2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Program PNPM kepada masyarakat miskin yang disalurkan...
-
Upload
truongdung -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Program PNPM kepada masyarakat miskin yang disalurkan...
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
Keuangan Mikro
Craig dan Cheryl dalam ‗Making Microfinance Work (2006) berpendapat
bahwa: Microfinance is the provision of finansial services to the poor on a
sustainable basis. it embodies, like few development strategies, a viable
combination of equity and efficiency because acces to financial services both
protected and empowers the poor by giving them choices.
Target jangkauan pelayanan keuangan mikro mencakup 6 hal (Schreiner
2006) yaitu :
1. Worth to Client
Manfaat tergantung kepada desain pinjaman atau tabungan, maupun
preferensi nasabah, hambatan dan kemudahan. Untuk pinjaman, manfaat
bertambah bila nilai pinjaman mendekati permintaan. Bagi tabungan, manfaat
bertambah bila bagi hasil/bunga semakin meningkat dan mudahnya akses kepada
produk tabungan, seperti kemudahan membuka rekening tabungan serta
menyetor dan menarik tabungan.
2. Cost to Client
Biaya bagi nasabah mencakup sejumlah suku bunga, seperti bunga/margin,
fee, dan biaya transaksi. Biaya transaksi meliputi opportunity cost seperti waktu
terbuang untuk pertemuan kelompok, dan biaya akses langsung seperti biaya
transportasi, dokumen dan pungutan yang diperlukan untuk mendapat akses
pinjaman dan tabungan.
3. Depth
Kedalaman jangkauan merujuk pada tingkat kemiskinan nasabah LKM.
Seperti pemilihan desa, kaum perempuan, berpendidikan rendah, etnis minoritas,
perumahan kecil, plafond pinjaman kecil sebagai sasaran utama kriteria
nasabah LKM.
4. Breadth
Keluasan jangkauan adalah jumlah nasabah. Ini penting, karena adanya
keterbatasan anggaran di satu sisi, sementara kebutuhan dan keinginan
masyarakat miskin melebihi anggaran yang tersedia.
5. Length
Keberlanjutan jangkauan jangka waktu beroperasinya LKM. Kriteria
keberlanjutan dipenuhi apabila LKM dapat menyediakan jasa keuangan untuk
periode yang panjang. Laba yang diperoleh LKM menunjukkan kemampuan
dari LKM untuk terus bisa beroperasi dalam jangka waktu lama.
6. Scope
Menunjukkan berbagai jenis jasa keuangan yang ditawarkan LKM.
Produk yang disediakan LKM tidak terbatas pada pinjaman untuk usaha saja,
tetapi juga bisa untuk pinjaman darurat/konsumtif, pinjaman perumahan, sewa,
tabungan, asuransi, jasa pembayaran dan jasa non keuangan.
6
Lembaga Keuangan Mikro
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Bab 1 Pasal 1, LKM adalah
lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan
usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan
dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan,
maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata
mencari keuntungan. LKM didirikan dengan tujuan meningkatkan akses
pendanaan skala mikro bagi masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan
ekonomi dan produktivitas masyarakat dan membantu peningkatan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat; terutama masyarakat miskin dan/atau
berpenghasilan rendah. Badan hukum LKM adalah koperasi atau Perseroan
Terbatas.
Keuangan Mikro dan LKM di Indonesia
Jumlah LKM menurut Aries Mufti dalam Gerakan bersama
Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia (Gema PKM 2003) menyebutkan ada
5345 BKD, 2272 LDKP dan 2914 BMT sebagai penyedia kredit mikro pada
tahun 2000. Jumlah LKM di Indonesia ada 637.838 LKM yang terbagi
menjadi 31.363 LDKP, BKD dan LKM yang didirikan atas inisiatif masyarakat
serta 606.475 LKM pendukung program pemerintah (Siregar 2014).
Beberapa program kredit mikro diantaranya sebagai berikut :
1. Program PNPM kepada masyarakat miskin yang disalurkan dengan dana
IDB dan Word Bank pada Desember 2013 telah mencapai 3.167.599 orang
dengan saldo kredit sebesar Rp1,109 trilyun dengan sasaran masyarakat
miskin 94,9 %.
2. Mitra Bisnis Keluarga (MBK) ventura , pada bulan Desember 2013
memiliki saldo pembiayaan sebesar Rp475 milyar dengan jumlah nasabah
330.354 orang.
3. Koperasi Baitul Ikhtiar selama kurun waktu tahun 2008 sampai dengan
2013 telah menyalurkan pembiayaan mikro kepada 73.485 orang posisi
saldo pembiayaan pada bulan Desember 2013 Rp17,49 milyar.
4. Credit Union, pada bulan Juni 2006 melalui 1011 unit mempunyai anggota
668.346 orang dengan saldo pinjaman Rp 1,866 trilyun.
Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu ―Credete‖ berarti
kepercayaan. Dalam Ensiklopedia Umum, kredit dijelaskan sebagai sistem
keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai
dengan harapan akan mendapat keuntungan. Menurut Undang–Undang RI No
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian baku tentang kredit seperti tercantum dalam Pasal 1 Butir 12 adalah penyediaan atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.
7
Dalam terminologi keuangan syariah, istilah kredit digantikan dengan
istilah pembiayaan. Pendapat ini disampaikan oleh Syafi‘i Antonio (2001)
sebagai berikut : ―dalam perbankan syari'ah sebenarnya penggunaan kata
pinjam meminjam kurang tepat digunakan disebabkan dua hal : pertama,
pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam.
Kedua, pinjam meminjam adalah akad non komersial yang artinya bila
seseorang meminjam sesuatu ia tidak boleh diisyaratkan untuk memberikan
tambahan atas pokok pinjamannya, karena setiap pinjaman yang
menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba
itu haram. Oleh karena itu dalam perbankan syari'ah, pinjaman tidak disebut
kredit tapi disebut pembiayaan‖.
Klasifikasi kredit dibagi menurut berbagai hal, berdasar besar plafond atau
pagu kredit, berdasarkan jangka waktu dan berdasar pengunaanya. Bank
Indonesia membagi kredit berdasarkan plafond, sektor ekonomi dan jenis
pengunaan. Pendapat lain tentang penggolongan kredit adalah menurut jangka
waktu (maturity), barang jaminan (collateral) , segmen usaha, tujuan kredit dan
penggunaan kredit (Siamat 2005).
Kategori kredit menurut Bank Indonesia (2012) diantaranya sebagai
berikut:
1. Berdasarkan besar plafond:
Kredit digolongkan menjadi 4 jenis kredit yaitu:
a. Kredit mikro, yaitu kredit dengan plafon sampai dengan Rp50 juta.
b. Kredit kecil, yaitu kredit dengan plafon diatas Rp50 juta sampai
dengan Rp500 juta.
c. Kredit menengah, yaitu kredit dengan plafon diatas Rp500 juta sampai
dengan Rp5 milyar.
d. Kredit besar, yaitu kredit dengan plafon kredit lebih dari Rp5 milyar.
2. Berdasarkan klasifikasi usaha:
a. Kredit usaha mikro
b. Kredit usaha kecil
c. Kredit usaha menengah
3. Berdasarkan sektor ekonomi digolongkan menjadi Kredit Sektor
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan, Sektor Perikanan, Sektor
Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik,
Gas dan Air, Sektor Kontruksi, Sektor Perdagangan Besar dan Eceran,
Sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum, Sektor
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Sektor Perantara Keuangan,
Sektor Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan, Sektor
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Sektor
Jasa Pendidikan, Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Jasa
Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya,
Sektor Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga , Sektor Badan
Internasional dan Badan Ekstra Internasional Lainnya dan sektor lain-lain. Adapun penggolongan kredit menurut Siamat (2005) diantaranya :
1. Kredit dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Kredit jangka pendek (short term loan) yaitu kredit yang jangka
waktu pengembaliannya kurang dari satu tahun.
8
b. Kredit jangka menengah (medium term loan) yaitu kredit yang jangka
waktu pengembaliannya antara 1 sampai dengan 3 tahun.
c. Kredit jangka panjang (long term loan) yaitu kredit yang jangka
waktu pengembaliaanya atau jatuh temponya lebih dari 3 tahun.
2. Berdasarkan tujuan
Kredit dibagi menjadi :
a. Kredit komersil
Kredit yang diberikan untuk memperlancar usaha di bidang
perdagangan. Seperti kredit ekspor dan kredit leverensir.
b. Kredit Konsumtif
Kredit untuk memenuhi keperluan konsumtif. Misalnya kredit
perumahan rakyat (KPR) dan kredit pembelian mobil atau motor.
c. Kredit Produktif
Kredit untuk memenuhi kebutuhan modal kerja.
3. Berdasarkan penggunaan
a. Kredit modal kerja
Kredit untuk menambah modal kerja yang habis dalam satu siklus
usaha. Seperti kredit untuk kontraktor bangunan.
b. Kredit investasi
Kredit yang digunakan untuk berinvestasi dengan membeli barang-
barang modal.
4. Berdasarkan barang jaminan
Kredit dibagi menjadi :
a. Kredit dengan jaminan (secured loan)
b. Kredit dengan tanpa jaminan (unsecured loan)
Risiko
Ada berbagai macam definisi risiko. Djohanputro (2006) menjelaskan
risiko sebagai ketidakpastian hasil sebagai akibat keputusan, atau situasi saat ini.
Risiko merupakan ukuran kuantitas, atau ukuran empiris yang dapat mengukur
kemungkinan nilai suatu kejadian dengan fluktuasinya. Risiko memiliki data
pendukung (pengetahuan) mengenai kemungkinan kejadian. Hanafi (2012)
menjelaskan risiko sebagai sesuatu yang mempunyai konotasi negatif, kejadian
yang merugikan dan muncul karena ada kondisi ketidakpastian. Hal ini bisa
tercermin dari fluktuasi pergerakan yang tinggi. Semakin tinggi fluktuasi semakin
besar tingkat ketidakpastiannya.
Hanafi (2012), membagi risiko ke dalam risiko murni dan risiko spekulatif.
Risiko murni adalah risiko yang memungkinkan kerugian ada, tetapi
kemungkinan keuntungan tidak ada. Risiko spekulatif adalah risiko saat kita
mengharapkan keuntungan dan juga kerugian.
9
Risiko Kredit
Menurut Coyle (2000), risiko kredit adalah suatu kerugian yang
berpotensi menimbulkan penolakan, atau ketidakmampuan konsumen kredit
untuk membayar hutangnya secara penuh dan tepat waktu. Hanafi (2007),
mendefinisikan risiko kredit sebagai risiko karena counter party gagal memenuhi
kewajibannya kepada perusahaan. Djohanputro (2006), mendefinisikan risiko
kredit sebagai risiko ketika debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat
membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan,
atau turunnya mutu debitur atau pembeli, sehingga persepsi mengenai
kemungkinan gagal bayar semakin tinggi. Definisi yang agak berbeda
dikemukakan Crouhy (2001), yang mendefinisikan risiko kredit sebagai berikut:
― credit risk is the risk that a change in the credit quality of a counterparty will
affect the value of a bank’s position‖, disini Crouhy melihat risiko kredit dari
dampaknya terhadap posisi nilai suatu bank.
Ada tiga jenis risiko dalam risiko kredit (Djohanputro 2006) yaitu :
a. Risiko gagal bayar, adalah probability terjadinya gagal bayar pada periode
tertentu.
b. Risiko exposure,adalah risiko yang melekat pada besarnya kredit yang akan
memasuki risiko gagal bayar.
c. Risiko recovery, adalah risiko berkaitan dengan terjadinya gagal bayar dari
konsumen. Bila kredit memasuki risiko gagal bayar, maka perusahaan
akan berupaya agar ada pengembalian sehingga nominal kredit berkurang.
Jaminan biasanya dijadikan sebagai alat bayar untuk mengurangi nominal
kredit yang macet. Risiko recovery dinyatakan dalam bentuk persentase
kemungkinan recovery dari kredit macet.
Pengukuran Risiko Kredit
Salah satu pilar yang harus dilakukan dalam managemen risiko kredit
adalah bagaimana mengukur risiko kredit itu sendiri. BI tidak menetapkan secara
spesifik pendekatan pengukuran risiko kredit yang harus dijalankan oleh bank.
Meskipun demikian, BI mengacu kepada Basel Comimitee Accord sebagai
kesepakatan internasional dalam melakukan pengaturan operasional bank.
(Idroes 2008)
The Basel Commite didirikan Januari 1975 oleh gubernur sentral Negara
G10 sebagai respon terhadap gangguan pasar keuangan akibat kegagalan
beberapa bank di Eropa dan Amerika dalam megelola valuta asing. Tujuannya
adalah dan untuk meningkatkan stabilitas keuangan internasional dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengawasan dan kualitas
pengawasan perbankan di seluruh dunia (BCBS 2013).
Tahun 1988, Komite Basel mempublikasikan Kesepakatan Basel Pertama
(The First Basel Committee Accord - Basel I) yang isinya menyerukan rasio
modal minimum terhadap aktiva yang dibobot menurut risikonya sebesar 8% .
Ketetapan ini diserukan untuk dilaksanakan pada akhir tahun 1992. Bobot risiko untuk aktiva yang diatur Basel I (Benzin 2003) sebagai
berikut:
1. Pinjaman pemerintah yang tergabung dalam OECD : 0 %
2. Penempatan Pada Bank kawasan OECD : 20%
3. Kredit Perumahan : 50%
10
4. Kredit Individu/perusahaan : 100%
Basel melakukan penyempurnaan untuk perhitungan MCR pada Januari
2001 yang dipublikasikan dalam The Market Risk Amandement to the Original
Accord. Dengan amandemen tersebut, perhitungan modal berkembang
mencakup risiko kredit dan risiko pasar. Dalam New Basel Accord 2001 atau
dikenal sebagai Basel II, pendekatan penghitungan MCR disesuaikan dalam
bentuk diterapkannya tiga pilar utama yaitu penekanan pada penggunaan internal
model untuk mengukur risiko dan menghitung kebutuhan modal, penekanan
fungsi regulator sebagai supervisory review dan kewajiban untuk memberikan
informasi risiko kepada publik (market discipline).
Perbedaan Basel I dan Basel II dijelaskan dalam Tabel 2 berikut (Benzin et
al 2003):
Tabel 2. Perbandingan Basel I dan Basel II
Sumber : (Benzin 2003)
Untuk penghitungan MCR dalam Basel II dirumuskan dalam rasio modal
sebagai berikut (Benzin 2003 et al):
total capital
Capital Ratio
═ —————————————————————————————— ……….(1)
Credit risk + Market risk + operasiotional Risk
Pengukuran risiko kredit sendiri dilakukan dengan (Benzin et all 2003) :
a. The standardized approach (STD).
b. The internal ratings based (IRB) approach, yang terdiri dari The IRB
model foundation approach dan The advanced IRB model approach.
Pendekatan The Standardized Approach meminta bank menggunakan
external credit rating yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat. Dalam IRB
approach baik foundation model maupun advanced model, bank diminta untuk
mengembangkan credit rating system sendiri (internal credit rating). Dengan
adanya credit rating assessment ini, bobot risiko yang akan dibebankan pada
masing-masing eksposure kredit disesuaikan dengan kondisi peringkat masing-
masing debitur. Debitur dengan peringkat tinggi/bagus akan dikenakan bobot
risiko yang rendah, sehingga capital charge yang harus disediakan bank untuk
menyerap risiko kredit tersebut akan rendah pula, demikian pula sebaliknya.
Bank Indonesia mengkategorikan capital atau modal terdiri dari modal
inti dan modal pendukung (BI 2013). Modal inti adalah setoran dari pemilik,
hibah dan laba ditahan. Modal pendukung adalah modal penyertaan, pinjaman
dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Menurut Microsave
(2008), ekuitas LKM atau kekayaan bersih mewakili apa saja yang LKM miliki.
Basel I Accord Basel II Accord
Fokus pada satu pengukuran risiko Penekanan pada metodolgi internal bank,
Supervisory review dan market disipline
One size fits all Fleksible, banyak pendekatan, memberikan
insentife untuk managemen risiko yang lebih
baik
Broad brush structure More risk sencitive
11
Capital terdiri dari dua komponen: modal disetor seperti dana hibah, modal
saham, atau modal swasta yang diinvestasikan. Yang kedua adalah akumulasi
laba / defisit dari operasi. Tidak seperti kewajiban, ekuitas atau kekayaan bersih
tidak harus dibayar kembali.
Aktiva produktif dalam lembaga keuangan adalah kredit/pembiayaan,
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)/ SBI dan penempatan dana pada bank
lain. Kualitas pembiayaan berdasarkan besarnya tunggakan angsuran
pembiayaan digolongkan menjadi lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
Pada BPR/BPRS, klasifikasi ini dikenal dengan istilah kolektibiltas. Adapun
kriteria kolektibiltas sebagai berikut (BI 2006a) :
1. Lancar adalah pembiayaan dengan maksimal 1 bulan tunggakan angsuran
untuk masa angsuran kurang dari 1 bulan atau tunggakan angsuran maks 3
kali untuk masa angsuran 1 bulan atau lebih.
2. Kurang Lancar adalah pembiayaan dengan tunggakan angsuran lebih
dari 1 sampai 3 bulan untuk masa angsuran kurang dari 1 bulan atau
tunggakan angsuran lebih dari 3 kali sampai 6 kali untuk masa angsuran 1
bulan atau lebih.
3. Diragukan adalah pembiayaan dengan tunggakan angsuran lebih dari 3
sampai 6 bulan untuk masa angsuran kurang dari 1 bulan atau
tunggakan angsuran lebih dari 6 kali sampai 12 kali untuk masa angsuran
1 bulan atau lebih.
4. Macet adalah pembiayaan dengan tunggakan angsuran lebih dari 6
bulan untuk masa angsuran kurang dari 1 bulan atau tunggakan
angsuran lebih dari 12 kali untuk masa angsuran 1 bulan atau lebih.
Perhitungan PPAP dari baki debet pembiayaan bulan sebelumnya dengan
cara terlebih dahulu baki debet pembiayaan dikurangi nilai jaminan kemudian
dikali tarifnya. Perhitungan PPAP sebagai berikut (BI 2006b) :
0,5% baki debet pembiayaan yang tergolong Lancar
10% baki debet pembi5ayaan yang tergolong Kurang Lancar
50% baki debet pembiayaan yang tergolong Diragukan
100% baki debet pembiayaan yang tergolong Macet
Pada LKM, pengolongan kolektibilitas menggunakan istilah yang berbeda
yaitu PAR (Portofolio At Risk). Sebagian besar LKM di dunia menggolongkan
PAR berdasarkan kelipatan setiap 30 hari tunggakan. menggolongkan PAR
sebagai berikut (Microsave 2008):
1. PAR 0 hari : tunggakan 0
2. PAR 1- 30 hari : tunggakan 1 sd 30 hari
3. PAR 31-90 hari : tunggakan 31 sd 90 hari
4. PAR 91-180 hari : tunggakan 31 sd 90 hari
5. PAR > 180 hari : tunggakan lebih180 hari
Penghitungan PPAP sebagai berikut :
1. 0% saldo kredit PAR 0
2. 10% saldo kredit PAR 30
3. 30% saldo kredit PAR 90
4. 60% saldo kredit PAR 180
5. 100% saldo kredit PAR > 180 Kredit digolongkan kepada Non Performing Loan (NPL) apabila termasuk
12
kredit dengan kategori PAR > 30
Penilaian Kelayakan Kredit
Menurut Hanafi (2007), penilaian kelayakan kredit bagi calon nasabah
bank berguna untuk menganalisis kemampuan melunasi kewajiban dari calon
nasabah bank. Bank sering mengunakan pedoman 3R dan 5C. Pedoman 3R
adalah penilaian berdasar Returns (keuntungan), Repayment Capacity
(kemampuan bayar) dan Risk bearing Ability (kemampuan mengcover risiko).
Pedoman 5C mendasarkan penilaian pada Charakter (karakter), Capacity
(kapasitas pembayaran), Capital (modal yang dimiliki), Chollateral (agunan
yang dimiliki) dan Condition of macro ekonomy (situasi makro ekonomi).
Dalam metode Grameen Bank , penilaian kelayakan kredit didasarkan atas
kesediaan secara menanggung dalam satu kelompok nasabah atau tanggung
renteng. Debitur Grameen Bank adalah perempuan miskin yang minimal
berumur 18 tahun. Proses penilaian kelayakan kredit dilakukan bertahap
sebagai berikut (Alam 2010) :
1. Assestment wilayah
Kegiatan ini adalah kegiatan pemetaan secara umum wilayah pemukiman.
Kegiatan ini meliputi pengumpulan data kepadatan penduduk/pemukiman,
fasilitas umum, data monografi desa, jenis usaha dominan, sosialisasi & kontak
person dan Pendaftaran calon penerima kredit. Penilaian dilakukan dengan
metode Grameen Bank’s “Means Test” , The Cashpor Housing Index and Asset
Test , Sef’s Participatory Wealth Ranking , Grameen Foundation’s Progress Out
of Poverty Index .
2. Pembentukan kelompok dari calon nasabah .
Kelompok terdiri dari 5 orang perempuan yang memiliki kesamaan umur,
tempat tinggal, pendidikan dan strata ekonomi. Tidak boleh ada hubungan
saudara dalam satu kelompok. Seleksi anggota kelompok dilakukan oleh
kelompok sendiri karena mereka harus meyakini bahwa anggotanya bisa dan mau
membayar kredit. Sebab kewajiban kredit anggota akan beralih kepada anggota
kelompok lain bila anggota tersebut tidak bisa membayar dengan alasan apapun.
3. Mini Meeting sebelum Latihan Wajib Kelompok.
Adalah kegiatan pengenalan lembaga secara umum dan skim kredit yang
akan diberikan kepada calon debitur.
4. Latihan Wajib Kelompok dalam center meeting.
Center Meeting adalah rancangan tempat dan waktu pertemuan mingguan
yang diikuti 25 – 50 orang. Sebelum mendapat kredit, untuk kelompok yang
berdekatan dilakuan Latihan wajib kelompok (LWK) selama 7 hari berturut-
turut selama antara 1-2 jam per hari. Materi yang diberikan adalah:
Compulsory savings
Seleksi Ketua kelompok
Verifikasi ‗status‘ kemiskinan calon anggota
Pengertian tanggung renteng, kelompok dan skim kredit yang akan diperoleh.
5. Group Recognition Test (GRT)
Setelah melalui training, maka anggota kelompok akan diverifikasi tentang
status kemiskinannya , saling mengenal dengan sesama anggota kelompok serta
pemahaman dan persetujuannya terhadap program Grameen. Bila lolos GRT,
13
kelompok diterima dan dilanjutkan ke pertemuan mingguan sebagai mekanisme
transaksi dan pelayanan kepada anggota.
6. Pertemuan mingguan di Center Meeting
Dilakukan pencairan kredit, pembayaran angsuran dan transaksi keuangan
lainnya.
CreditRisk+
Pengukuran risiko kredit dengan menggunakan metode ini diperkenalkan
oleh Credit Suisse First Brown (CSFB) pada akhir tahun 1997. CreditRisk+
bertujuan untuk menghitung distribusi kegagalan dari suatu kredit portofolio
yang berdasarkan metodologi matematika. Dengan mengetahui distribusi
kegagalan akan diketahui nilai risiko dari suatu portfolio kredit dan akhirnya
dapat diketahui potensi risiko kredit jangka pendek.
CreditRisk+ digunakan untuk mencari peluang jumlah debitur yang default
dalam suatu periode tertentu. Peluang jumlah debitur default ini dinyatakan
dengan distribusi Poisson. Model ini menjadikan tingkat default sebagai peubah
acak dan memasukan keragaman tingkat default untuk mengatasi ketidakpastian.
Metode ini didasarkan pada pendekatan credit default model yang
menggambarkan informasi jumlah dan batas waktu eksposure dan pengukuran
risiko kredit sistematis dari debitur. Metode CreditRisk+ memiliki kelebihan,
yaitu relatif mudah untuk diimplementasikan dan kemudahan dalam ketersedian
data. CreditRisk+ juga memfokuskan pada kondisi default yang dibutuhkan
untuk mengestimasi potensi risiko. Data yang dibutuhkan hanya probability
default, eksposur dan recovery rate (tingkat penerimaan kembali piutang yang
sudah dihapusbukukan). CreditRisk+ memposisikan pada kondisi debitur tidak
mampu membayar kewajiban yang dibutuhkan untuk mengestimasi potensi
risiko.
Analisis Lingkungan Perusahaan
Lingkungan perusahaan terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan
eksternal. Lingkungan internal terdiri dari variable-variabel kekuatan dan
kelemahan yang berasal dari dalam perusahaan yang masih dapat dikendalikan
perusahaan, sedangkan lingkungan eksternal merupakan variable-variabel
peluang dan ancaman yang dating dari luar perusahaan sehingga tidak dapat
dikendalikan perusahaan (Wheelen dan Hunger 2008).
Analisis Lingkungan Internal
Analisis lingkungan internal adalah kegiatan identifikasi ke dalam internal
perusahaan yaitu kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam upaya mengatasi
ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada. Analisis internal sangat
berhubungan erat dengan evaluasi sumber daya organisasi (Wheelen dan Hunger
2008). Kekuatan internal dan kelemahan internal adalah aktivitas dalam kendali
organisasi yang prestasinya luar biasa baik atau buruk. Kekuatan dan kelemahan
tersebut muncul dalam aktivitas manajemen, pemasaran, keuangan/ akunting,
operasi/produksi, penelitian dan pengembangan dan system informasi computer
suatu bisnis. Mengenali dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan organisasi
14
dalam berbagai bidang fungsional dari bisnis adalah aktivitas manajemen srtategis
yang penting, organisasi berusaha keras untuk mengejar strategi yang
memanfaatkan kekuatan internal dan memperbaiki kelemahan internal (David
2002)
Analisis Lingkungan Eksternal
Tujuan dari analisis lingkungan eksternal adalah mengembangkan daftar
terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan serta ancaman yang dapat
dihindari. Perusahaan harus dapat menjawab baik dengan menyerang maupun
bertahan terhadap faktor-faktor dengan merumuskan strategi yang
memanfaatkan peluang eksternal atau yang meminimalkan dampak ancaman
potensial (David 2002).
Kekuatan kunci eksternal yang dapat menjadi peluang ataupun ancaman
adalah 1) Kekuatan ekonomi; 2) Kekuatan sosial, budaya, demografi dan
lingkungan; 3) Kekuatan politik, pemerintah dan hokum; 4) Kekuatan teknologi;
5) Kekuatan pesaing (David 2002).
Analisis Perumusan Strategi
Menurut David (2002) , teknik perumusan strategi dapat diintegrasikan ke
dalam kerangka pengambilan keputusan tiga (3) tahap yaitu tahap input, tahap
pencocokan dan tahap keputusan. Tahap Input terdiri dari pembuatan matriks
Evaluasi Faktor Eksternal atau Matriks EFE (External Factor Evaluation) yang
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal sebagai peluang dan
ancaman bagi perusahaan dan matrik Evaluasi Faktor Internal atau matriks IFE
(Internal Factor Evaluation) yang digunakan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki perusahaan sebagai faktor internal. Tahap selanjutnya
adalah tahap Pencocokan. Tahap pencocokan dari kerangka perumusan
mengunakan metode analisa SWOT.
Analisis SWOT membandingkan antara faktor internal yaitu strengths dan
opportunities dengan faktor eksternal yaitu weaknesses dan threats untuk
menghasilkan berbagai kemungkin alternatif strategi . Analisis SWOT terdiri dari
empat (4) faktor, yaitu :
1. Strengths
Kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis
yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh
organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
2. Weaknesses
Kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep
bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam
tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
3. Opportunities
Kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi
yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep
bisnis itu sendiri, misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan
sekitar.
15
4. Threats
Kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu
organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
Strategi analisa SWOT dibuat menjadi matriks empat jenis strategi yang
dkenal sebagai matriks TOWS yaitu:
(1) Strategi SO (kekuatan-peluang) adalah strategi menyerang untuk
memanfaatkan kekuatan internal perusahaan dalam menarik keuntungan
dari peluang eksternal.
(2) Strategi WO (kelemahan-peluang) sebagai strategi yang bertujuan untuk
memperbaiki kelemahan internal dengan cara menarik keuntungan dari
peluang eksternal;
(3) Strategi ST (kekuatan-ancaman) untuk menggunakan kekuatan
perusahaan dalam upaya menghindari atau mengurangi dampak ancaman
eksternal.
(4) Strategi WT (kelemahan-ancaman) merupakan strategi defensif yang
diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman
eksternal.
Setelah merumuskan 4 strategi tersebut, selanjutnya dibuat matriks
Internal-Eksternal (IE). Matriks ini memposisikan berbagai suatu organisasi
dalam tampilan sembilan sel yang didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu skor
bobot IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Matriks
IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yang mempunyai implikasi strategik
yang berbeda-beda, yaitu :
(1) Grow and build : Organisasi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat
digambarkan sebagai tumbuh dan membangun.
(2) Hold and maintain : Organisasi yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII
dapat ditangani dengan baik melalui strategi menjaga dan mempertahankan;
(3) Harvest or divest : Organisasi yang masuk ke dalam sel VI, VIII, atau IX
adalah panen atau divestasi.
Tahap terakhir adalah Tahap pengambilan Keputusan. Tahap ini dapat
menggunakan Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif Model atau
Quantitative Strategic Planning Model (QSPM).
Matriks Quantitative Strategic Planning Model
Pemilihan strategi pilihan dari beberapa alternatif strategi yang dihasilkan
melalui analisis SWOT, matriks IFE dan EFE, dilakukan dengan menggunakan
analisis Quantitative Strategic Planning Model (QSPM). QSPM merupakan
suatu teknik yang secara objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang
terbaik. QSPM memungkinkan evaluasi alternatif strategi berdasarkan faktor
eksternal dan internal strategik yang telah diidentifikasi sebelumnya. Penggunaan
QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik. Secara konsep, QSPM
menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi (David 2002). Komponen
penting dalam QSPM adalah bobot dari masing-masing faktor eksternal dan internal yang telah diidentifikasi sebelumnya serta attractiveness score (AS) yaitu
nilai yang menunjukkan kemenarikan atau daya tarik relatif untuk masing-
masing strategi yang dipilih. Nilai AS juga ditetapkan dengan cara meneliti
masing-masing faktor eksternal dan internal. Pemilihan suatu strategi didasarkan
pada nilai perkalian bobot dan AS atau disebut total attractiveness score (TAS).
16
Nilai TAS yang paling tinggi menunjukkan alternatif strategi yang menjadi pilihan
utama.
Alternatif Strategi
Strategi Porter mengatakan bahwa ada 3 macam strategi dasar yang bisa
membuat perusahaan unggul dalam persaingan. Strategi itu adalah kepemimpinan
biaya, diferensiasi dan fokus (David 2002).
David (2002) juga mengemukan ada berbagai strategi alternatif dalam
penerapan manajemen strategis. Strategi ini dapat dikelompokkan menjadi 13
tindakan serta strategi kombinasi. Adapun 13 strategi ini adalah : 1) Integrasi ke
depan; 2) Integrasi ke belakang; 3) Integrasi horisontal; 4) Penetrasi
pasar; 5) Pengembangan pasar; 6) Pengembangan Produk; 7) Diversifikasi
konsentrik; 8) Diversifikasi konglomerat; 9) Diversifikasi horizontal; 10) Usaha
Patungan; 11) Penghematan; 12 ) Divestasi; 13) Likuidasi;
Kepemimpinan Biaya
Strategi ini menekankan pada membuat produk standar dengan membuat
biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan
harga. Ide dasar dari strategi ini adalah menetapkan harga yang lebih rendah dari
pesaing dan oleh karena itu menguasai pangsa pasar dan penjualan, menggusur
beberapa pesaing dari pasar sama sekali. Perusahaan yang memakai strategi dasar
ini biasanya memiliki efisiensi yang tinggi, biaya administrasi rendah, rentang
kendali lebar, penghargaan dikaitkan dengan biaya dan partisipasi karyawan
lebih luas dalam usaha pengendalian biaya. Berbagai tipe strategi integrasi adalah
contoh strategi ini (David 2002).
Diferensiasi
Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk atau jasa yang
dianggap unik dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak peka terhadap
perubahan harga. Strategi ini menawarkan beberapa tingkat pembedaan.
Diferensiasi yang sukses berarti fleksibilitas produk/jasa yang lebih besar, biaya
yang lebih rendah, pelayanan yang lebih baik, pemeliharaan yang kurang, lebih
nyaman atau menonjol. Pengembangan produk merupakan contoh strategi yang
menawarkan keunggulan diferensiasi (David 2002).
Fokus
Fokus berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi
keperluan kelompok kecil konsumen. Strategi fokus paling efektif bila konsumen
mempunyai pilihan yang nyata atau persyaratan dan ketika perusahaan pesaing
tidak berusaha melakukan spesialisasi dalam segmen yang sama (David 2002).
Penetrasi Pasar
Strategi ini berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk atau jasa
yang sudah ada melalui usaha pemasaran yang lebih gencar. Penetrasi pasar
termasuk menambah jumlah wiraniaga, menambah belanja iklan, promosi
penjualan ekstensif atau menambah usaha publisitas. Penetrasi pasar cocok
diantaranya bila pasar belum jenuh, atau bila tingkat penggunaan produk/jasa
17
yang sudah ada dapat ditingkatkan secara signifikan dan bila skala ekonomis
perusahaan meningkat sehingga menyediakan keunggulan bersaing yang besar
(David 2002).
Pengembangan Pasar
Usaha untuk meningkatkan pangsa pasar dengan memperkenalkan produk
atau jasa yang sudah ada ke wilayah geografi baru. Pengembangan pasar cocok
diterapkan diantaranya bila perusahaan sangat sukes, ada pasar baru yang belum
jenuh dan belum digarap, serta organisasi mempunyai modal dan SDM yang
diperlukan untuk mengelola perluasan operasi (David 2002).
Pengembangan Produk
Strategi ini adalah upaya meningkatkan penjualan dengan memperbaiki
atau memodifikasi produk atau jasa yang sudah ada. Pengembangan produk
cocok untuk beberapa situasi seperti bersaing dalam industry dengan pertumbuhan
tinggi, produk yang dimiliki dalam tahap dewasa dalam siklus daur hidup produk
dan bila pesaing utama menawarkan produk dengan mutu yang lebih baik dengan
harga yang pantas (David 2002).
Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Hasil penelitian terdahulu yang releven disusun dalam rangka mengetahui
dan melihat kerangka penelitian teori, baik untuk memperkuat, menguji,
memodifikasi dan membuat hal yang baru. Dibandingkan dengan penelitian-
penelitian terdahahulu mengenai risiko kredit, penelitian yang dilakukan ini
mengambil obyek LKMS replikasi Grameen Bank sebagai sasaran penelitian.
Selain menghitung risiko kredit, penelitian ini juga menganalisis manajemen
strategi yang dilakukan LKMS KSB. Adapun beberapa penelitian terdahulu
disusun dalam tabel yang ada pada Lampiran 1.