifikasi sebelumnya. Penggunaan

QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik. Secara konsep, QSPM

menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi (David 2002). Komponen

penting dalam QSPM adalah bobot dari masing-masing faktor eksternal dan internal yang telah diidentifikasi sebelumnya serta attractiveness score (AS) yaitu

nilai yang menunjukkan kemenarikan atau daya tarik relatif untuk masing-

masing strategi yang dipilih. Nilai AS juga ditetapkan dengan cara meneliti

masing-masing faktor eksternal dan internal. Pemilihan suatu strategi didasarkan

pada nilai perkalian bobot dan AS atau disebut total attractiveness score (TAS).

16

Nilai TAS yang paling tinggi menunjukkan alternatif strategi yang menjadi pilihan

utama.

Alternatif Strategi

Strategi Porter mengatakan bahwa ada 3 macam strategi dasar yang bisa

membuat perusahaan unggul dalam persaingan. Strategi itu adalah kepemimpinan

biaya, diferensiasi dan fokus (David 2002).

David (2002) juga mengemukan ada berbagai strategi alternatif dalam

penerapan manajemen strategis. Strategi ini dapat dikelompokkan menjadi 13

tindakan serta strategi kombinasi. Adapun 13 strategi ini adalah : 1) Integrasi ke

depan; 2) Integrasi ke belakang; 3) Integrasi horisontal; 4) Penetrasi

pasar; 5) Pengembangan pasar; 6) Pengembangan Produk; 7) Diversifikasi

konsentrik; 8) Diversifikasi konglomerat; 9) Diversifikasi horizontal; 10) Usaha

Patungan; 11) Penghematan; 12 ) Divestasi; 13) Likuidasi;

Kepemimpinan Biaya

Strategi ini menekankan pada membuat produk standar dengan membuat

biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan

harga. Ide dasar dari strategi ini adalah menetapkan harga yang lebih rendah dari

pesaing dan oleh karena itu menguasai pangsa pasar dan penjualan, menggusur

beberapa pesaing dari pasar sama sekali. Perusahaan yang memakai strategi dasar

ini biasanya memiliki efisiensi yang tinggi, biaya administrasi rendah, rentang

kendali lebar, penghargaan dikaitkan dengan biaya dan partisipasi karyawan

lebih luas dalam usaha pengendalian biaya. Berbagai tipe strategi integrasi adalah

contoh strategi ini (David 2002).

Diferensiasi

Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk atau jasa yang

dianggap unik dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak peka terhadap

perubahan harga. Strategi ini menawarkan beberapa tingkat pembedaan.

Diferensiasi yang sukses berarti fleksibilitas produk/jasa yang lebih besar, biaya

yang lebih rendah, pelayanan yang lebih baik, pemeliharaan yang kurang, lebih

nyaman atau menonjol. Pengembangan produk merupakan contoh strategi yang

menawarkan keunggulan diferensiasi (David 2002).

Fokus

Fokus berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi

keperluan kelompok kecil konsumen. Strategi fokus paling efektif bila konsumen

mempunyai pilihan yang nyata atau persyaratan dan ketika perusahaan pesaing

tidak berusaha melakukan spesialisasi dalam segmen yang sama (David 2002).

Penetrasi Pasar

Strategi ini berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk atau jasa

yang sudah ada melalui usaha pemasaran yang lebih gencar. Penetrasi pasar

termasuk menambah jumlah wiraniaga, menambah belanja iklan, promosi

penjualan ekstensif atau menambah usaha publisitas. Penetrasi pasar cocok

diantaranya bila pasar belum jenuh, atau bila tingkat penggunaan produk/jasa

17

yang sudah ada dapat ditingkatkan secara signifikan dan bila skala ekonomis

perusahaan meningkat sehingga menyediakan keunggulan bersaing yang besar

(David 2002).

Pengembangan Pasar

Usaha untuk meningkatkan pangsa pasar dengan memperkenalkan produk

atau jasa yang sudah ada ke wilayah geografi baru. Pengembangan pasar cocok

diterapkan diantaranya bila perusahaan sangat sukes, ada pasar baru yang belum

jenuh dan belum digarap, serta organisasi mempunyai modal dan SDM yang

diperlukan untuk mengelola perluasan operasi (David 2002).

Pengembangan Produk

Strategi ini adalah upaya meningkatkan penjualan dengan memperbaiki

atau memodifikasi produk atau jasa yang sudah ada. Pengembangan produk

cocok untuk beberapa situasi seperti bersaing dalam industry dengan pertumbuhan

tinggi, produk yang dimiliki dalam tahap dewasa dalam siklus daur hidup produk

dan bila pesaing utama menawarkan produk dengan mutu yang lebih baik dengan

harga yang pantas (David 2002).

Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Hasil penelitian terdahulu yang releven disusun dalam rangka mengetahui

dan melihat kerangka penelitian teori, baik untuk memperkuat, menguji,

memodifikasi dan membuat hal yang baru. Dibandingkan dengan penelitian-

penelitian terdahahulu mengenai risiko kredit, penelitian yang dilakukan ini

mengambil obyek LKMS replikasi Grameen Bank sebagai sasaran penelitian.

Selain menghitung risiko kredit, penelitian ini juga menganalisis manajemen

strategi yang dilakukan LKMS KSB. Adapun beberapa penelitian terdahulu

disusun dalam tabel yang ada pada Lampiran 1.